66
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978 Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 601 Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala KELAYAKAN PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT LOKAL MELALUI PENGEMBANGAN PRODUK DAN JASA EKOWISATA SEKOTONG Wildan 1 ; Sukardi 2 1,2 FKIP Universitas Mataram e-mail: [email protected]. Abstrak: Tujuan kajian tahap pertama ini adalah menentukan kelayakan produk dan jasa ekowisata yang dikembangkan sebagai penguatan ekonomi, meliputi: permasalahan sosial ekonomi kawasan, potensi pengembangan produk dan jasa ekowisata; kebutuhan utama; segmen pasar; dan kebutuhan modal dan investasi. Secara metodologis, kajian ini menggunakan model design based research (DBR). Prosedurnya: (1) penentuan produk dan jasa ekowisata yang dikembangkan; (2) penyusunan desain dan prototipe model; (3) siklus interaktif pengujian dan penyempurnaan; dan (4) refleksi untuk menghasilkan produk akhir. Fokus kajian ini adalah pada tahap 1 (satu) yang dilakukan melalui survei menggunakan kuesioner, wawancara, FGD, observasi, dan kajian dokumen yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil kajian menunjukkan: (1) masyarakat lokasi penelitian masih tertinggal dalam hal ekonomi dan pendidikan; (2) potensi dan produk utama yang dikembangkan adalah kerajinan emas/perak berbahankan berbahan dari laut, di samping kuliner ikan laut dan kepiting, serta transportasi ramah lingkungan; (3) potensi memiliki pangsa pasar yang luas (kalangan dan asal ekowisatawan), karena keunikan dalam produksi, proses, dan tidak merusak lingkungan di samping dukungan kuat dari pemerintah daerah. Implikasinya adalah perlu tindaklanjut pemberdayaan dalam skope kebutuhan utama dimaksud. Kata kunci: Kelayakan, Penguatan Ekonomi, Ekowisata PENDAHULUAN Hasil kajian sebelumnya (Wildan dkk., 2016b) menghasilkan grand design model pengembangan ekowisata berbasis keterlibatan masyarakat lokal yang ditindaklanjuti oleh Pemda Kabupaten Lombok Barat dengan menetapkan wilayah Sekotong sebagai kawasan Ekowisata. Secara empiris, kajian awal tersebut sekaligus meneguhkan bahwa pelibatan masyarakat lokal menjadi kunci pengembangan ekowisata (Trofimenko & Djafarova, 2011; Hill &Hill, 2011; Satyanarayana dkk., 2012; Stone & Wall, 2003; Peter, 2005; Bhuiyan dkk., 2011). Oleh karenanya, status kajian ini yang diusulkan adalah untuk menindaklanjuti grand design yang dihasilkan melalui pelibatan secara langsung masyarakat dalam pengembangan ekowisata. Hal ini juga untuk menjawab permasalahan pembangunan pariwisata yang selama ini belum membuahkan keadilan secara ekonomi, yang terindikasi dari tingginya pengangguran dan kemiskinan (BPS, 2013; BPS Lobar, 2013). BPS NTB (2012) mencatat bahwa jumlah penduduk miskin di Lobar mencapai 17.91% pada tahun 2012 dengan indeks kedalaman kemiskinan mencapai 3.08 dan indeks keparahan kemiskinan 0.82. Disisi lain, upaya pengentasan kemiskinan pada kawasan pariwisata dinilai kurang menekankan aspek pemberdayaan, tidak berdasarkan pada permasalahan dan kebutuhan masyarakat (Garjita dkk. 2013). Dampak langsung dari tidak adanya penguatan ekonomi adalah masyarakat menjadi penonton dalam pembangunan pariwisata karena keterbatasan keterampilan masyarakat (Sukidjo, 2009), padahal Ife dan Tesoriero (2008) mengingatkan agar program pemberdayaan masyarakat senatiasa dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip holisme, keberlanjutan, keanekaragaman, perkembangan organik, perkembangan yang seimbang, dan mengatasi struktur yang merugikan. Paradigma bottom-up yang berpusat pada masyarakat mendapatkan posisi strategis dalam pemberdayaan masyarakat, upaya konservasi lingkungan, pengelolaan sumber daya alam (Chambers, 1994). Beberapa hasil kajian juga menguatkan bahwa keberhasilan ekowisata karena dukungan dan partisipasi masyarakat lokal (Trofimenko & Djafarova, 2011; Hill &Hill, 2011; Satyanarayana dkk., 2012; Stone & Wall, 2003; Peter, 2005; Bhuiyan dkk., 2011).

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 601

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

KELAYAKAN PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT LOKAL MELALUI

PENGEMBANGAN PRODUK DAN JASA EKOWISATA SEKOTONG

Wildan1; Sukardi2

1,2 FKIP Universitas Mataram

e-mail: [email protected].

Abstrak: Tujuan kajian tahap pertama ini adalah menentukan kelayakan produk dan jasa

ekowisata yang dikembangkan sebagai penguatan ekonomi, meliputi: permasalahan sosial ekonomi

kawasan, potensi pengembangan produk dan jasa ekowisata; kebutuhan utama; segmen pasar; dan

kebutuhan modal dan investasi. Secara metodologis, kajian ini menggunakan model design based

research (DBR). Prosedurnya: (1) penentuan produk dan jasa ekowisata yang dikembangkan; (2)

penyusunan desain dan prototipe model; (3) siklus interaktif pengujian dan penyempurnaan; dan (4)

refleksi untuk menghasilkan produk akhir. Fokus kajian ini adalah pada tahap 1 (satu) yang

dilakukan melalui survei menggunakan kuesioner, wawancara, FGD, observasi, dan kajian

dokumen yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil kajian menunjukkan: (1) masyarakat

lokasi penelitian masih tertinggal dalam hal ekonomi dan pendidikan; (2) potensi dan produk utama

yang dikembangkan adalah kerajinan emas/perak berbahankan berbahan dari laut, di samping

kuliner ikan laut dan kepiting, serta transportasi ramah lingkungan; (3) potensi memiliki pangsa

pasar yang luas (kalangan dan asal ekowisatawan), karena keunikan dalam produksi, proses, dan

tidak merusak lingkungan di samping dukungan kuat dari pemerintah daerah. Implikasinya adalah

perlu tindaklanjut pemberdayaan dalam skope kebutuhan utama dimaksud.

Kata kunci: Kelayakan, Penguatan Ekonomi, Ekowisata

PENDAHULUAN

Hasil kajian sebelumnya (Wildan dkk., 2016b) menghasilkan grand design model

pengembangan ekowisata berbasis keterlibatan masyarakat lokal yang ditindaklanjuti oleh Pemda

Kabupaten Lombok Barat dengan menetapkan wilayah Sekotong sebagai kawasan Ekowisata.

Secara empiris, kajian awal tersebut sekaligus meneguhkan bahwa pelibatan masyarakat lokal

menjadi kunci pengembangan ekowisata (Trofimenko & Djafarova, 2011; Hill &Hill, 2011;

Satyanarayana dkk., 2012; Stone & Wall, 2003; Peter, 2005; Bhuiyan dkk., 2011). Oleh karenanya,

status kajian ini yang diusulkan adalah untuk menindaklanjuti grand design yang dihasilkan melalui

pelibatan secara langsung masyarakat dalam pengembangan ekowisata. Hal ini juga untuk

menjawab permasalahan pembangunan pariwisata yang selama ini belum membuahkan keadilan

secara ekonomi, yang terindikasi dari tingginya pengangguran dan kemiskinan (BPS, 2013; BPS

Lobar, 2013). BPS NTB (2012) mencatat bahwa jumlah penduduk miskin di Lobar mencapai

17.91% pada tahun 2012 dengan indeks kedalaman kemiskinan mencapai 3.08 dan indeks

keparahan kemiskinan 0.82. Disisi lain, upaya pengentasan kemiskinan pada kawasan pariwisata

dinilai kurang menekankan aspek pemberdayaan, tidak berdasarkan pada permasalahan dan

kebutuhan masyarakat (Garjita dkk. 2013). Dampak langsung dari tidak adanya penguatan ekonomi

adalah masyarakat menjadi penonton dalam pembangunan pariwisata karena keterbatasan

keterampilan masyarakat (Sukidjo, 2009), padahal Ife dan Tesoriero (2008) mengingatkan agar

program pemberdayaan masyarakat senatiasa dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip holisme,

keberlanjutan, keanekaragaman, perkembangan organik, perkembangan yang seimbang, dan

mengatasi struktur yang merugikan. Paradigma bottom-up yang berpusat pada masyarakat

mendapatkan posisi strategis dalam pemberdayaan masyarakat, upaya konservasi lingkungan,

pengelolaan sumber daya alam (Chambers, 1994). Beberapa hasil kajian juga menguatkan bahwa

keberhasilan ekowisata karena dukungan dan partisipasi masyarakat lokal (Trofimenko &

Djafarova, 2011; Hill &Hill, 2011; Satyanarayana dkk., 2012; Stone & Wall, 2003; Peter, 2005;

Bhuiyan dkk., 2011).

Page 2: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 602

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Berangkat dari sikap positif, maka kajian ini dihadirkan untuk memberikan intervensi

penguatan ekonomi masyarakat lokal melalui pengembangan produk dan jasa ekowisata, khususnya

di kawasan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. Beberapa tujuan kajian yang digambarkan pada

tulisan ini, adalah menentukan produk dan jasa ekowisata yang dikembangkan, meliputi: (a) peta

permasalahan sosial ekonomi di kawasan Sekotong; (b) potensi produk dan jasa ekowisata prioritas

di kawasan Sekotong; (c) analisis kebutuhan pengembangan produk dan jasa ekowisata prioritas di

kawasan Sekotong; (d) menentukan segmen pasar yang cocok dengan produk dan jasa ekowisata

Sekotong; dan (e) menentukan kebutuhan pemberdayaan, berupa modal dan investasi.

METODE PENELITIAN

Berdasarkan tujuan penelitian, maka metode penelitian yang digunakan adalah penelitian

dan pengembangan model Design Based Research (DBR) dari Reeves (2006) dipadukan dengan

penelitian kebijakan (Tilaar & Nugroho, 2008). Kelebihan model ini adalah interventionist,

iterarative, involvement of practitioners, process oriented, utility oriented, and theory oriented

(Plomp, 2010). Penelitian ini dirancang sebagai penelitian multiyears, yang ditempuh dalam 4

tahapan utama (Gambar 1).

Gambar 1 Alur Penelitian dan Pengembangan

TAHAP 1Menentukan produk dan jasa

ekowisata yang dikembangkan untuk penguatan ekonomi

masyarakat Sekotong secara kolaboratif antara peneliti dan

praktisi

TAHAP 2Pengembangan desain dan prototipe model penguatan

ekonomi melalui pengembangan produk dan jasa ekowisata secara

partisipatif

TAHAP 3

Siklus interaktif uji coba model (kaji tindak partisipatif)

TAHAP 4Refleksi pengujian dan

penyempurnaan model akhir

Penentuan Skala Prioritas:

Produk dan jasa Ekowisata

Segemen pasar produk dan jasa ekowisata

Kebutuhan modal dan investasi

Design: tujuan, ruang lingkup, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pebiayaan, monev.Prototipe : panduan Demplot, Modul Pengembangan Produk & Jasa Ekowisata, Modul Pemasaran, Modul Manajemen Pengelolaan, dan Perangkat Evaluasi

Uji Analitis I

(Ahli Ekonomi, Pariwisata, Praktisi

(DU/DK)

Revisi

Demplot:

Pelatihan dan Pendampingan secara langsung & bersiklus dengan melibatkan

Uji Validasi

(StakehodersSecara Luas)

Revisi

Layak?

Revisi

Layak?

TidakYa

Layak?

Model AkhirPenguatan Ekonomi Masyarakat Lokal Melalui

Pengembangan Produk dan Jasa Ekowisata

Tidak

Ya

Tah

un I

Tah

un I

ITidak

Ya

Page 3: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 603

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Berdasarkan Gambar 1, maka tahapan penelitian dan pengembangan ini adalah tahap 1

(satu) berupa menentukan produk dan jasa ekowisata yang dikembangkan untuk penguatan

ekonomi masyarakat Sekotong. Sekenario Tahap ini menjawab tujuan penelitian, dengan skenario

kajian, yaitu: (1) melalui survei yang mengkombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.

Dalam survei ini, peneliti secara kualitatif dan kuantitatif menggali, mengakaji, dan

mengorganisasikan informasi secara mendalam dan lengkap tentang permasalahan sosial ekonomi

masyarakat, potensi pengembangan produk dan jasa ekowisata, dan kebutuhan prioritas yang

diharapkan masyarakat sesuai dengan daya dukung yang dimiliki, identifikasi segmen pasar, dan

kebutuhan pemberdayaan berupa modal dan investasi; (2) lokasi penelitian ini difokuskan desa

Sekotong Barat Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat dengan melibatkan semua Subyek

dan Informan penelitian secara purposive sampling, meliputi: Unsur Pemerintah Kabupaten

Lombok Barat (Dinas Pariwisata, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Makro, Dinas Pendidikan,

Dinas Perikanan dan Kelautan, dan Dinas Bappeda), unsur Pemerintahan Desa, pelaku Usaha Kecil

Mikro dan Menengah (UMK), Masyarakat Kawasan Sekotong, Kelompok Sadar Wisata, LSM

lingkungan hidup, dan lainnya); (3) data penelitian dikumpulkan menggunakan kuesioner, pedoman

wawancara, panduan Focus Group Discussion (FGD), observasi, dan kajian dokumen; dan (4) data

hasil kajian dianalisis secara kualitatif melalui tiga alur, yaitu reduksi data, penyajian data,

penarikan simpulan atau verifikasi (Miles & Huberman, 1984) dipadukan dengan analisis SWOT.

HASIL PENELITIAN

Deskirpsi hasil kajian ini mencakup: profil permasalahan sosial ekonomi di kawasan

Sekotong Bara, potensi produk dan jasa ekowisata prioritas di kawasan Sekotong; hasil analisis

kebutuhan pengembangan produk dan jasa ekowisata prioritas di kawasan Sekotong; segmen pasar

yang cocok dengan produk dan jasa ekowisata Sekotong; dan deskripsi kebutuhan pemberdayaan,

berupa modal dan investasin.

Profil Permasalahan Sosial Ekonomi Masyarakat Kawasan Ekowisata

Lokasi utama kajian pengembangan ini adalah di Desa Sekotong Barat Kecamatan Sekotong

Kabupaten Lombok Barat. Terletak di kawasan ujung barat-selatan Pulau Lombok, Desa Sekotong

Barat adalah satu dari 9 (sembilan) desa di Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.

Luasnya sekitar 46,19 km persegi atau sekitar 13,98% dari luas Kecamatan Sekotong yang

mencapai 330,45. Sementara itu, Kecamatan Sekotong merupakan Kecamatan Terluas di

Kabupaten Lombok Barat. Secara administrasi, Desa Sekotong Barat terdiri dari 11 dusun dan 50

Rukun Tetangga.

Untuk mencapai lokasi ini, dapat ditempuh melalui perjalanan darat maupun laut. Perjalanan

darat dalam kondisi normal dari Kota Mataram (Ibu Kota Provinsi) dapat ditempuh selama kurang

lebih 1 jam 33 menit dengan jarak 58,6 km2. Sementara itu, perjalanan darat dalam kondisi normal

dari Gerung (Ibu Kota Kabupaten Lombok Barat) dapat ditempuh selama kurang lebih 1 jam 7

menit dengan jarak 42,4 km2. Inftrastruktur dari Mataram atau dari Gerung sangat baik dengan

jalan yang sudah diaspal (Hotmix). Namun demikian, infrastruktur di desa ini sendiri menunjukkan

masih kategori marginalisasi ekonomi. Dari 55 KM2 jalan, hanya sekitar 30% sudah

diperkeras/diaspal. Itu pun hanya jalan raya yang menghubungkan ibu kota kecamatan dan

kabupaten. Selain jalan, fakta lain di Desa ini adalah masih banyaknya rumah tangga yang belum

mendapatkan aliran listrik dan pelayanan air bersih. Dari semua rumah tangga, tidak satupun yang

dapat mengakses air minum bersih (PDAM), akses sanitasi layak mencapai baru mencapai 57% dari

2.820 rumah tangga, pemukiman kumuh mencapai 33,22%.

Permasalahan bidang ekonomi di Desa Sekotong Barat dapat ditelusuri dari indikator,

antara lain: jumlah penduduk miskin, garis kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan (P1), indeks

keparahan kemiskinan (P2), struktur pekerjaan dan kualitas pekerjaan. Tampaknya, kondisi

pendidikan berbanding lurus dengan bidang ekonomi. Secara ekonomi penduduknya jauh berbeda

dengan penduduk Provinsi NTB lainnya. Jumlah penduduk Miskin di Kabupaten Lombok Barat

mencapai 17,42% pada tahun 2014 (BPS Lobar, 2014), sementara hasil kajian ini menemukan lebih

dari 25% penduduk tergolong miskin. Ini artinya bahwa data ini menunjukkan hampir dua kali lipat

dari data Kabupaten.

Page 4: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 604

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Dilihat dari garis kemiskinan juga tidak mengalami peningkatan signifikan. Garis

kemiskinan di Desa Sekotong Lombok Barat pada tahun 2017 hanya naik dari Rp. 302,200

sebagaimana temuan Wildan dkk. (2015) menjadi Rp. 307,200. Angka ini masih jauh dari capaian

Lombok Barat pada Tahun 2014 yang sudah menyentuh angka 313,632 (BPS Lobar, 2014).

Kondisi ini sangat memperihatinkan jika dilihat dari target MDGs 2015 yang menetapkan garis

kemiskinan sampai 10% dengan menggunakan acuan garis kemiskinan nasional yang setara dengan

USD 1,50 (PPP). Selain itu, data tersebut diperkuat dengan capaian rata-rata pendapatan per kapita

yang hanya naik dari Rp. 313,632/bulan (Wildan dkk., 2015) menjadi Rp. 313,825/bulan. Tentu

saja dengan kondisi ini, desa Sekotong Barat menjadi desa dengan pendapatan kategori paling

rendah di Kabupaten Lombok Barat yang mencapai Rp. 330,335/bulan. Dilihat dari indikator indeks

kedalaman kemiskinan (P1), di Sekotong Barat mencapai 3,01. Data ini lebih tinggi dibandingkan

dengan rata-rata tingkat Kabupaten yang mencapai 2,91.

Selanjutnya, dilihat dari indeks keparahan kemiskinan (P2) di Desa Sekotong Barat

berdasarkan hasil kajian ini menunjukkan capaian 0,84. Dibandingkan dengan capaian Kabupaten

Lombok Barat yang sudah menyentuh 0,77 pada tahun 2016 (Pemda Lobar, 2016), maka terjadi

ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin di Desa Sekotong Barat. P2 pada dasarnya

memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Dengan

demikian, kemiskinan seolah menjadi lingkaran setan yang menghantui masyarakat di kawasan

Desa Sekotong Barat.

Bagaimana dengan struktur dan kualitas pekerjaan? Hasil kajian memperlihatkan bahwa

sekitar 57,75% penduduk bergantung pada sektor pertanian (tadah hujan), 22,86% perdagangan,

11.70% jasa, dan sisanya berada pada sektor listrik, gas, dan air. Jika dilihat dari kualitas lapangan

kerja juga belum menunjukkan tercipta kualitas pekerjaan yang lebih baik. Tenaga kerja yang

bekerja di sektor informal masih mendominasi, seperti pekerja bebas dan atau dibantu dengan

anggota keluarga, disamping rasio kesempatan kerja total secara relatif masih tinggi. Tercatat hanya

23% masih bekerja pada sektor informal, di samping masih terdapat pekerja bebas sebesar 36%.

Selain itu, dari jumlah penduduk bekerja, terdapat 5,3% kategori pengangguran terbuka,

belum termasuk setengah menganggur. Data ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata

Kabupaten yang kesempatan kerja mencapai 94,70% pada tahun 2014 (BPS Lobar, 2014). Ini

artinya pada tahun tersebut terdapat 5,0% pengangguran terbuka. Namun demikian, kondisi

tersebut bisa naik jika pertumbuhan ekonomi di Lombok Barat tidak naik, apalagi dengan adanya

kenaikan beberapa sektor ekonomi, seperti listrik, gas, pangan, dan lainnya.

Dengan paparan data-data di atas, menjadi pertanyaan adalah mengapa di desa yang

memiliki potensi unggul (pusat pariwisata) justru penduduknya miskin? Mengapa pembangunan

menjadi (seolah) mandul dan nampak tidak mampu menghadirkan output yang maksimal. Bicara

output (kesejahteraan masyarakat), membawa penulis untuk menengok input (kualitas SDM).

Sejauh manakah kualitas SDM selama ini sehingga kurang dapat mendongkrak output. Pertanyaan

yang muncul dari sikap positif membuahkan logika untuk memperbaiki input tersebut.

Salah satu penyebab utamanya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia. Mutu

sumber daya manusia yang rendah tercermin dari pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK),

Angka Partisipasi Murni (APM), Angka Partisipasi Sekolah (APS), anak putus sekolah atau tidak

melanjutkan studi, penduduk bekerja tidak tamat SD, dan penduduk buta aksara. APK untuk Desa

Sekotong Barat dapat dicermati berdasarkan capaian APK Kecamatan Sekotong. Sebagai contoh,

sampai akhir tahun 2016, APS usia 7-12 tahun telah mencapai 98.05% di Kecamatan Sekotong dan

95,52% tingkat Kabupaten (BPS Lobar, 2016). APS usia 13-15 tahun mencapai 88,48% di

Kecamatan Sekotong dan 87,35% di tingkat Kabupaten. Capaian ini menunjukkan hanya sekitar 3%

penduduk usia 7-12 tahun dan 11% penduduk usia 13-15 tahun di Kecamatan Sekotong (termasuk

Desa Sekotong Barat) yang belum bersekolah atau putus sekolah.

Jika disandingkan dengan data anak tidak atau putu sekolah usia 7-12 tahun dan 13-15

tahun, maka capaian angka partisipasi tersebut tidak akurat dan kredibel. Data BPS Lobar (2016)

mencatat 9 orang usia SD dan 2 orang usia SMP putus sekolah di Kecamatan Sekotong. Data ini

pun disinyalir data “perkiraan”, karena hasil kajian ini berdasarkan hasil pengamatan langsung,

Page 5: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 605

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

secara khusus di Desa Sekotong Barat Kecamatan Sekotong ditemukan sebanyak 58 orang anak

usia SD/Sederajat dan 48 orang anak usia SMP/Sederajat yang putus sekolah dengan berbagai

faktor penyebab, seperti: ekonomi, sosial budaya, geografis, pembelajaran tidak kontekstual, minat

belajar, dan faktor lainnya Data ini belum termasuk yang tidak melanjutkan studi. Ini artinya

bahwa data faktualnya 5 (lima) kali lipat dari data yang tertulis atau terlaporkan. Kondisi ini juga ini

menunjukkan belum tercapainya target MDGs atau program wajib belajar 9 tahun.

Kondisi yang lebih memprihatinkan adalah rata-rata lama sekolah. Pada dasarnya semakin

lama rata lama sekolah, maka semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakatnya dan tentu saja hal

ini mengindikasikan kualitas penduduk yang lebih baik. Namun demikian, dari jumlah penduduk

yang bekerja musiman di Desa Sekotong Barat, 68.8% diantaranya tidak pernah mengenyam

pendidikan atau tidak tamat SD. Jauh dibandingkan dengan tingkat Kabupaten yang sudah

mencapai 36,2% pada tahun 2015 (BPS Lobar, 2015).

Dari penduduk yang tidak tamat SD tersebut, hampir 50% didominasi oleh penduduk buta

aksara. BPS Lobar (2014) mencatat bahwa penduduk melek huruf sudah mencapai 85.90% di

Kabupaten Lombok Barat. Secara khusus, di Desa Sekotong Barat tercatat bahwa dari 9.454

penduduk, 10% diantaranya kategori buta aksara (BPS Lobar, 2015). Data ini juga disinyalir data

“perkiraan”, karena kajian menemukan menemukan sebanyak 3,546 penduduk buta aksara (Wildan

dkk., 2015) dan bertambah menjadi 3,582. Dilihat dari aspek gender, pada tingkat buta aksara

terbanyak masih didominasi oleh penduduk dengan jenis kelamin perempuan. Kondisi ini

sebetulnya bukan karena permasalahan deskriminasi, melainkan lebih dari faktor lain, seperti

ekonomi, geografis, minat dan sosial budaya masyarakat.

Potensi Pengembangan Produk dan Jasa Ekowisata

Dibalik dibalik permasalahan tersebut, Desa Sekotong Barat ini merupakan pusat pariwisata

di Kecamatan Sekotong sebagaimana yang dilaporkan Wildan dkk. (2016a) dan bahkan merupakan

salah satu pusat atraksi wisata Kabupaten Lombok Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Barat yang

sudah mendunia. Paling tidak ada beberapa pulau kecil (oleh masyarakat disebut Gili) yang menjadi

ikon di Desa ini, yaitu: Gili Nanggu, Gili Tangkong, Gili Sudak, Gili Kendis, Gili, Poh, Gili Lontar,

dan Gili Genting. Selain Gili, sepanjang pantai di Desa Sekotong merupakan pantai yang bersih dan

berpasir putih, seperti pantai Elak-Elak.

Dengan potensi di atas, maka Desa ini memiliki keunggulan potensial yang dapat

dikembangkan dengan berbagai macam atraksi lainnya. Misalnya dengan banyaknya pulau kecil

(Gili), maka dapat dikembangkan atraksi pariwisata olah raga air, seperti: Diving, Scuba Diving,

Snorkling, Fin Swimming, dan Kayaking. Kemudian dengan area laut yang luas, maka juga dapat

dikembangkan wisata kuliner melalui budidaya ikan Baronang, Krapu, Kepiting, dan lainnya. Di

samping itu, potensi pengembangan lain adalah kerajinan emas, perak, mutiara, karena di Desa ini

dapat dilakukan budidaya Mutiara. Tidak kalah potensial adalah pengembangan pariwisata edukasi

atau ekowisata. Pada area laut dan pantai terdapat padang lamun, trumbu karang, ikan hias,

Mangrove sehingga sangat potensial untuk dikembangkan sebagaimana juga Wildan dkk. (2016a)

sebelumnya

Berdasarkan hasil kajian, ditemukan beberapa potensi pengembangan produk dan jasa

ekowisata di wilayah kajian. Pertama, produk ekowisata. Hasil kajian teriidentifikasi produk

ekowisata, yaitu: (1) kerajinan perhiasan emas/perak/mutira. Sangat banyak penduduk di desa ini

yang terampil membuat produk kerajinan perhiasan emas/perak yang dikombonasikan dengan

mutiara. Mutiara ini menjadi potensi utama, karena di tempat ini dilakukan budidaya mutiara.

Mutiara budidaya merupakan mutiara yang zat peng-ganggu sengaja dimasukkan oleh manusia.

Mutiara ini dikembangbiakkan menggunakan kerang di laut atau air tawar. Selain mutiara,

pengrajin di desa ini juga mengkombinasikan dengan berbagai bahan dari laut yang sudah tidak

rusak, seperti kerang; (2) kerajinan pemanfaatan dedaunan kering atau bunga. Daun-daun dan bunga

yang ada, dipilih oleh sekelompok sadar wisata untuk dikembangkan menjadi ornament atau hiasan.

Tentu saja tidak semua jenis daunan yang dapat dimanfaatkan. Biasanya mereka menggunakan

daunan dari pohon boddhi, sirsak, mahoni, dan sejenisnya. Penuturan subyek bawa penggunaan

dedauanan tersebut disebabkan karena tekstur tulang daunnya lebih kuat. Limbah daun tidak

Page 6: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 606

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

terpakai ini ternyata dapat dibuat berbagai kerajinan menarik. Mulai gantungan kunci, aneka bunga,

pembatas buku, hingga kaligrafi. Produk kreatif ini kemudian dipasarkan di lingkungan sekitar; (3)

budidaya laut. Karena area laut di kawasan Sekotong sangat luas, maka penyediaan produk

ekonomi bidiadaya laut menjadi sangat potensial. Beberapa budidaya yang menjadi ciri khas adalah

budidaya ikan baronang, krapu, dan kepiting. Untuk budidaya kepiting dilakukan pada bakau

dengan metode pen-culture. Benih kepiting ditebarkan di lumpur bakau yang dipagari dengan

bambu dan waring. Budidaya ikan juga dilakukan dengan plot percobaan. Benih baronang akan

dibesarkan di dalam keramba jaring apung; (4) makanan khas lokal.Kuliner ikan baronang,

kepiting, dan sumber dari laut lainnya menjadi andalan di kawasan ini. Keunikan dari potensi ini

adalah dimana dalam proses memasak sama sekali tidak menggunakan penyedap rasa. Kuliner yang

dihasilkan murni diproduk secara higienis.

Kedua, potensi jasa ekowisata. Beberapa potensi yang teridentifikasi, yaitu: (1) Akomodasi

yang ramah lingkungan. Di banding dengan wilayah pariwisata lainnya di Pulau Lombok, maka di

Sekitar Sekotong tidak ditemukan hotel berbintang. Sebagai wilayah ekowisata, resort atau home

stay menjadi pilihan sehingga penduduk lokal bisa menjadi pelaku utama ekowisata. Selain itu,

beberapa ciri khas yang dapat dikembangkan adalah penyediaan air panas yang memanfaatkan

tenaga surya, menggunakan air limbah dapur dan kamar mandi untuk mengairi kebun, dan tidak

menggunakan AC; (2) pertunjukan seni. Pertunjukan seni untuk masyarakat Lombok umumnya

sama, namun potensi utama yang menajdi ciri khas di kawasan Sekotong adalah pertunjukan seni

yang berbasis pada kearifan lokal. Misalnya, semua peralatan musik menggunakan alat musik

tradisional. Kebanyakan pertunjukkan seni diberbagai destinasi wisata di Pulau Lombok sudah

mengkombinasikan peralatan musik secara modern. Oleh karenanya, destinasi ekowisata Sekotong

mempertahanakan kearifan lokal sehingga menjadi keunggulan tersendiri; (3) jasa pengolahan

sampah. Pengelolaan sampah di beberapa kawasan pariwisata di Pulau Lombok menjadi

permasalahan yang kerapkali menghambat kemajuan wisata. Tidak ada upaya kearah pengolahan

sampah dengan baik dan benar. Oleh karenanya, kawasan ekowisata Sekotong menjadi pilot dalam

pengolahan sampah. Penduduk dapat menyediakan jasa pengolahan sampah melalui pemilahan

sampah organik, non organi, dan B3; (4) transportasi ramah lingkungan. Penyediaan jasa

transportasi yang ramah lingkungan menjadi potensi yang dapat dikembangkan di kawasan

Sekotong. Sekotong yang sebagian besar terdiri dari beberapa gili (pulau kecil) sebagai ciri khasnya

mentutut penyediaan jasa transportasi yang ramah lingkungan, seperti penggunaan perahu, sepeda

dan kuda di semua gili. Potensi ini belum dikembangkan secara maksimal sehingga belum

membuahkan keuntungan secara ekonomi; (5) kursus dan sajian masak khas lokal. Seperti yang

dikemukakan sebelumnya bahwa di Kawasan Sekotong memiliki area laut yang luas. Dengan area

tersebut sangat potensial dikembangkan kuliner melalui budidaya ikan Baronang, Krapu, Kepiting,

dan lainnya. Dengan potensi tersebut, maka jasa yang dapat dikembangkan adalah kursus dan sajian

masakan khas lokal yang bersumber dari budidaya laut. Kursus memasak ikan baronang, krapu,

kepiting dan lainnnya dapat diintegrasikan dengan penyediaan masakan itu sendiri; (6) jasa wisata

olah raga air. Penyediaan jasa olah raga air, seperti: Diving, Scuba Diving, Snorkling, Fin

Swimming, dan Kayaking adalah poetensi yang sangat potensila dikembangkan. Trumbu karang

yang masih sangat bagus, pulau-pulau kecil (gili) yang sangat banyak, pasir putih, dan berbagai

potensi biota laut merupakan dukungan yang sangat kuat dalam pengembangan ekowisata. Apalagi

potensi ini didukung dengan sumber daya manusia yang sangat handal dalam memandu

ekowisatwan untuk melakukan olah raga air.

Kebutuhan Pengembangan Produk dan Jasa Ekowisata Sebagai Instrumen Penguatan Ekonomi

Dari potensi-potensi produk dan jasa ekowisata tersebut, maka pada tahap pertama

dilakukan penentuan prioritas kebutuhan yang dikembangkan. Analisis kebutuhan merupakan

langkah yang diperlukan untuk menentukan produk dan jasa yang dikembangkan. Kajian awal ini

juga berupaya mengungkapkan kebutuhan pengembangan produk dan jasa ekowisata tersebut, baik

melalui angket maupun FGD dengan subjek serta wawancara langsung dengan beberapa orang

siswa. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, teridentifikasi beberapa prioritas pengembangan.

