117
DAFTAR ISI - Protap obat –obatan paket rawat di R. BERSALIN - Hiperemesis Gravidarum - Abortus - KET - Kematian Janin dalam Rahim - Perdarahan Ante Partum - Kehamilan Lewat Waktu - Gestosis - Ruptura Uteri - Distosia - Pengelolaan Perdarahan Pasca Persalinan - Bedah Caesar, Histerektomi Caesarean dan Histerotomi - Kehamilan Ganda - Jalur Administrasi Penderita - Pemeriksaan Dalam Vagina di Bidang Obstetri - Versi Luar - Induksi Persalinan - Partogram - Gawat Janin - Anestesi pada Persalinan Buatan - Dorongan (ekspresi) Kristeller - Episiotomi - Manual Plasenta - Ekstraksi Forseps - Ekstraksi Volume

Protap1 (Hal.1 64)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

about treatment in obstetri

Citation preview

Page 1: Protap1 (Hal.1 64)

DAFTAR ISI

- Protap obat –obatan paket rawat di R. BERSALIN

- Hiperemesis Gravidarum

- Abortus

- KET

- Kematian Janin dalam Rahim

- Perdarahan Ante Partum

- Kehamilan Lewat Waktu

- Gestosis

- Ruptura Uteri

- Distosia

- Pengelolaan Perdarahan Pasca Persalinan

- Bedah Caesar, Histerektomi Caesarean dan Histerotomi

- Kehamilan Ganda

- Jalur Administrasi Penderita

- Pemeriksaan Dalam Vagina di Bidang Obstetri

- Versi Luar

- Induksi Persalinan

- Partogram

- Gawat Janin

- Anestesi pada Persalinan Buatan

- Dorongan (ekspresi) Kristeller

- Episiotomi

- Manual Plasenta

- Ekstraksi Forseps

- Ekstraksi Volume

- Letak Sungsang

- Versi dan Ekstraksi

- Embriotomi

- Pedoman Pemeriksaan Antenatal Kunjungan Baru

- Pedoman Perawatan Payudara

Page 2: Protap1 (Hal.1 64)

- Pedoman Pemeriksaan USG Obstetri dan Tata Tertib

- Biophysical Profil Scaning

- Pemeriksaan Antenatal

- Pedoman Persalinan Aman

- Pedoman Perawatan Nifas

- Pedoman Memelihara Kebersihan Vulva dan Vagina

- Pedoman Pengelolaan Infeksi Nifas

- Pedoman Rawat Gabung

- Masalah dalam Laktasi

- Pedoman Pil KB, Suntik, Implant, AKDR

- Pedoman Keperawatan

- Pedoman Pencegahan Infeksi Untuk Pencabutan Pemotongan Implant

- Pedoman Pencegahan Infeksi Dalam Pengelolaan Alat dan Bahan

- Dekontaminasi, Sterilisasi, DTT

- Materi Penyuluhan KB

- Jenis-jenis Kontrasepsi KB

- Materi Penyuluhan Ibu Hamil, Menyusui Balita

- Imunisasi (Bagi Ibu Hamil dan Anak)

- Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Obstetri

- Prosedur Pelaksanaan Abortus

- Protap Pop’s Smear dan Tindak Lanjut

- Protap Biopsi Cervic, Ekstirpasi polip, Dilatasi Cervic, Kuretase, Laparoskopi,

Histerektomi, Mioma Uteri, Neoplasma Ovarium.

- Protap Ca Ovarium

- Strategi Pengobatan Ca Servik Uteri Infasif

- Protap Sitostatika

Page 3: Protap1 (Hal.1 64)

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Hiperemesis gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan

muntah/tumpah yang berlebihan, lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap saat,

sehingga mengganggu kesehatan dan pekerjaan sehari – hari.

I. KRITERIA DIAGNOSIS

Tingkat I :

Muntah/tumpah yang terus menerus.

Perasaan lemah

Nafsu makan tidak ada.

Berat badan menurun

Perasaan nyeri di epigastrium

Nadi meningkat sekitar 100x/menit

Tekanan darah sistemik menurun

Turgor kulit mengurang

Lidah kering

Mata cekung.

Tingkat II :

Tampak lebih lemah dan apatis

Turgor kulit lebih mengurang

Lidah kering dan tampak kotor

Nadi kecil dan cepat

Kadang-kadang suhu naik sedikit

Mata sedikit iterik

Berat badan turun

Mata cekung

Tekanan darah menurun

Hemo konsentrasi

Page 4: Protap1 (Hal.1 64)

Oliguria

Konstipasi.

Nafas berbau aseton, dan aseton dalam urin.

Tingkat III :

Keadaan umum lebih payah.

Tumpah berhenti

Kesaaran menurun dari somnolen sampai koma

Nadi lebih kecil dan lebih cepat

Suhu lebih meningkat

Tensi lebih menurun

Ensefalopo Wernicke (nistagmus, diplopia, perubahan mental).

Ikterus.

II. DIAGNOSIS BANDING

Kehamilan dengan hepatitis

Kehamilan dengan ileus

Kehamilan dengan Appendisitis akut

Kehamilan dengan pielonefritis

Kehamilan dengan ulkus ventrikuli.

III. PEMERIKSAAAN PENUNJANG

Urine (aseton)

Fungsi hepar.

IV. KONSULTASI

Penyakit Dalam.

Penyakit Jiwa.

Penyakit saraf.

V. TERAPI

Tingkat I :

Page 5: Protap1 (Hal.1 64)

Anti emetik

Roboransia

Tingkat II :

REHIDRASI :Infus (Glukosa 5% guyur, selanjutnya maintenance 20- 30

tts/mnt RL – NACL – D5%; b/p asam amino 1 kolf/ hari)

Anti emetik (Intra muskuler atau perinfus)

Puasa sampai tumpah berkurang – diet bertahap tidak merangsang asam

lambung).

Psikotherapi, bila perlu transquilizer minor atas pertimbangan medis.

VI. PERAWATAN RUMAH SAKIT

Tingkat I : Rawat jalan.

Tinkat II-III : Rawat inap.

VII. PENYULIT

Bila berat : - dehindrasi, gangguan fungsi hepar, febris, ensefalopati.

VIII. PERSETUJUAN MEDIS

Perlu.

IX. LAMA PERAWATAN

Ringan :2- 5 hari

Berat : sangat bergantung pada penyulit yang dihadapi.

Page 6: Protap1 (Hal.1 64)

ABORTUS

Abortus adalah ancamanatau pengeluaran hasil konsepsi, sebelum janin dapat

hidup diluar kandungan, dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang 20 minggu

atau berat badan janin kurang dari 500 gram.

Menurut terjadinya abortus dibagi menjadi :

Abortus spontan

Abortus buatan

a. Abortus spontan adalah pengakhiran kehamilan sebelum hasil konsepsi mampu hidup

diluar kandungan, dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu

atau berat badan janin kurang dari 500 mg.

Menurut gambaran kliniknya dibagi menjadi :

Abortus imminens

Abortus insipiens

Abortus inkompletus

Abortus habitualis

“missed abortion”

Abortus imminens ialah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi perdarahan

pervaginaan, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam

kandungan.

Abortus insipiens adalah abortus yang sedang mengancam dimana serviks telah

mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam

kavum uteri.

Abortus inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah kelaur dari kavum uteri,

masih ada yang tertinggal.

Abortus kompletus adalahs eluruh hasil konsepsi telah kelaur dari kavum uteri pada

kehamilan kurang dari 20 minggu.

Abortus habitualis adalah keadaan terjadinya abortus tiga kali berturut-turut atau

lebih.

Page 7: Protap1 (Hal.1 64)

“Missed Abortion” adalah abortus dimana embrio atau fetus telah meninggal dalam

kandungan sebelum kehamilan 20 minggu (akan tetapi hasil; konsepsi seluruhnya

masih bertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih).

b. Abortus Buatan

Abortus provokatus medisinalis

Abortus provokatus kriminalis

Abortus provokatus medisinalis adalah abortus yang dilakukan dengan menggunakan

alat-alat atau obat-obatan, untuk tujuan pengobatan.

Abortus provokatus kriminalis adalah abortus yang dilakukan bukan untuk tujuan

pengobatan dan bertentangan dengan undang-undang negara.

I. KRITERIA DIAGNOSIS

Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.

Pendarahan pervaginaan, mungkin disertai jaringan hasil konsepsi.

Rasa sakit atau kram perut didaerah atas simfisis.

Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi

perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama

sekali, uterus membesar sesuai dengan tuanya kehamilan, serviks belum

membuka dan tes kehamilan positif.

Abortus insipiens ditandai perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu

dengan dilatasi serviks uteri dan hasil konsespsi masih dalam uterus. Rasa mules

biasanya lebih sering dan kuat.

Abortus inkompletus ditegakkan dengan adanya pengeluaran sebagian hasil

konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal

dalam uterus. Pada periksa dalam vagina dijumpai pembukaan kanalis servikalis

dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau kadang sudah menonjol dari ostium

uteri eksternum. Pembesaran uterus lebih kecil dari usia kehamilan dan

perdarahan yang menyertai bisa banyak sekali, sehingga menyebabkan syok.

Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.

Pada Abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah keluar dan pada periksa

vagina dijumpai ostium uteri ekstertum yang tertutup dan besarnya uterus sangat

Page 8: Protap1 (Hal.1 64)

kecil dibandingkan lamanya usia hamil. Diagnosis dipermudah apabila hasil

konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar

dengan lengkap.

Diagnosis “missed abortion” biasanya tidak dapat ditentukan dalam satu kali

pemeriksaan, melainkan memerlukan waktu pengamatan untuk menilai tanda –

tanda tidak tumbuhnya, malahan mengecilnya uterus. Umumnya didahului

riwayat abortus imminens yang kemudian menghilan spontan atau setelah

pengobatan. Pemeriksaan penunjang sangat membantu tegaknya diagnosis,

dimana tes kehamilan sering negatif, pada ultrasonografi tidak didapat gerak

jantung janin maupun gerak jenin.

II. DIAGNOSIS BANDING

Abortus imminens

Abortus insipiens

Abortus inkompletus

“Missed abortion”

Kehamilan ektopik terganggu

Mola hidatidosa.

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diperlukan pada abortus imminen, abortus habitualis dan missed abortion :

Pemeriksaan tes kehamilan

Pemeriksaan Doppler atau Ultrasonografi untuk menilai keadaan

kehamilan serta menentukan prognosisnya.

Lakukan pemeriksaan inspiculo untuk menyingkirkan penyebab

anatomi, polip, erosio/ infeksi cerviks, ca. cerviks dll.

Penilaian faktor koagulasi seperti waktu perdarahan, waktu

pembekuan serta kadar fibrinogen pada “missed abortion”.

Page 9: Protap1 (Hal.1 64)

IV. KONSULTASI

Bagian Anestesi untuk mempersiapkan tindakan kuretase

Bagian penyakit dalam guna penilaian fungsi Kardiorespirasi pada

penderita golongan usia risiko tinggi.

Bagian Patologi anatomi apabila kita ragu dengan hasil kerokan.

V. PENGELOLAAN

Pengelolaan Abortus Imminens meliputi :

Istirahat ditempat tidur, agar aliran darah ke uterus meningkat dan

rangsang mekanik kurang.

Bila perlu diberi penenang transquilizer minor ada indikasi medis, dan

spasmolitika misalnya papaverin.

Untuk melihat penampilannya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.

Progesteron alamiah 200 – 400 mg ( cygest ) selama 10 – 15 hari

Obati penyebab lainnya sesuai hasil inspiculo

Penderita bisa pulang setelah perdarahan pervaginam berhenti dengan hasil dari

pemeriksaan kehamilan baik, dengan anjuran 2 minggu kemudian ke Poliklinik

Ginekologi.

Pada Abortus insipiens prinsip uterus harus dikosongkan segera guna

menghindari perdarahan yang banyak atau syok karena rasa mules / sakit yang

hebat.

Pasang infus, sebaiknya disertai oksitosin drip atau prostaglandin guna

mempercepat pengeluaran hasil konsepsi.

Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum

atau dengan cunam abortus disusul dengan kerokan.

Sebelum dilakukan kuretase diberikan antibiotika profilaksis.

Pasca tindakan diberikan injeksi metil ergometrin maleat, untuk

mempertahankan kontraksi.

Penderita bisa pulang setelah keadaan memungkinkan dan tanpa komplikasi,

dengan anjuran kontrol 2 minggu kemudian.

Page 10: Protap1 (Hal.1 64)

Abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, cukup uterotonika atau

kalau perlu antibiotika. Bila anemia cukup diberikan tablet sulfas ferosus dengan

anjuran diet banyak protein, vitamin dan mineral.

Pada kuretase “missed abortion” perlu diperhatikan bahwa sering plasenta

melekat erat dengan dinding uterus.

Periksa kadar fibrinogen sebelum tindakan kuretase, bila normal

jaringan konsepsi bisa segera dikeluarkan, tapi bila kadarnya rendah

(<159 mg%) perbaiki dulu dengan pemberian fibrinogen kering atau

darah segar.

Sebelum tindakan diberikan antibiotik profilaksis.

Dilatasi kanalis servikalis bisa dengan oksitosin 10u/drip 20-30 tts/mnt

dan prostaglandin( dosis umumnya 1tab/sl diulang setiap 6jam sampai

tanda2 keluar darah spt haid) bergantung besar kecilnya uterus.

