Upload
fajar-al-habibi
View
45
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
about treatment in obstetri
Citation preview
DAFTAR ISI
- Protap obat –obatan paket rawat di R. BERSALIN
- Hiperemesis Gravidarum
- Abortus
- KET
- Kematian Janin dalam Rahim
- Perdarahan Ante Partum
- Kehamilan Lewat Waktu
- Gestosis
- Ruptura Uteri
- Distosia
- Pengelolaan Perdarahan Pasca Persalinan
- Bedah Caesar, Histerektomi Caesarean dan Histerotomi
- Kehamilan Ganda
- Jalur Administrasi Penderita
- Pemeriksaan Dalam Vagina di Bidang Obstetri
- Versi Luar
- Induksi Persalinan
- Partogram
- Gawat Janin
- Anestesi pada Persalinan Buatan
- Dorongan (ekspresi) Kristeller
- Episiotomi
- Manual Plasenta
- Ekstraksi Forseps
- Ekstraksi Volume
- Letak Sungsang
- Versi dan Ekstraksi
- Embriotomi
- Pedoman Pemeriksaan Antenatal Kunjungan Baru
- Pedoman Perawatan Payudara
- Pedoman Pemeriksaan USG Obstetri dan Tata Tertib
- Biophysical Profil Scaning
- Pemeriksaan Antenatal
- Pedoman Persalinan Aman
- Pedoman Perawatan Nifas
- Pedoman Memelihara Kebersihan Vulva dan Vagina
- Pedoman Pengelolaan Infeksi Nifas
- Pedoman Rawat Gabung
- Masalah dalam Laktasi
- Pedoman Pil KB, Suntik, Implant, AKDR
- Pedoman Keperawatan
- Pedoman Pencegahan Infeksi Untuk Pencabutan Pemotongan Implant
- Pedoman Pencegahan Infeksi Dalam Pengelolaan Alat dan Bahan
- Dekontaminasi, Sterilisasi, DTT
- Materi Penyuluhan KB
- Jenis-jenis Kontrasepsi KB
- Materi Penyuluhan Ibu Hamil, Menyusui Balita
- Imunisasi (Bagi Ibu Hamil dan Anak)
- Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Obstetri
- Prosedur Pelaksanaan Abortus
- Protap Pop’s Smear dan Tindak Lanjut
- Protap Biopsi Cervic, Ekstirpasi polip, Dilatasi Cervic, Kuretase, Laparoskopi,
Histerektomi, Mioma Uteri, Neoplasma Ovarium.
- Protap Ca Ovarium
- Strategi Pengobatan Ca Servik Uteri Infasif
- Protap Sitostatika
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Hiperemesis gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan
muntah/tumpah yang berlebihan, lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap saat,
sehingga mengganggu kesehatan dan pekerjaan sehari – hari.
I. KRITERIA DIAGNOSIS
Tingkat I :
Muntah/tumpah yang terus menerus.
Perasaan lemah
Nafsu makan tidak ada.
Berat badan menurun
Perasaan nyeri di epigastrium
Nadi meningkat sekitar 100x/menit
Tekanan darah sistemik menurun
Turgor kulit mengurang
Lidah kering
Mata cekung.
Tingkat II :
Tampak lebih lemah dan apatis
Turgor kulit lebih mengurang
Lidah kering dan tampak kotor
Nadi kecil dan cepat
Kadang-kadang suhu naik sedikit
Mata sedikit iterik
Berat badan turun
Mata cekung
Tekanan darah menurun
Hemo konsentrasi
Oliguria
Konstipasi.
Nafas berbau aseton, dan aseton dalam urin.
Tingkat III :
Keadaan umum lebih payah.
Tumpah berhenti
Kesaaran menurun dari somnolen sampai koma
Nadi lebih kecil dan lebih cepat
Suhu lebih meningkat
Tensi lebih menurun
Ensefalopo Wernicke (nistagmus, diplopia, perubahan mental).
Ikterus.
II. DIAGNOSIS BANDING
Kehamilan dengan hepatitis
Kehamilan dengan ileus
Kehamilan dengan Appendisitis akut
Kehamilan dengan pielonefritis
Kehamilan dengan ulkus ventrikuli.
III. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
Urine (aseton)
Fungsi hepar.
IV. KONSULTASI
Penyakit Dalam.
Penyakit Jiwa.
Penyakit saraf.
V. TERAPI
Tingkat I :
Anti emetik
Roboransia
Tingkat II :
REHIDRASI :Infus (Glukosa 5% guyur, selanjutnya maintenance 20- 30
tts/mnt RL – NACL – D5%; b/p asam amino 1 kolf/ hari)
Anti emetik (Intra muskuler atau perinfus)
Puasa sampai tumpah berkurang – diet bertahap tidak merangsang asam
lambung).
Psikotherapi, bila perlu transquilizer minor atas pertimbangan medis.
VI. PERAWATAN RUMAH SAKIT
Tingkat I : Rawat jalan.
Tinkat II-III : Rawat inap.
VII. PENYULIT
Bila berat : - dehindrasi, gangguan fungsi hepar, febris, ensefalopati.
VIII. PERSETUJUAN MEDIS
Perlu.
IX. LAMA PERAWATAN
Ringan :2- 5 hari
Berat : sangat bergantung pada penyulit yang dihadapi.
ABORTUS
Abortus adalah ancamanatau pengeluaran hasil konsepsi, sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan, dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang 20 minggu
atau berat badan janin kurang dari 500 gram.
Menurut terjadinya abortus dibagi menjadi :
Abortus spontan
Abortus buatan
a. Abortus spontan adalah pengakhiran kehamilan sebelum hasil konsepsi mampu hidup
diluar kandungan, dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat badan janin kurang dari 500 mg.
Menurut gambaran kliniknya dibagi menjadi :
Abortus imminens
Abortus insipiens
Abortus inkompletus
Abortus habitualis
“missed abortion”
Abortus imminens ialah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi perdarahan
pervaginaan, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan.
Abortus insipiens adalah abortus yang sedang mengancam dimana serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam
kavum uteri.
Abortus inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah kelaur dari kavum uteri,
masih ada yang tertinggal.
Abortus kompletus adalahs eluruh hasil konsepsi telah kelaur dari kavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu.
Abortus habitualis adalah keadaan terjadinya abortus tiga kali berturut-turut atau
lebih.
“Missed Abortion” adalah abortus dimana embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu (akan tetapi hasil; konsepsi seluruhnya
masih bertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih).
b. Abortus Buatan
Abortus provokatus medisinalis
Abortus provokatus kriminalis
Abortus provokatus medisinalis adalah abortus yang dilakukan dengan menggunakan
alat-alat atau obat-obatan, untuk tujuan pengobatan.
Abortus provokatus kriminalis adalah abortus yang dilakukan bukan untuk tujuan
pengobatan dan bertentangan dengan undang-undang negara.
I. KRITERIA DIAGNOSIS
Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
Pendarahan pervaginaan, mungkin disertai jaringan hasil konsepsi.
Rasa sakit atau kram perut didaerah atas simfisis.
Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi
perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama
sekali, uterus membesar sesuai dengan tuanya kehamilan, serviks belum
membuka dan tes kehamilan positif.
Abortus insipiens ditandai perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan dilatasi serviks uteri dan hasil konsespsi masih dalam uterus. Rasa mules
biasanya lebih sering dan kuat.
Abortus inkompletus ditegakkan dengan adanya pengeluaran sebagian hasil
konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal
dalam uterus. Pada periksa dalam vagina dijumpai pembukaan kanalis servikalis
dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau kadang sudah menonjol dari ostium
uteri eksternum. Pembesaran uterus lebih kecil dari usia kehamilan dan
perdarahan yang menyertai bisa banyak sekali, sehingga menyebabkan syok.
Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.
Pada Abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah keluar dan pada periksa
vagina dijumpai ostium uteri ekstertum yang tertutup dan besarnya uterus sangat
kecil dibandingkan lamanya usia hamil. Diagnosis dipermudah apabila hasil
konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar
dengan lengkap.
Diagnosis “missed abortion” biasanya tidak dapat ditentukan dalam satu kali
pemeriksaan, melainkan memerlukan waktu pengamatan untuk menilai tanda –
tanda tidak tumbuhnya, malahan mengecilnya uterus. Umumnya didahului
riwayat abortus imminens yang kemudian menghilan spontan atau setelah
pengobatan. Pemeriksaan penunjang sangat membantu tegaknya diagnosis,
dimana tes kehamilan sering negatif, pada ultrasonografi tidak didapat gerak
jantung janin maupun gerak jenin.
II. DIAGNOSIS BANDING
Abortus imminens
Abortus insipiens
Abortus inkompletus
“Missed abortion”
Kehamilan ektopik terganggu
Mola hidatidosa.
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diperlukan pada abortus imminen, abortus habitualis dan missed abortion :
Pemeriksaan tes kehamilan
Pemeriksaan Doppler atau Ultrasonografi untuk menilai keadaan
kehamilan serta menentukan prognosisnya.
Lakukan pemeriksaan inspiculo untuk menyingkirkan penyebab
anatomi, polip, erosio/ infeksi cerviks, ca. cerviks dll.
Penilaian faktor koagulasi seperti waktu perdarahan, waktu
pembekuan serta kadar fibrinogen pada “missed abortion”.
IV. KONSULTASI
Bagian Anestesi untuk mempersiapkan tindakan kuretase
Bagian penyakit dalam guna penilaian fungsi Kardiorespirasi pada
penderita golongan usia risiko tinggi.
Bagian Patologi anatomi apabila kita ragu dengan hasil kerokan.
V. PENGELOLAAN
Pengelolaan Abortus Imminens meliputi :
Istirahat ditempat tidur, agar aliran darah ke uterus meningkat dan
rangsang mekanik kurang.
Bila perlu diberi penenang transquilizer minor ada indikasi medis, dan
spasmolitika misalnya papaverin.
Untuk melihat penampilannya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Progesteron alamiah 200 – 400 mg ( cygest ) selama 10 – 15 hari
Obati penyebab lainnya sesuai hasil inspiculo
Penderita bisa pulang setelah perdarahan pervaginam berhenti dengan hasil dari
pemeriksaan kehamilan baik, dengan anjuran 2 minggu kemudian ke Poliklinik
Ginekologi.
Pada Abortus insipiens prinsip uterus harus dikosongkan segera guna
menghindari perdarahan yang banyak atau syok karena rasa mules / sakit yang
hebat.
Pasang infus, sebaiknya disertai oksitosin drip atau prostaglandin guna
mempercepat pengeluaran hasil konsepsi.
Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum
atau dengan cunam abortus disusul dengan kerokan.
Sebelum dilakukan kuretase diberikan antibiotika profilaksis.
Pasca tindakan diberikan injeksi metil ergometrin maleat, untuk
mempertahankan kontraksi.
Penderita bisa pulang setelah keadaan memungkinkan dan tanpa komplikasi,
dengan anjuran kontrol 2 minggu kemudian.
Abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, cukup uterotonika atau
kalau perlu antibiotika. Bila anemia cukup diberikan tablet sulfas ferosus dengan
anjuran diet banyak protein, vitamin dan mineral.
Pada kuretase “missed abortion” perlu diperhatikan bahwa sering plasenta
melekat erat dengan dinding uterus.
Periksa kadar fibrinogen sebelum tindakan kuretase, bila normal
jaringan konsepsi bisa segera dikeluarkan, tapi bila kadarnya rendah
(<159 mg%) perbaiki dulu dengan pemberian fibrinogen kering atau
darah segar.
Sebelum tindakan diberikan antibiotik profilaksis.
Dilatasi kanalis servikalis bisa dengan oksitosin 10u/drip 20-30 tts/mnt
dan prostaglandin( dosis umumnya 1tab/sl diulang setiap 6jam sampai
tanda2 keluar darah spt haid) bergantung besar kecilnya uterus.
Tindakan kuretase dimulai dengan cunam abortus dilanjutkan dengan
sendok kuret tajam.
Sesudah tindakan diberi uterotonika.
Penderita bisa pulang setelah keadaan memungkinkan tanpa komplikasi, anjuran
kontrol 2 minggu. Pada Abortus Habitualis terapi tergantung etiologi.
VI. PENYULIT
1. Anemia
Biasanya anemia karena perdarahan. Pengobatan dengan pemberian segar
atau komponen darah.
2. Infeksi
Pada kasus abortus dengan infeksi dan akan dilakukan kuretase maka
harus mendapat perlindungan antibiotika dulu sebelum evakuasi. Pada
tindakan kuretase yang menimbulkan infeksi diberikan antibiotika
spektrum luas sambil menunggu kultur dan sensitifitasnya.