Tabel 1 berikut menvisualisasikan prioritas kebutuhan dimaksud.

Page 7: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 607

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Tabel 1. Prioritas Kebutuhan Pengembangan Produk dan Jasa Ekowisata Sekotong

No Kebutuhan Keunggulan Lokal Jawaban

(%) Prioritas

1 Keterampilan/kerajinan produksi daerah, seperti perhiasan

emas/perak/mutiara/sejenisnya 80.49 1

2 Keterampilan pengemasan makanan khas daerah, seperti:

kuliner ikan dan kepiting 73.46 3

3 Kerajinan Pemanfaatan Dedaunan Kering dan Bungan 62.13 4

4 Kerajinan khas daerah, seperti: kain tenun/pakain khas

Sekotong. 53.66 6

5 Jasa transportasi ramah lingkungan 51.22 7

6 Pemandu wisata/sejenisnya 56.10 5

7 Pertunjukan seni berbasis kearifan lokal 39.02 9

8 Pemandu olah raga air 76.29 2

9 Kursus kuliner khas lokal 21.95 11

10 Akomodasi ramah lingkungan 47.32 8

11 Pengolahan sampah 32,33 10

12 Lainnya (pengemasan air minum, dll) 20,19 12

Sumber: Pengolahan Data Primer

Berdasarkan Tabel 1 tersebut, keterampilan lokal/keterampilan produksi daerah seperti

kerajinan emas/perak/mutiara menjadi kebutuhan utama yang diharapkan oleh subjek. Keterampilan

produksi ini terdapat hampir pada semua wilayah Sekotong Barat Alasannya berdasarkan hasil FGD

adalah karena keterampilan ini menjadi andalan di Pulau Lombok yang pangsa pasarnya sudah

sampai mancanegara dengan jumlah omzet yang sangat besar. Selain produk itu, juga prioritas yang

dikembangkan adalah penyediaan pakaian/ kain yang bercirikan sekotong, kuliner khas sekotong,

transportasi ramah lingkungan dan lainnya.

Berdasarkan hasil analisis terhadap kecenderungan kebutuhan pengembangan produk dan

jasa ekowisata, maka peneliti secara kolaboratif menetapkan keterampilan produksi perhiasan

emas/perak/mutiara, produk kain/pakaian berciri khas sekotong, kuliner ikan laut dan kepiting, serta

transportasi ramh lingkungan sebagai substansi pemberdayaan terhadap masyarakat. Untuk tahap

awal, khusus untuk produk kerajinan dibatasi pada keterampilan membuat perhiasan yang

memanfaatkan mutiara dan kerang atau berbahan dari laut.

Segmen Pasar Produk dan Jasa Ekowisata Sekotong

Hasil kajian menemukan bahwa hampir seluruh Ekowisatawan mancanegara, baik Eropa,

Timur Tengah, dan Ekowisatawan Mancanegara lainnya termasuk Ekowisatawan Nusantara sangat

tertarik dengan produk dan jasa ekowisata di Sekotong Barat. Beberapa motif ketertarikan terhadap

produk dan jasa ekowisata di Sekotong Barat cukup beragam. Hasil FGD terungkap bahwa

keindahan destinasi ekowisata di kawasan Sekotong Barat, keunikan produk dan jasa ekowisata,

keunikan proses produksi produk dan jasa ekowisata, dan pemanfaatan potensi sekitar sebagai

bahan produksi produk dan jasa serta tanpa merusak lingkungan menjadi faktor daya tarik

Ekowisatawan terhadap produk dan ajsa ekowisata kawasan Sekotong Barat. Menurut penuturan

salah satu informan bahwa mereka sangat senang melihat keunikan proses produksi produk

ekowisata, khususnya kerajinan. Selain karena mengandalkan keterampilan tangan, dalam proses

produksi juga disisipi dengan proses budaya atau adat istiadat dalam pengerjaannya. Hal ini

memberikan daya tarik tersendiri bagi ekowisatawan.

Untuk ekowisatawan Eropa misalnya, menikmati keaslian budaya setempat menjadi daya

tarik utama di samping tentunya untuk istirahat. Temuan ini sejalan dengan temuan Haryani (2014)

yang menempatkan atraksi alam dan budaya sebagai daya tarik utama wisatawan. Kedua atraksi

inilah yang menjadi daya tarik khas ekowisata di sekotong barat. Salah satu Wisatawan dalam FGD

menyebutkan bahwa mereka ingin melihat yang naturalistik “kami datang ingin melihat sekotong

Page 8: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 608

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

yang alami….duapuluh tahun ke depan juga berharap kondisinya sama dengan sekotong saat ni”.

Cuplikan pernyataan ni menunjukkan bahwa atraksi alam dan budaya menjadi motif datang

berwisata. Respon yang muncul dari mereka adalah keunikan produk, proses produk, tidak merusak

alam, keramahan penduduk lokal sehingga menjadi yakin sebagai tempat istirahat. Dengan

demikian, pangsa pasar produk dan jasa ekowisata kawasan Sekotong Barat sangat menjajikan baik

dan diterima dari semua kalangan da nasal Ekowisatawan.

Pembenahan utama adalah dalam hal pemasaran. Hasil kajian menemukan bahwa banyak

ekowisatawan tidak mengetahui destinasi wisata termasuk produk dan jasa ekowisata di Kawasan

Sekotong Barat. Selama ini mereka hanya tahu secara parsial dari teman atau keluarga yang

kebetulan pernah berkunjung di Sekotong Barat. Hal kajian juga melalui FGD juga berhasil

mengungkapkan beberapa masukan dari perspektif subjek terkait pemasaran produk dan jasa

ekowisata. Masukan hasil kajian, antara lain: (1) penguatan pasar dan citra ekowisata, melalui:

penguatan pemasaran ekowisata secara berkelanjutan untuk kelompok ekowisatawan massal;

intensifikasi program pemasaran dan promosi ekowisata di pasar pariwisata; intensifikasi

pemasaran paket ekowisata dan event tematik tertentu; optimalisasi pemanfaatan media komunikasi

pemasaran yang meliputi media on-line dan off-line dalam 3 (tiga) aras yaitu social, mobile, dan

experiential; dan bentuk lainnya; (2) kemitraan pemasaran ekowisata, melalui: penguatan promosi

bermitra dengan pelaku usaha pariwisata dan ekowisata; peningkatan penggunaan media promosi

ekowisata yang ramah lingkungan; pengembangan konten bahan promosi ekowisata yang

menempatkan masyarakat lokal sebagai tuan rumah (host) dan penerima manfaat; dan lainnya; (3)

penguatan promosi ekowisata, melalui:intensifikasi promosi produk-produk dan jasa ekowisata

minat khusus dengan portal khusus di website; peningkatan pemasaran dan promosi berbasis tema

tertentu melalui community marketing dan kampanye pemasaran secara terencana dan terpadu

dengan pengembangan produk sesuai tema; penyelenggaraan event promosi ekowisata di sumber

pasar wisnus (mal, hotel, bandara, pusat perbelanjaan, dan lain-lain); pengembangan program

pemasaran dan promosi yang bermuara pada brand image; dan lainnya.

Daya Dukung Modal dan Investasi

Daya dukung dimaksud, dapat berupa penganggaran (incash) maupun penyediaan saran

parasarana (inkind) termasuk sebagai narasumber. Hasil kajian melalui wawancara dan kajian

dokuemn menunjukkan bahwa terdapat mata anggaran yang khusus di arah dalam pemberdayaan

masyarakat di kawasan ekowisata Sekotong. Kajian dokumen menunjukkan beberapa dukungan

penguatan ekonomi dimaksud, antara lain: (1) pengembangan kewirausahaan masyarakat.

Dukungan ini diarahkan untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan dikalangan masyarakat,

khususnya pemuda. Penumbuhan ini dilakukan melalui berbagai pelatihan kewirausahaan dengan

target utama tumbuhnya wirausahawan baru. Anggaran yang disediakan mencapai Rp. 654 juta

sampai pada tahun 2019; (2) pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan budidaya air laut.

Dukungan ini dihajatkan untuk meningkatkan kompetensi nelayan dan volume produksi budidaya

air laut. Di Desa Sekotong juga melakukan budidaya air laut sehingga menjadi sasaran program ini.

Jumlah anggaran mencapai rata-rata Rp. 100 juta untuk pemberdayaan dan rata-rata Rp. 886 juta

setiap tahun untuk peningkatan produktivitas sampai tahun 2019; (3) pengembangan sentra-sentra

industri potensial. Dukungan ini diarahkan untuk peningkatan usaha baru dalam menghasilkan

industri baru, seperti: kerajinan, budidaya mutiara, kuliner, serta produk dan jasa pariwisata lainnya.

Target utama adalah meningkatkan kompetensi IKM dan produktivitas produksi. Anggaran yang

disediakan dalam RPJMD cukup tinggi yang mencapai rata-rata Rp. 1,4 miliar per tahun; dan (4)

program pemasaran industri dan pariwisata. Dukungan ini diarahkan pada upaya penguatan

manajemen pemasaran dan citra produk industri dan pariwisata di pasar nasional dan internasional.

Target utama adalah sistem pemasaran berbasis teknologi informasi serta penguatan citra, sehingga

diharapkan dapat meningkatkan volume penjualan produk. Anggaran yang disediakan cukup tinggi

mencapai rata-rata Rp. 2.5 miliar setiap tahunnya.

Data di atas menunjukkan dukungan yang kuat dalam penguatan ekonomi masyarakat

melalui pengembangan produk dan jasa ekowisata. Dalam perspektif pengambil kebijakan, mereka

Page 9: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 609

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

memiliki potensi dan kebijakan yang jelas yang besar dalam pemberdayaan masyarakat dimaksud.

Petikan hasil wawancara terungkap sebagai berikut.

“apa tidak bisa kami lakukan...selama itu untuk memajukan masyarakat, siap kita

gelontorkan anggaran....” (BQ: Kepala Bappeda Lobar).

PEMBAHASAN

Temuan-temuan kajian ini, baik menyangkut permasalahan faktual, potensi, dan kebutuhan

pengembangan produk dan jasa ekowisata, segemen pasar, dan dukungan modal serta investasi

telah menegaskan pentingnya penguatan ekonomi masyarakat lokal sebagai upaya mengatasi

permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat lokal. Temuan penelitian ini dengan jelas

menggambarkan bahwa masyarakat belum menjadi pelaku utama ekowisata. Masyarakat lokasi

penelitian masih tertinggal dalam hal kesejahteraan yang tercermin dari jumlah penduduk miskin;

indeks kedalam kemiskinan/P1 dan indeks keparahan kemiskinan/P2; daya beli masyarakat rendah;

dan jumlah pengangguran yang tidak sebanding dengan lapangan kerja. Pada aspek SDM juga

mencerminkan kondisi yang memprihatinkan, terindikasi: masih banyaknya penduduk yang tidak

tamat SD, buta aksara, putus sekolah, tidak melanjutkan studi, dan lainnya. Kondisi ini ironis,

tatkala desa ini menjadi salah satu destinasi ekowisata. Temuan ini selaras dengan temuan

sebelumnya (Wildan & Sukardi, 2013; Wildan dkk., 2016a) yang menunjukkan adanya problem

kemiskinan, pengangguran, daya beli rendah yang diakibatkan lemahnya sumber daya manusia .

Kondisi ini disebabkan oleh lemahnya pelibatan masyarakat dalam mengelola ekowisata.

Penuturan mereka menguak kondisi dimana mereka hanya memperoleh manfaat dari jasa perahu

yang dimiliki. Mereka mengantar wisatawan ke beberapa Gili dengan upah yang kecil dan tingkat

intensitasnya sangat jarang sebagaiman juga diungkap juga dalam penelitian sebelumnya (Wildan

dkk., 2016a). Selain kondisi itu, mereka juga menerima wisatawan dengan tarif rendah. Usaha ini

praktis bersifat musiman. Dengan demikian belum ada keuntungan secara merata yang diperoleh

dari aktivitas pariwisata. Kondisi ini sekali lagi membuktikan temuan penelitian lain (seperti

Zulvera dkk., 2014) bahwa rata keberdayaan masyarakat masih rendah dalam setiap aspek

pembangunan.

Dampak langsung dari tidak adanya penguatan ekonomi atau pemberdayaan adalah

masyarakat menjadi penonton dalam pembangunan ekowisata sebagaiman juga pernah disinyalir

oleh Sukidjo (2009). Padahal, beberapa hasil kajian menemukan bahwa peran masyarakat lokal

menjadi penting dalam pengembangan ekowisata. Hasil kajian Hill dan Hill (2011) misalnya

menemukan bahwa keberhasilan ekowisata karena dukungan dan partisipasi masyarakat lokal.

Setidaknya ada beberapa keuntungan yang dihasilkan dari model ini, yaitu: (a) usaha ekowisata

telah diintegrasikan dengan pemberdayaan masyarakat sekaligus; (b) terjadinya sharing atau

bertukar pengetahuan antara masyarakat dengan pengembang wisata; (c) pengelola,an sumber daya

hutan secara bersama-sama antara masyarakat dan operator wisata; (d) mampu meminimalkan

kebocoran ekonomi lokal; dan meminimalkan gangguan lingkungan dan satwa liar

Selain itu, hasil kajian ini juga mengungkapkan bahwa bentuk keterlibatan masyarakat

dalam ekowisata belum sesuai dengan potensi dan kebutuhan mereka. Potensi di kawasan lokasi

kajian sangat potensial bagi pengembangan produk dan jasa ekowisata sebagaimana dipaparkan

dalam sajian data di atas. Namun demikian, dari sekian potensi tersebut hanya jasa trasnportasi

menjadi fokus kegiatan ekonomi masyarakat lokal, khususnya melalui penyewaan perahu. Tentu

saja, kegiatan ekonomi ini kurang memberikan efek yang signifikan terhadap kemajuan ekonomi

masyarakat. Padahal, potensi sumber daya pengembangan produk dan jasa ekowisata di lokasi

kajian memenuhi kriteria Siegel (2009) sebagaimana juga dikutip Murwani (2016: 47) memenuhi

ciri: valuable, rare, inimitable, dan nonsubstitutable. Berbasis pada potensi lokal menjadi asset atau

sumber daya strategis sekolah dalam mengembangkan pengetahuan (pemberdayaan) guna

menghasilkan nilai tambah ekonomi dan sosial (Bollinger & Smith, 2001). Karena jauh

sebelumnya, Barney (1991) menyebutkan ketercapaian sustained competitive advantage jika

mengoptimalkan potensi sumber daya (resource-based view) yang ada.

Selain potensi, analisis kebutuhan merupakan langkah yang diperlukan untuk menentukan

bentuk substansi dan prosedur pemberdayaan atau penguatan ekonomi masyarakat kawasan

Page 10: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 610

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

ekowisata sekotong (Degeng, 2013). Maslow (Robbins, 2002) menyebutkan bahwa kebutuhan

adalah bagian penting dari kehidupan manusia. Dengan demikian, kesuksesan seseorang

dipengaruhi oleh kompetensinya dalam memenuhi kebutuhan dan biasanya akan melakukan

berbagai upaya secara berkesinambungan untuk mencapai kebutuhannya. Temuan penelitian

mengungkapkan bahwa keterampilan lokal/keterampilan produksi daerah, seperti kerajinan

emas/perak/mutiara berbahan kerang, mutiara dan potensi laut lainnya menjadi kebutuhan utama

yang diharapkan oleh subjek, di samping kuliner ikan dan kepiting, jasa transportasi ramah

lingkungan, dan kerajinan kain/pakaian khas Sekotong. Potensi inilah dapat menjadi aset sekaligus

dimanfaatkan sebagai peluang usaha bidang ekowisata. Potensi ini menyebar di daerah penelitian

sebagai keunggulan lokal seyogyanya penguatan/pemberdayaan ekonomi masyarakat. Potensi yang

dimanfaatkan sebagai substansi pemberdayaan juga selalu menjadi gaung pemikiran teori

rekonstruksi sosial sebagai upaya pemecahan permasalahan sosial masyarakat (McNeil, 2006;

White, 2012).

Segmen pasar juga sangat mendukung penguatan ekonomi melalui pengembangan produk

dan jasa ekowisata di atas. Hasil kajian mengungkapkan Ekowisatawan memberikan apresiasi

terhadap produk dimaksud. Faktor utama adalah keunikan produk, proses produksi yang

mengandalkan kerajinan tangan, di samping tidak merusak alam menjadi daya tarik produk dan jasa

yang dihasilkan. Daya tarik ini menjadi penciri ekowisata di kawasan sekotong dan sangat relevan

dengan tesis Panos (Ward, 1996) bahwa industry ekowisata berbasis lingkungan yang memberikan

dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan

pendapatan serta membantu kegiatan konservasi alam. Daya tarik tersebut juga memnehi tesis

ekowisata sebagaiman dikemukakan From (2004), hawa ekowisata memiliki keunikan dalam hal:

perjalanan outdoor di kawasan alam tidak menimbulkan kerusakan lingkungan, mengutamakan

fasilitas transportasi yang diciptakan masyarakat setempat, dan menaruh perhatian besar pada

lingkungan dan budaya lokal.

KESIMPULAN

Berdasarkan kajian lapangan terlihat bahwa di lokasi penelitian masih tertinggal dalam hal

kesejahteraan yang tercermin dari jumlah penduduk miskin; indeks kedalam kemiskinanP1 dan

indeks keparahan kemiskinan/P2; daya beli masyarakat rendah; dan jumlah pengangguran yang

tidak sebanding dengan lapangan kerja. Kondisi ini sesungguhnya banyka disebabkan oleh faktor

mutu manusia yang mengelola sumber daya alam di kawasan Sekotong. Beberapa indikasi yang

terlihat, yaitu: penduduk tidak tamat SD, buta aksara, putus sekolah, tidak melanjutkan studi, dan

lainnya.

Kondisi ini ironis, tatkala desa ini menjadi salah satu destinasi ekowisata. Hasil kajian

menemukan beberapa potensi pengembangan produk dan jasa ekowisata, seperti: kerajinan

perhiasan emas/perak mutiara, kerajinan pemanfaatan dedaunan kering atau bunga, budidaya laut,

makanan khas lokal, akomodasi yang ramah lingkungan, pertunjukan seni, jasa pengolahan sampah,

transportasi, kursus dan sajian masak khas lokal, jasa wisata olah raga air dan lainnya. Untuk tahap

awal, prioritas penguatan ekonomi masyarakat diarahkan pada pengembangan produk kerajinan

perhiasan emas/perak/mutiara yang dipadukan dengan bahan dari laut, kuliner ikan dan kepiting,

jasa tranaportasi ramah lingkungan, dan kerajinan kain/pakaian yang bercirikan destinasi ekowisata

Sekotong.

Kebutuhan utama tersebut didukung dengan pangsa pasar yang cukup menjanjikan pada

semua segmen pasar (semua kalangan dan asal Ekowisatawan). Keunikan produk, proses produksi

yang mengandalkan kerajinan tangan, di samping tidak merusak alam menjadi daya tarik produk

dan jasa yang dihasilka menjadi faktor penguat pangsa pasar. Selain itu, kebutuhan modal dan

investasi juga sangat mendukung. Penguatan ekonomi tersebut tidak membutuhkan modal dan

investasi yang besar, apalagi secara inkind sudah disediakan oleh dinas-dinas terkait di Kabupaten

Lombok Barat.

Berdasarkan simpulan di atas, beberapa beberapa saran yang diajukan, yaitu: (1) untuk

mempercepat penguatan ekonomi masyarakat lokal melalui pengembangan produk dan jasa

ekowisata, maka kolaborasi bersama stakeholders untuk memperkuat ekonomi masyarakat

Page 11: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 611

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

berdasarkan butir-butir design yang sudah dihasilkan di atas; (2) desiminasi hasil secara menyeluruh

khususnya kepada pengambil kebijakan juga menjadi bagian penting. Oleh karenanya, perlu

dilakukan seminar hasil kajian kelayakan dan konsep penguatan ekonomi masyarakat lokal melalui

pengembangan produk dan jasa ekowisata yang ditawarkan di Kabupaten Lombok Barat.

DAFTAR PUSTAKA

Aswin, S. & Ardash, B. 2007. Ecotourism: A Perspective from Thai Youths. Journal of Hospitality,

Leisure, Sport & Tourism Education, 6 (1): 81-85.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat/BPS Lobar. 2013. Lombok Barat dalam Angka

2013. Gerung: BPS Bekerjasama dengan Bappeda Lombok Barat.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat/BPS Lobar. 2015. Lombok Barat dalam Angka

2015. Gerung: BPS Lombok Barat.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat/BPS Lobar. 2016. Lombok Barat dalam Angka

2015. Gerung: BPS Lombok Barat.

Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat/BPS. NTB. 2013. Profil Kemiskinan di Nusa

Tenggara Barat September 2013. (Online) (http://ntb.bps.go.id/ fileupload/BRS Kemiskinan

September2012pdf), Diakses 5 Maret 2015.

Badan Pusat Statistik. 2013. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks

Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi,

September 2013. (Online), (http://www.bps.go.id/tab

_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subjek=23&notab=1), diakses 4 April 2015.

Bappeda Lombok Barat. 2014. Analisis Ketenagakerjaan Kabupaten Lombok Barat 2014. Gerung;

Kerjasama Bappeda Lombok Barat dengan BPS Lombok Barat.

Barney, J. 1991. Firm resources and sustained competitive advantage. Journal of Management, 17

(1): 99-120.

Bhuiyan, A.H., Siwar, C., Ismail, S.M., & Islam, R. 2011.The Role of Government for Ecotourism

Development: Focusing on East Coast Economic Region. Journal of Social Sciences, 7 (4):

557-564.

Bhuiyan, A.H., Siwar, C., Ismail, S.M., & Islam, R. 2011.The Role of Government for Ecotourism

Development: Focusing on East Coast Economic Region. Journal of Social Sciences, 7 (4):

557-564.

Bollinger, A.S. & Smith, R.D. 2001. Managing organizational knowledge as a strategic asset.

Journal of Knowledge Management, 5 (1): 8-18.

Chambers, R. 1994. The Origins and Practice of Participatory Rural Appraisal. Word

Development, 22 (7): 953-969.

Dinas Pariwisata Lombok Barat. 2014. Profil Pariwisata Lombok Barat 2013. Gerung: Dinas

Pariwisata Lobar.

From, A.P. 2004. Abusing Eco-Tourism: The Rhetoric of a Noble cause, Used for Commercial

Ends. Newsweek Budget Travel, Inc. 29 Oktober 2004.

Garjita, IP., Susilowati, I.dan Soeprobowati, R. 2013.Tingkat Keberdayaan Sosial Ekonomi

Kelompok Tani Desa Konservasi Sebagai Penyangga Kawasan TamanNasional Gunung

Merapi. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

2013, hal. 130-135

Haryani. (2014). Potensi Pengembangan Atraksi Wisata Kampung Nelayan Pasie Nan Tigo Padang

di Tengah Ancaman Bencana Abrasi. MIMBAR, 30 (2): 189-198.

Hill, J.L., & Hill, R.A. 2011. Ecotourism in Amazonian Peru: Uniting Tourism, Conservation and

Community Development. Geography, 96 (2): 75-85.

Hill, J.L., & Hill, R.A. 2011. Ecotourism in Amazonian Peru: Uniting Tourism, Conservation and

Community Development. Geography, 96 (2): 75-85.

Ife, J. dan Tesorie ro, F. 2008. Community Development; Community-based Alternative in an Age

of Globalisation. Terjemahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

McNeil, J.D. 2006. Contemporary Curriculum: In Thought and Action. NJ: John Wiley and Sons,

Inc.

Page 12: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 612

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Miles, M.S. & Hubermen, A.M. (1984). Qualitative data analysis: a sourcebook of mew method.

Beverly Hills: Sage Publications.

Murwani, F. D. 2016. Model Pendidikan Entrepreneurship di Perguruan Tinggi: Upaya

Menumbuhkan Entrepreneur Dan Intrapreneur dalam wadah Entrepreneurial University.

Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Pendidikan Ekonomi pada Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Malang, 14 April.

Peter, M. 2005. Ecotourism Along the Meso-American Caribbean Reef: The Impacts of Foreign

Investment. Human Ecology: An Interdisciplinary Journal, 33 (2): 217-244.

Reeves, T.C. 2006. Design Research from a Technology Perspectif, In J.V.D. Akker,

K.Gravemeijer, S. McKenney, & N. Nieveen (Eds). Educational Design Research (hlm.52-

66). London: Routledge.

Satyanarayana, B., Bhanderi, P., Debry, M., Maniatis, D., Fore, F., Badgie, D., Jammeh, K.,

Vanwing, T., Farcy, C., Koedam, N., & Guebas, F.D. 2012. A Socio-Ecological Assessment

Aiming at Improved Forest Resource Management and Sustainable Ecotourism

Development in the Mangroves of Tanbi Wetland National Park, The Gambia, West Africa.

AMBIO, (41): 513-526.

Siegel, D.S. 2009. Gren Management Matters Only If It Yields More Green: An

Economic/Strategic Perspective. Academy of Management Perspectives, 23 (3): 5-16.

Stone, M., & Wall, G. 2003. Ecotourism and Community Development: Case Studies from Hainan,

China. Environmental Management, 33 (1): 12-24.

Sukidjo. 2009. Strategi Pemberdayaan Pengentasan Kemiskinan pada PNPM Mandiri. Jurnal

Cakrawala Pendidikan, 28 (2): 155-164

Trofimenko, O., & Djafarova, E. 2011. Development and Opportunities for Ecotourism in Russia.

Sustainable Tourism: Socio-Cultural, Environmental and Economics Impact: 339-350.

Ward, N.K. 1996. Ecotourism: Raality or Rhetoric: Ecotourism Development in The State of

Quintana Roo, Mexico is a Critical Analysis. (Online) (http://www.planeta.com), diakes 12

januari 2014.

White, S.R. 2012. Reconstructionism and Interdisciplinary Global Education: Curricula

Construction In a Teilhardian Context. International Education Journal, 31(1):5-23.

Wildan & Sukardi. 2013. Kajian Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ekonomi,

Pendidikan, dan Lingkungan Hidup di Kabupaten Lombok Barat (Laporan Penelitian).

Gerung: Bappeda Lombok Barat.

Wildan, Sukardi, & Syuaib, M.Z. 2015. Kajian Kelayakan dan Pengembangan Ekowisata Berbasis

Kearifan Lokal di Lombok Barat Sebagai Tujuan Wisatawan Timur Tengah (Laporan

Penelitian Tahun Pertama). Mataram: Lemlit Unram.

Wildan, Sukardi, & Syueb, M.Z. 2016a. Kelayakan Pengembangan Ekowisata Berbasis Modal

Sosial di Lombok Barat. MIMBAR: Jurnal Sosial dan Pembangunan, 32 (1): 214-222

Wildan, Sukardi, & Syuaib, M.Z. 2016b. Kajian Kelayakan dan Pengembangan Ekowisata

Berbasis Kearifan Lokal di Lombok Barat Sebagai Tujuan Wisatawan Timur Tengah

(Laporan Penelitian Tahun Kedua). Mataram: Lemlit Unram.

Zulvera, Sumardjo, Slamet, M., Ginting, B. 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Keberdayaan Petani Sayuran Organik di Kabupaten Agam dan Tanah Datar Provinsi

Sumatera Barat. MIMBAR, 30 (2): 149-158.

Page 13: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 613

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

KESALAHAN GURU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI BANGUN

DATAR DI TINJUAU DARI PENGETAHUAN DEKLARATIF

Zainuddin Untu1, Ipung Yuwono2, I Negah Parta3, Sisworo4 1Universitas Mulawarman, 2, 3, 4Universitas Negeri Malang (UM)

email: [email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesalahan guru dalam

pembelajaran matematika materi bangun datar ditinjau dari pengetahuan deklaratif. Subjek

penelitiannya adalah guru kelas VI SD Negeri 2 Samarinda. Pengambilan data dilakukan dengan

observasi selama berlangsungnya proses pembelajaran matematika materi bangun datar dan

wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan deklaratif guru dalam menjelaskan

dan menggambarkan konsep luas dan keliling bangun datar melakukan kesalahan konsep, dan tidak

memprediksi situasi kelas.

Kata Kunci: Pengetahuan deklaratif, kesalahan guru, pembelajaran matematika

PENDAHULUAN

Dalam pendidikan dan pembelajaran matematika, pengetahuan deklaratif diperlukan oleh

pendidik sebagai dasar dan substansi di dalam mengajarkan fakta dan konsep-konsep matematika

yang bermakna. Sedangkan bagi peserta didik, pengetahuan deklaratif diperlukan sebagai dasar

untuk memahami fakta dan konsep-konsep dasar matematika yang sedang dipelajari serta untuk

mempelajari fakta dan konsep-konsep matematika berikutnya.

Clark & Mayer (2007) membedakan pengetahuan atas dua jenis utama, yaitu pengetahuan

deklaratif (declarative knowledge) dan pengetahuan prosedural (procedural knowledge).

Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan tentang sesuatu (about something) yang dapat

dideklarasikan/dideskripsikan dengan kata-kata atau pengetahuan tentang sesuatu hal yang

sebenarnya yang dideskripsikan dengan kata-kata baik secara lisan maupun secara tertulis.

Sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu

(how to do something).

Anderson, dkk (2001), membagi pengetahuan deklaratif menjadi dua jenis, yaitu

pengetahuan faktual (factual knowledge) dan pengetahuan konseptual (conceptual knowledge).

Pengetahuan faktual yaitu pengetahuan tentang elemen-elemen dasar dari suatu topik. Sedangkan

pengetahuan konseptual adalah pengetahuan tentang sesuatu. Dalam hal ini, pengetahuan konseptual

mengacu pada pengetahuan yang dimiliki seorang pebelajar (guru) tentang fakta dan konsep-konsep

matematika termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran dan perhatian terhadap fakta dan konsep-

konsep tersebut.

Berkaitan dengan pengertian pengetahuan faktual di atas, Krathwohl (2002) mengemukakan

bahwa, pengetahuan faktual adalah pengetahuan yang bekaitan dengan pernyataan yang benar

karena sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Misalnya, antara lain pernyataan berikut : “jika

ditinjau dari ukuran sisinya, maka bangun segitiga ini adalah segitiga sama sisi” dan “anak itu

sedang berjalan”. Kedua pernyataan ini faktual jika kenyataannya memang “bangun segitiga itu

adalah sama sisi bukan sama kaki atau sebarang” dan “anak itu sedang berjalan bukan sedang

duduk”. Dengan demikian, jika seorang guru mau menguji pengetahuan faktual siswa, maka

pernyataan atau pertanyaan yang dibuat untuk diberikan pada siswa harus sesuai dengan kondisi

yang sebenarnya.

Pengetahuan konseptual merupakan pengetahuan tentang hubungan pertalian antara elemen-

elemen dasar dari sebuah topik. Pengetahuan konseptual berkaitan dengan klasifikasi, kategori,

prinsip-prinsip, generalisasi, teori, model, dan struktur. Dalam pembelajaran matematika,

pengetahuan konseptual ini dapat dilihat pada saat ketika Guru sedang berusaha memahami dan

menyelesaikan masalah kontekstual dalam pembelajaran matematika di kelas, Guru tersebut

Page 14: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 614

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

menuliskan pengetahuan matematika yang sudah dimilikinya atau menuliskan rumus-rumus yang akan

digunakan dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang diajarkannya.

Pintrich & Garcia (2009) menjelaskan bahwa, memiliki pengetahuan deklaratif, dapat

memainkan peran penting untuk kita sendiri untuk beroperasi dengan cara yang sama dalam

pengetahuan deklaratif pada daerah konten (materi yang diajarkan). Ini dapat diartikan bahwa,

seorang Guru yang memiliki pengetahuan deklaratif yang baik akan mudah mengatasi kendala atau

hambatan yang terjadi pada saat pembelajaran. Pengetahuan deklaratif yang dimaksud meliputi

pengetahuan tentang fakta, aturan, dan pengetahuan tentang informasi tugas yang direpresentasikan

seperti pengetahuan eksplisit.

