12
Makassar, 3-5 November 2016 “Masyarakat Hidup Sehat dan Bahagia dalam Mencapai Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDGs 2030)” Edisi Kedua Prosiding Kongres Nasional Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat ke- 13 (KONAS IAKMI XIII)

Prosiding - Unhas

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Prosiding - Unhas

Makassar, 3-5 November 2016

“Masyarakat Hidup Sehat dan Bahagia dalam Mencapai Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDGs 2030)”

Edisi Kedua

ProsidingKongres NasionalIkatan Ahli Kesehatan Masyarakat ke- 13(KONAS IAKMI XIII)

Page 2: Prosiding - Unhas

ProsidingKongres Nasional Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat ke-13

(KONAS IAKMI XIII)

“Masyarakat Hidup Sehat dan Bahagia dalam Mencapai Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDGs 2030)”

Edisi Kedua

Makassar, 3–5 November 2016

Page 3: Prosiding - Unhas
Page 4: Prosiding - Unhas

Editor:

Veni HadjuIda Leida M. Thaha

Indra DwinataAndi Selvi Yusnitasari

Uswatun HasanahHerlindayanti

ProsidingKongres Nasional Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat ke-13

(KONAS IAKMI XIII)

“Masyarakat Hidup Sehat dan Bahagia dalam Mencapai Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDGs 2030)”

Edisi Kedua

Makassar, 3–5 November 2016

Page 5: Prosiding - Unhas

Prosiding KONAS IAKMI XIIIKongres Nasional Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat ke- 13 Edisi Kedua

Penyusun : Media Kesehatan Masyarakat Indonesia (MKMI) Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin

ISBN : 978-602-60338-1-9

Editor : Veni Hadju Ida Leida M. Thaha Indra Dwinata Andi Selvi Yusnitasari Uswatun Hasanah Herlindayanti

Desain Sampul: Erwin Aziza Jayadipraja

Penata Isi: Andreas Levi Aladin Ardhya Pratama Army Trihandi Putra Ahmad Syahrul Fakhri Muhamad Ade Nurdiansyah

Sumber Foto Sampul: http://www.tripjalanjalan.com/wp-content/uploads/2016/07/gaya-hidup-sehat.jpg

Penerbit:

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

Redaksi:Jl. Perintis Kemerdekaan KM. 10 Tamalanrea 90245Telp. 08114440454, Fax (0411) 586013E-mail : [email protected] : http://journal.unhas.ac.id/index.php/JMKMI

Cetakan pertama, Oktober 2016, Hak Cipta pada © IAKMIPerpustakaan Nasional RI

Page 6: Prosiding - Unhas

NEGOSIASI PENCANANGAN GERAKAN PEDULI ASI UNTUK MENDUKUNG PEMBERIAN ASI

EKSKLUSIF DI KABUPATEN JENEPONTO

Suriah1, Muhammad Rachmat1, Awaluddin2, Yuyun Widaningsih3, Andi Tenri Pada Rustham4

1Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas, 2Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas,

3Departemen Ilmu Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Unhas4Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran Unhas

ABSTRAKJeneponto merupakan kabupaten di Sulawesi Selatan dengan cakupan pemberian ASI eksklusif terendah pada tahun 2012 dan kabupaten dengan urutan ke-13 terendah dalam cakupan pemberian ASI eksklusif pada tahun 2014. Berbagai regulasi telah ditetapkan oleh pemerintah, tetapi wilayah ini belum mencapai Standar Pelayanan Minimal (SPM) 80%. Penelitian ini bertujuan mengimplementasikan strategi negosiasi dalam pencanangan Gerakan Peduli ASI (GP-ASI) untuk mempercepat peningkatan cakupan pemberian ASI di Kabupaten Jeneponto. Penelitian ini menggunakan Participatory Action Research (PAR) dengan menjadikan Kecamatan Tamalatea sebagai lokus inisiasi GP-ASI. Partisipan yang terlibat yakni Kepala Kecamatan Tamalatea, Kepala Seksi Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas Tamalatea, Kader Posyandu dan TOMA perempuan serta ibu hamil primipara seKecamatan Tamalatea. Metode pengumpulan data menggunakan observasi selama proses PAR berlangsung. Proses kegiatan meliputi: sosialisasi di tingkat kecamatan, seleksi dan identifikasi edukator lokal (Kader Posyandu dan TOMA perempuan), desain buku saku manajemen laktasi, pelatihan edukator lokal, edukasi manajemen laktasi oleh edukator lokal kepada ibu hamil primipara, dan penandatangan an draft Gerakan Peduli ASI. Kegiatan ini menghasilkan 10 orang edukator lokal terlatih tentang manajemen laktasi, 20 orang ibu hamil primipara mendapatkan edukasi manajemen laktasi dari edukator lokal, tersusunnya buku saku manajemen laktasi, dan terbentuknya Gerakan Peduli ASI di Kecamatan Tamalatea. Berdasarkan hasil kegiatan ini, diharapkan: 1) Edukator lokal akan terus memberikan informasi berkelanjutan kepada ibu hamil primipara yang dilengkapi dengan buku saku manajemen laktasi, 2) Pihak Puskesmas Tamalatea dan Dinas Kesehatan agar menyebarluaskan hasil kegiatan sehingga seluruh Kecamatan yang ada di Kabupaten Jeneponto mendukung Gerakan Peduli ASI yang telah dimulai di Kecamatan Tamalatea.

Kata kunci: negosiasi, gerakan peduli ASI, edukator lokal manajemen laktasi

Page 7: Prosiding - Unhas

PROSIDING KONGRES NASIONAL IKATAN AHLI KESEHATAN MASYARAKAT KE-13 (KONAS IAKMI XIII)“Masyarakat Hidup Sehat dan Bahagia dalam Mencapai Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDGs 2030)” Edisi Kedua

612

1. PENDAHULUANMenurut World Health Organization (WHO), Air Susu Ibu (ASI) eksklusif merupakan pemberian ASI saja tanpa ada cairan lain atau makanan padat yang diberikan termasuk air putih kecuali larutan rehidrasi oral/vitamin/mineral/obat-obatan tetes atau sirup (WHO 2014a). Hasil penelitian dari WHO pada tahun 2013 menyebutkan bahwa hanya sekitar 38% bayi usia 0–6 bulan di dunia yang mendapatkan ASI secara eksklusif (WHO 2014b). Di wilayah Asia, terdapat hasil penelitian oleh Cai, Wardlaw, dan Brown (2012) yang menyebutkan bahwa persentase ibu di wilayah Asia yang memberikan ASI-nya secara eksklusif hanya sekitar 41%.

Selanjutnya data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), menunjukkan bahwa cakupan pemberian ASI Eksklusif di Indonesia masih sangat rendah. Pada tahun 2007 hanya sebesar 32%, kemudian pada tahun 2010 turun menjadi 15,3% dan pada tahun 2013 baru mencapai angka 42% (Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, 2010, dan 2013). Berbagai regulasi ditetapkan oleh pemerintah untuk meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Pemerintah telah menetapkan target cakupan ASI eksklusif pada tahun 2010 pada bayi 0–6 bulan sebesar 80% (Minarto 2011). Berdasarkan hal tersebut pemerintah kemudian menyusun berbagai kebijakan untuk mencapai target tersebut sebagaimana dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Pasal 128 ayat (1), berbunyi “Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis”. Undang-undang tersebut kemudian dituangkan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif, pasal 6 berbunyi “Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya”.

Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan merupakan provinsi pertama yang mengesahkan Peraturan Daerah tentang ASI melalui Perda No. 6 Tahun 2010. Tujuan dari peraturan terkait ASI eksklusif adalah untuk menjamin terpenuhinya hak bayi, menjamin pelaksanaan kewajiban ibu memberikan ASI eksklusif, dan mendorong peran keluarga, masyarakat, badan usaha dan pemerintah daerah dalam pemberian ASI eksklusif. Dalam pasal 11 ayat 2 memuat pula penjelasan tentang institusi pelayanan dan/atau penolong persalinan wajib

membantu ibu melakukan pemberian kolostrum pada bayi. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI (2014), memperlihatkan bahwa cakupan pemberian ASI secara eksklusif di Provinsi Sulawesi Selatan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 sebesar 77,1%, kemudian menurun pada tahun 2012 sekitar 62,91%, dan menurun lagi pada tahun 2013 hanya sejumlah 56%. Angka cakupan tersebut mengindikasikan bahwa meskipun regulasi dan berbagai program telah dilakukan oleh pemerintah dan lembaga atau komunitas pemerhati pemberian ASI secara eksklusif, tetapi cakupan pemberian ASI eksklusif masih jauh dari target yang ditetapkan pada tahun 2010 yakni 80%.

Ada berbagai bentuk gerakan masyarakat sebagai dukungan nyata dalam upaya pemberian ASI secara eksklusif yang telah dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia. Salah satunya di Provinsi Sulawesi Selatan, lahirnya Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) yang terbentuk dari kepedulian beberapa ibu mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif yang diresmikan sebagai AIMI Sulsel pada tahun 2011 (AIMI 2011). Selain itu, terdapat Gerakan Peduli ASI eksklusif di Kota Makassar pada tahun 2012 (Cakrawala 2012).

Salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan dengan cakupan pemberian ASI eksklusif terendah pada tahun 2012 dan merupakan Kabupaten urutan ke-13 terendah dalam cakupan pemberian ASI eksklusif pada tahun 2014 adalah Kabupaten Jeneponto. Data yang ditemukan dari Profil Kesehatan Kabupaten Jeneponto menunjukkan cakupan pemberian ASI eksklusif dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami fluktuasi yang masih jauh dari target SPM (Standar Pelayanan Minimal) tahun 2010 (80%), yakni tahun 2010; 48,80%, 2011; 29,30%, 2012; 20,57%, 2013; 67,66% dan tahun 2014; 72,70% (Dinkes Provinsi Sul-Sel (2014), Dinkes Kabupaten Jeneponto (2012).

Berdasarkan berbagai data dan informasi di atas, maka dibutuhkan upaya untuk membantu masyarakat khususnya bayi 0–6 bulan di Kabupaten Jeneponto untuk mendapatkan haknya yaitu memperoleh ASI saja tanpa tambahan minuman dan makanan apapun. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian terkait yang telah dilakukan di kabupaten Jeneponto seperti penelitian yang dilakukan oleh Fadjriah (2013) dengan metode kualitatif, menemukan bahwa

Page 8: Prosiding - Unhas

Negosiasi Pencanangan Gerakan Peduli ASI untuk Mendukung Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Jeneponto

613

ibu yang berasal dari daerah pedalaman maupun daerah perkotaan memahami mengenai konsep ASI eksklusif, tetapi belum sampai pada tingkat aplikasi. Keluarga dan tokoh masyarakat juga belum memperlihatkan dukungan yang berarti kepada ibu primipara, multipara dan grandemultipara dalam pemberian ASI secara eksklusif berdasarkan pernyataan bahwa keluarga menyarankan pemberian susu formula ketika ASI tidak lancar, dan juga menyarankan pemberian makanan pendamping kepada bayi usia 4–5 bulan.

Hasil temuan lainnya di Kabupaten Jeneponto yakni penelitian Syam (2015) menyimpulkan bahwa hanya 15,6% dari 244 ibu primipara yang terpilih sebagai sampel se-Kabupaten Jeneponto memberikan ASI secara eksklusif. Sejumlah 79,1% dari 206 ibu primipara yang tidak memberikan ASI secara eksklusif, memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) kepada bayinya ketika masih berusia tiga hari. Alasan ibu primipara memberikan MP-ASI kepada bayinya sebelum berusia lebih dari 6 bulan antara lain ASI tidak keluar, anak tidak mau, ibu sibuk bekerja, ada masalah kesehatan, bayi sakit, nasehat suami, nasehat tenaga kesehatan, dan tidak mau payudara berubah bentuk karena menyusui.

Kecamatan yang menjadi lokasi penelitian adalah Kecamatan Tamalatea. Alasan pemilihan lokasi ini adalah berdasarkan data hasil penelitian Syam (2015) mengidentifikasi bahwa sejumlah 192 ibu primipara yang terdata mulai bulan Februari-Juli 2014, dari jumlah tersebut terpilih secara proportional random sampling sebanyak 23 ibu primipara yang berpartisipasi dalam penelitian. Jumlah tersebut merupakan jumlah ibu primipara berpartisipasi

yang terbanyak ketiga setelah Kecamatan Binamu (37 ibu primipara) dan Kecamatan Bangkala (36 ibu primipara).

2. BAHAN DAN METODEPenelitian ini adalah Participatory Action Research (PAR) dengan menjadikan Kecamatan Tamalatea sebagai lokus aksi. Participatory Action Research adalah jenis riset yang dilaksanakan secara partisipatif di antara warga masyarakat dalam suatu komunitas arus bawah yang semangatnya untuk mendorong terjadinya aksi-aksi transformatif melakukan perubahan menuju kondisi hidup yang lebih baik. Dua dimensi utama dari metode riset ini adalah dimensi aksi dan dimensi partisipasi. Dimensi aksi yang dilakukan pada penelitian ini adalah: sosialisasi di tingkat kecamatan, identifikasi edukator lokal, pelatihan edukator lokal, edukasi manajemen laktasi kepada ibu hamil primipara, penyusunan buku saku manajemen laktasi, negosiasi pencananangan gerakan peduli ASI diinisiasi dengan penandatangan GP-ASI. Sedangkan dimensi partisipatif adalah dengan melibatkan: Kepala Kecamatan Tamalatea, Kepala Puskesmas Tamalatea, Kepala Seksi Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto, kader edukator lokal manajemen laktasi dan ibu hamil primipara se-kecamatan Tamalatea.

Sasaran kegiatan ini terdiri dari sasaran pelatihan manajemen laktasi yaitu 10 orang kader posyandu di Kecamatan Tamalatea. Kemudian sasaran edukasi manajemen laktasi adalah 20 orang ibu hamil primipara. Satu orang kader (edukator lokal) mengedukasi 2 orang ibu hamil primipara tentang manajemen laktasi. Berikut skemanya:

1 2 3 4 5 5 Tim Edukator 10 Edukator Lokal

20 Ibu Hamil Primipara

Gambar 1 Edukator dan sasaran edukasi tentang manajemen laktasi

Page 9: Prosiding - Unhas

PROSIDING KONGRES NASIONAL IKATAN AHLI KESEHATAN MASYARAKAT KE-13 (KONAS IAKMI XIII)“Masyarakat Hidup Sehat dan Bahagia dalam Mencapai Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDGs 2030)” Edisi Kedua

614

Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa ada 5 edukator terkait manajemen laktasi dengan bidang keahlian masing-masing dan di antaranya ada yang telah mendapatkan sertifikat pelatihan manajemen laktasi, yang telah melatih 10 orang kader posyandu di Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto. Selanjutnya 10 kader (edukator lokal) yang telah mendapatkan pelatihan mengenai manajemen laktasi tersebut mengedukasi 20 ibu hamil primipara dengan usia kehamilan trimister ke-3 (7–9 bulan), juga mengenai manajemen laktasi.

Kegiatan edukasi tentang manajemen laktasi kepada ibu hamil primipara di Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto, dimulai dengan melakukan sosialisasi di tingkat kecamatan dengan melibatkan pihak terkait antara lain: Kepala Kecamatan Tamalatea, Kepala Puskesmas Tamalatea, Kepala Seksi Gizi Kesehatan Masyarakat (Dinkes Kabupaten Jeneponto) kader posyandu dan tokoh masyarakat setempat. Sosialisasi kegiatan di tingkat kecamatan menghasilkan kesepakatan dan kesediaan dari pihak terkait untuk berpartisipasi dalam kegiatan, oleh karena kegiatan ini bertujuan menghasilkan target luaran yang penting dalam upaya mendukung peningkatan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0–6 bulan di Kabupaten Jeneponto. Target tersebut antara lain pelatihan dan edukasi tentang manajemen laktasi dan mendorong lahirnya Gerakan Peduli ASI eksklusif di Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto. Setelah sosialisasi di tingkat kecamatan, kemudian dilakukan identifikasi dan seleksi 10 orang kader posyandu aktif oleh Tim Penelitian Manajemen Laktasi (Tim Edukator), Kepala Puskesmas Tamalatea dan Kepala Seksi Gizi Masyarakat. Selain sebagai peserta pelatihan manajemen laktasi, kader posyandu tersebut juga sekaligus berperan mengedukasi ibu hamil primipara. Selanjutnya proses edukasi oleh kader (edukator lokal) diobservasi oleh tim edukator.

1. Pelatihan Manajemen LaktasiPresentasi dan Komunikasi Kelompok (Ceramah, diskusi, tanya jawab, simulasi, dan demonstrasi), serta pemutaran video tentang manajemen laktasi dan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

2. Edukasi Manajemen LaktasiKomunikasi Kelompok, Komunikasi Interpersonal (Penjelasan, diskusi, tanya jawab dan bimbingan praktik manajemen laktasi).

3. Materi dan media edukasi:Materi edukasiMateri edukasi meliputi: Manfaat dan keunggulan ASI, manajemen laktasi, masalah-masalah seputar menyusui, pemberian ASI dalam kondisi khusus, faktor pendukung keberhasilan menyusui dan kelompok pendukung ASI.

Media dan alat bantu edukasiMedia dan alat bantu edukasi terdiri dari: slide proyektor, buku saku manajemen laktasi, manekin bayi, manekin payudara dan perlengkapan bayi.

4. Edukator Kesehatan:Tim edukator yang terdiri atas ketua dan anggota tim peneliti sesuai dengan kepakarannya masing-masing.

3. HASIL DAN PEMBAHASANSeleksi dan identifikasi kader posyandu aktif calon peserta pelatihan edukator lokal manajemen laktasi berlangsung pada tanggal 2 September 2015, dilakukan oleh; Tim Penelitian Manajemen Laktasi (Tim Edukator) bersama Kepala Puskesmas Tamalatea dan Kepala Seksi Gizi Masyarakat (Dinkes Kabupaten Jeneponto). Sejumlah 20 orang kader diseleksi dengan kriteria; aktif di masyarakat, bisa baca tulis, minimal 2 tahun telah menetap di kecamatan Tamalatea dan bersedia berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan.

Pelatihan edukator lokal berlangsung selama 2 hari (6–7 September 2015) di Aula Puskesmas Tamalatea Kabupaten Jeneponto. Jumlah peserta pelatihan sebanyak 10 orang kader posyandu. Kegiatan dimulai dengan registrasi peserta yang dilanjutkan dengan pre-test pemahaman awal peserta pelatihan tentang manajemen laktasi. Berdasarkan data hasil pre-post test peserta pelatihan edukator lokal manajemen laktasi didapatkan bahwa hampir semua peserta mengalami peningkatan pengetahuan antara 10–40 poin tentang manajemen laktasi

Page 10: Prosiding - Unhas

Negosiasi Pencanangan Gerakan Peduli ASI untuk Mendukung Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Jeneponto

615

setelah mendapatkan pelatihan. Meskipun demikian terdapat satu orang peserta pelatihan yang tidak mengalami peningkatan pengetahuan. Materi pelatihan diberikan oleh tim penelitian manajemen laktasi. Peserta pelatihan menyimak dengan seksama semua materi pelatihan yang meliputi antara lain; Manfaat dan keunggulan ASI, manajemen laktasi, masalah-masalah seputar menyusui, pemberian ASI dalam kondisi khusus serta faktor pendukung keberhasilan menyusui.

Proses edukasi manajemen laktasi yang dilakukan oleh edukator lokal terlatih, berlangsung selama 2 hari (7–8 September 2015). Kegiatan ini diikuti oleh 20 orang ibu hamil primipara. Sasaran edukasi ada yang berkunjung ke puskesmas Tamalatea adapula yang dikunjungi oleh edukator lokal di rumahnya. Satu edukator mengedukasi 2 orang ibu hamil, yakni satu orang pada hari pertama dan satu orang pada hari kedua. Proses edukasi yang dilakukan oleh edukator lokal tidak hanya menggunakan buku saku manajemen laktasi sebagai rujukan, namun mereka juga dilengkapi dengan alat peraga (media) edukasi seperti manekin bayi dan manekin payudara. Proses edukasi oleh edukator lokal diamati baik oleh sesama peserta pelatihan, maupun oleh tim penelitian manajemen laktasi. Observasi proses edukasi terhadap edukator lokal ini dimaksudkan untuk memastikan materi tentang manajemen laktasi yang telah diberikan kepada edukator lokal selama pelatihan, dapat tersampaikan dengan baik kepada sasaran utama yakni ibu hamil primipara, agar mereka dapat mengaplikasikan kelak hasil pembelajaran yang diperoleh kepada bayi yang akan dilahirkan.

Berdasarkan hasil pengamatan oleh tim edukator maupun oleh sesama peserta, dapat dikatakan bahwa hampir semua peserta pelatihan edukator lokal dapat menyampaikan materi yang telah diperoleh selama pelatihan kepada ibu hamil primipara pada saat proses edukasi tentang manajemen laktasi. Meskipun demikian ada dua edukator lokal yang tidak menyampaikan informasi tentang; Manfaat dan Keunggulan ASI, satu edukator lokal tidak menyampaikan materi tentang; Pemberian ASI dalam Kondisi Khusus dan satu edukator lokal tidak menyampaikan materi tentang Faktor Pendukung Keberhasilan Menyusui kepada sasaran ibu hamil primipara. Kegiatan pengamatan proses edukasi antara edukator lokal dan ibu hamil primipara

yang diamati baik oleh sesama peserta maupun tim penelitian manajemen laktasi, menggunakan lembar observasi.

Pembentukan Gerakan Peduli ASI di Kabupaten Jeneponto merupakan agenda yang mendesak untuk disegerakan, mengingat Kabupaten Jeneponto saat ini masih merupakan wilayah dengan cakupan ASI eksklusif urutan ke-13 terendah di Sulawesi Selatan. Untuk itu, kegiatan penelitian tentang manajemen laktasi di kecamatan Tamalatea dijadikan sebagai momentum untuk menginisiasi terbentuknya GP-ASI yang diharapkan dapat disebarluaskan untuk 9 kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Jeneponto. Penandatanganan draft kesepakatan GP-ASI di kecamatan Tamalatea dilakukan oleh kepala Kecamatan Tamalatea, Kepala Puskesmas Tamalatea, Kepala Seksi Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan kabupaten Jeneponto, kader edukator lokal manajemen laktasi dan ibu hamil primipara.

Berdasarkan hasil kegiatan penelitian ini, maka diharapkan edukator lokal akan terus memberikan informasi yang berkelanjutan kepada ibu hamil primipara di kabupaten Jeneponto yang dilengkapi dengan buku saku manajemen laktasi dan terus mendukung Gerakan Peduli ASI sehingga dapat mendukung peningkatan cakupan pemberian ASI eksklusif di kabupaten Jeneponto. Di Kabupaten Jeneponto terdapat 10 kecamatan sehingga diharapkan 9 kecamatan lainnya akan mengadopsi hasil kegiatan yang telah di mulai di Kecamatan Tamalatea.

Beberapa hal berikut dapat menjadi upaya tindak lanjut dalam rangka meningkatkan cakupan ASI Eksklusif di seluruh wilayah kabupaten Jeneponto:

1. Melakukan disseminasi informasi tentang pentingnya dalam upaya mendukung peningkatan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0–6 bulan di kabupaten Jeneponto. Kegiatan ini dapat diprakarsai oleh Seksi Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan kabupaten Jeneponto dengan melibatkan bidang lain seperti Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta bidang promosi kesehatan dalam lingkup Dinkes Kabupaten Jeneponto. Selain itu, mendorong partisipasi seluruh puskesmas yang ada di kabupaten Jeneponto untuk turut serta melakukan penyebaran

Page 11: Prosiding - Unhas

PROSIDING KONGRES NASIONAL IKATAN AHLI KESEHATAN MASYARAKAT KE-13 (KONAS IAKMI XIII)“Masyarakat Hidup Sehat dan Bahagia dalam Mencapai Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDGs 2030)” Edisi Kedua

616

informasi ini melalui unit KIA, Gizi, dan Promosi Kesehatan pada masing-masing puskesmas.

2. Pelatihan edukator lokal di 9 kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Jeneponto yang dapat diinisiasi oleh Seksi Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan kabupaten Jeneponto. Peserta dapat berasal dari kader posyandu aktif, sebagaimana yang telah ada di Kecamatan Tamalatea, dapat pula melibatkan kader PKK dan tokoh masyarakat perempuan di masing-masing kecamatan.

3. Pemanfaatan dan penggandaan media edukasi berupa buku saku tentang manajemen laktasi yang diperuntukkan bagi edukator lokal terlatih dan ibu hamil primipara di 9 kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Jeneponto. Upaya ini dapat dilakukan oleh bidang promosi kesehatan dinkes Kabupaten Jeneponto, dan didistribusi melalui unit promosi kesehatan di semua puskesmas yang ada di Kabupaten Jeneponto.

4. Perluasan Gerakan Peduli ASI (GP-ASI) yang telah terbentuk di kecamatan Tamalatea bagi 9 kecamatan lainnya di kabupaten Jeneponto. Kegiatan ini dapat melibatkan gerakan secara simultan dari pemda lokal (tingkat kecamatan maupun desa), tokoh masyarakat, stakeholder lainnya di luar sektor kesehatan, seperti pendidikan dan agama serta kelompok-kelompok sosial keagamaan di masyarakat seperti majelis ta’lim. Kegiatan ini dapat dimotori oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto.

4. KESIMPULAN DAN SARANMelalui kegiatan edukasi manajemen laktasi kepada ibu hamil primipara di Kabupaten Jeneponto, maka luaran yang telah dihasilkan adalah: 1) Sepuluh orang edukator lokal terlatih tentang manajemen laktasi se-kecamatan Tamalatea, 2) Dua puluh orang ibu hamil primipara (usia kehamilan 7–9 bulan) telah mendapatkan edukasi manajemen laktasi dari edukator lokal terlatih di kecamatan Tamalatea,

3) Edukator lokal dan ibu hamil primipara di Kecamatan Tamalatea telah dibekali media berupa buku saku manajemen laktasi, dan 4) Draft Gerakan Peduli ASI (GP-ASI) telah disepakati dan ditandatangani oleh kepala Kecamatan Tamalatea, Kepala Puskesmas Tamalatea, Kepala Seksi Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto, kader edukator lokal manajemen laktasi dan ibu hamil primipara di wilayah Kecamatan Tamalatea. Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil kegiatan ini adalah Pihak puskesmas Tamalatea dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto agar dapat menyebarluaskan hasil kegiatan ini sehingga seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Jeneponto mendukung Gerakan Peduli ASI yang telah dimulai di Kecamatan Tamalatea.

5. DAFTAR PUSTAKAAIMI. 2011. 1. Keajaiban ASI dan Efek Samping Pemberian Susu Formula pada Bayi, Ditinjau dari Sisi Medis dan Hukum Syariah. Jakarta: AIMI.

Cakrawala. 2012. 2. Makassar Canangkan Gerakan ASI Eksklusif. Dalam: AMI/ISM (ed.). Makassar: Cakrawala Makassar.

Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto. 2012. 3. Profil Kesehatan Kabupaten Jeneponto 2012.

Dinkes Sul-sel. 2014. 4. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan 2014

Fadjriah, R. N. 2013. 5. Perilaku Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Jeneponto. Jurnal Promosi Kesehatan Nusantara Indonesia No. 12 Edisi 12 Juli–Desember 2013.

Kementerian Kesehatan, R. I. 2012. 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Kementerian kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan, RI. 2014. 7. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Minarto. 2011. 8. Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat (RAPGM) Tahun 2010–2014.

Riskesdas. 2008. 9. Riset Kesehatan Dasar 2007. Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan. Kementrian kesehatan Republik Indonesia.

Page 12: Prosiding - Unhas

Negosiasi Pencanangan Gerakan Peduli ASI untuk Mendukung Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Jeneponto

617

Riskesdas. 2011. 10. Riset Kesehatan Dasar 2010. Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan. Kementrian kesehatan Republik Indonesia.

Riskesdas. 2014. 11. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan. Kementrian kesehatan Republik Indonesia.

Syam I. 2015. 12. Determinan Pemberian ASI Eksklusif Oleh Ibu Primipara di Kabupaten Jeneponto. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

WHO. 2014a. 13. Exclusive Breastfeeding. Retrieved fromhttp://www.who.int/elena/titles/exclusive_breastfeeding/en/. Diakses tanggal 11 Juni 2015.

WHO. 2014b. 14. Infant and Young Child Feeding. Retrieved from http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs342/en/.Diakses tanggal 11 Juni 2015.

WHO. 2015. 15. Exclusive Breastfeeding [Online]. WHO. Available: http://www.who.int/elena/titles/exclusive_breastfeeding/en/.Diakses tanggal 12 Juni 2015.