3. Perforasi
Merupakan komplikasi kuretase, maka untuk mencegahnya :
Pemberian uterotonika
Sondase untuk menentukan besar dan arah kavum uterus, kuretase
secara sistematis dan lege artis.
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
Kehamilan ektopik adalah sautu keadaan dimana hasil konsepsi (balstosit)
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan
ektopik terjadi pada tuba dan baru memberikan gejala dan tanda sebagai kehamilan
ektopik bila terjadi gangguan, baik sebagai ruptur maupun hanya abortus tubaria.
I. KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis :
a. Nyeri perut :
Dapat terjadi pada satu sisi saja atau pada perut bagian bawah saja, dapat juga
nyeri tersebut dirasakan seluruh lapangan. Pada keadaan dimana perdarahan intra
abdominal yang terjadi telah mengiritasi diafragma nyeri dirasakan juga pada
perut bagian atas dan bahu.
b. Riwayat terlambat haid :
Pada ¼ kasus dengan kehamilan ektopik terganggu kadang tanpa disertai riwayat
terlambat haid, hal tersebut dapat oleh karena kesalahan penilaian penderita
terhadap perdarahan pervaginam yang terjadi disekitar hari-hari biasa terjadi haid,
padahal perdarahan tersebut bukan merupakan haid.
c. Perdarahan pervaginam :
Kadang terjadi pada kehamilan ektopik terganggu tersebut mirip sekali dengan
perdarahan yang terjadi pada abortus.
d. Riwayat pingsang :
Terjadi perdarahan intara abdominal yang mendadak akan menyebabkan
terjadinya syok hipovolemik.
Pemeriksaan Fisik :
a. Didapatkan adanya tanda syok hipovolemik
- keadaan umum pucat dan anemis
- hipotensi
- takikardi
- akral dingin
b. tanda akut abdomen berupa :
- perut tegang terutama bagian bawah
- nyeri tekan
- didapatkan adanya tanda cairan bebas intra abdomen.
Pemeriksaan Dalam (VT) :
a. Kadang didapatkan adanya fluksus
b. Portio teraba lembut, nyeri goyang dan nyeri putar (“Slinger pain”)
c. Uterus besarnya normal atau sedikit membesar dan posisinya dapat terdesak oleh
adanya masa di adneksa, tetapi lebih sering sulit diperiksa oleh karena nyeri yang
hebat.
d. Adneksa didapatkan adanya masa dengan konsistensi lunak sampai keras dan nyeri
tekan.
e. Kavum douglasi menonjol dan teraba fluktuasi oleh karena berisi cairan, terkadang
justru ditemukan adanya hematokel.
TRIAS KET :
1. Wanita nona/nyonya dengan test kehamilan positip
2. Tampak anemis, sedangkan PPV berupa darah lendir kehitaman
lengket, tidak mengalir
3. Nyeri perut bagian bawah, karena rangsang peritoneum oleh
darah di rongga peritoneum
II. DIAGNOSIS BANDING :
4. Abortus imminens
5. Appendisitis
6. Radang panggul (PID)
7. Neoplasma ovarii yang terinfeksi, torsi, atau ruptur dengan atau tanpa kehamilan.
III.PEMERIKSAAN PENUNJANG :
a. Laboratorium darah :
Hb dan Ht adanya penurunan
Lekosit normal, kecuali bila disertai adanya infeksi
b. Test kehamilan hasilnya bergantung pada sensitifitas reagennya dan juga pada
kehmailan ektopik pada penurunan produksi hCG dibandingkan dengan
kehamilan normal.
c. USG : sangat khas bila didapatkan gambar GS (kantung gestasi) diluar kavum
uteri disertai gambaran cairan bebas.
d. Kuldosintesis : bila didapatkan adanya darah yang disertai dengan bekuan
perdarahan intra abdomen apapun penyebabnya.
IV. PENGELOLAAN :
a. Memperbaiki keadaan umum dengan memberikan cairan dan transfusi
b. Operasi segera dilaksanakan bila diagnosis kehamilan ektopik terganggu telah
ditegakkan dan jenis operasinya bergantung pada keadaan durante operasinya
yaitu dapat dilakukan :
- Salpingotomi
- Salpingektomi
- “Wedge resection” pada kornu uteri
- Ooforektomi
- Pengambilan hasil konsepsi intra peritoneal yang lain
V. KONSULTASI :
a. Bagian bedah (Bedah digestif) untuk menyingkirkan adanya aspendisitis
b. Penyakit Dalam bila dicurigai adanya penyulit pada jantungnya.
c. Anestesi untuk penatalaksanaan anestesinya.
d. Patologi anatomi untuk menegakkan diagnosis dari hasil operasi tersebut (hasil
operasinya harus dilakukan pemeriksaan PA)
VI. PERSETUJUAN MEDIS :
Perlu
VII. PERAWATAN PASCA BEDAH :
a. Bila tanpa komplikasi penderita diperbolehkan pulang pada hari ke 3.
b. Masa pemulihan sekitar 2- 4 minggu setelah operasi.
VIII. PENYULIT :
a. “Syok irreversibel”
b. Perlekatan pada organ visera.
KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM
I. DEFINISI
1. Kematian janin :
Adalah tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dan belum dikeluarkannya
janin dengan sempurna dari ibunya.
2. Kematian janin dalam rahim
Dinilai dengan kenyataan bahwa janin sejak di dalam rahim sudah tidak
menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Seperti denyut jantung janin, gerak
janin maupun tanda-tanda lain yang dapat diperoleh dengan alat bantu
diagnostik.
II. BATASAN KEMATIAN JANIN
1. WHO Expert Comitte on the Prevention of Perinatal Morbidity and Mortality
(1970).
Kematian yang terjadi pada janin dengan berat badan lahir lebih dari 1.000
gram.
2. Prawirohardjo, S (1984), kematian janin dibagi 4 golongan :
a. Kelompok I : Kematian janin sebelum kehamilan 20
minggu
b. Kelompok II : Kematian janin pada umur kehamilan 20-
28 minggu
c. Kelompok III : Kematian janin pada umur kehamilan lebih
dari 28 minggu.
d. Kelompok IV : Kematian janin yang tidak termasuk tiga
golongan diatas.
3. US National Center
Kematian janin pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu.
4. FIGO (1982)
Kelahiran mati termasuk bayi dengan BBL > 500 gram atau lebih dan atau
sesuai umur kehamilan > 22 minggu atau lebih.
III. KRITERIA DIAGNOSTIK
Kematian janin dalam rahim sering dirasakan mula-mula oleh penderita sendiri
berupa hilangnya gerak janin, kehilangan berat badan, perubahan payudara dan
hilangnya nafsu makan.
1. Cara sederhana :
a. Pengukuran tinggi fundus uteri (TFU)
TFU tidak sesuai dengan umur kehamilan patut dicurigai adanya kematian
janin dalam rahim
b. Gerakan janin dalam rahim
Gerakan janin dapat dirasakan pada kehamilan 18-20 minggu.
c. Denyut jantung janin (DJJ)
Ada/tidaknya DJJ merupakan cara mudah menentukan janin hidup/mati.
DJJ dapat didengar dengan :
- Stetoskop Laennec 18-20 minggu
- Doppler 12 minggu
2. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
- “Echo discreption” dari “gestational sac”
- Pengurangan penampang GS dibanding pengukuran yang dibuat 2
minggu terakhir.
- Tidak terlihat gerakan janin
- Tidak terlihat denyut jantung janin
- Nampak gambaran “Spalding sign” tulang tengkorak.
b. Pemeriksaan radiologi
- Angulasi tulang belakang janin
- “Spalding sign” sebagai gambaran tumpang tindih tulang tengkorak
janin.
- Terlihat adanya udara di dalam pembuluh darah besar janin 1 sampai 2
hari setelah kematian, disebut “Hallo sign”.
c. Pemeriksaan laboratorium
- Ibu :
Kadar Alfa fetoprotein (AFP) serum darah ibu
- Kadar AFP tidak hamil 5 g/ml
- Kehamilan 30 minggu 500 g/ml
- Nilai AFP yang tinggi merupakan risiko tinggi, hal ini terjadi
pada :
“Rhesus isoimunization”
Gawat janin sampai kematian janin
Bila kadar AFP tetap tinggi pada 3x pemeriksaan pertengahan
kehamilan, punya risiko kematian janin dalam rahim.
Kadar Estriol serum darah ibu/urin 14 jam
Untuk menilai fungsi fetoplasenter :
- Bila kadar <12 g/ml
Mungkin terjadi gangguan pertumbuhan janin, kelainan
kongenital, gawat janin maupun kematian janin dalam rahim.
- Penurunan secara cepat sampai 60% atau lebih.
Menunjukkan insufisiensi plasenta hipoksia kematian
janin dalam rahim.
- Janin :
Pemeriksaan amnion dengan amniosentesis
Warna air ketuban normal jernih, bila ternoda mekonium, dapat
bermacam-macam warna hijau, kuning, coklat muda, coklat tua
sampai hitam, dapat pula air ketuban kental, keruh seperti lumpur
tanda terjadinya gawat janin sampai kematian janin.
Kreatinin fosfokinase
- Kadar normal dalam cairan amnion 30 g/ml
- Pada kematian janin dapat meningkat sampai 1,000 U/ml.
- Kenaikan kadar kreatinin fosfokinase terjadi pada 4-5 hari
kematian janin dalam rahim.
Alfa fetoprotein (AFP)
Kematian janin dalam rahim dapat diduga jika ditemukan :
- Kadar AFP serum pada kehamilan 13 minggu + 100% AFP
cairan amnion pada kehamilan normal.
- AFP serum maupun cairan amnion menurun sampai 1/100 dari
kadar normal.
- Bila kadar AFP maupun cairan amnion tetap tinggi.
Kromosom
Monosomi autosom dianggap sebagai penyebab kematian janin
Amniografi
Air ketuban diperiksa setelah disentrifus dengan spektrofotometer
untuk melihat konsentrasi bilirubin dan oksihemoglobin bila
kadar bilirubin sangat tinggi, kemungkinan kematian janin dalam
waktu 7-10 hari sebesar 56-80%.
Fetoskopi
Merupakan cara untuk melihat janin dan plasenta secara langsung
dengan endoskop.
IV. PENGELOLAAN
Janin yang mati dalam rahim sebaiknya segera dikeluarkan secara :
1. Lahir spontan
75% akan lahir spontan dalam >2 minggu.
2. Persalinan anjuran
a. Dilatasi serviks dengan prostaglandin dilanjutkan dengan infus oksitosin
sampai terjadi pengeluaran janin dan plasenta.
b. Dilatasi serviks dengan kateter Folley
- Untuk umur kehamilan > 24 minggu
- Kateter Folley terbesaryang dapat dimasukkan dalam kanalis servikalis
di luar kantung amnion.
- Diisi 50 ml aquadest steril
- Ujung kateter diikat dengan tali, kemudian lewat katrol, ujung tali diberi
beban sebesar 500 gram.
- Dilanjutkan infus oksitosin 10 U dalam Dextrose 5% 500 ml, mulai 8
tetes/menit dinaikkan 4 tetes tiap 15 menit sampai his adekuat.
c. Infus oksitosin
Keberhasilan sangat tergantung pada pematangan serviks dinilai dengan
skor Bishop, bila nilai = 5 akan lebih berhasil. Dipakai oksitosin 5-10 U
dalam Dextrose 5% 500 ml, mulai 8 tetes/menit dinaikkan 4 tetes tiap 15
menit sampai his adekuat.
d. Induksi prostaglandin
- Dosis
PgE-2 dalam bentuk suppositoria diberikan 20 mg, diulang 4-5 jam.
PgF-2 diberikan dalam bentuk suntikan IM 400 mg.
PgE-2 5 mg/ml dalam larutan NaCl 0,9% dimulai 0,625 mg/ml dalam
bentuk infus.
- Indikasi kontra :
Asma, alergi dan penyakit kardiovaskuler
3. Persalinan buatan
Tindakan untuk mengakhiri persalinan yang sedang berlangsung :
a. Lewat vagina
Bedah destruktif : Kraniotomi, Eviserasi, Kleidotomi.
b. Lewat abdomen
- Bedah Caesar : bila ada indikasi obstetri yang jelas, misalnya kematian
janin dalam rahim pada plasenta previa totalis.
- Laparotomi : pada kasus ruptura uteri untuk mengambil anak dilanjutkan
dengan histerektomi/histerorafi.