Salah satu hasil kajian/studi yang mendukung penjelasan tentang pembelajaran deklaratif di

atas, yaitu Subanji (2007) menjelaskan bahwa, kebanyakan pengajar matematika, hanya

mengajarkan matematika secara prosedur, dan tanpa menjelaskan mengapa prosedur tersebut

digunakan dan mengapa prosedur tersebut yang digunakan. Ini berarti kebanyakan guru matematika

hanya mengajarkan matematika dari aspek pengetahuan prosedural tanpa memperhatikan aspek

pengetahuan deklaratifnya. Uraian ini, sesuai dengan hasil pengamatan penulis terhadap beberapa

Guru Sekolah Dasar (SD) yang sedang mengajarkan dan memecahkan masalah matematika pada

topik Pecahan di Kelas III dan topik Bangun Datar di Kelas VI SD. Selama kegiatan pembelajaran

terlihat bahwa, beberapa Guru SD yang diamati, cenderung mengajarkan matematika baik pada

topik Pecahan di Kelas III maupun topik Bangun Datar di Kelas VI, masih secara prosedural saja.

Hal ini terdeteksi dari cara dan sikap Guru tersebut didalam menyajikan dan menyelesaikan

masalah matematika yang diajarkan yaitu hanya berpatokan atau hanya berdasarkan pada langkah-

langkah yang sudah tertulis dalam buku pengangan guru. Jadi bukan secara deklaratif.

Penelitian tentang pengetahuan deklaratif telah banyak dilakukan oleh peneliti (Madalina &

Tanase, 2011; Miller & Hudson, 2007; Slava Kalyuga, 2009; dan Stürmer, Könings & Seidel,

2012). Madalina Tanase (2011) meneliti tentang pengajaran konsep nilai tempat pada siswa kelas

pertama rumania. Miller & Hudson (2007) meneliti tentang membangun pengetahuan deklaratif

(pengetahuan konseptual) merupakan pedoman pembelajaran didalam mempraktekkan kurikulum

matematika yang komprehensif pada semua materi matematika. Slava Kalyuga (2009) meneliti

tentang elaborasi pengetahuan: sebuah perspektif beban kognitif; belajar dan mengajar. Stürmer,

Könings & Seidel (2012) menjelaskan bahwa, visi profesional dan kemampuan yang harus dimiliki

guru atau calon guru di dalam menerapkan pengetahuan pedagogis umum tentang komponen belajar

mengajar yang efektif dan ciri-ciri yang signifikan dari praktik mengajar terdiri dari tiga aspek

kemampuan yaitu: (a) menggambarkan/menuliskan, (b) menjelaskan, dan (c) memprediksi situasi

kelas. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, semua calon guru yang melakukan praktik

mengajar pada tiga tempat kursus menunjukkan hasil yang signifikan baik dalam hal pengetahuan

deklaratif maupun visi profesional. Temuan lain dari penelitian tersebut adalah pengembangan visi

profesional Guru atau calon Guru adalah suatu proses penting yang dipandu oleh pengetahuan

deklaratif. Diantara penelitian tersebut belum mengungkap kesalahan guru dalam pembelajaran

matematika ditinjau dari pengetahuan deklaratif.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan untuk mengidentifikasi kesalahan guru dalam pembelajaran

matematika materi bangun datar ditinjau dari pengetahuan deklaratif adalah deskriptif ekploratif

dengan melakukan observasi selama berlangsungnya proses pembelajaran matematika materi

bangun datar dan wawancara setelah pembelajaran. Wawancara setelah pembelajaran bertujuan

untuk menggali dan mengklarifikasi terkait pengetahuan deklaratif guru.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Observasi yang dilakukan selama pembelajaran matematika berlangsung bertujuan untuk

mengidentifikasi kesalahan guru dalam pembelajaran matematika materi bangun datar di tinjau dari

pengetahuan deklaratif. Pengetahuan deklaratif Guru tersebut dilihat dari tiga aspek yaitu:

menggambarkan atau menuliskan, mengomunikasikan atau menjelaskan, dan memprediksi situasi

kelas dalam pembelajaran matematika materi bangun datar.

Page 15: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 615

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Dalam menggambarkan atau menuliskan penyelesaian dari masalah yang diberikan, guru

cenderung tidak memperhatikan hal-hal yang bersifat faktual dan konseptual. Bahkan terlihat di

dalam menuliskan/menggambarkan penyelesaian permasalahan yang dikemukakan sendiri terjadi

miskonsepsi dan siswa sama sekali tidak menyadarinya. URAIKAN MISKONSEPSI DALAM

GAMBAR.1 Hal ini ditunjukkan oleh tulisan guru seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Dalam mengomunikasikan konsep Luas dan Keliling, guru tersebut mengatakan bahwa, kita

harus membagi daerah pada Gambar ini menjadi 3 daerah yaitu: 1 daerah persegi dan 2 daerah

segitiga siku-siku yang kongruen dengan ukuran: sisi miring masing-masing 8 cm, tinggi 6 cm dan

alas masing-masing segitiga 4 cm. Fakta ini tidak benar karena 82 ≠ 62 + 42. Hal ini merupakan

miskonsepsi dan dibuktikan oleh tulisan guru seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Hal tersebut juga diperkuat oleh pernyataan guru saat mengomunikasikan penyelesaian

masalah sebagai berikut.

Guru: Anak-anak untuk menyelesaikan masalah tersebut, kita harus membagi daerah pada gambar

ini menjadi 3 daerah yaitu: 1 daerah persegi dan 2 daerah segitiga siku-siku yang kongruen

dengan ukuran: sisi miring masing-masing 8 cm, tinggi 6 cm dan alas masing-masing

segitiga 4 cm.

Dalam memprediksi situasi kelas pada pelaksanaan pembelajaran. Guru tidak memprediksi

apa yang akan dilakukan siswa setelah memperhatikan Gurunya melakukan proses menggambarkan

atau menuliskan dan mengomunikasikan atau menjelaskan fakta dan konsep-konsep matematika

(bangun datar) yang diajarkannya. Sebagai akibatnya siswa menggambarkan/menuliskan bangun

datar yang diajarkan gurunya tanpa memperhatikan konsep-konsep dasar yang harus dipelajari dan

dipahami serta tanpa memperhatikan fakta yang akan diperlihatkan. Salah satu contoh hasil

menggambarkan/menuliskan fakta dan konsep-konsep bangun datar dari siswa.

Kesalahan yang dilakukan oleh siswa akibat pengetahuan deklaratif guru tentang

menggambar, menjelaskan dan memprediksi situasi kelas yang kurang dipahami oleh seorang guru.

Untuk menghasilkan pembelajaran yang efektif seorang guru harus memahami dan dapat

mengimplementasikan pengetahuan deklaratifnya. Menurut Stürmer, Könings & Seidel (2012)

Gambar 1. Kesalahan guru dalam menuliskan

Gambar 2. Kesalahan guru dalam mengomunikasikan

Page 16: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 616

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

menjelaskan bahwa, visi profesional dan kemampuan yang harus dimiliki guru atau calon guru

dalam menerapkan pengetahuan pedagogis umum tentang komponen belajar mengajar yang efektif

dan ciri-ciri yang signifikan dari praktik mengajar terdiri dari tiga aspek kemampuan yaitu : (a)

menggambarkan/menuliskan, (b) menjelaskan, dan (c) memprediksi situasi kelas.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa pengetahuan

deklaratif guru dalam menjelaskan dan menggambarkan konsep luas dan keliling bangun datar

melakukan kesalahan konsep dan guru tidak memprediksi situasi kelas

DAFTAR RUJUKAN

Anderson, L. W. & Krathwohl, D. R. (2001) “The Taxonomy of Educational Objectives, The

Classification of Educational Goals, Handbook I: Cognitive Domain”.

Miller & Hudson (2007). Using Evidence-Based Practices to Build Mathematics Competence

Related to Conceptual, Procedural, and Declarative Knowledge: Learning Disabilities

Research & Practice, 22(1), pp. 47–57. The Division for Learning Disabilities of the

Council for Exceptional Children.

Slava Kalyuga. (2009). Knowledge Elaboration: A cognitive load perspective; Learning and

Instruction; School of Education, University of New South Wales, Sydney, NSW 2052,

Australia.

Clark & Mayer. (2007). Declarative Learning With Artifacts, Knowledge Creation

Spiral.

Krathwohl, D. R. A Revision of Bloom's Taxonomy: An Overview. Theory into Practice; 41

(2002). pp. 212–218.

Madalina Tanase (2011). Teaching Place Value Concepts to First Grade Romanian Students:

Teacher Knowledge and its Influence on Student Learning; University of Nevada, Las

Vegas.

Subanji, (2007). Proses Berpikir Pseudo Penalaran Kovariasional dalam Mengkonstruksi Grafik

fungsi Kejadian Dinamik Berkebalikan. Disertasi tidak diterbitkan. Program Pascasarjana

Universitas Negeri Surabaya.

Stürmer, K. Karen D. Könings, & Seidel, T (2012). Declarative knowledge and professional vision

in teacher education: Effect of courses in teaching and learning, British Journal of

Educational Psychology, 3, pp. 467–483,

Madalina Tanase (2011). Teaching Place Value Concepts to First Grade Romanian Students:

Teacher Knowledge and its Influence on Student Learning; University of Nevada, Las

Vegas.

Page 17: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 617

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

RAGAM PERMAINAN TRADISIONAL SUKU SASAK UNTUK

PENDIDIKAN KARAKTER

Zul Anwar1, Hastuti Diah Ikawati2, Farida Fitriani3

Dosen IKIP Mataram

Abstrak; Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melestarikan budaya sasak berupa

permainan tradisional. Pelestarian tersebut dilakukan dengan mendokumentasikan ragam permainan

tradisional dalam bentuk buku deskripsi permainan dan video. Buku yang dihasilkan masih sangat

sederhana karena perlu disempurnakan dengan memberikan gambar-gambar visual pada setiap jenis

permainan sehingga lebih menarik dan mudah dipelajari. Penyempurnaan tersebut akan dilakukan

ditahap penelitian berikutnya berbarengan dengan pembuatan video (VCD) ilustrasi permainan

tradisional. Selain untuk tujuan tersebut, hasil penelitian ini juga bisa digunakan sebagai sumber

belajar yang dapat memudahkan generasi saat ini dan yang akan datang mempelajarinya. Permainan

tradisional banyak mengandung nilai-nilai edukatif dan pendidikan karakter seperti kejujuran,

kepedulian, kerjasama, bertanggungjawab, sportif, dan sikap positif lainnya. Selain manfaat-

manfaat tersebut, permainan tradisional juga sejatinya dapat memberi manfaat secara ekonomi yaitu

sebagai daya dukung bagi pariwisata mengingat Pulau Lombok merupakan salah destinasi wisata.

Untuk mendapatkan data tentang ragam permainan tradisional suku sasak, ditempuh penelitian studi

pustaka, studi lapangan, dan wawancara. Metode studi pustaka digunakan untuk menemukan

kajian-kajian yang membahas tentang tema penelitian. Sedangkan studi lapangan digunakan untuk

melihat secara langsung kecenderungan bermain anak-anak pada saat sekarang ini. Metode ini

dilakukan untuk mengetahui apakah permain tradisional masih ada dimainkan oleh anak-anak saat

sekarang ini ataukah sudah tidak ada sama sekali. Metode wawancara digunakan untuk tujuan

membandingkan data hasil temuan dari beberapa metode yang digunakan. Sasaran wawancara

adalah para pelaku permainan tradisional yang sekarang sudah berusia lanjut yaitu sekitar berumur

60-70 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan setidaknya terdapat 15 jenis permainan

tradisional yang sering dimainkan oleh anak-anak suku sasak di Pulau lombok pada zaman dahulu.

Kata Kunci: Pendidikan, Karakter, Permainan, Tradisional

PENDAHULUAN

Permainan tradisional sebagai warisan budaya pada masyarakat adat suku sasak sudah

mulai banyak dilupakan. Generasai muda dan anak-anak saat ini lebih gemar bermain dengan

permainan yang dianggap canggih dan modern seperti play station (PS), games online, video game

dan berbagai macam permainan yang membutuhkan biaya namun sedikit memiliki makna bagi

perkembangan kepribadiaan dan sosial anak.

Hasil penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Hanover Jerman menemukan

bahwagames online bisa menyebabkan seseorang mengalami kepribadianganda. Hal ini diperoleh

berdasarkanpenelitian pada seorang wanita yang bermaingames online setiap hari selama tiga bulan,

dengan memainkan beberapa tokoh yang berbeda. Ternyata, tokoh-tokoh imajinasi itu mengambil

alih kepribadiannya sehingga wanita tersebut kehilangan kendali atas kontrol identitas dan

kehidupan sosialnya (Renggani,2016).

Hal yang paling mengkhawtirkan sebagai dampak negative dari game online/ play station

ialah timbulnya rasa candu pada diri anak terhadap games. Rasa candu tersebut akan meningkat

pada keinginan untuk meniru dan mengikuti tokoh yang ada dalam permainan games (Haerani:

2013). Kasus kejadian candu games di China, Zhang Xiaoyi pada 27 Desember 2004 (Endah,2016)

tentang kasus seorang bocah laki-laki berusia 13 tahun meninggal setelah loncat dari gedung tinggi.

Zhang meninggalkan pesan bunuh diri, berisi keinginannya untuk bergabung dengan para jagoan

yang ada di game kesukaannya (http://thisisputriiep.blogspot.com, diakses tanggal 4 Mei 2016)

Page 18: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 618

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Permainan game online sangat berbeda dengan permainan tradisional, hasil penelitianoleh

Iswinarti (2010) menunjukkan bahwa permainan anak tradisional mempunyai hubungan yang erat

dengan perkembangan intelektual, sosial, emosi, dan kepribadian anak. Nilai-nilai kearifan budaya

lokal dalam permainan tradisional sangat penting untuk menjadikan pembelajaran semakin

bermakna. Arti penting nilai-nilai kearifan budaya yang terkandung di dalam permainan tradisional

masyarakat suku sasak sebagai sumber pembelajaran telihat pada dua hal penting. Pertama, minat

dan gairah belajar peserta didik mengalami peningkatan. Kedua, guru dan buku tidak lagi sebagai

sumber pembelajaran utama sebab permainan tradisional juga memiliki makna nilai-nilai

pendidikan (Efendi: 2014). Lebih lanjut menurut Haerani (2013) permainan tradisional dapat

dijadikan sebagai suatu alternative untuk menciptakan generasi berkarakter unggul karena

permainan tradisional tidak hanya memberi nilai rekreasi atau bersenang-senang saja. Lebih dari itu,

permainan tradisional juga memiliki nilai pendidikan karakter seperti kejujuran, kerja keras,

berkerja dalam tim, disiplin, berjiwa sosial dan taat aturan.

Berdasarkan urain di atas perlu dikembangkan media video ilustrasi permainan tradisional

suku sasak sebagai upaya menjaga kelangsungan (pelestarian) seni budaya yang ada pada

komunitas suku sasak di Pulau Lombok. Permainan tradisional tersebut sudah mulai ditinggalkan

oleh generasi penerus sebagai salah satu akibat kemajuan teknologi dan kurangnya perhatian dari

para pemangku kepentingan untuk melestarikannya. Dengan hadirnya media video ilustrasi

permainan ini anak-anak diharapkanakan lebih mudah untuk belajar, memahami, meniru dan pada

akhirnya akan termotivasi untuk memainkan permainan tradisional

METODE PENELITIAN

Mengacu pada tujuan yang ingin dicapai, program penelitian ini dirancang dengan

pendekatan "Penelitian dan Pengembangan", artinya suatu program penelitian ditindaklanjuti

dengan program pengembangan untuk perbaikan atau penyempurnaan (Arikunto, 1996). Menurut

Basuki (2014) terdapat lima prosedur utama dalam penelitian pengembangan yaitu; melakukan

analisis produk yang akan dikembangkan, mengembangkan produk awal, validasi ahli, ujicoba

lapangan dan revisi produk. Lima langkah tersebut akan dilengkapi dalam penelitian ini dengan

melakukan desiminasi produk. Untuk menghasilkan suatu prototype media video ilustrasi

permainan tradisional suku sasak, ditempuh langkah-langkah sistematis dalam bentuk proses aksi,

refleksi, evaluasi dan inovasi dengan mengaplikasikan metode penelitian kualitatif, deskriptif,

pengembangan, eksperimen, dan evaluasi.

Menurut Borg & Gall dalam Basuki (2014) Prosedur dan langkah dalam penelitian

pengembangan terdiri darisepuluh tahap yaitu;

1) Melakukan penelitian pendahuluan dan pengumpulan informasi

Pada tahap ini penelitin difokuskan pada identifikasi masalah ketersediaan sumber belajar

tentang permainan tradisional suku sasak dan kecenderungan permainan anak sekolah dasar di

Pulau Lombok. Permasalahan tersebut dikaji secara konseptual dan faktual yaitu melakukan

studi pustaka secara lintas disiplin ilmu dan melakukan analisis kritis terhadap hasil-hasil

penelitian terdahulu yang relevan dengan tema penelitian.

2) Melakukan perencanaan

Hasil dari kegiatan pada langkah pertama adalah rancangan deskripsi tentang ragam permainan,

jenis permainan, aturan permainan, jumlah pemain, alat dan bahan permainan dan cara

memainkan permainan tradisional. Untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan yang lebih

luas dan mendalam tentang ragam dan jenis permainan tradisional pada tahapan ini akan

dilakukan seminar dan lokakarya dengan pakar yang relevan dan praktisi tentang hasil

penelitian awal dan kajian literature. Target dari seminar lokakarya ini adalah tersusunnya

“Buku Model Permainan Tradisional Suku Sasak”.

3) Berdasarkan buku model permainan tradisional suku sasak, dikembangkan format produk awal

media video ilumstrasi permainan tradisional suku sasak.

4) Tahap selanjutnya adalah dilakukan validasi terhadap produk awal oleh ahli yang memiliki

kompetensi keilmuan dibidang pengembangan media.

5) Melakukan revisi terhadap produk awal sesuai dengan saran-saran dari hasil uji ahli (expert).

Page 19: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 619

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

6) Melakukan uji lapangan utama

Produk yang telah direvisi sesuai dengan saran ahli kemudian diuji cobakan pada siswa/anak

pada skala 8-10 orang.

7) Melakukan revisi terhadap produk berdasarkan hasil uji coba small group evaluation.

8) Melakukan uji coba lapangan operasional (fieldtrial)

Setelah dilakukan perbaikan berdasarkan hasil evaluasi uji coba skala kecil, produk dilanjutkan

keuji coba tahap berikut yaitu field trial dengan audien sekitar 30 orang siswa/anak.

9) Melakukan revisi terhadap produk akhir seperti yang disarankan oleh hasil uji coba lapangan

operasional.

10) Mengimplementasikan dan mendesiminasikan produk melalui laporan penelitian, pertemuan

profesional dan dalam jurnal.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa penelitian ini bertujuan untuk

melestarikan budaya sasak berupa permainan tradisional. Pelestarian tersebut dilakukan dengan

mendokumentasikan ragam permainan tradisional dalam bentuk buku deskripsi permainan. Selain

untuk tujuan tersebut, hasil penelitian ini juga bisa digunakan sebagai sumber belajar yang dapat

memudahkan generasi saat ini dan yang akan datang mempelajarinya. Permainan tradisional banyak

mengandung nilai-nilai edukatif dan pendidikan karakter seperti kejujuran, kepedulian, kerjasama,

bertanggungjawab, sportif, dan sikap positif lainnya. Selain manfaat-manfaat tersebut, permainan

tradisional juga sejatinya dapat memberi manfaat secara ekonomi yaitu sebagai daya dukung bagi

pariwisata mengingat Pulau Lombok merupakan salah destinasi wisata.

Untuk mendapatkan data tentang ragam permainan tradisional suku sasak, ditempuh

penelitian studi pustaka, studi lapangan, dan wawancara. Metode studi pustaka digunakan untuk

menemukan kajian-kajian yang membahas tentang tema penelitian. Sedangkan studi lapangan

digunakan untuk melihat secara langsung kecenderungan bermain anak-anak pada saat sekarang ini.

Metode ini dilakukan untuk mengetahui apakah permain tradisional masih ada dimainkan oleh

anak-anak saat sekarang ini ataukah sudah tidak ada sama sekali. Metode wawancara digunakan

untuk tujuan membandingkan data hasil temuan dari beberapa metode yang digunakan. Sasaran

wawancara adalah para pelaku permainan tradisional yang sekarang sudah berusia lanjut yaitu

sekitar berumur 60-70 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan setidaknya ada 15 jenis permainan tradisional suku

sasak yang berkembang dan sering dimainkan anak-anak zaman dahulu. Kelima belas jenis

permainan tersebut terdapat beberapa perbedaan nama antara satu daerah dengan daerah lain. Meski

berbeda nama tapi cara memainkannya masih sama, sebagai contoh permainan ‘gatrik‘, di daerah

puyuh kecamatan jonggat kabupaten lombok tengah permainan ini dikenal dengan nama ‘asit’

sedangkan di kecamatan janaparia permainan ini disebut ‘maen gatrik’. Semua jenis permainan

tradisional tersebut telah didokumentasikan dalam bentuk draft Buku Deskripsi Permainan

Tradisional Suku Sasak di Pulau Lombok. Buku yang dihasilkan ini sifatnya sangat sederhana

karena masih perlu disempurnakan dengan memberikan gambar-gambar visual pada setiap jenis

permainan sehingga lebih menarik dan mudah dipelajari. Penyempurnaan tersebut akan dilakukan

pada tahap penelitian berikutnya yaitu berbarengan dengan pembuatan video (VCD) ilustrasi

permainan tradisional. Adapun kelima belas jenis permainan tradisional tersebut yaitu: (1) Maen

Batun Bagek, (2) Ceprak, (3) Kali Kadang atau Selodor, (4) Maen Godekan, (5) Maen Gatrik, (6)

Maen Jingklak, (7) Bejangkrikan, (8) Presean, (9) Belanjakan, (10) Betempelekan, (11) Sepok Siat

atau Ceplok, (12) Ngumang, (13) Betete Kantir, (14) Menciwe, (15) Maen Cungklik.

PENUTUP

Suku Sasak memiliki ragam permainan tradisional cukup banyak setidaknya ada 15 jenis

permainan tradisional . Lima belas jenis permainan tersebut sebahagiannya memiliki variasi dan

nama yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain sehingga jumlah permainan tradisional

yang dimiliki oleh suku sasak dapat lebih banyak dari jumlah tersebut.

REFERENSI

Page 20: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 620

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Efendi, Agus. 2014.“ Implementasi Kearifan Budaya Lokal pada Masyarakat Adat Kampung Kuta

sebagai Sumber Pembelajaran IPS”.Jurnal Sosio Didaktika: Vol. 1 (2): 211-218.

Endah, P. 2016. “Dampak Kecanduan Bermain Games Online”.http://thisisputriiep.blogspot.com.

Diakses tanggal 4 mei 2016).

Iswinarti.2010. ”Nilai-nilai Terapiutik Permainan Tradisional Engklek untuk Anak Usia Sekolah

Dasar”. Naskah Publikasi. www.google.com. Diakses tanggal 4 Mei 2016.

Ja’far, Al Juk, dkk . 2011. “Penciptaan Buku Ilustrasi Permainan Tradisional Sebagai Upaya

Pelestarian Warisan Budaya Lokal,” Jurnal Art Nouveau, Vol.3(1): 1-9.

Nur, Haerani. 2013. “Membangun Karakter Anak Melalui Permainan Anak Tradisional”.Jurnal

Pendidikan Karakter, Vol. III (1): 87-94.

Nur, Haerani. 2013. “Membangun Karakter Anak Melalui Permainan Anak Tradisional”.Jurnal

Pendidikan Karakter, Vol. III (1): 87-94.

Renggani, P. 2016. “Menetralkan Kecanduan Games”.www.google.com. Diakses tanggal 4 mei

2016.

Sudianto, Mungit. 2006. “Optimalisasi Pembelajaran Muatan Lokal dan Relevansinya dengan

Kebutuhan Lapangan Kerja pada Pendidikan Dasar 9 Tahun,” Jurnal Pendidikan Dasar.Vol.7

(2): 109-113.

Wibawa, Basuki.dkk. 2014.Metode Penelitian Pendidikan.Jakarta: Universitas Terbuka.

Page 21: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 621

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

BAHASA INDONESIA SEBAGAI DINAMIKA PERGESERAN PENDIDIKAN BAHASA

IBU (DAERAH) DALAM PERUBAHAN BUDAYA

Zul Haeri

Akademi Sekretaris Manajemen (ASM) Mataram

Email: [email protected]

Abstrak; Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa ibu (daerah) sebagai bahasa

pelestarian budaya, Bahasa Indonesia dan Bahasa Ibu (daerah) tidak bisa berjalan dengan saksama,

disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor migrasi, kelas sosial dan pendidikan yang membuat

bahasa indonesia sebagai dinamika pergeseran bahasa ibu (daerah) dalam perubahan budaya. Teori

yang digunakan adalah sosiolinguistik. Pemerolehan data menggunakan metode simak dan catat.

Analisis data menggunakan sensus penduduk yang pernah dilakukan oleh Samuel dan Handono.

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan, Bahasa Indonesia yang dipakai sehari-hari sebesar 59,5

persen dari jumlah penduduk Indonesia dan 45,43 dari ketatanegaraan di wilayah Jawa Tengah, dari

fenomena yang ada. Indonesia akan menjadi Penduduk indonesianisasi yang artinya seluruhnya

sudah menjadi penutur bahasa indonesia karena cepatnya pertumbuhan jumah penduduk yang tidak

lepas dari pemerintah melalui perencanaan bahasa yang dituangkan dalam politik bahasa nasional

yang penggalakannya melalui pengajaran pers, ekonomi, dan sosial.

Kata Kunci: Dynamics , Bahasa Indonesia , shift , Mother Language , Culture .

PENDAHULUAN

Era globalisasi yang juga disebut era modernisasi yang berarti zaman yang didalamnya

terjadi proses mendunia. Proses mendunia ini mulai sejak tahun 1980-an yang terjadi diberbagai

bidang, dengan majunya IPTEK dan sumber daya manusia yang canggih akan membawa manusia

pada perubahan, mulai dari perubahan bidang sosial, bidang ekonomi, bidang teknologi, sikap,

penampilan dan bahasa. Perubahan inilah yang akan melunturkan khasanah kebiasaan yang ada

pada sejak manusia itu lahir, dari bahasa ibu yang diturunkan melalui komunikasi setiap saat

sebagai turunan untuk dimasa dewasa.

Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengadung makna untuk mengungkapkan perasaan

dan pikiran kepada lawan bicaranya, bahasa sebagai alat komunikasi yang dimana fungsi umumnya

adalah sebagai alat komunikasi sosial. Sosiolinguitik memandang bahasa sebagai tingkah laku

sosial (sosial behavior) yang dipakai dalam komunikasi sosial. hal ini sejalan dengan pendapat

Jeans Aitchison ( 2008; 21) “Language is patterned system of arbitrary sound signals, characterized

by structure dependence, creativity, displacement, duality, and cultural transmission”, bahasa adalah

sistem yang terbentuk dari isyarat suara yang telah disepakati, yang ditandai dengan struktur yang

saling tergantung, kreatifitas, penempatan, dualitas dan penyebaran budaya.

Begitu juga dengan anak yang mempelajari bahasa ibunya, Anak belajar berbicara dengan

tingkat kelancaran yang luar biasa pada usia dini dan mereka telah menguasai bahasa ibunya

sebelum mereka bisa mengikat tali sepatu mereka. Kemampuan memperoleh bahasa secara historis

telah dianggap sebagai “anugrah” suatu landasan pandangan ilmiah yang dikemukakan oleh

Chomsky dengan teori tata bahasa universal (universal grammar) , yang menempatkan pengetahuan

batiniah dari prinsip-prinsip yang menata dan berlaku bagi semua bahasa.

Pemerolehan bahasa anak atau BI berlangsung secara spontanitas didalam otak anak ketika ibunya

bertutur dalam keseharian, sebagai mana pandangan Chomsky bahwa pemerolehan bahasa tidak

hanya didasarkan pada nurture, tetapi nature. Anak tidak dilahirkan sebagai piring kosong atau

tabula rasa, tetapi anak telah dibekali dengan sebuah alat yang dinamakan peranti pemerolehan

bahasa. Setiap anak terbukti memiliki kesamaan dalam pemerolehan bahasa dan melewati proses

yang sama dalam menguasai bahasa masing-masing.

Page 22: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 622

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Begitu juga dengan hadirnya bahasa kedua yang diperoleh pada lingkungan yang alamiah

tempat bahasa tersebut digunakan kemungkinan besar akan memiliki kemampuan untuk

menggunakan bahasa, terutama bahsa lisan akan mendekati sama dengan penuturnnya, dalam hal

ini bahasa kedua atau B2 adalah bahasa indonesia, yang dimana bahasa indonesia sebagai bahasa

nasional yang telah melekat dalam sumpah pemuda alinea ketiga.

Bahasa ibu atau BI menjadi bahasa budaya yang berbeda-beda dari etnis dan suku yang

berada dari Sabang Sampai Marauke, sehingga muncullah sebuah budaya yang kaya akan kultur

dan tradisi dalam bentuk khsanah lisan atau tulisan yang menuturukan bahasa ibu sebagai

permainan rakyat atau sebagai buku, dan kitab yang dipelajarinya. Begitu pula dengan hadirnya

bahasa B2 sebagai bahasa nasional yang menjadi bahasa persatuan Republik Indonesia telah

menjadi sebuah bahasa yang mulai dipelajari dan diminati oleh para penutur bahasa dari luar,

hingga munculkan sebuah pembelajaran BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing).

Bahasa BI dan B2 berjalan seiring waktu serta berbagai hal yang menjadikan bahasa BI dan

B2 menunjukkan jadi dirinya masing-masing dalam segala aspek kehidupan sosial, bahasa BI dan

B2 yang penuturnya adalah masyarakat sosial secara universal. Akan tetapi, masyarakat sosial saat

ini tidak mengetahui bagaimana melestarikan budaya bahasa BI yang merupakan sebuah ilmu

nature dari peranti pemorelahan bahasa yang berasal dari tuturan sang ibu, sehingga masyarakat

yang tataran pada kelas sosial tinggi akan menggunakan bahasa Indonesia atau B2 sebagai bahasa

dalam berkomunikasi setiap saat dengan anaknya dan diantara ruang lingkup etnik, suku yang

beragam telah memaksakan untuk menggunakan bahasa B2, selain itu upaya pemerintah dalam

pasal 31 Undang-undang No. 24 tahun 2009 pada ayat 1. Hal inilah yang akan memunculkan

pergeseran bahasa ibu atau bahasa BI sebagai bahasa budaya yang akan bergesar dari penutur

aslinya.

Hal ini kembali kepada pemakai bahasa tersebut, untuk mempertahanan bahasa BI dalam

ruang lingkup keluarga dan masyarakat, agar bahasa BI tidak bergeser dengan bahasa B2 yang telah

menjadi bahasa nasional negara Indonesia dan telah menjadi bahasa penutur kelas sosial tinggi dan

rendah, sehingga keutuhan bahasa BI sebagai bahasa dalam komunikasi antar keluarga dan

lingkungan kini menjadi suatu keasingan, hingga para generasi mengalami kehiliangan bahasa BI

(daerah) mereka sendiri. Fenomena inilah yang akan menjadi bahasa ibu BI bergeser dalam

kepunahan, meski sering diadakan kongres Bahasa Daerah sebagai salah satu media untuk

mempertahankan bahasa BI atau bahasa kebudayaan yang sudah ada. Rumusan Masalah yang

dihadapan saat ini. “ Bagaimana Bahasa Indonesia sebagai Dinamika Pergeseran Bahasa Ibu

(Daerah) dalam Perubahan Budaya.

Tujuan penelitian ini ingin melestarikan Bahasa Ibu (Daerah) sebagai Bahasa Warisan yang

tidak pernah pudar. Dalam menyongsong Indonesia yang berbudaya.

PEMBAHASAN

Dinamika Bahasa Indonesia Pergeseran Bahasa Ibu dalam Perubahan Budaya dan Arus

Global

Bahasa merupakan media untuk menyampaikan pesan atau informasi dari satu individu

kepada individu lain atau lebih. Baik secara lisan ataupun tulisan. Menurut (Phenix: 1964)

penguasaan bahasa bergantung pada empat kata kunci: penggunaan, simbol, makna, dan

komunikasi. Yang diamana dalam penggunaan bahasa adalah penggunaannya dalam berbicara dan

menulis serta keinginan manusia diakui dan dimengerti oleh anggota masyarakat lewat komunikasi

yang diujarkan kulit terluar dari bahasa dan bagian terdalamnya adalah makna. Makna isi bahasa itu

ditampilkan atau direfresentasikan oleh simbol ekspresi yang juga kulit luar dari bahasa.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional sekaligus bahasa resmi bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia dikukuhkan sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada sat itu

para pemuda mengikrarkan sumpah pemuda dan salah satu isinya adalah menjunjung tinggi bahasa

persatuan yakni bahasa indonesia yang teradapat dalam sumpah pemuda alinea ke tiga. Sugiyono

menjelaskan bahwa, bahasa internasional bukan sekedar bahasa yang digunakan secara meluas saja,

tetapi harus kuat sebaran penggunaannya, serta forum penggunaannnya pun harus kuat. Sebagai

Page 23: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 623

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

contoh, apabila dalam forum resmi majelis antar parlemen di ASEAN sepakat mengizinkan bahasa

Indonesia digunakan pada forum itu, berarti Indonesia telah mengalami kenaikan satu tingkat

dimana bahasa indonesia bukan lagi sebagian bahasa nasional melainkan naik ke leve ASEAN.

