59
PROSIDING ISSN: 2337-506X SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS Februari 2013 Vol: 1 - Hal: 56-61 PROSIDING SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS Konservasi Keragaman Hayati Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia Dilaksanakan Tanggal 10 November 2012 di Aula Gedung B FMIPA UNS Penyelenggara: KELOMPOK STUDI BIODIVERSITAS JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNS Bekerjasama dengan:

Prosiding Volume 1

Embed Size (px)

Citation preview

P R O S I D I N G ISSN: 2337-506X

SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS Februari 2013Vol: 1 - Hal: 56-61

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS

Konservasi Keragaman Hayati Berbasis Kearifan

Lokal Masyarakat Indonesia

Dilaksanakan Tanggal 10 November 2012

di Aula Gedung B FMIPA UNS

Penyelenggara:

KELOMPOK STUDI BIODIVERSITAS

JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNS

Bekerjasama dengan:

PRODI BIOSAIN PPS UNS

INSTITUT JAVANOLOGI LPPM UNS

MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA (MBI) JAWA TENGAH

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

TIM EDITOR PROSIDINGSEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS

EDITOR:

Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si

Dr. Agung Budiharjo, M.Si

Dr. Ari Susilowai, M.Si

Ahmad Dwi Setyawan, M.Si

ISSN: 2337-506X

Dilarang keras menjiplak, mengutip, memfotokopi sebagian atau seluruh isi buku serta memperjual belikan tanpa ijin tertulis

© HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG

98

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS 2012

Pelindung Dr. Ari Handono Ramelan, M. Sc, Ph. DDekan FMIPA UNS

Penasehat Dr. Sutrima, M. SiPembantu Dekan III FMIPA UNS

PenanggungJawab Dr. Agung Budiharjo, M. SiKetua Jurusan Biologi FMIPA UNS

PanitiaPengarah Prof. Dr. Sugiyarto, M.SiKaprodi Biosains PPs UNS & Pembimbing KS BIODIVERSITASDr. Sahid Teguh Widodo, M.Si, PhDKepala Institute JavanologiProf. Drs Sutarno, M.Sc., PhDKetua MBI Jawa Tengah

Ketua Muhammad RidwanSekretaris Alfatika Permatasari

Tyas UtamiNovia Melisanti

Bendahara Linda Puspitasari Rohmatul Laily

Sie Acara Yuda Noviana Dwimaei Ayu Dewandari

Sri Mulyani Mira Hartati

Sie Publikasi Wahyu Hidayat Fendi

Teguh Wibowo Yunita Sari

Sie Konsumsi Chika Anisa Kiswara Restykania Levi Vitaloka Dea Astuti

Sie Sponsorship Deni W Eko Moh Yanuar Toni Sulistyo Dwi Setyo

Sie Perijinan Novi Widyanti Nugroho Andi

99

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

Sri Ratna DewiSie Akomodasi Widyatama Putra

Wahyu Wibowo Nashrulloh Harino

Imam TaufikSie Ilmiah Ensina Sawor D

Meutia Srikandi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya sehingga

Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas Universitas Sebelas Maret UNS 2012 yang mengambil

tema “Konservasi Keanekaragaman Hayati Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia dapat

tersusun dan terselesaikan dengan baik.

Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas ini berisi kumpulan makalah dari pemakalah utama

dan pemakalah penunjang yang telah dipresentasikan, didiskusikan, ditelaah, diedit dan dinyatakan

layak oleh tim dari sie ilmiah Seminar Nasional Biodiversitas UNS 2012 yang terdiri dari:

1. Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si

2. Dr. Agung Budiharjo, M.Si

3. Dr. Ari Susilowati, M.Si

4. Ahmad Dwi Setyawan, M.Si

Sebanyak 104 makalah bari berbagai cabang ilmu biologi seperti botani, zoology, pendidikan

biologi, biologi terapan dan sebagainya berhasil dimuat dalam prosiding ini yang terbagi dalam dua

volume prosiding. Ucapan terima kasih kami haturkan kepada seluruh peserta seminar yang telah

ikut berpartisipasi dalam seminar ini.

Prosiding dan kegiatan Seminar Nasional Biodiversitas ini dapat terwujud dengan baik atas

kerja sama yang luar biasa dari penyelenggara Kelompok Studi Biodiversitas dan pendukung Prodi

Biosains PPs UNS, Jurusan Biologi, Institute Javanologi dan Masyarakat Biodiversitas Indonesia

(MBI) cabang Jawa Tengah

Penghargaan yang setinggi-tingginya yang kami haturkan kepada berbagai pihak terutama

para sponsor yang telah memberikan dukungan dan kerjasama yang baik. Semoga buku panduan ini

100

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

dapat memberikan informasi yang bermanfaat. Kritik dan saran yang membangun kami harapkan

untuk kesempurnaan di kemudian hari.

Surakarta, 18 Februari 2013

Panitia

SUSUNAN ACARASEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS UNS 2012

Sabtu 10 November 2012

Waktu Agenda

08.00-08.30 Registrasi Ulang Peserta

08.30-09.00 Upacara Pembuaan- Sambutan Ketua Panitia

Muhammad Ridwan)- Sambutan Rektor Universitas Sebelas Maret

Prof. Dr. H. Ravik Karsidi. M.S

09.00-10.00 Presentasi Keynote SpeakerDr. Jatna Supriyatna,Ph.D (Tokoh Konservasi Nasional)

10.00-10.30 Coffee break dan Presentasi Poster

10.30-12.00 Presentasi Makalah Utama1. Gusti Pangeran Haryo Puger (Pengageng kraton

Surakarta Hadiningrat) 2. Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si (Pakar Biologi Konservasi UNS)

12.00-13.00 Ishoma dan Presentasi Poster

13.00-15.00 Presentasi Paralel Sesi I

101

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

15.00-15.30 Coffee break

15.30-16.30 Presentasi Paralel Sesi II

16.30-17.00 Closing Ceremony

DAFTAR ISI

HalamanHALAMAM JUDUL iTIM EDITOR PROSIDING iiSUSUNAN KEPANITIAAN iiiKATA PENGANTAR ivSUSUNAN ACARA vDAFTAR ISI vi

No Judul PenulisMakalah Utama

1 Melestarikan Keanekaragaman Hayati Berbasis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Indonesia

Jatna Supriatna 1

2 Filosofi dan Lagu Budaya Jawa dalam Pelestarian Keanekaragaman Hayati : Pengelolaan Keraton Surakarta Sebagai Teladan

GPH Poeger dan Sugiyarto Yatno Shodiqya

13

3 Kearifan Lokal dalam Melacak, Memperkaya dan Membangun Alternatif Sistem

Sugiyarto Yatno Shodiqya 17

102

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

Konservasi Keanekaragaman Hayati

Makalah

1 Kajian Dinamika Kehidupan Masyarakat Pemulung Peternak Di Kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Putri Cempo Surakarta

T.Sukrorini, A.H. Ramelan, A. Yunus, P. Setyono

22

2 Hubungan Konsentrasi Nutrien dan Tingkat Eutrofikasi Waduk Mrica Banjarnegara pada Musim Penghujan (Upaya Penyusunan Kriteria Nutrien untuk Status Trofik Perairan Indonesia)

Agatha Sih Piranti, Sudarmadji, Agus Maryono, Suwarno Hadisusanto

28

3 Rhizophora x annamalayana Kathir. ; Mangrove Hibrida Terbaru Dari Kawasan Indo-Pasifik Barat

Ahmad Dwi Setyawan, Yaya Ihya Ulumuddin

32

4 Keragaan Tanaman Karika (Carica pubescens Lenne & K. Koch)Hasil Transplantasi di Lereng Gunung Lawu

Alfatika Permatasari dan Sugiyarto 40

5 Keanekaragaman Isolat Actinomycetes Penghasil Zat Antibakteri Dari Rizosfer Padi (Oriza sativa)

Ambarwati, Tanti Azizah S, Langkah Sembiring dan Subagus Wahyuono

42

6 Perkecambahan Biji Sintetis Grammatophyllum scriptum (Lindl.) Bl. Hasil Enkapsulasi Protocorm Like Bodies

Ari Pitoyo, Endang Anggarwulan 46

7 Pengukuran Biomassa Tumbuhan Herba Untuk Pengukuran Stok Karbon Di Kebun Karet Kedaton Ptpn Vii Propinsi Lampung

Asep Sadili 52

8 Similaritas Gen darc (duffy antigen receptor for chemokines) Pada Spesies Anggota Ordo Primata Sebagai Dasar Analisis Tingkat Ketahanan Terhadap Infeksi Plasmodium

Astia R Safitri dan Niken S. N. Handayani

56

9 Deteksi Carrier Thalassemia Berdasarkan Morfologi Eritrosit

Ayesha N. Aprilyandi, Astia R. Safitri, Rizkika Z. Agustin, Niken S. N. Handayani

62

10 Keanekaragaman Avifauna di Ruang Terbuka Hijau Universitas Sebelas Maret Surakarta

Burhansyah, Deni Wahyu Eko S., Muhammad Yanuar, Alan Fery K.

66

11 Keanekaragaman Cabai Lokal Di Kabupaten 50 Kota : Cabai Unggulan Sumatera Barat

P.K. Dewi Hayati, Sutoyo, Dini Hervani, Nurwanita Ekasari Putri dan Lily Syukriani

69

12 Keragaman Genetik Antar Galur Inbred Jagung Tropika Berdasarkan Penanda Ssr dan Hubungannya Dengan Performa Hibrida

P.K. Dewi Hayati, G.B. Saleh, S. Napis dan J. Shamshuddin

74

103

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

13 Koleksi Anggrek Ternate Di Herbarium Bogoriense

Diah Sulistiarini 78

14 Kekerabatan Fenetik Ordo Siluriformes Dari Sungai Tajum Kabupaten Banyumas

Dian Bhagawati, Muh. Nadjmi Abulias dan Adi Amurwanto

83

15 Pengaruh Penambahan Biostimulan Terhadap Peningkatan Populasi Daphnia sp Pada Media Kultur Dengan Pupuk Kotoran Ayam

Diana Retna Utarini SR, Carmudi dan Kusbiyanto

88

16 Pengaruh Rehabilitasi Mangrove Terhadap Populasi Jenis Burung di Kawasan Pantai Utara Desa Pabean Ilir, Indramayu

Dila Swestiani 93

17 Peran Masyarakat Lokal Dalam Konservasi Jeruk Keprok Tawangmangu (Citrus reticulata Blanco ssp Tawangmangu)

Einstivina Nuryandani 100

18 Kelimpahan dan Distribusi Gastropoda di Sub DAS Gajah Wong (Bagian Hulu dan Tengah) Daerah Istimewa Yogyakarta

Eka Sulistiyowati, Annas Syafaat, Rica Rahmawati

105

19 Keanekaragaman Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L., Arecaceae) Sebagai Bahan Upakara Padudusan Agung

Eniek Kriswiyanti 111

20 Perkecambahan Dan Pertumbuhan Gulma Bayam Duri (Amaranthus spinosus L.) Pada Pemberian Ekstrak Kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) R. M. King & H.E. Rob.)

Erna Susilowati 115

21 Evaluasi dan Karakterisasi Serangga yang Berasosiasi dengan Ekosistem Mangrove di Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah

Erniwati 122

22 Kerapatan Sel Sekresi Dan Aktivitas Antioksidan Rimpang Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum. Val) Asal Desa Padang Panjang Kecamatan Karang Intan Kalimantan Selatan

Evi Mintowati K., Nina Ambar S., dan Maria Dewi A.

130

23 Konsentrasi Pb dan Pengaruhnya Pada Kadar Klorofil Serta Kerapatan Stomata Daun Tanjung (Mimusops elengi L.)

Evi Mintowati K. 135

24 Studi Keragaman Genetik Belimbing (Averrhoa carambola L.) Berdasarkan marka Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)

Fajarudin Ahmad, Yuyu Suryasari Poerba, Diyah Martanti, Kusuma Dewi Sri Yulita

140

25 Potensi Konservasi Alam Berdasarkan Fatma Yuny Isnaeny 147

104

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

Kearifan Lokal Desa Rahtawu di Lereng Gunung Muria Kudus

26 Mengungkap Potensi dan Budidaya Beberapa Aksesi Bayam Kakap (Amaranthus hybridus L.) dari Brebes dan Cilacap

Fauzia Syarif dan Titi Juhaeti 151

27 Pengaruh Naungan Tumbuh dan Pupuk Organik Pada Hasil Penyulingan Minyak Nilam (Pogestemon cablin Benth)

Saefudin dan Fauzia Syarif 157

28 Keragaman Capung (Odonata) di Berbagai Tipe Habitat di Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) Universitas Gajah Mada

Fauziatul Fitriyah, A. Khalimun Nur, Yoga Dwi Permana

161

29 Amplifikasi Gen Kitinase CAChi2 untuk Memperoleh Gen Ketahanan Alami Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.)

Rejeki Siti Ferniah dan Sri Pujiyanto 165

30 Peranan Lumut Dalam Menunjang Pemulihan Hutan Secara Alami Di Hutan Bekas Terbakar Bukit Bangkirai Kalimantan Timur

Florentina Indah Windadri 170

31 Pemanfaatan Tumbuhan Non Obat oleh Etnis Muna, Kecamatan Wakarumba Utara, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara

Florentina Indah Windadri 177

32 Evaluasi Serangan Pyricularia oryzae Patogen Blas Di Menjing Jenawi Karanganyar

Hadiwiyono, Supyani, Puspita Wahyuningsih

181

33 Pengaruh Ekstrak Kulit Biji Mete (Anacardium occidentale L) Terhadap Struktur Uterus Tikus Albino

Harlita , Riezky Maya Probosari, Umi Fatmawati

186

34 Budidaya Kayu Bulian (Eusideroxylon zwageri) Oleh Suku Anak Dalam Jambi di Desa Jebak Kabupaten Batanghari Jambi

Henry Kurniawan, Iik Sri Sulasmi, Siti Fatimah

191

35 Keanekaragaman Serangga Di Gumuk Pasir Parangtritis, Yogyakarta

Hisyam, Rizki Sholeh, Sidqi Ahmad 197

36 Ragam Alel Tiga Lokus Penanda DNA Mikrosatelit Koromosom-Y Masyarakat Klan Kayuan di Bali

I Ketut Junitha, Ni L. Watiniasih, Ni L. Putu Ria Puspita, I. A. Gd. Mutiara Astarini

201

37 Keanekaragaman Decapoda (Crustacea) di Pantai Drini, Yogyakarta, Indonesia

Ihlas, Rahadyan Aulia, Ibnu Agus A., Rina Ristiyani, Nugroho Aminjoyo, Annisa Ratna P., Rudi Nirwantono, Kresty Ary Y., Nungke Diah,

205

105

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

Immanuel Sanka, Rizka Amalia, Pratya S. Herawati, dan Anahtadiya Nurfa S.

38 Keanekaragaman Reptil dan Amfibi di Taman Wisata Alam Gunung Gamping, Daerah Istimewa Yogyakarta

Ikhsan F. Wiryawan, Risanti Naintiwan, Herdhanu Jayanto, Restu Dinda Kurnia, Siti Nurbaity, I G. Wahyu Mega Udayana , Hanan Asyrofi

210

39 Pengaruh Ekstrak Etanolik Lumut Marchantia sp. Terhadap Daya Tetas Telur Nyamuk Aedes aegypti L (Diptera : Culicidae)

Imam Fathoni, Rr. Upiek Ngesti Wibawaning Astuti

213

40 Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Nilai Kepentingan Budaya bagi Masyarakat Samin

Jumari 217

41 Seleksi Dan Identifikasi Bakteri Indigenous Dari Lendir Kulit Katak Sawah (Rana cancrivora) Yang Berpotensi Sebagai Agensia Biofungisida

Lela Susilawati*, Arifah Khusnuryani, Lilis Sholikhah

225

42 Keanekaragaman Lumut Hati (Marchantiophyta) di Hutan Alami Gunung Ungaran Jawa Tengah

Lilih Khotimperwati, Rully Rahadian, dan Karyadi Baskoro

229

43 Kearifan Lokal Masyarakat Karangmanggis dalam Menjaga Kelestarian Sumber Daya Air

Ary Susatyo Nugroho, Maria Ulfah, dan Lussana Rossita Dewi

234

44 Pemanfaatan Limbah Produksi Pangan dan Keong Emas (Pomacea canaliculata) sebagai Pakan Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Rina Hendrawati, Estu Retnaningtyas N.,dan Sunarto

239

45 Diversity Of Myrtaceae In Forest Nyamplungan Karimunjawa National Park, Central Java

Inge Larashati Subro 245

46 Keanekaragaman Jenis Tanaman Pekarangan di Pulau Moti, Kabupaten Maluku Utara

Siti Sunarti 249

47 Struktur Komunitas Algae Perifiton Epilitik di Sungai Mangli yang Terkena Limbah Cair Pabrik Tahu di Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas

Muningsih, Endang Widyastuti, Agatha Sih Piranti

254

NOTULEN 259

106

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

Similaritas Gen DARC (duffy antigen receptor for chemokines) pada Spesies Anggota Ordo Primata sebagai Dasar Analisis Tingkat Ketahanan Terhadap Infeksi Plasmodium

ASTIA R SAFITRI1* DAN NIKEN S. N. HANDAYANI2**

1Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta *E-mail : [email protected] 2Laboratorium Genetika, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta * E-mail : [email protected]

PENDAHULUAN

Sistem golongan darah Duffy atau DARC (duffy antigen receptor for chemokines) dikenal juga sebagai Fy Glycoprotein (FY) atau CD234 (Cluster of Differentiation 234), adalah sistem golongan darah yang didasarkan pada pengkodean oleh gen darc. Gen darc mengkode suatu protein dan dikenal sebagai chemokine reseptor. Antigen dari golongan darah ini ditemukan pada senyawa glikoprotein yang berada pada membran sel darah merah manusia (Reid and Lomas-Francis, 2004).

Gen antigen Duffy (gen darc) berada pada lengan panjang kromosom nomor 1, pada posisi q22-q23. Bagian ini terbentang sepanjang lebih dari 1.500 bp dan memiliki dua buah ekson. Chemokine reseptor ini merupakan senyawa glikoprotein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai pengikat senyawa yang disekresikan oleh sel lain selama inflamasi serta merekrut sel darah merah lain menuju sel atau jaringan yang mengalami kerusakan (Gambar 2.). Glikoprotein ini tersusun atas protein transmembran yang membentang sepanjang membran sel darah merah sebanyak tujuh kali dan memiliki domain N-terminal ekstraseluler dan domain C-terminal sitoplasma. Chemokine reseptor yang dihasilkan meliputi C-X-R (acute inflammation chemokine) dan

C-C (chronic inflammation chemokine), IL-8 (interleukin 8), dan RANTES (regulated on activation, normal T-expressed and secreted) (Dean, 2009).

Malaria yang disebabkan oleh Plasmodium dikenal sebagai penyebab kematian terbanyak dengan jutaan kasus dan menyebabkan kematian lebih dari 1 juta jiwa walaupun telah banyak dikembangakan obat dan perawatan untuk menyembuhkan penyakit ini. Penyakit ini endemik daerah tropis dan sampai sekarang belum ditemukan vaksinnya. Plasmodial patogen diketahui berasal dari parasit malaria pada Western Gorilla (Gorilla gorilla). Plasmodium dapat menginfeksi hampir semua spesies anggota Ordo Primata termasuk Manusia (Homo sapiens) melalui mekanisme cross-species transmission. Parasit ini juga ditemukan pada Simpanse (Pan troglodytes) dan Bonobo (Pan paniscus). Walaupun demikian, penelitian yang dilakukan sebatas mengenai analisis kemampuan infeksi protozoa ini terhadap beberapa spesies anggota Primata (Liu, et. al., 2010).

Glikoprotein yang disekresikan merupakan reseptor kimia selama terjadinya inflamasi, termasuk inflamasi yang disebabkan oleh Plasmodium. Golongan darah ini banyak dimanfaatkan untuk menentukan resistensi seseorang terhadap serangan

107

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

Plasmodium penyebab penyakit malaria (Perna, et.al., 2007).

Bioinformatika adalah perkembangan dan aplikasi sistem komputansi untuk mengumpulkan, mengatur,

menganalisis, dan memvisualisasikan data-data biologi, terutama biologi molekuler. Gen darc yang berupa data biologi molekuler dapat dianalisis dengan

Gambar 1. Indeks similaritas gen darc spesies anggota Ordo Primata dalam persen (%). Diperoleh 3 golongan spesies berdasarkan nilai similaritas tersebut yaitu golonga I (hijau), golongan II (merah), dan golongan III (biru). Mus muscullus sebagai outgroup (kuning)

memanfaatkan aplikasi bioinformatika, untuk menganalisis tingkat similaritas gen darc pada manusia dan beberapa spesies lain anggota Ordo Primata, sehingga dapat diketahui pula tingkat resistensinya terhadap serangan Plasmodium.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari tingkat ketahanan manusia dan spesies anggota Ordo Primata lainnya terhadap infeksi Plasmodium berdasarkan similaritas gen darc. Manfaat yang diharapkan adalah penelitian ini dapat menjelaskan penyebaran malaria melalui mekanisme croos species transmission. Selain itu, diharapkan pula penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pencegahan penularan Plasmodium dengan cara manipulasi chemokine receptor sel darah merah

sehingga meningkatkan resistensi suatu spesies terhadap penyakit malaria.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian bioinformatika yang menggunakan sistem komputansi gene bank dari NCBI (National Center for Biotechnology Information) untuk mengumpulkan database nukleotida gen darc beberapa spesies nggota Ordo Primata yang memiliki gen tersebut, termasuk manusia (H. sapiens). Digunakan juga aplikasi lain seperti BioEdit untuk alignment, perhitungan indeks similaritas, dan konstruksi pohon filogeni serta Microsoft Excel untuk konversi indeks similaritas.

108

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

*** * ** * ** **** * *** *************************** ************* **** ** ************* **** ****** * ************************ *****

Gambar 2. Perbedaan urutan nukleotida gen darc spesies anggota Ordo Primata termasuk H. sapiens di dalamnya. Tanda (*) menunjukkan nukleotida yang sama. Nukleotida yang berbeda dapat disebakan oleh mutasi.

109

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

Gambar 3. Pohon filogeni yang menunjukkan kekerabatan beberapa spesies anggota Ordo Primata (termasuk H. sapiens) berdasarkan similaritas gen darc, dengan gen darc Mus muscullus sebagai outgroup. Terdapat 3 clade berdasarkan pohon filogeni ini yaitu Kelompok I (clade I), Kelompok II (clade 2), dan Kelompok III (clade 3).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis filogeni yang telah dilakukan, diketahui bahwa spesies-spesies yang masih dalam satu genus memiliki nilai similaritas gen darc yang lebih tinggi jika dibandingan dengan spesies yang berasal dari genus yang berbeda. Beberapa genus memiliki nilai similaritas yang tinggi yaitu antara Genus Macaca, Mandrillus, Lophocebus, Cercocebus, dan Cercopithecus; antara Genus Pan, Homo, Hylobates, dan Gorilla; dan antara Genus Saimiri, Sauginius, Aotinae, dan Cebus. Tingkat similaritas gen darc yang tinggi menunjukkan bahwa

kekerabatan antara spesies-spesies yang dibandingkan semakin dekat. Semakin tinggi tingkat similaritas gen, maka protein chemokine receptor yang akan dihasilkan juga semakin mirip. Nilai similaritas gen darc antara H. sapiens, P. troglodytes, Hylobates sp., dan G. gorilla adalah sangat tinggi (Gambar 1).

Hasil alignment (Gambar 2) menunjukkan bahwa sekuens gen darc tiap spesies yang diperoleh tidak seluruhnya sama atau mirip. Terdapat perbedaan urutan nukleotida gen darc diantara spesies-spesies yang diteliti. Tanda asterisk (*) menunjukkan bahwa nukleotida yang dimiliki oleh spesies-spesies tersebut

110

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

identik. Perbedaan urutan nukleotida dapat terjadi akibat adanya mutasi yang meliputi:

- Mutasi titik pada sekuens gen darc tersebut. Mutasi titik yang terjadi dapat berupa mutasi silent yang tidak mengubah pengkodean asam amino, mutasi missense yang mengubah pengkodean asam amino, atau mutasi nonsense yang mengubah pengkodean asam amino menjadi kodon stop (dalam penelitian ini tidak ditemukan). Mutasi titik dapat berupa insersi, duplikasi, delesi, ataupun subtitusi nuklotida.

- Mutasi segmen DNA, mutasi segmen gen darc yang terjadi dapat berupa delesi, duplikasi, dan insersi. Tanda (---) pada alignment sekuens DNA menunjukkan tidak adanya nukleotida pada titik atau segmen tersebut (Gambar 2).

Berdasarkan hasil alignment juga diketahui bahwa leading sequences gen darc adalah sekuens yang diawali nukleotida T berulang dan diakhiri nukleotida C berulang. Namun Aotinae, sp., S. imperator, M. muscullus, Hylobates sp., P. troglodytes, dan H. sapiens memiliki leading sequences yang berbeda. Asam amino dikode oleh kodon yang berbeda. Namun beberapa asam amino seperti leusin dapat dikode oleh beberapa kodon yang berbeda yaitu CUU, CUC, CUG, dan CUA; asam amino serin dapat dikode oleh kodon AGU dan AGC. sehingga kodon yang berbeda dapat ditraslasikan oleh asam amino yang berbeda maupun asam amino yang sama. Struktur dan fungsi protein yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah, jenis, dan urutan asam amino. Urutan asam amino yang berbeda mengubah konformasi protein sehingga terjadi 2 kemungkinan : 1) perbedaan urutan asam amino terdapat pada sisi aktif protein sehingga sisi aktif berubah dan mengubah aktivitas protein tersebut terhadap suatu signal, dan 2) perbedaan urutan asam amino terdapat pada daerah selain sisi aktif protein sehingga sisi aktif tidak berubah, begitupula aktivitas protein.

Pohon filogeni yang diperoleh (Gambar 3) dianalisis dengan menggunakan algoritma filogeni Neighbour-Joining. Spesies-spesies anggota Ordo Primata yang diteliti dapat digolongkan menjadi 3 clade, yakni:

Kelompok I /Clade I (New World Monkeys)Kelompok ini memiliki tingkat similaritas gen darc

diatas 88.5 % diantara spesies anggotanya, memiliki similaritas diatas 88% jika dibandingkan dengan Kelompok II, dan memiliki similaritas di atas 85 % jika dibandingkan dengan Kelompok I (Gambar 1). P.

brasilianum diketahui mampu menginfeksi Genus Cebus, Saimiri (Tabel 1.), Aotus, Alouatta, Chiropetes, Lagothrix, dan Brachyteles. P. simium diketahui juga mampu menginfeksi Genus Ateles, Alouatta, dan Brachyteles (Larcrec, et. al., 2004). Jika dilihat dari tingkat similaritas gen darc-nya, P. simium juga memiliki kemampuan untuk menginfeksi spesies anggota Genus Cebus dan Saimiri.

Kelompok II /CladeI I (Great Apes)Kelompok ini memiliki tingkat similaritas gen darc

diatas 93.6 % diantara spesies anggotanya dan memiliki similaritas diatas 88% jika dibandingkan dengan Kelompok I (Gambar 16.). Spesies pada kelompok ini adalah H. sapiens, P. troglodytes, Hylobates sp., dan G. gorilla. P. vivax dan P. falciparum mampu menginfeksi H. sapiens (Martinsen, et. al., 2008), G. gorilla, dan P. troglodytes (Larcrec, et. al., 2004); P. malariae mampu menginfeksi H. sapiens; P. reichenowi pada G. gorilla (Larcrec, et. al., 2004) dan P. troglodytes (Waters, et. al., 1993); dan P. hylobati pada Hylobates sp (Escalante, et. al., 2005). Beberapa Plasmodium yang menyerang H. sapiens diketahui dapat juga menginfeksi

spesies anggota Ordo Primata lain yang masih dalam kelompok ini. Diketahui P. falciparum dan P. malariae dapat menginfeksi P. troglodytes dan G. gorilla; dan P. knowlesi yang dapat meginfeksi G. gorilla (Tabel 1). Tingkat disimilaritas protein chemokine receptor spesies Kelompok ini kurang dari 7 %.

Kelompok III / Clade III (Old World Monkeys)Kelompok ini memiliki nilai similaritas gen darc

diatas 96 % diantara spesies anggotanya (Gambar 1). Spesies anggota kelompok ini antara lain : Genus Mandrilus (M. leucophaeus dan M. sphinx), Genus Macaca (M. namestrina, M. fascicularis, M. nigra, M. tibhetana, dan M. mulatta), Genus Cercocebus (C. galeritus dan C. torquatus), dan Genus Lophocebus (L. atherrimus). Penelitian yang telah dilakukan (Escalante, et. al., 2005)

Tabel 1. Tiga kelompok spesies anggota Ordo Primata beserta Plasmodium penginfeksinya.Kelompok Nama Spesies Plasmodium

penginfeksiKelompok I(New World Monkeys)

Cebus apella Linn. (1758)Saguinus imperator Goel. (1907)Aotinae sp.Saimiri ustus Geof. (1843)

P. brasilianum P. simium

111

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

S. sciureus Linn. (1758)

Kelompok II(Great Apes)

Homo sapiens Linn. (1758)Pan troglodytes Blum. (1776)Hylobates sp.Gorilla gorilla Geof. (1852)

P. vivax P. falciparum P. hylobati P. malariae P. reichenowi

Kelompok III(Old World Monkeys)

Mandrilus leucophaeus Cuvi. (1807)Man. sphinx Linn. (1758)Macaca namestrina Linn. (1758)M. fascicularis Raff. (1821)M. nigra Desm. (1822)M. tibhetana Miln. (1870)M. mulatta Zimm. (1780) Cercocebus galeritus

P. cynomologi P. fieldi P. inui P. gonderi P. coatneyi P. fragile P. knowlesi

Pete. (1879) C. torquatus Kerr. (1792)Cercopitechus mitis Wolf. (1822)Lophocebus aterrimus Oude. (1890)

menunjukkan bahwa beberapa spesies Plasmodium mampu menginfeksi spesies Anggota Ordo Primata kelompok ini. P. cynomologi dan P. fieldi mampu menginfeksi M. nemestrina dan M. fascicularis; P. inui menginfeksi M. nemestrina, M. mulatta dan M. fascicularis; P. knowlesi menginfeksi M. nemestrina, M. nigra dan M. fascicularis; P. coatneyi pada M. fascicularis; P. fragile pada M. mulatta; dan P. gonderi pada M. Leucophaeus (Larcrec, et. al., 2004), Genus Cercocebus dan Cercopithecus (Tabel 1.).

Gambar 4. Perbedaan urutan asam amino gen darc spesies anggota Ordo Primata termasuk H. sapiens di dalamnya. Tanda titik (.) menunjukkan bahwa asam amino pada urutan tersebut identik

112

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

.

Gambar 5. Pohon filogeni yang menunjukkan kekerabatan beberapa spesies anggota Ordo Primata (termasuk H. sapiens) berdasarkan similaritas asam amino hasil translasi gen darc. Terjadi sedikit pergeseran namun tidak merubah anggota clade.

Spesies anggota Ordo Primata Kelompok I memiliki tingkat resistensi yang rendah terhadap P. cynomologi, P. fieldi, P. inui, P. knowlesi, P. coatneyi, P. fragile, P. gonderi.

Beberapa spesies Plasmodium yang menginfeksi spesies Ordo Primata Kelompok II diketahui dapat menginfeksi spesies anggota Ordo Primata Kelompok I, begitu pula sebaliknya. Seperti P. falciparum, P. vivax, P. knowlesi, P. inui, dan P. cynomolgi (Waters, et. al., 1993). Hal ini mungkin terjadi karena tingkat similaritas gen darc antara kedua kelompok tersebut lebih dari 88%. Persentase tersebut sangat besar karena gen darc spesies-spesies tersebut hanya terdiri dari 2000-2300 bp. Kasus infeksi pada great apes (Famili Hominidae) oleh P. inui, dan P. cynomolgi jarang ditemui. Menurut sejarah evolusi, Famili Hominidae merupakan takson yang paling maju jika dibandingkan dengan Famili Cercopithecidae (Kelompok I) atau Famili Cebidae (Kelompok III) sehingga spesies anggota Famili ini

memiliki gen dan protein yang lebih kompleks. Akibatnya Plasmodium yang biasa menginfeksi takson yang lebih rendah harus melakukan serangkaian adaptasi dan modifikasi sebagai bentuk respon terhadap struktur baru yang lebih rumit tersebut.

Studi komparasi juga dilakukan untuk membnadingkan hasil alignment nukleotida gen darc (Gambar 4) dan urutan asam amino hasil translasinya. Hasil analisis filogeni (Gambar 5) menunjukkan adanya keidentikan protein chemokine receptor pada beberapa spesies seperti S. sciureus, S. ustus, C. apella, dan beberapa genus Macaca (indek similaritas 100%). Pembahasan sebelumnya telah menyinggung tentang asam amino yang dapat dikode oleh multi asam amino. Namun sebaliknya, beberapa spesies yang masih dalam 1 genus menjadi terpisah seperti C. galeritus dan C. torquatus; atau Man. sphinx yang lebih berkerabat dekat dengan M. mulatta dan M. thibetana daripada Man. leucophaeus; dan M. nigra yang terpisah dari Genus Macaca yang lain. Perlu diperhatikan bahwa gen darc memiliki

113

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

panjang kurang lebih 1500 bp dan memiliki 2 ekson. Intron gen tersebut harus terlebih dahulu dihilangkan melalui proses splicing. Walaupun beberapa molekul mRNA memiliki nukleotida-nukleotida yang identik, belum tentu dapat menghasilkan protein dengan urutan asam amino yang identik pula. Walaupun demikian, kejadian ini tidak merubah penggolongan (Clade) spesies anggota Ordo Primata yang dibandingkan.

KESIMPULAN

Simpulan yang dapat diperoleh dalam penelitian bioinformatik ini adalah kekerabatan speises anggota Ordo Primata berdasarkan similaritas gen darc adalah sesuai dengan klasifikasi yang telah dibuat sebelumnya. tingkat ketahanan manusia dan spesies anggota Primata lainnya terhadap infeksi Plasmodium berdasarkan gen darc adalah berbeda-beda. Spesies Kelompok III (New World Monkeys) yaitu: Cebus apella Linn. (1758), Saguinus imperator Goel. (1907), Aotinae sp., Saimiri ustus Geof. (1843), dan S. sciureus Linn. (1758) memiliki resistensi yang rendah terhadap infeksi P. brasilianum dan P. simiu. Spesies Kelompok II (Great Apes) yaitu: Homo sapiens Linn. (1758), Pan troglodytes Blum. (1776), Hylobates sp., dan Gorilla gorilla Geof. (1852) memiliki resistensi yang rendah terhadap infeksi P. vivax, P. falciparum, P. hylobati, P. malariae, dan P. Reichenowi. Sedangkan spesies Kelompok III (Old World Monkeys) yaitu: Mandrilus leucophaeus Cuvi. (1807), Man. sphinx Linn. (1758), Macaca namestrina Linn. (1758), M. fascicularis Raff. (1821), M. nigra Desm. (1822), M. tibhetana Miln. (1870), M. mulatta Zimm. (1780), Cercocebus galeritus Pete. (1879), C. torquatus Kerr. (1792), Cercopitechus mitis Wolf. (1822), dan Lophocebus aterrimus Oude. (1890), memiliki resistensi yang rendah terhadap infeksi P. cynomologi, P. fieldi, P. inui, P. gonderi, P. coatneyi, P. fragile, dan P. knowlesi.

DAFTAR PUSTAKA

Dean, Laura. 2009 .The Duffy Blood Group. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf/br.fcgi?book=rbcantigen&part=ch09Duffy. Diakses tanggal 17 November 2010, pukul 09.05 WIB.

Escalante, A. A., O. E. Cornejo, D. E. Freeland, A. C. Poe, E. Durrego, W. E. Collins, and A. A., Lal. 2005. A Monkey’s Tale : The Origin of Plasmodium vivax as A Human Malaria Parasite. Journal Molecular Biomolecule and Evolution. 6(102):1980-1985

Homepage DDBJ. www.ddbj.nig.ac.jpHomepage NCBI. www. ncbi.nlm.nih.gov

Leclerc, M. C., J. P. Hugot, P. Durand, And F. Enaud. 2004.Evolutionary Relationships Between 15 Plasmodium Species From New and Old World Primates (Including Humans): an 18s rDna Cladistic Analysis. Journal of Parasitology . 129:677–684.

Liu, W., Y. Li, G. H. Learn, R. S. Rudicell, J. D. Robertson, B. F. Keele, J. N. Ndjango, C. M. Sanz, D. B. Morgan, S. Locatelli, M. K. Gonder, P. J. Kranzusch, P. D. Walsh, E. Delaporte, E. Mpoudi-Ngole, A. V. Georgiev, M. N. Muller, G. M. Shaw, M. Peeters, P. M. Sharp, J. C. Rayner, and B. H. Hahn. 2010. Origin of the human malaria parasite Plasmodium falciparum in Gorillas. Journal of Bioinformatics. 467(7314): 420–425

Martinsen, E. S., S. L. Perkins, and J. J. Schall. 2008. A Three-Genome Phylogeny of Malaria Parasites (Plasmodium and Closely Related Genera): Evolution of Life-History Traits and Host Switches. Journal Molecular Phylogenetic and Evolution 47:261–273

Perna, S. J. Q., G. L. Cardoso, and J. F. Guerreiro. 2007. Groups Genotypes Among African-Brazilian Communities of the Amazon Region . Journal of Genetics Molecular. 6 (1): 166-172

Reid, M. E. and Lomas-Francis, C. 2004. The Blood Group Antigen Facts Book. Second ed. Elsevier Academic Press. New York

Water, A. P., D. G. Higgins, and T. F. McCutchan. 1993. Evolutionary Relatedness of Some Primate Models of Plasmodium. Journal Molecular Biomolecule and Evolution. 10(4):914-923

114

P R O S I D I N G ISSN: 2337-506X

SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS Februari 2013Vol: 1 - Hal: 157-160

Pengaruh Naungan Tumbuh dan Pupuk Organik pada Hasil Penyulingan Minyak Nilam (Pogestemon cablin Benth)

SAEFUDIN, FAUZIA SYARIF*Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi – LIPIJl. Raya Jakarta – Bogor Km 46, Cibinong 16911*Email: [email protected]

Abstrak - Penelitian untuk mengetahui produksi bahan baku nilam dan hasil penyulingan minyaknya dilakukan di areal produksi nilam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Salamsari, desa Cimanggu- Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Banyumas Barat. setelah perbaikan lingkungan tumbuh melalui sistem pertanian organik di bawah tegakan. Faktor-faktor yang diuji adalah macam penaungan atau banyaknya cahaya masuk ke lahan di bawah tegakan jati (Tectona grandis L.f), mahoni (Swietenia macrophylla King.), tempat terbuka tanpa penaungan, dan tingkat pemupukan (0, 10 dan 20) ton/ha pupuk organik yang diperkaya mikroorganisma pelarut fosfat. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali ulangan. Hasil percobaan menunjukkan, bahwa tingkat penaungan dalam budidaya organik di bawah tegakan meningkatkan produksi bahan baku nilam dengan kualitas minyak nilam yang tetap baik. Produksi nilam tertinggi adalah 27,35 ton/ha pada lahan di bawah tegakan jati dengan pemberian pupuk organik 20 ton per ha, dan rendemen minyak yang dihasilkan 2,08% (skala laboratorium), dan 1,64% hasil penyulingan pada tingkat pengepul.

Kata kunci : pertanian organik, tegakan hutan, produksi, penyulingan, nilam

PENDAHULUAN

Komoditas ekspor minyak nilam memberikan sumbangan terbesar terhadap perolehan devisa diantara tanaman penghasil minyak atsiri lain-nya. Pada tahun 2002 Indonesia mengekspor sekitar 1.295 ton minyak nilam dengan nilai sekitar 22,5 juta US$. Berdasarkan data tersebut, Indonesia merupakan pemasok minyak nilam terbesar di pasar dunia dengan kontribusi lebih dari 90% (Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2006).

Minyak nilam digunakan dalam industri parfum, sabun dan kosmetik, tetapi juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan pestisida nabati. Limbah hasil penyulingan yang jumlahnya berkisar (40-50)% dari bahan baku dapat dimanfaatkan sebagai bahan dupa, obat nyamuk bakar dan mulsa tanaman. Sisa hasil penyulingan minyak nilam dapat dimanfaatkan sebagai aroma terapi setelah dipekatkan (Manoi, 2006). Minyak nilam diperoleh dari hasil penyulingan daun, batang dan cabang tanaman. Kadar minyak atsiri tertinggi terdapat pada bagian daun dengan

kandungan utamanya adalah pachauoly alcohol berkisar antara 30-50%. Aromanya segar dan khas, memiliki daya fiksasi yang kuat, sulit digantikan oleh bahan sintetis (Rusli, 1991).

Masyarakat tani di desa hutan membudidayakan nilam secara polikultur di bawah tegakan berbagai jenis pohon hutan. Budidaya nilam secara monokultur jarang dilakukan, karena petani khawatir akan mengurangi kesuburan lahan pasca panen nilam. Tanaman nilam memerlukan kesuburan lahan maksimal lingkungan tumbuh yang sesuai agar diperoleh kandungan minyak nilam yang memadai.

Pengembangan budidaya nilam di Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Majenang, Banyumas Barat, telah lama dilakukan. Masalah utama yang dihadapi petani nilam adalah menurunnya produksi nilam dan menurunnya rendemen minyak nilam setelah 3 – 4 kali panen. Penurunan produksi dan kualitas nilam tersebut antara lain disebabkan oleh berkurangnya kesuburan lahan dan adanya serangan parasit pada tanaman yang dikenal dengan penyakit daun merah atau

Pros Sem Nas Biodiv. Hal: 157-160

kuning. Perbaikan cara tanam dengan sistem pertanian organik dalam budidaya nilam di bawah tegakan diharapkan meningkatkan secara nyata produksi dan kualitas minyak nilam.

Tasma dan Wahid (1988) melaporkan, bahwa secara kimia pemberian mulsa dalam budidaya nilam sangat mempengaruhi pertumbuhan dan dan produksi minyak nilam, tetapi tidak mempengaruhi karakteristik ninyak nilam yang dihasilkan. Percobaan lain menyimpulkan, bahwa aplikasi kompos limbah nilam tidak hanya meningkatkan bobot terna nilam, tetapi juga menghasilkan pertumbuhan tertinggi. Dalam proses penyulingan dan pengomposan mampu menurunkan senyawa fenolik yang bersifat alelopatik seperti asam kumarat, asam adipat, asam sinapat, dan asam hidroksi bensoat di dalam nilam secara nyata (Djazuli, 2002).

Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbaikan lingkangan tumbuh melalui penambahan pupuk organik, dan pemilihan naungan di bawah tegakan pohon yang berbeda jati dan mahoni untuk mendapatkan produksi dan rendemen yang maksimal.

METODE

Petak-petak percobaan penanaman nilam dilakukan di lahan anggota kelompok tani nilam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Salam-sari,BKPH Majenang Banyummas Barat. Kondisi tanah sebelum penanaman adalah: pH 6,1; C organik. 0,91 %; N total 0,72 %; P2O5 tersedia 4345 ppm, Ca 8,87 me/100 g; Mg 1,40 me/100 g; K 0,63 me/100 g; Na 0,26 me/100 g. Tekstur terdiri dari pasir 45,20 %, debu 33,34 % dan liat 21,46 %. Lahan penanaman dipilih agak terbuka, tidak ternaungi penuh (73.900 lux), sehingga tanaman menerima sinar matahari lebih kurang 75 %, kelembapan tanah sekitar 70 %, yaitu lahan yang sedang dilakukan penjarangan.

Bedengan dengan ukuran (2,5X10) m2, berisi 30 bibit tanaman dibuat di dalam masing-masing petak percobaan. Tingkat pemupukan (0, 10 dan 20) ton/ha pupuk organik yang diperkaya mikroorganisme diberikan bersamaan penanaman bibit nilam. Tanaman peneduh berupa tegakan jati (Tectona grandis L.f.) dan mahoni (Swietenia macrophylla King.) ditanam 3 tahun sebelumnya bersama program penanaman hutan produksi, sedangkan tempat terbuka-tanpa penaungan adalah lahan bekas pembibitan. Percobaan dirancang secara faktorial, 3 perlakuan naungan, dan 3 tingkat pupuk organik.

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali ulangan.

Pola budidaya tanaman nilam dilakukan mengikuti standar budidaya pertanian organik: meliputi penyiapan benih, persiapan lahan, penyulaman, pemupukan, pengendalian gulma, hama dan penyakit serta pasca panen. Paket budidaya dimulai dari pengolahan lahan dan pembuatan pupuk organik.

Limbah pertanian dan serasah daun dikumpulkan dari lingkungan sekitar hutan, berupa jerami dari padi gogo, serasah daun jati, mahoni, sisa-sisa pembabatan dan hasil panen dirajang menjadi ukuran kecil 1- 4 cm. Kotoran sapi, kerbau ataupun kambing dicampurkan bersama limbah organik ukuran kecil dengan perbandingan berat 1:1. Di tempat terpisah yaitu laboratorium Mikrobiologi Puslit Biologi-LIPI, disiapkan bioaktivator (larutan mikroba 4 jenis fungi: Aspergillus niger, Penicellium sp. Mucor sp., dan Rhizophus sp sebanyak 1 kg atau 1 permil dari bahan sampah 1 ton, juga tambahkan molases (tetes tebu) atau gula pasir sekitar 9 sendok makan dan larutkan dalam air sebanyak 10-20 liter. Aduk hingga merata dan simpan 2-4 jam agar dekomposer organik ini terlarut secara merata. Setelah diperkirakan terlarut, siramkan larutan dekomposer aktivator kompos keatas tumpukan sampah organik dalam komposter.

Benih yang digunakan untuk budidaya tanaman nilam berasal dari desa sekitar hutan yang tidak mendapatkan perlakuan rekayasa genetika, memanfaatkan benih lokal yang telah beradaptasi dengan alam sekitar, dan diketahui jelas asal-usulnya. Lahan dibersihkan dari gulma dan mencangkul lahan sedalam 30 cm.

Pemeliharaan tanaman menggunakan bahan alami dan alat konvensional dengan cara yang biasa dilaksanakan oleh petani setempat atau diadopsi dari pengalaman petani lain tentang konsep pengendalian hama dan penyakit.

Penggunaan pestisida nabati menjadi pilihan berikutnya bila serangan hama dan penyakit sangat serius. Panen pertama dilakukan pada umur 9 bulan setelah tanam atau memasuki bulan ke-10 di akhir musim hujan atau awal musim kemarau tahun pertama dan sebagian lagi akan dipanen pada musim tanam berikutnya. Batang bawah rumpun nilam disisakan sepanjang 20 cm agar dapat berproduksi pada 4 bulan yang akan datang. Usai panen, ditambahkan 1 kg pupuk organik per rumpun nilam. Empat bulan berselang nilam siap panen kembali.

Penyulingan minyak nilam dapat dilakukan dengan cara cara direbus.Daun nilam kering dimasukkan

159

Pros Sem Nas Biodiv. Hal: 157-160

dalam ketel berisi air dan dipanasi. Kapasitas ketel penyulingan adalah 200 liter. Ketel dibuat dari bahan antikarat, seperti stainless steel, besi, atau tembaga berlapis aluminium. Dari ketel akan keluar uap, kemudian dialirkan lewat pipa yang terhubung dengan kondensor (pendingin). Uap berubah menjadi air, yang sesungguhnya masih merupakan campuran air dan minyak itu akan menetes di ujung pipa dan ditampung dalam wadah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan nilam tidak mencolok perbedaannya sampai umur lebih kurang 2 bulan. Hasil pengamatan berikutnya pada bulan keenam tampak perberdaan yang cukup mencolok. Tanaman nilam yang tumbuh di bawah tegakan nampak lebih tinggi. Penambahan pupuk organik 20 ton per ha pada petak-petak di bawah tegakan jati menampilkan rata-rata pertumbuhan paling tinggi (46,9 cm), dan percabangan primer rata-rata berjumlah 10,4 per rumpun. Tinggi rata-rata tanaman nilam di bawah tegakan yang ditambahkan pupuk organik 10 ton per ha adalah 40 cm dengan rata-rata percabangan primer 10,8 per rumpun, sedangkan tinggi rata-rata tanaman nilam yang hanya diberi pupuk dasar saja adalah 37,4 cm, tetapi memiliki cabang primer yang lebih banyak yaitu 15,6 per rumpun.

Perbedaan pertumbuhan vegetatif nilam ini disebabkan oleh metabolismatanaman nilam yang meningkat oleh pengaruh lingkungan tumbuh, khususnya kesuburan atau hara dan aerasi dalam tanah. Hasil penelitian pada tanaman obat yang berumbi seperti iles-iles (Amorphophallus muelleri Bl) perbaikan lingkungan tumbuh dengan budidaya secara organik tidak hanya memperbaiki pertumbuhan vegetatif saja, tetapi juga memepengaruhi produksi dan meningkatkan kadar glukomannan dalam umbi (Saefudin, 2008).

Nilam adalah tanaman terna yang peka terhadap perubahan lingkungan. Banyak petani mengeluhkan tentang produksi nilam yang terus menurun setelah panen kedua dan ketiga. Di tempat yang sama tanaman lain yang tumbuh bersama nilam juga mengalami penurunan produksi. Tanaman nilam adalah tanaman yang rakus terhadap hara nutrisi, sehingga akan menguras cadangan hara tanaman dalam tanah. Pengaruh lain yang merugikan tanaman yang tumbuh bersama nilam adalah sifat alelokimia dari dalam tanaman nilam, yaitu suatu senyawa metabolit sekunder seperti asal kumarat, asam

sinapat, asam adipat dan asam hidroksi bensoat (Djazuli, 2001).

Umur 6 bulan, tanaman nilam siap dipanen. Daun nilam dipetik pada pukul 06.00 – 08.00 ketika laju fotosintesis masih rendah, karena laju fotosintesis yang sangat kuat menurunkan rendemen. Produksi rata-rata terendah daun nilam adalah 10,44 ton per ha pada penanaman di lokasi tanpa penambahan pupuk organik, dan paling tinggi adalah 27,35 ron per ha pada penanaman di bawah tegakan jati dengan penambahan pupuk organik 20 ton per ha. Respon tanaman sangat mencolok terhadap penambahan pupuk organik karena dari analisa kesuburan lahan tergolong rendah. Jenis tanah yang diperlukan untuk tanaman nilam adalah yang kaya humus, subur, berdrainase baik, tetapi juga dapat menahan air tetapi tidak tergenang (Soepadyo dan Tan, 1968).

Hasil penyulingan bahan baku daun nilam dari perlakuan jumlah pupuk organik yang berbeda, ternyata juga serupa dengan pengaruh pada produksi minyak nilam. Rendemen minyak nilam yang dihasilkan paling rendah adalah 1,72%, dan paling tinggi adalah 2,08% dari hasil panen nilam di bawah tegakan jati dengan pemupukan 20 ton pupuk organik per ha. Hasil tersebut menunjukkan, bahwa perbaikan budidaya sistem organik dapat memperbaiki kuantitas hasil dan kualitas rendemen penyulingan minyak nilam secara nyata.

Praktek penyulingan yang dilakukan oleh pengumpul nilam di LMDH Salamsari menunjukkan hasil yang berbeda, rendemen minyak nilam rata-rata hanya 1,64%atau lebih rendah dibanding data laboratorium. Perbedaan ini lebih banyak disebabkan oleh ketelitian penyiapan bahan baku dan kualitas alat penyulimngnya. Banyak petani memiliki pengetahuan dan pengalaman terbatas tentang teknis budidaya dan pasca panen nilam, sehingga diperlukan banyak penyuluhan. Hasil yang lebih rendah ini diduga terkait dengan proses penyulingan, pemilahan, pemurnian dan kualitas hasil panen daun nilam. Faktor-faktor penentu yang mempengaruhi rendemen minyak nilam adalah umur panen, waktu panen, lingkungan tumbuh, dan teknik penyulingannya ( Tasma dan Wahid, 1988; dan Feri Manoi, 2006).

Perbedaan jenis tegakan menunjukkan pengaruh nyata pada produksi bahan baku daun nilam. Produksi rata-rata di bawah jenis tegakan pohon jati adalah 18,43 ton per ha, sedangkan di bawah pohon mahoni hanya 10,42 ton per ha. Perbedaan tersebut sangat nyata secara statistik. Hasil analisis ini

159

Pros Sem Nas Biodiv. Hal: 157-160

ternyata berbeda dengan rendemen minyak nilam yang dihasilkan dari kedua jenis tegakan tersebut.

Tabel. Produksi Rata-Rata Biomas dan Rendemen Minyak Nilam.

Perlakuan Rata-rata hasil

Jenis tegakanDosis pupuk organik

(ton/ha)Bahan baku/biomass

(ton/1000m2)Rendemen (%)

Mahoni0 11,56a 1,73

10 16,81b 1,8120 20,9c 1,88

Jati0 10,44a 1,72

10 17,51b 1,8620 27,35d 2,08

Rata-rataKeterangan: Nilai rata-rata yang diikuti huruf sama arah menurun tidak nyata dalam uji Duncan 5%

Secara keseluruhan minyak atsiri rata-rata yang dihasilkan dari kedua tempat tumbuh tidak mencolok perbedaanya, di bawah tegakan jati 1,86 % dan mahoni 1,81%.

Interaksi tegakan pohon jati-nilam, pohon mahoni-nilam, baik interaksi interspesies maupun antar species dalam suatu agroekosistem melibatkan banyak faktor yang sangat komplek. Faktor-faktor tersebut tidak hanya cahaya, ruang, air dan nutrisi tanah saja, tetapi juga melibatkan sifat-sifat kimia dari bagian tubuh tanaman. Pengaruh cahaya, air, mineral, dan suhu tanah dan udara sering dapat diukur dari perbedaan pertumbuhan dan produksi, tetapi pengaruh yang melibatkan senyawa kimia, terutama senyawa metabolit sekunder dari masing-masing bagian tanaman lebih rumit diamatinya.

Dari hasil penentuan kandungan Patchouli Alkohol (PA) di PUSPITEK Serpong dapat diketahui bahwa PA daun nilam pada umur panen 6 bulan berkisar antara (30-35)%. Jika daun nilam dipanen pada umur yang lebih lama kualitas PA akan menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu budidaya nilam secara organik di bawah tegakan jati dan mahoni masih memenuhi standar untuk dipasarkan. Dengan demikian nilam mempunyai potensi sebagai tanaman sela, sehingga lahan dibawah tegakan tanaman hutan jati dan mahoni dapat difungsikan untuk tanaman nilam.

Untuk memperoleh hasil minyak nilam yang berkualitas, maka perbaikan sistem budidaya nilam secara organik di bawah tegakan perlu dilakukan. Limbah bahan organik yang berasal dari proses produksi dan limbah dari sekitar lahan budidaya dapat dijadikan pupuk dengan penambahan pupuk kandang, mikroba pelarut fosfat, penambat nitrogen dan jamur mikoriza. Untuk meningkatkan produksi, pemanenan daun nilam di bawah tegakan perlu waktu yang lebih lama dibanding tanaman nilam tanpa naungan. Untuk mempertahankan kualitas

minyak nilam perbaikan lingkangan tumbuh, terutama pupuk organik dan cahaya harus tetap dijaga kecukupannya.

KESIMPULAN

Perbaikan lingkungan tumbuh melalui penambahan pupuk organik dan pencahayaan yang sesuai mampu meningkatkan produksi dan rendemen minyak nilam yang ditanam di bawah tegakan jati dan mahoni, tanpa menurunkan kualitas minyak nilam.

Produksi bahan baku nilam tertinggi adalah 27,35 ton per ha yaitu tanaman nilam yang dibudidaya di bawah tegakan jati dan diberi pupuk organik sebanyak 20 ton per ha, dengan rendemen terbaik adalah 2,08%.

Pengelolaan budidaya tanaman nilam dalam agroekosistem hutan produksi dengan sistem organik, kondisi lingkungan yang sesuai dengan karakter tumbuh nilam dapat mempertahankan tingkat produksi, meningkatkan efisiensi dan menjamin pendapatan petani secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen Perkebunan. 2006. Statistik Perkebunan Indonesia 2003-2005, Nilam (Patchouli). Departemen Pertanian, Jakarta. 19 hal.

Djazuli, M. 2001. Studi Alelopati Tanaman Nilam. Seminar Nasional Persada X, FMIPA, IPB, Bogor.

Djazuli, M. 2002. Pengaruh Aplikasi Kompos Limbah Penyulingan Minyak Nilam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth.). Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik 2-3 Juli 2002, Jaklarta. Halaman 323-331.

Manoi, F. 2006. Perkembangan Teknologi Pengolahan Dan Penggunaan Minyak Nilam Serta Pemanfaatan Limbahnya. Perkembangan Teknologi Tanaman Obat dan Rempah. Vol. XIII. No. 1-2. Balitro. Halaman 44-55.

159

Pros Sem Nas Biodiv. Hal: 157-160

Rusli, S. 1991. Pemurnian/peningkatan Mutu Minyak Nilam dan Daun Cengkeh. Pros. Pengembangan Minyak Atasiri di Sumatera, Bukittinggi. Balai Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Halaman 89-96.

Saefudin, 2008. Percobaan iles-iles (Amorphophallus muelleri Bl) di Bawah Tegakan Pohon Yang Berbeda. Pros. Sem. Nasional MAPEKI XI, Palangkaraya. Halaman 997-1001.

Soepadyo dan Tan Hong Tong. 1968. Patchouly a profitable catch crop. Wordcrop 20 (1): 48-54.

Tasma, I. M. dan. Wahid P. 1988. Pengaruh Mulsa Dan Pemupukan Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Nilam. Pemberitaan Penelitian Tanaman Industri Vol. XIV No. 1-2. Halaman 34-39.

159

P R O S I D I N G ISSN: 2337-506X

SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS Februari 2013Vol: 1 - Hal: 254-259

Struktur Komunitas Algae Perifiton Epilitik di Sungai Mangli yang Terkena Limbah Cair Pabrik Tahu di Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas

MUNINGSIH*, ENDANG WIDYASTUTI* DAN AGATHA SIH PIRANTI**Fakultas Biologi UNSOED, PurwokertoEmal : [email protected]

Abstrak - Limbah cair tahu dari sentra industri tahu di Desa Kalisari secara langsung dibuang ke sungai. Limbah cair tahu yang masuk ke sungai akan mempengaruhi kehidupan organisme akuatik, khususnya algae perifiton epilitik yang menempel di batu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi spesies dan kelimpahan algae perifiton epilitik. Penelitian dilakukan menggunakan metode survai dengan pengambilan sampel secara purposif. Lokasi pengambilan sampel dibagi menjadi empat statsiun. Pengambilan sampel diulang 4 kali dengan interval waktu 1 minggu. Parameter utama dari penelitian ini adalah jumlah spesies dan jumlah individu algae perifiton epilitik, sedangkan parameter pendukungnya adalah pengukuran sifat fisika kimia air Sungai Mangli. Distribusi spesies dianalisis menggunakan distribusi Poisson dan struktur komunitas diannalisis menggunakan aturan 50%. Hasil menunjukkan bahwa jenis algae perifiton epilitik diperoleh sebanyak 28 spesies dengan kisaran 18 - 27 spesies dan termasuk dalam 3 divisi, yaitu Cyanophyta (2 spesies), Chlorophyta (4 spesies), dan Chrysophyta (22 spesies). Kelimpahan individu algae perifiton epilitik berkisar antara 3318-12861 ind/mm2. Spesies algae perifiton epilitik yang ditemukan melimpah adalah Navicula cuspidate, N. plastisoma, Closterium dianae, Tabellaria flocullosa, Melosira varians, dan Oscillatoria limosa. Hasil analisis algae perifiton epilitik didapatkan terdistribusi dengan sifat mengelompok sebanyak 83,91% dan dengan sifat teratur sebanyak 16,09%. Struktur komunitas algae perifiton epilitik antar stasiun pengambilan sampel menurut aturan 50% tidak berbeda, dimana didapatkan 100% berstatus ubiquotus.

Kata kunci : limbah cair tahu, Sungai Mangli, struktur komunitas, kelimpahan, algae perifiton epilitik

PENDAHULUAN

Sungai Mangli terletak di Desa Kalisari Kecamatan Cilongok, Banyumas adalah salah satu sungai yang digunakan sebagai tempat pembuangan limbah cair tahu dari industri - industri tahu yang banyak berdiri di sekitarnya di antaranya sentra industri tahu desa kalisari. Nurhasan dan Pramudyanto (1987) melaporkan bahwa setiap kwintal kedelai menghasilkan 1,5 - 2 m3 air limbah. Produksi tahu dari Sentra industri Desa Kalisari menghabiskan kedelai sekitar 50 - 150 kg/hari, limbah cair yang terbuang ke sungai Mangli sebesar 0,75 - 3 m3/hari.

Limbah cair tahu merupakan limbah yang mengandung bahan organic (Sugiharto, 1987). Bahan organik tersusun oleh unsur C, H, O dan dalam

beberapa hal mengandung N, S, P, dan Fe. Bahan organik pada limbah cair tahu itu berupa protein karena pada proses pembuatan tahu tidak semua protein yang diekstrak dapat tergumpal menjadi tahu (Hermana, 1985). Protein yang tidak tergumpal akan terbuang bersama dengan limbah cairnya. Protein yang terdapat pada limbah cair tahu yang masuk ke perairan Sungai Mangli akan mengakibatkan terjadinya perubahan kualitas air baik secara fisik, kimia maupun biologi (Odum, l97l). Organisme akuatik yang akan terpengaruh oleh adanya limbah cair salah satunya adalah alga perifiton karena alga perifiton menempel dan tidak dapat menghindar (Townsend et al., 2003). Sulastri et al. (1994) juga menyatakan bahwa adanya limbah cair itu akan mempengaruhi alga perifiton. Berdasarkan uraian di

Pros Sem Nas Biodiv. Hal: 254-259

atas maka tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji struktur komunitas dan distibusi spesies alga perifiton epilitik di Sungai Mangli yang terkena limbah cair tahu.

METODE

Penelitian ini dilakukan di Sungai Mangli yang terkena limbah cair tahu Desa Kalisari Kecamatan Cilongok, Banyumas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan menggunakan teknik pengambilan sampel purposif. Sampel diambil pada 4 stasiun di sepanjang sungai mangli yang mewakili daerah sungai sebelum terkena limbah cair tahu, 2 stasiun di daerah sungai yang terkena limbah cair tahu dan daerah muara Sungai Mangli.

Pengambilan sampel alga perifiton epilitik dilakukan dengan cara diambil beberapa buah batu dengan luas yang hampir sama, yaitu herkisar antara 4-6 cm dari keempat stasiun yang terendam dalam air secara acak terpilih. Pengambilan sampel alga perifiton epilitik dilakukan dengan cara permukaan batunya disikat dengan hati-hati dan sesekali disemprot dengan akuades dan ditampung dalam wadah kemudian disaring menggunakan planktonet no 25. Parameter yang diamati adalah jumlah jenis dan jumlah individu alga perifiton epilitik, dan beberapa parameter kualitas air seperti kecepatan arus, suhu air, TSS, penetrasi cahaya, derajat keasaman (pH), kadar O2 terlarut. kadar CO2 bebas. kadar BOD, kadar nitrat dan kadar ortofosfat.

Untuk mengetahui jenis-jenis alga perifiton epilitik yang terdapat di sungai mangli dilakukan identifikasi alga perifiton epilitik di laboratorium Biologi Akuatik Fakultas Biologi UNSOED menggunakan mikroskop inverted yang dihubungkan dengan camera. Untuk mengkaji struktur komunitas alga perifiton epilitik di masing-masing stasiun dilakukan analisis struktur

komunitas menggunakan aturan 50% (Kendeigh, 1980). untuk mengkaji distribusi spesies (dispersal) di sungai mangli dilakukan analisis Distribusi Poisson (Odum, l97l).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian mengenai struktur komunitas alga perifiton epilitik di Sungai Mangli Desa Kalisari Kecamatan Cilongok, Banyumas didapatkan alga perifiton epilitik sebanyak 28 spesies terdiri dari 3 divisi, yaitu Cyanophyta (2 spesies), Chlorophyta (4 spesies), dan Chrysophyta (22 spesies) (Tabel 1).

Kelimpahan individu alga perifiton epilitik yang didapatkan di Sungai Mangli berkisar 3318 - 12861 ind/mm2 dengan kelimpahan rata - rata 8489 ind/mm2. Kelimpahan terbesar didapatkan pada stasiun I (12361 ind/mm2) dan terkecil di stasiun II (3318 ind/mm2. Jenis alga yang didapatkan terdiri dari Cyanophyta sebanyak 652 ind/mm2 (7,68%), Chlorophyta 1354 ind/mm2 (15,96%), dan Chrysophyta 6483 ind/mm2 (76,36%) (Tabel 1). Jenis algae dari Chrysophyta (Navicula) selain mempunyai kelimpahan spesies yang tinggi juga mempunyai kelimpahan individu yang tinggi yaitu 1252 ind/mm2

(14,74%). Townsend et al. (1980) yang menyatakan bahwa biasanya Navicula ditemukan melimpah karena merupakan diatom kosmopolit yang mempunyai sifat mudah beradaptasi sehingga daya reproduksinya cepat. Kelimpahan relatif (KR) genus Navicula sebesar 35,08% terdiri atas 4 spesies yaitu Navicula cuspidate (14,74%), N. lanceolata (3,36%), N. platistoma (12,33%), dan N. palea (4,65%). Selain genus Navicula yang ditemukan melimpah juga genus Closterium (9,04%), Tabellaria (7,18%), Melosira (10%), dan Pinullaria (5,89%). Dari golongan Chlorophyta genus yang ditemukan melimpah adalah Oscillatoria (5,44%).

Tabel 1. Jenis dan Kelimpahan alga perifition epilitik di S. Mangli

NoJenis Kelimpahan rata-rata (ind/mm2) di

tiap stasiunRata-rata

Kelimpahan Relatif (%)

Rangking

I II III IV

Chyanophyta

1 Anabaena raciboskii 97 - 375 226 190 2.24

257

Pros Sem Nas Biodiv. Hal: 254-259

2 Oscilliatoria limosa 421 178 976 272 462 5.447

652 7.68

Chlorophytha

1 Closterium dianae 1276 264 1187 339 767 9.043

2 Chosmarium phaseulus 140 - 40 - 45 0.53

3 Scenedesmus obliges 221 109 472 - 201 2.37

4 Staurastrum zonatum 684 143 285 252 341 4.02

1354 15.96

Chrysophyta

1 Amphypleura lindheimery 265 37 238 111 163 1.92

2 Asterinolla gracimila 108 73 222 105 127 1.5

3 Cocconeis placentula 421 37 374 281 278 3.27

4 Cymbella cistuia 108 - 80 33 55 0.65

5 Denticula tenuis 129 - - - 32 0.38

6 Diatoma vulgare - - 284 74 9 1.06

7 Gomphonema pumilum 129 - 80 33 61 0.72

8 Gyrosigma scalproides 228 34 - 35 74 0.87

9 Melosira granulate 244 112 758 111 306 3.6

10 M. salina 64 - 120 - 46 0.54

11 M. varians 545 380 727 346 50 5.89 5

12 Navicula cuspidate 1649 514 1936 904 1251 14.74 1

13 N. cuspidate 304 69 285 481 258 3.36

14 N. platistoma 2062 414 934 778 1047 12.33 2

15 N. viridula 397 109 342 333 395 4.65

257

Pros Sem Nas Biodiv. Hal: 254-259

16 Nitzchia palea 253 217 327 235 258 3.04

17 N. vermicularis 177 - - - 44 0.52

18 Pinnularia nobilis 661 325 683 329 500 5.89 6

19 Surirella angesta 764 40 454 - 310 3.65

20 S. angesta 205 - - - 51 0.6

21 Tabellaria fenestrate 386 - - - 97 1.14

22 T. flocullosa 941 263 849 - 513 6.04 4

6483 76.36

27 18 23 19

12861 3318 12088 5278 8489 100

Tabel 2. Jenis predominan (P) dan non predominan (-) pada tiap stasiun

Jenis Alga Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV

KR (%) (p) (-) KR (%) (p) (-) KR (%) (p) (-) KR (%) (p) (-)ChrysophytaMelosira varians 4.24 - 11.45 P 6.01 - 6.56 -Navicula cuspidate 12.82 P 15.49 P 16.02 P 17.13 PNavicula platistuma 16.03 P 12.48 P 7.73 - 14.74 PKeterangan : KR = Kelipatan Relatif P = Status Predominan - = Status Non Predominan

Tabel 3. Status masing-masing jenis alga di tiap stasiun pengamatan

Jenis alga

Stasiun

S

Stasiun

S

Stasiun

S

Stasiun

S

Stasiun

S

stasiun

SI

II

II

III

IV

II

II

III

II

VMelosira

Varians- P U - - - - - - P - U P - U - - -

Navicula cuspidate

P P U P P U P P U P P U P P U P P U

Navicula platistuma

P P U P - U P P U P - U P P U - P U

Berdasarkan Tabel 3 didapatkan status ubiquotus sebanyak 15 buah (100%), sehingga secara umum

struktur komunitas alga perifiton epilitik antara stasiun pengambilan sampel diperoleh hasil tidak berbeda

257

Pros Sem Nas Biodiv. Hal: 254-259

karena semua berstatus ubiquotus, yaitu 15 buah (100%). Hal ini berarti bahwa struktur komunitas alga perifiton epilitik antara stasiun I (sebelum terkena limbah), stasiun II (tepat terkena limbah), stasiun III dan IV (sesudah terkena limbah) adalah tidak berbeda atau adanya limbah cair tahu yang masuk ke Sungai Mangli. Tidak berbedanya struktur komunitas didukung juga oleh faktor fisika - kimia air di Sungai Mangli yang masih dalam batas kisaran untuk memenuhi kehidupan organisme akuatik, meskipun ada perubahan untuk TSS, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, kadar nitrat, dan kadar ortofosfat (Tabel 5). Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa pada stasiun II dan III terjadi peningkatan konsentrasi CO2 dan TSS, BOD dan nutrien (nitrat dan ortofosfat) dan penurunan O2

terlarut. Oksigen terlarut merupakan unsur yang paling besar dibutuhkan untuk mendukung kehidupan organisme akuatik (Hauver dan Lamberti, 1996).

Konsentrasi O2 terlarut di Sungai Mangli berkisar 1,56 - 6,34 mg/l. Perairan dikatakan dalam kondisi baik dan cocok untuk kehidupan organism akuatik bila kandungan oksigen terlarutnya lebih dari 2 mg/l (Pescod, 1973). Hasil pengukuran oksigen terlarut di Sungai Mangli belum mendukung sepenuhnya untuk kehidupan alga perifiton epilitik. Terutama pada stasiun II dan III yang kandungan oksigennya di bawah batas toleransi untuk kehidupan alga perifiton epilitik atau organisnre akuatik secara umum (<2

mg/l), yaitu dengan kisaran 1,56 - 1,59 mg/I. Hal ini disebabkan karena pada stasiun II merupakan daerah yang tepat terkena limbah cair tahu sehingga ada beberapa alga perifiton epilitik yang tidak ditemukan, yaitu Anabaena raciboskii, Cosmarium phaseolus, Denticula tenuis, Gomphonema pumilum, Melosira salina, Nitzschia vermicularis, SurireIIa eterna, dan Tabelalaria fenestrate.

Nilai BOD (Biological Oxygen Demand) merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mendegradasi bahan organuk menjadi karbondioksida dan air. Nilai BOD berkisar 5,36 - 8,14 mg/l. Menurut PP No 82 Tahun 2001, kandungan BOD maksimal untuk usaha pembudidayaan ikan air tawar adalah 6 mg. Kandungan BOD yang terukur belum sepenuhnya mendukung kehidupan organisme akuatik terutama pada stasiun II nilai BOD nya tertinggi (8,14 mg/l). Tingginya nilai BOD disebabkan karena pada stasiun II merupakan daerah yang tepat terkena limbah. Distribusi merupakan proses penyebaran dan perubahan kelimpahan suatu spesies karena pengaruh faktor lingkungan (Mc Naughton and Wolf, 1990). Pola distribusi spesies dianalisis menggunakan Analisis Paisson. Distribusi alga perifition epilitik yang diperoleh selama penelitian di Sungai Mangli mempunyai pola mengelompok dan teratur (Tabel 5).

Tabel 4. Hasil pengukuran sifat fisika-kimia air selama penelitianN

oSifat fisika-kimia air

Stasiun Pengambilan sampel

I II III IV

1 Kedalaman (m) 0,24 0,20 0,14 0,19

2 Lebar (m) 6,00 2,19 1,92 2,30

3 Kecepatan arus (m/dt) 0,25 0,15 0,43 0,54

4 Kecerahan (m) 0,24 0,20 0,14 0,19

5 Suhu air (0C) 25 26 26 27

6 Suhu udara (m) 27 27,5 28 26,5

7 pH air 6 6 6 6

8 Kadar O2 terlarut (mg/l) 6,34 1,56 1,59 3,38

9 Kadar CO2 terlarut (mg/l) 4,00 19,07 17,75 9,091

0 TSS (mg/l) 28,00 68,50 79,50 31,001

1 Kadar BOD5 (m/g/l) 5,36 8,14 6,70 6,50

257

Pros Sem Nas Biodiv. Hal: 254-259

12 Kadar nitrat (mg/l) 0,81 2,41 1,90 1,06

13 Kadar ortofosfat (mg/l) 0,02 0,11 0,12 0,05

Tabel 5. Hasil analisis distribusi spesies di masing-masing stasiun pengambilan sampel

No

SpesiesPola distribusi pada stasiun

I II III IV1 Anabaena raciboskii Teratur - Mengelompok Mengelompok 2 Oscilatoria limosta Mengelompok Mengelompok Mengelompok Mengelompok 3 Closterium dianae Mengelompok Mengelompok Mengelompok Mengelompok 4 Cosmarium phaseolus Mengelompok - Teratur -5 Scenedesmus obligus Mengelompok Mengelompok Mengelompok -6 Staurastrum zonatum Mengelompok Mengelompok Mengelompok Mengelompok7 Aphipleura lindheimeri Mengelompok Teratur Mengelompok Mengelompok 8 Asterionella gracilima Teratur Mengelompok Mengelompok Mengelompok 9 Cocconeis placentula Mengelompok Teratur Mengelompok Mengelompok 1

0Cymbella cistuia Teratur - Mengelompok Teratur

11

Denticula tenuis Mengelompok - - -

12

Diatoma vulgare - -Mengelompok Mengelompok

13

Gomphonema pumilimMengelompok

-Teratur Teratur

14

Girosigma scalproidesMengelompok

Teratur - Teratur

15

Melosira granulateMengelompok Mengelompok Mengelompok Mengelompok

16

Melosira saluna Teratur - Mengelompok -

17

Melusira variansMengelompok Mengelompok Mengelompok Mengelompok

18

Navicula cuspidataMengelompok Mengelompok Mengelompok Mengelompok

19

Navicula lanceolataMengelompok Mengelompok Mengelompok Mengelompok

20

Navicula viridulaMengelompok Mengelompok Mengelompok Mengelompok

21

Navicula platistumaMengelompok Mengelompok Mengelompok Mengelompok

22

Nitzschia paleaMengelompok Mengelompok Mengelompok Mengelompok

23

Nitzschia vermicularisMengelompok

- - -

24

Pinnularia nobilisMengelompok Mengelompok Mengelompok Mengelompok

25

Sirirella angustaMengelompok

Teratur Mengelompok -

26

Surirulla teneraMengelompok

- - -

257

Pros Sem Nas Biodiv. Hal: 254-259

27

Tabellaria venestrataMengelompok

- - -

28

Tabellaria flocullusaMengelompok Mengelompok Mengelompok

-

Pola distribusi (mengelompok dan teratur) dapat terjadi jika ada persaingan makanan, cahaya, dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan misalnya predasi dan juga sifat dari spesies itu sendiri (Ronihartarto dan .Iuwana, 1998). Berdasarkan Tabel 6 spesies yang mempunyai pola distribusi teratur pada stasiun I adalah Anabaena racihoskii, Asterionella gracilima, Melosira salina dan Cymbella cistuia. Pada stasiun II : Amphipleura lindheimeri, Cocconeis placentula, Gyrosigma scalproides, dan Surirella angusta. Pada stasiun III Cymbella cistuia, Cosmarium phaseolur, dan Gomphonema pumilum. Pada stasiun IV Cymbella cistuia dan Gomphonema pumilum.

KESIMPULAN

1. Spesies alga perifiton epilitik yang didapatkan di Sungai Mangli adalah sebanyak 28 spesies termasuk ke dalam 3 divisi, yaitu Cyanophyta (2 sp), Chlorophya (4 sp), dan Chrysophyta (22 sp) dengan kelimpahan rata - rata 8489 ind/mm2, di mana jenis alga perifiton epilitik yang ditemukan melimpah adalah Navicula cuspidate, N. platistoma, Closterium dianae, Tabellaria flocullosa, Melosira varians, Pinullaria nobilis, dan Oscilatoria limosa.

2. Struktur komunitas alga perifiton epilitik antar stasiun pengambilan sampel menurut aturan 50% hasilnya tidak berbeda, di mana l00% berstatus ubiquotus. Hal ini berarti bahwa limbah cair tahu yang dibuang Sungai Mangli belum berpengaruh terhadap struktur komunitas alga perifiton epilitik di Sungai Mangli.

3. Distribusi spesies alga perifiton epilitik menunjukkan pola distribusi mengelompok sebanyak 83,9% dan pola distribusi teratur sebanyak 16,1%.

DAFTAR PUSTAKA

Hauver, F.R. and G.R. Lamberti. 1996. Methods in Stream Ecology.Academi Press London.

Hermana. 1985. Pengolahan Kedelai Menjadi Berbagai Bahan Makanan. Balai Penelitian Pangan, Bogor.

Kendeigh, S.C. 1980. Ecology with Species Reference to Animal and Man. Prentice Hall of Indiana Priv LTD, New Delhi.

Mc Naughton, S.J. and L.L. Wolf. 1990. Ekologi Umum Edisi Kedua (Penerjemah S.P. Saputro dan B. Srigandono. 1990). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. W. B. Saunders Company, London.

Pescod, M.B. 1973. lnvestigation of Rational Effluent and Stream Standard for Tropical Countries. Asia Institute of Technology, Bangkok.

Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. UI-Press, Jakarta.

Sulastri, F. Sulawesty, and Y. Mardiati. 1994. Evaluation of Phythoplankton Community Related to the Pollution Condition of Mookervart Canal. Limnotek Z z73-79.

Townsend, S., P. Gell, S. Bickford, J. Tibby, R. Croome, M. Przyblsk4 A. Padovan, and R. Metcalfe. 2003. Periphyon and Phytoplankton Response to Reduce Dry Season Flows in the Daly River. Departement of the Ewironmen and Heritage.

257

P R O S I D I N G ISSN: 2337-506X

SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS Februari 2013Vol: 1 - Hal: 22-27

Kajian Dinamika Kehidupan Masyarakat Pemulung Peternak di Kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Putri Cempo Surakarta

T. SUKRORINI**, A.H. RAMELAN*, A. YUNUS, P. SETYONOProgram Studi Ilmu Lingkungan, Program PascasarjanaUniversitas Sebelas Maret (UNS), Jl. Ir. Sutami No. 36A Surakarta 57126lEmail: *[email protected] ; **[email protected]

Abstrak - Kajian Dinamika Kehidupan Masyarakat Pemulung Peternak Sapi merupakan suatu gambaran perubahan taraf kehidupan masyarakat pemulung peternak di kawasan sekitar TPA Putri Cempo Mojosongo Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, kehidupan masyarakat di Putri Cempo sebelum dan setelah daerah tersebut dijadikan tempat pembuangan Akhir Sampah. Observasi yang dilakukan berupa pengelolaan sampah oleh petugas Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Surakarta, bermacam sampah organik maupun anorganik, hewan ternak yang memakan sampah, pemulung yang mengambil barang – barang bekas untuk proses daur ulang, masyarakat yang memanfaatkan resapan air sampah untuk pembuatan pupuk cair dan proses pembuatan kompos. Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas warga masyarakat di kawasan sekitar TPA Putri Cempo yang telah menerjuni kepemulungan sampah dan mengerjakan sambilan memelihara sapi, dibanding kondisi sebelumnya ataupun dibanding dengan keberadaan sejumlah warga setempat yang tidak terjun dalam bidang tersebut, kini mengalami perubahan yang terindikasi pada hal – hal berikut : (a). Pendapat dalam bentuk finansial lebih tersedia. (b). Rumah tinggal yang yang telah berdinding tembok dan berlantai semen. (c). Hampir setiap rumah tangga keluarga memiliki kendaraan bermotor ( sepeda motor, bahkan mobil ). (d). Pendidikan anak melampaui pendidikan dasar, bahkan menargetkan minimal sampai sekolah lanjutan atas sebagai modal eksistensi generasi masa depan. (e) Hampir setiap rumah tangga keluarga memiliki media informasi dan hiburan (Radio, Tape, Televisi, VCD/DVD). (f). Tidak ada warga masyarakat yang pengganguran. (g). Pada generasi keluarga tingkat/lapis kedua ketrampilan berusaha bertambah. (h). Meningkatnya perhatian / pengertian terhadap kebijakan pemerintah, aturan hukum, serta kasih sayang dalam rumah tangga. (i). Tidak pernah terjadi percekcokan dalam rumah tangga keluarga yang bersumber masalah ekonomi.

Kata Kunci : Masyarakat , TPA (Tempat Pembuangan Akhir), Putri Cempo.

PENDAHULUAN

Sekitar 17 Ha Lahan pertanian tadah hujan yang berbukit – bukit di sudut belahan timur laut Kota Surakarta, tepatnya di sebelah timur perkampungan Jatirejo RT 04 RW XI Kl. Mojosongo Kec. Jebres Kotamadya Surakarta, dibayar hak kepemilikannya oleh Pemerintah setempat pada tahun 1986, tanpa diketahui rencana tujuan pemanfaatannya oleh masyarakat sekitar.

Lahan pertanian tersebut merupakan asset ekonomi-pertanian bagi sebagian keluarga baik selaku pemilik ataupun sebagai penggarap. Lahan

pertanian tadah hujan tersebut pada umumnya dikelola untuk tanaman palawija, padi gaga, dan beberapa jenis bumbu dapur; sehingga merupakan prasarana garapan pokok masa penghujan, sedangkan selama musim kemarau tanah pertanian yang berjurang dan berbukit-bukit tersebut menjadi lahan penggembalaan ternak kambing dan sapi.

Secara sosiologis, kondisi masyarakat pada masa itu tergolong tradisional, dengan aktivitas mayoritas bermatapencaharian sebagai petani penggarap, buruh tani, buruh gendhong (baca: kasar) di pasar, pabrik, maupun gudang pertokoan, dan beberapa diantaranya sebagai tukang kayu dan pencari /

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

pengumpul batu. Secara ekonomis, sehubungan dengan kondisi mayoritas potensi setiap keluarga rumah tangga hanya mampu memprioritaskan kebutuhan pangan, sandang, sosial (baca:menyumbang untuk tetangga/kerabat yang mengadakan hajadan), serta untuk pemeliharaan rumah yang tradisional; masih sering terjadi percekcokan dalam keluarga, yang tampak sebagai suatu bentuk aspek kekurang-mampuan finansiil dalam memenuhi prioritas kebutuhan tersebut. Kondisi ini diperberat dengan telah hilangnya sebagian aktivitas yang menjadi sumber penghasilan dari garapan pertanian; sehingga pandangan terhadap kebutuhan pendidikan anak - anaknya hanya mampu menargetkan sampai taraf “sekadar mampu membaca, menulis, dan berhitung“.

Secara Geo-antropologis; hingga sekarang puncak tertinggi di bagian sisi utara perbukitan tanah garapan tadah hujan tersebut, terdapat kawasan yang dikeramatkan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat tinggal arwah dari cikal bakal dari penduduk asli (Bhs. Jawa : wong baku) Jatirejo RT 04XI Kl. Mojosongo Kec. Jebres Kota Surakarta; dan kebetulan juga sebagai petilasan atas persinggahan dari pelarian Putri Champa (Bhs. Jawa : Putri Cempo) dari negeri Kampucha yang diyakini sebagai selir Raja Brawijaya ketika dikejar – kejar putranya. Setiap kali masyarakat sekitar akan mengadakan hajatan dan bersih desa, selalu mengirim sesaji ke tempat tersebut, dan sampai hari ini masih menganggap bertuah (Bhs. Jawa : Wingit). Dengan demikian lokasi ini merupakan asset adat-budaya masyarakat setempat.

Mulai akhir tahun 1987, ternyata perbukitan yang semula merupakan lokasi pertanian tadah hujan dan telah mengalami pembebasan hak kepemilikan tersebut mulai dicoba untuk dijadikan tempat pembuangan sampah dalam jumlah yang masih minimal, karena Pemerintah Kotamadya Surakarta masih dalam masa – masa akhir pemanfaatan (baca : pengurukan) di daerah sekitar Tanggul, Sangkrah - Semanggi, Kec. Pasar Kliwon yang nyaris penuh.

Pembuangan sampah berlanjut seiring dengan rencana penanganan dan pengelolaan nya, yang ditandai dengan makin bertambahnya konsentrasi masuknya armada angkutan sampah ke lokasi, serta adanya pengadaan Bulldozer, yang berlanjut pada pendirian garasi darurat. Sistem mula – mula penanganan/pengelolaan sampah yang hanya membuang secara berserakan, yang dalam perkembangannya makin dibenahi dengan meniru filsafat alamiah seekor kucing setelah bertambahnya alat berat; menggali lahan dan menimbunnya dengan

tanah galian tersebut. Seiring dengan makin bertambahnya sampah, selanjutnya makin tidak memungkinkan penggalian; dan penanganan berikutnya adalah dengan menumpuk secara bersap hingga memasuki masa overload-nya.

Reaksi awal dari warga masyarakat sekitar kawasan Putri Cempo pada masa awal hingga resmi mulainya konsentrasi pembuangan sampah ke lokasi, berawal dari sikap pasif, yang kemudian seiring dengan penambahan kapasitas pengangkutan dan pembuangan sampah menunjukkan reaksi badaniah yaitu mual dan muntah, terutama ketika armada angkut memasuki kampung sekitar sebelum masuk lokasi, sehingga dalam menghadapi hal itu warga masyarakat (Jatirejo) memilih bersembunyi di dalam rumah. (Kondisi masyarakat setempat yang sering diperhadapkan pada percekcokan suami – istri dalam kebanyakan rumah tangganya, sehingga perlu dipahami dari sejumlah pengalaman dalam upaya perdamaian pada percecokan rumah tangga tersebut, tampak jelas bahwa factor pemicunya adalah perihal keuangan dalam rumah tangganya).

Sejalan dengan berakhirnya TPA di kawasan Tanggul Sangkrah – Semanggi Kec. Pasar Kliwon, maka secara eksodus para pemulungnya yang berjumlah sebelas orang ikut berpindah lokasi kerjanya. Hingga beberapa bulan aktivitas pemulung tulen ini di lokasi belum juga berpengaruh terhadap warga masyarakat setempat. (Penulis, berusaha mengajak beberapa warga dan terutama para ibu rumah tangga yang aktivitas sampingannya membicarakan orang lain dan mencari kutu atau dalam bahasa Jawa disebut petan untuk mau ke sampah mengumpulkan barang – barang yang laku dijual. Ajakan tidak begitu saja diikuti, karena di kampung setempat terdapat satu orang pemulung yang kesehariannya memulung puntung rokok, dan profesi pemulung dianggap paling hina pada masa itu; namun seiring dengan mendengarnya informasi harga dan pendapatan pemulungan, maka satu persatu ibu-ibu yang nganggur tersebut bersedia berkecimpung di TPA di luar tugas rumahnya. Peminat untuk menjadi pemulung terus bertambah, bahkan warga yang semula buruh bermobilisasi menjadi pemulung, dan hingga mengakibatkan mundurnya 10 pemulung bawaan dari TPA lama. Saat ini mencakup penduduk dari dua kampung wilayah Surakarta dan dua dusun wilayah Karanganyar, sehingga jumlah keseluruhan lebih kurang 200 orang).

Di sisi lain, beberapa penduduk sekitar TPA Putri Cempo khususnya kampung Jatirejo yang memiliki

98

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

ternak kambing ataupun sapi makin kehabisan lokasi penggembalaan, karena makin meluasnya pemanfaatan lahan untuk pembuangan sampah; justru secara naluriah memperhatikan adanya dedaunan yang dapat dikonsumsi ternak mereka, maka binatang ternak inipun mulai beradaptasi dengan sampah. Pada gilirannya beberapa warga masyarakat setempat yang telah berkenan bekerja sebagai pemulung awal, mulai memiliki pertimbangan atas lebih ringannya cara penggembalaan ternak di TPA Sampah tersebut dibandingkan dengan cara ketika harus merumput. Kemudian berkembanglah ide untuk mencari ternak dengan sistem gaduhan dari para petani ternak kampung / desa lain. Ternyata dari pertumbuhan ternak kambing ataupun sapi yang dilepas di sampah menampakkan perkembangan yang cukup membanggakan pemeliharanya, bahkan juga terhadap para warga masyarakat yang belum bersedia menjadi pemulung serta memancing pihak – pihak bermodal untuk terlibat memberikan gaduhan ternak.

Semula masuknya ternak ke kawasan TPA Putri Cempo dilarang oleh Kepala Dinas DKP Kota Surakarta (mengingat dan menyadari resiko yang tidak diharapkan sehubungan dengan aktivitas lalu lintas armada angkutan sampah maupun keberadaan alat berat serta dipandang menghambat cara kerja). Pada masa ini (tahun 1988 – 1989) mulai timbul fenomena; di satu sisi warga masyarakat Jatirejo mulai mengalami kebangkitan antusias untuk menjadi pemulung sekaligus peternak, sedangkan disisi lain terdapat larangan penggembalaan ternak di lokasi TPA. Antusias baru tersebut makin merebak ke kampung / desa lain; sehingga pemulung bertambah menjadi 100 orang lebih, dan sejalan dengan itu ternakpun makin bertambah (namun pada masa itu Pemerintah setempat belum memberikan gaduhan ternak). Atas prakarsa dan perintisan Sdr. Joko Purnomo (selaku Ketua RT 04/XI Jatirejo Mojosongo Jebres Surakarta, sekaligus sebagai Mantan Mahasiswa Program D-III FKIP UNS, dan sebagai Tenaga Penjaga Garasi Alat Berat DKP Kotamadya Surakarta di TPA Putri Cempo) dengan dukungan para warga masyarakat pemulung dan beberapa jajaran birokrasi berdirilah PPSS (Persatuan Pemulung Sejahtera Surakarta) sebagai tindak lanjut Paguyuban dari bentuk informalnya, serta sebagai usaha untuk menghimpun para pemulung dalam suatu perkumpulan guna mengembangkan kesejahteraan melalui peningkatan wawasan pandangan atau pemikiran serta untuk memudahkan pembinaan, dalam kegiatan unit - unit usaha.

Memasuki pasca overload-nya TPA Putri Cempo, persoalan sosial baru kembali dihadapi oleh para warga masyarakat pemulung–peternak dengan dilansirnya informasi oleh berbagai media adanya muatan logam berat yang melebihi ambang batas, yang berbahaya bagi kesehatan manusia pada ternak sapi di kawasan TPA tersebut; yang dilansir media-pers ketika harga sapi memasuki periode nilai jual tinggi, yaitu masa menjelang Idul Adha 2008; bahkan ditambah lagi dengan adanya issu tentang kemungkinan akan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan, yang tentunya akan berisi larangan sehubungan dengan perihal tersebut.

METODE

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai bulan Oktober tahun 2012 dilokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Putri Cempo Mojosongo Surakarta. Di TPA tersebut telah dan sedang dilakukan pengelolaan sampah oleh petugas Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Surakarta, Pemulung dan ternak Sapi potong.

Observasi kualitatif dilaksanakan dilaksanakan terhadap semua aktivitas yang berkaitan dengan pengelolaan sampah melalui : wawancara dengan informan, literatur yang tersedia di DKP Surakarta, Arsip – arsip resmi, dokumen – dokumen resmi, foto – foto dan hasil penelitian yang relefan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pokok-pokok perhatian terkait Masyarakat Pemulung-Peternak TPA Putri Cempo

Dalam Pemulung TPA Putri Cempo Mojosongo Surakarta, merupakan pemulung-peternak yang lahir dari gerakan masyarakat sekitar TPA Putri Cempo Surakarta, yang mencoba dan berusaha memanfaatkan keberadaan sampah, untuk memperoleh finansiil guna mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, sekaligus berupaya mengentaskan diri dan keluarga dari kemiskinan pengetahuan.

Perbandingan taraf kesejahteraan warga masyarakat pemulung tersebut; antara sebelum dengan sesudah adanya TPA Putri Cempo (baca : tingkat kesejahteraan khususnya, dan orientasi pemikirannya) telah nyata meningkat. Hal ini terbukti bahwa mayoritas memiliki rumah–rumah permanen yang tidak lagi berdinding bambu, tetapi sudah tembok semen; bahkan juga sudah mementingkan keperluan pendidikan anak-anaknya, dimana sebelum TPA ada dalam satu kampung (Jatirejo RT

99

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

04/XI tersebut) hanya mampu meluluskan 3 orang anak (termasuk Penulis di antaranya) pada tingkat Sekolah Dasar dan selebihnya selalu droup out karena alasan tidak adanya beaya untuk bersekolah, mengingat lebih pentingnya kebutuhan sandang-pangan dan pirukunan (baca: sumbangan bagi tetangga dan kerabat yang mengadakan hajadan) bagi masyarakat tersebut. Kini secara mayoritas, serendah-rendahnya meluluskan pendidikan hingga tingkat SLTA.

Tahun 1995 hingga menjelang masa terpuruknya perekonomian nasional pasca era Orde Baru merupakan puncak tingginya pendapatan para pemulung di TPA Putri Cempo. (Menurut beberapa orang dari mereka menganggap bahwa sampah berisi madu dan emas). Para pemulung – peternak gaduhan rata-rata memperoleh penghasilan di atas besarnya nominal gaji pokok pegawai negeri sipil

golongan III. Kalkulasi oleh peternak awal tahun 1996 menyatakan bahwa dari rata-rata gaduhan ternak sapi 10 ekor per Kepala Keluarga, dengan nilai jual per ekor Rp 800.000,- (delapan ratus ribu rupiah), maka mereka dalam satu tahun memperoleh pendapatan sampingan dari kepemulungannya sebesar Empat Juta Rupiah; yang dapat dipergunakan untuk merehap rumah, membangun rumah, atau untuk modal pengembangan usaha, disamping mampu membiayai pendidikan anak ke jenjang lanjutan.

Memasuki era Transisi – Reformasi, yang ditandai dengan krisis ekonomi berkepanjangan, membawa dampak lahirnya “pemulung sambilan”, dimana banyak sampah – sampah rumah tangga yang bernilai jual tidak lagi dibuang, tetapi dikumpulkan dan dijual sendiri, demikian juga yang terjadi terhadap sampah di berbagai toko dan perkantoran. Sampah

yang terbuang juga diseleksi oleh para tenaga pengangkutnya sebelum diangkut ke TPS (Tempat Pembuangan Sementara), setelah diseleksi oleh para “pemulung mayeng” (pemulung kelilingan). Setelah sampai di bak TPS, sampah disortir lagi oleh para “pemulung kaplingan” (pemulung penunggu Bak TPS). Penyortiran dilanjutkan oleh tenaga armada truck angkutan sampah, dan barulah para pemulung TPA Putri Cempo mendapati sisanya. (Menurut sebagian besar dari mereka, sisa yang didapat itu tetap disyukuri, karena Tuhan itu adil ). Kondisi ini mengakibatkan keterlambatan dan keluh kesah sehubungan dengan uang pembayaran bagi pendidikan anak-anaknya, terutama bagi keluarga yang harus membiayai sedikitnya dua orang anak.

Dinamika kondisi managemen terkini terhadap penghasilan para pemulung TPA Putri Cempo tersebut dipilah menjadi dua bagian, yaitu penghasilan dari kepemulungan dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan makan, sedangkan perhitungan dari penghasilan ternak (yang sebagian besar masih bersifat gaduhan) dipergunakan untuk kebutuhan selebihnya (sandang, pemeliharaan rumah, perabotan rumah tangga, beaya pendidikan anak, pembayaran rekening air dan listrik, serta pemeliharaan ternak itu sendiri sebagai prioritas terpojok).

Mencuatnya informasi dan penegasan formal dari Instansi terkait mengenai muatan logam berat yang melebihi ambang batas dalam daging sapi di kawasan TPA Putri Cempo, sesungguhnya tidak membuat para pemulung – peternak heran atau terkejut, karena telah beberapa kali menjadi sasaran persoalan sosial; tetapi sangat dirasa merugikan.

Bukti kerugian dialami beberapa peternak ketika terjadi pengembalian hasil transaksi jual beli sapi yang sudah disepakati, dan gagalnya pembelian sapi dalam jumlah banyak oleh pemasok ternak sapi untuk program gaduhan bagi kesejahteraan di Tasikmalaya Jawa Barat yang memasuki telah tahap kedua. Dampak lainnya adalah terjadinya penurunan dari kenormalan harga pasar yang mencapai kisaran satu hingga dua juta rupiah per ekor sapi dewasa.

Kini muncul lagi issu mengenai terbitnya peraturan pemerintah atau Undang-Undang yang mengatur tentang pemeliharaan sapi di TPA sampah, atas adanya dukungan dari beberapa hasil kajian strategis oleh instansi ataupun pihak tertentu/ terkait yang berusaha mengetahui kualitas daging sapi yang dipelihara dikawasan TPA sampah.

Pandangan Masyarakat Umum Terhadap Kepemulungan dan PemeliharaanTernak Di Kawasan TPA Putri Cempo

Masyarakat perkotaan sangatlah benci terhadap sampah dan aroma khasnya, sehingga keberadaan TPS yang hanya berukuran kecil-pun berusaha ditolak dengan berbagai dalih mulai dari hal kebersihan, keindahan, ataupun kesehatan lingkungan, bila tidak segera dibersihkan oleh petugas. Dapat dibayangkan dan diramalkan apa yang akan terjadi apabila masyarakat dilingkungan TPA Putri Cempo ikut bersikap demikian.

Kesediaan dan pembiasaan (adaptasi) masyarakat Lingkungan TPA Putri Cempo terhadap sampah telah melalui proses perenungan, pertimbangan, dan pendekatan dalam waktu yang

100

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

lama; serta bukan semata-mata bermanfaat bagi pemulung-peternak yang notabene adalah penduduk sekitar; tetapi juga menanggung beban terhadap keberadaan sampah yang dihasilkan pada masyarakat kota, untuk mewujudkan kebersihan, keindahan, dan kesehatan bersama, di samping berjuang mewujudkan program Pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tanpa harus melalui bentuk kompensasi finansiil. Seputar persoalan inilah kontelasi berbagai kepentingan masyarakat memerlukan keseimbangan (equilibrium); sebagai jaminan kesuksesan sebuah rangkaian kepentingan sosial yang kompleks dengan berbagai rangkaian unsur yang saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung; apalagi manakala suatu kepentingan program pemberdayaan manusia dikehendaki dampaknya tersebut.

Sejauh ini dampak yang paling dikehendaki dalam jangka pendek adalah eksistensi kemampuan ekonomi yang menjamin pemenuhan kebutuhan rumah tangga keluarga dalam masyarakat pemulung-peternak TPA Putri Cempo, serta eksistensi berlangsungnya proses pendidikan hingga lintas generasi sebagai tujuan jangka panjang yang secara evolusif akan menjamin eksistensi dalam kehidupan masa mendatang.

Review Terhadap Hasil Uji Laboratorium Dalam Dokumen Tembusan / Arsip

Tanggal 8 Nopember 1994, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Veteriner menyampaikan hasil pemeriksaan berupa darah sapi potong milik Kelompok Tani Bakti Mulya Mojosongo Surakarta (sapi yang mengkonsumsi sampah di TPA Putri Cempo Mojosongo), kepada Kepala Dinas Peternakan Kotamadya Dati II Surakarta; yang secara garis besar memberitahukankan bahwa : 1. Melalui cara Gas Chromatografi, tidak terdeteksi

adanya pestisida (Standar pestisida pembanding : diazinon, endosulfan, lindane, fintion, DDT metabolites, metoxychlor, heptachlor, dan aldrin)

2. Hasil analisis terhadap logam berat (Cu dan Zn dalam ppm), dari dua sample disimpulkan normal, tidak ada residu sebagai berikut :a. Sampel-1; Cu = 0,63 dan Zn = 0,69b. Sampel-2; Cu = 0,78 dan Zn = 0,96

Hasil pemeriksaan Laboratorium terhadap perbandingan pakan antara Bekatul dengan Sampah Pasar yang dimajukan oleh Sdri. Dewi A. Irawati (yang berdinas di Dinas Peternakan Kabupaten Karanganyar), kepada Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada, tertanggal 13 Maret 1998; dari dua sampel menunjukkan bah

a. Kandungan Air pada pakan sampah pasar lebih rendah, yaitu : (8.25 dan 8.33) ℅ b/b

b. Kandungan Abu pada pakan sampah pasar lebih tinggi, yaitu : (20,29 dan 21,16) ℅ b/b

c. Kandungan Lemak pada pakan sampah pasar lebih rendah, yaitu : (6.27 dan 6.77) ℅ b/b

d. Kandungan Protein pada pakan sampah pasar lebih tinggi, yaitu : (12.41 dan 12.61) ℅ b/b

e. Kandungan Serat Kasar pada pakan sampah pasar jauh lebih tinggi (lipat tiga kalinya), yaitu : (24.28 dan 23,98) ℅ b/b

f. Kandungan Mineral Ca pada pakan sampah pasar lebih tinggi (lipat lima kali), yaitu : (0.55965 dan 0.57396) ℅ b/b

g. Kandungan Mineral P pada pakan sampah pasar lebih rendah, yaitu : (1.14 dan 1.14) ℅ b/b

Hasil analisis Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian UNS terhadap air resapan sampah TPA Putri Cempo yang oleh Kelompok Tani Global (Joko Purnomo) dalam bentuk produk pupuk cair Nutri-Energy Plant tertanggal 22 Desember 2007, mengindikasikan bahwa kandungan unsur logam relatif minimal serta masih memenuhi standart pupuk kompos (SNI) SNI 19-7030-2004; artinya dapat

diterima dalam keperluan untuk memenuhi kebutuhan mineral (Mg, Fe, Mn, Zn, dan Cr) pada tanaman; sedangkan untuk Co, Cd, As, Hg, Al, Pb, dan Cu tidak terdeteksi. Data ini mengindikasikan bahwa kandungan sampah yang juga dikonsumsikan pada ternak, masih dapat diterima dampaknya bagi kehidupan dan kesehatan umat manusia.

Demikian juga dalam hasil pengujian terhadap parameter Paket Air Bersih terhadap Sumur Pantau 2 TPA Putri Cempo, yang dimajukan oleh pihak DKP Kota Surakarta kepada Laboratorium Penguji – Laboratorium Pusat MIPA UNS tertanggal 10 Januari 2007, disimpulkan bahwa “Parameter yang melebihi baku mutu adalah : Tidak Ada”.

Melalui berbagai hasil uji laboratorium tersebut, dapat dipahami bahwa pakan, air minum, resapan air sampah, dan darah ternak di TPA Putri Cempo Mojosongo Solo; tidak mengindikasikan adanya aspek yang berbahaya.

Perubahan Keberadaan Masyarakat Sesudah Menggeluti Sampah, Kepemulungan dan Peternakan Sapi Di TPA Putri Cempo

101

FARIDA, dkk – Tumbuhan pakan kancil dan kijang di Nusakambangan

Bagi sejumlah mayoritas warga masyarakat di kawasan sekitar TPA Putri Cempo yang telah menerjuni kepemulungan sampah dan mengerjakan sambilan memelihara sapi, di banding dengan kondisi sebelumnya ataupun dibanding dengan keberadaan sejumlah warga setempat yang tidak terjun dalam bidang tersebut; kini mengalami perubahan yang terindikasikan pada hal – hal berikut :a. Pendapatan dalam bentuk finansiil lebih tersediab. Rumah tinggal yang telah berdinding tembok dan

lantai bersemenc. Hampir setiap rumah tangga keluarga memiliki

kendaraan bermotor (Sepeda motor)d. Pendidikan anak melampaui pendidikan dasar,

bahkan menargetkan minimal hingga sekolah lanjutan atas sebagai modal eksistensi generasi masa depan

e. Hampir setiap rumah tangga keluarga memiliki media informasi dan hiburan (Radio, Tape, Televisi dan VCD)

f. Tidak ada warga masyarakat yang penganggurang. Komunitas pergaulan ataupun interaksi dengan

pihak luar lebih banyakh. Pada generasi keluarga tingkat/lapis kedua

Ketrampilan berusaha bertambah (terjadi mobilisasi vertikal naik)

i. Meningkatnya perhatian / pengertian terhadap kebijakan pemerintah, aturan hukum, serta kasih sayang dalam rumah tangga

j. Tidak pernah terjadi lagi percekcokan dalam rumah tangga keluarga.

KESIMPULAN

Masyarakat perkotaan sangatlah benci terhadap sampah dan aroma khasnya, sehingga keberadaan TPS yang hanya berukuran kecil-pun berusaha ditolak dengan berbagai dalih mulai dari hal kebersihan ataupun kesehatan lingkungan, bila tidak segera dibersihkan oleh petugas. Dapat dibayangkan dan diramalkan apa yang akan terjadi apabila masyarakat dilingkungan TPA Putri Cempo ikut bersikap demikian. Kesediaan dan pembiasaan (adaptasi) masyarakat Lingkungan TPA Putri Cempo terhadap sampah telah melalui proses perenungan, pertimbangan, dan pendekatan dalam waktu yang lama melalui pendekatan integratif ; serta bukan semata-mata bermanfaat bagi pemulung-peternak yang notabene adalah penduduk sekitar; tetapi juga menanggung kebutuhan masyarakat kota untuk mewujudkan kebersihan dan kesehatan mereka, di samping berjuang mewujudkan program Pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tanpa harus diberi kompensasi dalam bentuk finansial.

Pemulung-Peternak TPA Putri Cempo Mojosongo Surakarta, sebagai gerakan masyarakat sekitar TPA Putri Cempo Surakarta, yang mencoba dan berusaha memanfaatkan keberadaan sampah, untuk memperoleh finansiil guna mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, sekaligus berupaya mengentaskan diri dan keluarga dari berbagai bentuk kemiskinan.

Konstelasi mutualisme antara pengelolaan sampah, kepemulungan, dengan pemeliharaan ternak sapi telah dirasakan, dinikmati, dan menjadi bukti faktual mengenai adanya upaya kemandirian warga masyarakat untuk mengentaskan diri dari kemiskinan, eksis menghadapi krisis ekonomi berkepanjangan, mengupayakan terwujudnya kesejahteraan dan berbagai kemajuan pembangunan

berbasis sumber daya manusia yang diperjuangkan Pemerintah, yang selaras dengan kondisi lingkungan setempat.

Kepemulungan, pengelolaan sampah dan sambilan memelihara ternak sapi merupakan suatu konstelasi dalam bentuk keseimbangan sosial-budaya dalam kekomplekkan kepentingan masyarakat, yang terproses secara evolusif dan alamiah melalui kesediaan diri demi menghadapi kebutuhan sehari-hari dan masa depan, dalam suatu rangkaian ikatan sistem kepentingan global yang saling mempengaruhi. Pernyataan ini mengandung arti bahwa; apabila salah satu unsur / bagian dalam komponen sistem ini ditiadakan/hilang maka sangat memungkinkan timbulnya persoalan baru yang pada akhirnya akan mengembalikan kondisi warga

masyarakat pada bentuk kerugian, penderitaan dan kemiskinan babak kedua.

DAFTAR PUSTAKA

PPSS (Persatuan Pemulung sejahtera Surakarta), Anggaran Dasar dan Anggaran rumah Tangga, 1989

KISS (Keluarga Insan Sejahtera Surakarta), Anggaran Dasar dan anggaran Rumah Tangga, 1996

PPSS (Persatuan Pemulung Sejahtera Surakarta)-KISS (Keluarga Insan Sejahtera Surakarta), Buku Tamu

KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) Tani Ternak Bakti Mulya, Anggaran Dasar dan anggaran Rumah Tangga, 1993

KPPIB (Kelompok Peternak Peserta Inseminasi Buatan), Anggaran Dasar dan anggaran Rumah Tangga, 1996

KPPIB (Kelompok Peternak Peserta Inseminasi Buatan), Buku Tamu

Beberapa koleksi hasil uji laboratorium terhadap air resapan sampah, air sumur kontrol, dan sampah rumah tangga (pakan ternak), dan darah sapi TPA Putri Cempo

102

Pros Sem Nas Biodiv 259

Notulensi Kelas Paralel

Author Judul Pertanyaan JawabanJumari Keanekaragaman

Tumbuhan Pangan dan Nilai Kepentingan Budaya bagi Masyarakat Samin

1. Ada tidaknya hubungan antara history dengan agama islam mengingat dekatnya dengan daerah persebaran agma Islam?

2. Bagaimana karakter orang Samin?

1. Ajaran Samin manunggaling maring Gusti, mereka mengakui asal usul Adam dan ada puasa. Ada kaitannya karena tokoh Samin berasal dari Majapahit.

2. Masih sama seperti zaman dahulu saat penjajahan Belanda.

Author Judul Pertanyaan JawabanFauziatul Fitriyah, A. Khalimun Nur, Yoga Dwi Permana

Keragaman Capung di Berbagai Tipe Habitat di Kebun KP4 UGM

1.Pengelolaan serangga capung yang baik dengan metode apa?

2.Dua kelompok capung (jarum dan capung) bagaimana dapat digunakan sebagai indikator dan bagaimana peranannya?

1. Dilihat keragamannya bahwa kualitas ekosistem baik, capung tinggi keragamannya . Jenis capung harus disesuaikan dengan jenis ekosistemnya.

2. Dilihat spesiesnya, capung Jarung lebih representatif dalam bioindikator lingkungan. Semakin beragam jenis, kualitas lingkungan semakin baik. Predator dengan memakan serangga yang lain.

Author Judul Pertanyaan JawabanBurhansyah, Deni Wahyu Eko S., Muhammad Yanuar, Alan Fery K.

Keanekaragaman Avifauna di ruang Terbuka Universitas Sebels Maret Surakarta

1. Apakah dari ke 18 jenis burung tersebut terdapat di UNS semua?

1. Perci, pelatuk besi dan serak jawa sedangkan spesies yang lain hanya singgah sementara atau hinggap.

Author Judul Pertanyaan JawabanEka Sulistiyowati, Annas Syafaat, Rica Rahmawati

Kelimpahan dan Distribusi Gastropoda di Sub DAS Gajah Wong (bagian Hulu dan Tengah), DIY

1. Road map seperti apa agar di Indonesia bisa memiliki nilai ekonomis Gastropoda tinggi?

1. Untuk mengedukasi Sungai Gajah Wong, tidak ada tujuan untuk ekonomi, murni pembelajaran ekologi dan keragaman jenis Gastropoda.

Author Judul Pertanyaan JawabanHarlita , Riezky Maya Probosari, Umi Fatmawati

Pengaruh Ekstrak Kulit Biji Mete terhadap struktur Uterus Tikus Albino

1. Apakah CNS mete dapat digunakan sebagai pembunuh nyamuk?

2. Bagaimana jika hasil penelitian diaplikasikan ke lapangan?

1. Dapat digunakan dengan cara menyemprot kan pada objek (nyamuk/larva nyamuk).

2. Dapat diaplikasikan dengan cara menyemprotkan pada objek tikus.

Author Judul Pertanyaan JawabanP.K. Dewi Hayati, Sutoyo, Dini Hervani, Nurwanita Ekasari Putri dan Lily Syukriani

Diversity Of Chilli Local In 50 Kota Regency: Potential Chilli Of West Sumatera

1. Apa di tempat penelitian juga terdapat cabai berukuran kecil?

2. Apakah ada perubahan terhadap bentuk cabai?

1. Produktivitas sangat dipengaruhi dengan faktor lingkungan.

2. Terdapat perubahan bentuk cabai akibat pengaruh dari factor lingkungan.

Author Judul Pertanyaan JawabanFatma Yuny Isnaeny

Potensi Konservasi Alam Berdasarkan Kearifan Lokal Desa Rahtawu di lereng Gunung Muria Kudus

1. Bagaimana bisa mengilmiahkan kearifan local agar tidak bersinggungan dengan teori agama?

2. Ada hubungan tempat keramat

1. Masyarakat Kudus sudah dapat membedakan antara tempat keramat dengan agama, berbeda dengan masyarakat luar Kudus.

2. Pendekatan jenis-jenis tanaman

Pros Sem Nas Biodiv 261

dengan teori konservasi? atau lainnya sebagai langkah konservasi.

Author Judul Pertanyaan JawabanAry Susatyo Nugroho, Maria Ulfah, dan Lussana Rossita Dewi

Kearifan Lokal Masyarakat Karangmanggis dalam Menjaga Kelestarian Sumber Daya

1. Bagaimana asal muasal pohon Bulung? Apa kandungan dari pohon tersebut?

2. Apa kelebihan dari pohon Bulung?Kenapa tidak menggunakan pohon beringin karena pohon tersebut juga memiliki kanopi yang lebar dna dapat mencegah erosi tanah.

3. Kenapa kearifan lokal (misanya: sendang) dapat tersaingi oleh teknologi (misalnya: PAM)?

1. Belum mengetahui asal muasal dari pohon Bulung. Akar pohon Bulung dapat mengeluarkan air.

2. Pohon Bulung dapat mencegah erosi dan pohon tersebut dapat ditanam pada saat musim kemarau.

3. Berkurangnya ketergantungan masyarakat terhadap air, kurang bernilai ekonomis selain itu pohon Bulung dapat diganti dengan Albania.

Author Judul Pertanyaan JawabanRejeki Siti Ferniah dan Sri Pujiyanto

Amplifikasi Gen Kitinase CAChi2 untuk Memperoleh Gen Ketahanan Alami Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.)

1. Berapa banyak sampel cabai yang mampu diekspresikan tahan alami?

1. Sebanyak 10 tanaman cabai yang ditemukan mampu diisolasi dan diekspresikan gen ketahanan alami.

Author Judul Pertanyaan JawabanAri Pitoyo, Endang Anggarwulan

Perkecambahan Biji Sintetis Anggrek Macan (Grammatophyllum scriptum) melalui Enkapsulasi Protocom Like Bodies Optimasi PLB dan Matriks Enkapsulasi

1. Bagaimana potensi mikoriza terhadapa kultur?

1. Endopserm biji Anggrek Macan terhadap kebutuhan mikoriza obligta biji terinfeksi mikoriza.

Author Judul Pertanyaan JawabanHenry Kurniawan, Iik Sri Sulasmi, Siti Fatimah

Budidaya Kayu Bulian (Eusideroxylon zwageri) oleh Suku Anak dalam Janub di Desa Jebak Kab. Batanghari, Jambi

1. Bagaimana kemampuan hidup tumbuhan Bulian?

2. Apa suku anak dalam hanya di jambi?

3. Apa saja manfaat yang dapat digunakan pada tumbuhan Bulian?

4. Apa ada teknik khusus dalam budidaya Bulian?

1. Bulian hanya mampu tumbuh di dataran tinggi alluvial (endemik).

2. Suku anak dalam hanya ada di Jambi dan Palembang.

3. Tumbuhan Bulian tidak digunakan kayunya, melainkan untuk menyimpan air.

4. Teknik khusus dalam budidaya Bulian adalah merendam buah, selanjutnya batok buah dipecah secara alami dengan cara merendam di air sungai mengalir atau pasir. Dalam teknik budidya perlu adanya upaya yang khusus, yaitu menjaga biji saat seedling agar tidak dimakan babi hutan dan monyet, cuaca dapat merobohkan pohon Bulian, penanaman jauh dari pohon kelapa sawit karena kelapa sawit menghalangi pertumbuhan Bulian.

Author Judul Pertanyaan JawabanDiana Retna Utarini SR, Carmudi, Dan Kusbiyanto

Pengaruh Penambahan Biostimulan terhadap Peningkatan Populasi Daphnia sp. Pada Media

Bagaimana teknik biostimulan itu?

Suatu produk jual dari laboratorium masih diuji. Punya daya degradasi tinggi untuk pakan Daphnia sp.

Pros Sem Nas Biodiv 261

Kultur dengan Pupuk Kotoran Ayam

Author Judul Pertanyaan JawabanImam Fathoni, Rr. Upiek Ngesti Wibawaning Astuti

Pengaruh Ekstrak Etanolik Lumut Marchantia sp. Terhadap Daya Tetas Telur Nyamuk Aedes aegypti L. (Diptera: Culicidae)

Apakah konsentrasinya naik atau turun?

Iya, tetapi pada konsentrasi lebih dari 0,7 belum dicoba.

Bagaimana jika diaplikasikan pada F2?

Belum dicoba.

Author Judul Pertanyaan JawabanErna Susilowati Perkecambahan Dan

Pertumbuhan Gulma Bayam Duri (Amaranthus spinosus L.) pada Pemberian Ekstrak Kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) R. M. King & H.E. Rob.)

Apa akibat dari kenaikan karotenoid terhadap penurunan klorofil?

Karotenoid mampu mengakibatkan klorosis dan kerusakan daun.

Author Judul Pertanyaan JawabanAyesha N. Aprilyandi, Astia R. Safitri, Rizkika Z. Agustin, Niken S. N. Handayani

Deteksi Carrier Thalassemia Berdasarkan Morfologi Eritrosit

Apa dampak terparah dari Thalasemia?

Kecenderungan anemia, habis talasemia (3 gen mutasi), menyerang tulang sumsum belakang,dan tidak memproduksi globulin α

Author Judul Pertanyaan JawabanEvi Mintowati Kuntorini

Konsentrasi Pb dan Pengaruhnya pada Kadar Klorofil Serta Kerapatan Stomata Daun Tanjung (Mimusops elengi L.)

Bagaimana dengan pengambilan sampelnya?

Hanya mengambil sedikit sampel.

Author Judul Pertanyaan JawabanEvi Mintowati Kuntorini, Nina Ambar Sari, Maria Dewi Astuti

Kerapatan Sel Sekresi Dan Aktivitas Antioksidan Rimpang Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum. Val) Asal Desa Padang Panjang Kecamatan Karang Intan Kalimantan Selatan

Mengapa metode yang diguanakan sederhana?

Karena hanya ingin melihat kondisi epidermi maka menggunakan metode yang sederhana.

Author Judul Pertanyaan JawabanEinstivina Nuryandani

Peran Masyarakat Lokal Dalam Konservasi Jeruk Keprok Tawangmangu (Citrus reticulata Blanco Ssp Tawangmangu)

Bagaimana prospek tanaman jeruk keprok Tawangmangu?

Prospek sangat besar, jeruk keprok pernah menjdi nomor 1 di Indonesia. Buahnya besar, rasanya segar, dan kulitnya tipis.

Author Judul Pertanyaan JawabanAgatha Sih Piranti, Sudarmadji, Agus Maryono, Suwarno Hadisusanto

Hubungan Konsentrasi Nutrien dan Tingkat Eutrofikasi Waduk Mrica Banjarnegara pada Musim Penghujan (Upaya Penyusunan Kriteria Nutrien untuk

Apakah hasil penelitian ini dapat dijadikan menjadi acuan perairan di Indonesia?

Belum dapat dijadikan acuan. Masih perlu dilakukan penelitian pada perairan di waduk yang memiliki kriteria yang sama.

Apa saran anda untuk mengurangi terjadinya

Penghitungan daya dukung lingkungan perlu ditingkatkan.

Pros Sem Nas Biodiv 261

Status Trofik Perairan Indonesia)

eutrofikasi? Selama amsih dibawah ambang batas tidak akan menimbulkan masalah.

Author Judul Pertanyaan JawabanT.Sukrorini, A.H. Ramelan, A. Yunus, P. Setyono

Kajian Dinamika Kehidupan Masyarakat Pemulung Peternak Sapi di Kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Putri Cempo Surakarta

Apakah ada masyarakat yang menginisiasi sendiri? Benarkah daging sapi lebih baik dilihat dari selain logam berat apa saja? Mikroba di dalam daging sapi dapat terlihat atau tidak?

Ada inisiator masyarakat di daerah tersebut g dipraktekkan sendiri dan hasilnya memuaskan, dimana gajinya juga sangat memuaskan, inisiatif kemudian memelihara hewan ternak. Karena banyak sapi, dinas peternakan meneliti , menilisi sampel darah negatif. Daging sapi lebih lembut, kandungan lemak sedikit. Sapi tidak asal makan sampah, ada sapi yang makan plastik tetapi plastik keluar lagi. Putri Cempo mau diserahkan ke pihak swasta, namun banayk pemikiran.

Author Judul Pertanyaan JawabanIhlas, Rahadyan Aulia, IbnuAgus A., RinaRistiyani, NugrohoAminjoyo, Annisa Ratna P., Rudi Nirwantono, Kresty Ary Y.K.S., Nungke Diah P., Immanuel Sanka, Rizka Amalia, Pratya S. Herawati, Anahtadiya Nurfa S.

Keanekaragaman Decapoda (Crustacea) di Pantai Drini, Yogyakarta, Indonesia

Mengapa indeks keragaman lebih dari 1?

Indeks keragaman berdasarkan metode indeks Shanon-Wiener ada kisaran dari 0-1,49 rendah, 1,5-2,5 sedang.

Data taksonomi tidak ada deskripsi hobi/organisasi?

Tergantung dari kelompok studinya, mencari dana dari luar, kalau dana dari fakultas minim, penelitian di luar negeri lebih dihargai maka sering mencari dana dari luar.Kelompok studi inisudah berdiri lama, mempelajari aspek-aspek biologi yang ada dalam kelautan.

Author Judul Pertanyaan JawabanEniek Kriswiyanti Keanekaragaman

Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L., Arecaceae) sebagai Bahan Upakara Padudusan Agung

Apakah semua kelapa digunakan untuk upacara?

Iya, tetapi sebagian kecil yang dibawa, menggunakan selama 2 bulan sampai ribuan, tapi kemudian ditanam, tidak tumbuh seperti induknya.

Author Judul Pertanyaan JawabanLela Susilawati, Arifah Khusnuryani, Lilis Sholikhah

Seleksi dan Identifikasi Bakteri Indigenous dari Lendir Kulit Katak Sawah (Rana cancrivora) yang Berpotensi sebagai Agensia Biofungisida

Mengapa katak? Darimana mendapatkan ide?

Dilendir katak terdapat senyawa bioaktiv, kemudian ingin membandingkan dengan katak lokal. Kemudian diujikan pada penyakit manusia, dan hasilnya bagus tetapi katak lendir di Bantul belum tau metabolit sekundernya apa. Kalau mengambil lendir harus membunuh katak karena katak dalam kondisi terancam akan mengeluarkan banyak lendir. Bakteri dari lendirkatak cukup bagus, dengan cara mengambil lendir pada katak dengan cotton bud.

Apa yang dimaksud dengan KSB? Dari isolat seperti apa?

Nama kode starin(Katak Sawah bantul) berasal daro isolat Bantul.

Apakah bakteri tidak bersifat patogen pada katak? Bentuk asosiasi dari katak dengan

Asosiasinya mutualisme, katak mendapat pertahanan karena mengeluarkan sekret, biofungisida

Pros Sem Nas Biodiv 261

biofungisida? mendapat nutrien dai katak karena lendir mengandung lemak.

Apakah ada dampaknya pada manusia jika cabai dikonsumsi?

Biasanya bila dihasilkan dari agen biologi tidak terlalu berbahaya tetapi harus diteliti lebih lanjut.

Author Judul Pertanyaan JawabanMuningsih, Endang Widyastuti dan Agatha Sih Piranti

Struktur Komunitas Algae Perifiton Epilitik di Sungai Mangli Cilongok Banyumas yang Terkena Limbah Cair Pabrik Tahu

Bagaimana dari segi keragamannya?

Lebih sedikit, setelah dianalisa masih belum berbeda.

Author Judul Pertanyaan JawabanAmbarwati, Tanti Azizah S, Langkah Sembiring dan Subagus Wahyuono

Keanekaragaman Isolat Actinomycetes Penghasil Zat Antifungi dari Rhizosfer Padi (Oryza sativa)

Apa yang dimaksud dengan Rhizosfera?

Rhizosfera adalah daerah pertemuan akar dengan tanah.

Author Judul Pertanyaan JawabanAstia Rizki Safitri dan Niken S. N. Handayani

Similaritas Gen Darc (Duffy Antigen Receptor For Chemokines) pada Spesies Anggota Ordo Primata Sebagai Dasar Analisis Tingkat Ketahanan Terhadap Infeksi Plasmodium

Apa fungsi gen Darc chemokines?

Gen Darc chemokines reseptor protein digunakan untuk proses inflamasi.

P R O S I D I N G ISSN: 2337-506XSEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS Februari 2013

i