4. PENCEGAHAN
1. Periksa hamil sekurang-kurangnya 4 kali, yaitu 1 kali pada trimester I, 1 kali
pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Keadaan yang merupakan tanda
bahaya dan perlu segera dilaporkan oleh ibu hamil :
a. Perdarahan lewat jalan lahir
b. Pembengkakan muka, kaki atau jari kaki
c. Sakit kepala berat, kaku kuduk terus menerus
d. Penglihatan kabur
e. Nyeri perut
f. Muntah-muntah terus menerus
g. Demam
h. Keluar cairan banyak lewat jalan lahir
i. Tidak merasakan gerakan janin
2. Makanan dengan nilai gizi yang baik
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan anemia, abortus, kematian janin
dalam rahim, partus prematurus, inersia uteri, perdarahan pasca persalinan,
sepsi dan lain-lain.
3. Pemeriksaan serologik
a. Pemeriksaan TORCH pada kelainan kongenital
b. Pemeriksaan VDRL dan TPHA
PERDARAHAN ANTEPARTUM
DEFINISI :
Perdarahan antepartum adalah perdaahan yagn terjadi setelah kehamilan 28
minggu. Perdarahan antepartum dapat berasal dari :
a. Berasal dari kelainan plasenta :
- Plasenta previa
- Solusio plasente
- Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya
Insertio vilamentosa
Ruptura sinus marginalis
Plasenta sirkumvalata
b. Tidak bersumber pada kelainan plasenta
- Varises pecah
- Erosio serviks
- Polip
A. PLASENTA PREVIA
1. Definisi
Adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada
segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalha lahir
(ostium uteri internum).
2. Pembagian plasenta etiologi
a. plasenta previa totalis
b. plasenta previa parsialis
c.Plasenta letak rendah
3. Faktor-faktor etiologi :
a. Umur dan paritas : lebih sering diatas 35 tahun dan paritas tinggi
b. Endometrium cacat : pada bekas persalinan yang berulang-ulang
c. Endometrium belum siap menerima hasil konsepsi (korpus luteum yang
bereaksi lambat).
d. Adanya tumor : miome uteri, polip endometrium.
4. Diagnosis dan gambaran klinik :
a. Anamnesis : umur kehamilan, sifat perdarahan
b. Inspeksi : pucat, anemis, warna dara (merah segar).
c. Palpasi abdomen : letak janin, bagian bawah janin (belum masuk).
d. Inspekulo
e. Ultrasonografi
f. Pemeriksaan dalam
5. Pengelolaan
a. Pasif
Apabila perdarahan sedikit atau berhenti, janin masih hidup, belum
inpartu, kehamilan < 37 minggu, berat badan janin kurang 2.500 gram
maka persalinan dapat ditunda dengan istirahat, berikan spasmolitik,
tokolitik ( MGSO4-40 % -12,5 cc/ kolf 20 tts/mnt, nipedipin maksimal 60
mg dosis terbagi/24 jam) sampai his negatip, antiprostaglandin.
Apabila keadaan penderita diatas dalam keadaan anemis, maka dapat
diberikan tranfusi darah.
b. Aktif
Dilakukan tindakan persalinan (pervaginam / perabdominam) bergantung
pada :
- Keadaan ibu
- Pembukaan jalan lahir
- Jenis plasenta previa
- Keadaan perdarahan (banyak, sedikit berulang)
- Keadaan janin hidup gawat janin, mati.
B. SOLUSIO PLASENTAE
1. Definisi
Adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari
perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya dihitung sejak kehamilan 28 minggu.
2. Pembagian
a. Solusio plasentae parsialis
b. Solusio plasentae totalis
3. faktor etiologi
a. vaskuler
- keracunan kehamilan
- hipertensi
b. trauma
- pengecilan yang mendesak dari uterus : hidramnion, gemelli
- tarikan pada tali pusat yang pendek : gerakan janin, versi luar, pertolongan
persalinan.
c. Paritas : banyak pada multiparitas
d. Pengaruh lain : anemia, malnutrisi dan lain-lain.
e. Trauma langsung : jatuh, kena pukul dan lain-lain.
4. Diagnosis dan gambaran klinik
a. anamnesis : rasa sakit yang tiba-tiba, perdarahan per vaginam (darah segar dan
bekuan), gerakan anak (berkurang), ibu tampak anemis, adanya trauma.
b. Inspeksi : gelisah, kesakitan, pucat, sianotik, keringat dingin darah keluar per
vaginam.
c. Palpasi : uterus tegang, fundus uteri naik, bagian janin sulit dikenali.
d. Auskultasi : seringkali janin sudah meninggal
e. Pemeriksaan dalam : kulit ketuban menonjol (saat ada his ataupun tidak).
f. Pemeriksaan umum : nadi cepat dan kecil, syok.
g. Laboratorium : hemoglobin menurun
h. Pemeriksaan plasenta : setelah placenta lahir dapat dilihat bentuk yang tipis
dan cekung, adanya bekuan darah di belakang plasenta.
Jenis perdarahan solutio plasenta :
a. hematoma retro plasenter
b. external haemorrhage
c. internal haemorrhage
d. merembes ke dalam amnion
e. jika lebih berat dapat terjadi “uterus couvelair”
5. Pengelolaan
a. amniotomi dan diikuti pemberian oksitosin (apabila tidak disertai adanya his).
b. Apabila pembukaan lengkap, atau hampir lengkap, kepala sudah turun hodge
III-IV.
1. Janin hidup : dilakukan ekstraksi vakum/ekstraksi forseps.
2. janin mati : embryotomi
c. dilakukan bedah Caesar apabila :
1. janin hidup dan pembukaan masih kecil
2. perdarahan banyak, pembukaan masih kecil
3. janin tidak bisa lahir per vaginam : panggul sempit, letak lintang
4. B-Linc, ligasi arteri uterine/ hipogastrika, apabila fungsi reproduksi
hendak dipertahankan pada atonia/ uterus couvelair ; histerektomi apabila
reproduksi sdh tidak dilanjutkan kembali.
KETUBAN PECAH DINI
I. DEFINISI
Adalah pecahnya kulit ketuban sebelum terjadinya persalinan, sebelum umur
kehamilan > 20 minggu.
II. KRITERIA DIAGNOSIS
- umur kehamilan > 20 minggu
- keluar cairan dari vagina
- pemeriksaan inspekulo : terlihat cairan keluar dari oue
- test kertas nitrazin : terjadi perubahan warna (biru)
- test ferning : positif
III. FAKTOR ETIOLOGI
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab / berpengaruh terjadinya KPD :
- Infeksi (amnionitis, servisitis, vaginosis bacterial).
- Koitus
- Anomali janin
- Abnormalitas struktur biokimia kulit ketuban
- Status sosial ekonomi yang rendah
IV. DIAGNOSIS BANDING
- Fistula vesikovaginalis dengan kehamilan
- “Stress incontinentia”
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah : jumlah lekosit, bila lebih 15.000/mm3 mungkin terjadi infeksi
USG : membantu dan menentukan umur kehamilan, letak dan berat janin, letak dan
gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
VI. PENGELOLAAN
Bergantung pada :
- Umur kehamilan
- Kesejahteraan dan maturitas paru-paru janin
- Presentasi janin
- Ada tidaknya infeksi pada ibu dan atau janin
- Ada tidaknya tanda-tanda inpartu
- Cervikal rippeners (untuk kepentingan induksi)
KONSERVATIF
- Rawat rumah sakit
- Jika kulit ketuban pecah > 6 jam, diberikan antibiotika
sesuai Prosedur Pemberian Antibiotika-Khemoterapeutika
Obstetri dan Ginekologi.
- Jika umur kehamilan > 32 – 34 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar
lagi. Diberikan steroid selama 7 hari untuk memacu.
Kematangan paru-paru janin dan bila memungkinkan
periksa kada lesitin-spingomielin tiap minggu. Bila pada
umur kehamilan 32-34 minggu air ketuban masih keluar,
maka dipertimbangkan untuk dilkaukan terminasi pada
umur kehamilan 35 minggu (bergantung dari kemampuan
perawatan bayi prematur).
AKTIF
- Jika umur kehamilan > 36 minggu, dilakukan induksi
persalinan dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
- Pada keadaan disproporsi kepala panggul atau letak lintang
dilakukan bedah Caesar.
- Jika didapatkan tanda infeksi, diberikan antibiotika (sesuai
Prosedur Baku Pemberian Antibiotika – Khemoterapeutika
Obstetri dan Ginekologi) dan kehamilan diakhiri dengan : #
Bedah Caesar, bila skor Bishop < 5 atau pada keadaan
infeksi yang berat. # Induksi persalinan bila skor bishop >
5.
VII. PENYULIT
- Korioamnionitis
- Endometritis pasca persalinan
- Sepsis
- Meningkatnya kejadian Abruptio placentae
- Janin : - Prolaps tali pusat
- “Fetal Compression Syndrome”
Abnormalitas wajah (potter), kontraktur ekstremitas, hipoplasia
paru.
- Kematian karena infeksi dan prematuritas.
KEHAMILAN LEWAT WAKTU
I. DEFINISI
Kehamilan yang telah berlangsung selama 42 minggu (294 hari) atau lebih, pada
siklus haid teratur rata-rata 28 hari dan hari pertama haid terakhir diketahui dengan
pasti.
II. KRITERIA DIAGNOSTIK
Untuk memastikan diagnosis kehamilan lewat bulan dengan cara :
1. Riwayat haid hari pertama haid terakhri
diketahui dengan pasti.
2. Riwayat pemeriksaan antenatal
3. Pemeriksaan USG
4. Pemeriksaan foto rontgent inti penulangan
5. Pemeriksaan cairan amnion
Rasio lesitin-sfingomielin dengan “thin layer chromatography” atau dengan
“shake/foam test”, aktifitas tromboplastin dalam cairan amnion, sitologi cairan
amnion.
III. DIAGNOSIS BANDING
Kesalahan menentukan umur kehamilan (aterm preterm)
IV. FAKTOR ETIOLOGI
Penyebab terjadinya kehamilan lewat bulan umumnya tidak diketahui secara pasti,
beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab, antara lain :
1. Cacat bawaan anensefalus
2. Defisiensi sulfatase plasenta
3. Pemakaian obat-obatan yang berpengaruh pula sebagai tokolitik anti
prostaglandin; salbutamol, progestin, asam mefenamat dan lain sebagainya.
4. Tidak diketahui penyebabnya.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sitologi vagina : indeks kariopiknotik meningkat (>20%).
2. Foto rontgent : melihat inti penulangan terutama pada os. Kuboid,
proksimal tibia danb agian distal femur.
3. Ultrasonografi : menilai jumlah dan kekeruhan air ketuban, derajat
maturitas plasenta, besarnya janin, keadaan janin.
4. Kardiotokografi : menilai kesejahteraan janin, dengan NST (reaktif atau tidak
reaktif) maupun CST (negatif atau positif).
5. Amnioskopi : warna air ketuban.
6. amniosentesis : pemeriksaan kadar lesitin-sfingomielin (>12 matur).
“shake-foam test” (buih bertahan >15 menit matur).
pemeriksaan aktifitas tromboplastin dalam cairan amnion /
ATCA (<45 detik serotinus), pemeriksaan sitologi
sel dalam cairan amnion yang mengandung lemak
(50%/> aterm)
VI. PENGELOLAAN
1. Rawat dirumah sakit, teliti ulang umur kehamilan, kesejahteraan janin, syarat
dan indikasi kontra persalinan pervaginam. Bila semua baik, selanjutnya
dilakukan induksi persalinan.
2. bila induksi gagal, istirahat 24 jam, periksa ulang kesejahteraan janin, bila
baik induksi ulang, bila kesejahteraan janin jelek diakhiri dengan bedah
Caesar.
3. Bila induksi persalinan kedua gagal dilakukan bedah Caesar.
4. Nilai Bishop digunakan untuk meramalkan keberhasilan induksi persalinan.
5. Pada nilai Bishop >5, induksi persalinan disertai pemecahan kulit ketuban.
6. Bedah Caesar pada kehamilan lewat bulan dipertimbangkan pada :
a. Ada tanda-tanda insufisiensi plasenta.
b. Ada indikasi kontra persalinan pervaginam
c. Indikasi klinis untuk segera mengakhiri persalinan/kehamilan (ibu, anak,
waktu).
d. Disertai dengan faktor resiko yang lain, seperti : riwayat obstetri jelek,
riwayat infertilitas, pre-eklampsia/eklampsia, kelainan letak.