Tadinya bahasa indonesia yang merupakan bahasa yang filosofinya dari bahasa melayu itu

telah ‘menggusur’ sejumlah bahasa lokal (etnis) yang kecil dan etnis yang besar, seperti pada

bahasa ibu. Dan kini bahasa indonesia menjadi bahasa yang moderen dan telah berkembang dengan

baik. Yang dimana bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam pasal 36

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 bersumber dari bahasa

yang diikrarkan, sebagai berikut;

Dalam Pasal 31 Undang-Undang No. 24 tahun 2009 berbunyi:

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan

lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau

perseorangan warga negara Indonesia.

(2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak

asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.

Di indonesia identik dengan bahasa daerah yang dipakai sebagai bahasa ibu terlebih dalam

pada masyarakat kota dan di desa. Hal ini telah dijamin eksistensinya dalam komunikasi suatu

bangsa dan negara. Bahasa ibu (bahasa asli, bahasa pertama; secara harfiah mother tongue adalah

bahasa pertama yang dipelajari oleh seseorang. Dan orangnya disebut penutur asli dari bahasa

tersebut karena anak belajar bahasa dasar-dasar bahasa pertama mereka dari keluarga mereka.

Kepandaian dari bahasa asli sangat penting untuk proses belajar berikutnya, karena bahasa ibu

dianggap sebagai dasar cara berfikir. Kepandaian yang kurang dari bahasa pertama seringkali

membuat proses belajar bahasa lain menjadi sulit. Oleh karena itu bahasa ibu memiliki peran pusat

dalam pendidkan.

Bahasa ibu adalah bahasa pertama kali diperoleh anak ketika sudah mampu berbicara.

Bloomfield (1995:41) menegaskan bahwa bahasa pertama yang dipelajari manusia untuk berbicara

adalah bahasa ibunya, ialah bahasa penutur asli bahasa itu (Bahasa daerah). Bahasa ibu sangat

penting karena dari bahasa itulah anak diperkenalkan nilai-nilai sopan santun. Bahasa Ibu

mempunyai nilai luhur dan estetika budaya yang tinggi dalam keterampilan berpikir. Sejalan

dengan pandangan (Vygatsky: 1990:36) bahwa bahasa merupakan dasar bagi pembentukan konsep

dan pikiran. Kegiatan berpikir anak tidak mungkin terjadi tanpa menggunakan kata-kata untuk

mengungkapkan buah pikiran. Selain itu Bruner mengidentiikasikan tiga fase perkembangan. Yang

pertama disebut periode enaktif, dari lahir sampai umur satu tahun. Fase yang kedua adalah periode

ekonik, saat berkembangnya khayalan yang pada umumnya terjadi pada satu sampai empat tahun.

Fase ketiga disebut periode simbolik, dimulai pada umur empat dan berlangsung sepanjang

kehidupan.

Pemerolehan bahasa pertama (FLA) atau bahasa ibu (MT). Pemerolehan bahasa pertama atau

bahasa ibu anak-anak diseluruh dunia itu sama. Kesamaan proses pemerolehan tidak hanya

disebabkan oleh persamaan unsur biologi ayau neurologi bahasa, tetapi juga adanya aspek

mentalitas bahasa sebagaimana yang dikemukakan oleh Chomsky melalui teori mentalitasnya.

Sejalan dengan bahasa persatuan Indonesia yakni bahasa indonesia, dimana bahasa indonesia

dijadikan bahasa nasional dan bahasa ibu dijaga dan dilestarikan, sehingga Bahasa Indonesia dan

bahasa ibu berjalan dengan sama dan tentu keduannya akan ada yang lebih menonjol dalam

pemakaian di masyarakat sosial. sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Handono

(2004) terhadap penggunaan bahasa jawa di Provinsi Jawa Tengah (Semarang), seperti terlihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel 1 Persentase Pemilihan Bahasa

Ranah Pilhan Bahasa

Bahasa Jawa Bahasa Indonesia Bahasa Campuran

Rumah 26,16 40, 72 33, 12

Ketetanggaan 21, 13 45, 43 33, 44

Page 24: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 624

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Dari tabel diatas memperlihatkan kecenderungan menguatnya pilihan bahasa pada Bahasa

Indonsia (BI) dan menurunnya pada bahasa Jawa Tengah (Semarang) jika dibandingkan dengan

pemilihan bahasa campuran, hingga bisa disimpulkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia pada

bahasa Jawa (BJ) dan bahasa Campuran (BC) lebih tinggi dan masyarakat Jawa Tengah (Semarang)

lebih dominan mengunakan bahasa Indonesia (BI). Semakin meningkatnya jumlah penduduk

Indonesia yang menggunkan bahasa Indonesia, yang disertai oleh minat menggunakan bahasa

daerah (BD) untuk tahun-tahun mendatang, semakin didukung oleh kenyataan. (dalam Mahsun):

a. Meluasnya sarana informasi baik cetak maupun elektronik yang menggunakan sarana BI, yang

masuk ke desa-desa, telah semakin memperkuat posisi pemahaman BI sebagai supraetnik.

b. Berkembangnya BI sebagai bahasa dalam pergaulan bebas termasuk sebagai bahasa ilmu

pengetahuan, telah semakin memperkokoh posisi BI sebagai bahasa yang prestisius. Sejalan

dengan itu, semakin menempatkan BD sebagai bahasa yang menjadi lambang keterbelakangan.

c. Kebanyakan bahasa-bahasa daerah di Indonesia memiliki penutur yang relatif kecil, hanya

sebagian kecil BD yang memiliki penutur di atas satu juta.

Dari beberapa data dan fenomena diatas bahwa Bahasa daerah (BD) semakin kurang dipakai

oleh para penutur atau masyarakat dalam berinteraksi dengan anak atau dengan lingkungan sekitar,

sehingga hal inilah yang akan menggeser Bahasa Daerah sebagai Bahasa Ibu dalam dinamika

keberadaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional yang seiring dijaga dan dilestarikan sebagai

keseimbangan dengan bahasa Ibu, dan diantara keduanya tentu akan menjadi suatu penutur yang

akan memilih bahasa apa yang akan digunakan oleh masyarakat.

Pergeseran bahasa terjadi karena bahasa itu tidak mampu mempertahankan diri. Kondisi

inilah merupakan akibat dari pilihan bahasa dalam jangka panjang (dilakukan oleh seluruh warga

dalam memilih bahasa sebagai saran interaksi dan komunikasi). Pergeseran bahasa berarti, suatu

komunitas meninggalkan suatu bahasa untuk memakai bahasa lain, bila pergeseran itu terjadi, para

warga atau komunitas meninggalkan bahasa untuk memakai bahasa lain. Hampir semua kasus

pergeseran bahasa terjadi melalui alih generasi (intergeerasi), menyangkut lebih dari satu generasi.

Dengan kata lain, jarang terjadi sejumlah besar individu dalam suatu masyarakat menanggalkan

bahasa dan mengganti dengan bahasa lain dalam kurun hidunya. Dalam berbagai kasus selalu ada

satu generasi yang lebih dulu dwibahasawan, misalnya BI-nya bahasa A dan B2-nya B. Generasi ini

tidak mengalihkan bahasa A kepada generasi berikutnya (anaknya) melainkan bahasa B. Generasi

kedua ini mungkin saja masih “memahami’ (secara pasif) bahasa A karena masih sering mendengar

orang tua mereka berbicara dalam bahasa itu. Generasi kedua ini tentu tidak berminat lagi

mengalihkan bahasa A kepada anak-anak mereka kelak, lebih-lebih karena mereka sendiri tidak

menguasai bahasa itu. Jadi, dwibahasawan mempunyai resiko bahasa yang satu kadang-kadang

hilang.

Diantara faktor yang menyebabkan pergeseran bahasa ibu (daerah) adalah.

a. Migrasi

Migrasi atau perpindahan penduduk, yang bisa berwujud dua kemungkinan. Pertama,

kelompok-kelompok kecil bermigrasi ke daerah atau negara lain yang tentu saja akan menyebabkan

bahasa mereka tidak berfungsi di daerah baru. ini misalnya terjadi ada kelompok-kelompok

berbagai etnik dan gelombang penutur bahasa bermigrasi membanjiri sebuah wilayah kecil dengan

sedikit penduduk menyebabkan penduduk setempat terpecah dan bahasa tergeser.

b. Kelas Sosial

Kelas sosial mengacu kepada golongan masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu

dalam bidang kemasyarakatan seperti ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta dan

sebagainya. Seorang individu mungkin memiliki status sosial yang lebih dari satu. Misalnya si A

adalah seorang bapak di keluarganya, yang juga bersetatus sosial sebagai guru. Jika dia guru di

sekolah negeri maka dia masuk kedalam elas pegawai negeri. Jika dia seorang sarjana maka dia

masuk ke kelas sosial golongan ‘terdidik’. Begitulah kita juga mengenal kelas pegawai, buruh, kelas

manajer, kelas pedagang, kelas petani. Di negara-negara industri, kelas buruh sebagai kelas

terendah biasanya masih digolongkan lagi menjadi kelas bawah, menengah, atas; dan kelas atas dan

Page 25: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 625

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

menengahpun masih dibagi lagi menjadi dua golongan, menjadi kelas atas-atas dan kelas atas-

bawah, kelas menengah atas- dan menengah bawah. Seperti skema-skema pembagian kelas sosial di

Inggeris. Sama seperti skema-skema pembagian kelas sosial yang sudah ada sebelumnya, skema ini

membagi kelas sosial berdasarkan jenis pekerjaan, tapi berbeda dengan skema-skema sebelumnya,

skema baru ini memasukkan golongan baru kedalam skema, yaitu golongan pengaguran, adalah

sebagai berikut:

Kelas 1

Profesional dan manajer senior, seperti: dokter, pengecara, guru, manajer lembaga, direktur

eksekutif, profesor, editor manajer yang membawahi lebih dari 25 staf , dan pejabat tinggi

pemerintah.

Kelas 2

Asisten profesional dan manajer yunior, seperti: perawat, pekerja sosial, agen real estate, teknisi

laboraturium, supervisor, manajer yang membawahi kurang dari 25 staf, wartawan, selebriti dalam

dunia hiburan, aktor.

Kelas 3

pekerjaan-pekerjaan level menengah seperti manajer penjulan, sekretaris, perawat ditempat

penitpan anak, operator komputer, asisten panggung.

Kelas 4

Nonprofesional dan wiraswasta, seperti: instruktur kelas mengemudi, mandor bangunan.

Kelas 5

Pekerjaan supervisi lain dan kerajinan: mandor bawahan, tukang ledeng, tukang reparasi telpon.

Kelas 6

pekerjaan-pekerjaan rutin, seperti: supir truk, pekerjaan di bagian perakitan.

Kelas 7

Pekerjaan-pekerjaan sederhana: buruh, pelayan, tukang bersih-bersih.

Kelas 8

Pengangguran

(David Walker, The Independent, 15 Desember 1997)

Satu hal yang bisa diperhatikan dari daftar jenis pekerjaan di atas adalah bahwa makin rendah

kelasnya, makin rendah gajinya, maka sekilas klasifikasi ini tampaknya sepakat dengan pendapat

bahwa semakin besar gajinya, semakin tinggi kelas sosialnya. Akan tetapi kelas sosial bukan dilihat

dari sudut penghasilan akan tetapi dilihat dari tanggung jawab pekerjaan, yaitu apakah orang

“memberi perintah atau diperintah”.

c. Sekolah

Sekolah sering juga dituding sebagai faktor penyebab bergesernya bahasa ibu murid, karena

sekolah biasa mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak, demikian ini kemudian menjadi

dwibahasawan. Padahal, kedwibahasawan, seperti kita ketahui, mengandung risiko bergesernya

salah satu bahasa. Sekolah pada zaman Belanda di Indonesia kadang-kadang tidak mengizinkan

pemakaian bahasa daerah; bahasa pengantar harus dengan bahasa belanda.

Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan

mencakup semua bagian yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, dan lainnya.

Sehingga memunculkan dampak globalisasi.

Dampak globalisasi adalah terjadinya perubahan budaya yang terjadi dalam masyarakat

tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari

nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma sosial. ilmu pengetahuan dan

tekhnologi mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional

telah menghilangkan batas-batas buadaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung

mengarah pada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara

menyeluruh.

Melihat bahasa Indonesia sebagai dinamika pergeseran bahasa ibu, sejatinya bahwa penutur

bahasa indonesia bukanlah orang indonesia dalam arti sesungguhnya. Para penutur bahasa

Page 26: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 626

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Indonesia adalah suku-suku bangsa Indonesia yang diersatukan oleh semangat Nation state, sebuah

gambaran imanjinasi yang senyatanya adalah orang jawa berbicara bahasa Indonesia, orang Sunda

berbicara bahasa Indonesia, orang Minangkabau berbicara bahasa Indonesia, hingga saat ini bahasa

Indonesia menjad perubahan cara kerja (misalnya dari pertanian ke industri), menimbulkan hidup

(dari buta bahasa Indonesia menjadi melek bahasa Indonesia) dan selanjutnya menimbulkan

perubahan berpikir). Kosa kata, pemilihan kata dan penggunaan kata-kata bahasa Indonesia

sekarang selain melihat entnisitas penuturnya juga perubahan-perubahan sosial yang terjadi pada

masyarakat.

Analisis data menggunakan data sensus penduduk yang pernah dilakukan oleh Samuel dan

Handono dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan dibuktikan lagi oleh sensus penduduk NTB

2000-2010 sebagai bahan perbandingan ditengah fenomena yang ada saat ini.

Pergeseran Bahasa ibu (Daerah)

a. Migrasi

Pergeseran bahasa ibu disebabkan pula dengan adanya faktor migrasi yang dimana bahasa

penutur tidak bisa dipakai sehingga penutur menggunakan bahasa indonsia sebagai bahasa dalam

keseharian atau pergaulan, hal ini bisa kita lihat pada siklus migrasi seumur hidup yang

mencerminkan keadaan perpindahan yang terjadi sejak lama. Migrasi seumur hidup (life time

migration) adalah migrasi berdasarkan tempat kelahiran. Seseorang dikatagorikan sebagai migrasi

seumur hidup adalah jika provinsi atau kabupaten tempat ia dilahirkan berbeda dengan provinsi dan

kota tempat tinggalnya sekarang. yang digunakan adalah data migrasi dari SP 2000 dan SP 2010

dimana migrasi penduduk dapat diperoleh pada tingkat kabupaten atau kota. Angka migrasi seumur

hidup provinsi NTB, tahun 2000-2010 adalah; dari tahun 2000 data migrasi sebannyak 36.30 dan

data migrasi pada tahun 2010 43.83 yang dikumpulkan dalam 2 pertanyaan pokok. Yaitu tempat

lahir dan tempat tinggal selama 5 tahun yang lalu tinggall di Provinsi NTB berjumlah 115.832 jiwa.

Berdasarkan informasi tersebut dapat dihitung angka migrasi masuk seumur hidup Provinsi NTB

yakni sebesar 25.73. artinya bahwa setiap 1000 orang penduduk provinsi NTB terdapat 25.73 orang

yang lahir bukan di provinsi NTB. Hasil sensus penduduk 2010 juga menunjukkan bahwa

penduduk yang memiliki tempat lahir di Provinsi NTB tetapi saat pencacahan berada di luar

provinsi NTB berjumlah 197. 243 jiwa. Sehingga diperoleh angka migrasi keluar seumur hidup

Provinsi NTB sebesar 43.83. artinya bahwa diantara 1000 orang penduduk Provinsi NTB terdapat

sekitar 43.83 orang yang lahirnya di provinsi NTB tetapi pada tahun 2010 berada di luar Provinsi

NTB.

Tabel Jumlah Migran dan Angka Migrasi masuk seumur Hidup Menurut Kabupaten dan Kota,

Tahun 2010.

Kab/Kota Jumlah

Penduduk

Jumlah Migran Masuk Angka Migrasi Masuk

Seumur Hidup Laki Perempuan Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

LB 599.986 20.443 21.520 41.963 69.94

L Tengah 860.209 6.023 9.031 15.054 17.50

L Timur 1.105.582 8.801 9.078 17.879 16.17

Sbw 415.789 29.541 30.279 59.820 143.87

Dompu 218.973 15.404 14.779 30.183 137.84

Bima 439.228 3.945 3.479 7.424 16.90

SB 114.951 12.785 13.298 26.083 226.91

Page 27: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 627

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

LU 200.072 6.528 6.899 13.427 67.11

Mtrm 402.843 51.377 55.484 106.861 265.27

Bima 142.579 12.228 13.464 25.692 180.19

Prov.

NTB

4.500.212 61.722 54.110 115.832 25.73

b. Kelas Sosial

Pergeseran bahasa yang terjadi dalam kelas sosial adalah, adanya sebuah bahasa Ibu (daerah)

yang tidak digunakan kembali karena orang tua lebih mengajari anaknya pada tataran bahasa

Indonesia sebagai bahasa sehari-hari, sehingga anak tersebut tidak memperoleh bahasa ibu (daerah),

padahal orang tuanya asli penutur bahasa ibu (daerah). Fenomena ini terjadi pada kelas sosial tinggi

yang ditentukan atas pekerjaan orang tuanya.

contoh:

Ayah : bareh malem te gawek tugas nuk

Teman Ayah : aok wah, piran-piran terserah side doang

Tiba-tiba ayah memanggil anaknya.

Zi : bilang sama ibumu, suruh buatin ayah kopi dua ya, kasih tau ada tamu.

Secara tidk langsung Zi akan paham tentang bahasa orang tuanya (secara fasif) karena masih

sering mendengar orang tuanya menggunakan bahasa ibu (daerah). Dan generasi kedua Zi akan

lebih dominan akan mengajarkan anaknya bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu mereka meskipun

bahasa Indonesia itu adalah bahasa nasional.

c. Pendidikan

Pendidikan sebagai rumpun pengembangan karakter bangsa, kini harus menggunakan bahasa

Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar di lembaga pendidikan, sebagai bahasa komunkasi

dengan siswa. Karena telah terlampir dalam pasal 36 ayat 1. Jika kita mengingat kembali saat

indonesia dijajah oleh belanda, maka dalam situasi formal seperti sekolah harus menggunakan

bahasa Belanda (daerah). Dari konsep sederhana inilah yang akan memunculkan bahasa Indonesia

sebagai dinamika pergeseran bahasa ibu (daerah) nantinya. Karena disisi lain guru terkadang

menggunakan bahasa Ibu (daerah) dalam berkomunikasi dan satu sisi Bahasa Indonesia telah

tercantum dalam UU tentang penggunaan Bahasa dalam forum resmi.

Sehingga pergeseran bahasa akan terus terjadi dalam konteks tidak kesadaran karena faktor

perubahan budaya yang semakin mengajak manusia dalam IPTEK yang tinggi, yang akan

mengakibatkan faktor migrasi, kelas sosial dan pendidikan adalah sebuah ranah pertama terjadinya

pergeseran bahasa dalam Bahasa Indonesia sebagai dinamika pergeseran Bahasa Ibu.

SIMPULAN

Pergeseran bahasa merupakan konsekuensi jangka panjang dan kolektif dari pola-pola

pilihan bahasa yang konsisten. Pergeseran berawal dari bergeraknya suatu bahasa (bahasa baru yang

dominan). Kedalam ranah yang semula memakai bahasa lain. Bahasa yang bergeser mungkin

dianggap lemah dan rendah dibandingkan bahasa baru, mungkin akan dipandang lebih rendah dari

satu atau lebih ragam bahasa dari yang sama. Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan oleh

samuel dan handono dalam penelitiannya. Terkait dengan dinamika Bahasa Indonesia sebagai

pergeseran Bahasa Ibu (BI) dapat dilihat di kota jjakarta yang penutur Bahasa Indonesia mencapai

63 persen dan hanya 0.1 persen penduduk Jakarta yang bukan merupakan penutur Bahasa

Indonesia. Beberapa hal yang menjadi sebab kenyataan ini. Pertama faktor migrasi yang semakin

tinggi. Kedua, faktor kelas sosial dan Ketiga, Faktor pendidikan.

SARAN

Saran yang sekaligus menjadi rekomendasi dalam makalah ini adalah. Pemerintah/DPR RI

mengamandemen UUD RI Tahun 1945 Pasal36, menjadi dua ayat, yakni: Ayat (1) Bahasa Negara

ialah bahasa Indonesia; Ayat (2) Keanekaragaman bahasa daerah dibina dandikembangkan sebagai

aset pemasok kosa kata bahasa nasional Indonesia. (2) Pemerintah daerah (pemda) segera

Page 28: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 628

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

menyusun peraturan daeraht entang pembinaan dan pengembangan bahasa daerah masing masing

sesuai kebutuhan daerah demi kelestarian bahasa, dan budaya.

Daftar Pustaka

Alfan, Muhammad, Nuraeni, Gustina. 2012. Studi Budaya di Indonesia. Pustaka Setia: Bandung

Arifuddin. 2013. Neuro Psikolinguistik. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik, Kajian Teoritik. Rineka Cipta : Jakarta

Daeng, J. Hans. Manusia Kebudayaan dan Lingkungan, 2012. Pustaka Pelajar: Jogjakarta

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta

. 2010. Psikolinguistik: Pengatar Pemahaman Bahasa Manusia. Yayasan Obor

Indonesia: Jakarta.

Hasan, Suwardi. 2011. Pengantar Culture Studies. Ar-Ruzz Media: Jogjakarta.

Ibrahim, Syukur.1995. Sosiolinguistik. Surabaya: Usaha Nasional

Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa. Gramedia Pustaka Umum : Jakarta

Mar’at, Samsunuwiyati. 2005. Psikolinguistik. Refika Aditama: Bandung

Nababan dan Sri Utari Subyakto. 1992. Psikolinguistik: Suatu Pengatar: Gramedia Pustaka Utama:

Jakarta

Saleh, Muhammad & Mahmudah. 2006. Sosiolinguistik. Makassar: Badan Penerbit UNM

Simanjuntak, Mangantar. 1982. Pemerolehan Bahasa Melayu: Bahagian Fonologi. Jurnal Dewan

Bahasa, Ogos/September, 615-625.

Sumarsono. 2013. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA.

Summatmadja, Nursid.2012. Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup.

Alfabeta: Bandung.

Thomas, Linda dan Shan Wareing. 2007. Bahasa, Masyarakat, dan Kekuasaan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Yusoff, Abdullah dan Che Rabiah Mohamed (1995). Teori Pemelajaran Sosial dan Pemerolehan

Bahasa Pertama. Jurnal Dewan Bahasa, Mei. 456-464.

Page 29: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 629

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

KOMPARASI METODE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) DAN METODE DRIIL

DALAM MENINGKATKA PEMAHAMAN MAHASISWA PADA MATA KULIAH

SEJARAH INDONESIA ABAD XIX-XX

Zuriatin1; Roni Irawan2

1,2Dosen STKIP Taman Siswa Bima

Abstrak; Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peningkatan pemahaman mahasiswa pada

mata kuliah Sejarah Indonesia Abad XIX-XX dengan menerapkan komparasi metode number head

together dengan metode driil. Jenis penelitian ini yaitu penelitian eksperimen. Instrumen yang

digunakan adalah instrumen tes berbentuk esay. Teknik analisis data untuk menguji hipotesis

penelitian digunakan uji-t pada taraf signifikan 5%, sebelum menggunakan uji-t terlebih dahulu

dilakukan perhitungan prasyarat yaitu menguji normalitas data. Berdasarkan hasil uji hipotesis

menggunakan bantuan SPSS 16, bahwa nilai t hitung sebesar 0,684 dan t tabel sebesar 0,68 pada (df

= 23-1). Nilai yang diperoleh t tabel ≤ t hitung (0,68≤0,84) yang berarti Ho diterima. Sedangkan

nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,507 atau nilai sig 0,507 > 0,05 maka Ho diterima. Dapat disimpulkan

bahwa pemahaman mahasiswa paling rendah 65, artinya pembelajaran dengan menggunakan

komparasi NHT dengan driil dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa pada mata kuliah Sejarah

Indonesia Abad XIX-XX.

Kata kunci:number head together, driil, pemahaman

COMPARATIVE METHOD OF NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) AND DRIIL

METHOD IN IMPROVING UNDERSTANDING STUDENTS IN CULTURAL HISTORY

OF INDONESIA ABAD XIX-XX

Abstract; The purpose of this research is to know the improvement of students understanding

on the subject of History of Indonesia XIX-XX Century by applying the comparison method of

number head together with driil method. This type of research is experimental research. The

instrument used is a test instrument shaped esay. Data analysis technique to test the research

hypothesis used t-test at a significant level of 5%, before using the t-test first done the prerequisite

calculation is to test the normality of data. Based on the result of hypothesis test using SPSS 16 aid,

that t value count 0,684 and t table equal to 0,68 at (df = 23-1). Value obtained t table ≤ t arithmetic

(0.68≤0.84) which means Ho accepted. While the value of Sig. (2-tailed) of 0,507 or sig value

0,507> 0,05 then Ho accepted. It can be concluded that the students 'understanding is at least 65,

meaning that learning by using NHT comparations with driils can improve students' understanding

in the course of Indonesian History of the XIX-XX Century

Keywords: number head together, driil, understanding

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan wahana untuk mempersiapkan manusia menjadi insan yang berilmu

pengetahuan dan memiliki keterampilan. Pemerintah telah merumuskan tujuan pendidikan yang

diatur dalam undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistim pendidikan nasional yang bertujuan

untuk mengembangkan potensi manusia agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

tuhan yang maha esa, berahlak muliah, berilmu, sehat, cakap, kreatif, mandiri menjadi warga negara

indonesia yang demokratis serta bertanggung jawab.

Perguruan tinggi sebagai salah satu lembaga penyelenggara pendidikan, tentu memiliki

tujuan untuk menghasilkan output yang berkualitas tinggi, sehingga mampu menghadapi berbagai

tantangan zaman yang terus berkembang saat ini

Page 30: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 630

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Untuk mencapai tujuan yang diamanatkan dalam UU No 20 tahun 2003 di atas, tentu

dibutuhkan berbagai terobosan-terobosan baru. Pemerintah telah melakukan berbagai terobosan dan

kemajuan yang diberlakukan di perguruan tinggi seperti peningkatan kualitas pengajar melalui

program sertifikasi dosen, tidak diberlakukan lagi tenaga S1 untuk mengajar S1, serta diberikan

kesempatan bagi dosen untuk mengikuti berbagai hibah penelitian.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa kemajuan-kemajuan tersebut belum semuanya berbanding

lurus dengan kenyataan yang terjadi, seperti masih rendahnya prestasi belajar mahasiwa 2 tahun

terahir pada mata kuliah sejarah Indonesia Abad XIX-XX. Seperti data yang diperoleh dari dosen

pengapu berikut terkait persentase ketuntasan belajar mahasiswadari hasil ujian semester (UAS)

sebagai berikut:

Tabel. 1.1 persentase ketuntasan mahasiswa

No Tahun % ketuntasan

1 2014 54 %

2 2015 56%

Selain persentase ketuntasan yang masih rendah, mahasiswa juga sebagian besar kurang

aktif berpartisipasi dalam proses perkuliahan, akibat kemampuan mahasiswa yang heterogen

mengakibatkan penyampaian materi membutuhkan waktu lebih lama.

Dari berbagai permasalahan di atas, sangat diperlukan metode pembelajaran yang mampu

meningkatkan pemahaman mahamahasiswa yang memiliki kemampuan yang heterogen. Terdapat

metode yang dirancang untuk mengatasi masalah tersebut yaitu komparasi metode NHT dan metode

driil. NumberHead Together (NHT) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif berbasis

student centre yang dapat memfasilitasi para peserta didik untuk saling membagi ide-ide mereka

dalam proses pembelajaran. Metode NHT juga tidak hanya digunakan pada mahasiswa-mahasiswa

SD,SMP, maupun SMA, akan tetapi dapat juga digunakan pada tingkat pemahaman mahasiswa.

Menurut Lie menyebutkan bahwa metode Numbered HeadsTogether dapat digunakan dalam semua

matapelajaran dan dalam semua tingkatan usia. Adapun keunggulan dari NHT seperti anggota

kelompok harus menguasai materi karena dalam sistim pembelajaran akan dipanggil secara acak satu

dari anggota kelompok untuk maju mempresentasikan materi hasil diskusi, saling berbagi

pengetahuan, dan saling menghargai serta saling berinteraksi. Sedangkan metode driil menurut Zain

merupakan metode mengajar yang melatih mahasiswa agar memperoleh ketangkasan, ketepatan,

kesempatan dan keterampilan (Zomrotul, 2013: 47). Dari komparasi dua metode ini sangat diyakini

dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa karena akan diberikan latihan secara terus menerus

dalam kelompok untuk didiskusikan bersama.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Metode Number Head Together (NHT)

Menurut Arends (2008: 16), bahwa number head togethermerupakan pembelajaran yang

dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1998 dengan tujuan agar lebih banyak

melibatkanpeserta didik dalam mereviu berbagai materi yang dibahas dalam pelajaran dan untuk

memeriksa pemahaman peserta didik tentang isi pelajaran tersebut. Empat langkah dari NHT yang

dapat diterapkan antara lain: 1) numbering, 2) quetioning, 3) heads together, 4) answering.

Sedangkan menurut Arends & Kilcher (2010: 315), bahwa metode NHT, dimana peserta didik

dikelompokkan beberapa kelompok (kelompok A, B, C, dll), setiap anggota kelompok diberi nomor

(1, 2, 3, dll). Semua mahamahasiswa bertanggung jawab secara individu maupun kelompok, saling

berdiskusi dan mempelajari terkait bahan yang diberikan dosen, dan dipastikan setiap anggota

kelompok memahami serta mengtahui yang dipelajari materi yang didiskusikan, kemudian dosen

memanggil salah satu mahasiswa (seperti 5B) atau semua kelompok B dimintai komentar tentang

pertanyaan yang diajukan dosen. Menurut Slavin (2005: 132). Bahwa NHT merupakan sebuah

variasi dari kelompok diskusi, tiap mahasiswa dari tiap kelompok mempunyai nomor dan para

mahasiswa tersebut tahu bahwa hanya ada satu mahasiswa yang akan dipanggil untuk mewakili

kelompoknya, tetapi tidak diimformasikan sebelumnya siapa yang akan menjadi wakil kelompok

tersebut. Hal tersebut memastikan keterlibatan total dari semua mahasiswa. NHT ini adalah cara

Page 31: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 631

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

yang sangat baik untuk menambahkan tanggung jawab individual pada anggota kelompoknya

kelompok.

Dotson (2001: 4) menyatakan bahwa:Numbered Heads Together - Students within the team

number off from 1-4. The teacher poses a question and the students put their heads together to

discuss the answer. The teacher randomly calls a number and from each team the student with that

number writes the answer on the team response board. Maksudnya bahwa metode pembelajaran

NHT, mahasiswa dibagi kelompok dalam jumlah tim terdiri dari 1-4. Pengajar/dosen mengajukan

pertanyaan dan mahasiswa bekerja bersama-sama untuk mendiskusikan jawabannya.

Pengajar/dosen secara acak memanggil nomor dari setiap tim, mahasiswa dengan nomor yang

dipanggil menulis jawabannya di papan dan tim lain meresponnya.

Japar (2008: 5) menyatakan bahwa: NHT technique encompasses dividing the class into

small (4 members), heterogeneous learning groups within which students number themselves (1 to

4). The number given to students is intended to help students concentrate on doing their task since

they will be called upon by the teacher to give the answer based on the number they have,

pernyataan tersebutmenjelaskan bahwa metode NHT meliputi pembagianmahasiswa ke dalam tim

kecil (4 anggota), kelompok belajar heterogen di mana jumlah mahasiswa berjumlah (1 sampai 4).

Nomor yang diberikan kepada mahasiswa dimaksudkan untuk membantu memusatkan perhatian

mahasiswa melakukan tugas mereka karena mereka akan dipanggil oleh pengajar/dosen untuk

memberikan jawaban berdasarkan nomor yang mereka miliki.

Metode NHT dapat dilaksanakan dalam empat langkah antara lain: 1) penomoran, 2)

mengajukan pertanyaan, 3) memberikan waktu untuk mendiskusikan pertanyaan yang diajukan, 4)

pemanggilan nomor kepala secara acak (Holt, Chips, & Wallace, 1991: 10).

