Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Banda Aceh, 19-21 September 2019
“Inovasi Sains dan Teknologi dalam Penerapan Infrastruktur Berbasis Mitigasi Bencana dan
Berwawasan Lingkungan”
Volume I:
Struktur, Material, Manajemen Rekayasa Konstruksi
PROSIDING
KONFERENSI NASIONAL TEKNIK SIPIL KE-13
ISBN: 978-979-98659-6-0
COVER INSIDE
PROSIDING
Benazir, Luky Handoko, Han Ay Lie, Widodo Kushartomo,
Ahmad Muhajir, Alfi Salmannur, Nina Shaskia, Yulfa Devi
Muhaira, Cut Izzah Kemala, Shofiyyah Putri Anjani
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS SYIAH KUALA
Jl. Syeh Abdurrauf No. 7 Darussalam, Banda Aceh, 23111 Indonesia.
Phone: (0651) 7552222
Email: [email protected]
Inovasi Sains dan Teknologi dalam Penerapan
Infrastruktur Berbasis Mitigasi Bencana dan
Berwawasan Lingkungan
Banda Aceh, 19-21 September 2019
KONFERENSI NASIONAL TEKNIK SIPIL KE-13
[KoNTekS-13]
VOLUME I
Struktur, Material, Manajemen Rekayasa Konstruksi
ISBN: 978-979-98659-6-0
Konferensi Nasional Teknik Sipil (KoNTekS) - 13 “Inovasi Sains dan Teknologi dalam Penerapan Infrastruktur Berbasis Mitigasi Bencana dan
Berwawasan Lingkungan”
i PROSIDING KoNTekS-13 (Volume I)
PENYELENGGARA DAN SPONSORSHIP KEGIATAN
KONFERENSI NASIONAL TEKNIK SIPIL KE-13
(KoNTekS-13)
Diselenggarakan oleh:
Disponsori oleh:
Banda Aceh, 19-21 September 2019
Konferensi Nasional Teknik Sipil (KoNTekS) - 13 “Inovasi Sains dan Teknologi dalam Penerapan Infrastruktur Berbasis Mitigasi Bencana dan
Berwawasan Lingkungan”
xx PROSIDING KoNTekS-13 (Volume I)
Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Tipe Pelampung di Perairan
Balaesang Tanjung Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah
(Setiyawan dan Irwan) ........................................................................................... 652
Studi Awal Penggunaan Pompa Vakum-Hidram dalam Mengatasi Kekurangan
Air pada Lahan Perbukitan (Maimun Rizalihadi, Mahmuddin, Ziana) ................. 663
Pemilihan Model Hujan Aliran Sebagai Dasar Pengelolaan Alokasi Air di DAS
Bedadung Kebupaten Jember (Gusfan Halik, Triesca Wahyu N., Wiwik
Yunarni, Hernu S., Entin Hidayah) ........................................................................ 675
TEMA H: LINGKUNGAN ....................................................................................... 683
Penilaian Kualitas Air Hujan di Wilayah Pesisir untuk Pasokan Air Bersih
Rumah Tangga (Joleha, Aras Mulyadi, Wawan, Imam Suprayogi) ...................... 684
Pendekatan Model Sistem Dinamis untuk Mensimulasikan Kebijakan
Konservasi Air Tanah Berkelanjutan di Jakarta, Indonesia (Erna Savitri) ............ 691
Pengaruh Alam dan Tataguna Lahan terhadap Sungai Babon (Djoko Suwarno,
Budi Santosa, Dimas Jalu Setyawan, Revangga Dandha Pratama) ....................... 703
Penerapan Konsep Green Construction pada Pembangunan Gedung Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala (Afwan Muhajir, Febriyanti
Maulina, Buraida) .................................................................................................. 708
TEMA I: MITIGASI BENCANA.............................................................................. 716
Model Optimasi Pengunaan Sumber Daya Air dan Penataan Muara Sungai
Ayung untuk Kawasan Ekowisata di Kota Denpasar (I Gusti Agung Putu
Eryani, Putu Gede Suranata, Cok Agung Yujana) ................................................. 717
Analisis Respons Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa dengan Base
Isolation High Damping Rubber Bearing (Syahnandito, Reni Suryanita,
Ridwan) .................................................................................................................. 728
Evaluasi Ketersediaan Fasilitas Aksesibilitas bagi Penyandang Difabel pada
Bangunan Gedung Laboratorium Keteknikan Universitas Teuku Umar
(Samsunan dan Chaira) .......................................................................................... 739
Monitoring Kerentanan Gedung Pemerintahan akibat Beban Gempa
Menggunakan Metode Rapid Visual Screening (Studi Kasus: Gedung
