45
1 PROPOSAL OPERASIONAL PENELITIAN TA 2013 PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA TERHADAP SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA Reni Kustiari Hermanto Helena Juliani Purba Roosganda Elizabeth Soeprapto Djojopoespito PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

1

PROPOSAL OPERASIONAL PENELITIAN TA 2013

PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA TERHADAP SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA

Reni Kustiari Hermanto

Helena Juliani Purba Roosganda Elizabeth

Soeprapto Djojopoespito

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

Page 2: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

2

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perdagangan merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi

Indonesia. Keterbukaan sistem ekonomi ini menyebabkan Indonesia tergantung

kepada ekonomi negara lain yang mengindikasikan pembangunan ekonomi

Indonesia amat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global. Kontribusi sektor

perdagangan terhadap PDB Indonesia pada 2000 sebesar Rp. 184,97 Triliun

(13,31% dari total PDB) naik menjadi Rp. 364,45 Triliun (14,80% dari total PDB)

pada 2011, atau meningkat dengan laju pertumbuhan sekitar 6,25% per tahun

selama 2000-2011. Pada 2000 nilai ekspor Indonesia sebesar US$ 63,55 Milyar

meningkat menjadi US$ 200,79 Milyar pada 2011 atau meningkat dengan laju

sekitar 11,4% per tahun. Sejalan dengan ekspor, nilai impor menunjukkan

peningkatan dari sekitar US$ 43,59 milyar pada 2000 menjadi US$ 166,00 milyar

pada 2011 atau naik dengan laju pertumbuhan sekitar 13,18% per tahun (SEKI,

2012).

Indonesia selalu berupaya meningkatkan kinerja perdagangan dengan

melakukan serangkaian perjanjian perdagangan bebas baik bilateral, regional,

maupun multilateral (WTO). Perundingan Doha Development Agenda-WTO bidang

pertanian yang terakhir dilakukan pada Juli 2008 mengalami kegagalan karena

penolakan negara G-7, terutama terhadap isu Special Safeguard Mechanism.

Kegagalan ini memberikan signal negatif kepada dunia.

Sulitnya mencapai konsensus dalam liberalisasi perdagangan di forum

multilateral dan regional, akibat banyaknya negara yang terlibat dengan berbagai

kepentingan dan kebutuhan yang tidak dapat terukur dan tidak optimal, telah

menyebabkan banyak negara membuat integrasi perdagangan. Perjanjian

Perdagangan Bebas (Free Trade Agreements/FTA) merupakan salah satu mekanisme

untuk membuka pasar luar negeri bagi ekspor Indonesia dan perkembangannya

diharapkan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Hal ini terjadi karena kesepakatan/persetujuan bilateral relatif lebih mudah, fleksibel

dan cepat dilakukan. FTA dilaksanakan dengan tujuan untuk melonggarkan syarat

persaingan perdagangan dan merendahkan harga barang, serta dapat mewujudkan

keseragaman peraturan dalam kerjasama perdagangan dua negara, sehingga dapat

Page 3: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

3

meningkatkan manfaat dan keuntungan bagi negara-negara anggota yang terlibat.

Kinerja perdagangan Indonesia akan lebih baik seandainya kesepakatan multilateral

dan regional berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

Indonesia secara aktif melakukan FTA untuk membantu para eksportir di

Indonesia menikmati kemudahan dalam kegiatan perdagangan. Kemudahan yang

dapat diperoleh melalui FTA adalah pengurangan biaya karena penghapusan

(pensederhanaan) prosedur dan peraturan di negara mitra. Kesepakatan bilateral

dapat menjadi penambahan dari kesepakatan yang telah ada (WTO atau ASEAN).

Kesepakatan bilateral dapat lebih mengakomodir kebutuhan kedua negara dan juga

mengidentifikasi ketidakseimbangan dalam hal kekuatan ekonomi dan industry di

kedua negara. Untuk mengamankan kinerja perdagangan dan memastikan akses

pasar, sehingga mampu bersaing di era globalisasi, Indonesia perlu membentuk

kerjasama ekonomi komprehensif secara bilateral dengan negara-negara yang

memiliki potensi besar dan strategis.

Salah satu FTA yang dilakukan oleh Indonesia adalah kerjasama perdagangan

Indonesia-India. Hal ini dilakukan mengingat India menempati urutan ke-11 sebagai

negara tujuan ekspor produk nonmigas Indonesia dengan nilai US$ 1,05 milyar pada

2000 dan menjadi urutan ke-4 dengan nilai US$ 13,42 milyar pada 2011, atau

meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 22,17% per tahun. Pada tahun 2000,

India merupakan negara asal impor produk non migas Indonesia peringkat ke-14

dengan nilai hanya US$ 440,30 juta naik menjadi peringkat ke-10 pada 2011,

dengan nilai sebesar US$ 4,02 milyar, atau meningkat dengan rata-rata

pertumbuhan sebesar 18,5% per tahun selama 2000-2011 (SEKI, 2012). India

dengan penduduk terbesar kedua di dunia ini merupakan pasar yang potensial untuk

dikembangkan, karena selain potensi konsumsinya yang besar, juga standar kualitas

yang diterapkan tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Oleh karena itu, pasar India

relatif lebih mudah ditembus dibandingkan dengan negara-negara maju yang

cenderung memiliki hambatan non tarif yang lebih banyak dan beragam.

Selain itu, India adalah salah satu negara di Asia yang masih mencatat

pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain

mengalami pertumbuhan negatif, atau mengalami pertumbuhan yang rendah

setelah terpengaruh oleh krisis finansial global tahun 2008 (Bary, 2010).

Page 4: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

4

Pertumbuhan ekonomi India masuk ke dalam empat negara dengan pertumbuhan

ekonomi pesat bersama dengan Brasil, Rusia, India, dan China (BRIC). India

memiliki jumlah penduduk sebesar 1,2 miliar dengan GDP (purchasing power parity)

pada tahun 2009 mencapai US$ 3,57 triliun. India sebagai negara industri baru

sedang giat melakukan transformasi ekonomi dan pada 2010 cadangan devisa India

mencapai sekitar US$ 200 miliar. Kemajuan dan gencarnya para korporasi India juga

ditopang oleh kemajuan mendasar di bidang teknologi dan sumber daya manusia

yang dimiliki. Pertumbuhan ekonomi India juga ditopang oleh tingginya tingkat

tabungan masyarakat sebesar rata-rata 32% terhadap Gross Domestic Product

(GDP) serta meningkatnya kelompok penduduk usia kerja yang disertai dengan

kebijakan peningkatan sumber daya manusia (Dharma, 2011).

Indonesia dan India memiliki keinginan yang sama untuk saling meningkatkan

dan memperkuat hubungan perdagangan dan investasi. Perundingan perdagangan

bebas Indonesia dengan India diharapkan akan memberi dampak positif terhadap

perdagangan serta persatuan Indonesia dan India. Namun demikian, Indonesia

harus juga mewaspadai dampak negatif dari Indonesia-India FTA, tarif yang rendah

akan menjadikan produk impor dari India menjadi lebih murah, sehingga pada

akhirnya dapat memberikan dampak negatif pada ekonomi Indonesia. Perdagangan

bebas berdampak pada persaingan produk impor dan produk lokal dan kemungkinan

produk local akan kehilangan pasar sehingga menghadapi kesulitan untuk

berkembang. Oleh karena itu, dampak FTA tersebut sangat bergantung kepada

keahlian untuk memanfaatkan peluang dari perdagangan yang dilakukan.

Mengingat pentingnya kontribusi sektor perdagangan terhadap perekonomian

Indonesia, maka dampak Indonesia-India FTA terhadap perekonomian Indonesia

perlu dikaji agar dapat dilakukan penyesuaian yang diharapkan akan menghasilkan

pertumbuhan bagi ekonomi Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis

prospek kesepakatan kerjasama perdagangan antar Indonesia dan India. Hasil

kajian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan kepada pembuat kebijakan

perdagangan dan menjadi dasar dalam membuat perencanaan yang sistematik dan

berguna untuk mencapai keuntungan dari perjanjian perdagangan bebas antara

Indonesia dan India.

Page 5: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

5

1.2. Dasar Pertimbangan

Dengan diberlakukannya perdagangan bebas antara Indonesia dan India

maka dari sisi Indonesia, hal ini akan mengakibatkan tidak hanya peningkatan

potensi pasar ekspor bagi komoditas-komoditas pertanian Indonesia ke India, tetapi

juga pada waktu yang bersamaan, ancaman dari komoditi pertanian India terhadap

komoditi pertanian Indonesia akan menurun.

Namun demikian, perdagangan antara Indonesia dan India sangat

menjanjikan mengingat keduanya mempunyai penduduk yang besar, pertumbuhan

ekonomi tinggi, dan potensi kenaikan pendapatan per kapita yang tinggi. Hal ini

mengindikasikan bahwa peningkatan konsumsi dari dua negara tersebut akan

memberikan kesinambungan bagi pertumbuhan ekonomi masing-masing.

Pada 2011, Indonesia mengalami surplus perdagangan terhadap India

sebesar US$ 9,4 miliar dari perdagangan nonmigas. Sebagai negara tujuan ekspor

produk nonmigas, India menempati urutan ke-4 dan peringkat ke-10 sebagai untuk

negara asal impor produk nonmigas Indonesia. Sepuluh produk ekspor utama

Indonesia ke India adalah: (1) Crude Palm Oil (CPO); (2) Other coal; (3) Copper

Ores and concentrates; (4) Olein, refined, bleached & deodorised (rbd); (5)

Bituminous coal; (6) coking coal; (7) Tsnr, oth standard indonesian rubber; (8)

Crude oil of palm kernel or babassu; (9) Chemical wood pulp; (10)

Forging/diestamping machines.

Sepuluh impor utama Indonesia dari India yaitu: (1) Telephones for cellular

networks; (2) Motor spirit, premium unleaded; (3) P-xylene; (4) Naphtha, reformate;

(5) Damper designed for off highway; (6) Cotton, not carded/combed; (7) Ground

nuts, shelled; (8) Other motor spirit, unleaded; (9) Flat-roll prod of stainless

steel,hot rolled; dan (10) Oil-cake & other solid residues, from the extract of

soyabean oil.

Kerjasama perdagangan dan investasi Indonesia ke India masih terkendala

beberapa hambatan, diantaranya adalah kurangnya transparansi India dalam

Domestic Regulation yang berkaitan dengan perdagangan dan investasi. Meskipun

India sudah mengurangi hambatan impor, namun gap antara applied tariff dan

bound tariff masih tinggi, dan cenderung meningkat. Untuk produk impor, India

mengharuskan pemberian label Retail Maximum Price (MRP) dari negara asalnya

Page 6: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

6

sebelum masuk ke custom clearance. Hal ini sulit dilakukan karena penghitungan

berdasarkan beberapa factor, diantaranya ongkos kapal, asuransi, dan internal taxes

di mana biaya tersebut tidak sama untuk masing-masing Negara bagian.

Kebijakan tarif India juga masih sangat kompleks dan selalu berubah setiap

tahun dengan pengecualian beberapa komoditi yang jumlahnya bertambah,

sehingga menciptakan ketidakpastian untuk para pelaku perdagangan. Tarif produk

pertanian di India masih tinggi dan rumit dengan adanya perbedaan antara masing-

masing Negara bagian ditambah additional duties dan ketidakpastian dalam hal tariff

kuota (Dharma, 2011).

Dilihat dari produk-produk yang impor oleh India dari dunia, sektor yang

menjadi minat utama Indonesia untuk dikerjasamakan dengan India diantaranya

adalah: (1) produk mineral dan bahan bakar; (2) CPO dan Palm Oil; (3) kertas dan

pulp; (4) tekstil dan produk tekstil; (5) besi dan baja serta sector manufaktur

lainnya; (6) farmasi; (7) iptek dan kesehatan; (8) agrobased industry; (9) otomotif;

(10) machineries; (11) handicraft; dan (12) gems and jewelry (Soesastro, 2009).

Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana

dampak kebijakan perdagangan dan kebijakan pertanian India terhadap pelaku

usaha di Indonesia; (2) Bagaimana prospek Indonesia-India FTA terhadap

perdagangan komoditas pertanian Indonesia; (3) Apakah hambatan ekspor

Indonesia ke India; dan (4) Bagaimana potensi dampak Indonesia-India FTA

terhadap sektor pertanian dan perekonomian Indonesia. Hasil kajian ini, berupa

informasi prospek FTA Indonesia-India, diharapkan dapat menjadi masukan bagi

pembuat kebijakan perdagangan dan menjadi dasar dalam membuat perencanaan

yang sistematik dan berguna untuk mencapai keuntungan dari perjanjian

perdagangan bebas antara Indonesia dan India.

1.3. Tujuan

Secara umum tujuan penelitian ini adalah menghasilkan rekomendasi

kebijakan perdagangan yang dapat mendorong peningkatan ekspor ke India melalui

kesepakatan Indonesia-India FTA. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Page 7: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

7

1. Mengidentifikasi kebijakan perdagangan, kebijakan pertanian dan potensial

komoditi terkait dengan Indonesia-India FTA.

2. Menganalisis prospek Indonesia-India FTA terhadap perdagangan komoditas

utama Indonesia.

3. Mengidentifikasi faktor-faktor penghambat peningkatan ekspor Indonesia ke

India.

4. Menganalisis potensi dampak Indonesia-India FTA terhadap sektor pertanian dan

perekonomian Indonesia.

1.4. Keluaran yang Diharapkan

Keluaran umum dari penelitian ini adalah rekomendasi kebijakan yang akan

mendorong peningkatan ekspor pertanian melalui kesepakatan Indonesia-India FTA.

Secara rinci keluaran penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil identifikasi kebijakan perdagangan, kebijakan pertanian dan potensial

komoditi terkait dengan Indonesia-India FTA.

2. Informasi prospek Indonesia-India FTA terhadap perdagangan komoditas

pertanian Indonesia.

3. Informasi faktor-faktor penghambat peningkatan ekspor Indonesia ke India.

4. Informasi potensi dampak Indonesia-India FTA terhadap sektor pertanian dan

perekonomian Indonesia.

1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kegiatan yang mendukung

tercapainya perjanjian perdagangan bebas, sehingga pertumbuhan pertanian dapat

dilakukan dengan lebih cepat. Hal itu disebabkan melalui perbaikan perdagangan

yang mendukung perkembangan sektor pertanian atau perekonomian Indonesia,

secara umum. Selain itu, jika dibutuhkan dapat diciptakan kesepakatan baru,

merevisi kesepakatan yang kurang menguntungkan, atau menghapuskan

kesepakatan yang menghambat tercapainya perkembangan perekonomian

Indonesia.

Manfaat dari penelitian ini antara lain adalah: (1) Meningkatnya pengertian

dan pemahaman tentang kebijakan perdagangan, kebijakan pertanian dan potensial

Page 8: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

8

komoditi terkait dengan Indonesia-India FTA; (2) Mengetahui prospek Indonesia-

India FTA terhadap perdagangan komoditas utama ekspor Indonesia; (3)

Mengetahui faktor-faktor penghambat peningkatan ekspor Indonesia ke India; dan

(4) Mengetahui potensi dampak Indonesia-India FTA terhadap perekonomian

Indonesia.

Perkiraan dampak dari penelitian ini antara lain adalah: (1) Peningkatan

pengertian dan pemahaman tentang kebijakan perdagangan, kebijakan pertanian

dan potensial komoditi terkait dengan Indonesia-India FTA, serta dampaknya

terhadap pelaku usaha; (2) Peningkatan pengetahuan mengenai prospek FTA

Indonesia-India terhadap perdagangan komoditas pertanian Indonesia; (3)

Peningkatan pengetahuan mengenai faktor-faktor dan kebijakan India yang

menghambat peningkatan ekspor Indonesia ke India; dan (4) Peningkatan

pengetahuan tentang potensi dampak FTA Indonesia-India terhadap sektor

pertanian dan perekonomian Indonesia.

Page 9: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

2.1.1. Integrasi Ekonomi Regional

Kegiatan ekonomi internasional memiliki kecenderungan untuk membentuk

organisasi perdagangan multinasional. Organisasi ini dibentuk dari kumpulan negara

berdekatan yang mempunyai kebijakan perdagangan bersama untuk menghadapi

negara lain dalam bidang tarif dan akses pasar. Alasan umum pembentukan grup ini

adalah menjamin pertumbuhan ekonomi dan manfaat bagi Negara anggota.

Pengaruh keberadaan dan pertumbuhan organisasi multinasional ini secara

tidak langsung bagi negara peserta adalah untuk menjaga persaingan secara global.

Secara luas, pengelompokan regional dibentuk sebagai usaha pemerintah untuk

meningkatkan integrasi ekonomi global. Organisasi ini terdiri dari berbagai bentuk,

tergantung tingkat kerjasamanya yang mengarah ke tingkat integrasi yang berbeda

antara Negara peserta. Ada lima tingkat kerja sama formal antar negara anggota

kelompok regional, yaitu Free Trade Area (FTA), Custom Union, Common Market,

Monetary Union, dan Political Union (Kotabe dan Helsen, 2001).

Free Trade Area (FTA) adalah kerjasama formal antara dua atau lebih negara

untuk mengurangi hambatan tarif dan non tarif diantara negara anggota. Akan

tetapi masing-masing negara anggota bebas menentukan tingkat tariff individu

dengan negara yang bukan anggota. FTA adalah salah satu bentuk reaksi adanya

globalisasi dan liberalisasi yang berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan

berbagai hambatan dalam kegiatan perdagangan baik hambatan tarif (tariff-barrier)

maupun hambatan non tarif (non-tariff barier=NTB).

Negara-negara yang terlibat FTA memperdagangkan produk-produk orisinal

dari negara-negara terkait dan tidak dipungut bea masuk atau bebas bea masuk.

Dengan kata lain, “internal tariff” antara negara anggota menjadi 0 persen,

sedangkan masing-masing negara memiliki “external tariff”. Dampak dibukanya

perdagangan bebas tidak hanya akan dirasakan oleh ekonomi negara-negara yang

bermitra, namun juga akan dirasakan oleh perekonomian dunia secara keseluruhan.

Secara global, FTA mengakibatkan kesejahteraan dunia menurun, karena FTA akan

mengintervensi dan mendistorsi pasar dunia.

Page 10: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

10

Custom Union (CU) atau serikat kustom: negara-negara yang membentuk CU

akan menetapkan tarif eksternal umum di antara negara-negara anggota,

menyiratkan bahwa tarif yang sama diterapkan untuk negara-negara ketiga. Serikat

kustom sangat berguna untuk tingkat daya saing dan mengatasi masalah re-ekspor

(menggunakan tarif preferensial di satu negara untuk memasuki negara lain).

Common Market atau pasar umum: Di negara-negara yang membentuk CM,

faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal, bebas untuk bergerak dalam

negara-negara anggota, memperluas skala ekonomi dan keunggulan komparatif.

Dengan demikian, seorang pekerja di sebuah negara anggota dapat berpindah dan

bekerja di negara anggota lain.

Monetary Union atau serikat ekonomi. Negara-negara yang membentuk MU

akan membuat kebijakan moneter dan fiskal yang harmonis, yang menunjukkan

tingkat integrasi politik. Sebuah langkah lebih lanjut menyangkut serikat moneter di

mana mata uang yang umum digunakan, seperti Uni Eropa (Euro).

Politcal Union atau serikat politik merupakan bentuk integrasi yang paling

maju dengan pemerintah umum dan kedaulatan negara anggota berpotensi

berkurang secara signifikan. Hanya ditemukan dalam negara bangsa, seperti

federasi dimana pemerintah pusat dan daerah memiliki tingkat otonomi.

Berdasarkan teori perdagangan internasional, perdagangan seharusnya akan

meningkatkan kesejahteraan negara-negara yang melakukan perdagangan bebas,

karena melalui perdagangan bebas akan terjadi peningkatan efisiensi penggunaan

sumberdaya domestik dan akses pasar ke negara lain (Salvatore, 1997). Secara

umum terdapat beberapa variabel ekonomi dunia yang meningkat seperti investasi

global barang-barang kapital, volume perdagangan dunia, dan indeks harga

perdagangan dunia. Peningkatan arus perdagangan sebagai akibat dibukanya tarif

seluas-luasnya mengakibatkan peningkatan aliran barang-barang kapital untuk

investasi volume perdagangan dunia. Peningkatan investasi global ternyata diikuti

dengan tingkat pengembalian kapital yang negatif, sehingga secara keseluruhan

akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan dunia.

Pertimbangan statik dari integrasi ekonomi regional adalah dampak positif

dan negatif terhadap perdagangan barang dan jasa di negara-negara anggota FTA.

Dampak positif dan negatif dari integrasi ekonomi, masing-masing adalah

Page 11: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

11

penciptaan perdagangan (trade creation) dan pengalihan perdagangan (trade

diversion) (Susanto et al, 2007). Sedangkan pertimbangan dinamik adalah skala

ekonomi, peningkatan investasi dan peningkatan daya saing. Keputusan terakhir

untuk bergabung pada kesepakatan regional tidak hanya tergantung pada

pertimbangan ekonomi tetapi juga pertimbangan politik.

Trade creation adalah kondisi dimana produk domestik suatu negara yang

melakukan integrasi ekonomi regional melalui pembentukan FTA dengan produk

impor yang lebih murah dari anggota lain. Jika seluruh sumber daya digunakan

secara full employment dan dengan melakukan spesialisasi berdasarkan comparative

advantage, masing-masing negara akan memperoleh dampak positif berupa

peningkatan kesejahteraan masyarakat karena memperoleh barang dengan harga

yang relatif lebih murah.

Efek positif dari trade creation ini bukan hanya berlaku untuk negara anggota,

tetapi juga untuk negara lain yang bukan anggota karena adanya peningkatan

spesialisasi produksi yang mendorong peningkatan impor dari negara lain (rest of

the world). Terjadinya penciptaan dan pengalihan perdagangan dapat diilustrasikan

pada Gambar 2.1. (Salvatore, 1997). D1 dan S1 masing-masing merupakan kurva

permintaan dan penawaran domestik untuk barang X dari negara 1, sedangkan

kurva S2 merupakan kurva penawaran yang elastis sempurna dalam keadaan free

trade untuk barang X dari negara 2 (Rp 8). Dengan mengenakan tarif bea masuk

50%, negara 1 mengimpor 60 unit barang X atau AB dari negara 2, sehingga harga

impornya menjadi Rp 12 atau kurva S2 + t. Produksi domestik negara 1 sebanyak

30 unit barang X atau OJ, sedangkan total konsumsi dalam negara 1 sebanyak 90

unit barang X atau OL. Kemudian negara 1 dan negara 3 membentuk integrasi

ekonomi regional dalam bentuk FTA. Setelah membentuk FTA, Negara 1 mengimpor

80 unit barang X atau IL dari negara 3 tanpa bea masuk pada harga Rp 10 (kurva

S1). Produk domestik negara 1 turun menjadi 20 unit barang X atau OI dan total

konsumsi naik menjadi 110 unit barang X atau OL. Dengan pembentukan FTA, maka

penerimaan bea masuk untuk negara 1 akan hilang, konsumen domestik akan

memperoleh transfer dari produsen domestik sebesar area BEF yang merupakan

kenaikan konsumen surplus. Penciptaan perdagangan dari FTA akan menyebabkan

penurunan inefisiensi produksi (ACD) dan penurunan inefisiensi konsumsi (BEF).

Page 12: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

12

Sedangkan dampak negatifnya adalah pengalihan perdagangan menyebabkan

adanya tambahan biaya (DEHG) yang harus ditanggung karena tidak membeli

barang dari negara yang menjual dengan harga yang paling murah. Pertimbangan

pengaruh statis ini dipengaruhi oleh elastisitas penawaran dan permintaan serta

tariff awal yang digunakan.