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa metode NHT dapat dilaksanakan

empat tahap yaitu penomoran, pengajuan masalah, diskusi, dan presentasi dengan pemanggilan

nomor secara acak.

2. Metode driil

Menurut Roestiyah (2001;125), metode drill adalah “suatu teknik yang dapat diartikan

dengan suatu acaramengajar dimana siswa melaksanakan latihan-latihan agar memiliki ketangkasan

atau ketrampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari”.

Sedangkan menurut salahuddin (Muradi, 2016; 4) penggunaan istilah “Latihan”, sering

disamakan dengan istilah “Ulangan”, padahal maksudnya berbeda. Latihan yang dimaksudkan agar

pengetahuan dan kecakapan tertentu dapat menjadi milik anak didik dan dikuasai sepenuhnya.

Sedangkan ulangan adalah hanya sekedar untuk mengukur sudah sejauh mana siswa menyerap

pelajaran tersebut.

Metode drill atau disebut latihan adalah suatu metode mengajar dimana mahasiswa

langsung diajak menuju ke tempat latihan ketrampilan atau eksperimental, seperti untuk melihat

bagaimana cara membuat sesuatu, bagaimana cara menggunakannya, untuk apa dibuat, apa

manfaatnya, metode drill atau latihan dimaksud untuk memperoleh ketangkasan atau ketrampilan

latihan apa yang dipelajari, karena hanya dengan melakukan secara praktis suatu pengetahuan dapat

disempurnakan secara sendirinya.

Metode drill adalah suatu model pembelajaran dengan jalan melatih mahasiswa terhadap

bahan pelajaran yang sudah diberikan, dengan latihan yang terus menerus, maka akan tertanam dan

kemudian akan menjadi kebiasaan. Selain itu untuk menanamkan kebiasaan, model ini juga

menambahkan kecepatan, ketepatan, kesempurnaan dalam melakukan sesuatu serta dapat pula

dipakai sebagai suatu cara mengulangi bahan yang telah disajikan juga dapat menambahkan

kecepatan.

3. Pemahaman mahasiswa

Depdiknas (2006) menjelaskan salah satu tujuan diberikannya pembelajaran sejarah di

sekolah adalah memahami konsep sejarah, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan

mengaplikasikan konsep, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.Hal ini

menjadikan pemahaman sebagai aspek yang penting dalam pembelajaran sejarah.

Page 32: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 632

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Skemp (1971) menyatakan bahwa “To understand something means to assimilate it into an

appropriate schema”. Berarti, untuk memahami sesuatu diperlukan asimilasi ke dalam suatu skema

yang cocok.Skema diartikan oleh Skemp sebagai kumpulan konsep-konsep yang saling terhubung,

setiap konsep dibentuk dari abstraksi sifat-sifat yang invarian dari konsep lainnya.Konsep-konsep

ini dikaitkan dengan suatu relasi.

Haylock (2008) mendefinisikan pemahaman sebagai berikut.

”A simple model that enables us to talk about understanding in mathematics is to view the

growth of understanding as the building up of cognitive connections. More specifically, when we

encounter some new experiences there is a sense in which we understand it if we can connect it to

previous experiences or, better, to a network of previously connected experiences”.

Pemahaman merupakan suatu kemampuan untuk membangun koneksi kognitif. Seseorang

merasa memahami sesuatu ketika mereka dapat menghubungkan pengalaman baru dengan

pengalaman yang telah diperoleh sebelumnya.

Mousley (tt) membedakan pemahaman ke dalam tiga kategori umum, yaitu: (1)

pemahaman sebagai perkembangan struktur (as structured progress); (2) pemahaman sebagai

bentuk pengetahuan (as forms of knowing); dan (3) pemahaman sebagai proses (as process). Piaget

(dalam Mousley, tt) menggambarkan pemahaman sebagai kemampuan untuk memiliki beberapa

hubungan dalam pikiran dan memungkinkan terjadinya abstraksi.Siswa dikatakan memahami

sesuatu jika mampu menghubungkan ide-ide dalam pikiran dan memungkinkan untuk melakukan

abstraksi pada langkah selanjutnya. Lebih lanjut, Glasersfeld (dalam Mousley, tt) menggambarkan

pemahaman sebagai proses organisasi yang menekankan bahwa aktivitas kognitif bertujuan untuk

mewujudkan konsistensi.

Barmby, dkk (2007) mendefinisikan pemahaman sebagai berikut.

1. “To understand mathematics is to make connections between mental representations of

mathematical concept.”

2. “Understanding is the resulting network of representations associated with that mathematical

concept.”

Dengan kata lain, untuk memahami sejarah diperlukan suatu hubungan antara representasi

mental dari konsep-konsep sejarah. Pemahaman merupakan jaringan yang dihasilkan dari

representasi yang terkait dengan konsep sejarah tersebut.

Jadi, pemahaman adalah kemampuan untuk menghubungkan konsep-konsep pada situasi

yang baru, dimana konsep tersebut telah diperoleh pada pengalaman sebelumnya

Pada awalnya, Skemp (1976) mengakategorikan pemahaman ke dalam dua jenis, yaitu

pemahaman relasional (relational understanding) dan pemahaman instrumental (instrumental

understanding). Pemahaman relasional diartikan sebagai “knowing both what to do and why” yaitu

pengetahuan mengenai suatu hal tentang apa dan mengapa hal tersebut dapat dilakukan. Sedangkan

pemahaman instrumental diartikan sebagai “rules without reasons” yaitu pengetahuan mengenai

suatu hal tanpa mengetahui mengapa hal tersebut dapat terjadi.

Pada pelaksanaan pembelajaran sejarah di sekolah, pemahaman relasional dan pemahaman

instrumental memiliki keuntungan dalam penerapannya masing-masing. Skemp (1976) dalam

artikelnya menuliskan tiga keuntungan dari pemahaman instrumental, yaitu:

1. Pemahaman instrumental biasanya lebih mudah untuk dipahami. Pada topik-topik tertentu,

misalnya hubungan antara penurunan kas negara belanda kaitannya dengan pelaksanaan sistem

tanam paksa, akan lebih mudah diterima siswa jika diajarkan dengan aturan “tujuan

pemberlakuan tanam paksa untuk menutupi kekurangan kas negara”. Jika tujuan yang dicari

hanyalah jawaban yang benar, maka pemahaman instrumental menawarkan cara yang lebih

cepat dan mudah dibandingkan melalui pemahaman relasional.

2. Mahasiswa dapat memperoleh jawaban benar dengan cepat, karena melibatkan sedikit

pengetahuan.

Page 33: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 633

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

3. Reward atau penghargaan yang diperoleh lebih cepat dan lebih jelas. Melalui pemahaman ini,

mahasiswa merasa puas karena mereka dapat dengan cepat menemukan jawaban benar

sehingga memunculkan rasa percaya diri.

Lebih lanjut, Skemp (1976) juga mengemukakan paling tidak ada empat keuntungan dari

pemahaman relasional, yaitu:

1. Lebih mudah disesuaikan dengan tugas yang baru. Melalui pemahaman relasional, dengan

mengetahui alasan suatu metode dapat bekerja, memungkinkan siswa untuk menghubungkan

metode tersebut dengan suatu masalah dan tidak menutup kemungkinan mahasiswa dapat

mengadopsi metode tersebut untuk menyelesaikan masalah baru.

2. Lebih mudah untuk diingat. Menjadi suatu keuntungan tersendiri ketika mengetahui keterkaitan

antara pengetahuan yang satu dan lainnya. Karena jika siswa lupa dengan salah satunya,

mereka dapat mengingatnya kembali dengan menurunkan pengetahuan tersebut dari

keterkaitannya dengan pengetahuan lain. Hal ini yang menyebabkan pengetahuan yang

diperoleh melalui pemahaman relasional lebih mudah untuk diingat.

3. Dapat menjadi tujuan yang efektif dalam pembelajaran.

4. Memiliki skema yang dapat diperluas. Salah satu kepuasan yang diperoleh ketika siswa

mencoba memahami materi baru dengan pemahaman relasional adalah mereka mengeksplorasi

pemahaman tersebut untuk dipahami lebih lanjut.

Seiring dengan berjalannya waktu, Skemp (1987) mengembangkan jenis pemahaman ke

dalam tiga kategori, yaitu:

1. Instrumental understanding is the ability to apply an appropriate remembered rule to the

solution of a problem without knowing why the rule works.

2. Relational understanding is the ability to deduce specific rules or procedures from more

general mathematical relationships.

3. Formal understanding is the ability to connect mathematical symbolism and notation with

relevant mathematical ideas and to combine these ideas into chains of logical reasoning.

Secara lebih sederhana, pemahaman instrumental dapat diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan aturan/prosedur dalam pemecahan masalah, tanpa mampu mengungkapkan alasan

dapat digunakannya aturan/prosedur tersebut. Siswa dengan pemahaman jenis ini akan mendapat

kesulitan ketika dihadapkan dengan masalah yang sedikit berbeda dari masalah yang telah dipahami

sebelumnya, karena siswa hanya menghafal suatu aturan/prosedur untuk memecahkan suatu

masalah tanpa dapat menjelaskan alasannya.

Pemahaman relasional diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan suatu

aturan/prosedur dalam pemecahan masalah dan mengetahui alasan digunakannya prosedur

tersebut.Siswa dengan pemahaman relasional tidak terlalu bergantung pada suatu aturan/prosedur

dalam memecahkan suatu masalah. Karena apabila lupa dengan prosedurnya, siswa dengan

pemahaman jenis ini dapat memecahkan masalah dengan cara coba-coba. Sedangkan pemahaman

formal dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memecahkan suatu masalah dengan

menghubungkan konsepdan maknasejarah dengan peristiwa-peristiwasejarah dan

menggabungkannya ke dalam rangkaian penalaran yang logis.

Sebagai contoh, ketika mahasiswa dihadapkan pada kajian tentang waktu peristiwa

sejarah.mahasiswa dengan pemahaman instrumental hanya memanfaatkan kemampuannya dalam

menghafal satu peristiwa sejarah saja untuk menyelesaikannya. Sehingga apabila mahasiswa lupa

dengan tahun , maka mahasiswa tidak dapat menjelaskan masalah tersebut. Sedangkan mahasiswa

dengan pemahaman relasional maupun formal, dapat menghubungkan konsep sejarah dengan

peristiwa dalam menyelesaikan masalah tersebut. Sehingga apabila mahasiswa lupa dengan tahun

atau peristiwa yang akan dibahas, maka mahasiswa tersebut dapat menerapkan konsep eksponen

untuk menguraikan suatu peristiwa dengan mengaitkan peristiwa yang satu dengan yang lain saling

berhubungan . Lebih lanjut, mahasiswa dengan pemahaman formal bahkan dapat menggunakan

konsep-konsepsejarah lain yang juga relevan dan dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan

masalah tersebut.

Page 34: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 634

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Berdasarkan penjelasan tersebut, terlihat bahwa pemahaman akan suatu konsep memiliki

peran yang penting dalam pemecahan suatu masalah. Karena melalui pemahaman konsep,

mahasiswa dapat merencanakan strategi yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah.

Pemahaman siswa dalam pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini

mengadopsi jenis pemahaman yang diungkapkan oleh Skemp (1987) yaitu pemahaman

instrumental, pemahaman relasional, dan pemahaman formal dan diartikan sebagai kemampuan

siswa dalam menghubungkan konsep-konsep sejarah yang telah diperoleh sebelumnya untuk

memecahkan suatu masalah berdasarkan fase yang dikemukakan Polya yaitu: memahami masalah,

menyusun rencana, melaksanakan rencana, dan memeriksa kembali.

Adapun indikator yang digunakan untuk melihat pemahaman siswa dalam pemecahan

masalah sejarah berdasarkan fase yang dikemukakan Polya dapat dilhat pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Indikator Pemahaman Siswa dalam Pemecahan Masalah Sejarah

No

Fase

Pemecahan

Masalah

Jenis

Pemahaman Indikator

1. Memahami

masalah

Intrumental Menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanyakan

sama persis dengan dalam soal.

Relasional Menyatakan kembali masalah dengan kata-kata sendiri.

Formal Menyatakan kembali masalah dengan kata-kata sendiri

dan merepresentasikannya dengan gambar atau simbol

yang cocok dengan menggunakan penalaran yang logis.

2. Menyusun

rencana

Instrumental Membuat rencana berdasarkan prosedur yang telah

dihafal tanpa mengetahui apakah rencana tersebut dapat

bekerja atau tidak.

Relasional Membuat rencana dengan cara menurunkan suatu aturan

dari masalah yang pernah diselesaikan sebelumnya

disertai alasan yang rasional.

Formal Membuat rencana dengan cara menurunkan suatu aturan

dari masalah yang pernah diselesaikan sebelumnya dan

menggunakan penalaran yang logis dalam mengeliminasi

rencana yang tidak diperlukan.

3. Melaksanakan

rencana

Instrumental Melaksanakan prosedur yang telah direncanakan pada

fase-2 tanpa mengetahui mengapa prosedur tersebut dapat

diterapkan.

Relasional Melaksanakan prosedur yang telah direncanakan pada

fase-2 disertai dengan pengetahuan mengapa prosedur

tersebut dapat diterapkan.

Formal Melaksanakan prosedur yang telah direncanakan pada

fase-2 disertai dengan pengetahuan mengapa prosedur

tersebut dapat diterapkan dan mampu

menghubungkannya dengan peristiwa-peristiwasejarah

yang relevan.

4. Memeriksa

kembali

Instrumental Memeriksa jawaban yang diperoleh dengan

memperhatikan apakah langkah yang diterapkan sudah

sesuai dengan prosedur yang direncanakan pada fase-2.

Relasional Memeriksa jawaban disertai alasan yang rasional.

Formal Memeriksa jawaban dengan menggunakan konsep/ide

sejarah yang relevan.

Sumber: Diadaptasi dari Baroody (1993), Polya (1973), dan Skemp (1987).

Pada penelitian ini, pemahaman siswa ketika memahami suatu masalah dapat dilihat dari:

bagaimana siswa menyatakan kembali masalah yang diberikan. Jika siswa menyatakan masalah

Page 35: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 635

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

dengan menuliskan informasi yang diketahui dan yang ditanyakan sama persis dengan kata-kata

yang digunakan di soal, maka pemahaman siswa dalam memahami masalah termasuk dalam jenis

pemahaman instrumental. Sedangkan siswa yang mampu menuliskan/menyatakan masalah yang

diberikan dengan menggunakan kata-katanya sendiri berarti siswa tersebut memiliki pemahaman

relasional ketika berada pada fase memahami masalah.Namun, jika siswa mampu menyatakan

masalah yang diberikan dengan kata-kata sendiri disertai dengan kemampuan merepresentasikan

informasi tersebut ke dalam gambar atau notasi/simbol yang cocok dengan menggunakan penalaran

yang logis, maka siswa ini tergolong ke dalam siswa dengan pemahaman formal.

Pada fase selanjutnya, yaitu fase menyusun rencana, pemahaman siswa dapat dilihat dari:

bagaimana cara siswa membuat rencana penyelesaian. Jika siswa membuat rencana berdasarkan

prosedur yang telah dihafal, tanpa mengetahui apakah prosedur tersebut dapat diterapkan atau tidak,

maka pemahaman siswa tersebut dalam fase menyusun rencana termasuk pemahaman instrumental.

Sedangkan siswa dengan pemahaman rasional akan menyusun rencana dengan cara menurunkan

suatu aturan disertai alasan yang rasional dari masalah yang mirip (dan telah berhasil dipecahkan)

dengan masalah yang diberikan. Namun, apabila siswa tersebut juga dapat menggunakan penalaran

yang logis dalam mengeliminasi rencana yang tidak diperlukan, maka siswa tersebut memiliki

pemahaman formal dalam menyusun rencana.

Ketika dalam fase melaksanakan rencana, siswa dengan pemahaman instrumental akan

melaksanakan prosedur/aturan yang telah direncanakan pada fase-2 tanpa mengetahui mengapa

prosedur/aturan tersebut dapat diterapkan. Namun, jika siswa tersebut dalam melaksanakan rencana

mampu menjelaskan alasan mengapa prosedur tersebut dapat diterapkan, maka siswa tersebut

tergolong ke dalam siswa dengan pemahaman relasional.Sedangkan siswa dikatakan memiliki

pemahaman formal pada fase melaksanakan rencana adalah ketika siswa tersebut melaksanakan

prosedur yang telah direncanakan dan mampu menjelaskan alasan dapat diterapkannya prosedur

tersebut serta mampu menghubungkannya dengan peristiwa-peristiwasejarah yang relevan.

Pada fase terakhir, yaitu fase memeriksa kembali, pemahaman siswa dapat dilihat dari cara

siswa tersebut memeriksa jawaban yang telah diperoleh. Jika siswa hanya memeriksa jawaban

dengan memperhatikan langkah-langkah yang diterapkan, apakah sudah sesuai dengan prosedur

yang direncanakan pada fase-2 atau tidak, maka jenis pemahaman siswa tersebut adalah

pemahaman instrumental.Jika siswa memeriksa jawaban dengan alasan yang rasional maka dapat

dikatakan siswa tersebut memiliki pemahaman relasional.Sedangkan jika siswa memeriksa

jawabannya dengan menggunakan konsep/ide sejarah yang relevan, maka siswa tersebut tergolong

ke dalam siswa dengan pemahaman formal.

4. Komparasi NHT dan driil

Komparasi metode NHT dan metode driil dalam penelitian ini adalah penerapkan kedua

metode sekaligus dalam proses pembelajaran. Adapun langkah-langkah yang digunakan nantinya

yaitu 1) fase penomoran, 2) fase latihan (dosen mengajukan pertanyaan melalui latihan secara

terus menerus minimal 3 kali memberikan latihan), 3) fase diskusi, 4) fase presentasi

METODE PENELITIAN

a. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment) yang melibatkan

dua kelompok, yaitu satu kelompok sebagai eksperimen I dan satu kelompok sebagai kelas

kontrol.Kelompok eksperimen diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Head Together (NHT) berkomparasidengan model pembelajaran Drill. Sedangkan

kelompok kontrol menggunakan pembelajaran biasa/konvensional

b. Desain Penelitian

Adapun desain penelitian yang digunakan adalah “pree test-Posttest Control Group Deign”

yang modelnya dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3.1. desai penelitian

E Pre test T1 Post test

Page 36: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 636

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Ket :

E : Kelompok Eksperimen

T1 : Perlakuan (Treatment) dengan menggunakan model pembelajaran NHT berkomparasi

dengan model Drill

Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester IV yang terdiri dari 1 kelas

di STKIP Taman Siswa Bima dengan jumlah mahasiswa 23 orang

2. Sampel

Karena populasi di STKIP taman Siswa Bima hanya 1 kelas, maka 1 kelas ini langsung

dijadikan sampel penelitian

Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa tes esay untuk mengukur

pemahaman mahasiswa pada matakuliah sejarah Indonesia Abad XIX-XX. Tes ini dimaksudkan

untuk mengetahui dan membandingkan pemahaman mahasiswa terhadap matakuliah sejarah

Indonesia Abad XIX-XXpada kelas eksperimen dengan kelas kontrol

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan

suatu instrumen. Validitas instrumen penelitian untuk variabel pemahaman mahasiswa dilakukan

validasi ahli melalui forum diskusi (FGD)

Teknik analisa data

Uji prasyarat analisis

Menurut sudjana uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui distribusi sampel yang

normal, perhitungan uji normalitas dilakukan melalui uji liliefors dengan taraf signifikan 𝛼 = 0,05.

Dalam penelitian ini untuk uji normalitas menggunakan program SPSS. Adapun hasil uji normalitas

data sebagai berikt:

Tabel. 3.2 hasil uji normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

pretes postes

N 23 23

Normal Parametersa Mean 48.9565 63.6957

Std. Deviation 1.14037E1 9.28065

Most Extreme

Differences

Absolute .106 .128

Positive .094 .104

Negative -.106 -.128

Kolmogorov-Smirnov Z .507 .613

Asymp. Sig. (2-tailed) .960 .846

a. Test distribution is Normal.

Berdasarkan hasil uji pada tabel di atas, diperoleh nilai sig. (2-tailed) untuk pretes sebesar

0,960 > 0,05 dan nilai sig. (2-tailed) untuk postes sebesar 0,846 > 0,05. Ini menandakan bahwa data

berdistribusi normal karena nilai signifikasi melebihi 0,05.

a. Uji hipotesis

Ha : pemahaman mahasiswa paling rendah 65, artinya pembelajaran dengan menggunakan

komparasi NHT dengan driil efektif ditinjau dari pemahaman mahasiswa

Ho : pemahaman mahasiswa paling tinggi 65, artinya pembelajaran dengan menggunakan

komparasi NHT dengan driil tidak efektif ditinjau dari pemahaman mahasiswa

HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

Hasil Penelitian

Page 37: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 637

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Berdasarkan analisis dekskripsi dari data pretest dan postes diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel.4.2 deskripsi data hasil penelitian

Descriptive Statistics

N Mean

Std.

Deviation Minimum Maximum

pretes 23 48.9565 11.40366 25.00 70.00

postes 23 63.6957 9.28065 45.00 85.00

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pretes dan postes berbeda. Dimana

nilai rata-rata pretes hanya 48,96 dan postes naik menjadi 63,7. Begitupun dengan nilai minimum

yang diperoleh dari data pretes hanya 25 dan nilai maksimum 70, sedangkan postes untuk nilai

minimum naik menjadi 45 dan nilai maksimum naik menjadi 85

Uji Hipotesis

Hipotesis statistik

Ho : µ 0 ≥ 65

Ha : µ 0 < 65

Dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis menggunakan bantuan SPSS 16 dengan

kriteria Jika t tabel ≤ t hitung maka Ho diterima, dan Ha di tolak Jika t tabel > t hitung maka Ho

ditolak, dan Ha diterima atau nilai sig (2-tailed) < 0,05 maka Ha diterima.

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang ke dua diperoleh hasil pada tabel berikut ini:

Adapun hasil uji dengan menggunakan program SPSS sebagai berikut:

Tabel. 4.2. hasil uji hipotess pertama

One-Sample Test

Test Value = 65

T df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

95% Confidence Interval of

the Difference

Lower Upper

postes .684 22 .507 -1.30435 -5.3176 2.7089

Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan bantuan SPSS 16 dengan pada tabel diatas

bahwa nilai t hitung sebesar 0,684 dan t tabel sebesar 0,68 pada (df = 23-1) berdasarkan kriteria Jika

t tabel ≤ t hitung maka Ho diterima, dan Ha di tolak Jika t tabel > t hitung maka Ho ditolak. Dilihat

nilai yang diperoleh t tabel ≤ t hitung (0,68≤0,84) yang berarti Ho diterima. Sedangkan nilai Sig. (2-

tailed) sebesar 0,507. Berdasarkan kriteria nilai sig (2-tailed) < 0,05 maka Ha diterima dan nilai sig

(2-tailed) > 0,05 maka Ho diterima. Dari tabel diatas bahwa nilai sig sebesar 0,507, ini menandakan

bahwa nilai sig 0,507 > 0,05 maka Ho diterima. Dapat disimpulkan bahwa pemahaman mahasiswa

paling rendah 65, artinya pembelajaran dengan menggunakan komparasi NHT dengan driil efektif

ditinjau dari pemahaman mahasiswa

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil uji dua hipotesis pada bab sebelumnya dapat disimpulkan pembelajaran

dengan menggunakan komparasi NHT dengan driil dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa

Pada Mata Kuliah Sejarah Indonesia Abad XIX-XX

DAFTAR PUSTAKA

Barmby, P., Harries, T., Higgins, S., Suggate, J. 2007. “How Can Asses Mathematical

Understanding?”.Proceedings of the 31st Conference of the International Group for the

Psychology of Mathematics Education. pp. 41-48. Seoul: PME.

Baroody, A. J. 1993. Problem Solving, Reasoning, and Communicating. New York: Macmillan

Publishing Company.

Page 38: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 638

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Depdiknas. 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

K, Roestiyah N.1989. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:Rieneka Cipta

Mousley, J. tt. What Does Mathematics Understanding Look Like?. Deakin University.

Polya, G. 1973. How To Solve It. New Jersey: Princeton University Press.

Skemp, R. R. 1971. The Psychology of Learning Mathematics. Middlesex: Penguin Books.

Skemp, R. R. 1976. Relational Understanding and Instrumental Understanding. Mathematics

Teaching, 77 , 20-26.

Skemp, R. R. 1987. The Psychology of Learning Mathematics (Expanded American Edition). New

Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.

Rusman, Dr. 2011. Model-model Pembelajaran, Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada.

Page 39: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 639

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

PENGEMBANGAN BUKU AJAR BERBASIS KEARIFAN LOKAL

PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

Zinnurain1, Ahmad Muzanni2

1Dosen Teknologi Pendidikan IKIP Mataram, 2Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar IKIP Mataram

Email: [email protected]. ; [email protected].

Abstrak; Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan buku ajar berbasis kearifan lokal untuk

siswa kelas V sekolah dasar. Pencapaian yang ingin dicapai dalam pengembangan buku ajar

berbasis kearifan lokal ini adalah pelestarian dan penanaman budaya lokal sejak dini kepada siswa

sekolah dasar. Penelitian ini menggunakan model Research and Development. Tahapan penelitian

ini mengacu pada Borg dan Gall yang terdiri dari 9 tahapan yaitu (1) penelitian dan pengumpulan

data awal; (2) perencanaan; (3) pengembangan produk awal; (4) uji coba terbatas; (5) revisi untuk

ujicoba produk utama; (6) uji coba lapangan; (7) revisi untuk ujicoba produk operasional; (8) uji

coba produk operasional; dan (9) revisi produk akhir; dan (10) penyebaran dan penyampaian

laporan penelitian. Subjek penelitian ini adalah 18 siswa kelas V SDN Midang Gunung Sari.

Instrumen yang digunakan adalah angket, tes, dan pedoman wawancara. Penelitian ini dilakukan

dengan tiga tahapan ujicoba yaitu ujicoba terbatas, uicoba lapangan, dan ujicoba produk

operasional. Kategori dari tiap instrumen adalah berkategori “Sangat Baik”. Teknik analisis data

menggunakan uji hipotesis independent sample t-test dengan SPSS 17.0. Hal ini menunjukkan

bahwa buku ajar berbasis kearifan lokal yang dikembangkan dapat dijadikan sebagai salah satu

bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dasar.

Kata Kunci: pengembangan, buku ajar, kearifan lokal.

PENDAHULUAN

Sistem pembelajaran di Indonesia memberikan keanekaragaman pengetahuan dan

pemahaman tanpa adanya perisai dalam mempertahankan budaya lokal setiap daerah. Kondisi ini

memberikan dampak negatif dan bahkan menjadi ancaman terhadap keberadaan kebudayaan setiap

daerah dan kearifan lokalnya. Hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dalam

melestarikan keberadaan budaya daerah ini. Pelestarian kearifan lokal harus dilakukan di sekolah-

sekolah terutama sekolah dasar dengan tujuan menjaga identitas sekolah dan daerah sejak dini.

Sekolah menjadi wadah formal dalam memperoleh ilmu dan pengetahuan serta

pembentukan karakter haruslah peka dalam situasi yang terjadi dalam lingkungan sekitar. Kepekaan

pihak sekolah tentunya dapat dilihat dari bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran.

Tentunya lebih difokuskan pada mata pelajaran muatan lokal yang seharusnya mengajarkan tentang

budaya lokal, kerajinan lokal, dan materi-materi yang bersifat kebudayaan. Siswadi, Taruna, &

Purnaweni (2011: 64) mengatakan bahwa kearifan lokal yang sering dikonsepsikan sebagai

pengetahuan setempat (local knowledge), kecerdasan setempat (local genius) dan kearifan setempat

(local wisdom). Namun kenyataan yang terjadi bahwa pelajaran muatan lokal hanya diisi dengan

kegiatan menggambar dan kesenian secara umum tanpa adan batasan kriteria dan acuan baku

seperti buku ajar khusus yang membahas tentang budaya khususnya di pulau Lombok.

Informasi yang diperoleh pada tanggal 14 April 2016 dari hasil wawancara prasurvei yang

dilakukan kepada guru kelas V SD Negeri 1 Midang dan SD Negeri 1 Tamansari bahwa sekolah

belum memiliki panduan (buku ajar)khusus dalam menyampaikan materi yang berkaitan tentang

pelestarian kearifan lokal yang mencerminkan budaya lokal Lombok seperti begawe, begibung,

nyongkolan, bau nyale, presean, dan bahase Sasak. Ketidaktersediaan buku aja ini menjadikan guru

mengalami kesulitan dalam menerapkan materi pelajaran bermuatan kearifan lokal seperti budaya-

budaya adat Lombok. Oleh karena itu perlu adanya dukungan dari pemerintah setempat dalam

perancangan kurikulum berkaitan tentang budaya lokal dalam upaya pelestarian budaya adat

Lombok ini.

Page 40: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 640

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Berdasarkan need analysis di atas maka peneliti melaksanakan penelitian dengan judul

pengembangan buku ajar berbasis kearifan lokal pada siswa sekolah dasar kelas V. Buku ajar

berbasis kearifan lokal ini diharapkan membantu guru dalam melestarikan budaya lokal dalam

pembelajaran yang dilaksanakan khususnya di sekolah dasar.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1). Bagaimana mengembangkan

buku ajar berbasis kearifan lokal yang layak untuk siswa kelas V sekolah dasar?; (2). Bagaimana

efektifitas buku ajar berbasis kearifan lokal untuk siswa kelas V sekolah dasar?. Selanjutnya tujuan

penelitian ini adalah: (1). Menghasilkan buku ajar berbasis kearifan lokal yang layak untuk siswa

kelas V sekolah dasar; (2). Mengetahui efektifitas buku ajar berbasis kearifan lokal untuk siswa

kelas V sekolah dasar.

Selanjutnya manfaat penelitian yang diperoleh adalah: (1). Menghasilkan buku ajar berbasis

kearifan lokal untuk siswa kelas V sekolah dasar; (2). Melestarikan budaya lokal (Lombok) sebagai

identitas dan ciri khas daerah; (3). Memberikan pemahaman kepada siswa tentang budaya-budaya

yang ada di Lombok;(4). Menjadi rujukan bagi pemerintah daerah dalam merancang kurikulum

yang berkaitan tentang budaya lokal.

Target Luaran

Target luaran yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah: (1). Buku ajar berbasis kearifan

lokal untuk siswa kelas V sekolah dasar; (1) jurnal nasional terakreditasi/tidak terakreditasi; (3).

Artikel dalam temu seminar nasional.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah research and development (penelitian dan pengembangan). Penelitian ini

mengembangkan buku ajar berbasis kearifan lokal untuk kelas V sekolah dasar.

Tahapan-Tahapan Penelitian Pengembangan

Tahapan pengembangan dalam penelitian ini terdiri 10 langkah seperti yang dikemukan oleh

Borg and Gall (1983: 775). Langkah-langkah tersebut yaitu: (1) Research and information

collecting (mengumpulkan informasi dan melakukan penelitian awal; (2) Planning (perencanaan);

(3) Developing preliminary form of product (mengembangkan produk awal); (4) Preliminary field

testing (ujicoba awal); (5) Main product revision (melakukan revisi untuk menyusun produk utama;

(6) Main field testing (melakukan ujicoba lapangan); (7) Operasional product revision (melakukan

ujicoba untuk menyusun produk operasional; (8) Operational field testing (melakukan ujicoba

penyempurnaan produk); (9) Final product revision (melakukan revisi produk akhir); dan (10)

Dissemination and implementation (penyebaran dan pelaksanaan). Penentuan jumlah subjek pada

penelitian ini mengacu pada model Borg and Gall yakni jumlah subjek uji coba dalam setiap

tahapnya akan meningkat.

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan di lakukan pada siswa kelas V SD Negeri 1 Midang dan kecamatan

Gunungsari kabupaten Lombok Barat.

Tahapan Penelitian

Adapun desain/rancangan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Ujicoba Terbatas

Ujicoba terbatas dilakukan di SD Negeri 1 Midang kelas VA dengan menggunakan one shot

case study. Pemilihan subjek dilakukan dengan dengan membagi siswa dalam tiga kategori prestasi

yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Ujicoba ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan buku ajar

berbasis kearifan lokal berdasarkan observasi. Desain one shot case study digambarkan sebagai

berikut.

Keterangan:

X= Pembelajaran dengan menggunakan buku ajar berbasis kearifan lokal

O=hasil observasi setelah perlakuan

2. Ujicoba Lapangan

Ujicoba lapangan dilakukan di SD N 1 Midang kelas VA dengan menggunakan one group

pretest-posttest design. Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Page 41: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 641

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Keterangan:

X=Pembelajaran dengan menggunakan buku ajar berbasis kearifan lokal

O2=hasil pretest (sebelum memperoleh perlakuan)

O1=hasil posttest (setelah mendapat perlakuan)

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: (1).