Pemerintahan Indragiri Hulu) (Sri Agustin, Reni Suryanita, Zulfikar Djauhari)
............................................................................................................................... 745
Identifikasi Potensi Banjir, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta (Rr.Rintis
Hadiani, Solichin, Adi Yusuf Muttaqien) .............................................................. 754
Kegagalan Struktur Bangunan dan Jembatan Saat Gempa Palu 28 September
2018 (Anwar Dolu, I Ketut Sulendra, Juni Hasan, I Gusti Made Oka) ................. 759
Konfirmasi Kecepatan Gelombang Geser (Vs30) antara Data USGS dengan
Hasil Penelitian Lapangan (Anggit Mas Arifudin) ................................................ 769
Tantangan Pembangunan Infrastruktur Pasca Pemutakhiran Peta Sumber dan
Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 (Faiz Sulthan, Maya Angraini, Maressi
Arasti Meuna) ........................................................................................................ 777
Konferensi Nasional Teknik Sipil 13 Banda Aceh, 19-20 September 2019
PENILAIAN KUALITAS AIR HUJAN DI WILAYAH PESISIR UNTUK PASOKAN AIR
BERSIH RUMAH TANGGA
Joleha1), Aras Mulyadi 2), Wawan3), Imam Suprayogi 4)
1)4)Jurusan Teknik Sipil, Universitas Riau, Kampus Bina Widya Km. 12,5 Sp.Panam Pekanbaru
1)Email: [email protected] 4)Email: [email protected]
2)Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Riau, Kampus Bina Widya Km. 12,5 Sp.Panam Pekanbaru
Email: [email protected] 3)Program Studi Magister Ilmu Pertanian, Universitas Riau, Kampus Bina Widya Km. 12,5 Sp.Panam Pekanbaru
Email: [email protected]
ABSTRAK
Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan (interface) antara
ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang
sangat kaya. Namun masih terdapat sekitar 21,1% dari rakyat Indonesia yang masih mengalami
masalah kekurangan air bersih. Wilayah yang mengalami permasalahan cukup pelik adalah Wilayah
Pesisir. Ketersediaan air hujan merupakan satu-satunya sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk
keperluan air minum. Ditinjau dari kualitas air hujan dibanding dengan air alami lainnya, air hujan
merupakan air paling murni dalam arti komposisinya hampir mendekati H2O. Namun demikian, pada
hakekatnya tidak pernah dijumpai air hujan yang betul-betul hanya tersusun atas H2O saja, berbagai
faktor lingkungan telah mempengaruhi kualitas air hujan tersebut. Air hujan di daerah pantai juga
terpengaruh oleh laut dengan segala aktifitas dan komposisi airnya. Untuk memastikan kualitas air
hujan di daerah pesisir Kabupaten Indragiri Hilir maka perlu dilakukan pengujian kualitas air
berdasarkan baku mutu sesuai dengan Persyaratan Kualitas Air Bersih dari Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 416/MENKES/PER/IX/1990. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kualitas air hujan di wilayah pesisir salah satunya di Kabupaten Indragiri Hilir. Kajian
kualitas air hujan dilakukan dengan mengambil hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti
sebelumnya di wilayah pesisir Kabupaten Indragiri Hilir, namun demikian hasil penelitian yang
dilakukan di wilayah pesisir lain juga digunakan sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa seluruh hasil uji kualitas air hujan di wilayah pesisir adalah dalam baku mutu kualitas air bersih
yang dipersyaratkan.
Kata kunci: Wilayah Pesisir, Kualitas Air, Air Bersih, Air Hujan.
1. PENDAHULUAN
Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan (interface) antara ekosistem darat dan
laut, serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya (Clark, 1996). Selain itu
wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan yang masih
dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan ke arah laut mencakup
bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang ada di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar serta
daerah yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Nontji, 2002).