Gambar 2.1. Ilustrasi Pengalihan dan Penyimpangan Perdagangan

2.1.2. Hambatan Perdagangan Internasional

Dalam kegiatan perdagangan internasional(antar-negara) sering kali suatu

negara menghadapi berbagai hambatan berupa regulasi atau peraturan pemerintah

yang membatasi perdagangan bebas. Hambatan perdagangan mengurangi efisiensi

ekonomi. Pihak yang diuntungkan dari adanya hambatan perdangan internasional

adalah produsen dan pemerintah. Produsen mendapatkan proteksi dari hambatan

perdagangan, sementara pemerintah mendapatkan penghasilan dari bea – bea.

Hambatan-hambatan perdagangan beragam bentuknya, dari pengenaan tariff

sampai sampai hambatan non-tariff. Kedua bentuk hambatan perdagangan tersebut

diberlakukan oleh negara-negara pengimpor maupun pengekspor dengan berbagai

macam maksud dan tujuan. Pengenaan tariff, peraturan teknis untuk alasan

keamanan dan pemberlakuan standar teknis merupakan bentuk-bentuk hambatan

teknis perdagangan yang paling umum diberlakukan dalam melakukan impor.

S1

15

12

8

C

K

j

SA +t

J I

D

H

E

S2

S3

D1

Q 20 30 90 110

P

S3 +t

SA +t S2 +t

L

A

G

F

O

10

B

Page 13: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

13

Bentuk hambatan perdagangan yang paling umum diberlakukan adalah pengenaan

pajak impor/ekspor dengan maksud untuk memperoleh pemasukan bagi pemerintah.

Bentuk hambatan perdagangan berupa tariff yang muncul akibat adanya

kebijakan ekspor-impor, antara lain: (1) Tariff Import: Tarif adalah pembebanan

pajak (custom duties) terhadap barang-barang yang melewati batas kenegaraan.

Tarif dapat digolongkan menjadi beberapa bagian, antara lain : (a) Bea ekspor, yaitu

pajak atau bea yang dikenakan terhadap produk yang diangkut menuju negara lain;

(b) Bea transit, yaitu pajak yang dikenakan terhadap produk yang melalui wilayah

negara lain dengan ketentuan bahwa negara tersebut bukan merupakan tujuan akhir

dari pengiriman; (c) Bea impor, yaitu pajak yang dikenakan terhadap produk yang

masuk dalam suatu negara dengan ketentuan negara tersebut adalah merupakan

tujuan akhir dari pengiriman produk; dan (d) Uang jaminan impor, yaitu

persyaratan bagi importir suatu produk untuk membayar kepada pemerintah

sejumlah uang tertentu pada saat kedatangan produk di pasar domestik sebelum

penjualan dilakukan. Konsep proteksi produk dalam negeri melalui pengenaan pajak

import untuk melemahkan daya saing produk-produk import di pasar domestic; dan

(2) Tariff atau Pajak Ekspor: Pajak atau tariff ekspor pada umumnya juga dipungut

atas produk yang diekspor dari hampir semua negara berkembang dengan maksud

untuk memperoleh pemasukan bagi negara-negara tersebut, walaupun hal tersebut

seringkali terbukti ‘kontra-produktif’ mengingat mengakibatkan penurunan tingkat

keuntungan dan perdagangan produk, dan mendorong terjadinya penyelundupan.

Selain hambatan berupa tariff terdapat juga hambatan non-tariff. Bentuk

hambatan perdagangan non-tariff yang biasa diberlakukan sebagai berikut:

(1) Kuota Impor yaitu kebijakan untuk membatasi banyaknya unit yang dapat

diimpor. Tujuannya adalah untuk membatasi jumlah barang tersebut di pasar

dan menaikkan harga produknya;

(2) Subsidi yaitu bantuan pemerintah untuk produsen lokal. Subsidi dihasilkan dari

pajak yang dipungut pemerintah dari rakyat;

(3) Kontrol devisa: Negara – negara yang menggunakan kontrol devisa adalah

negara dengan kinerja ekonomi yang lemah. Kontrol ini memungkinkan negara

– negara yang ekonominya lebih stabil membatasi jumlah volatilitas nilai tukar

mata uang yang masuk/keluar;

Page 14: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

14

(4) State Trading Operation adalah pemerintah dalam perdagangan melakukan

kegiatan ekspor;

(5) Peraturan untuk alasan kesehatan dan keamanan (health and safety

regulations): Pemerintah biasanya mensyaratkan agar produk pertanian yang

diimpor harus diperiksa sebelum diijinkan untuk memasuki negara-negara

tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kontaminasi mikro-organisme

yang dapat menghancurkan pertanian di negara tersebut. Kepada negara

pengekspor biasanya dipersyaratkan untuk dapat memenuhi sertifikat phito-

sanitary atas produk yang dieksport. Walaupun penyimpangan perdagangan

internasional pada umumnya disebabkan oleh pemberlakuan kebijakan ini, hal

tersebut masih dapat diterima mengingat bahwa penetapannya didasarkan atas

alasan untuk perlindungan kesehatan dan keamanan warga negara. Untuk itu

pihak eksportir harus memenuhi persyaratan yang diminta negara pengimpor;

(6) Pengendalian untuk perlindungan species (species protection controls) melalui

penerapan The Convention on International Trade in Endangered Species

(CITES) mengatur perdagangan tanaman dan hewan. CITES menetapkan tiga

daftar atau kategori yang dituangkan dalam tiga ‘Appendices’. Appendix I

mencantumkan daftar spesies, sub spesies dan populasi yang dilarang untuk

diekspor. Appendix II memuat daftar dari tanaman dan hewan yang

perdagangannya diatur dengan mensyaratkan ijin ekspor yang diterbitkan oleh

pemerintah yang berkompeten dan mempunyai kewenangan. Ijin eksport

hanya diberikan apabila specimen yang akan diekspor tidak melanggar hukum

(legal) dan ekspor komoditi tersebut tidak akan membahayakan

keberlangsungan eksistensi spesies tanaman atau hewan tersebut. Appendix III

berisi spesies yang menjadi subyek pengaturan di negara tertentu;

(7) Pemberlakuan standar mutu dan standar teknis (Quality and technical

standards): Pemenuhan standar mutu dan standar teknis yang ditetapkan oleh

negara tujuan merupakan salah satu faktor terpenting yang harus diperhatikan

dalam mengekspor produk pertanian. Perlu diperhatikan bahwa untuk satu

komoditi yang sama, standar atau kriteria mutu dan standar teknis seringkali

berbeda dari satu negara ke negara yang lain. Khusus untuk produk-produk

makanan, kebersihan, aroma, warna dan cara pengemasan seringkali juga

Page 15: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

15

menjadi hambatan yang menyulitkan dalam perdagangan, apabila hal tersebut

tidak diperhatikan. Negara-negara tertentu seringkali juga mensyaratkan

pemenuhan terhadap ketetapan batas ambang kandungan zat-zat berbahaya

seperti pestisida, herbisida, dan sebagainya. Pada kasus seperti ini,

kesepakatan pembelian biasanya didasarkan pada analisa terhadap sample

produk yang dikirimkan ke negara pembeli. Pengujian biasanya dilaksanakan

oleh di laboratorium yang ditunjuk oleh pihak pembeli;

(8) Kebijakan dan Kendali oleh Pemerintah. Kontrol suatu pemerintah atas

pengumpulan, pemrosesan, penetapan harga dan mekanisme perdagangannya

umum terjadi di negara-negara berkembang, dan cenderung untuk menyebabkan

penyimpangan (distortion) dan mempengaruhi perdagangan internasional. Untuk

itu perlu upaya meminimalkan terjadinya ‘campur tangan’ sepanjang hal tersebut

dimungkinkan, karena perdagangan sesuai mekanisme pasar yang berlaku

(market driven) oleh pihak swasta merupakan mekanisme perdagangan yang

lebih efektif;

(9) Larangan Import dan Boikot: Perdagangan dapat mengalami larangan import

dan boikot, sebagaimana yang terjadi terhadap perdagangan kayu, mengingat

bahwa hampir semua pihak, termasuk para pemerhati lingkungan, menilai bahwa

dari sisi pandang secara ekonomi dan lingkungan, perdagangan hasil hutan

bukan kayu akan mengurangi tekanan terhadap hutan, sehingga mendukung

program pembangunan berkelanjutan. Hal ini justru dinilai sebagai salah satu

solusi untuk menanggulangi permasalahan kerusakan hutan. Pada gilirannya

upaya-upaya pelestarian hutan berdampak baik kepada kesempatan dan prospek

untuk peningkatan perdagangan internasional (FAO, 1995).

2.1.3. Model Computable General Equilibrium

Dampak positif dan negatif dari integrasi ekonomi dengan pendekatan

keseimbangan umum (general equilibrium) memiliki peran penting untuk

mengevaluasi dampak suatu kebijakan terhadap alokasi sumberdaya antar sektor

ekonomi, sehingga kebijakan yang disusun untuk memberdayakan sektor-sektor

ekonomi andalan dapat dilakukan secara efektif guna memperoleh hasil yang

optimal. Kemampuan model CGE untuk mengkaitkan kinerja ekonomi makro dan

Page 16: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

16

mikro dari suatu dampak kebijakan membuat model CGE dapat digunakan sebagai

informasi dalam pengambilan kebijakan secara komprehensif (Dixon et al, 1992).

CGE adalah sebuah model ekonomi yang biasa digunakan untuk mengestimasi

berbagai scenario simulasi kebijakan. Seperti namanya, Computable berarti model ini

ingin membangun sebuah kerangka analisis empiris dan evaluasi dari kebijakan

ekonomi. General Equilibrium berarti simulasi ini mencoba menemukan equlibrium

setelah adanya kebijakan atau shock bukan hanya di satu pasar, melainkan seluruh

perekonomian.

Model komputasi keseimbangan umum atau Computable General Equilibrium

(CGE) merupakan sebuah pendekatan komprehensif yang merangkum model

multimarket dan menggunakan keseimbangan pasar sebagai elemen dasar

analisisnya. Sebuah model CGE menggambarkan agen-agen pelaku ekonomi dan

prilakunya, sehingga membawa pasar-pasar yang berbeda ke dalam suatu

keseimbangan. Pada formulasi model CGE, terdapat keterkaitan antar pelaku

ekonomi, yaitu perusahaan atau industri, rumah tangga, investor, pemerintah,

importir, eksportir dan antar pasar komoditi individual yang berbeda-beda. Seluruh

pasar berada dalam keadaan ekuilibrium dan pasar tersebut mempunyai struktur

yang spesifik untuk mencapai keseimbangan apabila terdapat guncangan pada salah

satu pasar tertentu.

Secara umum model CGE memuat persamaan-persamaan, variabel-variabel

eksogen dan parameter, variabel-variabel endogen, dan bentuk-bentuk fungsi dari

persamaan. Sistem persamaan dibentuk oleh subsistem-subsistem persamaan yang

secara umum meliputi produksi, pasar input, faktor renumerasi, pendapatan

disposable kelembagaan (rumah tangga dan pemerintah), tabungan dan investasi,

permintaan produk, pasar eksternal, dan keseimbangan pasar produk (Sadoulet dan

de Janvry, 1995). Persamaan-persamaan yang membentuk model CGE biasanya

dikelompokkan menjadi blok-blok persamaan seperti blok produksi, blok konsumsi,

blok ekspor-impor, blok investasi, dan blok kliring pasar.

Dengan sitem persamaan yang komprehensif, model CGE memiliki

keunggulan untuk digunakan dalam penelitian ini. Pertama, CGE dapat

mensimulasikan fungsi dari pasar-pasar yang berada dalam perekonomian, termasuk

pasar tenaga kerja, pasar modal, dan pasar komoditas, serta menyediakan

Page 17: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

17

perspektif yang sangat bermanfaat mengenai perubahan yang terjadi dalam kondisi

ekonomi melalui harga dan pasar. Kedua, sifat struktural dari model CGE dapat

mengakomodir berbagai fenomena baru. Ketiga, model CGE mempertimbangkan

seluruh kendala perekonomian secara luas. Keempat, karena model CGE terdiri dari

sektor yang sangat detil, oleh karena itu model ini dapat digunakan sebagai

"simulation laboratory" untuk menguji secara kuantitatif dampak dari kebijakan yang

berbeda mempengaruhi kinerja dan struktur ekonomi. Kelima, model CGE secara

teoritis dapat memberikan framework untuk menganalisis dampak Indonesia-India

FTA terhadap sektor pertanian dan perekonomian Indonesia. Keenam, dalam model

CGE, keputusan ekonomi merupakan hasil optimalisasi dari produsen dan konsumen

dengan kerangka perekonomian secara luas dan koheren. Dengan demikian

berbagai mekanisme substitusi ditetapkan, termasuk substitusi antar tenaga kerja,

antara modal dan tenaga kerja, antara barang domestik dan barang impor, serta

antara penjualan domestik dan ekspor. Semua itu terjadi sebagai respon terhadap

variasi harga relatif (Sadoulet dan de Janvry, 1995).

Selain memiliki beberapa keunggulan yang telah disebutkan sebelumnya,

penggunaan model CGE ini memiliki beberapa kelemahan. Pendekatan ekonomi

secara luas tidak cocok untuk menganalisis semua masalah. Dalam pengembangan

gambaran komprehensif dari seluruh perekonomian, beberapa detail permasalahan

seringkali dihilangkan. Jika detail yang sangat relevan dengan analisis itu

dihilangkan, pendekatan jelas kurang cocok. Selain itu, asumsi-asumsi yang

digunakan dalam pemodelan dapat berbeda dengan kondisi nyata, sehingga hasil

yang diperoleh dari analisis model ini akan sepenuhnya berlaku jika kondisinya

sesuai dengan asumsi yang diterapkan.

Meskipun model CGE mengandung beberapa kelemahan, namun secara

umum, model tersebut merupakan suatu alat analisis yang sering digunakan dan

bermanfaat dalam menentukan sebuah pilihan kebijakan. Bahkan penerapan model

CGE terutama di negara-negara maju semakin populer sejak pertengahan tahun

1980-an. Meningkatnya penggunaan model ini disebabkan keunggulannya dalam

menganalisis dampak suatu guncangan atau kebijakan dan kemampuannya untuk

mengatasi masalah agregasi sektoral dan regional dalam analisis perekonomian pada

tingkat nasional.

Page 18: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

18

Penerapan model ini juga telah berkembang dengan pesat pada

perekonomian negara berkembang bahkan pada tingkat perekonomian wilayah.

Perkembangan ini didukung oleh konstruksi tabel IO dan SAM baik pada tingkat

perekonomian nasional maupun wilayah. Selain itu didukung pula oleh

perkembangan yang sangat pesat dalam perangkat lunak paket program komputer

untuk kepentingan konstruksi data base dan penyelesaian masalah keseimbangan

umum. Selain program GAMS, dewasa ini telah berkembang paket program

GEMPACK yang telah digunakan secara sangat luas dikalangan peneliti dalam

penyelesaian model keseimbangan umum.

Dewasa ini telah berkembang berbagai tipe dan aplikasi Model CGE. Banyak

aplikasi model CGE yang muncul selama tiga dekade belakangan ini yang dapat

dikategorikan dalam kaitannya dengan ruang lingkup dan daya tarik isu,

diantaranya: single versus multicountry/regional CGE Models; single-period versus

dynamic CGE models; nonfinancial (real economy) versus financial CGE models;

national versus village CGE models. Khusus untuk model multiregional CGE, yang

paling terkenal adalah CGE model yang merepresentasikan perekonomian dunia,

yaitu Global Trade Analysis Project (GTAP) Model.

2.1.4. Global Trade Analysis Project (GTAP) Model

Model GTAP merupakan aplikasi CGE model untuk kasus multi region dan

multi commodities yang dibangun dengan dasar teori-teori mikroekonomi, dimana

perilaku-perilaku di masing-masing agen ekonomi (behavioral parameters) dijelaskan

secara detail (Varian, 1992). Parameter dan data base (I-O) yang digunakan dalam

GTAP selalu diupdate, sehingga hasil analisis model GTAP dapat terpertahankan

kekiniannya. Pada model GTAP secara eksplisit dilakukan permodelan pada margin

transport internasional. Suatu lembaga keuangan global juga dibentuk dalam model

sebagai intermediasi dari investasi dan tabungan. Sistem permintaan konsumen

diduga dengan menggunakan Constant Difference of elasticities (CDE) untuk

menganalisis kepekaan terhadap perbedaan harga dan pendapatan antar negara

(Hertel, et al, 2001). Selain itu, aliran barang dalam perdagangan internasional

mengikuti model Armington (Armington, 1969) dimana setiap produk dibedakan

berdasarkan asal negara. Setiap barang diasumsikan sebagai substitusi yang tidak

Page 19: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

19

sempurna satu dengan lainnya, untuk komoditas yang diproduksi di dalam negeri.

Dengan asumsi ini, model dapat menghitung aliran perdagangan antar dua negara

(Baldwin dan Venables, 1995).

Secara umum, struktur dasar model GTAP dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Pada bagian atas dari diagram terdapat rumah tangga regional yang menyediakan

faktor produksi endowment dalam bentuk faktor-faktor produksi utama, seperti

lahan, tenaga kerja dan modal. Faktor produksi tersebut akan dimanfaatkan oleh

perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa. Arus “penjualan” faktor produksi

rumah tangga swasta ke produsen menjadi sumber pendapatan bagi rumah tangga

regional. Dengan demikian sumber pendapatan rumah tangga regional diasumsikan

hanya dari “penjualan” faktor endowment (tenaga kerja, lahan, modal) kepada

perusahaan. Sementara, pengeluaran rumah tangga regional berdasarkan pada

agregat fungsi utilitas (kepuasan), dimana pengeluaran dialokasikan pada tiga

kategori yaitu rumah tangga swasta (private), pemerintah dan tabungan, dan arus

pengeluaran rumah tangga swasta.

Sumber: Brockmeier (1996) Gambar 2.2. Aliran Nilai Barang di dalam model ekonomi terbuka tanpa intervenssi pemerintah

Page 20: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

20

Rumah tangga regional membelanjakan pendapatannya untuk barang-barang

domestik dan impor. Demikian pula pemerintah membelanjakan pendapatannya

untuk menghasilkan barang dan jasa. perusahaan. Dalam pengertian ekonomi,

produsen merupakan pengguna input intermediate dan faktor endowment yang

menghasilkan output barang dan jasa Perusahaan yang berperilaku sebagai

produsen akan menggunakan input intermediate dan faktor endowment untuk

menghasilkan output barang dan jasa. Perusahaan juga menggunakan impor produk

antara dan ekspor komoditas ke Rest of the World (ROW). Struktur ekonomi ROW

diasumsikan identik dengan ekonomi domestik. Dengan dibukanya hubungan

perdagangan dengan luar, maka terdapat sumber impor yang masuk ke domestik

dan juga merupakan tujuan ekspor. Selain itu, di dalam model GTAP, terdapat sektor

transportasi global dalam kegiatan perdagangan internasional. Aktivitas ini

menimbulkan adanya perbedaan nilai, untuk eskpor terlihat pada nilai FOB, dan

untuk impor pada CIF.

Produsen, disamping memproduksi barang untuk permintaan akhir,

melakukan investasi yang dikumpulkan oleh bank global dan kemudian

didistribusikan kepada rumah tangga regional dalam bentuk saham atau portofolio

global. Oleh karena itu, di dalam model GTAP, juga diasumsikan penjualan dari

barang Investasi dibiayai dari tabungan rumah tangga regional sehingga terdapat

arus pendapatan produsen dari tabungan.

Selanjutnya model GTAP tersebut akan dihubungkan dengan model CGE

inter-regional atau model IndoTerm melalui beberapa variabel exsogenous.

Umumnya sistem persamaan yang digunakan dalam model CGE inter-regional

adalah non linear. Namun, solusi model dilakukan dengan melinierisasi setiap

persamaan dengan cara menyatakan semua variabel dalam bentuk pertumbuhan

(perubahan persentase). Persamaan yang dilinearkan terdiri dari koefiesien yang

equivalen dengan persamaan non linear. Pada dasarnya, persamaan-persamaan

tersebut menggambarkan perilaku mikro ekonomi dengan asumsi-asumsi, antara

lain: (1) semua pelaku ekonomi melakukan optimisasi dalam menentukan berbagai

keputusan ekonomi; (2) terjadi equilibrium (market clearing) baik di pasar barang

maupun pasar tenaga kerja, dan pasar-pasar tersebut adalah pasar kompetitif.

Page 21: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

21

Model inter-regional CGE ini juga memiliki closure, yaitu penentuan variable-

variabel yang sifatnya endogen dan eksogen. Ini diperlukan agar jumlah variabel

endogen sama dengan jumlah persamaannya. Dalam model ini, variabel eksogen

meliputi: (1) variabel perubahan teknis (technical change variables), (2) variabel

tingkat pajak (tax rate variables), (3) rumah tangga pemasok input faktor/household

supplies of factors (tenaga kerja, tanah dan modal) dan jumlah rumah tangga, (4)

harga luar negeri; (5) nilai tukar (the exchange rate) yang merupakan numeraire,

yaitu harga relatif sehingga bukan harga absolut; dan (6) pengeluaran subsisten

rumah tangga.

2.2. Hasil-hasil Penelitian Terkait

2.2.1. Kebijakan Perdagangan dan Pertanian India

Pada tahun 2013, Pemerintah India mengambil langkah proteksi yang bisa

menghambat ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) asal Indonesia

ke negara tersebut. India menetapkan harga dasar baru untuk impor CPO sebesar

US$ 802 per ton. Kebijakan tersebut membuat harga impor CPO menjadi lebih

mahal. Pemerintah India berusaha untuk melindungi petani minyak biji domestik dari

murahnya impor CPO dari Asia Tenggara (www.infosawit.com). Pemerintah India

selama ini telah menetapkan harga patokan dasar CPO sebesar US$ 447 per ton

yang tidak berubah sejak 2006. India kemudian mencabut pembekuan kebijakan

yang sudah bertahan selama enam tahun tersebut pada Januari 2013. Hal ini

sebagai upaya menekan laju impor minyak nabati, termasuk CPO, dari Indonesia

dan Malaysia.

Kebijakan Pemerintah India ini merugikan pengusaha sawit Indonesia yang

tergabung dalam GAPKI, sehingga meminta pemerintah Indonesia supaya lebih

terbuka dan fleksibel dengan perubahan kebijakan perdagangan pada komoditas

CPO. Indonesia dihadapkan pada dua kebijakan baru dari Malaysia yang kembali

menetapkan bea ekspor CPO sebesar 0% sejak Februari 2013, serta India yang akan

mengenakan bea impor CPO sebesar 2,5%. Bila kedua kebijakan tersebut diterapkan

akan mempengaruhi ekspor CPO nasional. Hal ini dapat terjadi karena Malaysia,

sebagai negara pesaing Indonesia, dapat menjual CPO dengan harga yang lebih

Page 22: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

22

rendah dibandingkan dengan harga sebelum Februari 2013. Selain itu, penerapan

bea impor oleh India akan menurunkan permintaan impor yang dapat berarti juga

mengurangi ekspor CPO Indonesia. Dengan demikian, CPO menghadapi persaingan

harga yang lebih rendah dengan Malaysia (eksportir pesaing) dan harga tinggi di

pasar India karena terkena tariff biaya masuk. Dengan sikap yang lebih fleksibel

dan antisipatif akan membantu ekspor CPO Indonesia tetap tumbuh karena selama

ini CPO menjadi andalan ekspor komoditas nasional dan India menjadi pasar utama

ekspor CPO Indonesia. Pada saat ini, konsumsi minyak nabati di India mencapai

sekitar 19 juta ton/tahun. Tahun 2012, India mengimpor sekitar 7,7 juta ton CPO,

dimana sebanyak 6,1 juta berupa CPO dan sisanya adalah palm olein. Sekitar 2,6

juta ton dari total impor CPO India berasal dari Malaysia dan sisanya diimpor dari

Indonesia (www.infosawit.com).

2.2.2. Prospek Kesepakatan Kerjasama Perdagangan

Kesepakatan perjanjian perdagangan bebas bilateral antara India dan

Indonesia merupakan pengembangan dari kesepakatan perdagangan antara ASEAN

dengan India (ASEAN-India Free Trade Agreement/AIFTA). Kerjasama perdagangan

bebas bilateral India dan Indonesia diawali dengan penandatanganan MoU pada

November 2005 dalam kerangka CECA (Comprehensive Economic Cooperation

Agreement). Hasil kajian bersama (Joint Study Group/JSG) pada tahun 2009

menyatakan bahwa CECA berpotensi meningkatkan ekspor non migas kedua negara.

Hasil simulasi dengan menggunakan model keseimbangan umum (Computable

General Equilibrium/ CGE) menunjukkan bahwa pada tahun 2020 ekspor Indonesia

ke India diprediksi akan mencapai 9,7 miliar dolar AS sedangkan ekspor India ke

Indonesia diperkirakan mencapai 7,8 miliar dolar AS.

India adalah emerging market yang besar bagi Indonesia. India menduduki

peringkat keempat sebagai negara tujuan ekspor non migas yaitu sebesar US$ 9,8

miliar pada 2010 dan tujuh bulan pertama pada 2011 mencapai US$ 136 miliar.

Salah satu komoditi ekspor andalan Indonesia ke India adalah minyak kelapa sawit,

sedangkan India ingin melakukan ekspor daging sapi ke Indonesia. Lebih lanjut JSG

merekomendasikan pemerintahan masing-masing untuk meneruskan perundingan

Page 23: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

23

CECA melalui pembentukan Trade Negotiating Committee (TNC). Bahkan Pemerintah

Indonesia dan India menyepakati pencapaian target volume perdagangan antara

kedua negara sebesar US$ 25 miliar atau sekitar Rp 223,21 triliun hingga 2015.

Kerjasama ini juga dikembangkan dengan membentuk dua working group yaitu

working group on trade investment dan working group on trade facilitation and

resolution yang bertujuan untuk lebih meningkatkan laju perdagangan bilateral.

Jumlah penduduk India yang besar dan penguasaan teknologi informasi dapat

menjadi potensi pasar ekspor komoditas pertanian Indonesia di masa yang akan

datang. Sepanjang semester pertama 2011, ekspor Indonesia ke India tercatat 8,9

milliar dollar AS atau naik 55,03 persen dibandingkan dengan 2010. Ekspor ke India

hingga Agustus 2011 mencapai seperempat dari total ekspor Indonesia ke 10 negara

utama. Komoditas ekspor Indonesia ke India selama ini didominasi oleh hasil industri

dan pertambangan.

Saat ini India telah menjadi pusat pertumbuhan di benua Asia selain China.

India masuk dalam kelompok lima negara BRICS-Brasil, Rusia, India, China, dan

Afrika Selatan yang pertumbuhan ekonominya tercatat cukup tinggi, sekitar 8 persen

di tahun 2009 dan 2010, lebih tinggi dari Indonesia yang tumbuh di kisaran 6 persen

(Soesastro, 2009).

Untuk mengetahui prospek kesepakatan kerjasama perdagangan penelitian

yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya (Luz et al, 2011; Noelia dan

Martín, 2008; Carlos P. B. dan N. Peypoch, 2007; Nuno dan Fontoura, 2010; Rudy

dan Ichihashi, 2012) menggunakan dekomposisi perubahan volume ekspor dengan

model Constant Market Share (CMS).

2.2.3. Hambatam Peningkatan Ekspor Indonesia

Berdasarkan laporan Kementerian Perdagangan pada 2011 Indonesia yang

menghadapi 219 kasus yang terdiri dari 175 tuduhan dumping, 14 tuduhan subsidi

dan 29 tuduhan safeguard. Tuduhan hambatan itu berasal dari negara-negara Uni

Eropa sebanyak 27 kasus, India 27 kasus, Amerika Serikat 23 kasus, Australia

21kasus, Turki 17 kasus, Afrika Selatan 14 kasus, Filipina 10 kasus dan sisanya

dibawah 10 kasus dari beberapa negara lain seperti Selandia Baru, Malaysia, China,

Brazil, Thailand dan Meksiko. Tuduhan ini menunjukan penggunaan instrumen

Page 24: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

24

pengamanan perdagangan internasional berupa tuduhan dumping, subsidi dan

safeguard sudah banyak dilakukan negara maju dan berkembang. Kementerian

Perdagangan telah memroses 20 kasus dumping, 95 kasus dikenakan bea masuk

anti dumping dan 103 kasus dihentikan penyelidikannya.

Studi Hutabarat (2007) menunjukkan bahwa dampak pengurangan hambatan

ekspor berupa pemotongan tarif oleh China terhadap produk ekspor Indonesia

menunjukkan hasil yang positif terhadap ekspor bersih, PDB dan kesejahteraan

Indonesia. Dampak kesepakatan perdagangan Indonesia-China terhadap

peningkatan produksi pertanian Indonesia mencapai 2,12 persen, pertumbuhan

produksi dari kerjasama ASEAN mencapai 6,22 persen, peningkatan ekspor

pertanian mencapai 82,85 persen, Sedangkan pada kesepakatan perdagangan bebas

ASEAN maka ekspor pertanian akan meningkat sebesar 3,32 persen. Dampak

kesepakatan perdagangan Indonesia-China meningkatkan impor Indonesia sebesar

21,19 persen.

2.2.4. Potensi Dampak Perjanjian Perdagangan Bebas Terhadap Perekonomian

Kesepakatan Indonesia-India FTA akan memberi dampak positif dan negatif

bagi kinerja pertanianian di kedua negara. Indonesia akan menikmati penghapusan

bea masuk atas 70,14% pos tarif India (3.666 tariff lines) pada tahun 2013 dan

meningkat menjadi 79,35% pos tarif (4.145 tariff lines) pada tahun 2016. Sebanyak

94,75% dari ekspor Indonesia ke India (US$ 2.6 milyar) akan menikmati

peningkatan akses pasar dalam 10 tahun ke depan, termasuk CPO dan RPO (refined

palm oil) yang merupakan komoditas utama Indonesia ke pasar India (Kementerian

Perdagangan, 2010).

India secara bertahap akan menurunkan bea masuk atas CPO dan RPO

masing-masing dari 80% dan 90% menjadi 37,5% dan 45% selama periode 2009-

2018 (Kementerian Perdagangan, 2010). Hal ini merupakan keuntungan bagi

Indonesia mengingat kedua produk andalan Indonesia tersebut akan memperoleh

actual market access sampai dengan tahun 2018.

Beberapa produk ekspor pertanian Indonesia yang akan menikmati tarif 0%

di India adalah binatang hidup, daging hewan, kacang mede, produk perikanan,

Page 25: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

25

susu, mentega, telur, produk hewani, pohon hidup dan bunga potong, sayuran,

buah-buahan, kopi, teh, rempah, biji-bijian, getah-getahan,karet, lemak dan minyak

nabati, produk daging dan ikan, gula dan kembang gula, dan coklat.

Terdapat beberapa cara untuk mengukur potensi dampak perjanjian

perdagangan bebas terhadap perekonomian secara keseluruhan ataupun sektoral,

yaitu: Pertama menggunakan pendekatan ekonometrik model gravity dengan

menggunakan data, antara lain, PDB, jarak, nilai tukar dan volume perdagangan

seperti kajian yang telah dilakukan oleh Bary (2010); Slootmaekers (2004); Insel

dan Mahmut (2010); Krueger (1999) dan Plummer et al. (2010). Kedua dengan

menggunakan Computable General Equilibrium Model (CGE) dengan memanfaatkan

data input-output dari Global Trade Analysis Project (GTAP), seperti kajian yang

telah dilakukan oleh Hutabarat et al, (2007); Jafari dan Othman (2010) dan Othman

dan Jafari (2010). Ketiga menggunakan Model Faktor Proporsi atau Factor

Proportion Model, (FPM) seperti kajian yang telah dilakukan oleh Toledo (2007) dan

Toledo (2010).

Kajian tentang perdagangan dan pertumbuhan ekonomi makro maupun

sektoral dalam perspektif perjanjian perdagangan bebas telah dilakukan oleh

Baldwin (2006); Tumbarello (2007); dan Bhagwati (2008). Pada umumnya kajian ini

menyimpulkan bahwa perjanjian FTA memberikan dampak positif, sekurang-

kurangnya terhadap jumlah perdagangan dan aktivitas ekonomi kedua Negara yang

melakukan kesepakatan FTA.

Page 26: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

26

III. METODOLOGI

3.1. Kerangka Pemikiran

Perdagangan bebas adalah salah satu instrumen penting dalam meningkatkan

pertumbuhan ekonomi suatu negara yang pada gilirannya akan menciptakan

kesejahteraan rakyatnya. Agar semua negara dapat merasakan manfaat yang

sebesar-besarnya dari perdagangan bebas, system perdagangan diatur sedemikian

rupa sehingga sifatnya transparan, predictable, equitable, dan bebas.

Pada dasarnya, Indonesia dan India memproduksi jenis komoditi pertanian

yang hampir sama karena mempunyai kondisi iklim yang hampir sama. Oleh karena

itu, perlu identifikasi produk pertanian yang potensial (Gambar 3.1). Manfaat

integrasi perdagangan sangat tergantung pada daya saing komoditi pertanian

Indonesia, keterkaitan perdagangan antar negara dan produk ekspor dinamis.

Produk Ekspor Dinamis (Export Product Dynamic) adalah produk yang kompetitif dan

dinamis (pertumbuhannya cepat) dalam ekspor suatu negara. Metode yang paling

sering digunakan untuk mengidentifikasi produk-produk dinamis adalah dengan memilih

produk-produk berdasarkan tingkat pertumbuhannya selama periode yang ditetapkan

(Karina, 2009).

Untuk komoditi yang merupakan komoditi pangan utama masyarakat

Indonesia yang selama ini diimpor dalam jumlah sangat besar, mempunyai dimensi

ketahanan (atau kerawanan) pangan nasional dan kesempatan kerja, serta

melibatkan jutaan petani miskin, pemerintah tidak membiarkan komoditi itu

terancam sustainabilitasnya. Oleh karena itu, perlu diketahui komoditi yang

prospektif untuk ditingkatkan nilai dan volume ekspornya.

Implementasi kesepakatan perdagangan bebas diperkirakan akan berdampak

pada makro ekonomi (GDP, konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor

bersih) dan sektoral ekonomi (ekspor, impor, output, harga dan kesempatan kerja),

serta mikro ekonomi (harga domestik, jumlah produksi, dan pendapatan petani).

Bagi komoditi ekspor, makin terbukanya pasar internasional akan mendorong

ekspor Indonesia ke negara tersebut, yang selanjutnya dapat mendorong produksi

dalam negeri dan meningkatkan pendapatan petani. Pada saat yang sama,

Indonesia juga harus membuka pasarnya bagi komoditi pertanian yang berasal dari

negara mitra. Oleh karena itu, petani domestik harus dapat berkompetisi dengan

Page 27: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

27

produk impor yang harganya lebih rendah. Jika produk domestik tidak dihasilkan

dengan yang efisien dan efektif maka ada kemungkinan besar produk yang

dihasilkan oleh petani tidak dapat bersaing dengan produk impor.

Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Kegiatan penelitian difokuskan pada hasil kesepakatan kerjasama

perdagangan Indonesia-India yang diharapkan akan mendorong peningkatan ekspor

Indonesia. Oleh karena itu, komoditas yang akan dianalisis adalah komoditas utama

ekspor dan impor Indonesia ke dan dari India, yaitu bawang merah, kelapa sawit,

karet, lada dan kopi. Berdasarkan komoditas yang akan dianalisis maka dipilih lima

provinsi lokasi penelitian. Kelima lokasi penelitian tersebut adalah: (1) Jawa Tengah,

sebagai daerah sentra produksi bawang merah; (2) Sumatera Utara, sebagai daerah

sentra produksi kelapa sawit; (3) Bangka Belitung, sebagai daerah sentra produksi

Kinerja Perdagangan Indonesia

Potensial Produk Ekspor dan Imporr

Daya saing produk Indonesia di India

Perdagangan Antara Indonesia –India

Simulasi Dampak Indonesia-India FTA

Dampak Ekonomi Bagi Indonesia

Rekomendasi Kebijakan

Analisis Kendala dan Hambatan Ekspor

Page 28: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

28

rempah (lada), (4) Kalimantan Timur, sebagai daerah sentra produksi karet dan (5)

Bali, sebagai daerah sentra produksi kopi.

Tujuan penelitian akan dicapai melalui empat kegiatan pokok, yaitu: (1)

Mengidentifikasi kebijakan perdagangan, kebijakan pertanian dan potential komoditi

terkait dengan Indonesia-India FTA. Tujuan ini dilakukan melalui kegiatan sebagai

berikut: (a) mereview kebijakan perdagangan dan pertanian negara India, terkait

dengan komoditas kelapa sawit, kopi, karet, lada dan bawang merah; dan (b)

melakukan survey di tingkat instansi/stakeholders dan pelaku usaha (mulai dari

petani sampai eksportir) untuk mengetahui persepsi dan dampak kesepakatan

Indonesia-India FTA terhadap pelaku usaha; (2) Menganalisis prospek kesepakatan

Indonesia-India FTA terhadap perdagangan komoditas utama Indonesia ke India.

Tujuan ini dilakukan melalui analisis daya saing ekspor Indonesia dibandingkan

dengan negara pengekspor pesaing lain di pasar India. Ini dilakukan dengan

menggunakan analisis pangsa pasar konstan; (3) Mengidentifikasi faktor-faktor

penghambat peningkatan ekspor Indonesia ke India. Tujuan ini dilakukan melalui

kegiatan sebagai berikut: (a) melakukan survey di tingkat instansi/stakeholders dan

pelaku usaha, mulai dari kelompok tani sampai eksportir; dan (b) mengidentifikasi

jenis hambatan perdagangan antara Indonesia dengan India; dan (4) Menganalisis

potensi dampak kesepakatan Indonesia-India FTA terhadap perekonomian

Indonesia. Tujuan ini dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut: (a) mengestimasi

dampak kesepakatan Indonesia-India FTA terhadap kinerja perdagangan dengan

menggunakan model gravity; (b) mengidentifikasi kesepakatan perdagangan antara

Indonesia dengan India; dan (c) simulasi kesepakatan perdagangan antara

Indonesia dengan India dengan menggunakan model keseimbangan umum (CGE

GTAP).

3.3. Lokasi Penelitian dan Responden

3.3.1. Dasar Pertimbangan

Lokasi penelitian adalah desa dimana petaninya menanam komoditas yang

dominan diperdagangkan dengan India. Komoditas yang dipilih adalah kelapa sawit,

karet, bawang merah , kopi dan lada. Provinsi yang akan dipilih sebagai lokasi

penelitian dapat mewakili sentra produksi dan perdagangan. Untuk penghimpunan

Page 29: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

29

dokumen dan data awal dilakukan pada tingkat pusat. Lokasi penelitian tersebut

adalah Propinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Bangka Belitung,

Kalimantan Timur dan Bali. Dari masing-masing provinsi akan dipilih Kabupaten

sebagai sentra produk komoditas terpilih.

Responden pada penelitian ini adalah Instansi yang terkait dengan bidang

kajian dari pusat-daerah (Pusat, Provinsi, Kabupaten), kelompok produsen kelapa

sawit, kelompok produsen karet, kelompok produsen bawang merah, kelompok

produsen kopi dan kelompok produsen lada, pedagang, eksportir dan informan kunci

di desa, kabupaten dan provinsi serta pihak-pihak lain yang terkait.

3.3.2. Lokasi dan Responden

Berdasarkan justifikasi pemilihan lokasi maka dipilih lima provinsi lokasi penelitian.

Kelima lokasi penelitian tersebut adalah: (1) Jawa Tengah, sebagai daerah sentra

produksi bawang merah; (2) Sumatera Utara, sebagai daerah sentra produksi kelapa

sawit, (3) Kalimantan Timur, sebagai daerah sentra produksi karet; (4) Bangka

Belitung, sebagai daerah sentra produksi rempah (lada), dan (4) Bali, sebagai

daerah sentra produksi kopi. Rincian jenis dan jumlah responden pada penelitian ini

disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Responden Penelitian

Propinsi Komoditi Jumlah sampel

Instansi terkait

Kelompok tani Pedagang Eksportir/

importir Total

Jawa Tengah Bawang 2 5 5 4 16 Sumatera Utara Kelapa sawit 2 5 5 4 16 Bangka Belitung Lada 2 5 5 4 16 Kalimantan Timur Karet 2 5 5 4 16 Bali Kopi 2 5 5 4 16 Total 10 25 25 20 80

Data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data dan

informasi sekunder dan primer. Data sekunder, antara lain, berupa berupa data

perdagangan (ekspor-impor), harga, nilai tukar, jarak antar Negara dan GDP

dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu organisasi internasional, instansi pusat dan

Page 30: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

30

daerah, serta sumber lainnya yang relevan. Data primer mencakup data dan

informasi tentang perdagangan dan usahatani diperoleh dari pedagang, asosiasi

ekportir/importir dan kelompok petani.

3.4. Data dan Metode Analisis

3.4.1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder

mencakup data, antara lain, tentang jarak antar negara produksi, luas negara,

impor, ekspor, nilai tukar, dan PDB serta dokumen berupa kesepakatan

perdagangan dan pedoman terkait dengan Indonesia-India FTA dari berbagai

instansi terkait. Jenis dan sumber data berdasarkan tujuan penelitian, disajikan pada

Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Jenis dan Sumber Data

Tujuan Penelitian Jenis Data Sumber Data 1. Identifikasi kebijakan

perdagangan, kebijakan pertanian dan potensial komoditi yang terkait dengan Indonesia-India FTA

1. Dokumen regulasi perdagangan

2. Dokumen regulasi pertanian 3. Harga, impor, ekspor, dan

tarif 4. Usahatani

1. Perwakilan Perdagangan Indonesia di India

2. Eksportir 3. Pedagang 4. Kelompok Petani 5. Instansi terkait

2. Kajian prospek Indonesia-India FTA terhadap perdagangan komoditas utama Indonesia.

1. Volume Ekspor 2. Nilai Ekspor

1. World Bank 2. UN Comtrade 3. Bank Indonesia 4. BPS

3. Identifikasi faktor-faktor

hambatan ekspor 1. Data Primer 1. Kelompok Tani

2. Eksportir 3. Pedagang 4. Instansi terkait

4. Analisis potensi dampak Indonesia-India FTA terhadap perekonomian Indonesia

1. Input-Output 2. SAM 3. Elastisitas permintaan 4. Elastisitas penawaran 5. Ekspor 6. Nilai Tukar 7. Populasi 8. Luas negara 9. PDB 10. Jarak antar negara

1. BPS 2. Statistik Keuangan

Internasional 3. Organisasi Internasional

Terkait (UNCOMTRADE)

5. Rekomendasi kebijakan perdagangan

Hasil Penelitian Hasil Peneliitian

Pengumpulan data sekunder dilakukan pada instansi dengan substansi,

khususnya pada bidang yang menangani perdagangan. Data Sekunder diperoleh

Page 31: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

31

melalui pendekatan Desk Studi (review dokumen) dan penelusuran melalui internet.

Untuk mengumpulkan informasi mengenai dampak Indonesia-India FTA terhadap

kegiatan produksi dan perdagangan diperlukan data primer melalui wawancara

dengan sejumlah responden di tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan desa yang

mencakup pejabat dan pelaku usaha. Data primer tersebut diperoleh melalui

pendekatan survei dan penggalian data dari informan kunci, pedagang, eksportir,

instansi terkait dan kelompok tani.

3.4.2. Metode Analisis

Berdasarkan tujuan umum penelitian ini, yaitu untuk membuat rekomendasi

rekomendasi kebijakan yang akan mendukung pembangunan sektor pertanian

melalui kesepakatan Indonesia-India FTA, maka analisis data yang akan dilakukan

dijelaskan sebagai berikut.

Tujuan 1: Mengidentifikasi kebijakan perdagangan, kebijakan pertanian dan potensial komoditi terkait dengan Indonesia-India FTA

Melakukan identifikasi kebijakan perdagangan dan kebijakan pertanian yang

akan mempengaruhi kinerja perdagangan dan usahatani komoditi yang terkait

dengan FTA Indonesia-India, yaitu kelapa sawit, kopi, karet, lada dan bawang

merah. Hal ini akan dilakukan dengan analisis deskriptif untuk data primer dan

sekunder tentang kesepakatan Indonesia-India FTA.

Tujuan 2: Menganalisis prospek Indonesia-India FTA terhadap perdagangan komoditas utama Indonesia.

Analisis tentang prospek Indonesia-India FTA akan dilakukan dengan analisis

dayasaing komoditi ekspor Indonesia di pasar India dengan pendekatan pangsa

pasar konstan (CMSA) yang dilakukan melalui dekomposisi perubahan volume

ekspor. Dekomposisi perubahan volume ekspor dengan model CMS seperti yang

dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya (Luz et al, 2011; Noelia dan Martín,

2008; Carlos dan Peypoch, 2007; Nuno dan Fontoura, 2010; Rudy dan Ichihashi,

2012). Model pangsa pasar konstan mendekomposisi perubahan ekspor menjadi

beberapa komponen, yaitu: (1) peningkatan ekspor dunia, (2) komposisi komoditas,

Page 32: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

32

(3) Komposisi pasar, dan (4) residual yang menunjukkan selisih antara perubahan

ekspor aktual suatu negara dan perubahan yang dihipotesiskan oleh CMS. Analisis

perubahan ekspor pada periode sebelum dan sesudah dilakukan kesepakatan

Indonesia-India FTA. Oleh karena itu, periode analisis adalah tahun 2000-2011 yang

kemudian dibagi menjadi 2 sub periode, yaitu pada periode 2000-2005 dan periode

2006-2011, agar dapat diketahui daya saing produk ekspor Indonesia di pasar India

dibandingkan dengan negara pesaing eksportir lainnya. Model CMS dapat ditulis

sebagai berikut (Fleming and Tsiang, 1956):

∆Q = ∑I∑J S0

IJ∆QIJ + ∑I∑J Q0IJ∆SIJ + ∆SIJ∆QIJ (1)

(1) (2) (3) dimana: S = pangsa pasar ekspor negara produsen utama dengan jumlah ekspor q dan total ekspor dunia Q;

∆Q = perubahan volume; I = komoditas I; j = pasar tujuan j. Komponen (1) adalah efek struktural, (2) efek kompetitif, dan (3) efek ordo-

kedua. Persamaan (1) dapat didekomposisi lebih lanjut (tahap kedua) menjadi:

∆Q = S0∆Q + (∑I∑JS0

IJ∆QIJ - ∑IS0I∆QI) + (∑I∑JS0

IJ∆QIJ - ∑JS0J∆QJ)

(1A) (1B) (1C)

+ [(∑IS0I∆QI - S0∆Q) - (∑I∑JS0

IJ∆QIJ + ∑JS0J∆QJ)]

(1D)

+ ∆SQ0+ (∑I∑J∆SIJQ0IJ - ∆SQ0) + (Q1/Q0 -1)∑I∑J∆SIJQ0

IJ

(2A) (2B) (3A)

+ [∑I∑J∆SIJ∆QIJ - (Q1/Q0-1) ∑I∑J∆SIJQ0IJ] (2)

(3B) Indek 0 untuk tahun dasar dan 1 untuk tahun terminal. Persamaan (2)

menunjukkan dekomposisi efek struktural dibagi menjadi (1A) efek pertumbuhan,

(1B) efek Komposisi pasar, (1C) efek komposisi komoditas, dan (1D) efek interaksi

struktural. Sedangkan efek kompetitif dipisah menjadi (2A) efek kompetitif umum,

dan (2B) efek kompetitif spesifik. Serta efek ordo kedua dibagi menjadi (3A) efek

ordo kedua murni, dan (3B) efek struktural residual dinamis.

Page 33: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

33

Kontribusi negatif efek kompetitif merefleksikan kegagalan mempertahankan

pangsa pasar. Jika permintaan ekspor dapat digambarkan dengan persamaan (1),

maka komponen residual ini terkait dengan peningkatan harga relatif (p1/p2). Namun

persamaan (1) mengabaikan pengaruh lainnya yang dapat mempengaruhi

kemampuan mengekspor suatu negara, yaitu: (i) perbedaan laju inflasi harga

ekspor, (ii) perbedaan laju perbaikan kualitas dan pengembangan ekspor, (iii)

perbedaan laju perbaikan pemasaran, dan (iv) perbedaan kemampuan memenuhi

ekspor (Fleming and Tsiang, 1956).

Analisis CMS mempunyai beberapa keterbatasan, yaitu: (i) persamaan yang

digunakan sebagai dasar untuk mendekomposisi pertumbuhan ekspor adalah suatu

persamaan identitas sehingga penjelasan dari perubahan daya saing ekspor tidak

dapat hanya dievaluasi dengan menggunakan analisis CMS saja, (ii) analisis hanya

membandingkan daya saing ekspor antara dua titik waktu sehingga tidak dapat

menjelaskan perubahan daya saing selama periode dua titik waktu tersebut, oleh

karena itu perlu dilakukan analisis sub-periode, dan (iii) metode CMS sensitif

terhadap penentuan tahun dasar. Tingkat analisis dan disagregasi yang sesuai

berdasarkan komoditas dan wilayah tergantung pada pasar dimana hubungan

elastisitas substitusi kemungkinan besar dapat terpenuhi. Kompetisi kemungkinan

akan lebih kecil antar berbagai negara dan wilayah, serta pilihan yang sesuai untuk

negara-negara pengekspor pesaing relatif terbatas. Namun demikian, pendekatan

CMS terbukti cukup berguna untuk menunjukkan arah daya saing ekspor relatif

suatu negara (Fleming and Tsiang, 1956; Mohammad dan Habibah, 1993).

Tujuan 3: Mengidentifikasi faktor-faktor penghambat peningkatan ekspor Indonesia ke India

Identifikasi hambatan ekspor mulai dari tingkat petani sampai eksportir,

terutama hambatan yang dihadapi oleh eksportir Indonesia pada saat melakukan

ekspor ke India, terkait dengan hambatan tariff dan non-tarif, akan dilakukan

dengan analisis secara deskriptif kualitatif.

Tujuan 4: Menganalisis potensi dampak Indonesia-India FTA terhadap sektor pertanian dan perekonomian Indonesia

Page 34: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

34

Analisis potensi dampak FTA Indonesia-India terhadap perekonomian

Indonesia akan dilakukan dengan cara mengestimasi model gravity dan analisis

keseimbangan umum (general equilibrium) atas penerapan kebijakan perdagangan

India untuk komoditas Indonesia. Model CGE mengkaitkan kinerja ekonomi makro

dan mikro sehingga model CGE dapat digunakan untuk mengestimasi dampak suatu

kebijakan atau gunjangan perdagangan terhadap ekonomi suatu negara secara

komprehensif. Pendekatan ini penting dilakukan karena penelitian ini ingin

mengetahui potensi dampak Indonesia-India FTA terhadap semua sektor dalam

perekonomian Indonesia.

Model Graviti

Kajian ini menganalisis data perdagangan komoditas terkait antara Indonesia

dengan India, ASEAN (Brunei Darussalam, Cambodia, Laos, Philippines, Singapore,

Thailand, Burma, Malaysia and Viet Nam), China, Jepang, Amerika, dan Inggris dari

tahun 1980 - 2011. Peubah yang digunakan dalam kajian ini terdiri dari data PDB,

jumlah impor, jumlah ekspor, populasi, jarak antara negara, dan luas negara dalam

kilometer persegi. Hal ini dilakukan karena menurut Frankel (1997), persamaan

graviti perlu diberi penekanan kepada faktor lain yang terdiri dari faktor geografi

seperti jarak antara Negara dan jumlah populasi yang juga memainkan peranan

sebagai penentu perdagangan dua negara. Secara umum, model graviti ditulis

seperti berikut (Insel dan Mahmut, 2010):

ln Tij = αi + β1 lnYit + β2 lnYjt + β3 ln Pijt + β4 Dij + μijt (3)

Di mana; Tij = Jumlah perdagangan dua negara (impor dan ekspor) antara negara i dan j Yit = GDP Indonesia Yjt = GDP negara mitra Pijt = Jumlah Populasi penduduk antara negara i dan j Dij = Jarak antara negara i dan j μijt = galat

Dalam kajian ini, untuk melihat dampak perdagangan antara Indonesia

dengan India, model graviti umum ditambahkan beberapa peubah dummy, yaitu

Negara yang mempunyai FTA dengan Indonesia (NFTA). Peubah dummy yang

kedua adalah negara selain India (NIND). Model graviti dalam kajian ini diguna

Page 35: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

35

untuk mengestimasi persamaan volume perdagangan dua Negara (T), jumlah ekspor

(X) dan jumlah import (M).

ln Tij = αi + β1 lnYit + β2 lnYjt + β3 ln Pijt + β4 Dij + β5 Aij + β6 ln ERij + β7 NFTA +β8 NIND (4) ln Xij = αi + β1 lnYit + β2 lnYjt + β3 ln Pijt + β4 Dij + β5 Aij + β6 ln ERij + β7 NFTA + β8 NIND (5) ln Mij = αi + β1 lnYit + β2 lnYjt + β3 ln Pijt + β4 Dij + β5 Aij + β6 ln ERij + β7 NFTA + β8 NIND (6) Di mana; Tij = Jumlah perdagangan dua negara (impor dan ekspor) antara negara i dan j Xij = Jumlah impor antara negara i dan j Xij = Jumlah ekspor antara negara i dan j Yit = GDP Indonesia Yjt = GDP negara mitra Pijt = Jumlah Populasi penduduk antara negara i dan j Dij = Jarak antara negara i dan j Aij = Luas negara i dan j ERij = Nilai Tukar negara i dan j NFTA = peubah dummy FTA (1= untuk negara-negara yang mempunyai FTA dengan Indonesia; 0=selainnya) NIND = peubah dummy India (1= untuk India; 0=selainnya) Analisis General Equilibrium

Selain model gravity, juga dilakukan analisis general equilibirum dengan

menggunakan model GTAP. Pada analisis ini simulasi dari beberapa skenario

kebijakan perdagangan Indonesia-India dalam kerangka kesepakatan FTA akan

dilakukan dengan beberapa policy shock, seperti penurunan tarif impor, pajak

ekspor dan subsidi untuk beberapa komoditas pertanian yang terpilih. Dari simulasi

tersebut kemudian akan dilihat dampaknya secara makro ekonomi dan sektoral,

khusus pada sektor pertanian.

Model GTAP terdiri dari persamaan-persamaan simultan yang dapat

dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: (1) Persamaan yang menggambarkan

hubungan antara penerimaan dan pengeluaran oleh setiap agen ekonomi di suatu

region (accounting relationship), dan (2) persamaan yang menjelaskan suatu

perilaku agen ekonomi (behavioral equations).

Di dalam model GTAP, penawaran dan permintaan pada setiap komoditi,

termasuk faktor-faktor produksi, harus sama di dalam model keseimbangan umum.

Page 36: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

36

Demikian pula dengan nilai penawaran harus sama dengan nilai permintaan. Untuk

komoditi yang diperdagangkan, nilai output dihubungkan dengan nilai penjualan.

Kuantitas output pada gilirannya akan berhubungan dengan penggunaan input

melalui fungsi produksi. Hubungan terakhir yang digambarkan juga dalam nilai.

Untuk melengkapi keseimbangan umum, penawaran faktor harus sama dengan

permintaan untuk faktor; atau ekuivalen, nilai harus sama. Berikut ini diuraikan

secara ringkas struktur produksi, konsumsi, impor, kesejahteraan dan makroekonomi

didalam model GTAP standar yang bersumber dari Hertel (1997).

Struktur Produksi

Struktur produksi dari sebuah industri pada satu region diasumsikan

mengikuti fungsi produksi secara berjenjang (nested), constant returns to scale

(CRS) dan dalam pasar persaingan sempurna. Untuk menghasilkan sebuah output,

qo(j,s), produsen/industri akan mengkombinasikan penggunaan nilai tambah faktor

primer, qva(j,s), dengan input antara, qf(i,j,s), berdasarkan fungsi produksi

Leontief.

Faktor produksi primer terdiri dari: land, skilled and un-skilled labor, capital,

dan natural resources. Jumlah faktor produksi primer yang digunakan adalah

sebesar qfe(i,j,s), dimana setiap faktor dapat saling bersubstitusi melalui fungsi

constant elasticity of substitution (CES). Input antara (intermediate inputs)

dibedakan menjadi yang berasal dari produksi dalam negeri qfd(i,j,s) dan barang

impor, qfm(i,j,s) berdasarkan asumsi Armington. Barang impor tersebut merupakan

gabungan impor dari beberapa region lain yang ada di dalam model yang

diasumsikan dengan fungsi CES.

Konsumsi

Rumah tangga regional akan mengalokasikan pendapatannya untuk konsumsi

rumah tangga swasta, rumah tangga pemerintah, dan investasi. Konsumsi rumah

tangga swasta dispesifikasikan dalam fungsi constant difference of elasticity (CDE).

Fungsi CDE digunakan karena preferensi rumah tangga tidak bersifat homothetic.

Fungsi CDE yang non-homothetic secara konsisten dapat menjelaskan perubahan

konsumsi akibat perubahan tingkat pendapatan rumah tangga. Konsumsi rumah

Page 37: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

37

tangga pemerintah dispesifikasikan mengikuti fungsi preferensi Cobb-Douglas dan

bersifat eksogen (McDaugall, 2001). Permintaan investasi juga bersifat eksogen.

Kapital dihasilkan dengan cara yang sama dengan komoditi yang diperdagangkan

tetapi tidak menggunakan input faktor primer. Dalam model GTAP permintaan antar-

industri dispesifikasikan berdasarkan matrik Input- Output.

Impor

Di dalam model GTAP, terdapat tiga sumber permintaan input antara, yaitu:

sektor industri (produsen), sektor pemerintah, dan sektor rumah tangga.

Selanjutnya diasumsikan bahwa bagian impor dari ketiga sektor tersebut memiliki

komposisi regional yang sama, meskipun secara agregat bagian impor tersebut

dapat berasal dari sumber yang berbeda. Impor dibedakan menurut negara asal,

sehingga menimbulkan biaya transportasi yang nilainya proporsional terhadap nilai

perdagangan. Harga domestik dari barang impor yang masuk ke region r dari

region s adalah sama dengan jumlah harga fob ekspor dari region s, pajak ekspor

di region s, biaya transportasi, dan tarif impor yang berlaku di region r.

Kesejahteraan

Perubahan kesejahteraan di sebuah region dalam model GTAP dinyatakan

dalam equivalent variation, EV(r), yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

(Hanslow, 2000; Huff dan Hertel, 2000):

EV(r) = u(r) * INC(r)/100, (7)

dimana u(r) adalah persentase perubahan kesejahteraan per kapita dan INC(r)

adalah pendapatan (income) sebuah region. Dalam database GTAP, nilai EV(r)

dihitung berdasarkan nilai US$ tahun versi GTAP terbaru dalam satuan juta (million).

Selanjutnya, kesejahteraan dunia (WEV) dihitung dengan menjumlahkan seluruh

kesejahteraan region.

Makroekonomi

Page 38: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

38

Untuk persamaan makroekonomi, model GTAP menggunakan persamaan

identitas, sebagai berikut:

S – I = X + R – M (8)

Persamaan tersebut menyatakan bahwa tabungan (S) dikurangi investasi (I)

adalah sama dengan surplus neraca transaksi berjalan, dimana R adalah penerimaan

transfer luar negeri. Oleh karena nilai R tidak terdapat dalam data base GTAP maka

dalam simulasi model nilai R tersebut dianggap nol. Tingkat tabungan, investasi dan

neraca transaksi berjalan ditetapkan secara eksogen.

Dalam konteks kajian ini model GTAP akan dihubungkan dengan model Model

CGE inter-regional atau disebut sebagai model IndoTerm (Indonesia The Enormous

Regional Model), yaitu model Computable General Equilibrium (CGE) antar-regional

(inter-regional) yang memodelkan secara spesifik provinsi-provinsi di Indonesia

berdasarkan koridor MP3E. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh

gambaran secara komprehensif tentang dampak FTA Indonesia -India sampai pada

tingkat regional. Model CGE inter-regional merupakan pengembangan dari Model

Orani-G (single country), yang strukturnya terdiri atas sistem persamaan yang

menggambarkan permintaan tenaga kerja, permintaan faktor produksi, permintaan

input antara, permintaan kombinasi faktor produksi dan input antara, permintaan

kombinasi dari output, permintaan barang investasi, permintaan rumah tangga,

permintaan ekspor dan permintaan akhir lainnya, permintaan margin, harga

penjualan, keseimbangan pasar, pajak tak langsung, PDB pada sisi penerimaan dan

pengeluaran, neraca perdagangan, tingkat pengembalian modal, dan akumulasi

investasi dan modal (Horridge, 2003).

Pendekatan dalam Model IndoTerm bersifat bottom-up dimana optimasi

diselesaikan pada tingkat spesifik provinsi kemudian diaggregasikan ke tingkat

nasional, dengan menggunakan agregat fungsi Constant elasticity of substitution

(CES) dan fungsi Leontief. Pendekatan bottom-up ini memungkinkan harga serta

kuantitas bervariasi secara independen antar region. Ini berarti bahwa variasi harga

serta kuantitas di tiap wilayah dapat diamati dengan menggunakan model ini.

Page 39: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

39

IV. ANALISIS RISIKO

Penelitian ini membutuhkan berbagai dokumen kesepakatan kerjasama

perdagangan dan melibatkan berbagai pihak sebagai responden. Kesediaan

responden dalam memberikan data yang diperlukan akan menentukan data dan

informasi yang dapat dikumpulkan. Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 menyajikan

kemungkinan risiko yang dihadapi dan penanganan risiko yang akan dilakukan

dalam penelitian ini.

Tabel 4.1. Daftar Risiko No Risiko Penyebab Dampak 1

Kesulitan mendapatkan dokumen dan informasi tentang Indonesia-India FTA

Pergeseran jabatan sehingga dokumen & informasi terkait dengan Indonesia-India FTA tidak tersedia

Mengurangi kelengkapan data dan informasi.

2 Kesulitan responden dalam menjawab pertanyaan tentang dampak Indonesia-India FTA

Periode waktu yang relative lama

Mengurangi keakuratan data dan informasi.

3 Kesulitan memperoleh data sekunder yang lengkap dan terkini

Data tidak tersimpan dan data belum terbit

Data yang dibutuhkan tidak lengkap

Tabel 4.2. Daftar Penanganan Risiko No Risiko Penyebab Penanganan Risiko 1

Kesulitan mendapatkan dokumen dan informasi tentang Indonesia-India FTA yang terkini

Pergeseran jabatan sehingga dokumen & informasi terkait dengan Indonesia-India FTA tidak tersedia

Mencari sumber lain yang mungkin memiliki data dan informasi

2 Kesulitan responden dalam menjawab pertanyaan tentang dampak Indonesia-India FTA

Periode waktu yang relative lama

Expert Judgement

3 Kesulitan memperoleh data sekunder yang lengkap dan terkini

Data tidak tersimpan dan data belum terbit

Melakukan interpolasi/estimasi data yang dibutuhkan

Page 40: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

40

V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN

5.1. Susunan Tim Pelaksana

Susunan tim pelakasana penelitian menurut golongan dan kepangkatan,

jabatan fungsional dan bidang keahlian dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Daftar Tim Pelaksana

No N a m a Gol/ Pangkat

Jabatan Fungsional//bidang keahlian

Instansi/ Unit kerja Kedudukan

dalam tim

1 Dr. Reni Kustiari IV/a Peneliti Muda/ Perdagangan Internasional

PSE-KP Ketua

2 Dr. Hermanto III/d Peneliti Muda/ Perdagangan Internasional

PSE-KP Anggota

3 Helena J. Purba, SP, MSi III/c

Peneliti Muda/ Perdagangan Internasional

PSE-KP Anggota

4 Ir. Roosganda Elizabeth,MSi IV/a

Peneliti Madya/Kelembagaan Pertanian

PSE-KP Anggota

5 Soeprapto Djojopoespito III/b Pengolahan

data/Programmer PSE-KP Anggota

5.2. Jadual Pelaksanaan Penelitian ini akan dilakukan dalam tahun anggaran 2013. Secara rinci jadual

Pelaksanaan kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Jadual Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Persiapan : Pembuatan dan Perbaikan Proposal

Survey I Survey II Survey III Pengol data Lap draft Seminar Lap final

Page 41: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

41

5.3. Rencana Anggaran

No Kode Akun Jenis Belanja Jumlah (Rp 000)

1 521211 Belanja Bahan 23 700 2 521213 Honor yang terkait dengan output kegiatan 37 360 3 521219 Belanja Barang Non operasional lainnya 35 400 4 522114 Belanja sewa 30 375 5 524119 Belanja perjalanan lainnya (DN) 144 500 T o t a l 271 335

Page 42: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

42

Daftar Pustaka

Armington, P.A. 1969. A Theory of Demand for Products Distinguished by Place of Production. IMF Staff Paper No: 16

Baldwin, R. 2006. Multilateralizing Regionalism: Spaghetti Bowls as Building Blocks

on the Path to Global Free Trade. World Economy. 29(11): 1451–1518.

Baldwin, R.E. and A.J. Venables. 1995. Regional Economic Integration. in Grosmann, G.M. and K. Rogoff (eds), Handbook of International Economics, Vol 3, North Holland, Amsterdam.

Bary. 2010. Prospek Perdagangan Indonesia, China dan India: Analisis Gravity

Model. Buletin Ilmiah. Penelitian dan Pengembangan Perdagangan. Kementerian Perdagangan.

Bhagwati, J. N. 2008. Termites in the Trading System: How Preferential Agreements

Undermine Free Trade. Oxford: Oxford University Press. Brockmeier, M. 1996. A Graphical Exposition of the GTAP Model, GTAP Technical Paper, Center for Global Trade Analysis, Purdue University, West Lafayette, IN. Carlos, P.B. and N. Peypoch. 2007. A Comparative Analysis of Productivity Change in

Italian and Portuguese Airports. Dharma, R. A. 2011. Mewujudkan Kerja Sama Ekonomi Indonesia Dan India Yang

Berimbang Dalam Kerangka Comprehensive Economic Cooperation Agreement. Bulletin Kerja Sama Perdagangan Internasional. Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional. Kementerian Perdagangan.

Dixon, P. B., B. R. Parmenter, and A. A. Powell. 1992. Note and Problem in Applied

General Equilibrium Economics. North-Holland.

FAO. 1995. Trade Restrictions affecting international trade in non-wood forest products. Non-Wood Forest Products 8. FAO. Roma.

Fleming, J. and S.C. Tsiang. 1956. Changes in Competitive Strength and Export

Shares of Major Industrial Countries. IMF Staff Papers. 5(1956): 218-248. Frankel, J. 1997. Regional Trading Blocs in the World Economic System. Institute for

International Economics, Washington, D.C. Hanslow K. J. 2000. A general welfare decomposition for CGE models. GTAP

Technical paper no.19.

Page 43: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

43

Hertel, T.W., P.V Preckel, J.J. Reimer. 2001. Trade Policy, staple food price variability, and the vulnerability of low income households. Paper Presented at the Fourth Annual Conference on Global Economic Analysis, 27–29 June 2001, Purdue.

Hertel, T.W. 1997. Global Trade Analysis: Modeling and Application, Cambridge University, USA.

Horridge, M. 2003. ORANI-G: A Generic Single-Country Computable General Equilibrium Model. Centre of Policy Studies and Impact Project, Monash University, Australia.

Huff, K.M. and T.W. Hertel. 2000. Decomposing Welfare Changes in the GTAP Model, GTAP Technical Paper No.5.

Hutabarat, B., M. H. Sawit, H. J. Purba, S. Nuryanti, A. Setiyanto, dan J. Hestina. 2005. Analisis Perubahan dan Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas Regional dan Penetapan Modalitas Perjanjian Multilateral. Laporan Akhir Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Insel, A and T. Mahmut. 2010. Econometric analysis of the bilateral trade flows in the Gulf Cooperation Council countries. Munich Personal RePEc Archive

Jafari, Y and J. Othman. 2010. Potential Economic Impacts of The Malaysia-US Free

Trade Agreement. Prosiding Persidangan Kebangsaan Ekonomi Malaysia Ke V 010: 291-299.

Karina. F.T. 2009. Analisis Daya saing Produk Indonesia Yang Sensitif Terhadap

Lingkungan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

Kementerian Perdagangan. 2010. ASEAN-India Free Trade Area. Direktorat

Kerjasama Regional. Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional. Kementerian Perdagangan

Kotabe, M and K. Helsen. 2001. Global Marketing Management, 5th Edition

Krueger, A. O. 1999. Trade Creation and Trade Diversion Under NAFTA. Working Paper 7429. National Bureau Of Economic Reasearch. Cambridge.

Luz, E. P., A.L. Bernal, E.R. Herrera, Rivas, and O.P. Veyna. 2011. Competitiveness,

Efficiency and Environmental Impact Of Protected Agriculture In Zacatecas, Mexico. International Food & Agribusiness Management Association. Frankfurt, Germany.

Page 44: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

44

Mohammad, H.A. and S. Habibah. 1993. The Constant Market Share Analysis: An Application to NR Export of Major Producing Countries. Journal National Rubber Reasearch. 8(1): 68-81.

Noelia, J. and E. Martín. 2008. A Constant Market Share Analysis Of The Euro Area

In The Period 1994-2007.The Directorate General Economics, Statistics and Research. A country’s export.

Nuno, C. and M.P. Fontoura. 2010. What determines the export Performance? A

comparative analysis at the world level. School of Economics and Management. Technical University Of Lisbon.

Othman, J and Y. Jafari. 2010. Does ASEAN Trade Liberazation Benefit Malaysia.

Journal of Munich Personal RePEc Archive. http://mpra.ub.uni-muenchen.de/20368/

Plummer, M.G., D. Cheong and S. Hamanaka. 2010. Methodology for Impact

Assessment of Free Trade Agreements. Asian Development Bank. Rudy, R. and M. Ichihashi. 2012. The Changing Pattern of Export Structure and

Competitiveness in Indonesia’s Manufacturing Sectors: an Overview and Assessment. 2nd International Conference on Economics, Trade and Development IPEDR 36. IACSIT Press, Singapore.

Sadoulet, E. and A.D. Janvry. 1995. Agricultural trade liberalization and low income

countries: A General Equilibrium-Multimarket Approach. American Journal of Agricultural Economics Vol 74 (2): 268-80.

Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta, Erlangga.

SEKI. 2012. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Bank Indonesia.

Slootmaekers. 2004. Trade Effects of the EU-Mexico FTA, ASP Working Paper

no.416, Kiel Institute for World Economics. Soesastro, M. H. 2009. Report of the Joint Study Group on the Feasibility of India-

Indonesia Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA). Centre Study of International Strategy (CSIS). Jakarta.

Susanto D, C. P. Rosson, F. J. Adcock. 2007. Trade Creation and Trade Diversion in

the North American Free Trade Agreement: The Case of the Agricultural Sector. Journal of Agricultural and Applied Economics, 39.1 (April):121-134.

Toledo, H. 2007. Coca cubstitution and free trade in Bolivia: The pending crisis.

Review of Development Economics. 11(1): 63-77.

Page 45: PROSPEK KESEPAKATAN INDONESIA-INDIA FTA ...pertumbuhan ekonomi positif pada level relatif tinggi di saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif, ... dampak kebijakan perdagangan

45

Toledo, H. 2010. EU-GCC free trade agreement: Adjustment in a factors proportion

model for the UAE, International Review of Economics and Finance 2010. Tumbarello, P. 2007. Are Regional Trade Agreements in Asia Stumbling Blocks or

Building Blocks? Implications for Mekong-3 Countries. IMF Working Paper WP/07/53 (March). Washington, DC: International Monetary Fund.

Varian, H. R. 1992. Microeconomic Analysis, W.W. Norton & Company, New York.

www.infosawit.com. Diakses pada 13 Februari 2013.