Wawancara, dilakukan oleh peneliti kepada guru kelas V SD Negeri 1 Midang dengan

menggunakan pedoman wawancara. Jenis pedoman wawancara yang digunakan adalah

semiterstruktur yaitu jawaban dari pertanyaan dapat dikembangkan oleh guru; (2). Observasi,

bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara buku ajar yang dibuat dengan pelaksanaan

pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Observasi dilakukan terhadap kegiatan yang dilkukan oleh

guru dan siswa; (3). Angket, diberikan dengan tujuan mengetahui kebermanfaatan buku ajar yang

telah gunakan dalam proses pembelajaran. Pemberian angket dilakukan pada akhir proses

pelaksanaan pembelajaran; (4). Tes, dilakukan bertujuan untuk membandingkan hasil pretest dan

posttest siswa. Tes dilakukan dua kali setiap pertemuan yaitu di awal dan di akhir pembelajaran

pada ujicoba lapangan dan ujicoba produk operasional.

Teknik Analisis Data

1. Data kelayakan produk

Langkah-langkah analisis data kelayakan buku ajar berbasis kearifan lokal untuk siswa kelas V

sekolah dasar adalah sebagai berikut: (a) mengubah penilaian dalam bentuk kualitatif menjadi

kuantitatif dengan ketentuan skor 5 untuk kriteria sangat baik; skor 4 untuk kriteria baik; skor 3

untuk kriteria cukup baik; skor 2 untuk kriteria kurang baik; dan skor 1 untuk kriteria tidak baik, (b)

data yang terkumpul kemudian dilakukan penghitungan rata-rata, dan (c) mengubah skor rata-rata

menjadi nilai kualitatif berdasarkan kriteria penilaian (Sukardjo, 2006: 55). Adapun kriteria

kelayakan buku ajar berbasis kearifan lokal meliputi aspek kelayakan isi, kebahasaan, penyajian,

dan kegrafikan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Konversi Nilai Skala 5

Interval Skor Kategori

X > Xi + 1,8. SBi Sangat baik

Xi + 0,6. SBi < X ≤ Xi + 1,8. SBi Baik

Xi – 0,6. SBi < X ≤ Xi + 0,6. SBi Cukup baik

Xi – 1,8. SBi < X ≤ Xi – 0,6. SBi Kurang baik

X ≤ Xi – 1,8. SBI Tidak baik

Keterangan:

X = skor aktual (empiris)

Xi = mean ideal, dihitung dengan rumus: Xi = ½ (skor maksimal ideal + skor minimal ideal)

SBi = simbangan baku ideal, dihitung dengan rumus: SBi = 1/6 (skor maksimal ideal – skor

minimal ideal)

Dalam penelitian ini, kelayakan buku ajar berbasis kearifan lokal untuk siswa kelas V sekolah

dasar ditentukan dengan kategori baik. Jadi jika hasil penilaian masing-masing aspek adalah baik,

maka produk pengembangan ini layak untuk digunakan.

2. Data keefektifan produk

Proses evaluasi terhadap efektifitas produk dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan

buku ajar berbasis kearifan lokal untuk siswa kelas V sekolah dasar. Analisis keefektifan buku ajar

berbasis kearifan lokal dilakukan dengan uji hipotesis menggunakan program computer Statistical

Package for the Social Science (SPSS) 17.0 dengan uji independentsample t-test yang dilakukan

terhadap nilai gain standar siswa sebagai berikut.

Gain Standar = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚−𝑛𝑖𝑙가𝑖 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡

(Hake, 2002: 3)

O1X O2

Page 42: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 642

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Uji independent sample t-test yang digunakan adalah uji satu pihak (pihak kanan). Persamaan

yang digunakan untuk uji t adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Mx = nilai rata-rata hasil kelompok eksperimen

My = nilai rata-rata hasil kelompok kontrol

Nx = banyaknya subjek kelompok eksperimen

Ny = banyaknya subjek kelompok kontrol

X = deviasi setiap nilai X2 dan X1

Y = deviasi setiap nilai Y2 dan Y1

Daerah pengambilan keputusan atau kriteria pengujian sebagai berikut:

H0 = tidak terdapat perbedaan antara rata-rata hasil pengamatan kelas kontrol dan kelas

eksperimen

H1 = terdapat perbedaan antara rata-rata hasil pengamatan kelas kontrol dan kelas eksperimen

Kriteria penerimaan H0 atau penolakan H1 pada taraf signifikansi 5% sebagai berikut:

H0 ditolak apabila thitung< ttabel atau thitung< ttabel dan skor signifikansi < taraf signifikansi 0.05.

H0 diterima apabila thitung> ttabel atau thitung> ttabel dan skor signifikansi > taraf signifikansi 0.05.

HASIL PENELITIAN

Hasil Pengembangan

Pengembangan buku ajar berbasis kearifan lokal pada siswa kelas V sekolah dasar

menggunakan penelitian dan pengembangan (research and development). Model pengembangan

diadaptasi dari Borg and Gall dengan prosedur sebagai berikut: (1) mengumpulkan informasi dan

melakukan penelitian awal; (2) perencanaan; (3) pengembangan produk; (4) ujicoba terbatas; (5)

revisi produk; (6) ujicoba lapangan; (7) revisi produk; (8) ujicoba produk operasional; dan (9) revisi

produk akhir.

Hasil Validasi Produk

Lembar penilaian produk dilakukan oleh ahli materi dan media. Lembar penilaian disusun

berdasarkan kriteria penyusunan buku ajar. Hal ini bertujuan untuk memperoleh kelayakan produk

buku ajar. Hasil validasi produk buku ajar berbasis kearifan lokal siswa kelas V sekolah dasar oleh

ahli materi dan ahli evaluasi kemudian dikonversikan menjadi skala 5 sebagai berikut. Berikut ini

hasil validasi ahli materi dan media terhadap kelayakan buku ajar yang dikembangkan:

Tabel 2. Hasil Penilaian Produk Buku Ajar Berbasis Kearifan Lokal Oleh Ahli Materi dan Ahli

Media.

No Aspek Skor Ahli Materi Skor Ahli Media Rentang Skor Rerata Kategori

1 10 10 2 – 10 10 Sangat Baik

2 20 23 5 – 25 21.5 Sangat Baik

3 5 5 1 - 5 5 Sangat Baik

4 4 5 1 – 5 4.5 Sangat Baik

5 13 13 3 - 15 13 Sangat Baik

6 8 8 2 – 10 8 Baik

7 12 13 2 – 10 12.5 Baik

8 8 9 2 - 10 8.5 Sangat Baik

9 5 4 1 - 5 4.5 Sangat Baik

10 15 13 3 - 15 14 Sangat Baik

Ujicoba Terbatas

Ujicoba terbatas dilakukan pada siswa kelas V SD Negeri 1 Midang dengan jumlah siswa

sebanyak 12 orang. Pemilihan subjek ujicoba dilakukan dengan membagi siswa kedalam tiga

kategori berdasarkan prestasinya yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Masing-masing kategori diwakili

oleh empat orang siswa. Adapun tujuan dari ujicoba terbatas yaitu untuk memperoleh informasi

yang dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan revisi terhadap produk yang dikembangkan

Page 43: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 643

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

dan selanjutnya akan direvisi untuk dilaksanakan pada ujicoba lapangan dan ujicoba produk

operasional.

Hasil ujicoba terbatas dapat diketahui dengan menggunakan angket yang diberikan kepada

guru dan siswa yang bertujuan untuk mengetahui respon guru dan siswa terhadap buku ajar berbasis

kearifan lokal yang digunakan. Guru dan siswa diminta untuk mengisi angket dengan skala guttman

yaitu siswa diberikan pernyataan dan diminta memberikan respon/tanggapannya dengan memilih

salah satu pilihan yaitu “ya” atau “tidak”. Berikut tabel respon siswa pada ujicoba terbatas dan

perhitungan secara lengkap terdapat pada lampiran.

Tabel 3. Hasil Angket Respon Siswa Terhadap Ajar Berbasis Kearifan Lokal

Aspek Pilihan Jawaban Rerata

Kategori Ya Tidak Ya Tidak

Kelayakan isi 51 9 85 15 Sangat baik

Penyajian 50 10 83.33 16.4 Sangat baik

Kemanfaatan 54 6 90 10 Sangat baik

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hasil penilaian pada masing-masing aspek

pernyataan nomor 1 sampai 5 yang termasuk pada aspek yang termasuk kelayakan isi mendapatkan

skor 85 dengan kategori sangat baik. Pernyataan nomor 6 sampai 10 yang termasuk pada aspek

penyajian materi mendapatkan skor 83.33 dengan kategori sangat baik. Pernyataan nomor 11

sampai 15 yang termasuk pada aspek kemanfaatan mendapatkan skor 90 dengan kategori sangat

baik. Secara keseluruhan pada hasil angket respon siswa terhadap buku ajar berbasis kearifan lokal

memperoleh skor rerata 86.11 dengan kategori sangat baik.

Tabel 4. Hasil angket respon guru terhadap buku ajar berbasis kearifan lokal pada ujicoba terbatas.

No Aspek Skor Rentang skor Kategori

1 Sistematika buku ajar 10 2 – 10 Sangat baik

2 Materi 31 7 – 35 Sangat baik

3 Proses pembelajaran 24 5 – 25 Sangat baik

4 Bahasa/keterbacaan 15 3 – 15 Sangat baik

5 Penilaian 14 3 – 15 Sangat baik

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hasil angket respon guru pada masing-

masing aspek dan aspek secara keseluruhan. Skor total hasil angket respon guru terhadap buku ajar

berbasis kearifan lokal adalah 94 masuk pada kategori sangat baik.

Ujicoba Lapangan

Ujicoba lapangan dilaksanakan di kelas VB SD 1 Midang dengan jumlah sampel sebesar 18

siswa dengan kategori 6 siswa dengan prestasi tinggi, 6 siswa dengan prestasi sedang, dan 6 siswa

dengan prestasi rendah. Adapun tujuan dari ujicoba terbatas yaitu untuk memperoleh informasi

yang dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan revisi terhadap produk yang dikembangkan

dan selanjutnya akan direvisi untuk dilaksanakan pada ujicoba produk operasional. Hasil ujicoba

lapangan dapat diketahui dengan menggunakan angket yang diberikan kepada guru dan siswa yang

bertujuan untuk mengetahui respon guru dan siswa terhadap buku ajar berbasis kearifan lokal yang

digunakan. Guru dan siswa diminta untuk mengisi angket dengan skala guttman yaitu siswa

diberikan pernyataan dan diminta memberikan respon/tanggapannya dengan memilih salah satu

pilihan yaitu “ya” atau “tidak”. Berikut tabel respon siswa pada ujicoba terbatas dan perhitungan

secara lengkap terdapat pada lampiran.

Tabel 5. Data hasil respon siswa terhadap buku ajar berbasis kearifan lokal pada ujicoba lapangan

Aspek Pilihan Jawaban Rerata

Kategori Ya Tidak Ya Tidak

Kelayakan isi 80 10 88.89 11.11 Sangat baik

Penyajian 81 9 90 10 Sangat baik

Kemanfaatan 80 10 88.89 11.11 Sangat baik

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hasil penilaian pada masing-masing aspek

pernyataan nomor 1 sampai 5 yang termasuk pada aspek yang termasuk kelayakan isi mendapatkan

skor 88.89 dengan kategori sangat baik. Pernyataan nomor 6 sampai 10 yang termasuk pada aspek

Page 44: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 644

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

penyajian materi mendapatkan skor 90 dengan kategori sangat baik. Pernyataan nomor 11 sampai

15 yang termasuk pada aspek kemanfaatan mendapatkan skor 88.89 dengan kategori sangat baik.

Secara keseluruhan pada hasil angket respon siswa terhadap buku ajar berbasis kearifamemperoleh

skor rerata 89.25 dengan kategori sangat baik.

Tabel 6. Hasil angket respon guru terhadap buku ajar berbasis kearifan lokal pada ujicoba lapangan

No Aspek Skor Rentang skor Kategori

1 Sistematika buku ajar 10 2 – 10 Sangat baik

2 Materi 30 7 – 35 Sangat baik

3 Proses pembelajaran 23 5 – 25 Sangat baik

4 Bahasa/keterbacaan 14 3 – 15 Sangat baik

5 Penilaian 14 3 – 15 Sangat baik

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hasil angket respon guru pada masing-

masing aspek dan aspek secara keseluruhan. Skor total hasil angket respon guru terhadap buku ajar

berbasis kearifan lokal adalah 91 masuk pada kategori sangat baik.

Luaran Yang Dicapai

Luaran yang dicapai dalam pengembangan ini adalah buku ajar berbasis kearifan lokal.

Adapun laporan kemajuan yang telah dicapai adalah berupa draft buku ajar yang selanjutnya akan

sampai pada hasil akhir yaitu buku ajar berbasis kearifan lokal untuk kelas V sekolah dasar.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data maka diperoleh kesimpulan dalam penelitian

pengembangan ini sebagai berikut: produk hasil penelitian dan pengembangan ini berupa buku ajar

berbasis kearifan lokal yang didasarkan pada hasil penilaian ahli materi dan ahli media serta hasil

ujicoba produk pada aspek sistematika, kesesuaian isi, pengembangan materi, perkembangan

kognitif, penggunaan bahasa, keserasian ilustrasi, moral, dan idiom baku kedaerahan dinyatakan

layak sebagai sebagai salah satu buku ajar yang digunakan pada proses pembelajaran di kelas V

sekolah dasar.

SARAN

Saran dalam pemanfaatan produk buku ajar berbasis kearifan lokal hasil pengembangan

sebagai berikut: (1). Produk buku ajar berbasis kearifan lokal yang telah dikembangkan diharapkan

dapat digunakan oleh guru dalam mengembangkan wawasan siswa tentang pemahaman budaya; (2).

Dapat dijadikan sebagai panduan oleh guru dalam mengajarkan mata pelajaran muatan lokal; (3).

Produk buku ajar berbasis kearifan lokal dapat dijadikan bagi guru di sekolah lain dalam

mengembangkan pemahaman siswa mengenai kearifan lokal yang ada di masing-masing daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Barus, Y.K & Djukri. (2013). Pengembangan buku teks tematik tema permainan untuk kelas III

SDN tridadi Sleman Yogyakarta. Jurnal Prima Edukasia, Volume 1, No. 2. Pg. 223

BNSP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Jakarta: Depdiknas.

Borg, W.R., & Gall, M.D. (1983). Educational research an introduction (4th ed.) New York &

London: Longman

Hake, R.R. (2002). Relationship of individual student normalized learning gains in mechanics with

gender, high-school physics, and pretest scores on mathematics and spatial visualization.

Journal Indiana Emeritus, Vol. 2. No. 1, pg. 3

Juniarta, H.P., Susilo, E., & Primyastanto, M. (2013). Kajian profil kearifan lokal masyarakat

pesisir pulau gili kecamatan sumberasih kecamatan probolinggo jawa tengah. Jurnal

ECSOFiM, Vol. No. 1, Pg. 12.

Permendikbud. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesi Nomor

81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum.

Presiden. (2005). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen.

Ridwan, N. (2007). Landasan keilmuan kearian lokal. Jurnal STAIN, Vol. 3, no. 2, pg. 9

Page 45: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Nusa Tenggara Barat | 645

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Siswadi, Taruna, T., & Purnaweni, H. (2011). Kearifan lokal dalam melestarikan mata air (studi

kasus di desa purwogondo, kecamatan boja, kabupaten Kendal). Junal Ilmu Lingkungan, Vol.

9, No. 2, Pg. 64

Sungharat, U. et.al. (2010). Local wisdom: the development of community culture and production

processes in Thailand. International Business & Economics Research Journal, Vol. 9, No. 11,

Pg. 117

UNESCO. (2005). A compherensive strategy for textbook and learning materials. France:

UNESCO.

Page 46: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 646

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

STUDI KORELASI MOTIVASI DAN MINAT SISWA TERHADAP KECERDASAN

INTELEKTUAL SISWA DI SMA NEGERI 1 MATARAM

Sawaludin1; Candra2; Edi Yanto3

1,2,3 Universitas Muhammadiyah Mataram

Abstrak: SMA Negeri 1 Mataram merupakan salah satu sekolah yang menerapkan sistem

RSBI di Nusa Tenggara Barat. Dengan sistem tersebut menjadikan sekolah SMAN 1 Mataram lebih

unggul dari sekolah lain, salah satu prestasinya yaitu kegiatan ekstra kurikuler sekolah dengan

juara lomba debad tingkat internasional English Conversasion. Disamping itu dalam setiap tahun

SMAN 1 Mataram merupakan sekolah yang memperoleh nilai tertinggi UN di Nusa Tenggara

Barat, prestasi tersebut merupakan hal yang wajar, karena lingkungan belajar serta fasilitas SMAN

1 Mataram memadai, dengan demikian keunggulan sekolah tersebut menjadi perahatian peneliti,

karena tidak terlepas dari motivasi, minat dan kecerdasan intelektual siswa, sehingga perlu

dilakukan kajian lebih konprehenship untuk melihat hubungan variabel tewrsebut. Tujuan dalam

penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan antara motivasi, minat dan kecerdasan intelektual

Siswa di SMAN 1 Mataram. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Kuantitatif dengan

pendekatan expost-fakto, penlitian ini adalah menggunakan tehnik sampling sederhana untuk

menentuan obyek penelitian, dengan tehnik pengumpulan data menggunakan angket untuk data

motivasi dan minat belajar siswa sedangkan kecerdasan intelektual siswa dengan menggunakan

nilai raport bidang studi PPKn smester genap, jenis data yang dikumpulkan adalah kuantitatif dan

sumber data primer. Sementara angket dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui

tingkat konsistensi instrumen tersebut serta uji normalitas untuk peryaratan analisis. Analisis data

menggunakan korelasi koefisen ganda. Hasil penelitian diperoleh hubungan motivasi dengan

kecerdasan intelektual sebesar 17,41 (Fhitung 17,41 > Ftabel 3,34) pada taraf kesalahan 5 %,

sementara minat dan kecerdasan intelektual sebesar 11,76 (Fhitung 11,76 > Ftabel 3,34) pada taraf

kesalahan 5 %, sedangkan secara simultan hubungan motivasi, minat dan kecerdasan intelektual

adalah sebesar 3,35 (Fhitung > Ftabel 3,34) pada taraf signifikan 5 %. Dari hasil penelitian tersebut

dapat dijelaskan bahwa disamping pengaruh fasilitas serta kondisi lingkungan belajar yang

memadai, SMA Negeri 1 Mataram termasuk peserta didik yang memiliki tingkat motivasi, minat

belajar yang baik, sehingga memempengaruhi kecerdasan intelektual siswa yang belajar dalam

lingkungan sekolah tersebut.

Kata Kunci: Motivasi, Minat, Kecerdasan Intelektual

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu usahas adar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20 Tahun

2003). Sementara Soekidjo Notoatmodjo (2003) menjelaskan pendidikan secara umum yaitu segala

upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau

masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari

penjelasan pendidikan tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan merupakan salah satu bentuk

usaha untuk menyadarkan peserta didik sebagai proses perubahan sikap serta perilaku yang

bermuara pada nilai dan moral yang positif.

Sementara fungsi serta tujuan pendidikan secara nasional menjadi sangat penting bagi

perkembangan bangsa Indonesia, yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

Page 47: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 647

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri

dan menjadi warganegara yang demokrasi serta betanggungjawab (UU No. 20 Tahun 2003).

SMA Negeri 1 Mataram merupakan salah satu sekolah unggulan yang ada di daerah Nusa

Tenggara Barat, dengan menerapkan sistem belajar RSBI, sehingga hamper setiap tahun siswa

SMAN 1 Mataram memperoleh angka kelulusan sangat tinggi dibandingkan dengan sekolah yang

lain di daerah NTB, disamping itu siswa SMAN 1 Mataram bias dikatakan sekolah yang banyak

mendapatkan prestasi, hal ini dapat dilihat pada tahun 2014siswa SMAN 1 Mataram meraih juara

lomba debad English Conversasion tingkat internasional.

Keunggulan siswa SMAN 1 Mataram adalah diterapkannya sistem pembelajaran yang

didesain dengan konsep tarafinternasional, dengan kondisi belajar yang efektif, serta dilengkapi

dengan sarana dan prasaranan yang memadai dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain yang ada

di NTB. Penulis berasumsi bahwa disamping sarana serta system pembelajaran yang efektif

tersebut, adaf aktor lain yang ikut serta mempengaruhi siswa SMAN 1 Mataram lebih unggul dari

sekolah lain yaitu pengaruh dari faktor internal siswa itu sendiri, seperti minat dan motivasi belajar

dari siswa. Oleh karena itu faktor utama dari keberhasilan belajar siswa adalah kemampuan dari

dalam yang dimiliki masing–masing peserta didik, bagaimanapun ketersediaan fasilitas serta

kondisi belajar yang baik yang diciptakan oleh sekolah.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti perlu merumuskan masalah dalam

penelitian ini, yaitu

a. Apakah terdapat korelasi positif, determinis dan signifikan antara motivasi dengan

kecerdasan intelektual siswa di SMAN 1 Mataram?

b. Apakah terdapat korelasi positif, determinis dan signifikan antara minat belajar dengan

kecerdasan intelektual siswa di SMAN 1 Mataram?

c. Apakah terdapat korelasi positif antara motivasi dengan minat belajar siswa di SMAN 1

Mataram?

d. Apakah terdapat korelasi positif determinis dan signifikan antara motivasi dan minat

belajar siswa terhadap kecerdasan intelektual siswa di SMAN 1 Mataram?

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kecerdasan intelektual siswa di SMAN 1

Mataram merupakan atas dorongan motivasi dan minat belajar siswa yang tinggi, dan bukan atas

dorongan yang lainya, sehingga informasi dari hasil penelitian ini bias dijadikan sebagai acuan

untuk mengembangkan kebijakan bagi guru, sekolah, pemerintah maupun untuk kajian akademisi

TINJAUANPUSTAKA 2.1.Kecerdasan Intelektual(IQ)

Kecerdasan intelektual adalah ukuran kemampuan intelektual analisis logika dan rasio

seseorang. IQ merupakan kecerdasan otak mengelola menyimpan informasi menjadi fakta (Azwar,

2010). Sedangkan Dalyono (2007), mengemukakan bahwa kecerdasan intelektual adalah sebagai

kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dari pengalaman.

Orang yang memiliki kecerdasan intelektual adalah orang yang memiliki kemampuan

untuk menyatukan pengalaman-pengalaman, kemampuan untuk belajar dengan lebih baik,

kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sulit dengan memperhatikan aspek psikologis

dan intelektual serta kemampuan untuk berpikir abstrak.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Intelektual (IQ) Seperti yang telah kita

ketahui bahwa setiap individu memilik itingkat IQ yang berbeda-beda. Menurut Dalyono (2007),

ada beberapa factor yang mempengruhi kecerdasan intelektual seseorang anatara lain pembawaan,

faktor lingkungan, faktor kematangan, minat dan pembawaan yang khas serta kebebasan.

2.2 Minat Belajar

Sriyanti (2009) minat merupakan kecenderungan untuk memperhatikan dan berbuat

sesuatu. Sementara Syah (2010) juga mengungkapkan bahwa minat itu kecenderungan dan

Page 48: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 648

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Kemudian minat menurut

Ensiklopedi Pendidikan (Kartawidjaja:1987) adalah kesediaan jiwa yang sifatnya aktif untuk

menerima sesuatu dari luar. Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa minat merupakan

perangsang yang ikut mempengaruhi bagaimana peserta didik memperhatikan pelajaran yang

diperolehnya.

Beberapa aspek minat yang perlu di pehatikan menurut Hurlock (1978), antara lain aspek

kognitif dan aspek afekti. Disamping aspek tersebut ada beberapa indikator, yang dapat

diperhatikan atau tolak ukur guru merasakan bahwa siswa memiliki minat dalam proses belajar.

Indikator minat dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah ala tpemantau (sesuatu) yang dapat

memberikan petunjuk atau keterangan, diantaranya ada beberapa indicator minat belajar siswa

yang tinggi yang dapat diperhatikan oleh guru menurut safari (2005) antara lain,a) kesukaan, b)

ketertarikan, c) perhatian, d) keterlibatan.

2.3 MotivasiBelajar

Motivasi merupakan faktor sangat penting yang perlu diperhatikan dalam proses

terjadinya interaksi belajar di kelas, sehingga pendidik memperoleh pemahaman awal untuk

mengembangkan metode maupun strategi yang digunakan pada saat mengajar, karena pada

prinsipnya guru yang pintar mengembangkan strategi pembelajaran, belum tentu mampu

memberikan hasil maksimal kepada peserta didik, jika factor motivasi tidak diperhatikan oleh

pendidik, karena guru merupakan salah satu factor yang mengembangkan motivasi belajar siswa,

maka sudah menjadi kewajiban bagi pendidik untuk memberikan motivasi, seperti yang dijelaskan

oleh Syaiful (2012) bahwa guru harus bias membagkitkan semangat belajar siswa dengan

memanfaatkan kedua macam motivasi, yaitu motivasi intrinsic dan ekstrinsik.

Ciri motivasi tersebut menjadi acuan oleh guru sebelum melakukan proses belajar

mengajar, sehingga guru mampu memperhatikan gejala– gejala tersebut yang timbul dalam diri

peserta didik, sehingga interaksi belajar berjalan dengan sesuai tujuan pembelajaran yang telah

direncanakan oleh guru. Dalam penelitian ini peneliti mengembangkan teori Frandsen dalam

mengembangkan instrument pengukuran motivasi belajar siswa, diantaranya antara lain jenis

motivasi yang disampaikan oleh Frandsen (dalam Sardiman:2014) :1). Cognitivemotives

(pengembangan intelektual), 2).Self–expression (aktualisasidiri), 3). Self-enhancement (pencapaian

prestasi).

METODE PENELITIAN 4.1 Penelitian yang Digunakan

Jenispenelitianyang digunakandalampenelitian adalah penelitian kuantitatif dengan

pendekatan non eksperimen yaitu peneliti menggunakan pendekatan korelasi. dalam penelitian ini

termasuk model hubungan kausal yaitu adanya sebab dan akibat.

Sementara ciri dari penelitian korelasi seperti yang dijelaskan Yatim Riyanto (dalam

Musfiqon: 2012), sekaligus yang perlu diperhatikan oleh peneliti antara lain: Menghubungan dua

variabel atau lebih, Besarnya hubungan didasarkan pada koefisien korelasi, Dalam melihat

hubungan tidak dilakukan manipulasi, seperti penelitian eksperime, Datanya bersifat kuantitatif,

Dianalisis menggunakan statistic koefisien korelasi ganda.

4.2.Lokasi Penelitian

Penelitian inidi lakukan di SMAN 1 Mataram, adapun alasan peneliti memilih lokasi

tersebut, karena peneliti berasumsi bahwa minat serta motivasi belajar siswa di SMAN1 Mataram

sangat cukup baik, hal ini dapat dilihat dari tingkat kelulusan siswa disekolah tersebut sangat

cukup tinggi.

4.3.Informan dan Sampel

Dalam penelitian kuantitatif tehnik penentuan informan memiliki perbedaan dengan

penelitian kualitatif ataupun yang lainnya, sehingga penelitian kuantitatif hanya dikenal dengan

istilah sampel untuk menentukan responden yang akan diteliti. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan random kelas untuk memilihresponden yang menjadi objek penelitian.

4.4.Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Page 49: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 649

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peneliti menggunakan

angket motivasi, minat belajar siswa dan hasil nilai raport semester ganjl untuk data kecerdasan

intelektual siswa. Sementara analisis data yang digunakan yaitu rumus statistic korelasi ganda.

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian

Hasil uji coba instrumen motivasi belajar dan minat belajar siswa, diperoleh validitas butir

item motivasi sebanyak 29 item dengan 16 item gugur, sementara untuk butir item pernyataan

minat belajar siswa sebesar 26 butir yang valid dan 24 yang gugur, sehingga dalam pengujian

implementasi intrumen peneliti melakukan revisi mengingat beberapa item pertanyaan yang tidak

sesuai dengan kriteria indikator yang telah ditentukan, sehingga dilakukan perbaikan. Sementara

untuk reliabilitasnya variabel motivasi belajar 0,91dan minat belajar siswa sebesar 0,81, kedua

instrumen tersebut memiliki tingkat konsitensi atau disebut juga ajeg dengan kategori sangat tinggi.

Tabel 5.1: Hasil Motivasi Belajar, Minat dan Kecerdasan Intelektual Siswa

Res Motivasi

Belajar

Siswa

Minat

Belajar

Siswa

Kecerdasan

Intelektual

Siswa

Res Motivasi

Belajar

Siswa

Minat

Belajar

siswa

Kecerdasan

Intelektual

Siswa

1 202 154 82 16 180 179 90

2 172 128 88 17 187 196 84

3 177 155 87 18 201 138 83

4 168 135 83 19 164 157 83

5 193 169 91 20 165 105 87

6 160 154 90 21 186 155 88

7 176 179 90 22 139 163 84

8 149 135 83 23 173 164 87

9 170 182 84 24 181 179 85

10 200 185 88 25 194 167 88

11 197 169 85 26 177 174 83

12 197 184 86 27 187 197 89

13 177 144 88 28 195 167 83

14 189 152 86 29 186 172 85

15 171 174 89 30 202 187 95

Berdasarkan data yang terkumpul dengan jumlah tresponden 30 orang diperoleh skor untuk

varibel motivasi belajar siswa skor terendah 105 sedangkan tertinggi 197, sehingga diperoleh skor

rata – rata 163,3 dengan median 165,3 sementara modus pada data motivasi belajar tersebut 155,9

dengan simpangan bakunya sebesar 21,08, Untuk data minat belajar siswa diperoleh skor terendah

139 dan tertinggi 202 dengan skor rata – rata sebesar 180,5, median 180,5 dengan modus 173,5 dan

simpangan bakunya sebesar 15,78, sementara skor terendah kecerdasan intelektual siswa 82 dan

tertinggi 95 dengan rata - rata 86,47 dengan median 86, sementara modus pada data tersebut 86 dan

simpangan baku sebesar 3,0708.

Variabel motivasi belajar siswa diperoleh chi-kuadrat hitung 9,636 dan chi kuadrat tabel

dengan db = 11 - 3 =8, diperoleh harga chi – kuadrat tabel pada taraf kepercayaan 95 % = 15,5 dan

99% = 20,1, (9,636 < 15,5) data berdistrubusi normal. Variabel minat belajar siswa diperoleh chi-

kuadrat hitung 5,790 dan chi-kuadrat tabel dengan db = 10 -3 =7, diperoleh harga chi– kuadrat tabel

pada taraf kepercayaan 95 % = 14,1 dan 99% = 18,5, (5,790 < 14,1) data berdistrubusi normal.

Variabel kecerdasan intelektual siswa diperoleh hasil perhitungan chi-kuadrat hitung 5,96 dan chi

kuadrat tabel dengan db = 5 - 3 =2, diperoleh harga chi – kuadrat tabel pada taraf kepercayaan 95 %

= 5,99 dan 99% = 9,21 (5,96 < 5,99) data berdistrubusi normal.

4.2 Uji Hipotesis

Berdsarkan hasil uji implementasi angka korelasi secara parsial variabel motivasi (X1)

dengan kecerdasan intelektual (Y) sebesar 0.619 dengan kategori kuat, minat belajar siswa (X2)

Page 50: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 650

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

dengan kecerdasan intelektual siswa (Y) sebesar 0,542 dengan kategori cukup, motivasi belajar

siswa (X1) dengan minat belajar siswa (X2) sebesar 0,859 dengan kategori sangat kuat sedangkan

hubungan secara simultan antara motivasi belajar siswa (X1), minat belajar siswa (X2) terhadap

kecerdasan intelektual siswa (Y) sebesar 0,619 kategori kuat.

Koefisien determinasi diperoleh kontribusi yang disumbangkan secara simultan oleh

motivasi belajar (X1) dan minat belajar siswa (X2) terhadap kecerdasan intelektual siswa (Y)

adalah x 100 % = 38,3 % dan sisanya sebesar 61,7 % dipengaruhi oleh faktor lain,

kontribusi yang disumbangkan variabel motivasi belajar siswa (X1) terhadap kecerdasan intelektual

siswa (Y) adalah x 100 % = 38,3 % dan sisanya sebesar 61,7 % dipengaruhi oleh faktor

lain sedangkan kontribusi atau yang disumbangkan variabel minat belajar siswa (X2) terhadap

kecerdasan intelektual siswa (Y) sebesar x 100 % = 29,4 % dan sisanya sebesar 70,6 %

dipengaruhi oleh faktor lain

Uji signifikansi atau uji pembuktian terhadap hubungan setiap variabel tersebut dengan

menggunakan uji Fisher (F), sehingga dapat dilihat kuat atau lemahnya hubungan variabel tersebut.