Tindakan kuretase dimulai dengan cunam abortus dilanjutkan dengan

sendok kuret tajam.

Sesudah tindakan diberi uterotonika.

Penderita bisa pulang setelah keadaan memungkinkan tanpa komplikasi, anjuran

kontrol 2 minggu. Pada Abortus Habitualis terapi tergantung etiologi.

VI. PENYULIT

1. Anemia

Biasanya anemia karena perdarahan. Pengobatan dengan pemberian segar

atau komponen darah.

2. Infeksi

Pada kasus abortus dengan infeksi dan akan dilakukan kuretase maka

harus mendapat perlindungan antibiotika dulu sebelum evakuasi. Pada

tindakan kuretase yang menimbulkan infeksi diberikan antibiotika

spektrum luas sambil menunggu kultur dan sensitifitasnya.

Page 11: Protap1 (Hal.1 64)

3. Perforasi

Merupakan komplikasi kuretase, maka untuk mencegahnya :

Pemberian uterotonika

Sondase untuk menentukan besar dan arah kavum uterus, kuretase

secara sistematis dan lege artis.

Page 12: Protap1 (Hal.1 64)

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Kehamilan ektopik adalah sautu keadaan dimana hasil konsepsi (balstosit)

berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan

ektopik terjadi pada tuba dan baru memberikan gejala dan tanda sebagai kehamilan

ektopik bila terjadi gangguan, baik sebagai ruptur maupun hanya abortus tubaria.

I. KRITERIA DIAGNOSIS

Anamnesis :

a. Nyeri perut :

Dapat terjadi pada satu sisi saja atau pada perut bagian bawah saja, dapat juga

nyeri tersebut dirasakan seluruh lapangan. Pada keadaan dimana perdarahan intra

abdominal yang terjadi telah mengiritasi diafragma nyeri dirasakan juga pada

perut bagian atas dan bahu.

b. Riwayat terlambat haid :

Pada ¼ kasus dengan kehamilan ektopik terganggu kadang tanpa disertai riwayat

terlambat haid, hal tersebut dapat oleh karena kesalahan penilaian penderita

terhadap perdarahan pervaginam yang terjadi disekitar hari-hari biasa terjadi haid,

padahal perdarahan tersebut bukan merupakan haid.

c. Perdarahan pervaginam :

Kadang terjadi pada kehamilan ektopik terganggu tersebut mirip sekali dengan

perdarahan yang terjadi pada abortus.

d. Riwayat pingsang :

Terjadi perdarahan intara abdominal yang mendadak akan menyebabkan

terjadinya syok hipovolemik.

Pemeriksaan Fisik :

a. Didapatkan adanya tanda syok hipovolemik

- keadaan umum pucat dan anemis

- hipotensi

- takikardi

Page 13: Protap1 (Hal.1 64)

- akral dingin

b. tanda akut abdomen berupa :

- perut tegang terutama bagian bawah

- nyeri tekan

- didapatkan adanya tanda cairan bebas intra abdomen.

Pemeriksaan Dalam (VT) :

a. Kadang didapatkan adanya fluksus

b. Portio teraba lembut, nyeri goyang dan nyeri putar (“Slinger pain”)

c. Uterus besarnya normal atau sedikit membesar dan posisinya dapat terdesak oleh

adanya masa di adneksa, tetapi lebih sering sulit diperiksa oleh karena nyeri yang

hebat.

d. Adneksa didapatkan adanya masa dengan konsistensi lunak sampai keras dan nyeri

tekan.

e. Kavum douglasi menonjol dan teraba fluktuasi oleh karena berisi cairan, terkadang

justru ditemukan adanya hematokel.

TRIAS KET :

1. Wanita nona/nyonya dengan test kehamilan positip

2. Tampak anemis, sedangkan PPV berupa darah lendir kehitaman

lengket, tidak mengalir

3. Nyeri perut bagian bawah, karena rangsang peritoneum oleh

darah di rongga peritoneum

II. DIAGNOSIS BANDING :

4. Abortus imminens

5. Appendisitis

6. Radang panggul (PID)

7. Neoplasma ovarii yang terinfeksi, torsi, atau ruptur dengan atau tanpa kehamilan.

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Page 14: Protap1 (Hal.1 64)

a. Laboratorium darah :

Hb dan Ht adanya penurunan

Lekosit normal, kecuali bila disertai adanya infeksi

b. Test kehamilan hasilnya bergantung pada sensitifitas reagennya dan juga pada

kehmailan ektopik pada penurunan produksi hCG dibandingkan dengan

kehamilan normal.

c. USG : sangat khas bila didapatkan gambar GS (kantung gestasi) diluar kavum

uteri disertai gambaran cairan bebas.

d. Kuldosintesis : bila didapatkan adanya darah yang disertai dengan bekuan

perdarahan intra abdomen apapun penyebabnya.

IV. PENGELOLAAN :

a. Memperbaiki keadaan umum dengan memberikan cairan dan transfusi

b. Operasi segera dilaksanakan bila diagnosis kehamilan ektopik terganggu telah

ditegakkan dan jenis operasinya bergantung pada keadaan durante operasinya

yaitu dapat dilakukan :

- Salpingotomi

- Salpingektomi

- “Wedge resection” pada kornu uteri

- Ooforektomi

- Pengambilan hasil konsepsi intra peritoneal yang lain

V. KONSULTASI :

a. Bagian bedah (Bedah digestif) untuk menyingkirkan adanya aspendisitis

b. Penyakit Dalam bila dicurigai adanya penyulit pada jantungnya.

c. Anestesi untuk penatalaksanaan anestesinya.

d. Patologi anatomi untuk menegakkan diagnosis dari hasil operasi tersebut (hasil

operasinya harus dilakukan pemeriksaan PA)

VI. PERSETUJUAN MEDIS :

Perlu

Page 15: Protap1 (Hal.1 64)

VII. PERAWATAN PASCA BEDAH :

a. Bila tanpa komplikasi penderita diperbolehkan pulang pada hari ke 3.

b. Masa pemulihan sekitar 2- 4 minggu setelah operasi.

VIII. PENYULIT :

a. “Syok irreversibel”

b. Perlekatan pada organ visera.

Page 16: Protap1 (Hal.1 64)

KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM

I. DEFINISI

1. Kematian janin :

Adalah tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dan belum dikeluarkannya

janin dengan sempurna dari ibunya.

2. Kematian janin dalam rahim

Dinilai dengan kenyataan bahwa janin sejak di dalam rahim sudah tidak

menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Seperti denyut jantung janin, gerak

janin maupun tanda-tanda lain yang dapat diperoleh dengan alat bantu

diagnostik.

II. BATASAN KEMATIAN JANIN

1. WHO Expert Comitte on the Prevention of Perinatal Morbidity and Mortality

(1970).

Kematian yang terjadi pada janin dengan berat badan lahir lebih dari 1.000

gram.

2. Prawirohardjo, S (1984), kematian janin dibagi 4 golongan :

a. Kelompok I : Kematian janin sebelum kehamilan 20

minggu

b. Kelompok II : Kematian janin pada umur kehamilan 20-

28 minggu

c. Kelompok III : Kematian janin pada umur kehamilan lebih

dari 28 minggu.

d. Kelompok IV : Kematian janin yang tidak termasuk tiga

golongan diatas.

3. US National Center

Kematian janin pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu.

4. FIGO (1982)

Kelahiran mati termasuk bayi dengan BBL > 500 gram atau lebih dan atau

sesuai umur kehamilan > 22 minggu atau lebih.

Page 17: Protap1 (Hal.1 64)

III. KRITERIA DIAGNOSTIK

Kematian janin dalam rahim sering dirasakan mula-mula oleh penderita sendiri

berupa hilangnya gerak janin, kehilangan berat badan, perubahan payudara dan

hilangnya nafsu makan.

1. Cara sederhana :

a. Pengukuran tinggi fundus uteri (TFU)

TFU tidak sesuai dengan umur kehamilan patut dicurigai adanya kematian

janin dalam rahim

b. Gerakan janin dalam rahim

Gerakan janin dapat dirasakan pada kehamilan 18-20 minggu.

c. Denyut jantung janin (DJJ)

Ada/tidaknya DJJ merupakan cara mudah menentukan janin hidup/mati.

DJJ dapat didengar dengan :

- Stetoskop Laennec 18-20 minggu

- Doppler 12 minggu

2. Pemeriksaan penunjang :

a. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

- “Echo discreption” dari “gestational sac”

- Pengurangan penampang GS dibanding pengukuran yang dibuat 2

minggu terakhir.

- Tidak terlihat gerakan janin

- Tidak terlihat denyut jantung janin

- Nampak gambaran “Spalding sign” tulang tengkorak.

b. Pemeriksaan radiologi

- Angulasi tulang belakang janin

- “Spalding sign” sebagai gambaran tumpang tindih tulang tengkorak

janin.

- Terlihat adanya udara di dalam pembuluh darah besar janin 1 sampai 2

hari setelah kematian, disebut “Hallo sign”.

Page 18: Protap1 (Hal.1 64)

c. Pemeriksaan laboratorium

- Ibu :

Kadar Alfa fetoprotein (AFP) serum darah ibu

- Kadar AFP tidak hamil 5 g/ml

- Kehamilan 30 minggu 500 g/ml

- Nilai AFP yang tinggi merupakan risiko tinggi, hal ini terjadi

pada :

“Rhesus isoimunization”

Gawat janin sampai kematian janin

Bila kadar AFP tetap tinggi pada 3x pemeriksaan pertengahan

kehamilan, punya risiko kematian janin dalam rahim.

Kadar Estriol serum darah ibu/urin 14 jam

Untuk menilai fungsi fetoplasenter :

- Bila kadar <12 g/ml

Mungkin terjadi gangguan pertumbuhan janin, kelainan

kongenital, gawat janin maupun kematian janin dalam rahim.

- Penurunan secara cepat sampai 60% atau lebih.

Menunjukkan insufisiensi plasenta hipoksia kematian

janin dalam rahim.

- Janin :

Pemeriksaan amnion dengan amniosentesis

Warna air ketuban normal jernih, bila ternoda mekonium, dapat

bermacam-macam warna hijau, kuning, coklat muda, coklat tua

sampai hitam, dapat pula air ketuban kental, keruh seperti lumpur

tanda terjadinya gawat janin sampai kematian janin.

Kreatinin fosfokinase

- Kadar normal dalam cairan amnion 30 g/ml

- Pada kematian janin dapat meningkat sampai 1,000 U/ml.

- Kenaikan kadar kreatinin fosfokinase terjadi pada 4-5 hari

kematian janin dalam rahim.

Page 19: Protap1 (Hal.1 64)

Alfa fetoprotein (AFP)

Kematian janin dalam rahim dapat diduga jika ditemukan :

- Kadar AFP serum pada kehamilan 13 minggu + 100% AFP

cairan amnion pada kehamilan normal.

- AFP serum maupun cairan amnion menurun sampai 1/100 dari

kadar normal.

- Bila kadar AFP maupun cairan amnion tetap tinggi.

Kromosom

Monosomi autosom dianggap sebagai penyebab kematian janin

Amniografi

Air ketuban diperiksa setelah disentrifus dengan spektrofotometer

untuk melihat konsentrasi bilirubin dan oksihemoglobin bila

kadar bilirubin sangat tinggi, kemungkinan kematian janin dalam

waktu 7-10 hari sebesar 56-80%.

Fetoskopi

Merupakan cara untuk melihat janin dan plasenta secara langsung

dengan endoskop.

IV. PENGELOLAAN

Janin yang mati dalam rahim sebaiknya segera dikeluarkan secara :

1. Lahir spontan

75% akan lahir spontan dalam >2 minggu.

2. Persalinan anjuran

a. Dilatasi serviks dengan prostaglandin dilanjutkan dengan infus oksitosin

sampai terjadi pengeluaran janin dan plasenta.

b. Dilatasi serviks dengan kateter Folley

- Untuk umur kehamilan > 24 minggu

- Kateter Folley terbesaryang dapat dimasukkan dalam kanalis servikalis

di luar kantung amnion.

- Diisi 50 ml aquadest steril

Page 20: Protap1 (Hal.1 64)

- Ujung kateter diikat dengan tali, kemudian lewat katrol, ujung tali diberi

beban sebesar 500 gram.

- Dilanjutkan infus oksitosin 10 U dalam Dextrose 5% 500 ml, mulai 8

tetes/menit dinaikkan 4 tetes tiap 15 menit sampai his adekuat.

c. Infus oksitosin

Keberhasilan sangat tergantung pada pematangan serviks dinilai dengan

skor Bishop, bila nilai = 5 akan lebih berhasil. Dipakai oksitosin 5-10 U

dalam Dextrose 5% 500 ml, mulai 8 tetes/menit dinaikkan 4 tetes tiap 15

menit sampai his adekuat.

d. Induksi prostaglandin

- Dosis

PgE-2 dalam bentuk suppositoria diberikan 20 mg, diulang 4-5 jam.

PgF-2 diberikan dalam bentuk suntikan IM 400 mg.

PgE-2 5 mg/ml dalam larutan NaCl 0,9% dimulai 0,625 mg/ml dalam

bentuk infus.

- Indikasi kontra :

Asma, alergi dan penyakit kardiovaskuler

3. Persalinan buatan

Tindakan untuk mengakhiri persalinan yang sedang berlangsung :

a. Lewat vagina

Bedah destruktif : Kraniotomi, Eviserasi, Kleidotomi.

b. Lewat abdomen

- Bedah Caesar : bila ada indikasi obstetri yang jelas, misalnya kematian

janin dalam rahim pada plasenta previa totalis.

- Laparotomi : pada kasus ruptura uteri untuk mengambil anak dilanjutkan

dengan histerektomi/histerorafi.

Page 21: Protap1 (Hal.1 64)

4. PENCEGAHAN

1. Periksa hamil sekurang-kurangnya 4 kali, yaitu 1 kali pada trimester I, 1 kali

pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Keadaan yang merupakan tanda

bahaya dan perlu segera dilaporkan oleh ibu hamil :

a. Perdarahan lewat jalan lahir

b. Pembengkakan muka, kaki atau jari kaki

c. Sakit kepala berat, kaku kuduk terus menerus

d. Penglihatan kabur

e. Nyeri perut

f. Muntah-muntah terus menerus

g. Demam

h. Keluar cairan banyak lewat jalan lahir

i. Tidak merasakan gerakan janin

2. Makanan dengan nilai gizi yang baik

Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan anemia, abortus, kematian janin

dalam rahim, partus prematurus, inersia uteri, perdarahan pasca persalinan,

sepsi dan lain-lain.

3. Pemeriksaan serologik

a. Pemeriksaan TORCH pada kelainan kongenital

b. Pemeriksaan VDRL dan TPHA

Page 22: Protap1 (Hal.1 64)

PERDARAHAN ANTEPARTUM

DEFINISI :

Perdarahan antepartum adalah perdaahan yagn terjadi setelah kehamilan 28

minggu. Perdarahan antepartum dapat berasal dari :

a. Berasal dari kelainan plasenta :

- Plasenta previa

- Solusio plasente

- Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya

Insertio vilamentosa

Ruptura sinus marginalis

Plasenta sirkumvalata

b. Tidak bersumber pada kelainan plasenta

- Varises pecah

- Erosio serviks

- Polip

A. PLASENTA PREVIA

1. Definisi

Adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada

segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalha lahir

(ostium uteri internum).

2. Pembagian plasenta etiologi

a. plasenta previa totalis

b. plasenta previa parsialis

c.Plasenta letak rendah

3. Faktor-faktor etiologi :

a. Umur dan paritas : lebih sering diatas 35 tahun dan paritas tinggi

b. Endometrium cacat : pada bekas persalinan yang berulang-ulang

Page 23: Protap1 (Hal.1 64)

c. Endometrium belum siap menerima hasil konsepsi (korpus luteum yang

bereaksi lambat).

d. Adanya tumor : miome uteri, polip endometrium.

4. Diagnosis dan gambaran klinik :

a. Anamnesis : umur kehamilan, sifat perdarahan

b. Inspeksi : pucat, anemis, warna dara (merah segar).

c. Palpasi abdomen : letak janin, bagian bawah janin (belum masuk).

d. Inspekulo

e. Ultrasonografi

f. Pemeriksaan dalam

5. Pengelolaan

a. Pasif

Apabila perdarahan sedikit atau berhenti, janin masih hidup, belum

inpartu, kehamilan < 37 minggu, berat badan janin kurang 2.500 gram

maka persalinan dapat ditunda dengan istirahat, berikan spasmolitik,

tokolitik ( MGSO4-40 % -12,5 cc/ kolf 20 tts/mnt, nipedipin maksimal 60

mg dosis terbagi/24 jam) sampai his negatip, antiprostaglandin.

Apabila keadaan penderita diatas dalam keadaan anemis, maka dapat

diberikan tranfusi darah.

b. Aktif

Dilakukan tindakan persalinan (pervaginam / perabdominam) bergantung

pada :

- Keadaan ibu

- Pembukaan jalan lahir

- Jenis plasenta previa

- Keadaan perdarahan (banyak, sedikit berulang)

- Keadaan janin hidup gawat janin, mati.

Page 24: Protap1 (Hal.1 64)

B. SOLUSIO PLASENTAE

1. Definisi

Adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari

perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya dihitung sejak kehamilan 28 minggu.

2. Pembagian

a. Solusio plasentae parsialis

b. Solusio plasentae totalis

3. faktor etiologi

a. vaskuler

- keracunan kehamilan

- hipertensi

b. trauma

- pengecilan yang mendesak dari uterus : hidramnion, gemelli

- tarikan pada tali pusat yang pendek : gerakan janin, versi luar, pertolongan

persalinan.

c. Paritas : banyak pada multiparitas

d. Pengaruh lain : anemia, malnutrisi dan lain-lain.

e. Trauma langsung : jatuh, kena pukul dan lain-lain.

4. Diagnosis dan gambaran klinik

a. anamnesis : rasa sakit yang tiba-tiba, perdarahan per vaginam (darah segar dan

bekuan), gerakan anak (berkurang), ibu tampak anemis, adanya trauma.

b. Inspeksi : gelisah, kesakitan, pucat, sianotik, keringat dingin darah keluar per

vaginam.

c. Palpasi : uterus tegang, fundus uteri naik, bagian janin sulit dikenali.

d. Auskultasi : seringkali janin sudah meninggal

e. Pemeriksaan dalam : kulit ketuban menonjol (saat ada his ataupun tidak).

f. Pemeriksaan umum : nadi cepat dan kecil, syok.

g. Laboratorium : hemoglobin menurun

h. Pemeriksaan plasenta : setelah placenta lahir dapat dilihat bentuk yang tipis

dan cekung, adanya bekuan darah di belakang plasenta.

Jenis perdarahan solutio plasenta :

Page 25: Protap1 (Hal.1 64)

a. hematoma retro plasenter

b. external haemorrhage

c. internal haemorrhage

d. merembes ke dalam amnion

e. jika lebih berat dapat terjadi “uterus couvelair”

5. Pengelolaan

a. amniotomi dan diikuti pemberian oksitosin (apabila tidak disertai adanya his).

b. Apabila pembukaan lengkap, atau hampir lengkap, kepala sudah turun hodge

III-IV.

1. Janin hidup : dilakukan ekstraksi vakum/ekstraksi forseps.

2. janin mati : embryotomi

c. dilakukan bedah Caesar apabila :

1. janin hidup dan pembukaan masih kecil

2. perdarahan banyak, pembukaan masih kecil

3. janin tidak bisa lahir per vaginam : panggul sempit, letak lintang

4. B-Linc, ligasi arteri uterine/ hipogastrika, apabila fungsi reproduksi

hendak dipertahankan pada atonia/ uterus couvelair ; histerektomi apabila

reproduksi sdh tidak dilanjutkan kembali.

Page 26: Protap1 (Hal.1 64)

KETUBAN PECAH DINI

I. DEFINISI

Adalah pecahnya kulit ketuban sebelum terjadinya persalinan, sebelum umur

kehamilan > 20 minggu.

II. KRITERIA DIAGNOSIS

- umur kehamilan > 20 minggu

- keluar cairan dari vagina

- pemeriksaan inspekulo : terlihat cairan keluar dari oue

- test kertas nitrazin : terjadi perubahan warna (biru)

- test ferning : positif

III. FAKTOR ETIOLOGI

Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab / berpengaruh terjadinya KPD :

- Infeksi (amnionitis, servisitis, vaginosis bacterial).

- Koitus

- Anomali janin

- Abnormalitas struktur biokimia kulit ketuban

- Status sosial ekonomi yang rendah

IV. DIAGNOSIS BANDING

- Fistula vesikovaginalis dengan kehamilan

- “Stress incontinentia”

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah : jumlah lekosit, bila lebih 15.000/mm3 mungkin terjadi infeksi

USG : membantu dan menentukan umur kehamilan, letak dan berat janin, letak dan

gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.

VI. PENGELOLAAN

Bergantung pada :

- Umur kehamilan

- Kesejahteraan dan maturitas paru-paru janin

- Presentasi janin

- Ada tidaknya infeksi pada ibu dan atau janin

Page 27: Protap1 (Hal.1 64)

- Ada tidaknya tanda-tanda inpartu

- Cervikal rippeners (untuk kepentingan induksi)

KONSERVATIF

- Rawat rumah sakit

- Jika kulit ketuban pecah > 6 jam, diberikan antibiotika

sesuai Prosedur Pemberian Antibiotika-Khemoterapeutika

Obstetri dan Ginekologi.

- Jika umur kehamilan > 32 – 34 minggu, dirawat selama air

ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar

lagi. Diberikan steroid selama 7 hari untuk memacu.

Kematangan paru-paru janin dan bila memungkinkan

periksa kada lesitin-spingomielin tiap minggu. Bila pada

umur kehamilan 32-34 minggu air ketuban masih keluar,

maka dipertimbangkan untuk dilkaukan terminasi pada

umur kehamilan 35 minggu (bergantung dari kemampuan

perawatan bayi prematur).

AKTIF

- Jika umur kehamilan > 36 minggu, dilakukan induksi

persalinan dan bila gagal dilakukan bedah caesar.

- Pada keadaan disproporsi kepala panggul atau letak lintang

dilakukan bedah Caesar.

- Jika didapatkan tanda infeksi, diberikan antibiotika (sesuai

Prosedur Baku Pemberian Antibiotika – Khemoterapeutika

Obstetri dan Ginekologi) dan kehamilan diakhiri dengan : #

Bedah Caesar, bila skor Bishop < 5 atau pada keadaan

infeksi yang berat. # Induksi persalinan bila skor bishop >

5.

VII. PENYULIT

- Korioamnionitis

- Endometritis pasca persalinan

Page 28: Protap1 (Hal.1 64)

- Sepsis

- Meningkatnya kejadian Abruptio placentae

- Janin : - Prolaps tali pusat

- “Fetal Compression Syndrome”

Abnormalitas wajah (potter), kontraktur ekstremitas, hipoplasia

paru.

- Kematian karena infeksi dan prematuritas.

Page 29: Protap1 (Hal.1 64)

KEHAMILAN LEWAT WAKTU

I. DEFINISI

Kehamilan yang telah berlangsung selama 42 minggu (294 hari) atau lebih, pada

siklus haid teratur rata-rata 28 hari dan hari pertama haid terakhir diketahui dengan

pasti.

II. KRITERIA DIAGNOSTIK

Untuk memastikan diagnosis kehamilan lewat bulan dengan cara :

1. Riwayat haid hari pertama haid terakhri

diketahui dengan pasti.

2. Riwayat pemeriksaan antenatal

3. Pemeriksaan USG

4. Pemeriksaan foto rontgent inti penulangan

5. Pemeriksaan cairan amnion

Rasio lesitin-sfingomielin dengan “thin layer chromatography” atau dengan

“shake/foam test”, aktifitas tromboplastin dalam cairan amnion, sitologi cairan

amnion.

III. DIAGNOSIS BANDING

Kesalahan menentukan umur kehamilan (aterm preterm)

IV. FAKTOR ETIOLOGI

Penyebab terjadinya kehamilan lewat bulan umumnya tidak diketahui secara pasti,

beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab, antara lain :

1. Cacat bawaan anensefalus

2. Defisiensi sulfatase plasenta

3. Pemakaian obat-obatan yang berpengaruh pula sebagai tokolitik anti

prostaglandin; salbutamol, progestin, asam mefenamat dan lain sebagainya.

4. Tidak diketahui penyebabnya.

Page 30: Protap1 (Hal.1 64)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Sitologi vagina : indeks kariopiknotik meningkat (>20%).

2. Foto rontgent : melihat inti penulangan terutama pada os. Kuboid,

proksimal tibia danb agian distal femur.

3. Ultrasonografi : menilai jumlah dan kekeruhan air ketuban, derajat

maturitas plasenta, besarnya janin, keadaan janin.

4. Kardiotokografi : menilai kesejahteraan janin, dengan NST (reaktif atau tidak

reaktif) maupun CST (negatif atau positif).

5. Amnioskopi : warna air ketuban.

6. amniosentesis : pemeriksaan kadar lesitin-sfingomielin (>12 matur).

“shake-foam test” (buih bertahan >15 menit matur).

pemeriksaan aktifitas tromboplastin dalam cairan amnion /

ATCA (<45 detik serotinus), pemeriksaan sitologi

sel dalam cairan amnion yang mengandung lemak

(50%/> aterm)

VI. PENGELOLAAN

1. Rawat dirumah sakit, teliti ulang umur kehamilan, kesejahteraan janin, syarat

dan indikasi kontra persalinan pervaginam. Bila semua baik, selanjutnya

dilakukan induksi persalinan.

2. bila induksi gagal, istirahat 24 jam, periksa ulang kesejahteraan janin, bila

baik induksi ulang, bila kesejahteraan janin jelek diakhiri dengan bedah

Caesar.

3. Bila induksi persalinan kedua gagal dilakukan bedah Caesar.

4. Nilai Bishop digunakan untuk meramalkan keberhasilan induksi persalinan.

5. Pada nilai Bishop >5, induksi persalinan disertai pemecahan kulit ketuban.

6. Bedah Caesar pada kehamilan lewat bulan dipertimbangkan pada :

a. Ada tanda-tanda insufisiensi plasenta.

b. Ada indikasi kontra persalinan pervaginam

c. Indikasi klinis untuk segera mengakhiri persalinan/kehamilan (ibu, anak,

waktu).