Wilayah pesisir merupakan salah satu wilayah yang tergolong sering mengalami kesulitan untuk mengakses air
bersih. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (2007), sekitar 21,1% dari jumlah rakyat
Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih. Hal ini tentunya juga bertentangan dengan salah satu tujuan
yang tercantum dalam Millenium Development Goals (MDGs), yaitu “Ensure Environmental Sustainability” dengan
salah satu sasarannya, yaitu mengurangi setengah dari total populasi yang hidup tanpa akses terhadap air dan
sanitasi berkelanjutan.
Sumber daya air di wilayah pesisir terdiri atas tiga jenis, yaitu air atmosferik (hujan), air permukaan, dan air tanah.
Jumlah sumber daya air yang berasal dari air hujan akan sangat bergantung pada musim yang sedang berlangsung.
Pada musim hujan air tersedia dalam jumlah yang banyak, dan kondisi sebaliknya ditemui pada musim kemarau
(Delinom, 2007). Sumber daya air permukaan terdiri dari air sungai, saluran irigasi, danau alam, danau buatan
mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]
(waduk), dan genangan rawa. Namun yang paling banyak dan biasanya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan air
di wilayah pesisir adalah air hujan. Kualitas air tanah dan air permukaan di wilayah pesisir bersifat asam atau payau
dan dan terinstrusi air laut, sehingga air hujan adalah satu-satunya air yang memadai dijadikan sumber air bersih di
wilayah pesisir atau wilayah pulau (Joleha, 2019).
Dalam upaya pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat, wilayah pesisir merupakan salah satu wilayah yang
memanfaatkan teknologi pemanenan air hujan (PAH). PAH merupakan metode atau teknologi yang digunakan
untuk mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan, permukaan tanah, jalan atau perbukitan batu dan
dimanfaatkan sebagai salah satu sumber suplai air bersih (UNEP, 2001; Abdulla et al., 2009). Air hujan merupakan
salah satu sumber daya alam yang sangat cocok untuk dijadikan sebagai alternatif sumber air domestik dalam skala
rumah tangga. Dalam skala rumah tangga, pemanenan air hujan adalah cara yang mudah dan murah untuk
mendapatkan air bersih. Sejak permulaan abad ke-20, pemanenan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air domestik
telah menjadi metode yang populer di negara-negara Afrika, Asia, dan America Latin (Basinger et al., 2010).
Penggunaan air hujan sebagai salah satu alternatif sumber air sangat potensial untuk diterapkan di Indonesia
mengingat Indonesia adalah negara tropis yang mempunyai curah hujan yang tinggi.
Pemanfaatan air hujan diberbagai belahan dunia telah dimanfaatkan untuk kebutuhan pemenuhan air bersih seperti
hasil penelitian yang dilakukan oleh Zang et al. (2009) di beberapa kota di Australia menyebutkan penggunaan air
hujan dapat menghemat air bersih sampai 29,9% di Perth dan di Sydney kurang lebih 32,3%. Abdulla et al. (2009)
menyatakan di Jordan pemanfaatan air hujan oleh penduduk sebagai alternatif sumber air bersih dapat mengurangi
pemakaian air (potable water) hingga 19,7%. Selain untuk keperluan minum dan memasak, air hujan digunakan
untuk perawatan taman, kebersihan di dalam dan di luar rumah. Untuk keperluan makan dan minum tentu
membutuhkan pengolahan lebih lanjut walaupun tidak terlalu rumit.
Kajian UNEP (United Nations Environment Programme) pada tahun 2011 dengan mendasarkan pada meteorologi
dan karakteristik geografis pemanenan air hujan, dimana curah hujan tahunan di Indonesia mencapai 2.263 mm
yang cenderung terdistribusi secara merata sepanjang tahun tanpa ada perbedaan yang mencolok antara musim hujan
dan musim kemarau (Song et al., 2009). Selanjutnya UNEP menegaskan dengan mengingat Indonesia adalah
negara tropis yang mempunyai curah hujan yang tinggi merekomendasikan penggunaan air hujan sebagai salah satu
alternatif sumber air sangat potensial untuk diterapkan di Indonesia. Selanjutnya pemanenan air hujan di Indonesia
penting ditindaklanjuti sebagai salah satu upaya pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan.
Kabupaten Indragiri Hilir dan Pulau Merbau merupakan wilayah pesisir yang mengalami kesulitan air bersih
sepanjang tahun, karena kondisi wilayah ini didominasi oleh air asin, maka kualitas air yang sangat tidak layak dari
segi hidrologi kuantitatif maupun kualitatif akibat kondisi lingkungan yang bersifat rawa. Fenomena kehabisan air
lazim terjadi sementara lain satu-satunya sumber air daerah tersebut hanyalah mengandalkan dari air hujan.
Ketergantungan masyarakat terhadap air hujan di wilayah pesisir ataupun wilayah pulau, menggambarkan bahwa air
hujan adalah sumber air baku bagi masyarakat di wilayah tersebut ataupun di wilayah yang sulit air. Oleh karena itu
perlu kiranya mengetahui kualitas air hujan yang dijadikan sebagai sumber air bersih, apakah memenuhi standar
kulitas air bersih yang disyaratkan.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini digunakan data hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Data yang
digunakan adalah data oleh Triliani (2019), Anuar (2015) dan Joleha (2019). Sebagai perbandingan digunakan hasil
pengamatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (2019). Data dari beberapa laporan penelitian juga
diambil, walaupun penelitian tersebut bukan di wilayah pesisir namun merupakan penelitian berhubungan dengan
kualitas air hujan. Wilayah penelitian tersebut merupakan data hasil penelitian yang dilakukan di Pulau Jawa dan
Sumatera.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Air merupakan sumber daya alam yang sangat melimpah di muka bumi, dan dengan adanya siklus hidrologi
menjadikan air sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Namun meskipun air merupakan sumberdaya alam yang
dapat diperbaharui, air di alam sangat jarang ditemukan dalam keadaan murni. Air hujan yang pada awalnya dalam
keadaan murni tapi setelah mengalami reaksi dengan gas-gas di udara dalam perjalanannya turun ke bumi dan
selanjutnya selama mengalir di atas permukaan bumi dan dalam tanah, menjadikan air tersebut terkontaminasi.
Kualitas air merupakan karakteristik mutu yang dibutuhkan dalam pemanfaatan air sesuai dengan yang
diperuntukannya, dalam hal ini adalah kualitas air sebagai air bersih yang dapat dimanfaatkan terutama sebagai air
untuk masak, minum dan mencuci.
Pembatasan peruntukkan air disebabkan karena pengaruh kondisi suatu wilayah. Wilayah pesisir adalah wilayah
yang cenderung mengalami kesulitan air bersih dan satu-satunya sumber air bersihya adalah mengandalkan air
hujan. Air hujan yang merupakan air alami yang paling mendekati air mumi ternyata menunjukkan komposisi yang
berbeda-beda antara satu tempat dengan termpat yang lain.
Kualitas Air Hujan Wilayah Pesisir
Data kualitas air hujan dari berbagai sumber penelitian dianalisa berdasarkan peraturan pemerintah yaitu Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010. Data hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kualitas air
hujan dari berbagai wilayah pesisir di Provinsi Riau ternyata sangat bervariasi, namun demikian keseluruhan hasil
pengujian kualitas air hujan masih dalam baku mutu air bersih (Tabel 1).
Tabel 1. Analisis air hujan di beberapa wilayah pesisir di provinsi Riau
No. Parameter Satuan
Standar Baku
mutu (kadar
maksimum)
Hasil Pengujian Kualitas Air Hujan di
wilayah Pesisir
Kec
Tanah
Merah
(INHIL)
Bagan
Siapi -
api
(Rohil)
Kec Pulau
Merbau
(Kep.
Meranti)
1. pH - 6,5-9,0 6,5 8 6,14
2. Besi mg/l 0,3
deposition) dan air hujan (wet deposition). Gas-gas polutan yang terbawa angin ini akan tersebar hingga ratusan
kilometer di atmosfer sebelum bereaksi dengan uap air menjadi hujan asam dan jatuh ke bumi.
Gambar 1. Derajat keasaman air hujan dari beberapa stasiun hujan di Indonesia (BMKG, 2019)
Ketika manusia menggunakan bahan bakar, maka sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOX) dilepaskan ke
atmosfer dan kemudian bereaksi dengan air, oksigen, dan senyawa lainnya membentuk asam sulfat dan asam nitrat
yang mudah larut dan jatuh bersama dengan air hujan. Hujan asam yang mencapai bumi akan mengalir sebagai air
limpasan pada permukaan tanah, masuk kedalam sistem air dan sebagian lagi terendapkan didalam tahah. Hujan
asam dapat juga terjadi dalam bentuk salju, kabut, dan bahan halus yang jatuh ke bumi (Sivaramanan, 2015) Selain
sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOX), karbon dioksida juga memiliki peranan penting dalam
menurunkkan pH air hujan. Menurut Sudalma dan Purwanto (2012), kehadiran CO2 dapat menurunkan pH air hujan
hingga 5,6 meskipun tidak ada sumber polutan lain yang menyebabkan hujan asam.
Keberadaan kalsium dalam konsentrasi yang cukup tinggi dapat menetralkan pH air hujan, atau bahkan dapat
membuat nilai pH menjadi basa. Namun kondisi adanya pertambahan arus transportasi kendaraan bermotor dan
pertambahan industri di suatu daerah dapat mengakibatkan pencemaran sulfur dan nitrogen menjadi tinggi sehingga
membuat nilai pH tetap menjadi asam (Untari & Kusnadi, 2015).
Oleh karena di wilayah pesisir yang menjadi lokasi penelitian ini merupakan wilayah pesisir yang memiliki jumlah
kendaraan terbatas karena terbatasnya akses transportasi dan tidak memiliki industri maka hal ini diperkirakan
penyebab nilai pH air hujan adalah netral atau masih dalam standar baku mutu yang disyaratkan.
Parameter selanjutnya adalah kesadahan air yaitu kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air, umumnya ion
Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat. Air sadah juga merupakan air yang memiliki
kadar mineral yang tinggi. Air dengan kesadahan yang tinggi memerlukan sabun lebih banyak sebelum terbentuk
busa (Mestati, 2007). Berdasarkan Tabel 2 kesadahan yang terkandung dalam air hujan wilayah pesisir ini masih
dalam kategori lunak, yaitu dengan nilai tertinggi dari tiga wilayah pesisir sebesar 15, 29 mg/l. Hampir di semua
daerah di Indonesia Air hujan memiliki kesadahan yang sangat rendah.
Tabel 2. Kesadahan air
No. Kelas 1 2 3 4
1 Kesadahan
(mg/l)
0 -55 56 - 100 101 - 200 201 - 500
2 Derajat
kesadahan
Lunak Sedikit
sadah
Moderat
sadah
Sangat
sadah
Sumber: Suripin, 2001
Berikutnya adalah parameter zat organik (KMNO4), dimana nilai zat ini jauh lebih tinggi nilaiya di wilayah pasisir
Bagan Siapi api dibanding dari wilayah pesisir lainnya (Tabel 1). Zat organik yaitu zat yang pada umumnya
merupakan bagian dari binatang atau tumbuhan dengan komponen utamanya adalah karbon, protein, dan lemak
lipid. Zat organik ini mudah sekali mengalami pembusukan oleh bakteri dengan menggunakan oksigen terlarut. Zat
organik merupakan bahan makanan bakteri atau mikroorganisme lainnya. Makin tinggi kandungan zat organik di
dalam air, maka semakin jelas bahwa air tersebut telah tercemar. Pengaruh terhadap kesehatan yang ditimbulkan
oleh penyimpangan terhadap standar ini yaitu timbulya bau yang tidak sedap pada air minum dan dapat
menyebabkan sakit perut. Nilai zat organik yang di wilayah Bagansiapi api ini kemungkinan disebabkan oleh
pengaruh Kondisi bak penampungan saat pengambilan sampel yaitu disekitar lokasi terdapat aktifitas burung walet
(Anuar, 2015).
Fluoridasi air minum merupakan cara yang paling efektif untuk menurunkan masalah karies pada masyarakat secara
umum. Menurut penelitian, fluoridasi air minum dapat menurunkan karies 40–50% pada gigi susu. Jika air minum
masyarakat tidak mengandung jumlah fluor yang optimal, maka dapat dilakukan pemberian tablet fluor pada anak
terutama yang mempunyai risiko karies tinggi. Namun tingginya kandungan fluor pada air minum dapat
mengakibatkan kerusakan pada gigi. Semua zat bila digunakan tidak semestinya atau berlebihan maka akan
menyebabkan masalah atau berbahaya bagi kesehatan (Ningrum, 2014).
Dengan demikian dapat dikatakan kandungan fluorida yang ada pada air hujan di wilayah pulau merbau lebih baik
dari dua wilayah lainnya. Sumber fluoride utama manusia adalah air. Fluoride tersebut bisa ada secara alami atau
karena fluoridasi. Air minum merupakan kontributor terbesar terhadap asupan fluoride harian. Besarnya paparan
fluoride individu ditentukan oleh kadar fluoride dalam air dan konsumsi air harian (liter per hari). Peningkatan
konsumsi air sehubungan dengan suhu, humidity, aktivitas dan status kesehatan dan didukung oleh faktor lainnya,
termasuk diet (Fawell et.al., 2006).
Besarnya kadar fluoride dalam air minum secara alamiah bervariasi, tergantung pada lingkungan geologi spesifik
dimana air tersebut diperoleh. Di daerah non-fluoridasi, kadar fluoride dalam air minum dapat mencapai sekitar 2,0
mg/liter. Akan tetapi, di beberapa tempat dapat memiliki kadar fluoride hingga 20 mg/liter. Di daerah fluoridasi,
kadar fluoride dalam air minum pada umumnya berkisar antara 0,7-1,2 mg/liter (IPCS, 2002).
Kualitas Air Hujan di Perkotaan
Kualitas air hujan yang berada di Jawa dan Sumatera seperti pada Tabel 3, memperlihatkan bahwa secara
keseluruhan kualitas air hujan masih dalam baku mutu yang di syaratkan. Hanya saja terdapat satu paramater
Mangan nilainya melebihi baku mutu yang disyaratkan yaitu sebesar 10,626 mg/l. Nilai tinggi ini diperoleh dari
sampel air hujan dari tampungan daerah perumahan di provinsi Lampung.
Ditemukan juga nilai kesadahan yang cukup tinggi pada penampungan air hujan wilayah Malang dibanding air
hujan lainnya yaitu sebesar 39,60 mg/l, namun nilai tersebut masih dalam baku mutu air bersih yang disyaratkan.
Tabel 3. Kualitas air hujan di Jawa dan Sumatera
No. Parameter Satuan
Standar Baku
mutu (kadar
maksimum)
Hasil Pengujian Kualitas Air Hujan
Malang Lampung
(Perumahan)
Lampung
(Industri)
1. pH - 6,5-9,0 7,40 7,31 6,72
2. Besi mg/l 0,3
4. KESIMPULAN
Hasil analisis kualitas air hujan dari 3 wilayah pesisir di Provinsi Riau menunjukkan bahwa tingkat keasaman air
hujan berada pada kondisi normal. Tingkat keasaman berada pada 6,5 - 8. Tingkat keasaman ini masih berada dalam
baku mutu air bersih. Hal ini diperkirakan karena di daerah tersebut tidak banyak kendaraan bermotor dan tidak
adanya industri, sehingga air hujan yang jatuh ke bumi tidak banyak tercemar oleh zat karbon. Dengan demikian
tingat keasaman air hujan menjadi normal.
Hampir seluruh parameter air bersih dari seluruh wilayah kajian ini memenuhi syarat sebagai air bersih, terutama di
wilayah pesisir. Terdapat hanya satu wilayah (wilayah perkotaan) yang memiliki nilai parameter lebih tinggi
melebihi baku mutu yang disyaratkan, yaitu Mangan dengan nilai 10,625 mg/l.
Kecendrungan derajat keasaman air hujan tampak di daerah-daerah pinggir kota seperti pada beberapa wilayah
stasiun-stasiun curah hujan di Indonesia.
Jumlah wilayah hasil uji kualitas air hujan pada penelitian ini sangat terbatas, ada baiknya dilakukan pengujian
kualitas air hujan di seluruh wilayah pesisir khususnya di Provinsi Riau, sehingga kesimpulan yang dibuat benar-
benar dapat mewakili wilayah pesisir umumnya.
5. UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih disampaikan kepada LPPM Universitas Riau yang telah memberikan dukungan dana penelitian dalam penelitian penilaian kualitas air hujan di Pulau Merbau.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulla, F.A. & AW Al-Shareef. 2009. Roof rainwater harvesting systems for household water supply in Jordan.
Desalination. 243, 195–207.
Anuar, K. Ahmad, A. & Sukendi. 2015. Analisis kualitas air hujan sebagai sumber air minum terhadap kesehatan
masyarakat. Dinamika Lingkungan Indonesia, p 32 – 39, ISSN 2356 – 2226, Januari 2015.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2007. Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Basinger, M. Montalto, F. & Lall, U. 2010. A rainwater harvesting system reliability model based on nonparametric
stochastic rainfall generator. Journal of Hydrology 392. 105-118.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). 2019. http://ip-182-16-249-120.interlink.net.id/kualitas-
udara/informasi-kimia-air-hujan.bmkg?lang=ID.
Clark, J.R.1996.Coastal Zone Management Handbook. Lewis Publishers, Boca Raton, FL.
Delinom, M. R. 2007. Sumber Daya Air di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Indonesian Institute of Science.
Jakarta: (LIPI) Pusat Penelitian Geoteknologi.
Fawell, J., Bailey, K., Chilton, J., Dahi, E., Fewtrell, L., Magara Y. (2006). Fluoride in Drinking-water. World
Health Organization (WHO).
IPCS 2002, Fluorides . Environmental Health Criteria 227. World Health Organization, Geneva
Joleha, 2019. Model Pengelolaan Sumber Daya Air Pada Pulau Kecil Menggunakan Pendekatan Eko-Drain (Studi
Kasus: Pulau Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti). Seminar Hasil. Program Pascasarjana. Universitas
Riau.
Matahelumual, B. C. 2010. Potensi Terjadinya Hujan Asam di Kota Bandung. Jurnal Lingkungan dan Bencana
Geologi, Vol. 1 No. 2: 59-70, 2010.
Mestati. 2007. Telaah Kualitas Air. Cetakan kelima, Kanisius, Jakarta.
Ningrum, R. P. 2014. Kebiasaan Konsumsi Air Hujan Terhadap Status Keparahan Karies Gigi Pada Masyarakat Di
Desa Aji Kuning Kecamatan Sebatik Tengah Kabupaten Nunukan Tahun 2014. Skripsi. Bagian Ilmu
Kesehatan Gigi Masyarakat. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Jakarta : PT. Djambatan.
Rahmayanti, A. E., & Soewondo, P. 2015. Penyediaan Air Minum Di Daerah Pesisir Kota Bandar Lampung
Melalui Rainwater Harvesting. Jurnal Teknik Lingkungan . Volume 21 Nomor 2, Oktober 2015 (Hal 115-
126).
Sivaramanan, S. 2015. Acid rain, causes, effects, and control strategies, Central Environmental
Authority, Battaramulla, DOI 10.13140/RG.2.1.1321.4240/1, April 2015.
Song, J., Mooyoung, H., Tschungil, K., & Jee-eun S. 2009. Rainwater Harvesting as a sustainable water supply
option in Banda Aceh. Seoul National University: South Korea.
Sudalma & Purwanto. 2012. Analisis Sifat Hujan Asam di Kota Semarang. Prosiding Seminar Nasional Pengolahan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Semarang, 11 September.
Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi, Yogyakarta.
http://ip-182-16-249-120.interlink.net.id/kualitas-udara/informasi-kimia-air-hujan.bmkg?lang=IDhttp://ip-182-16-249-120.interlink.net.id/kualitas-udara/informasi-kimia-air-hujan.bmkg?lang=ID
Trialiani, A.A. 2019. Kajian Pemanenan Air Hujan Skala Individual Untuk Pemenuhan Air Baku Wilayah Pesisir
(Wilayah Kajian: Desa Tanah Merah, Kecamatan Tanah Merah, Kabupaten Indragiri Hilir). Skripsi. Fakultas
Teknik. Universitas Riau.
Untari, T., & Kusnadi, J. 2015. Pemanfaatan Air Hujan Sebagai Air Layak Konsumsi Di Kota Malang Dengan
Metode Modifikasi Filtrasi Sederhana. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1492-1502, September
2015.
UNEP (United Nations Environment Programme). International Technology Centre. 2001. Rainwater Harvesting.
Murdoch University of Western Australia.
UNEP (United Nations Environment Programme). 2011. Global Guidance Principles For Life Cycle Assessment
Database (A basis for greener Prosses and Products), ISBN: 978-92-807-3174-3 DTI/1410/PA.
Wardhani, N. K. Ihwan, A., & Nurhasanah. 2015. Studi Tingkat Keasaman Air Hujan Berdasarkan Kandungan Gas
CO2, SO2 Dan NO2 Di Udara (Studi Kasus Balai Pengamatan Dirgantara Pontianak). PRISMA FISIKA,
Vol. III, No. 01 (2015). Hal.09 - 14 ISSN : 2337-8204. Zhang Y., Donghui C., Liang C., & Stephanie A. 2009. Potential for rainwater use in high-rise buildings in Australia
cities. Journal of Environmental Management. 91:222-226.