Hubungan secara simultan atau parsial, untuk hubungan motivasi belajar siswa (X1), minat belajar

siswa (X2) terhadap kecerdasan intelektual siswa (Y) diperoleh hasil uji signifikansi sebesar

Fhitung = 8,348 dengan Ftabel 3,35 pada taraf kepercayaan 0,05 dengan demikian Fhitung > Ftabel

artinya terdapat hubungan yang signifikan, sedangkan antara motivasi belajar siswa (X1) dengan

kecerdasan intelektual siswa (Y) diperoleh Fhitung sebesar 17,41 dengan Ftabel 3,34 pada taraf

kepercayaan 0,05, dapat dikatakan terdapat hubungan yang signifikan dimana Fhitung > Ftabel,

sementara hubungan minat belajar siswa (X2) dengan kecerdasan intelektual siswa (Y) diperoleh

Fhitung sebesar 11,76 dan Ftabel 3,34 dengan taraf kepercayaan 0,05 dan terdapat hubungan yang

signifikan.

4.3 Pembahasan

Motivasi belajar siswa memiliki hubungan yang kuat terhadap kecerdasan intelektual siswa

dengan harga korelasi sebesar 0,619, artinya semikin tinggi motivasi belajar siswa maka kecerdasan

intelektual siswa akan semakin tinggi, hubungan kedua variabel tersebut merupakan hubungan

positif, kekuatan hubungan kedua variabel tersebut dapat dilihat hasil uji signifikansi dengan hasil

diperoleh Fhitung sebesar 17,41 dan Ftabel 3,34, artinya hubungan kedua viariabel tersebut

memang terjadi secara interaktif, dimana siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi akan

memmpengaruhi kecerdasan intelektual siswa, sebaliknya kecerdasan intelektual membangkitkan

motivasi belajar siswa tersebut. Terjadinya hubungan yang kuat antara motivasi belajar siswa

dengan kecerdasan intelektual siswa SMAN 01 Mataram sesuai dengan yang disampaikan Dalyono

bahwa kecerdasan intelektual merupakan kemammpuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau

disebut juga belajar dari pengalaman, penjelasan tersebut selaras dengan definisi motivasi yang

diutarakan oleh Yamin bahwa motivasi merupakan daya pengerak psikis dari dalam diri seseorang

untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambahkan keterampilan. Sementara secara

determinasi atau kontribusi yang disumbangkan oleh variabel motivasi belajar siswa terhadap

kecerdasan intelektual siswa sebesar 38,3 % dan 61,7% dipengaruhi oleh faktor lain, hal tersebut

menunjukan bahwa motivasi belajar bukan salah satu variabel yang memempengaruhi kecerdasan

intelektual siswa SMAN 1 Mataram secara mutlak, tapi terdapat variabel lain yang ikut

berkontribusi.

Sementara minat belajar siswa memiliki hubungan yang cukup terhadap kecerdasan

intelektual siswa dengan harga koefisien korelasi sebesar 0,542, artinya semikin tinggi minat belajar

siswa maka kecerdasan intelektual siswa akan tinggi, hubungan tersebut merupakan hubungan

positif terjadi secara interaktif, kuat dan lemahnya hubungan antara minat belajar siswa dengan

kecerdasan intelektua siswa SMAN 1 Mataram dapat dilihat dari hasil uji signifikansi dimana

diperoleh Fhitung sebesar 11,76 dan Ftabel 3,34, artinya hubungan kedua viariabel tersebut terbukti

dalam kategori cukup, adanya hubungan tersebut sesuai dengan pendapat Dalyono bahwa

kecerdasan intelektual dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pembawaan, faktor lingkungan,

faktor kematangan, minat dan pembawaan yang khas serta kebebasan.Sementara secara determinasi

Page 51: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 651

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

atau kontribusi yang disumbangkan oleh variabel minat belajar siswa sebesar 29,4 % dan 70,6 %

dipengaruhi oleh faktor lain, faktor minat memiliki pengaruh atau kontribusi yang cukup terhadap

kecerdasan intelektual siswa SMAN 1 Mataram dan sepertinya faktor lain sangat besar ikut

mempengaruh.

Sedangkan secara simultan dan parsial variabel motivasi belajar siswa dan minat belajar

siswa memiliki hubungan yang kuat terhadap kecerdasan intelektual siswa dengan harga korelasi

sebesar 0,619, artinya sacara bersama variabel motivasi belajar siswa dan minat belajar siswa

mempengaruhi secara positif tingkat kecerdasan intelektual siswa, semakin tinggi motivasi belajar

siswa dan minat belajar siswa maka semakin tinggi kecerdasan intelektual siswa SMAN 1 Mataram,

hubungan ketiga variabel tersebut dapat dibuktikan dengan hasil uji signifikansi dimana Fhitung

sebesar 3,348 dan Ftabel 3,35, artinya hubungan kedua viariabel bebas motivasi dan minat tersebut

memang kuat terhadap variabel kecerdasan intelektual siswa, sementara secara determinasi atau

kontribusi yang disumbangkan oleh variabel motivasi belajar siswa dan minat belajar siswa sebesar

38,3 % dan 61,7% dipengaruhi oleh faktor lain, hal tersebut sesuai dengan penjelasan Dalyono

bahwa kecerdasan intelektual siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pembawaan,

lingkungan, kematangan,kebebasan serta minat dan pembawaan yang khas.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan paparan hasil dan pembahasan penelitian diatas, dimana hasil uji koefisien

korelasi ganda menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan serta kontribusi

variabel motivasi belajar siswa maupun minat belajar siswa terhadap kecerdasan intelektual siswa di

SMAN 1 Mataram, sebaliknya kedua variabel bebas motivasi belajar siswa dan minat belajar siswa

SMAN 1 Mataram memiliki hubungan sangat interaktif, dimana semakin tinggi motivasi belajar

siswa maka semakin tinggi minat belajar siswa, sebaliknya demikian.

5.2 Saran

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dan kesimpulan, maka dalam penelitian ini dapat

diberikan saran kepada sekolah, guru, orang tua dan siswa SMAN 1 Mataram, sebagai bahan

masukan untuk ditindak lanjuti, antara lain:

1. Disarankan kepada orang tua untuk memberikan dan membina anak dirumah sehingga motivasi

atau minat belajar peserta didik untuk belajar terus meningkat, sehingga akan menjadikan anak

semakin cerdas secara intelektual.

2. Disarankan kepada guru, agar mempertahankan kondisi lingkungan belajar atau bahkan

meningkatkan kondisi yang sudah ada, sehingga peserta didik semakin termotivasi dan memiliki

minat belajar yang tinggi untuk mengasa kecerdasan inteltual siswa tersebut.

3. Disarankan kepada sekolah agar terus memperhatikan motivasi dan minat belajar siswa sebagai

langkah untuk mengambil kebijakan dalam lingkungan sekolah karena berpengaruh terhadap

kecerdasan intelektual siswa di samping faktor lain.

4. Disarankan kepada siswa, untuk selalu meningkatkan motivasi dan minat belajar untuk

memperoleh kecerdasan inteltual yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar. 2010. Psikologi Intelegence. Jakarta:Rineka Cipta.

Dalyono. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Safari, 2005: Penulisan Butir Soal Berdasarkan Penilaian Berbasis Kompetensi, Jakarta APSI Pusat

Sardiman, A.M. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Soekidjo Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

_______.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional.

(http://www.pengertianahli.com/2013/12/pengertian-kecerdasan-dan-jenis.htm). Di akse hari Sabtu

14 Maret 2016

Page 52: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 652

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

KAJIAN SOSIOPRAGMATIK TENTANG PENGGUNAAN KATEGORI FATIS BAHASA

SASAK DALAM KESANTUNAN TINDAK TUTUR MASYARAKAT LOMBOK

Habiburrahman1; Rudi Arahman2 1,2Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram

Abstrak: Kategori fatis yaitu tipe tuturan yang digunakan untuk menciptakan ikatan sosial

yang harmonis dengan semata-mata bertukar kata-kata. Dengan demikian, tujuan penelitian ini

adalah: 1) untuk mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk dan fungsi kategori fatis bahasa Sasak; 2)

untuk mendeskripsikan dan menjelaskan nilai dari strategi kesantunan penggunaan bentuk dan fungsi

kategori fatis bahasa Sasak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif. Data diperoleh melalui teknik observasi yang dibantu teknik perekaman menggunakan

handycam. Data penelitian terdiri atas dua jenis, yaitu: (1) data tuturan berupa percakapan

masyarakat; dan (2) data catatan lapangan berupa interaksi verbal dan situasi tindak tutur.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1) bentuk kategori fatis dalam

bahasa Sasak berupa: partikel, kata dan frase. 2) Fungsi kategori fatis dalam bahasa sasak yaitu, untuk

memulai percakapan, untuk melakukan gosip, untuk mengalihkan topik, untuk menyatakan empati,

untuk mengungkapkan kesantunan, sebagai penegasan, fungsi untuk mengungkapkan ekspresi dan

fungsi untuk mengakhiri percakapan. 3) Strategi kesantunan penggunaan bentuk dan fungsi kategori

fatis bahasa Sasak, yaitu menggunakan srategi kesantunan negatif dan strategi positif. Beberapa jenis

strategi kesantunan tersebut yaitu 1) mengintensifkan perhatian penutur dengan mendramatisasikan

peristiwa dan fakta; 2) menunjukkan hal-hal yang dianggap mempunyai kesamaan melalui basa-basi

(small talk) dan praanggapan (presupposition); 3) menhindari ketidaksetujuan dengan pura-pura

setuju dalam arti persetujuan yang semu; 4) membesar-besarkan perhatian, persetujuan, dan simpati

kepada mitratutur; 5) ujaran tindak tutur itu sebagai kesantunan yang bersifat umum; dan 6)

menyatakan hubungan secara timbal balik.

Kata kunci: kesantunan, bentuk dan fungsi kategori fatis

PENDAHULUAN

Bahasa digunakan oleh masyarakat penuturnya tidak hanya untuk berkomunikasi

antarsesama, namun sebagai ciri atau identitas kebudayaan dari masing-masing daerah penutur.

Dalam hal ini, peranan bahasa daerah sangat vital. Bahasa daerah pada umumnya menjadi bahasa ibu

dan identitas dari penuturnya. Keanekaragaman bahasa daerah di Indonesia menjadi kebanggaan yang

diwariskan secara turun-temurun oleh setiap penuturnya.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil aspek bahasa dari unsur dalam yaitu sebuah kajian

struktural kategori fatis dalam bahasa Sasak dialek Kuto-kute yang daerah sebarnya di wilayah

Kabupaten Lombok Utara. Dalam penelitian ini, kajian akan difokuskan pada aspek bentuk dan

fungsi kategori fatis dengan menggunakan kajian sintaksis. Semetara perannya yang dikaitan dengan

nilai strategi kesantunan dalam kajian sosiopragmatik. Hal ini sesuai dengan pengertian mengenai

ungkapan fatis yaitu tipe tuturan yang digunakan untuk menciptakan ikatan sosial yang harmonis

dengan semata-mata bertukar kata-kata. Di Indonesia sendiri salah satu linguis Indonesia yang

pertama kali memasukkan kategori ini menjadi salah satu kelas kata adalah Kridalaksana. Kategori

fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi antara

pembicara dengan kawan bicara (Kridalaksana, 2008: 114).

Kajian kategori fatis bahasa Sasak telah banyak dilakukan oleh para peneliti, akan tetapi hasil

yang didapatkan masih kurang dari harapan karena hanya terbatas pada kajian sintaksis yang belum

dikaji dari aspek sosiopragmatik. Di samping itu, karena luasnya kajian bahasa Sasak yang terdiri

dari dialek yang berbeda sangat memungkinkan bagi para peneliti melakukan penelitian sebagai

pengembangan khazanah ilmu pengetahuan. Penelitian bahasa di daerah Kabupaten Lombok Utara

belum pernah dilakukan, lebih-lebih dalam hal kategori fatisnya. Oleh sebab itu, peneliti dalam

Page 53: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 653

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

penelitian ini mengangkat permasalahan bahasa Sasak yang sifatnya terbaru. Kategori fatis yang

peneliti angkat pada penelitian ini yaitu kategori fatis dalam aspek bentuk dan fungsi kategori fatis

bahasa Sasak dialek Kuto-kute yang ada di masyarakat Dusun Bentek Desa Pemenang Barat

Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan,

tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut. 1) Peneliti mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk dan

fungsi kategori fatis dalam bahasa Sasak dialek Kuto-kute di Desa Pemenang Barat Kabupaten

Lombok Utara. 2) Peneliti mendeskripsikan dan menjelaskan nilai strategi kesantunan penggunaan

bentuk dan fungsi kategori fatis dalam Bahasa Sasak dialek Kuto-kute di Desa Pemenang Barat

Kabupaten Lombok Utara.

TINJAUAN PUSTAKA

Kategori Fatis Pada tahun 1920-an Malinowsky yang pertama kali mencetuskan konsep fatis ini dengan

konsepnya ungkapan fatis. Konsep bahasa yang menjaga agar komunikasi tetap berkesinambungan

disebut fatis (Leech dalam Waridin 2008: 39). Dengan demikian, ungkapan fatis yaitu tipe tuturan

yang digunakan untuk menciptakan ikatan sosial yang harmonis dengan semata-mata bertukar kata-

kata. Jackobson (dalam Waridin 2008: 39) juga menyatakan konsep fatis dibedakan berdasakan

fungsinya: yaitu fungsi bahasa untuk memulai komunikasi, mempertahankan komunikasi dan

menarik perhatian lawan bicara agar tetap memperhatikan pembicaraan.

Menurut Kridalaksana (2008: 114) kelas kata ini biasanya terdapat konteks dialog atau

wawancara bersambutan, yaitu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan kawan bicara.

Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan, karena ragam lisan pada umumnya

merupakan ragam non-standar. Maka kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat non-

standar yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional.

1) Bentuk dan Jenis Kategori Fatis

Kridalaksana (2008, 116-117) mengklasifikasikan kategori fatis dalam bentuk partikel, kata

dan frase. Bentuk fatis biasanya terdapat dalam bahasa lisan yang umumnya merupakan ragam non-

standar, maka kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat non-standar yang banyak

mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional . Bentuk dan jenis kategori fatis sebagai berikut.

a. Partikel fatis

Ramlan (dalam Muslich, 2014: 115) menyatakan bahwa kata partikel adalah semua kata yang

tidak termasuk golongan kata nominal dan ajektival. Moeliono (1998: 247-249) juga menyatakan

partikel penegas meliputi kata yang tidak tertakluk pada perubahan bentuk dan hanya berfungsi

menampilkan unsur yang diiringinya.

b. Kata fatis

Kata fatis yaitu kata dalam sebuah kalimat yang bertugas untuk memulai, mempertahankan,

dan mengukuhkan komunikasi atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara dan pendengar dan

biasanya terdapat dalam konteks dialog, lazimnya bentuk fatis digunakan dalam bentuk ragam lisan

(Kridalaksana 2008:116).

Bentuk fatis bisa berada di awal kalimat misalnya Kok kamu pergi juga?, ada yang di tengah

kalimat, misalnya bukan dia, kok, yang mengambil uang itu!, maupun di akhir kalimat misalnya saya

hanya lihat saja, kok!.

Kategori fatis mempunyai wujud bentuk bebas, misalnya; kok, deh, dong, ding, halo, kan, kek,

lho, mari, nah, sih, toh, ya, dan yah. Kemudian kategori fatis dalam wujud terikat atau dalam wujud

partikel, misalnya : –lah, -tah, -kah, -pun.

c. Frase fatis

Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif. Frase fatis selamat

pagi mempunyai fungsi membuka komunikasi yang kemudian membentuk ikatan sosial yang

harmonis antara penutur dan mitra tutur. Pada bagian isi komunikasi bentuk fatis digunakan untuk

mengukuhkan komunikasi dengan menggunakan partikel pun, kan, sih, lho, dan kata halo. Sedangkan

pada bagian penutup terdapat kalimat penutup seperti frase selamat siang. Frase selamat siang

Page 54: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 654

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

digunakan untuk menutup komunikasi dan memutus ikatan sosial yang terjalin antara penutur dan

mitra tutur (Moeliono, 1998: 248-249).

2) Fungsi Kategori Fatis

Konsep fatis dibedakan berdasakan fungsinya: yaitu fungsi bahasa untuk memulai

komunikasi, mempertahankan komunikasi dan menarik perhatian lawan bicara agar tetap

memperhatikan pembicaraan, Jackobson (dalam Waridin 2008: 39).

Fungsi fatis yaitu sebuah wacana berfungsi untuk membuka jalan atau kontak. Fungsi bahasa

yang digunakan sebagai basa-basi di dalam kebudayaan sosial, fungsi bahasa ini penting akan tetapi

kita harus berhati-hati terhadap sikap berbicara kita kerena berbeda kebudayaan berbeda pula

penafsiran penggunaan bahasa, penangkapan sombong, acuh, dari orang lain yang berbeda agama

dengan kita akan kita dapatkan jika kita tidak berhati-hati ketika menggunakan fungsi dari bahasa ini.

3) Teori Kesantunan Sopan santun sering diartikan secara dangkal sebagai suatu ‘tindakan yang sekadar beradab’

saja, namun makna yang lebih penting yang diperoleh dari sopan santun ialah, sopan santun

merupakan mata rantai yang hilang antara Pk dengan masalah bagaimana mengaitkan daya dengan

makna (Leech, 1982:161).

Teori ‘kesantunan’ dalam penelitian ini dibedakan dengan ‘kesopanan’ dalam kajian

sosiolinguitik. Kesopanan linguistik memang ditentukan secara kultural. Jelasnya, kaidah-kaidah

untuk berperilaku yang sopan berbeda antara satu masyarakat tutur yang satu dengan masyarakat tutur

yang lain. Masyarakat tutur yang berbeda memberikan penekanan pada fungsi-fungsi yang berbeda

dan mengekspresikan fungsi-fungsi tertentu secara berbeda pula (Holmes, tanpa tahun:271 ).

Strategi kesantunan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan kajian Brown

dan levinson. Untuk mengurangi kekecewaan mitratutur, Brown dan Levinson (1987) menawarkan

strategi-strategi berikut untuk tindakan yang melanggar wajah positif dan negatif. Bagaimana bentuk

strategi itu, tergantung pada jenis kesantunannya, yaitu kesantunan negatif (ada yang menyebutkan

kesantunan deferensia) atau kesantunan positif (ada yang menyebutnya kesantunan afirmatif)

(Pranowo, 2012:43).

METODE

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian jenis

kualitatif bertujuan untuk memaparkan data sebagaimana adanya. Dalam hal ini, peneliti tidak

mempunyai kontrol atas manipulasi langsung terhadap variabel-variabel bebas (Sukardi, 2004:24).

Data diperoleh melalui teknik observasi yang dibantu teknik perekaman menggunakan handycam.

Data penelitian terdiri atas dua jenis, yaitu: (1) data tuturan berupa percakapan dan (2) data catatan

lapangan berupa interaksi verbal dan situasi tindak tutur.

Metode analisis data dilakukan dengan metode identifikasi dan klasifikasi. Data yang telah

diklasifikasi kemudian diinterpretasikan. Interpretasi adalah usaha untuk memperjelas arti bahasa

dengan cara menguraikan dan mengomentari (Sugiyono, 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan ini menekankan pada dimensi kesantunan yang terciptanya dari penggunaan

bentuk dan fungsi kategori fatis. Pembahasan ini diuraikan berdasarkan hasil penelitian tentang kajian

sosiopragmatik tentang penggunaan kategori fatis bahasa Sasak dalam kesantunan tindak tutur

masyarakat Lombok yang berkaitan dengan dua hal, yaitu: 1) bentuk dan fungsi kategori fatis bahasa

Sasak; 2) nilai dari strategi kesantunan penggunaan bentuk dan fungsi kategori fatis bahasa Sasak.

1) Bentuk Kategori Fatis pada Masyarakat Sasak

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada wilayah penelitian di Dusun Bentek Desa

Pemenang Barat, ditemukan bentuk kategori fatis yaitu berupa partikel fatis, kata fatis dan frase fatis

serta fungsi kategori fatis.

Pada bagian ini peneliti akan membahas satu-persatu bentuk-bentuk kategori fatis yang

tedapat dalam dialek Kuto-kute pada masyarakat Dusun Bentek Desa Pemenang Barat dengan

memperhatikan kata-kata yang digunakan oleh informan yang biasanya menggunakan kategori fatis

dalam melakukan komunikasi ataupun interaksi.

Page 55: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 655

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

1.1 Bentuk fatis berupa partikel

Pada wilayah penelitian Dusun Bentek Desa Pemenang Barat, terdapat bentuk fatis berupa atau

berjenis partikel yang ditemukan adalah sebagai berikut.

(1) Bentuk partikel fatis kan

Bentuk fatis kan merupakan kependekan dari kata tekan yang memiliki arti “bukannya”.

Partikel fatis ini biasanya digunakan sebagai partikel penanya terhadap lawan bicara.

(2) Bentuk partikel fatis suh/seh

Bentuk partikel suh dalam dialek Kuto-kute bersinonim dengan partikel seh yang memiliki

fungsi yang sama yaitu mempertegas pernyataan. Dalam penggunaannya partikel suh/seh hanya

digunakan untuk menekankan perintah kepada lawan bicara.

(3) Bentuk partikel fatis be

Partikel fatis be dalam dialek Kuto-kute biasanya digunakan untuk kata bantu untuk

menyangkal ujaran kawan bicara ataupun untuk memperjelas konstituen tertentu serta memaksa

dengan cara membujuk.

(4) Bentuk partikel fatis kah

Bentuk partikel fatis kah merupakan partikel yang biasa digunakan masyarakat Dusun Bentek

untuk memberi perintah kepada lawan bicara.

(5) Bentuk partikel fatis dong

Partikel fatis dong biasanya digunakan untuk memberi perintah dengan halus kepada kawan

bicara dan sedikit penegasan.

(6) Bentuk partikel fatis ah

Bentuk partikel biasanya digunakan dalam kalimat tanya untuk menanyakan kepastian kepada

lawan bicara.

(7) Bentuk partikel fatis nah

Partikel fatis nah biasanya digunakan dalam pernyataan seru untuk membenarkan kawan

bicara.

(8) Bentuk partikel fatis ne

Partikel fatis ne merupakan partikel penanda dan penunjuk yang digunakan untuk meminta

pendapat kawan bicara, dan sebagai penunjuk sesuatu.

(9) Bentuk partikel fatis jek

Partikel jek merupakan partikel seru yang biasa digunakan untuk menekankan konstituen

tertentu. Penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa partikel jek merupakan partikel seru dalam sebuah

pernyataan yang berfungsi sebagai menekankan konstituen tertentu yaitu kata bareh yang bermakna

nanti yang dalam fungsi sintaksis sebagai keterangan.

(10) Bentuk partikel fatis ca

Partikel ca merupakan partikel fatis yang digunakan sebagai penanda isyarat yang berarti itu.

(11) Bentuk partikel fatis ono

Partikel ono merupakan partikel fatis yang memiliki fungsi yang sama dengan partikel ca

yaitu sebagai isyarat untuk menunjuk sesuatu.

(12) Bentuk partikel fatis poh

Partikel poh merupakan partikel penanya yang berfungsi untuk membentuk kalimat tanya.

(13) Bentuk partikel fatis e/ we

Partikel fatis e/we merupakan partikel seru yang biasa digunakan sebagai isyarat untuk

memanggil atau memulai pembicaraan lawan bicara.

(14) Bentuk partikel fatis ndeh

Partikel fatis ndeh merupakan partikel fatis penegas yang berfungsi untuk membenarkan

pernyataan kawan bicara.

(15) Bentuk partikel fatis wah

Partikel fatis wah merupakan partikel yang digunakan sebagai kata keterangan yang berarti

sudah.

(16) Bentuk partikel Be....be

Page 56: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 656

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Partikel fatis be...be merupakan partikel fatis gabungan yang terdapat dalam dialek Kuto-kute

pada masyarakat Dusun Bentek Desa Pemenang Barat.

(17) Bentuk partikel Be...jek/ kan jek

Partikel fatis merupakan partikel gabungan yang membentuk kalimat bantahan.

(18) Bentuk partikel Ngak seh

Partikel fatis ngak seh merupakan partikel fatis yang membentuk kalimat tanya digunakan

untuk menanyakan sesuatu kepada lawan bicara.

1.2 Bentuk Fatis Berjenis atau berupa kata Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan jenis fatis yang disebut satuan gramatik

berupa kata. Berikut ini akan dipaparkan jenis fati berupa kata disertai dengan disertai fungsi

penggunaanya.

1.2.1 Kata fatis nggih/aok

Kata fatis nggih bersinonim dengan kata aok yang berfungsi untuk memberikan kawan

persetujuan kepada lawan bicara. Namun kata fatis nggih digunakan saat berbicara dengan lawan

tutur yang usianya lebih tua. Sedangkan kata fatis aok digunakan untuk berbicara dengan lawan tutur

yang sebaya atau yang lebih muda dari si penutur.

1.2.2 Kata fatis banjur

Kata fatis banjur digunakan saat bertemu atau berpapasan dengan kerabat di jalan maupun

lewat di depan rumah. Kata fatis ini memiliki arti mamapir yang biasa di ucapakan untuk mengajak

kerabat untuk mampir dirumah sebagai basa-basi saat kebetulan bertemu di jalan maupun di tempat

lain.

1.2.3 Kata fatis masihan

Kata fatis masihan memiliki arti ‘yang tersisa’, kata fatis ini digunakan saat memberitahu

lawan bicara bahwa sesuatu yang ingin digunakan itu tinggal tersisa sedikit, sehingga si pembicara

melarang lawan bicaranya untuk menegur kawan bicaranya tersebut agar tidak menggunakannya.

1.2.4 Kata fatis lasingan

Kata fatis lasingan merupakan kata fatis seru yang digunakan untuk menekankan konstituen

tertentu untuk mengekspresikan kekesalan dari pembicara terhadap lawan bicaranya.

1.2.5 Kata fatis bemok

Kata fatis bemok merupakan kata fatis yang digunakan sebagai kata penghubung dalam suatu

percakapan yang memiliki arti lagi pula. Kata fatis ini digunakan pada saat bercerita tentang suatu

kejadian yang pada dasarnya tidak dapat disesali kembali.

1.2.6 Kata fatis keno

Kata fatis keno merupakan kata fatis yang berfungsi untuk membentuk kalimat tanya. Kata

fatis ini juga berfungsi untuk menanyakan kepastian kepada lawan bicara dan juga sebagai bentuk

basa-basi kepada lawan bicara.

1.2.7 Kata fatis lega

Kata fatis lega merupakan kata fatis seru atau interjeksi yang menunjukkan ekspresi

keheranan pembicara terhadap kawan bicara.

1.2.8 Kata fatis teh/tekah

Kata fatis teh/tekah memiliki arti ayo, yaitu digunakan untuk mengajak kawan bicara

melakukan sesuatu. Kata fatis teh merupakan kependekan dari kata fatis tekah untuk mempersingkat

pengucapan.

1.2.9 Kata fatis halo

Kata fatis halo digunakan untuk mengukuhkan pembicaraan, menyapa atau memulai kontak

melalui telepon.

1.2.10 Kata fatis amin

Kata fatis amin digunakan untuk mengukuhkan ujaran kawan bicara. Biasanya saat kawan

bicara mengucapkan do’a ataupun harapan.

1.2.11 Kata fatis tabek

Page 57: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 657

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Kata fatis tabek memiliki arti permisi. Kata fatis ini biasanya digunakan saat menyapa

ataupun berjalan melewati seseorang yang usianya lebih tua sebagai bentuk penghormatan serta sopan

santun terhadap lawan bicara.

1.2.12 Kata fatis jamak

Kata fatis jamak biasanya digunakan untuk menekankan makna kesangatan terhadap sesuatu

dan sebagai bentuk ungkapan gambaran kemiripan suatu hal dengan hal lain.

1.3 Bentuk fatis berupa frase

Bentuk frase fatis yang ditemukan pada daerah pentelitian di Dusun Bentek Desa Pemenang

Barat adalah sebagai berikut.

1.3.1 Frase fatis ku menjulu/ tekah ku menjulu

Frase fatis diucapkan ketika seseorang berpamitan kepada kawan bicara. Penggunaan frase

tekah ku menjulu/ku menjulu digunakan saat pembicara berpamitan dengan kawan bicaranya dan

untuk mengakhiri pembicaraan.

1.3.2 Frase fatis meliwat juluk

Frase fatis ini diucapkan atau digunakan saat seseorang memohon ijin untuk berjalan melewati

rumah kerabat. Frase ini berfungsi untuk membuka pembicaraan sebagai bentuk basa-basi terhadap

kawan bicara.

1.3.3 Frase fatis terima kasih

Frase fatis ini digunakan saat menerima sesuatu dari pembicara. Seperti dalam bahasa

Indonesia, dialek Kuto-kute pun menggunakan frase terima kasih sebagai bentuk penghormatan

terhadap lawan bicara ketika diberikan sesuatu.

1.3.4 Frase fatis sabar wah

Frase ini digunakan saat pembicara turut berduka cita atas peristiwa atau musibah yang di

alami oleh kawan bicaranya.

1.3.5 Frase fatis selamet ndeh

Frase fatis ini di ucapkan saat pembicara merasakan kebahagiaan yang tengah dirasakan oleh

lawan bicaranya sebagai bentuk rasa persahabatan.

1.3.6 Frase fatis ya Allah

Frase fatis ya Allah di gunakan saat pembicara merasa bimbang dan bertanya kepada diri

sendiri atas musibah yang menimpanya.

1.3.7 Frase fatis assalamu’alaikum

Frase fatis ini digunakan saat memulai kontak dengan lawan bicara. Baik saat mengunjungi

kerabat secara langsung kerumahnya ataupun pada saat menelpon maupuun menerima serta

mengakhiri pembicaraan lewat telepon.

1.3.8 Frase fatis wa’alaikumu salam

Frase fatis ini biasanya digunakan saat menjawab frase fatis assalamu’alaikum yang berfungsi

untuk memulai ataupun mengakhiri interaksi dengan lawan bicara.

1.3.9 Frase fatis astagfirullah

Frase fatis astagfirullah biasanya digunakan saat pembicara merasa kaget terhadap sesuatu.

1.3.10 Frase fatis subhanallah

Frase fatis subhanallah dipakai saat pembicara merasa kagum terhadap sesuatu.

1.3.11 Frase fatis insya Allah

Frase fatis insya Allah digunakan saat pembicara menerima tawaran dari kawan bicaranya.

1.3.12 Fase fatis allahu akbar

Frase fatis ini biasanya digunakan saat pembicara merasa keheranan terhadap sesuatu hal.

1.3.13 Frase fatis Alhamdulillah

Frase fatis ini biasanya digunakan saat pembicara mendapatkan pemberian terhadap kawan

bicara sebagai bentuk syukur terhadap pemberian yang diberikan.

1.3.14 Frase fatis lailahaillallah

Frase fatis ini digunakan saat pembicara merasa kesal terhadap lawan bicaranya.

2) Fungsi Kategori Fatis pada Masyarakat Sasak

Page 58: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 658

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Konsep fatis dibedakan berdasakan fungsinya: yaitu fungsi bahasa untuk memulai

komunikasi, mempertahankan komunikasi dan menarik perhatian lawan bicara agar tetap

memperhatikan pembicaraan, Jackobson (dalam Waridin 2008: 39). Fungsi fatis yaitu sebuah wacana

berfungsi untuk membuka jalan atau kontak. Fungsi kategori fatis yang tedapat dalam dialek Kuto-

kute pada masyarakat Dusun Bentek Desa Pemenang Barat.

2.1 Fungsi untuk memulai percakapan

Dalam dialek Kuto-kute pada masyarakat Bentek ditemukan fungsi kategori fatis yang

digunakan untuk memulai percakapan. Penggunaan penggunaan kata fatis halo pada kalimat “halo,

mbe kon dik?” dan frase “assalamu’alaikum, arak tau ite?” dalam dialek Kuto-kute digunakan

sebagai kalimat untuk memulai percakapan. Hal ini menunjukkan fungsi kategori fatis untuk memulai

percakapan seperti yang dikemukakan oleh Jackobson terdapat juga dalam dialek Kuto-kute. Selain

dari fungsi untuk memulai percakapan bentuk peristiwa tutur di atas juga dapat dikategorikan sebagai

fungsi untuk memecah kesenyapan dan untuk melakukan basa-basi.