Page 31: Protap1 (Hal.1 64)

d. Disertai dengan faktor resiko yang lain, seperti : riwayat obstetri jelek,

riwayat infertilitas, pre-eklampsia/eklampsia, kelainan letak.

INDUKSI PERSALINAN PADA KEHAMILAN LEWAT BULAN

Pengakhiran kehamilan pada kehamilan lewat bulan adalah atas indikasi janin,

karena dikhawatirkan terjadi kemunduran fungsi plasenta. Beberapa langkah yang perlu

diperhatikan untuk mengakhiri kehamilan pada kehamilan lewat bulan adalah :

1. Memastikan diagnosis kehamilan lewat bulan, dengan :

a. Riwayat haid : hari pertama haid terakhir.

b. Riwayat pemeriksaan antenatal

c. Pemeriksaan USG

d. Pemeriksaan foto rontgent

e. Pemeriksaan cairan amnion : rasio lesitin-sfingomielin dengan “thin layer

chromatography” atau dengan “shake-foam test”, aktifitas tromboplastin

dalam cairan amnion, sitologi cairan amnion.

2. Pemeriksaan kesejahteraan janin dan keadaan plasenta dapat dilakukan dengan :

a. KTG : NST dan CST

b. Denyut jantung janin

c. USG : grading plasenta, infark plasenta, keadaan dan jumlah air ketuban.

d. Pemeriksaan kadar estriol darah

e. Pemeriksaan Human Placental Lactogen

3. Skor nilai pelvik menurut Bishop : apakah serviks telah matang (favorable) atau

belum (unfavorable).

Page 32: Protap1 (Hal.1 64)

CURIGA KEHAMILAN LEWAT BULAN

A. Umur kehamilan jelas B. Umur kehamilan tak jelas

NST Pemeriksaan maturasi janin

Reaktif Non-Reaktif

CST

BS>5 BS<5

Negatif Positif

OksitosinDrip/prostaglandin – pecahKK

Oksitosindrip/prostaglandin

Gagal Gagal

Istirahat 24 jam

Ulang A

GagalLahir

Matur Belum matur

Abnormal

E3 2x/mgg

Normal

Bila tak ada CST langsung bedah Caesar

Pertimbangkan untuk Bedah Caesar

Page 33: Protap1 (Hal.1 64)

GESTOSIS

Gestosis, hipertensi dalam kehamilan, Pre-eklamsia, Eklampsia

BATASAN

Pre-eklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat

kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini

dapat timbul sebelum 20 minggu, bila terjadi penyakit trofoblastik.

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas

yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tadi

menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia (kejang-kejang timbul bukan akibat kelainan

neurologik).

Hipertensi kronik adalah adanya hipertensi yang menetap oleh sebab apapun,

yang ditemukan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, atau hipertensi yang

menetap setelah 6 minggu pasca persalinan.

Superimposed pre-eklampsia/eklampsia ialah timbulnya pre-eklampsia atau

eklampsia pada hipertensi kronik.

“Transient Hypertension/ essensial/ gestasional” ialah timbulnya hipertensi dalam

kehamilan pada wanita yang tekanan darah sebelumnya normal dan tidak mempunyai

gejala-gejala hipertensi kronik atau pre-eklampsia ( protein negatip). Gejala ini akan

hilang setelah 10 hari pasca persalinan.

KRITERIA DIAGNOSIS

Pre-eklampsia

Sekelompok penyulit yang timbul pada ibu hamil 20 minggu, atau lebih, bersalin atau

nifas dan ditandai adanya hipertensi, proteinuria dengan/tanpa edema

Pre-eklampsia ringan :

Ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

- Tensi sistolik 140 mmHg atau lebih, atau

- Tensi diastolik 90 mmHg atau lebih, atau

- Kenaikan tensi sistolik 30 mmHg atau lebih, atau

Page 34: Protap1 (Hal.1 64)

- Kenaikan tensi diastolik 15 mmHg atau lebih

- Protein +1

Pre-eklampsia berat :

Bila didapatkan satu atau lebih gejala dibawah ini, pre-eklampsia digolongkan berat :

1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 110 mmHg

atau lebih. Tekanan darah ini tidak menurun, meskipun ibu hamil di Rumah Sakit dan

sudah menjalani rawat berbaring, Proteinuria lebih dari 5 gr/24 jam atau +1 s/d +3

dalam pemeriksaan kualitatif, atau Tensi sistolik 140/ diastolic > 90, dengan protein

> +2 scr kualitatif.

2. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kadar

kreatinin plasma.

3. Gangguan visus dan serebral

4. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen

5. Edema paru-paru dan sianosis

6. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat

7. Adanya “HELLP Syndrome” (Hemolysis, Elevated Liver enzymes, Low Platellet

count).

8. Peningkatan asam urat > 6 mg/dl

DIAGNOSIS BANDING

- Hipertensi menahun

- Kelainan ginjal

- Epilepsi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pre-eklampsia ringan

2. Pre-eklampsia berat/eklampsia

– Darah rutin dan kimia darah (SGOT/PT, ureum/creatinin, GDS)

– Protein urin

– Asam urat

Page 35: Protap1 (Hal.1 64)

KONSULTASI

Bagian saraf

Bagian mata

Bagian penyakit dalam (sub-bagian ginjal dan hipertensi).

PENGELOLAAN

1. Pre-eklampsia ringan : istirahat

a. Rawat jalan / ambulatoar :

– Banyak istirahat

– Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam

– Sedativa ringan (kalau tidak bisa istirahat)

– Aspilet 80 mg untuk kehamilan < 34 minggu dapat dipertimbangkan

– Antioksidan, calcium, asam folat, multivitamin

– Kunjungan ulang tiap 1 minggu.

b. Pre-eklampsia ringan yang dirawat :

- Pada kehamilan preterm (<37 minggu).

Bila tekanan darah mencapai normotensi selama perawatan, persalinannya

ditunggu sampai aterm.

Bila tekanan darah turun, belum mencapai normotensi selama perawatan,

maka kehamilannya dapat diakhiri pada kehamialn >37 minggu.

- Pada kehamilan aterm (>37 minggu).

Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi

persalinan.

- Cara persalinan :

Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu memperingan kala II

dengan bantuan tindakan obstetri.

2. Pre-eklampsia berat/eklampsia : anti hipertensi dan anti kejang

Rawat segera, tentukan jenis perawatan / tindakan.

Page 36: Protap1 (Hal.1 64)

A. Aktif, berarti kehamilan segera diakhiri / diterminasi bersamaan dengan

pemberian pengobatan medisinal.

a. Indikasi :

Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini :

- Ibu :

Kehamilan >37 minggu

Adanya gejala / tanda impending eklampsia

Kegagalan terapi pada perawatan konservatif :

Dalam waktu atau setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan

medisinal terjadi kenaikan tekanan darah.

Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal, gejala-gejala

status quo (tidak ada perbaikan).

- Janin :

Adanya tanda-tanda “fetal distress”

Adanya tanda-tanda IUGR, IUFD

Adanya “HELLP Syndrome”

TBJ lebih dari 2500 gr atau pematangan paru telah optimal

b. Pengobatan medisinal :

- segera masuk rumah sakit

- istirahat berbaring ke satu sisi (kiri).

- Infus Ringer Lactate 500 cc (60-125 cc/jam) atau 20 tts/mnt maintenance..

- Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

- Pemberian obat anti kejang MgSO4.

- Cara pemberian ( syarat terpenuhi, tidak ada kontra indikasi)

INITIAL DOSE

4 gr MgSO4 IV, kemasan 40% ( 10 CC ) diberikan bolus perlahan > 5

menit.

“Maintenance dose”

Diberikan 6 gr IV selama 6- 7 jam ( 20 tts/mnt)

Syarat-syarat pemberian MgSO4.

Page 37: Protap1 (Hal.1 64)

- Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu CaCl2 (kalsium klorida) 10%

dalam 10 cc diberikan IV 3 menit (dalam keadaan siap pakai).

- Refleks patella (+)

- Frekuensi pernafasan > 16 kali/menit

- Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam).

Sulfas magnesikus dihentikan bila :

- Ada tanda-tanda intoksikasi ( nadi < 60 x/ mnt, syarat2 sudah tidak

terpenuhi)

- Setelah 24 jam pasca persalinan

- Dalam 6 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensi).

- Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada :

Edema paru-paru

Payah jantung kongestif

Edema anasarka

- Anti hipertensi diberikan bila :

Tekanan darah tinggi :

- Sistolik > 180 mmHg.

- Diastolik > 100 mmHg.

Obat-obatan anti hipertensi yang diberikan bentuk oral NIPEDIPIN

( maks. 60 mg/hari dosis terbagi, amlodipin, alfa metyldopa) dalam

bentuk suntikan yang tersedia di Indonesia ialah Klonidin. 1 ampul

mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin dilarutkan dalam 10 cc larutan garam

faali atau air untuk suntikan. Disuntikkan mula-mula 5 cc IV perlahan-

lahan selama 5 menit. Tekanan darah diukur 5 menit kemudian, bila

belum ada penurunan, maka diberikan lagi 5 cc IV dalam 5 menit

(sisanya.

Klonidin dapat diberikan tiap 4 jam sampai tekanan darah diastolik

menjadi normotensi. Pilihan lain adalah Khloral Hidrat atau Hidralasin.

- Kardiotonika

Indikasi pemberian kardiotonika ialah bila ada tanda-tanda menjurus payah

jantung. Jenis kardiotonika yang diberikan ialah Digoksin atau Cedilanid D.

Page 38: Protap1 (Hal.1 64)

Perawatan dilakukan bersama dengan bagian penyakit jantung.

- Lain-lain :

Obat-obat antipiretika

Diberikan bila suhu rektal diatas 38,5oC, dapat dibantu dengan pemberian

kompres dingin atau alkohol.

Antibiotika

Diberikan atas indikasi

Anti nyeri

Bila penderita merasa kesakitan/gelisah karena kontraksi rahim, dapat

diberikan Pethidin HCl 50-75 mg sekali saja (selambat-lambatnya 2 jam

sebelum janin lahir).

c. Pengobatan Obstetrik :

Terminasi kehamilan atau pengakhiran kehamilan pada pre-eklampsia ringan,

pre-eklampsia berat ataupun eklampsia tetap mengacu pada Protokol dari

Satgas Gestosis PB POGI.

Selama ini yang dilakukan pada Bagian Obstetri dan Ginekologi RSIA AMC

METRO- LAMPUNG ( RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK –

ANUGERAH MEDICAL CENTRE ) masih dipertimbangkan secara kasus

per kasus. Oleh karena itu dalam rangka menurunkan mortalitas dan morbiditas

ibu dan anak ( MDGs 2015 ) dilakukan :

- Terminasi dengan menggunakan induksi oksitosin dan untuk pematangan

serviks dipertimbangkan pemberian misoprostol 25 mg, diberikan pada

kasus-kasus pre-eklampsia ringan, berat atau eklampsia, dengan syarat :

Bishop Score 5 atau lebih DIRENCANAKAN PERVAGINAM bila

syarat memenuhi.

Pada prematuritas dengan preeclampsia ringan dipertimbangkan

terminasi bila TBJ > 2500 gr, atau pematangan paru optimal

Pada PEB dgn prematuritas terapi medikamentosa gagal disarankan

terminasi,

Pada PEB aterm segera terminasi

Page 39: Protap1 (Hal.1 64)

Pada Eklampsia tanpa memandang usia kehamilan dilakukan terminasi

kehamilan.

Apabila dalam 12 jam tidak masuk ke fase aktif diteruskan dengan Sectio

Caesaria.

- Terminasi dengan Sectio Caesaria, dikerjakan bila :

Bishop Score kurang dari 5

Primigravida atau belum pernah melahirkan pervaginam.

Syarat pervaginam tidak memenuhi

B. Konservatif, berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian

pengobatan medisinal.

a. indikasi :

Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending

eklampsia dengan keadaan janin baik.

b. Pengobatan medisinal :

Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif.

c. Pengobatan obstetrik :

- selama perawatan konservatif, observasi dan evaluasi sama seperti

perawatan aktif.

- Sulfas magnesikus dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda pre-

eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

- Bila telah 24 jam tak ada perbaikan, maka keadaan ini dianggap sebagai

kegagalan pengobatan medisinal dan harus segera diterminasi.

3. Perawatan Eklampsia

A. Pengobatan medisinal

1. Obat anti kejang : MgSO4

a. “Loading Dose” :

- 4 gr MgSO4 40% dalam larutan 10 cc IV selama > 5 menit.

- Disusul 6 gr IV MgSO4 40% dalam RL 20 tts/mnt.

2. Bila kejang lagi maka dapat diberikan MgSO4 2 gr IV selama 3 menit.

Page 40: Protap1 (Hal.1 64)

Sekurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir.

3. Dosis tambahan 2 gr hanya diberikan sekali saja. Bila telah diberi dosis

tambahan masih kejang, maka diberikan Amobarbital 3-5 mg/KgBB/IV pelan-

pelan.

4. Monitoring tanda-tanda keracunan MgSO4.

5. Obat-obat suportif.

Lihat pengobatan suportif pre-eklampsia berat.

6. Perawatan pada serangan kejang :

- Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.

- Masukkan sudip lidah ke mulut penderita.

- Kepala direndahkan, daerah orofarings dihisap.

- Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari

fraktur.

7. Perawatan penderita dengan koma :

- Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan menggunakan

“Glasgow Pittsburgh Coma Scale”

- Pada perawatan koma, perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan

makanan penderita.

- Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin cukup diberikan dalam

bentuk NGT (“nasogastric tube”).

8. Pengobatan obstetri :

Sikap terhadap kehamilan :

- Sikap dasar :

Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang

umur kehamilan dan keadaan janin.

11. Cara terminasi kehamilan sama dengan per-eklampsia berat.

A. Perawatan Rumah Sakit

1. Pre-eklampsia ringan :

Kriteria pre-eklampsia ringan untuk dirawat di rumah sakit :

Page 41: Protap1 (Hal.1 64)

a. Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya

perbaikan dari gejala-gejala pre-eklampsia.

b. Kenaikan berat badan ibu > 1 kg/minggu, selama 2 kali berturut-turut.

c. Timbul salah satu atau lebih gejala / tanda pre-eklampsia berat.

9. Pre-eklampsia berat

10. Eklampsia

PENYULIT

1. Gagal ginjal

2. Gagal jantung

3. Edema paru-paru

4. Kelainan pembekuan darah

5. Perdarahan persalinan dan perdarahan otak

6. Kematian janin

PERSETUJUAN MEDIS

Perlu penjelasan mengenai kondisi kasus dan rencana penatalaksanaan

LAMA PERAWATAN

3 Sampai 5 hari, setelah bebas kejang, sadar penuh dan tekanan darah terkendali

AUTOPSI (bila terjadi kematian)

Bila terjadi kematian sebutkan penyebab langsung

Page 42: Protap1 (Hal.1 64)

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Faktor predisposisiNulipara, usia muda, hiperteni kronikRata-rata tekanan arterial yang tinggiPada pertengahan kehamilanPola tekanan darahProteinuriaPertambahan berat badan yang besar

Kimia darahDarah rutin, hematokritBerat jenis urinElektrolit urinProtein urin

Rawat : Pengawasan ketat sampai keadaan stabilPengamatan tanda-tanda perkembangan penyakitPerhatian pada oliguria, hiperrefleksi, vasospame dan dekompensasio kordis.

Ringan Sedang atau berat Eklampsia

Tirah baringSedasi jika diperlukan

Manifestasi klinik membaik

Rawat jalanManifestasi klinik bertambah jelek

Tirah baringSedasi MgSO4

Manifestasi klinik membaik

AntikonsulvanMgSO4

OksigenAnti hipertensiDigitalis

Kondisi stabil Kondisi stabil atau membaik

Pengamatan ketat tanda-tanda eksaserbasi

Induksi persalinan dalam 6 sampai 12 jam Kondisi stabil

Persalinan pervaginam berhasil Gagal Bedah Caesar

Page 43: Protap1 (Hal.1 64)

RUPTURA UTERI

I. DEFINISI

Robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau

tanpa robeknya peritoneum viserale.

II. KRITERIA DIAGNOSTIK

1. Sakit perut mendadak, kadang kembung

2. Perdarahan pervaginam.

3. Syok yang cenderung tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar, karena

adanya perdarahan intra abdominal.

4. Riwayat penyulit operasi pada rahim, trauma, partus sulit sebelumnya, dan

sebagainya.

5. Kadang-kadang disertai sesak nafas / nafas cuping hidung atau sakit karena

tekanan nafas intra abdominal pada diafragma.

6. Teraba bagian janin langsung di bawah kulit dinding perut, disertai tanda sakit

perut mendadak, denyut jantung janin tak terdengar.

7. Kadang-kadang urin hemoragis.

III. DIAGNOSIS BANDING

Abdomen akutum pada kehamilan lanjut

IV. TEMPAT TINDAKAN

Kamar operasi UGD, IBS.

1. Tindakan umum :

Atasi syok dengan segera, termasuk infus cairan intra vena, pemberian oksige,

oksigen dan ontibiotika (diberikan sebelum dan sesudah operasi).

2. Tindakan khusus : laparotomi

a. Segera cari sumber perdarahan lakukan hemostasis

b. Selanjutnya nilai robekan dinding

c. Robekan compang-camping lakukan histerektomi sub-total

Page 44: Protap1 (Hal.1 64)

d. Robekan disegmen bawah rahim dan tepi luka dapat diperbaiki

lakukan histerorafi.

e. Sarankan tubektomi.

3. Perawatan khusus :

Pengawasan keadaan umum, tensi, nadi, temperatur, frekuensi nafas (P5)

kadar Hb.

4. Posisi tidur :

Biasa atau anti Trendelenberg.

V. KONSULTASI

1. Bagian anestesiologi.

Persiapan laparotomi di UGD dengan bantuan “kamar bersalin”

2. Perawatan khusus

Hb dan hematokrit darah

3. Peralatan khusus

Peralatan laparotomi dan histerektomi.

VI. PENYULIT

1. Sepsis

2. Luka yang luas sampai ke kandung kemih dan vagina

3. Hematom pada daerah parametrium

4. Syok irreversibel.

Page 45: Protap1 (Hal.1 64)

RUPTURA UTERI

Penderita dengan suspek ruptura uteri

Pembedahan uterus sebelumnyaHiperstimulasi oksitosinPartus macet

Trauma abdomenNyeri abdomen akutKolaps sirkulasi

Hematokrit serialStudi koagulasiGolongan darah dan “cross-match” Tekanan vena sentral (CVP)Kateter Swan-Ganz

Tentukan status kardiovaskulerDerajat berat hilangnya darah, perdarahan

aktifPasang jalur intravena

Mulai penggantian volume intravenaMonitor dengan CVP atau kateter Swan-Ganz

Ditemukan insidentil saat SC Evaluasi hemodinamik segera

Hemodinamuk stabil

Normal atau keadaan

Kardiovaskuler terkompensasi

Hemodinamik tak stabilHipotanesi, takikardi,Perfusi jaringan yang jelek

Monitor secara cermat tentukan ukuran dan lokasiRuptura uteri, hematom, perluasan ke lig. Latum, perdarahan aktif

Lakukan kompresi aortaAntefleksi uterusElevasi dan kompresi

Kondisi tetap stabil Kondisi memburukPerdarahan berlarutKondisi berubah tak stabil

Tentukan apakah dilakukan repair atau pengangkatan uterus

Laparotomi eksplorasiLigasi A. uterine/hipogastrika dan ovarika

Debridement dan repair

Histerektomi total atau suprasevikal

Jelaskan kemungkinan resiko untuk kehamilan yang akan datang

Page 46: Protap1 (Hal.1 64)

DISTOSIA

I. BATASAN

EUTOSIA : Adalah partus normal, yaitu partus spontan pervaginam pada

letak belakang kepala tanpa mengalami suatu hambatan.

DISTOSIA : Adalah partus yang tidak normal yang disebabkan oleh kelainan

kekuatan daya pendorong, kelainan jalan lahir dan atau kelainan

pada janin yang dilahirkan.

Distosia terjadi bila ada kelainan satu sama lain atau lebih dari tiga faktor dibawah ini,

dan biasanya ditemukan lebih dari satu faktor.

1. “Power” : Kekuatan pendorong yang terdiri dari kekuatan his dan daya

mengejan.

2. “Passage” : Jalan lahir yang meliputi tulang, jalan lahir lunak dan jalan lahir

keras.

3. “Passenger” : Keadaan janin yang meliputi :

o Letak janin

o Besarnya janin

o Kelainan mekanisme persalinan

o Kelainan bawaan

o Kehamilan ganda

4. Penolong

5. Psikologis

Ad 1 POWER :

1.1 Kelainan his ; Dapat terjadi pada kala I dan kala II

Berupa :

a. His hipotonik (lemah) = inersia uteri

- primer : sejak awal partus his telah lemah

- sekunder : bila semulanya kuat tapi karena terjadi hambatan his jadi lembah

b. His hipertonik

- “Constriction Ring”

Page 47: Protap1 (Hal.1 64)

- Tetania uteri

Penanganan

a. His hipotonik : Perbaikan KU ibu

Penggunaan uterotonika

b. His hipertonik : sedativa, kalau perlu narkose

1.2 Kelainan tenaga mengejan : terjadi pada kala II

Berupa :

- Daya mengejan yang normal

- Daya mengejan yang terlalu kuat sehingga terjadi robekan jalan lahir dan trauma

pada bayi.

Penanganan :

- Pimpinan persalinan yang baik

- Dorongan kristeller

- Ekstraksi vakum / forseps

Ad. 2 PASSAGE

Diagnosis

1. Adanya riwayat persalinan yang jelek : partus lama, anak lahir mati, atau tindakan

operatif.

2. Kepala tinggi dan perut gantung

3. Cacad panggul / kelainan cara berjalan

4. Pemeriksaan ukuran panggul dalam saat kehamilan 36 minggu pada :

- Primi para

- Wanita yang belum pernah melahirkan bayi hidup > 2,500 gram

5. Pelvimetri radiologi

6. Pemeriksaan ambang janin panggul : test Osborne, Muller Munro-Kerr.

7. Evaluasi dengan kurva Friedman / partogram.

Penanganan :

Page 48: Protap1 (Hal.1 64)

1. Dalam keadaan “borderline” / meragukan dapat dilakukan partus percobaan :

“trial and test of labour”.

2. Bila panggul sempit mutlak atau ada kelainan letak dilakukan bedah Caesar.

Ad. 3 PASSENGER

3.1 Distosia karena kelainan letak janin

Misalnya :

- letak sungsang

- letak lintang

- letak defleksi (puncak, dahi, muka)

- presentasi ganda :

o kepala dan tangan / lengan

o kepala dan kaki (jarang)

o bokong dan tangan / lengan (jarang)

3.2 Distosia karena kelainan besarnya janin

bila berat janin > 4,000 gram

dapat berakibat : partus lama/macet

distosia bahu

penanganannya : menekan supra simfisis “cock screw manouver” melahirkan bahu

belakang dan lain-lain.

3.3 Distosia karena kelainan letak janin

Misalnya :

- “Deep Transverse Arrest”, tidak terjadi putar paksi dalam sehingga UUK

melintang dan terjadi kemacetan.

- “Positio Occipitalis Posterior Persistent” bila oksiput terputar ke belakang

sehingga macet.

3.4 Distosia karena kelainan bawaan janin

Misalnya :

Page 49: Protap1 (Hal.1 64)

- Hidrosefalus

- Anensefalus

- Kembar siam

- Tumor abdomen

3.5 Distosia karena kehamilan ganda

II. PENGELOLAAN

Dibicarakan dalam bab tersendiri.

Page 50: Protap1 (Hal.1 64)

PENGELOLAAN PERDARAHAN PASCA SALIN ( P3S )

I. DEFINISI

Perdarahan pasca salin adalah perdarahan setelah anak lahir melebihi 500 cc.

II. PENYEBAB : 4 T

1. TONUS ( Atonia uteri )

2. TISSUE ( Plasenta / sisa plasenta )

3. TRAUMA ( Perlukaan jalan lahir )

4. THROMBIN ( Kelainan pembekuan darah )

III. DIAGNOSIS :

Penderita tampak pucat, nadi dan pernafasan menjadi lebih cepat disertai

penurunan tekanan darah. Biasanya gejala terjadi apabila jumlah kehilangan

darah mencapai 20% dan jika perdarahan berlangsung terus dapat menjadi syok.

Diagnosis perdarahan pasca persalinan mudah diketahui apabila pada setiap

persalinan mengukur jumlah darah yang keluar setelah persalinan (Kala III )

dalam 2 – 6 jam.

IV. PENGELOLAAN :

Tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan, yaitu :

1. Menghentikan perdarahan

2. Mencegah / mengatasi syok

3. Mengganti darah yang kurang

Menghentikan perdarahan :

Cara mengetahui penyebab perdarahan dengan melakukan pemeriksaan yang

meliputi :

- Palpasi : kontraksi uterus, tinggi fundus uteri

- Periksa plasenta : jumlah kotiledon, plasenta suksenturiata

- Eksplorasi jalan lahir dan kavum uteri : lacerasi, rupture/ robekan

Page 51: Protap1 (Hal.1 64)

- Inspekulo : luka vagina, serviks, varises yang pecah

- Laboratorik : Hb, kelainan pembekuan darah

Mencegah / mengatasi syok :

Segera diberikan cairan / darah perinfus dengan cepat. Tindakan selanjutnya

sesuai dengan penyebab perdarahan.

Pengelolaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri.

Tindakan yang segera dilakukan adalah :

1. Pemasangan infus NaCl 0,9% dengan tetesan cepat / guyur.

Setelah masuk 500 ml evaluasi tensi nadi dan bila perlu dilanjutkan dengan

botol kedua, bila memungkinkan usahakan darah untuk transfusi.

2. Melakukan “massage” uterus dan pemberian uterotonika : metil ergometrin

maleat 0,2 mg iv (boleh diulang bila diperlukan) dan oksitosin 5 unit per drip

ATAU MISOPROSTOL 400 – 800 mg

3. SINGKIRKAN dan ATASI MASALAH 3 T (TISUE, TRAUMA,

THROMBIN)

4. Bila MASALAH TONUS penyebabnya Lakukan kompresi bimanual interna

dan eksterna (KBE/KBI) selama kurang lebih 15 menit.

5. Bila tindakan diatas gagal menghentikan perdarahan, lanjutkan CONDOM

BALON BAKREY, Pemasangan gurita untuk menekan fundus uteri.

6. Jika semua tindakan diatas gagal, jalan terakhir adalah operasi

KONSERVATIF ATAU HISTEREKTOMI.

Pengelolaan perdarahan pasca persalinan karena plasenta / sisa plasenta :

1. Apabila plasenta belum lahir dan perdarahan terjadi sebaiknya lahirkan

plasenta dengan segera, kalau perlu lahirkan dengan manual dengan aseptik

yang baik. Pengeluaran ini dibarengi dengan “massage” : uterus dari luar,

pemberian uterotonika.

2. Apabila perdarahan yang terjadi oleh karena sisa plasenta, sedapat-dapatnya

dilakukan pengeluaran sisa plasenta secara digital sebanyak-banyaknya,

dibarengi dengan pemberian uterotonika. Bila perlu dilakukan kuretase

Page 52: Protap1 (Hal.1 64)

dengan sendok kuret yang besar. Apabila penyebabnya plasenta akreta,

tindakan yang terbaik dapat diatasi dengan jahitan.

Pengelolaan perdarahan pasca persalinan karena kelainan pembekuan darah,

apabila ada persangkaan gangguan pembekuan darah, periksa test koagulasi,

selanjutnya perlu penanganan bersama ahli hematologi.

Page 53: Protap1 (Hal.1 64)

BEDAH CAESAR, HISTEREKTOMI CAESAREAN

DAN HISTEROTOMI

Definisi :

Bedah Caesar adalah pembedahan untuk melahirkan janin melalui dinding perut

dan dinding uterus.

Jenis :

1. Bedah Caesar klasik/korporal

2. Bedah Caesar transperitoneal profunda

3. Bedah Caesar ekstraperitoneal

4. Histerektomi Caesarean (Caesarean hyseterectomy)

Indikasi :

A. Indikasi Ibu :

1. Panggul sempit

2. Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi

3. Stenosis serviks uteri atau vagina

4. Plasenta previa

5. Disproporsi janin-panggul

6. Ruptura uteri membakat

7. Partus tak maju

8. Incoordinate uterine action

B. Indikasi janin :

1. Kelainan letak :

a. Letak lintang

b. Letak sungsang (janin besar, kepala defleksi)

c. Letak dahi dan letak muka dengan dagu di belakang

d. Presentasi ganda

e. Kelainan letak pada gemelli anak pertama

2. Gawat Janin

Page 54: Protap1 (Hal.1 64)

Indikasi kontra (relatif) :

1. Infeksi intrauterin

2. Janin mati

3. Syok/anemia berat yang belum teratasi

4. Kelainan kongenital berat

Teknik pelaksanaan :

1. Bedah Caesar Klasik/Korporal

a. Buat insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus uteri di

atas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai sepanjang

kurang lebih 12 cm. Saat menggunting, lindungi janin dengan 2 jari operator.

b. Setelah kavum uteri terbuka, kuit ketuban dipecah. Janin dilahirkand enga

nmeluncurkan kepala janin ke luar melalui irisan tersebut.

c. Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat diklem (2 tempat) dan dipotong

diantaranya.

d. Plasenta dilahirkan secar manual, kemudian segera disuntikkan uterotonika ke

dalam miometrium dan intravena.

e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :

- Lapisan I : Miomterium tepat di ats endometrium dijahit secara silang

dengan menggunakan benang chromic catgut no. 1 atau 2.

- Lapisan II : Lapisan miometrium di atasnya dijahit secara kasur

horizontal (Lambert) dengan benang yang sama.

- Lapisan III : dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit

secara jelujur menggunakan benang plain catgut no. 1 dan 2

f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air

ketuban.

g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

2. Bedah Caesar Transperitoneal profunda

a. Plika vesiko-uterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,

kemudian secara tumpul disisihkan ke arah bawah dan samping.

Page 55: Protap1 (Hal.1 64)

b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1

cm dibawah irisan plika vesik-uterina. Irisan kemudian perlebar dengan gunting

sampai kurang lebih sepanjang 12 cm. Saat menggunting lindungi janin dengan 2

jari operator.

c. Setelah kavum uteri terbuka, kuit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan

cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut

d. Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya

e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya, tali pusat diklem (2 tempat) dan dipotong

diantaranya.

f. Plasenta dilahirkan secara manual, kemudian segera disuntikkan uterotonika ke

dalam miometrium dan intravena.

g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :

- Lapisan I : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang

dengan menggunakan benang chromic catgut no. 1 atau

2.

- Lapisan II : lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal

(Lambert) dengan benang yang sama.

- Lapisan III : peritoneum plika vesiko-uterina dijahit secara jelujur

menggunakan benang plain catgut no. 0 atau 1

h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air

ketuban.

i. Dinding abdomen dijahti lapis demi lapis.

3. Bedah Caesar ekstraperitoneal

a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudian digeser

ke kranial agar terbebas dari dinding kranial vesika urinaria.

b. Segmen bawah rahim diiris melintang sepertri pada bedah Caesar transperitoneal

profunda, demikian jgau cara menutupnya.

Bedah caesar ekstraperitoneal ini terutama dilakukan pada kasus infeksi intra-

uterin tetapi sekarang sudah sangat jarang dilakukan sehubungan dengan makin

efektifnya antibiotika yang kita gunakan.

Page 56: Protap1 (Hal.1 64)

4. Histerektomi Caesarean

a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/korporal demikian juga

cara melahirkan janinnya.

b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikand engan menggunakan

klem secukupnya.

c. Kedua adneksa dan ligamen rotunda dilepaskan dari uterus.

d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju korpus uteri diklem (2) pada tepi

segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan di atas kedua klem tersebut.

e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada

tunggul serviks uteri diatasi.

f. Jahit cabang arteria uterina yagn diklem dengan menggunakan benang sutera no.

2.

g. Tunggu serviks uteri ditutup dengna jahitan (menggunakan chromic catgut no. 1

atau 2) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptik.

h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tungguk serviks uteri.

i. Dilakukan reperitonealisasi serta eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.

j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

HISTEROTOMI

Definisi :

Suatu pembedahan untuk melahirkan isi uterus melalui dinding perut dan dinding

uterus tanpa mengharapkan hasil konsepsi hidup.

Indikasi :

A. Indikasi ibu :

1. Dekompensasio kordis

2. Hipertensi essensial yang berat

3. Penyakit ginjal menahun dengan kemunduran fungsi ginjal

4. Psikosis yang berat

5. Mola hidatidosa.

Page 57: Protap1 (Hal.1 64)

B. Indikasi janin :

1. Cacat bawaan yang berat

2. Janin mati

Teknik pelaksanaan :

Tentukan apakah sudah terbentuk segmen bawah rahim. Bila sudah, maka

dilakukan tindakan seperti teknik beda Caesar tranperitoneal profunda, sedang bila

segmen bawah rahim belum terbentuk maka dilakukan tindakan seperti bedah Caesar

klasik.

Catatan :

Pertimbangkan ketentuan Undang-undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992

untuk indikasinya.

Page 58: Protap1 (Hal.1 64)

KEHAMILAN GANDA

Frekuensi 1 : 89 tergantung ; bangsa, rasa, paritas dan umur

Jenis :

- Monozygote

Melalui pembelahan sel yang kemudian tumbuh dan berkembang menjadi 2 individu;

Jika pembelahan sempurna monozygot sempurna

Jika pembelahan tak sempurna double monster/kembar siam

Sifat-sifat monozygot normal :

Jenis kelamin sama

Sidik jari sama

Golongan darah sama

- Dizygote

Berasal dari 2 telur dan 2 sperma yang berbeda yang kemudian tumbuh dan

berkembang, mempunyai sifat/ciri :

Jenis kelamin sama/berbeda

Rupa seperti kakak beradik

Mempunyai 2 amnion dan 3 korion

Plasenta bisa 2 atau hanya 1

Menurut terjadinya :

1. Superfekundasi

Pembuahan 2 sel telur yang dikeluarkan saat ovulasi yang sama pada waktu koitus

yang dilakukan dalam jarak waktu singkat. Keadaan ini sukar dibedakan dengan

hamil kembar dizygotik.

2. Superfetasi

Kehamilan yang terjadi beberapa minggu/bulan setelah kehamilan pertama terjadi.

Bila hal ini terjadi dimasukkan dalam golongan kuda, karena tak ada pada manusia.

Page 59: Protap1 (Hal.1 64)

Etiologi :

- Pembelahan sel (superfetasi dan superfekundasi)

- Obat-obatan; clomiphene.

Pertumbuhan janin :

Pada gemelli pertumbuhan janin intra uterina sama dengan kehamilan tunggal

sampai dengan umur kehamilan <30 minggu. Setelah itu pertumbuhan akan berbeda

secara bermakna. Umumnya bayi I lebih berat dibandingkan dengan bayi II, rata-rata :

- BB < 2,500 gram (gemelli)

- BB < 2,000 gram (triplet)

- BB < 1,500 gram (quadriplet)

Perbedaan BB ini karena :

- Satu plasenta tumbuh lebih baik daripada yang lain

- Anastomosis pembuluh darah

- Insersi tali pusat yang berbeda.

Jenis kelamin perempuan lebih banyak ditemukan daripada laki-laki.

Pada kehamilan monozygotik sering terjadi kelainan bawaan/cacat kongenital, bahkan

sering terjadi monster.

Gejala adanya gemelli :

- Dinding perut tegang, mengkilat

- Tinggi fundus uteri meningkat

- Bagian-bagina janin teraba, 2 kepala, 2 badan dan banyak bagian kecil.

Diagnosis :

a. Anamnesis :

Riwayat keluarga baik dari ibu maupun bapak, minum obat-obatan (klomifen),

pertumbuhan uterus lebih cepat.

b. Palpasi :

- Besar uterus lebih daripada umur kehamilan.

- Pertumbuhan uterus sangat cepat

- Berat badan ibu naik lebih cepat

- Bagian-bagian kecil terasa gerakan lebih banyak

Page 60: Protap1 (Hal.1 64)

- Adanya 3 bagian besar janin

- Teraba adanya 2 balottement

c. Diagnosis pasti ;

- 2 kepala, 2 bokong, 2 punggung, 2 denyut jantung janin (2 punktum

maksimum dengan perbedaan > 2).

- Sonografi

- Radiografi

Mengingat gemelli ditemukan pada umur kehamilan 30 minggu, maka sebaiknya

hamil muda dilakukan USG.

Komplikasi yang sering ditemukan :

- Abortus

- Kematian perinatal meningkat (BBLR, prematuritas).

Terjadi persalinan 35 minggu oleh karena :

Kontraksi lebih awal

Serviks lebih lembut

KPD

- Anemia pada ibu

Karena kebutuhan zat besi meningkat, di RSDK ditemukan 80%.

- Hidramnion

Dapat menyebabkan partus prematurus, inersia dan perdarahan post partum

karena atonia uteri.

- EPH Gestosis

Kejadian 20% di RSDK sebesar 27%.

- Plasenta previa

Terjadi pada 2% kasus

Plasenta menjadi lebih besar dan lebih luas

- Perdarahan post partum.

Pengelolaan kehamilan ganda :

- Diet banyak dengan tambahan 300 kalori dibandingkan dengan

wanita tidak hamil.

Page 61: Protap1 (Hal.1 64)

- ANC teratur

- Banyak istirahat

- Tambahan zat besi (60-100 mg/hari), asam folat (400 - 800 mcg/hari).

- Tambahan protein

Pencegahan persalinan prematur :

Istirahat berbaring

Pemberian -mimetik

Sirklase serviks

Pemberian progesteron.

Pengelolaan persalinan kehamilan ganda :

Tenaga terlatih (RS)

Obat-obatan cukup

Dilakukan episiotomi

Persiapan operasi

Infus line

Tergantung letak janin :

- Letak kepala – letak kepala : dapat dilahirkan per-vaginam

- Letak lintang – letak lintang : bedah Caesar.

Komplikasi sewaktu persalinan :

- Inersia uteri

- Kelainan presentasi

- Tali pusat menumbung

- Ketuban pecah dini

- Collision : keduanya masuk dalam rongga panggul bersamaan

- Inter-locking : saling mengunci

- Impacting

- Compacting.

Page 62: Protap1 (Hal.1 64)

Prognosis :

Morbiditas dan mortalitas ibu meningkat, demikian juga kejadian anemia,

eklampsia, perdarahan. Kematian perinatal juga meningkat disebabkan sering terjadinya ;

prolapsus funikuli, letak lintang, prematuritas, tindakan obstetri.

Page 63: Protap1 (Hal.1 64)

JALUR ADMINISTRASI PENDERITA

RISIKO TINGGI DI RSIA AMC METRO- LAMPUNG

PENDERITA RISIKO TINGGI

LOKET

LOKET CM

POLIKLINIK

Pemeriksaan Fisik - Pemeriksaan laboratorium- Konsultasi antar bagian

Penderita diantar ke ruang inap

Ke loket pendaftaranDapat CM rawat inap

diruangan

- Pemeriksaan fisik lengkap- Konsultasi antar bagian

yang diperlukan

- melengkapi pemeriksaan laboratorium

- pemeriksaan penunjang yang diperlukan

TINDAKAN

Kamar bersalin Operasi elektif

Ruang perawatanRuang post partum, Ruang intensif / Pasca operasi

Administrasi Pembayaran

PULANG

Page 64: Protap1 (Hal.1 64)

PEMERIKSAAN DALAM VAGINA DI BIDANG OBSTETRI

Definisi :

Periksa Dalam Vagina (PDV) adalah pemeriksaan raba dengan memasukkan jari

(pada umumnya jari telunjuk dan jari tengah) ke dalam vagina guna mengetahui keadaan

kehamilan maupun persalinan.

Indikasi :

I. Dalam kehamilan :

A. Umum : yaitu apabila dengan pemeriksaan luar

tidak didapatkan jelas

B. Khusus :

1. Kehamilan muda

2. Kemungkinan adanya kelainan jalan lahir :

a. Riwayat obstetri jelek yang menunjukkan kemungkinan panggul

sempit, misalnya : lahir mati, riwayat bedah Caesar, dan lain-lain.

b. Letak janin tidak jelas

c. Primigravida hamil 36 minggu kepala janin belum masuk PAP.

II. Dalam persalinan

A. Umum : yaitu apabila dalam pemeriksaan luar tidak

didapatkan hasil

yang jelas.

B. Khusus :

1. Bila persalinan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

2. Bila akan melakukan tindakan

3. Kulit ketuban pecah, tetapi bagian bawah janin belum masuk PAP

4. Kemajuan persalinan, bila dibandingkan dengan partograf/kurve Friedman,

telah berada di luar batas normal.

5. Indikasi sosial

Syarat :

Page 65: Protap1 (Hal.1 64)

PDV harus dilakukan dengan cara yang aseptik, yaitu : desinfeksi daerah vulva

dan vagina dengan kapas sublimat/desinfektan dan pemeriksa memakai sarung

tangan steril.

Page 66: Protap1 (Hal.1 64)

Indikasi kontra (relatif) :

1. Adanya infeksi pada daerah vulva

2. Kecurigaan adanya Plasenta Previa

Komplikasi yang dapat terjadi :

1. Infeksi

2. Trauma

3. Perasaan nyeri

Penilaian PDV :

1. Umum :

a. Vulva dan uretra

b. Vagina : supel atau tidak, striktura, tumor dan lain-lain.

c. Otot antara vagina sekitarnya (vesika urinaria dan rektum)

d. Serviks uteri : konsistensi, posisi, penipisan, pembukaan, raba kulit ketuban

(positif dan negatif, menonjol atau tidak).

e. Presentasi janin dan penurunannya (bidang Hodge atau station)

f. Titik penunjuk (point of direction)

g. Vesika urinaria dan rektum : kosong atau terisi, adanya massa, dan lain-lain.

2. Panggul, dinilai ukuran dan bentuk :

Ukuran Panggul Dalam disebut normal (ginekoid tak sempit), bila :

a. Pintu Atas Panggul (PAP) :

- Promontorium tidak teraba

- Linea inominata teraba kurang dari setengah lingkaran

b. Pintu Tengah Panggul (PTP) :

- Spina iskhiadika tidak menonjol

- Kelengkungan sakrum cukup

- Dinding samping pelvis sejajar

c. Pintu Bawah Panggul (PBP) :

- Arkus pubis lebih dari 90o

- Mobilitas tulang koksigius cukup

Page 67: Protap1 (Hal.1 64)

3. Penurunan janin :

a. Bidang Hodge :

- Bidang Hodge I : yaitu bidang yang melalui PAP (terbentuk pada

lingkaran PAP dengan tepi atas simfisis dan

promontorium).

- Bidang Hodge II : yaitu bidang sejajar dengan bidang Hodge I,

terletak setinggi tepi bawah simfisis.

- Bidang Hodge III : yaitu bidang sejajar dengan bidang Hodge I dan II,

terletak setinggi spina iskhiadika.

- Bidang Hodge IV : yaitu bidang sejajar dengan bidang Hodge I, II dan

III, terletak setinggi tulang koksigius.

b. Stasion (pelvic station) :

- Stasion 0, yaitu bidang setinggi spina iskhiadika

- Bidang-bidang di atas stasion 0 :

Stasion –1 : 1 cm diatas stasion 0

Stasion –2 : 2 cm diatas stasion 0

Stasion –3 : 3 cm diatas stasion 0

Stasion –4 : 4 cm diatas stasion 0

Stasion –5 : 5 cm diatas stasion 0

Catatan :

Jarak antara spina iskhiadika dengan PAP biasanya 5 cm (=Hodge I). Bila bagian

bawah janin lebih tinggi dari bidang ini disebut masih mengambang (floating).

- Bidang-bidang dibawah stasion 0 :

Stasion +1 : 1 cm diatas stasion 0

Stasion +2 : 2 cm diatas stasion 0

Stasion +3 : 3 cm diatas stasion 0

Catatan :

Bila bagian bawah janin berada pada stasion +3 berarti sudah berada pada bidang

Hodge IV atau dasar panggul.

Untuk mengetahui lebih jelas tentang Hodge dan stasion dapat dilihat pada gambar 1 dan

2 dibawah ini :

Page 68: Protap1 (Hal.1 64)

VERSI LUAR

Definsi :

Versi luar adalah tindakan obstetri untuk mengubah letak janin dalam uterus

(presentasi janin) melalui dinding perut ibu.

Tujuan :

Versi luar bertujuan untuk memperbaiki prognosis kehamilan maupun persalinan.

Sebagai contoh misalnya letak sungsang pada kehamilan menyebabkan tingginya angka

kejadian ketuban pecah dini dan prematuritas, sedangkan pada saat persalinan ibu dan

anak mempunyaki prognosis kurang baik.

Indikasi :

Indikasi versi luar pada kehamilan dan persalinan adalah :

1. Letak sungsang

2. Letak lintang

Syarat :

1. Umum : tidak boleh dilakukan dengan paksaan

2. Khusus :

a. Pada kehamilan :

- Umur kehamilan lebih dari 8 bulan (pada primigravida 34-36 minggu,

sedangkan pada multigravida 36-38 minggu).

- Air ketuban cukup (tidak hidramnion atau oligohidramnion).

b. Pada persalinan :

- Air ketuban cukup

- Pembukaan kurang atau sama dengan 3 cm, atau pembukaan lengkap.

Indikasi kontra :

1. Terdapat Disproporsi Janin Panggul

2. Bagian Bawah janin sudah masuk ke dalam panggul, sehingga tidak dapat didorong

lagi ke atas.

Page 69: Protap1 (Hal.1 64)

3. Gawat janin

4. Bekas bedah Caesar atau perlukaan dinding rahim

5. Hipertensi

6. Plasenta previa

7. Solusion plasentae

8. Di dalam rahim terdapat lebih dari satu janin (kehamilan ganda).

Komplikasi yang dapat terjadi :

1. Solusion plasentae

2. Lilitan tali pusat

3. Kulit ketuban pecah

4. Prolapsus tali pusat

5. Robekan rahim (ruptura uteri)

6. Darah anak masuk ke dalam sirkulasi ibu.

Teknik pelaksanaan :

1. Kandung kemih dan rektum dalam keadaan kosong

2. Penderita tidur terlentang dengan lutut dalam keadaan fleksi ringan

3. Kedua tangan pemeriksa hendaknya cukup hangat dan tidak berkeringat agar tidak

merangsang dinding perut ibu.

4. Kedua tangan pemeriksa memegang kepala dan bokong janin sedemikian rupa

sehingga keempat jari terletak pada satu sisi dan ibu ajri pada sisi yang lain.

Kemudian janin diputar dengan arah putaran yang paling mudah adalah sesuai dengna

jarak terdekat kepala dengan PAP serta dengan tetap mempertahankan sikap fleksi

kepala janin.

Bila versi luar bertujuan untuk mengubah letak janin menjadi letak sungsang, maka

arah putaran seperti tersebut diatas disesuaikan dengan posisi bokong janin dengan

PAP dan mendengarkan denyut jantung janin.

5. Setelah versi luar berhasil, kepala/bokong janin difiksasi selama beberapa menit di

atas PAP.

Page 70: Protap1 (Hal.1 64)

6. Bila terjadi komplikasi, maka diambil tindakan sesuai dengna komplikasi yang terjadi

tersebut (misalnya : solusio plasentae, ruptura uteri, dan lain-lain).

Page 71: Protap1 (Hal.1 64)

INDUKSI PERSALINAN

Definisi :

Induksi persalinan adalah upaya guna merangsang uterus mulai mengadakan

persalinan.

Induksi persalinan dapat dilakukan dengan cara :

A. Medisinal :

1. Infus oksitosin

2. Prostaglandin

B. Operatif :

1. Amniotomi

2. Melepas kulit ketuban dari dinding uterus (stripping of the membrane).

3. Lain-lain : Bougie Krause, Metreurynter, kateter Foley dan batang laminaria).

Indikasi :

1. Kehamilan lewat bulan (serotinus, post-term).

2. Kulit ketuban pecah dini

3. Janin mati (intrauterine fetal death).

4. Kehamilan dengan hipertensi

5. Kehamilan dengan Diabetes mellitus.

6. Solusio plasentae.

Indikasi relatif :

7. Kelainan kongenital

8. Makrosomia

9. Janin kecil (small for gestational age).

10. Hidramnion

11. Insufisiensi plasenta

12. Malposisi/malpresentasi janin

Page 72: Protap1 (Hal.1 64)

Syarat (relatif) :

Serviks matang (skor Bishop>5) :

Deskripsi 0 1 2 3Pembukaan serviks (cm) 0 1-2 3-4 5-6Penipisan (effacement) 0-30% 40-50% 60-70% 80%Penurunan kepala (stasion) -3 -2 -1 +1-+2Konsistensi serviks Keras Sedang LunakPosisi serviks Posterior Medial Anterior Skor Bishop total = jumlah keseluruhan skor

Prosedur :

A. Medisinal :

1. Infus oksitosin :

a. Ibu dipersiapkan untuk bersalin. WHO tidak menganjurkan mencukur rambut

pubis menjelang persalinan.

b. Pelaksanaan infus oksitosin sebaiknya dimulai pada pagi dini hari.

c. Pengawasan induksi harus dilaksanakan dengan cermat, terutama mengawasi

akan kemungkinan terjadinya ruptura uteri dan gawat janin.

d. Cairan yang dipergunakan umumnya dekstrose 5%. Masukkan oksitosin 5 U

ke dalam 500 ml cairan tersebut dan dialirkan mulai 8 tetes/menit sd his

adequat.

e. Percepat tetesan infus dengan 4 tetes/15 menit (untuk evaluasi timbulnya

kontraksi uterus) sampai timbul his yang adekuat. Umumnya maksimum

tetesan adalah 40 tetes/menit.

f. Bila his timbul secara teratur dan adekuat, tetesan oksitosin dipertahankan

tetapi bila terjadi his yang sangat kuat, jumlah tetesan dikurangi atau

sementara dihentikan. His yang terlalu kuat juga menyebabkan emboli air

ketuban serta tetania uteri.

g. Infus oksitosin hendaknya dipertahankan sampai persalinan selesai, yaitu

sampai 2 - 6 jam setelah lahir plasenta.

h. Evaluasi pembukaan serviks dilakukan dengan periksa dalam vagina. Bila

persalinan telah berlangsung dengan his adekuat, tetesan oksitosin

dipertahankan sampai pembukaan lengkap. Pada keadaan ini periksa dalam

vagina dilakukans sesuai dengan indikasi yang ada.

Page 73: Protap1 (Hal.1 64)

i. Infus oksitosin dihentika bila ibu nampak kelelahan atau bila dengan 2 botol

infus tidak memberikan respon induksi.

j. Bila selama pemberian infus oksitosin terjadi penyulit/komplikasi, baik pada

ibu maupun janin, maka infus oksitosin harus segera dihentikan dan

kehamilan atau persalinan dikelola sesuai dengan penyulit/komplikasi yang

terjadi.

2. Prostaglandin :

Macam prostaglandin yang spesifik merangsang otot rahim adalah PgE2 dan

PgF2.

Untuk keperluan induksi persalinan, prostaglandin dapat diberikan secara

peroral/ sublingual, intra vaginal/rektal. Induksi persalinan pada kehamilan

genap bulan dengan pemberian prostaglandin umumnya cukup efektif. Kerugian

pemberian prostaglandin ini adalah kesukaran dalam mengendalikan dosis yang

dapat menimbulkan his (lain halnya dengan pemberian infus oksitosin).

Sedangkan efek samping yang dapat terjadi adalah mual, muntah, diare dan

hipertensi.

Prostaglandin yang sering dipergunakan adalah tablet vagina PgE2 dosis 25 mcg.

Cara pemberiannya yaitu tablet vagina ditaruh pada forniks posterior vagina. 6

jam kemudian bila persalinan belum berjalan seperti yang diharapkan, maka

diberi lagi tablet vagina kedua.

Indikasi kontra pemberian prostaglandin sama seperti indikasi kontra induksi

persalinan pada umumnya ditambah dengan asma bronkhiale dan allergi.

B. Operatif :

1. Amniotomi :

Amniotomi adalah tindakan mengeluarkan air ketuban dengan cara memecah

kulit ketuban. Pemecahan kulit ketuban dapat dilakukan pada fore water (dengan

setengah kocher) atau pada hind water (dengan kateter Drewsmith). Pada

umumnya amniotomi dikombinasikan dengan cara medisinal seperti tersebut

diatas.

Page 74: Protap1 (Hal.1 64)

Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan Amniotomi ini adalah :

a. Infeksi intrauterin

b. Prolaps tali pusat

c. Gawat janin

d. Solusio plasentae.

e. Emboli air ketuban.

Komplikasi tersebut dapat dihindari/dicegah dengan memperhatikan teknik

asepsi, yaitu dengan menggunakan peralatan yang steril serta sebaiknya dilakukan

bila kepala sudah masuk panggul.

2. Melepas kulit ketuban dari dinding uterus :

Maksud dari tindakan melepas kulit ketuban ini adalah agar segmen bawah rahim

lebih mudah tertarik oleh kontraksi korpus uteri (segmen atas rahim) dan

melepaskan prostaglandin yang diharapkan akan memacu dinding uterus.

Tindakan ini dilakukan dengan cara memasukkan 1 atau 2 ujung jari di antara

kulit ketuban dengan segmen bawah rahim. Keberhasilan tindakan ini sangat

kecil, sedangkan komplikasi yang bisa terjadi adalah infeksi, kulit ketuban pecah

dan perdarahan serviks uteri.

3. Bougie Krause :

Bougie Krause berbentuk seperti spatula dan penggunaannya dengan cara

dimasukkan diantara dinding rahim dan kulit ketuban. Cara ini sudah jarang

dilakukan.

4. Metreurynter, kateter Foley dan batang laminaria :

Peralatan ini terutama berguna untuk melebarkan kanalis servisis uteri.

Umumnya dilakukan untuk induksi pada kehamilan trimester II.

Page 75: Protap1 (Hal.1 64)

PARTOGRAM

Partogram adalah alat bantu berupa grafik yang terutama mempertegas garis

kemajuan persalinan menurut kurve Friedman. Dengan demikian sebenarnya partogram

merupakan alat petunjuk peringatan bahwa persalinan sebaiknya dirujuk (garis waspada)

dan memerlukan pengamatan dan tindakan khusus (garis tindakan).

WHO memberikan rekomendasi tentang penggunaan partogram ini sebagai berikut :

1. Partogram hanya dipergunakan pada pengawasan persalinan dengan janin letak

kepala.

2. Apabila kemajuan persalinan melewati garis waspada, maka hendaknya proses

persalinan dievaluasi kembali.

3. Jika kemajuan persalinan melintasi garis tindakan, maka ibu harus dirujuk atau

evaluasi proses persalinan ditingkatkan maupun sampai proses persalinan diakhiri

(sesuai dengan indikasinya).

Page 76: Protap1 (Hal.1 64)

GAWAT JANIN

Definisi :

Gawat janin adalah janin dalam keadaan gawat sehingga memerlukan tindakan

darurat untuk menyelamatkannya. Dalam ilmu fantom yang dimaksud dengan gawat

janin adalah gawat janin yang akut.

Tanda-tanda :

Disebut gawat janin, yaitu bila didapatkan satu atau lebih tanda seperti tersebut

dibawah ini :

1. Denyut jantung janin menjadi tidak teratur

2. Denyut jantung janin yang menjadi terlalu lambat (frekuensi kurang dari 120

X/menit).

3. Denyut jantung janin yang menjadi terlalu cepat (frekuensi lebih dari 180 X/menit).

4. Terjadi pengeluaran mekonium pada janin bukan letak sungsang (misalnya letak

kepala atau lintang).

5. pH darah janin kurang atau sama dengan 7.2

6. Terjadi deselerasi lambat (pada penggunaan monitor kardiotokograf intrapartum baik

yang langsung maupun tidak langsung).

Yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

Penentuan denyut jantung janin harus dilakukan saat tidak ada his (pada pemantauan

secara manual).

Walaupun gawat janin merupakan petunjuk/indikasi untuk segera mengakhiri

persalinan, tetapi sebaiknya tetap harus dicari penyebab perubahan akut yang terjadi

pada janin sambil memberikan oksigen dan menempatkan ibu berbaring miring ke

kiri.

Page 77: Protap1 (Hal.1 64)

ANESTESI PADA PERSALINAN BUATAN

Tindakan anestesi umum atau analgesi regional sering diperlulkan pada persalinan

buatan, yaitu misalnya pada :

1. Persalinan sungsang yang perlu dibantu

2. Ekstraksi sungsang

3. Ekstraksi forseps

4. Bedah Caesar

5. Histerektomi Caesarean

6. Bedah destruksi

7. Manual plasenta.

Anestesi pada persalinan buatan ini dpaat dilakukan dengan cara :

A. Anestesi umum :

1. Prosedur singkat :

Tindakan anestesi ini pada umumnya dilakukan pada persalinan sungsang yang

dibantu, ekstraksi sungsang, ekstraksi forseps dan manual plasenta.

Macam-macam cara dan jenis obat yang digunakan pada tindakan ini adalah :

a. Inhalasi : Halotan, Eter, N2O dan Enfluran

b. Intravena : Diazepam, Midazolam dan Ketamin.

2. Prosedur panjang/lama

Tindakan anestesi ini dilakukan pada bedah destruksi, bedah Caesar dan

histerektomi Caesarean.

Macam-macam cara dan jenis obat yang dipergunakan adalah :

a. Inhalasi : Halotan, Eter, N2O dan Enfluran.

b. Intravena : Ketamin

B. Anestesi lokal/regional :

Tindakan anestesi ini dapat dilakukan dengan cara :

a. Infiltrasi, misalnya pada episiotomi

Page 78: Protap1 (Hal.1 64)

b. Anestesi pudendal, misalnya episiotomi, ekstraksi forseps, perforasi

karnioklasti dan persalinan sungsang yang dibantu.

c. Anestesi epidural

Jenis obat yang digunakan adalah anestesi secara infiltrasi atau pudendal misalnya

adalah :

- Prokain 1–2%

- Lidokain 1–2%

Sedangkan jenis obat yang digunakan untuk anestesi epidural adalah :

- Lidokain

- Bupivakain

- Mepivakain, dan lain-lain.

Pada umumnya sebelum melakukan anestesi terlebih dahulu dilakukan tindakan

premedikasi. Tindakan ini bertujuan untuk :

1. Mencegah efek samping vagal pada proses anestesi

2. Mengurangi sekresi traktus respiratorius

3. Mengurangi pemberian obat anestesi

4. Mengurangi rasa nyeri akibat pembedahan

5. Memberi ketenangan pada penderita.

Obat-obat yang digunakan pada tindakan premedikasi ini adalah :

- Sulfus atropin 0.25 mg IV

- Petidin 50 mg IV

- Diazepam/Midazolam

Komplikasi yang dapat terjadi :

Komplikasi akibat tindakan anestesi pada persalinan buatan ini dapat terjadi baik

pada ibu maupun pada janin.

A. Komplikasi pada ibu :

1. Aspirasi

Hal ini terjadi karena regurgitasi isi lambung dan masuk ke dalam traktus

respiratorius (sindroma Mendelson). Tanda dan gejala aspirasi ini adlaha

Page 79: Protap1 (Hal.1 64)

dispneu, sianosis, takikardia dan wheezing. Aspirasi dapat menyebabkan edema

paru-paru, gagal nafas akut dan pneumonia.

Pencegahan :

Penderita puasa minimal 4 jam pra-bedah atau lambung dikosongkan

dengan cara gastric lavage, pemberian ranitidin / simetidin 2 jam pra-

bedah dan intubasi endotrakeal.

Penanganan :

Pasien dibaringkan miring dan saluran nafas dibersihkan

2. Obstruksi traktus respiratorius

Komplikasi ini terjadi karena lidah terjatuh ke belakang dan kolaps larings.

Pencegahan :

Intubasi endotrakeal dan pemasangan mouth tube dari Goodel

B. Komplikasi pada janin :

1. Hipoksia

Hipoksia pada janin dapat terjadi karena gangguan pernafasan ibu atau karena

tindakan anestesi umum.

Pencegahan :

Pemberian oksigen pada ibu

2. Penekanan pusat pernafasan

Pada tindakan anestesi dengan menggunakan Pentotal

Pencegahan :

Tindakan anestesi jangan terlalu lama (>8 menit)

3. Hipotermia

Pada tindakan anestesi dengan menggunakan diazepam

Pencegahan :

Tindakan anestesi jangan terlalu lama serta dosis jangan terlalu banyak.

Catatan :

Pada versi ekstraksi diperlukan relaksasi uterus sehingga sebaiknya

dipilih obat anestesi umum inhalasi seperti Halotan atau Eter.

Page 80: Protap1 (Hal.1 64)

Pentotal jangan digunakan sebagai obat tunggal anestesi umum pada

persalinan buatan karena sering menekan pusat pernafasan janin.

Page 81: Protap1 (Hal.1 64)

DORONGAN (EKSPRESI) KRISTELLER

Definisi :

Dorongan (ekspresi) Kristeller adalah dorongan (ekspresi) tangan penolong

persalinan pada fundus uteri dengan arah menuju panggul yang bertujuan untuk

membantu persalinan kala II.

Indikasi :

1. Pada persalinan letak kepala :

a. Ibu kelelahan

b. Kemajuan persalinan kala II yang lambat

2. Pada persalinan sungsang :

Dilakukan saat bokong membuka pintu dengan tujuan untuk memperlancar persalinan

kala II dan agar lengan janin tidak menjungkit.

Syarat :

1. Bagian bawah janin sudah berada di dasar panggul

2. His adekuat

Indikasi kontra :

1. Disproporsi janin panggul

2. Bekas perlukaan dinding rahim (relatif)

Komplikasi yang dapat terjadi :

1. Ibu kesakitan

2. Ruptura uteri

3. Ruptura perinei

Teknik pelaksanaan :

Penolong duduk disebelah kiri dada ibu, menghadap ke arah panggul. Dengan

satu atau kedua lengan lurus, telapak tangan diletakkan pada fundus uteri dan

mengadakan dorongan bersamaan dengan his serta pengejanan ibu.

Page 82: Protap1 (Hal.1 64)

Umumnya dorongan (ekspresi) Kristeller ini dihentikan bila :

Pada persalinan letak kepala, yaitu pada waktu kepala keluar pintu.

Pada persalinan sungsang, saat skapula janin terlihat pada vulva.

Page 83: Protap1 (Hal.1 64)

EPISIOTOMI

Definisi :

Episiotomi adalah tindakan menggunting perineum ibu dengan tujuan untuk

mempermudah pengeluaran janin pada persalinan kala II.

Indikasi :

1. Primigravida

2. Persalinan buatan

3. Bekas ruptura uteri

4. Perineum tinggi

5. Introitus vaginae kaku

6. Persalinan prematur

Syarat :

Bagian bawah janin sudah berada di dasar panggul

Komplikasi yang dapat terjadi :

1. Ruptura perinei

2. Perdarahan (rata-rata perdarahan yang terjadi sebanyak 120 cc).

3. Infeksi

4. Hematom

5. Penyembuhan tidak terjadi per-primam

6. Dispareunia

Teknik pelaksanaan :

Dikenal 3 macam episiotomi, yaitu :

1. Episiotomi median

Tindakan ini akan menggunting dinding vagina, kulit, m. bulbokavernosus, m.

sfingter ani eksternus.

Page 84: Protap1 (Hal.1 64)

2. Episiotomi mediolateral

Seperti pada episiotomi median tetapi tanpa mengenai m. sfingter ani eksternus

3. Episiotomi lateral

Tindakan ini menggunting dinding vagina, kulit dan m. bulbo kavernosus

Episiotomi median mudah berlanjut menjadi ruptura perinei total tetapi penyembuhan

umumnya baik dan jarang mengakibatkan dispareunia.

Episiotomi media laterla (baik kiri maupun kanan) jarang berlanjut menjadi ruptura

perinei, tetapi penjahitan kembali harus lebih seksama untuk menghindari terjadinya

dispareunia dan agar penyembuhan berbentuk baik. Episiotomi mediolateral ini paling

sering dilakukan terutama pada persalinan buatan dan janin besar.

Episiotomi lateral (baik kanan maupun kiri) jarang dilakukan karena kurang memenuhi

tujuan untuk memperlancar jalan lahir lunak.

Sebelum episiotomi dilakukan, vulva harus dibersihkan terlebih dahulu dan

kemudian diberi cairan antiseptik. Gunting yang dipergunakan pada episiotomi ini

sebaiknya gunting tajam yang berujung tumpul agar bagian bawah janin tidak tertusuk.

Bila diperlukan anestesi, dapat dilakukan anestesi lokal baik dengan cara infiltrasi

maupun dengan cara blok nervus pudendus.

Penjahitan kembali harus dilakukan dengan seksama setelah memastikan tidak

ada perdarahan aktif terjadi (menghindari hematom dan infeksi). Badan perineum (m.

bulbokavernosus, m. transversus perinei superfisialis dan m. sfingter ani eksternus)

dijahit terlebih dahulu dengan benang yang mudah diserap. Kemudian luka dinding

vagina dijahit mulai dari ujung kranial sampai introitus vaginae dengan menghindari

terjadinya “dead space”. Kulit perineum dijahit dengan benang yang dapat diserap atau

yang tidak dapat diserap (diambil setelah 5-6 hari). Perawatan perineum selanjutnya

adalah menjaga agar daerah perineum tersebut tetap bersih. Bila perlu dapat diberi cairan

antiseptik. Untuk menghindari paparan lokhia, ibu dianjurkan memakai pembalut yang

menyerap.