INDUKSI PERSALINAN PADA KEHAMILAN LEWAT BULAN
Pengakhiran kehamilan pada kehamilan lewat bulan adalah atas indikasi janin,
karena dikhawatirkan terjadi kemunduran fungsi plasenta. Beberapa langkah yang perlu
diperhatikan untuk mengakhiri kehamilan pada kehamilan lewat bulan adalah :
1. Memastikan diagnosis kehamilan lewat bulan, dengan :
a. Riwayat haid : hari pertama haid terakhir.
b. Riwayat pemeriksaan antenatal
c. Pemeriksaan USG
d. Pemeriksaan foto rontgent
e. Pemeriksaan cairan amnion : rasio lesitin-sfingomielin dengan “thin layer
chromatography” atau dengan “shake-foam test”, aktifitas tromboplastin
dalam cairan amnion, sitologi cairan amnion.
2. Pemeriksaan kesejahteraan janin dan keadaan plasenta dapat dilakukan dengan :
a. KTG : NST dan CST
b. Denyut jantung janin
c. USG : grading plasenta, infark plasenta, keadaan dan jumlah air ketuban.
d. Pemeriksaan kadar estriol darah
e. Pemeriksaan Human Placental Lactogen
3. Skor nilai pelvik menurut Bishop : apakah serviks telah matang (favorable) atau
belum (unfavorable).
CURIGA KEHAMILAN LEWAT BULAN
A. Umur kehamilan jelas B. Umur kehamilan tak jelas
NST Pemeriksaan maturasi janin
Reaktif Non-Reaktif
CST
BS>5 BS<5
Negatif Positif
OksitosinDrip/prostaglandin – pecahKK
Oksitosindrip/prostaglandin
Gagal Gagal
Istirahat 24 jam
Ulang A
GagalLahir
Matur Belum matur
Abnormal
E3 2x/mgg
Normal
Bila tak ada CST langsung bedah Caesar
Pertimbangkan untuk Bedah Caesar
GESTOSIS
Gestosis, hipertensi dalam kehamilan, Pre-eklamsia, Eklampsia
BATASAN
Pre-eklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini
dapat timbul sebelum 20 minggu, bila terjadi penyakit trofoblastik.
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tadi
menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia (kejang-kejang timbul bukan akibat kelainan
neurologik).
Hipertensi kronik adalah adanya hipertensi yang menetap oleh sebab apapun,
yang ditemukan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, atau hipertensi yang
menetap setelah 6 minggu pasca persalinan.
Superimposed pre-eklampsia/eklampsia ialah timbulnya pre-eklampsia atau
eklampsia pada hipertensi kronik.
“Transient Hypertension/ essensial/ gestasional” ialah timbulnya hipertensi dalam
kehamilan pada wanita yang tekanan darah sebelumnya normal dan tidak mempunyai
gejala-gejala hipertensi kronik atau pre-eklampsia ( protein negatip). Gejala ini akan
hilang setelah 10 hari pasca persalinan.
KRITERIA DIAGNOSIS
Pre-eklampsia
Sekelompok penyulit yang timbul pada ibu hamil 20 minggu, atau lebih, bersalin atau
nifas dan ditandai adanya hipertensi, proteinuria dengan/tanpa edema
Pre-eklampsia ringan :
Ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
- Tensi sistolik 140 mmHg atau lebih, atau
- Tensi diastolik 90 mmHg atau lebih, atau
- Kenaikan tensi sistolik 30 mmHg atau lebih, atau
- Kenaikan tensi diastolik 15 mmHg atau lebih
- Protein +1
Pre-eklampsia berat :
Bila didapatkan satu atau lebih gejala dibawah ini, pre-eklampsia digolongkan berat :
1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 110 mmHg
atau lebih. Tekanan darah ini tidak menurun, meskipun ibu hamil di Rumah Sakit dan
sudah menjalani rawat berbaring, Proteinuria lebih dari 5 gr/24 jam atau +1 s/d +3
dalam pemeriksaan kualitatif, atau Tensi sistolik 140/ diastolic > 90, dengan protein
> +2 scr kualitatif.
2. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kadar
kreatinin plasma.
3. Gangguan visus dan serebral
4. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
5. Edema paru-paru dan sianosis
6. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat
7. Adanya “HELLP Syndrome” (Hemolysis, Elevated Liver enzymes, Low Platellet
count).
8. Peningkatan asam urat > 6 mg/dl
DIAGNOSIS BANDING
- Hipertensi menahun
- Kelainan ginjal
- Epilepsi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pre-eklampsia ringan
2. Pre-eklampsia berat/eklampsia
– Darah rutin dan kimia darah (SGOT/PT, ureum/creatinin, GDS)
– Protein urin
– Asam urat
KONSULTASI
Bagian saraf
Bagian mata
Bagian penyakit dalam (sub-bagian ginjal dan hipertensi).
PENGELOLAAN
1. Pre-eklampsia ringan : istirahat
a. Rawat jalan / ambulatoar :
– Banyak istirahat
– Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
– Sedativa ringan (kalau tidak bisa istirahat)
– Aspilet 80 mg untuk kehamilan < 34 minggu dapat dipertimbangkan
– Antioksidan, calcium, asam folat, multivitamin
– Kunjungan ulang tiap 1 minggu.
b. Pre-eklampsia ringan yang dirawat :
- Pada kehamilan preterm (<37 minggu).
Bila tekanan darah mencapai normotensi selama perawatan, persalinannya
ditunggu sampai aterm.
Bila tekanan darah turun, belum mencapai normotensi selama perawatan,
maka kehamilannya dapat diakhiri pada kehamialn >37 minggu.
- Pada kehamilan aterm (>37 minggu).
Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan.
- Cara persalinan :
Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu memperingan kala II
dengan bantuan tindakan obstetri.
2. Pre-eklampsia berat/eklampsia : anti hipertensi dan anti kejang
Rawat segera, tentukan jenis perawatan / tindakan.
A. Aktif, berarti kehamilan segera diakhiri / diterminasi bersamaan dengan
pemberian pengobatan medisinal.
a. Indikasi :
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini :
- Ibu :
Kehamilan >37 minggu
Adanya gejala / tanda impending eklampsia
Kegagalan terapi pada perawatan konservatif :
Dalam waktu atau setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan
medisinal terjadi kenaikan tekanan darah.
Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal, gejala-gejala
status quo (tidak ada perbaikan).
- Janin :
Adanya tanda-tanda “fetal distress”
Adanya tanda-tanda IUGR, IUFD
Adanya “HELLP Syndrome”
TBJ lebih dari 2500 gr atau pematangan paru telah optimal
b. Pengobatan medisinal :
- segera masuk rumah sakit
- istirahat berbaring ke satu sisi (kiri).
- Infus Ringer Lactate 500 cc (60-125 cc/jam) atau 20 tts/mnt maintenance..
- Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
- Pemberian obat anti kejang MgSO4.
- Cara pemberian ( syarat terpenuhi, tidak ada kontra indikasi)
INITIAL DOSE
4 gr MgSO4 IV, kemasan 40% ( 10 CC ) diberikan bolus perlahan > 5
menit.
“Maintenance dose”
Diberikan 6 gr IV selama 6- 7 jam ( 20 tts/mnt)
Syarat-syarat pemberian MgSO4.
- Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu CaCl2 (kalsium klorida) 10%
dalam 10 cc diberikan IV 3 menit (dalam keadaan siap pakai).
- Refleks patella (+)
- Frekuensi pernafasan > 16 kali/menit
- Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam).
Sulfas magnesikus dihentikan bila :
- Ada tanda-tanda intoksikasi ( nadi < 60 x/ mnt, syarat2 sudah tidak
terpenuhi)
- Setelah 24 jam pasca persalinan
- Dalam 6 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensi).
- Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada :
Edema paru-paru
Payah jantung kongestif
Edema anasarka
- Anti hipertensi diberikan bila :
Tekanan darah tinggi :
- Sistolik > 180 mmHg.
- Diastolik > 100 mmHg.
Obat-obatan anti hipertensi yang diberikan bentuk oral NIPEDIPIN
( maks. 60 mg/hari dosis terbagi, amlodipin, alfa metyldopa) dalam
bentuk suntikan yang tersedia di Indonesia ialah Klonidin. 1 ampul
mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin dilarutkan dalam 10 cc larutan garam
faali atau air untuk suntikan. Disuntikkan mula-mula 5 cc IV perlahan-
lahan selama 5 menit. Tekanan darah diukur 5 menit kemudian, bila
belum ada penurunan, maka diberikan lagi 5 cc IV dalam 5 menit
(sisanya.
Klonidin dapat diberikan tiap 4 jam sampai tekanan darah diastolik
menjadi normotensi. Pilihan lain adalah Khloral Hidrat atau Hidralasin.
- Kardiotonika
Indikasi pemberian kardiotonika ialah bila ada tanda-tanda menjurus payah
jantung. Jenis kardiotonika yang diberikan ialah Digoksin atau Cedilanid D.
Perawatan dilakukan bersama dengan bagian penyakit jantung.
- Lain-lain :
Obat-obat antipiretika
Diberikan bila suhu rektal diatas 38,5oC, dapat dibantu dengan pemberian
kompres dingin atau alkohol.
Antibiotika
Diberikan atas indikasi
Anti nyeri
Bila penderita merasa kesakitan/gelisah karena kontraksi rahim, dapat
diberikan Pethidin HCl 50-75 mg sekali saja (selambat-lambatnya 2 jam
sebelum janin lahir).
c. Pengobatan Obstetrik :
Terminasi kehamilan atau pengakhiran kehamilan pada pre-eklampsia ringan,
pre-eklampsia berat ataupun eklampsia tetap mengacu pada Protokol dari
Satgas Gestosis PB POGI.
Selama ini yang dilakukan pada Bagian Obstetri dan Ginekologi RSIA AMC
METRO- LAMPUNG ( RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK –
ANUGERAH MEDICAL CENTRE ) masih dipertimbangkan secara kasus
per kasus. Oleh karena itu dalam rangka menurunkan mortalitas dan morbiditas
ibu dan anak ( MDGs 2015 ) dilakukan :
- Terminasi dengan menggunakan induksi oksitosin dan untuk pematangan
serviks dipertimbangkan pemberian misoprostol 25 mg, diberikan pada
kasus-kasus pre-eklampsia ringan, berat atau eklampsia, dengan syarat :
Bishop Score 5 atau lebih DIRENCANAKAN PERVAGINAM bila
syarat memenuhi.
Pada prematuritas dengan preeclampsia ringan dipertimbangkan
terminasi bila TBJ > 2500 gr, atau pematangan paru optimal
Pada PEB dgn prematuritas terapi medikamentosa gagal disarankan
terminasi,
Pada PEB aterm segera terminasi
Pada Eklampsia tanpa memandang usia kehamilan dilakukan terminasi
kehamilan.
Apabila dalam 12 jam tidak masuk ke fase aktif diteruskan dengan Sectio
Caesaria.
- Terminasi dengan Sectio Caesaria, dikerjakan bila :
Bishop Score kurang dari 5
Primigravida atau belum pernah melahirkan pervaginam.
Syarat pervaginam tidak memenuhi
B. Konservatif, berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian
pengobatan medisinal.
a. indikasi :
Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending
eklampsia dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif.
c. Pengobatan obstetrik :
- selama perawatan konservatif, observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif.
- Sulfas magnesikus dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda pre-
eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
- Bila telah 24 jam tak ada perbaikan, maka keadaan ini dianggap sebagai
kegagalan pengobatan medisinal dan harus segera diterminasi.
3. Perawatan Eklampsia
A. Pengobatan medisinal
1. Obat anti kejang : MgSO4
a. “Loading Dose” :
- 4 gr MgSO4 40% dalam larutan 10 cc IV selama > 5 menit.
- Disusul 6 gr IV MgSO4 40% dalam RL 20 tts/mnt.
2. Bila kejang lagi maka dapat diberikan MgSO4 2 gr IV selama 3 menit.
Sekurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir.
3. Dosis tambahan 2 gr hanya diberikan sekali saja. Bila telah diberi dosis
tambahan masih kejang, maka diberikan Amobarbital 3-5 mg/KgBB/IV pelan-
pelan.
4. Monitoring tanda-tanda keracunan MgSO4.
5. Obat-obat suportif.
Lihat pengobatan suportif pre-eklampsia berat.
6. Perawatan pada serangan kejang :
- Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.
- Masukkan sudip lidah ke mulut penderita.
- Kepala direndahkan, daerah orofarings dihisap.
- Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari
fraktur.
7. Perawatan penderita dengan koma :
- Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan menggunakan
“Glasgow Pittsburgh Coma Scale”
- Pada perawatan koma, perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan
makanan penderita.
- Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin cukup diberikan dalam
bentuk NGT (“nasogastric tube”).
8. Pengobatan obstetri :
Sikap terhadap kehamilan :
- Sikap dasar :
Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin.
11. Cara terminasi kehamilan sama dengan per-eklampsia berat.
A. Perawatan Rumah Sakit
1. Pre-eklampsia ringan :
Kriteria pre-eklampsia ringan untuk dirawat di rumah sakit :
a. Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya
perbaikan dari gejala-gejala pre-eklampsia.
b. Kenaikan berat badan ibu > 1 kg/minggu, selama 2 kali berturut-turut.
c. Timbul salah satu atau lebih gejala / tanda pre-eklampsia berat.
9. Pre-eklampsia berat
10. Eklampsia
PENYULIT
1. Gagal ginjal
2. Gagal jantung
3. Edema paru-paru
4. Kelainan pembekuan darah
5. Perdarahan persalinan dan perdarahan otak
6. Kematian janin
PERSETUJUAN MEDIS
Perlu penjelasan mengenai kondisi kasus dan rencana penatalaksanaan
LAMA PERAWATAN
3 Sampai 5 hari, setelah bebas kejang, sadar penuh dan tekanan darah terkendali
AUTOPSI (bila terjadi kematian)
Bila terjadi kematian sebutkan penyebab langsung
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
Faktor predisposisiNulipara, usia muda, hiperteni kronikRata-rata tekanan arterial yang tinggiPada pertengahan kehamilanPola tekanan darahProteinuriaPertambahan berat badan yang besar
Kimia darahDarah rutin, hematokritBerat jenis urinElektrolit urinProtein urin
Rawat : Pengawasan ketat sampai keadaan stabilPengamatan tanda-tanda perkembangan penyakitPerhatian pada oliguria, hiperrefleksi, vasospame dan dekompensasio kordis.
Ringan Sedang atau berat Eklampsia
Tirah baringSedasi jika diperlukan
Manifestasi klinik membaik
Rawat jalanManifestasi klinik bertambah jelek
Tirah baringSedasi MgSO4
Manifestasi klinik membaik
AntikonsulvanMgSO4
OksigenAnti hipertensiDigitalis
Kondisi stabil Kondisi stabil atau membaik
Pengamatan ketat tanda-tanda eksaserbasi
Induksi persalinan dalam 6 sampai 12 jam Kondisi stabil
Persalinan pervaginam berhasil Gagal Bedah Caesar
RUPTURA UTERI
I. DEFINISI
Robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau
tanpa robeknya peritoneum viserale.
II. KRITERIA DIAGNOSTIK
1. Sakit perut mendadak, kadang kembung
2. Perdarahan pervaginam.
3. Syok yang cenderung tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar, karena
adanya perdarahan intra abdominal.
4. Riwayat penyulit operasi pada rahim, trauma, partus sulit sebelumnya, dan
sebagainya.
5. Kadang-kadang disertai sesak nafas / nafas cuping hidung atau sakit karena
tekanan nafas intra abdominal pada diafragma.
6. Teraba bagian janin langsung di bawah kulit dinding perut, disertai tanda sakit
perut mendadak, denyut jantung janin tak terdengar.
7. Kadang-kadang urin hemoragis.
III. DIAGNOSIS BANDING
Abdomen akutum pada kehamilan lanjut
IV. TEMPAT TINDAKAN
Kamar operasi UGD, IBS.
1. Tindakan umum :
Atasi syok dengan segera, termasuk infus cairan intra vena, pemberian oksige,
oksigen dan ontibiotika (diberikan sebelum dan sesudah operasi).
2. Tindakan khusus : laparotomi
a. Segera cari sumber perdarahan lakukan hemostasis
b. Selanjutnya nilai robekan dinding
c. Robekan compang-camping lakukan histerektomi sub-total
d. Robekan disegmen bawah rahim dan tepi luka dapat diperbaiki
lakukan histerorafi.
e. Sarankan tubektomi.
3. Perawatan khusus :
Pengawasan keadaan umum, tensi, nadi, temperatur, frekuensi nafas (P5)
kadar Hb.
4. Posisi tidur :
Biasa atau anti Trendelenberg.
V. KONSULTASI
1. Bagian anestesiologi.
Persiapan laparotomi di UGD dengan bantuan “kamar bersalin”
2. Perawatan khusus
Hb dan hematokrit darah
3. Peralatan khusus
Peralatan laparotomi dan histerektomi.
VI. PENYULIT
1. Sepsis
2. Luka yang luas sampai ke kandung kemih dan vagina
3. Hematom pada daerah parametrium
4. Syok irreversibel.
RUPTURA UTERI
Penderita dengan suspek ruptura uteri
Pembedahan uterus sebelumnyaHiperstimulasi oksitosinPartus macet
Trauma abdomenNyeri abdomen akutKolaps sirkulasi
Hematokrit serialStudi koagulasiGolongan darah dan “cross-match” Tekanan vena sentral (CVP)Kateter Swan-Ganz
Tentukan status kardiovaskulerDerajat berat hilangnya darah, perdarahan
aktifPasang jalur intravena
Mulai penggantian volume intravenaMonitor dengan CVP atau kateter Swan-Ganz
Ditemukan insidentil saat SC Evaluasi hemodinamik segera
Hemodinamuk stabil
Normal atau keadaan
Kardiovaskuler terkompensasi
Hemodinamik tak stabilHipotanesi, takikardi,Perfusi jaringan yang jelek
Monitor secara cermat tentukan ukuran dan lokasiRuptura uteri, hematom, perluasan ke lig. Latum, perdarahan aktif
Lakukan kompresi aortaAntefleksi uterusElevasi dan kompresi
Kondisi tetap stabil Kondisi memburukPerdarahan berlarutKondisi berubah tak stabil
Tentukan apakah dilakukan repair atau pengangkatan uterus
Laparotomi eksplorasiLigasi A. uterine/hipogastrika dan ovarika
Debridement dan repair
Histerektomi total atau suprasevikal
Jelaskan kemungkinan resiko untuk kehamilan yang akan datang
DISTOSIA
I. BATASAN
EUTOSIA : Adalah partus normal, yaitu partus spontan pervaginam pada
letak belakang kepala tanpa mengalami suatu hambatan.
DISTOSIA : Adalah partus yang tidak normal yang disebabkan oleh kelainan
kekuatan daya pendorong, kelainan jalan lahir dan atau kelainan
pada janin yang dilahirkan.
Distosia terjadi bila ada kelainan satu sama lain atau lebih dari tiga faktor dibawah ini,
dan biasanya ditemukan lebih dari satu faktor.
1. “Power” : Kekuatan pendorong yang terdiri dari kekuatan his dan daya
mengejan.
2. “Passage” : Jalan lahir yang meliputi tulang, jalan lahir lunak dan jalan lahir
keras.
3. “Passenger” : Keadaan janin yang meliputi :
o Letak janin
o Besarnya janin
o Kelainan mekanisme persalinan
o Kelainan bawaan
o Kehamilan ganda
4. Penolong
5. Psikologis
Ad 1 POWER :
1.1 Kelainan his ; Dapat terjadi pada kala I dan kala II
Berupa :
a. His hipotonik (lemah) = inersia uteri
- primer : sejak awal partus his telah lemah
- sekunder : bila semulanya kuat tapi karena terjadi hambatan his jadi lembah
b. His hipertonik
- “Constriction Ring”
- Tetania uteri
Penanganan
a. His hipotonik : Perbaikan KU ibu
Penggunaan uterotonika
b. His hipertonik : sedativa, kalau perlu narkose
1.2 Kelainan tenaga mengejan : terjadi pada kala II
Berupa :
- Daya mengejan yang normal
- Daya mengejan yang terlalu kuat sehingga terjadi robekan jalan lahir dan trauma
pada bayi.
Penanganan :
- Pimpinan persalinan yang baik
- Dorongan kristeller
- Ekstraksi vakum / forseps
Ad. 2 PASSAGE
Diagnosis
1. Adanya riwayat persalinan yang jelek : partus lama, anak lahir mati, atau tindakan
operatif.
2. Kepala tinggi dan perut gantung
3. Cacad panggul / kelainan cara berjalan
4. Pemeriksaan ukuran panggul dalam saat kehamilan 36 minggu pada :
- Primi para
- Wanita yang belum pernah melahirkan bayi hidup > 2,500 gram
5. Pelvimetri radiologi
6. Pemeriksaan ambang janin panggul : test Osborne, Muller Munro-Kerr.
7. Evaluasi dengan kurva Friedman / partogram.
Penanganan :
1. Dalam keadaan “borderline” / meragukan dapat dilakukan partus percobaan :
“trial and test of labour”.
2. Bila panggul sempit mutlak atau ada kelainan letak dilakukan bedah Caesar.
Ad. 3 PASSENGER
3.1 Distosia karena kelainan letak janin
Misalnya :
- letak sungsang
- letak lintang
- letak defleksi (puncak, dahi, muka)
- presentasi ganda :
o kepala dan tangan / lengan
o kepala dan kaki (jarang)
o bokong dan tangan / lengan (jarang)
3.2 Distosia karena kelainan besarnya janin
bila berat janin > 4,000 gram
dapat berakibat : partus lama/macet
distosia bahu
penanganannya : menekan supra simfisis “cock screw manouver” melahirkan bahu
belakang dan lain-lain.
3.3 Distosia karena kelainan letak janin
Misalnya :
- “Deep Transverse Arrest”, tidak terjadi putar paksi dalam sehingga UUK
melintang dan terjadi kemacetan.
- “Positio Occipitalis Posterior Persistent” bila oksiput terputar ke belakang
sehingga macet.
3.4 Distosia karena kelainan bawaan janin
Misalnya :
- Hidrosefalus
- Anensefalus
- Kembar siam
- Tumor abdomen
3.5 Distosia karena kehamilan ganda
II. PENGELOLAAN
Dibicarakan dalam bab tersendiri.
PENGELOLAAN PERDARAHAN PASCA SALIN ( P3S )
I. DEFINISI
Perdarahan pasca salin adalah perdarahan setelah anak lahir melebihi 500 cc.
II. PENYEBAB : 4 T
1. TONUS ( Atonia uteri )
2. TISSUE ( Plasenta / sisa plasenta )
3. TRAUMA ( Perlukaan jalan lahir )
4. THROMBIN ( Kelainan pembekuan darah )
III. DIAGNOSIS :
Penderita tampak pucat, nadi dan pernafasan menjadi lebih cepat disertai
penurunan tekanan darah. Biasanya gejala terjadi apabila jumlah kehilangan
darah mencapai 20% dan jika perdarahan berlangsung terus dapat menjadi syok.
Diagnosis perdarahan pasca persalinan mudah diketahui apabila pada setiap
persalinan mengukur jumlah darah yang keluar setelah persalinan (Kala III )
dalam 2 – 6 jam.
IV. PENGELOLAAN :
Tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan, yaitu :
1. Menghentikan perdarahan
2. Mencegah / mengatasi syok
3. Mengganti darah yang kurang
Menghentikan perdarahan :
Cara mengetahui penyebab perdarahan dengan melakukan pemeriksaan yang
meliputi :
- Palpasi : kontraksi uterus, tinggi fundus uteri
- Periksa plasenta : jumlah kotiledon, plasenta suksenturiata
- Eksplorasi jalan lahir dan kavum uteri : lacerasi, rupture/ robekan
- Inspekulo : luka vagina, serviks, varises yang pecah
- Laboratorik : Hb, kelainan pembekuan darah
Mencegah / mengatasi syok :
Segera diberikan cairan / darah perinfus dengan cepat. Tindakan selanjutnya
sesuai dengan penyebab perdarahan.
Pengelolaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri.
Tindakan yang segera dilakukan adalah :
1. Pemasangan infus NaCl 0,9% dengan tetesan cepat / guyur.
Setelah masuk 500 ml evaluasi tensi nadi dan bila perlu dilanjutkan dengan
botol kedua, bila memungkinkan usahakan darah untuk transfusi.
2. Melakukan “massage” uterus dan pemberian uterotonika : metil ergometrin
maleat 0,2 mg iv (boleh diulang bila diperlukan) dan oksitosin 5 unit per drip
ATAU MISOPROSTOL 400 – 800 mg
3. SINGKIRKAN dan ATASI MASALAH 3 T (TISUE, TRAUMA,
THROMBIN)
4. Bila MASALAH TONUS penyebabnya Lakukan kompresi bimanual interna
dan eksterna (KBE/KBI) selama kurang lebih 15 menit.
5. Bila tindakan diatas gagal menghentikan perdarahan, lanjutkan CONDOM
BALON BAKREY, Pemasangan gurita untuk menekan fundus uteri.
6. Jika semua tindakan diatas gagal, jalan terakhir adalah operasi
KONSERVATIF ATAU HISTEREKTOMI.
Pengelolaan perdarahan pasca persalinan karena plasenta / sisa plasenta :
1. Apabila plasenta belum lahir dan perdarahan terjadi sebaiknya lahirkan
plasenta dengan segera, kalau perlu lahirkan dengan manual dengan aseptik
yang baik. Pengeluaran ini dibarengi dengan “massage” : uterus dari luar,
pemberian uterotonika.
2. Apabila perdarahan yang terjadi oleh karena sisa plasenta, sedapat-dapatnya
dilakukan pengeluaran sisa plasenta secara digital sebanyak-banyaknya,
dibarengi dengan pemberian uterotonika. Bila perlu dilakukan kuretase
dengan sendok kuret yang besar. Apabila penyebabnya plasenta akreta,
tindakan yang terbaik dapat diatasi dengan jahitan.
Pengelolaan perdarahan pasca persalinan karena kelainan pembekuan darah,
apabila ada persangkaan gangguan pembekuan darah, periksa test koagulasi,
selanjutnya perlu penanganan bersama ahli hematologi.
BEDAH CAESAR, HISTEREKTOMI CAESAREAN
DAN HISTEROTOMI
Definisi :
Bedah Caesar adalah pembedahan untuk melahirkan janin melalui dinding perut
dan dinding uterus.
Jenis :
1. Bedah Caesar klasik/korporal
2. Bedah Caesar transperitoneal profunda
3. Bedah Caesar ekstraperitoneal
4. Histerektomi Caesarean (Caesarean hyseterectomy)
Indikasi :
A. Indikasi Ibu :
1. Panggul sempit
2. Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3. Stenosis serviks uteri atau vagina
4. Plasenta previa
5. Disproporsi janin-panggul
6. Ruptura uteri membakat
7. Partus tak maju
8. Incoordinate uterine action
B. Indikasi janin :
1. Kelainan letak :
a. Letak lintang
b. Letak sungsang (janin besar, kepala defleksi)
c. Letak dahi dan letak muka dengan dagu di belakang
d. Presentasi ganda
e. Kelainan letak pada gemelli anak pertama
2. Gawat Janin
Indikasi kontra (relatif) :
1. Infeksi intrauterin
2. Janin mati
3. Syok/anemia berat yang belum teratasi
4. Kelainan kongenital berat
Teknik pelaksanaan :
1. Bedah Caesar Klasik/Korporal
a. Buat insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus uteri di
atas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai sepanjang
kurang lebih 12 cm. Saat menggunting, lindungi janin dengan 2 jari operator.
b. Setelah kavum uteri terbuka, kuit ketuban dipecah. Janin dilahirkand enga
nmeluncurkan kepala janin ke luar melalui irisan tersebut.
c. Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat diklem (2 tempat) dan dipotong
diantaranya.
d. Plasenta dilahirkan secar manual, kemudian segera disuntikkan uterotonika ke
dalam miometrium dan intravena.
e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
- Lapisan I : Miomterium tepat di ats endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no. 1 atau 2.
- Lapisan II : Lapisan miometrium di atasnya dijahit secara kasur
horizontal (Lambert) dengan benang yang sama.
- Lapisan III : dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit
secara jelujur menggunakan benang plain catgut no. 1 dan 2
f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air
ketuban.
g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2. Bedah Caesar Transperitoneal profunda
a. Plika vesiko-uterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,
kemudian secara tumpul disisihkan ke arah bawah dan samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1
cm dibawah irisan plika vesik-uterina. Irisan kemudian perlebar dengan gunting
sampai kurang lebih sepanjang 12 cm. Saat menggunting lindungi janin dengan 2
jari operator.
c. Setelah kavum uteri terbuka, kuit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan
cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut
d. Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya
e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya, tali pusat diklem (2 tempat) dan dipotong
diantaranya.
f. Plasenta dilahirkan secara manual, kemudian segera disuntikkan uterotonika ke
dalam miometrium dan intravena.
g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
- Lapisan I : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no. 1 atau
2.
- Lapisan II : lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(Lambert) dengan benang yang sama.
- Lapisan III : peritoneum plika vesiko-uterina dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no. 0 atau 1
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air
ketuban.
i. Dinding abdomen dijahti lapis demi lapis.
3. Bedah Caesar ekstraperitoneal
a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudian digeser
ke kranial agar terbebas dari dinding kranial vesika urinaria.
b. Segmen bawah rahim diiris melintang sepertri pada bedah Caesar transperitoneal
profunda, demikian jgau cara menutupnya.
Bedah caesar ekstraperitoneal ini terutama dilakukan pada kasus infeksi intra-
uterin tetapi sekarang sudah sangat jarang dilakukan sehubungan dengan makin
efektifnya antibiotika yang kita gunakan.
4. Histerektomi Caesarean
a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/korporal demikian juga
cara melahirkan janinnya.
b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikand engan menggunakan
klem secukupnya.
c. Kedua adneksa dan ligamen rotunda dilepaskan dari uterus.
d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju korpus uteri diklem (2) pada tepi
segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan di atas kedua klem tersebut.
e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada
tunggul serviks uteri diatasi.
f. Jahit cabang arteria uterina yagn diklem dengan menggunakan benang sutera no.
2.
g. Tunggu serviks uteri ditutup dengna jahitan (menggunakan chromic catgut no. 1
atau 2) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptik.
h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tungguk serviks uteri.
i. Dilakukan reperitonealisasi serta eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.
j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
HISTEROTOMI
Definisi :
Suatu pembedahan untuk melahirkan isi uterus melalui dinding perut dan dinding
uterus tanpa mengharapkan hasil konsepsi hidup.
Indikasi :
A. Indikasi ibu :
1. Dekompensasio kordis
2. Hipertensi essensial yang berat
3. Penyakit ginjal menahun dengan kemunduran fungsi ginjal
4. Psikosis yang berat
5. Mola hidatidosa.
B. Indikasi janin :
1. Cacat bawaan yang berat
2. Janin mati
Teknik pelaksanaan :
Tentukan apakah sudah terbentuk segmen bawah rahim. Bila sudah, maka
dilakukan tindakan seperti teknik beda Caesar tranperitoneal profunda, sedang bila
segmen bawah rahim belum terbentuk maka dilakukan tindakan seperti bedah Caesar
klasik.
Catatan :
Pertimbangkan ketentuan Undang-undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992
untuk indikasinya.
KEHAMILAN GANDA
Frekuensi 1 : 89 tergantung ; bangsa, rasa, paritas dan umur
Jenis :
- Monozygote
Melalui pembelahan sel yang kemudian tumbuh dan berkembang menjadi 2 individu;
Jika pembelahan sempurna monozygot sempurna
Jika pembelahan tak sempurna double monster/kembar siam
Sifat-sifat monozygot normal :
Jenis kelamin sama
Sidik jari sama
Golongan darah sama
- Dizygote
Berasal dari 2 telur dan 2 sperma yang berbeda yang kemudian tumbuh dan
berkembang, mempunyai sifat/ciri :
Jenis kelamin sama/berbeda
Rupa seperti kakak beradik
Mempunyai 2 amnion dan 3 korion
Plasenta bisa 2 atau hanya 1
Menurut terjadinya :
1. Superfekundasi
Pembuahan 2 sel telur yang dikeluarkan saat ovulasi yang sama pada waktu koitus
yang dilakukan dalam jarak waktu singkat. Keadaan ini sukar dibedakan dengan
hamil kembar dizygotik.
2. Superfetasi
Kehamilan yang terjadi beberapa minggu/bulan setelah kehamilan pertama terjadi.
Bila hal ini terjadi dimasukkan dalam golongan kuda, karena tak ada pada manusia.
Etiologi :
- Pembelahan sel (superfetasi dan superfekundasi)
- Obat-obatan; clomiphene.
Pertumbuhan janin :
Pada gemelli pertumbuhan janin intra uterina sama dengan kehamilan tunggal
sampai dengan umur kehamilan <30 minggu. Setelah itu pertumbuhan akan berbeda
secara bermakna. Umumnya bayi I lebih berat dibandingkan dengan bayi II, rata-rata :
- BB < 2,500 gram (gemelli)
- BB < 2,000 gram (triplet)
- BB < 1,500 gram (quadriplet)
Perbedaan BB ini karena :
- Satu plasenta tumbuh lebih baik daripada yang lain
- Anastomosis pembuluh darah
- Insersi tali pusat yang berbeda.
Jenis kelamin perempuan lebih banyak ditemukan daripada laki-laki.
Pada kehamilan monozygotik sering terjadi kelainan bawaan/cacat kongenital, bahkan
sering terjadi monster.
Gejala adanya gemelli :
- Dinding perut tegang, mengkilat
- Tinggi fundus uteri meningkat
- Bagian-bagina janin teraba, 2 kepala, 2 badan dan banyak bagian kecil.
Diagnosis :
a. Anamnesis :
Riwayat keluarga baik dari ibu maupun bapak, minum obat-obatan (klomifen),
pertumbuhan uterus lebih cepat.
b. Palpasi :
- Besar uterus lebih daripada umur kehamilan.
- Pertumbuhan uterus sangat cepat
- Berat badan ibu naik lebih cepat
- Bagian-bagian kecil terasa gerakan lebih banyak
- Adanya 3 bagian besar janin
- Teraba adanya 2 balottement
c. Diagnosis pasti ;
- 2 kepala, 2 bokong, 2 punggung, 2 denyut jantung janin (2 punktum
maksimum dengan perbedaan > 2).
- Sonografi
- Radiografi
Mengingat gemelli ditemukan pada umur kehamilan 30 minggu, maka sebaiknya
hamil muda dilakukan USG.
Komplikasi yang sering ditemukan :
- Abortus
- Kematian perinatal meningkat (BBLR, prematuritas).
Terjadi persalinan 35 minggu oleh karena :
Kontraksi lebih awal
Serviks lebih lembut
KPD
- Anemia pada ibu
Karena kebutuhan zat besi meningkat, di RSDK ditemukan 80%.
- Hidramnion
Dapat menyebabkan partus prematurus, inersia dan perdarahan post partum
karena atonia uteri.
- EPH Gestosis
Kejadian 20% di RSDK sebesar 27%.
- Plasenta previa
Terjadi pada 2% kasus
Plasenta menjadi lebih besar dan lebih luas
- Perdarahan post partum.
Pengelolaan kehamilan ganda :
- Diet banyak dengan tambahan 300 kalori dibandingkan dengan
wanita tidak hamil.
- ANC teratur
- Banyak istirahat
- Tambahan zat besi (60-100 mg/hari), asam folat (400 - 800 mcg/hari).
- Tambahan protein
Pencegahan persalinan prematur :
Istirahat berbaring
Pemberian -mimetik
Sirklase serviks
Pemberian progesteron.
Pengelolaan persalinan kehamilan ganda :
Tenaga terlatih (RS)
Obat-obatan cukup
Dilakukan episiotomi
Persiapan operasi
Infus line
Tergantung letak janin :
- Letak kepala – letak kepala : dapat dilahirkan per-vaginam
- Letak lintang – letak lintang : bedah Caesar.
Komplikasi sewaktu persalinan :
- Inersia uteri
- Kelainan presentasi
- Tali pusat menumbung
- Ketuban pecah dini
- Collision : keduanya masuk dalam rongga panggul bersamaan
- Inter-locking : saling mengunci
- Impacting
- Compacting.
Prognosis :
Morbiditas dan mortalitas ibu meningkat, demikian juga kejadian anemia,
eklampsia, perdarahan. Kematian perinatal juga meningkat disebabkan sering terjadinya ;
prolapsus funikuli, letak lintang, prematuritas, tindakan obstetri.
JALUR ADMINISTRASI PENDERITA
RISIKO TINGGI DI RSIA AMC METRO- LAMPUNG
PENDERITA RISIKO TINGGI
LOKET
LOKET CM
POLIKLINIK
Pemeriksaan Fisik - Pemeriksaan laboratorium- Konsultasi antar bagian
Penderita diantar ke ruang inap
Ke loket pendaftaranDapat CM rawat inap
diruangan
- Pemeriksaan fisik lengkap- Konsultasi antar bagian
yang diperlukan
- melengkapi pemeriksaan laboratorium
- pemeriksaan penunjang yang diperlukan
TINDAKAN
Kamar bersalin Operasi elektif
Ruang perawatanRuang post partum, Ruang intensif / Pasca operasi
Administrasi Pembayaran
PULANG
PEMERIKSAAN DALAM VAGINA DI BIDANG OBSTETRI
Definisi :
Periksa Dalam Vagina (PDV) adalah pemeriksaan raba dengan memasukkan jari
(pada umumnya jari telunjuk dan jari tengah) ke dalam vagina guna mengetahui keadaan
kehamilan maupun persalinan.
Indikasi :
I. Dalam kehamilan :
A. Umum : yaitu apabila dengan pemeriksaan luar
tidak didapatkan jelas
B. Khusus :
1. Kehamilan muda
2. Kemungkinan adanya kelainan jalan lahir :
a. Riwayat obstetri jelek yang menunjukkan kemungkinan panggul
sempit, misalnya : lahir mati, riwayat bedah Caesar, dan lain-lain.
b. Letak janin tidak jelas
c. Primigravida hamil 36 minggu kepala janin belum masuk PAP.
II. Dalam persalinan
A. Umum : yaitu apabila dalam pemeriksaan luar tidak
didapatkan hasil
yang jelas.
B. Khusus :
1. Bila persalinan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
2. Bila akan melakukan tindakan
3. Kulit ketuban pecah, tetapi bagian bawah janin belum masuk PAP
4. Kemajuan persalinan, bila dibandingkan dengan partograf/kurve Friedman,
telah berada di luar batas normal.
5. Indikasi sosial
Syarat :
PDV harus dilakukan dengan cara yang aseptik, yaitu : desinfeksi daerah vulva
dan vagina dengan kapas sublimat/desinfektan dan pemeriksa memakai sarung
tangan steril.
Indikasi kontra (relatif) :
1. Adanya infeksi pada daerah vulva
2. Kecurigaan adanya Plasenta Previa
Komplikasi yang dapat terjadi :
1. Infeksi
2. Trauma
3. Perasaan nyeri
Penilaian PDV :
1. Umum :
a. Vulva dan uretra
b. Vagina : supel atau tidak, striktura, tumor dan lain-lain.
c. Otot antara vagina sekitarnya (vesika urinaria dan rektum)
d. Serviks uteri : konsistensi, posisi, penipisan, pembukaan, raba kulit ketuban
(positif dan negatif, menonjol atau tidak).
e. Presentasi janin dan penurunannya (bidang Hodge atau station)
f. Titik penunjuk (point of direction)
g. Vesika urinaria dan rektum : kosong atau terisi, adanya massa, dan lain-lain.
2. Panggul, dinilai ukuran dan bentuk :
Ukuran Panggul Dalam disebut normal (ginekoid tak sempit), bila :
a. Pintu Atas Panggul (PAP) :
- Promontorium tidak teraba
- Linea inominata teraba kurang dari setengah lingkaran
b. Pintu Tengah Panggul (PTP) :
- Spina iskhiadika tidak menonjol
- Kelengkungan sakrum cukup
- Dinding samping pelvis sejajar
c. Pintu Bawah Panggul (PBP) :
- Arkus pubis lebih dari 90o
- Mobilitas tulang koksigius cukup
3. Penurunan janin :
a. Bidang Hodge :
- Bidang Hodge I : yaitu bidang yang melalui PAP (terbentuk pada
lingkaran PAP dengan tepi atas simfisis dan
promontorium).
- Bidang Hodge II : yaitu bidang sejajar dengan bidang Hodge I,
terletak setinggi tepi bawah simfisis.
- Bidang Hodge III : yaitu bidang sejajar dengan bidang Hodge I dan II,
terletak setinggi spina iskhiadika.
- Bidang Hodge IV : yaitu bidang sejajar dengan bidang Hodge I, II dan
III, terletak setinggi tulang koksigius.
b. Stasion (pelvic station) :
- Stasion 0, yaitu bidang setinggi spina iskhiadika
- Bidang-bidang di atas stasion 0 :
Stasion –1 : 1 cm diatas stasion 0
Stasion –2 : 2 cm diatas stasion 0
Stasion –3 : 3 cm diatas stasion 0
Stasion –4 : 4 cm diatas stasion 0
Stasion –5 : 5 cm diatas stasion 0
Catatan :
Jarak antara spina iskhiadika dengan PAP biasanya 5 cm (=Hodge I). Bila bagian
bawah janin lebih tinggi dari bidang ini disebut masih mengambang (floating).
- Bidang-bidang dibawah stasion 0 :
Stasion +1 : 1 cm diatas stasion 0
Stasion +2 : 2 cm diatas stasion 0
Stasion +3 : 3 cm diatas stasion 0
Catatan :
Bila bagian bawah janin berada pada stasion +3 berarti sudah berada pada bidang
Hodge IV atau dasar panggul.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang Hodge dan stasion dapat dilihat pada gambar 1 dan
2 dibawah ini :
VERSI LUAR
Definsi :
Versi luar adalah tindakan obstetri untuk mengubah letak janin dalam uterus
(presentasi janin) melalui dinding perut ibu.
Tujuan :
Versi luar bertujuan untuk memperbaiki prognosis kehamilan maupun persalinan.
Sebagai contoh misalnya letak sungsang pada kehamilan menyebabkan tingginya angka
kejadian ketuban pecah dini dan prematuritas, sedangkan pada saat persalinan ibu dan
anak mempunyaki prognosis kurang baik.
Indikasi :
Indikasi versi luar pada kehamilan dan persalinan adalah :
1. Letak sungsang
2. Letak lintang
Syarat :
1. Umum : tidak boleh dilakukan dengan paksaan
2. Khusus :
a. Pada kehamilan :
- Umur kehamilan lebih dari 8 bulan (pada primigravida 34-36 minggu,
sedangkan pada multigravida 36-38 minggu).
- Air ketuban cukup (tidak hidramnion atau oligohidramnion).
b. Pada persalinan :
- Air ketuban cukup
- Pembukaan kurang atau sama dengan 3 cm, atau pembukaan lengkap.
Indikasi kontra :
1. Terdapat Disproporsi Janin Panggul
2. Bagian Bawah janin sudah masuk ke dalam panggul, sehingga tidak dapat didorong
lagi ke atas.
3. Gawat janin
4. Bekas bedah Caesar atau perlukaan dinding rahim
5. Hipertensi
6. Plasenta previa
7. Solusion plasentae
8. Di dalam rahim terdapat lebih dari satu janin (kehamilan ganda).
Komplikasi yang dapat terjadi :
1. Solusion plasentae
2. Lilitan tali pusat
3. Kulit ketuban pecah
4. Prolapsus tali pusat
5. Robekan rahim (ruptura uteri)
6. Darah anak masuk ke dalam sirkulasi ibu.
Teknik pelaksanaan :
1. Kandung kemih dan rektum dalam keadaan kosong
2. Penderita tidur terlentang dengan lutut dalam keadaan fleksi ringan
3. Kedua tangan pemeriksa hendaknya cukup hangat dan tidak berkeringat agar tidak
merangsang dinding perut ibu.
4. Kedua tangan pemeriksa memegang kepala dan bokong janin sedemikian rupa
sehingga keempat jari terletak pada satu sisi dan ibu ajri pada sisi yang lain.
Kemudian janin diputar dengan arah putaran yang paling mudah adalah sesuai dengna
jarak terdekat kepala dengan PAP serta dengan tetap mempertahankan sikap fleksi
kepala janin.
Bila versi luar bertujuan untuk mengubah letak janin menjadi letak sungsang, maka
arah putaran seperti tersebut diatas disesuaikan dengan posisi bokong janin dengan
PAP dan mendengarkan denyut jantung janin.
5. Setelah versi luar berhasil, kepala/bokong janin difiksasi selama beberapa menit di
atas PAP.
6. Bila terjadi komplikasi, maka diambil tindakan sesuai dengna komplikasi yang terjadi
tersebut (misalnya : solusio plasentae, ruptura uteri, dan lain-lain).
INDUKSI PERSALINAN
Definisi :
Induksi persalinan adalah upaya guna merangsang uterus mulai mengadakan
persalinan.
Induksi persalinan dapat dilakukan dengan cara :
A. Medisinal :
1. Infus oksitosin
2. Prostaglandin
B. Operatif :
1. Amniotomi
2. Melepas kulit ketuban dari dinding uterus (stripping of the membrane).
3. Lain-lain : Bougie Krause, Metreurynter, kateter Foley dan batang laminaria).
Indikasi :
1. Kehamilan lewat bulan (serotinus, post-term).
2. Kulit ketuban pecah dini
3. Janin mati (intrauterine fetal death).
4. Kehamilan dengan hipertensi
5. Kehamilan dengan Diabetes mellitus.
6. Solusio plasentae.
Indikasi relatif :
7. Kelainan kongenital
8. Makrosomia
9. Janin kecil (small for gestational age).
10. Hidramnion
11. Insufisiensi plasenta
12. Malposisi/malpresentasi janin
Syarat (relatif) :
Serviks matang (skor Bishop>5) :
Deskripsi 0 1 2 3Pembukaan serviks (cm) 0 1-2 3-4 5-6Penipisan (effacement) 0-30% 40-50% 60-70% 80%Penurunan kepala (stasion) -3 -2 -1 +1-+2Konsistensi serviks Keras Sedang LunakPosisi serviks Posterior Medial Anterior Skor Bishop total = jumlah keseluruhan skor
Prosedur :
A. Medisinal :
1. Infus oksitosin :
a. Ibu dipersiapkan untuk bersalin. WHO tidak menganjurkan mencukur rambut
pubis menjelang persalinan.
b. Pelaksanaan infus oksitosin sebaiknya dimulai pada pagi dini hari.
c. Pengawasan induksi harus dilaksanakan dengan cermat, terutama mengawasi
akan kemungkinan terjadinya ruptura uteri dan gawat janin.
d. Cairan yang dipergunakan umumnya dekstrose 5%. Masukkan oksitosin 5 U
ke dalam 500 ml cairan tersebut dan dialirkan mulai 8 tetes/menit sd his
adequat.
e. Percepat tetesan infus dengan 4 tetes/15 menit (untuk evaluasi timbulnya
kontraksi uterus) sampai timbul his yang adekuat. Umumnya maksimum
tetesan adalah 40 tetes/menit.
f. Bila his timbul secara teratur dan adekuat, tetesan oksitosin dipertahankan
tetapi bila terjadi his yang sangat kuat, jumlah tetesan dikurangi atau
sementara dihentikan. His yang terlalu kuat juga menyebabkan emboli air
ketuban serta tetania uteri.
g. Infus oksitosin hendaknya dipertahankan sampai persalinan selesai, yaitu
sampai 2 - 6 jam setelah lahir plasenta.
h. Evaluasi pembukaan serviks dilakukan dengan periksa dalam vagina. Bila
persalinan telah berlangsung dengan his adekuat, tetesan oksitosin
dipertahankan sampai pembukaan lengkap. Pada keadaan ini periksa dalam
vagina dilakukans sesuai dengan indikasi yang ada.
i. Infus oksitosin dihentika bila ibu nampak kelelahan atau bila dengan 2 botol
infus tidak memberikan respon induksi.
j. Bila selama pemberian infus oksitosin terjadi penyulit/komplikasi, baik pada
ibu maupun janin, maka infus oksitosin harus segera dihentikan dan
kehamilan atau persalinan dikelola sesuai dengan penyulit/komplikasi yang
terjadi.
2. Prostaglandin :
Macam prostaglandin yang spesifik merangsang otot rahim adalah PgE2 dan
PgF2.
Untuk keperluan induksi persalinan, prostaglandin dapat diberikan secara
peroral/ sublingual, intra vaginal/rektal. Induksi persalinan pada kehamilan
genap bulan dengan pemberian prostaglandin umumnya cukup efektif. Kerugian
pemberian prostaglandin ini adalah kesukaran dalam mengendalikan dosis yang
dapat menimbulkan his (lain halnya dengan pemberian infus oksitosin).
Sedangkan efek samping yang dapat terjadi adalah mual, muntah, diare dan
hipertensi.
Prostaglandin yang sering dipergunakan adalah tablet vagina PgE2 dosis 25 mcg.
Cara pemberiannya yaitu tablet vagina ditaruh pada forniks posterior vagina. 6
jam kemudian bila persalinan belum berjalan seperti yang diharapkan, maka
diberi lagi tablet vagina kedua.
Indikasi kontra pemberian prostaglandin sama seperti indikasi kontra induksi
persalinan pada umumnya ditambah dengan asma bronkhiale dan allergi.
B. Operatif :
1. Amniotomi :
Amniotomi adalah tindakan mengeluarkan air ketuban dengan cara memecah
kulit ketuban. Pemecahan kulit ketuban dapat dilakukan pada fore water (dengan
setengah kocher) atau pada hind water (dengan kateter Drewsmith). Pada
umumnya amniotomi dikombinasikan dengan cara medisinal seperti tersebut
diatas.
Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan Amniotomi ini adalah :
a. Infeksi intrauterin
b. Prolaps tali pusat
c. Gawat janin
d. Solusio plasentae.
e. Emboli air ketuban.
Komplikasi tersebut dapat dihindari/dicegah dengan memperhatikan teknik
asepsi, yaitu dengan menggunakan peralatan yang steril serta sebaiknya dilakukan
bila kepala sudah masuk panggul.
2. Melepas kulit ketuban dari dinding uterus :
Maksud dari tindakan melepas kulit ketuban ini adalah agar segmen bawah rahim
lebih mudah tertarik oleh kontraksi korpus uteri (segmen atas rahim) dan
melepaskan prostaglandin yang diharapkan akan memacu dinding uterus.
Tindakan ini dilakukan dengan cara memasukkan 1 atau 2 ujung jari di antara
kulit ketuban dengan segmen bawah rahim. Keberhasilan tindakan ini sangat
kecil, sedangkan komplikasi yang bisa terjadi adalah infeksi, kulit ketuban pecah
dan perdarahan serviks uteri.
3. Bougie Krause :
Bougie Krause berbentuk seperti spatula dan penggunaannya dengan cara
dimasukkan diantara dinding rahim dan kulit ketuban. Cara ini sudah jarang
dilakukan.
4. Metreurynter, kateter Foley dan batang laminaria :
Peralatan ini terutama berguna untuk melebarkan kanalis servisis uteri.
Umumnya dilakukan untuk induksi pada kehamilan trimester II.
PARTOGRAM
Partogram adalah alat bantu berupa grafik yang terutama mempertegas garis
kemajuan persalinan menurut kurve Friedman. Dengan demikian sebenarnya partogram
merupakan alat petunjuk peringatan bahwa persalinan sebaiknya dirujuk (garis waspada)
dan memerlukan pengamatan dan tindakan khusus (garis tindakan).
WHO memberikan rekomendasi tentang penggunaan partogram ini sebagai berikut :
1. Partogram hanya dipergunakan pada pengawasan persalinan dengan janin letak
kepala.
2. Apabila kemajuan persalinan melewati garis waspada, maka hendaknya proses
persalinan dievaluasi kembali.
3. Jika kemajuan persalinan melintasi garis tindakan, maka ibu harus dirujuk atau
evaluasi proses persalinan ditingkatkan maupun sampai proses persalinan diakhiri
(sesuai dengan indikasinya).
GAWAT JANIN
Definisi :
Gawat janin adalah janin dalam keadaan gawat sehingga memerlukan tindakan
darurat untuk menyelamatkannya. Dalam ilmu fantom yang dimaksud dengan gawat
janin adalah gawat janin yang akut.
Tanda-tanda :
Disebut gawat janin, yaitu bila didapatkan satu atau lebih tanda seperti tersebut
dibawah ini :
1. Denyut jantung janin menjadi tidak teratur
2. Denyut jantung janin yang menjadi terlalu lambat (frekuensi kurang dari 120
X/menit).
3. Denyut jantung janin yang menjadi terlalu cepat (frekuensi lebih dari 180 X/menit).
4. Terjadi pengeluaran mekonium pada janin bukan letak sungsang (misalnya letak
kepala atau lintang).
5. pH darah janin kurang atau sama dengan 7.2
6. Terjadi deselerasi lambat (pada penggunaan monitor kardiotokograf intrapartum baik
yang langsung maupun tidak langsung).
Yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
Penentuan denyut jantung janin harus dilakukan saat tidak ada his (pada pemantauan
secara manual).
Walaupun gawat janin merupakan petunjuk/indikasi untuk segera mengakhiri
persalinan, tetapi sebaiknya tetap harus dicari penyebab perubahan akut yang terjadi
pada janin sambil memberikan oksigen dan menempatkan ibu berbaring miring ke
kiri.
ANESTESI PADA PERSALINAN BUATAN
Tindakan anestesi umum atau analgesi regional sering diperlulkan pada persalinan
buatan, yaitu misalnya pada :
1. Persalinan sungsang yang perlu dibantu
2. Ekstraksi sungsang
3. Ekstraksi forseps
4. Bedah Caesar
5. Histerektomi Caesarean
6. Bedah destruksi
7. Manual plasenta.
Anestesi pada persalinan buatan ini dpaat dilakukan dengan cara :
A. Anestesi umum :
1. Prosedur singkat :
Tindakan anestesi ini pada umumnya dilakukan pada persalinan sungsang yang
dibantu, ekstraksi sungsang, ekstraksi forseps dan manual plasenta.
Macam-macam cara dan jenis obat yang digunakan pada tindakan ini adalah :
a. Inhalasi : Halotan, Eter, N2O dan Enfluran
b. Intravena : Diazepam, Midazolam dan Ketamin.
2. Prosedur panjang/lama
Tindakan anestesi ini dilakukan pada bedah destruksi, bedah Caesar dan
histerektomi Caesarean.
Macam-macam cara dan jenis obat yang dipergunakan adalah :
a. Inhalasi : Halotan, Eter, N2O dan Enfluran.
b. Intravena : Ketamin
B. Anestesi lokal/regional :
Tindakan anestesi ini dapat dilakukan dengan cara :
a. Infiltrasi, misalnya pada episiotomi
b. Anestesi pudendal, misalnya episiotomi, ekstraksi forseps, perforasi
karnioklasti dan persalinan sungsang yang dibantu.
c. Anestesi epidural
Jenis obat yang digunakan adalah anestesi secara infiltrasi atau pudendal misalnya
adalah :
- Prokain 1–2%
- Lidokain 1–2%
Sedangkan jenis obat yang digunakan untuk anestesi epidural adalah :
- Lidokain
- Bupivakain
- Mepivakain, dan lain-lain.
Pada umumnya sebelum melakukan anestesi terlebih dahulu dilakukan tindakan
premedikasi. Tindakan ini bertujuan untuk :
1. Mencegah efek samping vagal pada proses anestesi
2. Mengurangi sekresi traktus respiratorius
3. Mengurangi pemberian obat anestesi
4. Mengurangi rasa nyeri akibat pembedahan
5. Memberi ketenangan pada penderita.
Obat-obat yang digunakan pada tindakan premedikasi ini adalah :
- Sulfus atropin 0.25 mg IV
- Petidin 50 mg IV
- Diazepam/Midazolam
Komplikasi yang dapat terjadi :
Komplikasi akibat tindakan anestesi pada persalinan buatan ini dapat terjadi baik
pada ibu maupun pada janin.
A. Komplikasi pada ibu :
1. Aspirasi
Hal ini terjadi karena regurgitasi isi lambung dan masuk ke dalam traktus
respiratorius (sindroma Mendelson). Tanda dan gejala aspirasi ini adlaha
dispneu, sianosis, takikardia dan wheezing. Aspirasi dapat menyebabkan edema
paru-paru, gagal nafas akut dan pneumonia.
Pencegahan :
Penderita puasa minimal 4 jam pra-bedah atau lambung dikosongkan
dengan cara gastric lavage, pemberian ranitidin / simetidin 2 jam pra-
bedah dan intubasi endotrakeal.
Penanganan :
Pasien dibaringkan miring dan saluran nafas dibersihkan
2. Obstruksi traktus respiratorius
Komplikasi ini terjadi karena lidah terjatuh ke belakang dan kolaps larings.
Pencegahan :
Intubasi endotrakeal dan pemasangan mouth tube dari Goodel
B. Komplikasi pada janin :
1. Hipoksia
Hipoksia pada janin dapat terjadi karena gangguan pernafasan ibu atau karena
tindakan anestesi umum.
Pencegahan :
Pemberian oksigen pada ibu
2. Penekanan pusat pernafasan
Pada tindakan anestesi dengan menggunakan Pentotal
Pencegahan :
Tindakan anestesi jangan terlalu lama (>8 menit)
3. Hipotermia
Pada tindakan anestesi dengan menggunakan diazepam
Pencegahan :
Tindakan anestesi jangan terlalu lama serta dosis jangan terlalu banyak.
Catatan :
Pada versi ekstraksi diperlukan relaksasi uterus sehingga sebaiknya
dipilih obat anestesi umum inhalasi seperti Halotan atau Eter.
Pentotal jangan digunakan sebagai obat tunggal anestesi umum pada
persalinan buatan karena sering menekan pusat pernafasan janin.
DORONGAN (EKSPRESI) KRISTELLER
Definisi :
Dorongan (ekspresi) Kristeller adalah dorongan (ekspresi) tangan penolong
persalinan pada fundus uteri dengan arah menuju panggul yang bertujuan untuk
membantu persalinan kala II.
Indikasi :
1. Pada persalinan letak kepala :
a. Ibu kelelahan
b. Kemajuan persalinan kala II yang lambat
2. Pada persalinan sungsang :
Dilakukan saat bokong membuka pintu dengan tujuan untuk memperlancar persalinan
kala II dan agar lengan janin tidak menjungkit.
Syarat :
1. Bagian bawah janin sudah berada di dasar panggul
2. His adekuat
Indikasi kontra :
1. Disproporsi janin panggul
2. Bekas perlukaan dinding rahim (relatif)
Komplikasi yang dapat terjadi :
1. Ibu kesakitan
2. Ruptura uteri
3. Ruptura perinei
Teknik pelaksanaan :
Penolong duduk disebelah kiri dada ibu, menghadap ke arah panggul. Dengan
satu atau kedua lengan lurus, telapak tangan diletakkan pada fundus uteri dan
mengadakan dorongan bersamaan dengan his serta pengejanan ibu.
Umumnya dorongan (ekspresi) Kristeller ini dihentikan bila :
Pada persalinan letak kepala, yaitu pada waktu kepala keluar pintu.
Pada persalinan sungsang, saat skapula janin terlihat pada vulva.
EPISIOTOMI
Definisi :
Episiotomi adalah tindakan menggunting perineum ibu dengan tujuan untuk
mempermudah pengeluaran janin pada persalinan kala II.
Indikasi :
1. Primigravida
2. Persalinan buatan
3. Bekas ruptura uteri
4. Perineum tinggi
5. Introitus vaginae kaku
6. Persalinan prematur
Syarat :
Bagian bawah janin sudah berada di dasar panggul
Komplikasi yang dapat terjadi :
1. Ruptura perinei
2. Perdarahan (rata-rata perdarahan yang terjadi sebanyak 120 cc).
3. Infeksi
4. Hematom
5. Penyembuhan tidak terjadi per-primam
6. Dispareunia
Teknik pelaksanaan :
Dikenal 3 macam episiotomi, yaitu :
1. Episiotomi median
Tindakan ini akan menggunting dinding vagina, kulit, m. bulbokavernosus, m.
sfingter ani eksternus.
2. Episiotomi mediolateral
Seperti pada episiotomi median tetapi tanpa mengenai m. sfingter ani eksternus
3. Episiotomi lateral
Tindakan ini menggunting dinding vagina, kulit dan m. bulbo kavernosus
Episiotomi median mudah berlanjut menjadi ruptura perinei total tetapi penyembuhan
umumnya baik dan jarang mengakibatkan dispareunia.
Episiotomi media laterla (baik kiri maupun kanan) jarang berlanjut menjadi ruptura
perinei, tetapi penjahitan kembali harus lebih seksama untuk menghindari terjadinya
dispareunia dan agar penyembuhan berbentuk baik. Episiotomi mediolateral ini paling
sering dilakukan terutama pada persalinan buatan dan janin besar.
Episiotomi lateral (baik kanan maupun kiri) jarang dilakukan karena kurang memenuhi
tujuan untuk memperlancar jalan lahir lunak.
Sebelum episiotomi dilakukan, vulva harus dibersihkan terlebih dahulu dan
kemudian diberi cairan antiseptik. Gunting yang dipergunakan pada episiotomi ini
sebaiknya gunting tajam yang berujung tumpul agar bagian bawah janin tidak tertusuk.
Bila diperlukan anestesi, dapat dilakukan anestesi lokal baik dengan cara infiltrasi
maupun dengan cara blok nervus pudendus.
Penjahitan kembali harus dilakukan dengan seksama setelah memastikan tidak
ada perdarahan aktif terjadi (menghindari hematom dan infeksi). Badan perineum (m.
bulbokavernosus, m. transversus perinei superfisialis dan m. sfingter ani eksternus)
dijahit terlebih dahulu dengan benang yang mudah diserap. Kemudian luka dinding
vagina dijahit mulai dari ujung kranial sampai introitus vaginae dengan menghindari
terjadinya “dead space”. Kulit perineum dijahit dengan benang yang dapat diserap atau
yang tidak dapat diserap (diambil setelah 5-6 hari). Perawatan perineum selanjutnya
adalah menjaga agar daerah perineum tersebut tetap bersih. Bila perlu dapat diberi cairan
antiseptik. Untuk menghindari paparan lokhia, ibu dianjurkan memakai pembalut yang
menyerap.