2.2 Fungsi untuk melakukan gosip

Berikut ini adalah bentuk tidak tutur yang terdapat dalam dialek Kuto-kute yang digunakan

untuk melakukan gosip dan fungsi fatis agar pembicaraan tetap berlangsung saat melakukan gosip.

Aini :“Eh, tekan jek Leni ya merangkat?”( hei, katanya si Leni menikah?)

Reni :“Aok, tekelem ya sik paling!” (iya, semalam dia diculik)

Aini :“Oh, sai poh kancanya? Tau mbe?” (oh, sama siapa?)

Pada peristiwa tutur di atas, frase “tekan jek” digunakan saat pembicara bertanya kepada

lawan bicaranya apakah benar atau tidak kabar yang didengarnya, sehingga ia menanyakan hal itu

kepada lawan bicaranya. Hal tersebut menunjukkan frase “tekan jek” merupakan frase yang berfungsi

untuk melakukan gosip dengan lawan bicara. Kemudian frase “taon dik kenoh” Juga merupakan frase

yang muncul atau yang digunakan ketika melakukan gosip dengan lawan bicara. Jadi fungsi kategori

fatis untuk melakukan gosip yang dikemukakan oleh Jackobson dalam teorinya terdapat juga dalam

dialek Kuto-kute.

2.3 Fungsi untuk mengalihkan topik

Fungsi fatis yang ditemukan selanjutnya yaitu untuk mengalihkan topik serta mengalihkan

perhatian lawan bicara ke hal lain. Berikut ini peistiwa tutur yang digunakan untuk mengalihkan

topik pembicaraan.

Indra :“Ngak jek lega sering dik geran? Aok wah kah melemak adeng-

adeng tan jauk motor!” (mengapa sering sekali kamu kecelakaan?

Ya sudah, besok hati-hati mengendarai motor!)

Doni :“Aok!” (iya)

Tindak tutur Indra mengandung frase aok wah kah. Frase ini berfungsi mengalihkan topik.

Sebelumnya Indra menanyakan mengapa Doni sering mengalami kecelakaan. Selanjutnya Indra

memberikan nasehat kepada Doni agar Doni lebih berhati-hati.

2.4 Fungsi untuk menyatakan empati

Dalam dialek Kuto-kute, terdapat fungsi fatis yang digunakan untuk menyatakan empati,

berikut peristiwa tutur yang digunakan untuk menyatakan empati. Berikut peristiwa tutur yang

digunakan untuk menyatakan empati.

Musa : Sabar aok polong, ihlasang wah lokak nu. Insyaallah ya ulek dalam

keadaan khusnul khatimah. Apalagi ya ngenangang pas kenjekak

sembahyang subuh lek mesjid. (sabar ya, ikhlaskan beliau. Insyaallah

beliau meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Apalagi beliau

meninggal ketika sholat shubuh di mesjid)

Fadoli : Aok polong, makasih wah dateng menukak bapakku. (iya saudara, teima

kasih sudah datang memamakamkan bapakku)

Pada percakapan pertama tedapat dua bentuk jenis fatis yaitu klausa “sabar wah polong” dan

“ihlasang wah” yang berarti memberikan empati kepada lawan bicara yang sedang berduka cita atas

kematian orang tua dari temannya.

Page 59: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 659

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

2.5 Fungsi untuk mengungkapkan kesantunan

Di dalam dialek Kuto-kute, fungsi kategori fatis yang digunakan sebagai ungkapan kesantunan

terdapat dalam peristiwa tutur berikut.

Bapak :“nak, baitang bapak gergaji lek gerobak no”. (nak tolong ambilkan bapak

gergaji di gerobak itu)

Anak :“Nggih bapak, anteh semendak tiang baitang” (iya bapak, tunggu

sebentar, saya ambilkan)

Lia :“Tabek bapuk, tiang meliwat juluk” (permisi nenek, saya lewat dulu)

Bapuk :“Mbe ke lain dik no?, banjur apa juluknya” (ghendak kemana? Ayo

mampir dulu)

Lia :“Ne tiang lalo bak balen Pak Kadus” (ini saya hendak ke rumah Pak

Kadus)

Bapak :“Oh, aok tiaknya pak kadus jek, lokah dik dapetnya (oh, iya pak kadus

ada, sudah hampii saja)

Dari peristiwa tutur di atas, terdapat penggunaan kata fatis “nggih” pada percakapan pertama

yaitu ketika sang anak menjawab seruan bapaknya, si anak menggunakan kata fatis “nggih” sebagai

bentuk kesantunannya kepada orang tua. Selain itu pada percakapan kedua, tedapat kata “tabek” yang

digunakan saat melewati orang yang lebih tua, hal ini biasa digunakan dalam masyarakat Dusun

Bentek sebagai bentuk ungkapan sopan-santun kepada lawan tutur yang usianya lebih tua. Jadi dapat

disimpulkan, dalam dialek Kuto-kute terdapat fungsi kategori fatis yaitu berupa kata “nggih” dan

“tabek” yang digunakan sebagai ungkapan kesopanan.

2.6 Fungsi sebagai penegasan

Di dalam dialek Kuto-kute, terdapat fungsi kategori fatis yang digunakan sebagai penegasan

dalam percakapan yang memiliki makna sebagai penjelas, menghaluskan perintah, menekankan

kesalahan lawan bicara, menekankan kepastian, menekankan konstituen tertentu, menekankan alasan,

menekankan maksud, menekankan bantahan, menekankan ajakan, menekankan pemberian kepada

lawan bicara, menekankan permintaan kepada lawan bicara, menekankan makna kesangatan,

menekankan kemiripan sesuatu hal dengan hal lain, menekankan pembuktian, menekankan

pemberitahuan, untuk menciptakan rasa nyaman, memberi persetujuan, membenarkan lawan bicara

serta menegaskan kalimat tanya, memaksa dengan cara membujuk, dan bentuk pengukuhan terhadap

ujaran lawan bicara.

Berikut adalah peristiwa tutur yang digunakan sebagai penegasan terhadap proses atau

kronologi suatu kejadian.

R :”Kumbek epe poh buk?” (ibu kenapa )

I :”Kan tenek tiang bak teben lalo arisan kanca bapak, laguk kami geran kon

udayana nabrak montor kijang lek mudi. Ya ampoknya keseleo ima ne”

(tadi ketika saya dalam perjalanan untuk pergi arisan, saya dan bapak jatuh

di jalan udayana menabrak mobil kijang dari belakan dan terjatuh sehingga

tangan saya keseleo)

Ujaran Ibu yang merupakan kalimat berita yang mengandung pemberitahuan kepada remaja

mengenai alasan tangannya keseleo dengan cara menceritakan proses yang menyebabkanya terjatuh.

Dalam percakapan tersebut, terdapat bentuk patikel kan yang digunakan sebagai penegas dalam

menceritakan proses atau kronologi suatu kejadian.

2.7 Fungsi untuk mengungkapkan ekspresi

Di dalam dialek Kuto-kute, fungsi kategori fatis yang digunakan untuk mengungkapkan

ekspresi, misalnya tanda keheranan, tanda pembicaraan menerima sesuatu dari lawan bicara, tanda

pembicara menerima sesuatu yang menyenangkan, tanda merasa bimbang atau ungkapan keragu-

raguan, tanda kekesalan, tanda pembicara mendapat tawaran dari lawan bicara, sebagai bentuk

kekhawatiran. Berikut peristiwa tutur yang digunakan sebagai bentuk ekspresi atau tanda keheranan.

Anak 1 :“Lega pelok bak ono!” (takut sekali gadis itu!)

Page 60: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 660

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Anak 2 :“Aok eh!” (iya yah!)

Tindak tutur anak 1 pada peristiwa tutur di atas memperlihatkan keheranan anak 1 terhadap

apa yang telah dilihatnya. Jadi, kata fatis lega pada peristiwa tutur di atas dapat berfungsi sebagai

ungkapan ekspresi keheranan.

2.8 Fungsi untuk mengakhiri percakapan

Wujud fatis yang membangun fungsi mengakhiri kontak adalah kata fatis assalamumu’

alaikum, wa’alaikumu salam dan kata fatis teh/tekah, ku menjulu. Berikut ini peristiwa tutur yang

mengandung kata fatis assalamumu’ alaikum wa’alaikumu salam dan kata fatis teh/tekah, ku menjulu

dengan fungsi untuk mengakhiri kontak. Seperti pada kutipan percakapan di bawah ini.

Ida :“Melemak senen ku kete ampok, Assalamu ‘alaikum.” (besok hari senin

saya kesini lagi, Assalamu ‘alaikum)

Ririn :“Aok, Wa’alaikum salam.” (iya, wa’alaikum salam)

Pada peristiwa tutur di atas, terilhat fungsi frase fatis serapan assalamu‘alaikum untuk

mengakhiri kontak antara pembicaran dan kawan bicara. Ida mengucapkan assalamu ‘alaikum untuk

mengakhiri pertemuannya dengan Ririn.

3) Stategi Penggunaan Bentuk dan Fungsi Kategori Fatis pada Masyarakat Sasak

Hasil penelitian tentang fungsi kategori fatis dalam dialek Kuto-kute Dusun Bentek Desa

Pemenang Barat Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara yaitu, untuk memulai percakapan,

untuk melakukan gosip, untuk mengalihkan topik, untuk menyatakan empati, untuk mengungkapkan

kesantunan, sebagai penegasan, fungsi untuk mengungkapkan ekspresi dan fungsi untuk mengakhiri

percakapan. Berdasarkan fungsi kategori fatis tersebut, maka peneliti dapat mengklasifikasikan

strategi kesantunan penggunaan kategori fatis dalam dialek Kuto-kute Dusun Bentek Desa Pemenang

Barat Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara menjadi dua, yaitu strategi kesantunan positif

dan negative. Bentuk dari strategi kesantunan negative dan positif tersebut akan diuraikan secara

terperinci sebagai berikut.

1. Fungsi kategori fatis untuk memulai percakapan dalam strategi kesantunan lebih cenderung

menggunakan strategi kesantunan positif dengan mengintensifkan perhatian penutur dengan

mendramatisasikan peristiwa dan fakta.

2. Fungsi kategori fatis untuk melakukan gossip dinilai menggunakan strategi kesantunan positif

dengan menunjukkan hal-hal yang dianggap mempunyai kesamaan melalui basa-basi (small

talk) dan praanggapan (presupposition)

3. Fungsi kategori fatis untuk mengalihkan topik dinilai menggunakan strategi kesantunan positif

dengan menhindari ketidaksetujuan dengan pura-pura setuju dalam arti persetujuan yang semu.

4. Fungsi kategori fatis untuk menyatakan empati dinilai menggunakan strategi kesantunan

positif dengan membesar-besarkan perhatian, persetujuan, dan simpati kepada mitratutur.

5. Fungsi kategori fatis untuk mengungkapkan kesantunan dinilai menggunakan strategi

kesantunan negatif dengan ujaran tindak tutur itu sebagai kesantunan yang bersifat umum.

6. Fungsi kategori fatis sebagai penegasan dinilai menggunakan strategi kesantunan positif

dengan mengintensifkan perhatian penutur dengan mendramatisasikan peristiwa dan fakta

7. Fungsi kategori fatis untuk mengungkapkan ekspresi dinilai menggunakan strategi kesantunan

positif dengan dinilai menggunakan strategi kesantunan positif dengan mengintensifkan

perhatian penutur dengan mendramatisasikan peristiwa dan fakta

8. Fungsi kategori fatis fungsi untuk mengakhiri percakapan dinilai menggunakan strategi

kesantunan positif dengan menyatakan hubungan secara timbal balik.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan hasil serta pembahasan penelitian yang

telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan hal-hal berikut.

1) Bentuk kategori fatis dalam dialek Kuto-kute pada masyarakat Dusun Bentek Desa Pemenang

Barat Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara yaitu: partikel, kata dan frase.

2) Fungsi kategori fatis dalam dialek Kuto-kute Dusun Bentek Desa Pemenang Barat Kecamatan

Pemenang Kabupaten Lombok Utara yaitu, untuk memulai percakapan, untuk melakukan

Page 61: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 661

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

gosip, untuk mengalihkan topik, untuk menyatakan empati, untuk mengungkapkan

kesantunan, sebagai penegasan, fungsi untuk mengungkapkan ekspresi dan fungsi untuk

mengakhiri percakapan.

3) Nilai dari strategi kesantunan penggunaan bentuk dan fungsi kategori fatis bahasa Sasak, yaitu

menggunakan srategi kesantunan negatif dan strategi positif.

Dialek Kuto-kute merupakan salah satu khasanah budaya bahasa Indonesia di tanah air yang

perlu di teliti baik dari segi struktur bahasanya maupun dari segi lainnya. Berkaitan dengan hal

tersebut, disampaikan saran ssebagai berikut.

1) Kepada masyarakat penutur, maupun pemerintah daerah serta pusat, hendaknya lebih

mencurahkan perhatiannya terhadap bahasa, karena bahasa mencerminkan budaya.

2) Aspek kategori fatis dapat diteliti lebih terperinci, khususnya mengenai fungsi dan makna

kategori fatis pada objek lain, misalnya dalam lirik lagu ataupun yang lainnya. Tentu penulis

menaruh harapan besar kepada peneliti berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharmini. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Holmes, Janet. Tanpa Tahun. An Introduction to Sosiolinguitics (Terjemahan). Tidak Diterbitkan.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

_____. 2008. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Leech, Geoffrey. 1982. Prinsip-prinsip Pragmatik (Terjemahan). Jakarta: Universitas Indonesia.

Mahsun. 2011. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Indonesia Persada.

Moleong, J Lexy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Pranowo. 2012. Berbahasa Secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Prayitno, Harun Joko. 2010. “Perwujudan Prinsip Kerja Sama, Sopan Santun, dan Ironi Para Pejabat

dalam Peristiwa Rapat Dinas di Lingkungan Pemerintahan Kota Berbudaya Jawa” dalam jurnal

terakreditasi Kajian Linguistik dan Sastra, Volume 22, No.1, Juni 2010, Jurusan Pendididkan

Bahasa Inggris dan Indonesia FKIP UMS.

_____. 2011. Kesantunan Sosiopragmayik: Studi Pemakaian Tindak tutur direktif di Kalangan Andik

SD Berbudaya Jawa. Surakarta: Muhammadiyah University Press Universitas

Muhammadiyah Muhammadiyah Surakata.

Suandi, I Nengah. 2008. Pengantar Metodologi Penelitian Bahasa. Singaraja: Universitas Pendidikan

Ganesha.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sukardi. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan (Kompetensi dan Praktiknya). Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Waridin. 2008. Ungkapan Fatis dalam Acara Temu Wicara Televisi. Tesis. Jakarta: Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya UI. Tidak Diterbitkan.

Page 62: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 662

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

PENGEMBANGAN PERANGKAT PERKULIAHAN PADA

MATA KULIAH PEMBELAJARAN IPS BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER BAGI

MAHASISWA SEMESTER V PRODI PGSD UNIVERSITAS PGRI MADIUN

Moh. Rifai

UNIVERSITAS PGRI MADIUN

Email: [email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat perkuliahan pada mata kuliah

Pembelajaran IPS berbasis pendidikan karakter bagi mahasiswa semester V Prodi PGSD Universitas

PGRI Madiun. Penelitian pengembangan ini merujuk pada metode 4-D. Subjek uji coba sebanyak 25

anak. Instrumen penelitian berupa lembar validasi, lembar pengamatan, angket, dan tes belajar.

Teknik pengumpulan data dengan teknik validasi dan observasi. Teknik analisis data secara deskriptif

kualitatif. Hasil keterlaksanaan RPP menunjukkan dapat dipercaya dengan reliabilitas instrumen

berkategori baik. Hasil pengamatan aktivitas mahasiswa telah memenuhi kriteria batas efektivitas

yang ditentukan. Berdasarkan angket respons mahasiswa, pembelajaran dengan perangkat yang

dikembangkan ini menarik. Hasil belajar mahasiswa menunjukkan perkembangan positif. Dengan

demikian, produk yang dikembangkan telah efektif.

Kata Kunci: pengembangan perangkat perkuliahan, Pendidikan IPS, pendidikan karakter

PENDAHULUAN

Sarana dan prasarana pendidikan yang sangat penting dan mendesak yaitu tentang kurangnya

perangkat pembelajaran berbasis karakter yang sesuai dengan perkembangan pendidikan. Dari data

buku di perpustakaan masih kurang bahan ajar sebagai pendamping buku paket yaitu lembar kegiatan

atau lembar kerja siswa yang bermuatan karakter. Dengan banyaknya siswa, adanya buku kegiatan

siswa akan lebih membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.

Mata pelajaran IPS diarahkan agar siswa memiliki penguasaan konsep yang dapat

mewujudkan karakter dan jiwa bangsa dalam kehidupan, dan yang paling utama dapat membantu

siswa di dalam keluarga, di sekolah, dan di lingkungan masyarakat. Perangkat pembelajaran yang

ada, belum mampu memadukan pendidikan karakter ke dalam pembelajaran, karena pendidikan

karakter akan terwujud apa bila tiga among dapat bersinergi secara utuh, yaitu orang tua, sekolah,

dan masyarakat. Dengan diberikan peluang sebesar-besarnya untuk menemukan konsep-konsep

materi pelajaran di lingkungan sekitar mereka. Melihat kondisi tersebut, maka penggunaan bahan ajar

pendukung utama bagi guru sebagai upaya untuk menciptakan suasana belajar yang aktif.

Fokus penelitian ini adalah untuk mengembangkan perangkat perkuliahan pada mata kuliah

Pembelajaran IPS berbasis pendidikan karakter bagi mahasiswa semester V Prodi PGSD Universitas

PGRI Madiun. Perangkat tersebut kemudian diujicobakan untuk melihat keefektifannya. Keefektifan

penggunaan perangkat itu dapat dilihat dari keterlaksanaan RPP, aktivitas siswa, respons siswa, dan

hasil belajar siswa setelah mendapat pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran

yang dikembangkan.

METODE PENELITIAN

Penelitian pengembangan ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif dengan rancangan

pengembangan model 4-D. Data penelitian diperoleh dari beberapa sumber data, di antaranya: (1)

mahasiswa semester V Prodi PGSD Universitas PGRI Madiun tahun akademik 2016/2017, yang di

dalam satu kelas terdapat 25 mahasiswa; (2) validator ahli materi. Pengumpulan data dilakukan

dengan teknik validasi dan observasi. Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif kualitatif.

HASIL PENELITIAN

Page 63: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 663

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini telah menghasilkan dua hal, yaitu kelayakan

perangkat pembelajaran hasil pengembangan dan implementasi perangkat perkuliahan pada mata

kuliah Pembelajaran IPS berbasis pendidikan karakter bagi mahasiswa semester V Prodi PGSD

Universitas PGRI Madiun.

A. Perangkat Pembelajaran yang Dikembangkan Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu rencana pelaksanaan

pembelajaran, materi ajar siswa, lembar kegiatan siswa, dan tes hasil belajar.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan merupakan salah satu

perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai acuan untuk menggambarkan penyajian materi

pembelajaran yang akan dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Tahap kegiatan

dalam setiap RPP meliputi standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran dan

langkah-langkah kegiatan pembelajaran.

Materi ajar siswa disusun berdasarkan pendekatan pendidikan karakter. Dalam pembelajaran

sikap hasil yang diharapkan dari pambelajaran yaitu siswa dapat menerima, menjalankan,

menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Keterampilan yang diperoleh siswa dari pendidikan

adalah siswa dapat mengamati, memahami, menerapkan, menalar, menguji dan menciptakan.

Sedangkan dari segi pengetahuan, yang diharapkan dari siswa yaitu; siswa dapat mengetahui,

memahami, mencoba, menganalisa, mengevaluasi, dan mencipta. Dalam mengembangkan bahan ajar

peneliti mencari referensi dari buku dan sumber lain yang relevan. Materi tersebut dilengkapi dengan

gambar-gambar pendukung, rangkuman, dan soal-soal latihan di akhir materi.

Lembar kegiatan siswa yang dikembangkan adalah lembar kegiatan siswa pengayaan dan

latihan. Lembar kegiatan siswa pengayaan merupakan lembar kerja yang menambah atau

memperkaya pengetahuan siswa tentang materi pembelajaran dan untuk memantapkan materi yang

dipelajari. Lembar kegiatan siswa pengayaan merupakan pertanyaan-pertanyaan untuk membimbing

siswa memperkaya pengetahuan siswa terhadap materi dalam bentuk latihan soal.

Tes hasil belajar yang dikembangkan digunakan untuk memperoleh informasi tentang

ketuntasan siswa pada matakuliah Pembelajaran IPS di SD. Tes hasil belajar siswa yang

dikembangkan peneliti berdasarkan tujuan pembelajaran khusus yang sudah disusun. Tes hasil

belajar terdiri atas tes hasil belajar kognitif, tes hasil belajar afektif, dan tes hasil belajar psikomotor.

Tes hasil belajar kognitif terdiri dari 12 soal sujektif, yang dilengkapi dengan kisi-kisi tes untuk

mengukur semua ranah kognitif siswa mulai kognitif 1 sampai kognitif 6. Tes hasil belajar afektif

merupakan penilaan perbuatan atau tingkah laku siswa selama mengikuti pembelajaran. Tes

psikomotor merupakan suatu tes yang berisi keterampilan yang berhubungan dengan kegiatan siswa

saat melakukan kerja kelompok.

B. Kelayakan Perangkat Pembalajaran

Penyusunan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini mengacu pada pengembangan

perangkat four-D model Thiagarajan (1974), perangkat pembelajaran hasil pengembangan kemudian

divalidasi oleh pakar. Hasil validasi ini berupa penilaian, koreksi, saran, dan masukan yang digunakan

sebagai dasar untuk melakukan revisi dan penyempurnaan perangkat pembelajaran. Hasil revisi

kemudian ditelaah oleh dosen pembimbing. Hasil validasi pakar ini dapat disimpulkan bahwa

perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat digunakan dengan sedikit revisi.

Angket respons siswa terhadap kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan perangkat

pembelajara hasil pegembangan diisi oleh siswa setelah kegiatan pembelajaran selesai. Berdasarkan

hasil pengamatan, persentase rata-rata respons siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran

menggunakan perangkat pembelajaran hasil pengembangan.

Berdasarkan data, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa senang terhadap perangkat

pembelajaran hasil pengembangan mencapai persentase 91,25% atau perangkat pembelajaran hasil

pengembangan, dan yang merasa tidak senang hanya 8,75% saja. Dengan data tersebut maka

perangkat pembelajaran hasil pengembangan dapat diterima dengan baik oleh siswa. Selanjutnya

pendapat anak tentang tentang kebaruan perangkat pembelajaran hasil pengembangan yaitu mencapai

100%. Menurut siswa semua yang terdapat di dalam pembelajaran merupakan sesuatu yang memang

Page 64: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 664

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

terdapat di dalam lingkungan siswa dan bagi siswa dia belajar tentang sesuatu yang nyata, dan tidak

lagi belajar sesuatu yang tidak ada di sekitar siswa. Tingkat kesukaran materi ajar siswa yakni dengan

rata-rata prosentase kata yang diisi dengan benar 90,8% dan jumlah rata-rata prosentase kata yang

diisi salah 9,2%. Dengan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa materi ajar hasil

pengembangan sangat mudah dipahami oleh siswa.

C. Implementasi Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran diujicobakan di mahasiswa semester V Prodi PGSD Universitas

PGRI Madiun tahun akademik 2016/2017 dengan subjek penelitian sebanyak 25 anak. Sebanyak tiga

kali pertemuan pembelajaran yang telah dirancang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran.

Berdasar hasil pengamatan keterlaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, pembelajaran

tersebut dapat dijelaskan dan diperinci menjadi empat bagian yaitu kegiatan pembukaan, kegiatan

inti, kegiatan penutup, dan suasana kelas dalam pembelajaran. Kegiatan pendahuluan pada tiga kali

pertemuan mendapat skor 4,0 dengan kategori sangat baik. Kegiatan inti pada tiga kali pertemuan

memperoleh skor 3,96 dengan kategori sangat baik. Selanjutnya kegiatan penutup pada tiga kali

pertemuan pembelajaran memperoleh skor 3,7 dengan kategori sangat baik. Terakhir yaitu suasana

kelas dalam tiga kali pertemuan memperoleh skor 3,66 dengan kategori sangat baik. Dengan rentang

skor pelaksanaan pembelajaran antara 3,66 sampai dengan 4,0, dapat disimpulkan bahwa

keterlaksanaan RPP dengan penerapan perangkat perkuliahan pada mata kuliah Pembelajaran IPS di

SD berbasis pendidikan karakter dikategorikan baik.

Untuk memperoleh frekwensi data tentang aktivitas siswa digunakan lembar pengamatan

aktivitas siswa. Frekuensi aktivitas siswa selama kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan

perangkat perkuliahan pada mata kuliah Pembelajaran IPS di SD berbasis pendidikan karakter

dinyatakan dengan persentase. Pengamatan aktivitas siswa selama kegiatan belajar mengajar

dilakukan oleh dua orang pengamat. Aktivitas siswa yang dimaksud adalah: (1) mengikuti

pembelajaran dengan penuh perhatian; (2) aktif menjawab pertanyaan guru; (3) aktif bertanya pada

guru; (4) menyimak penjelasan guru; (5) berpartisipasi dalam kelompok; (6) dapat bekerjasama

dengan teman; (7) mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru; (8) menunjukkan rasa senang

terhadap pembelajaran; (9) mempresentasikan hasil kerja kelompok; dan (10) aktivitas yang tidak

relevan.

Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat bahwa frekwensi aktivitas siswa dalam kegiatan

belajar mengajar menggunakan perangkat pembelajaran hasil pengembangan yang paling dominan

adalah memperhatikan penjelasan guru dengan persentase mencapai 29,52%, sedangkan urutan

berikutnya yaitu mempresentasikan tugas kelompok dengan persentase mencapai 18,77% dan

aktivitas siswa yang paling rendah adalah aktivitas yang tidak relevan dengan mencapai persentase

0,63%. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa menunjukkan bahwa kegiatan

pembelajaran berpusat pada siswa dan siswa menikmati pembelajaran.

Hasil pengamatan aktivitas siswa selama kegiatan belajar mengajar dilakukan oleh masing-

masing pengamat. Menurut pendapat pengamat instrumen pengamatan dapat dipercaya dengan

reliabilitas instrumen berkategori baik. Kategori baik terlihat dari persentase reliabilitas instrumen

rata-rata 98,96%.

Berdasarkan data dapat diketahui bahwa rata-rata persentase reliabilitas instrumen

pengamatan aktivitas dalam kegiaan belajar mengajar adalah 98,96%. Dengan demikian instrumen

yang digunakan untuk mengamati siswa dalam proses pembelajaran dengan kategori valid dan

reliabel.

Karakter mahasiswa yang diamati terutama adalah karakter jujur dan tanggung jawab.

Pengamatan karakter siswa pada waktu perkuliahan Pembelajaran IPS di SD dari dua pengamat dapat

disimpulkan bahwa karakter jujur dan tanggung jawab telah dimiliki siswa.

Berdasarkan data, dalam satu kelas yang berjumlah dua puluh lima, siswa yang telah memiliki

karakter sangat baik atau mendapatkan predikat A berjumlah 5 atau mencapai 20%. Sedangkan siswa

yangng mendapat kategori B (baik) berjumlah 16 siswa 62%, sedangkan siswa yang mendapat

Page 65: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 665

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

predikat cukup baik (C) mencapai 16% atau 4 siswa, dan di antara dua puluh lima siswa tidak satupun

siswa yang kategori karakternya tidak baik atau (D).

Berdasarkan data dapat diketahui bahwa hasil pengamatan karakter positif siswa yaitu 5 siswa

sudah mempunyai karakter yang sangat baik, 16 siswa mempunyai karakter yang baik, 4 siswa

mempunyai karakter yang cukup baik dan tidak ada satupun siswa yang mempunyai karakter yang

tidak baik.

Tes hasil belajar siswa digunakan untuk mengetahui efektif atau tidaknya perangkat

pembelajaran yang dikembangkan oleh peneliti. Hasil belajar siswa juga bertujuan untuk mengetahui

tingkat penguasaan materi pembelajaran berdasarkan skor yang diperoleh siswa dari pre-test dan post-

test. Tes hasil belajar siswa digunakan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi

pelajaran yang diukur dengan ketuntasan belajar bidang studi Pembelajaran IPS di SD. Tes hasil

belajar siswa tersebut meliputi hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor.

Dari data dapat diperoleh nilai dasar atau pre-tes nilai kognitf sebesar 60,4, nilai afektif 69,12,

dan nilai psikomotor 73,68. Setelah kegiatan belajar mengajar siswa diadakan ulangan atau pos-tes.

Pada data, nilai rata-rata ranah kognitif siswa sebesar 71,12 dengan kriteria sangat baik dan telah

mengalami kenaikan sebesar 10,72 poin. Rata-rata nilai afektif pos-tes adalah 76,59 dengan predikat

baik. Nilai post-tes ranah psikomotor 81,50 dan naik sebanyak 7,82 poin dari nilai pre-tes. Dengan

demikian perangkat pembelajaran hasil pengembangan pengembangan mempunyai implikasi

terhadap hasil belajar siswa. Dari hasil pre-tes rata-rata kelas IV matapelajaran Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan adalah 67,73. Jika hasil tersebut dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas

setelah post-tes yaitu 76,40, adalah naik sebesar 8,67 poin.

SIMPULAN

Perangkat pembelajaran yang berhasil dikembangkan dalam penelitian ini adalah rencana

pelaksanaan pembelajaran, materi ajar siswa, lembar kegiatan siswa, dan tes hasil belajar. Perangkat

perkuliahan pada mata kuliah Pembelajaran IPS berbasis pendidikan karakter bagi mahasiswa

semester V Prodi PGSD Universitas PGRI Madiun yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi

silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, materi ajar siswa, lembar kegiatan siswa, dan tes hasil

belajar dinyatakan valid dan layak sebagai perangkat pembelajaran. Respons siswa terhadap

komponen dan proses pembelajaran menunjukkan respons yang positif. Dengan respons positif dari

siswa di dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa perangkat pembalajaran hasil

pengembangan efektif untuk digunakan. Tingkat kesukaran materi ajar siswa di dalam penelitian ini

dalam kategori rendah bagi siswa, sehingga perangkat pembelajaran hasil pengembangan relatif

mudah dipahami oleh siswa.

Keterlaksanaan pembelajaran pada implementasi perangkat pembelajaran terlaksana 100%

dengan kategori sangat baik. Sehingga pembelajaran IPS di SD berbasis pendidikan karakter bagi

siswa kelas IV sekolah dasar, secara umum dalam setiap langkah terlaksanadengan rata-rata untuk

setiap aspek pengamatan memiliki kategori sangat baik, yakni bahwa kemampuan peneliti dalam

pengelolaan dan pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan baik, sehingga menunjang dalam

seluruh proses pembelajaran. Aktivitas siswa pada implementasi perangkat perkuliahan pada mata

kuliah Pembelajaran IPS berbasis pendidikan karakter bagi mahasiswa semester V Prodi PGSD

Universitas PGRI Madiun, menunjukkan aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa lebih menonjol

daripada berpusat pada guru, sehinga efektif untuk mengajar.

Berdasarkan analisis hasil belajar siswa, penerapan perangkat perkuliahan pada mata kuliah

Pembelajaran IPS berbasis pendidikan karakter bagi mahasiswa semester V Prodi PGSD Universitas

PGRI Madiun terlihat meningkat. Dari rata-rata siswa pada waktu pre-tes adalah 64,28, sedangkan

rata-rata nilai siswa pada pos-tes yaitu 76,08. Jadi poin peningkatan siswa dari pre-tes dengan pos-

tes adalah sebesar 11,72 poin. Dengan demikan perangkat pembelajaran hasil pengembangan

mempunyai implikasi terhadap hasil belajar siswa dan layak digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 66: Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang ...apppintb.org/wp-content/uploads/2017/11/Prosiding-Semnas-APPPI-NTB... · Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan

Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Membangun Generasi

Berkarakter Melalui Pembelajaran Inovatif”. Aula Handayani IKIP Mataram 14 Oktober 2017. ISSN 2598-1978

Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 666

Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Depdiknas. 2009. Sosialisasi KTSP. Jakarta

Kosasih, Djahiri. 2006. Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan.

Bandung: Laoratorium PKn FPIPS-UPI

Sukardi. 2006. Hubungan Persepsi Anak terhadap Keluarga, Citra Diri, dan Motif Berprestasi

dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas V SD Ta’miriyah. Surabaya: Jurnal Anima Vol XI

NO .42

Trianoto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implikasinya dalam Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara

Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontektual di Kelas. Jakarta: Cerdas Pustaka Tim Pustaka

Wiriaatmadja, Rochiati. 2007. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya