Upload
johannes-andigan-sinaga
View
31
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
KMTS FT UGM
Citation preview
Pemulihan SDM dan Tatanan Sosial
Pasca Letusan Merapi 2010
J. Sartohadi
Dewi M. A. Putri
E. Wulan Mei
The Research Centre for Disaster
Gadjah Mada University
Yogyakarta, Indonesia
Tahap I
Pemulihan SDM dimulai dengan proses re-settlement setelah kejadian bencana Merapi
Memilih lokasi yang aman
Merancang bentuk dan struktur permukiman baru:
Sementara
Permanen
Resettlement: proses dimana perumahan, aset dan infrastruktur publik dibangun kembali di lokasi lain (karena alasan tertentu)
Resettlement kadang dianggap pilihan terbaik setelah bencana, karena:
Lokasi yang terkena bencana dinilai tidak layak huni
Bencana seringkali tidak memberikan pilihan lain kecuali resettlement bagi penduduk karena tempat tinggal asal tidak bisa digunakan lagi
Upaya untuk mengurangi kerentanan di masa depan
Resettlement merupakan hal penting dilakukanpada daerah yang sangat rentan terhadap bahaya
Mt. Pinatubo resettlement home Relokasi Turgo di Sudimoro
Relokasi Seunebok Tuengoh, Aceh Mt. Montserrat resettlement home
Secara fisik Daerah asal: Sudah tidak mungkin dihuni lagi (karena alasan bahaya
maupun kerawanan akan bencana yang sama di masa mendatang)
Daerah tujuan: Tidak terletak di daerah bahaya (rawan bencana)
Harus mampu menampung penduduk yang akan direlokasi (daya tampung lokasi baru harus cukup)
Jarak dari tempat pencaharian utama
Kondisi fisik yang memungkinkan untuk bekerja seperti di daerah asal (ketersediaan lahan dan kesuburan lahan)
Ketersediaan fasilitas umum (air, listrik, pusat kesehatan, sekolah, pasar)
Secara sosial Rasa keterikatan dengan daerah asal
Keinginan penduduk untuk pindah secara sukarela
Rasa kebersamaan suatu komunitas untuk pindah bersama
Supporting system untuk livelihood (sarana dan prasarana umum: jalan, tempat pertemuan, tempat ibadah, dsb).
Lay-out permukiman dan desain rumah sesuai dengan kondisi masyarakat
Rasa kebersamaan dengan masyarakat di tempat relokasi (meminimalisasi konflik dan kompetisi dengan masyarakat di lingkungan baru)
Setelah erupsi tahun 1930-an, beberapa penduduk desa di Magelang direlokasi dan ditransmigrasi saat ini pada radius 7 kilometer dari puncak tidak ada lagi permukiman (Merapi sebelah barat, ex.Ngargomulyo-Gemer, Keningar)
Setelah erupsi tahun 1960-70-an, beberapa penduduk di lereng Merapi juga transmigrasi akibat bencana (ex. Kemiren, Lanjaran, dsb.)
Setelah erupsi tahun 1994 di Turgo, relokasi warga ke Sudimoro
Survei dilakukan pada 20-27 November 2010 (periode evakuasi), di 28 barak pengungsian
Tujuan kuestioner: studi awal untuk mengetahui persepsi warga terhadap wacana relokasi, transmigrasi atau kembali ke tempat tinggal/desa asal
1582 responden, 742 diantaranya di Kecamatan Cangkringan (Kepuharjo, Glagaharjo, Umbulharjo, Wukirsari, Argomulyo)
Keinginan masyarakat untuk kembali lagi ke tempat tinggal awal sangat tinggi
Dari 742 responden dalam survey, hanya 9 % (67 responden) yang memilih kemungkinan untuk relokasi
Urutan dari besar ke kecil:
Field survey (November, 2010)
Tahap II
Pemulihan SDM Merapi tidak dapat lepas dari: Perubahan kondisi fisik wilayah
Mata air mati / berkurang debitnya / menurun kualitasnya
Relief yang berubah: jurang menjadi lembah dangkal, perubahan morfologi puncak Merapi
Permukaan lahan tertutup oleh pasir lepas
Musnahnya vegetasi penutup permukaan
Hilangnya/rusaknya sumberdaya buatan yang telah ada sebelumnya
Rumah dan permukiman musnah
Cek dam dan tanggul rusak
Jembatan dan jalan rusak
Fasilitas sosial rusak: sekolah, balai desa, dll
Pemulihan SDM Merapi tidak dapat lepas dari: Perubahan kondisi sosial yang telah ada sebelumnya:
Beberapa anggota masyarakat menjadi korban bencana
Beberapa anggota keluarga menjadi korban bencana
Beberapa anggota masyarakat pindah ke daerah lain, ikut keluarga di luar kawasan Merapi, transmigrasi, dll
Perubahan kondisi perekonomian masyarakat
Hilangnya mata pencaharian: bertani, berkebun, berternak
Berkurangnya / hilangnya sumber pendapatan
SUMBER DAYA UNSUR BUDAYA PERADABAN (Proses) (wujud budaya)
SIKLUS BUDAYA
Pendidikan mempunyai peran penting dalam peningkatan SDM guna
menghasilkan wujud budaya mengurangi risiko bencana
Disadur dari kongres budaya nasional
Perlu kajian secara integratif yang mempelajari obyek studi (penduduk, tempat dan
lingkungannya) dalam dimensi fisik dan manusia
(Haggett, 2001)
Penduduk Tempat tinggal
Lingkungan dsb
Lingkungan fisik pasca erupsi Merapi
Sumberdaya buatan rusak
Program rehab-recon
Lahan terbuka
Terselimuti oleh endapan hasil letusan
Penciptaan strategi penghijauan secara cepat
Strategi pemanfaatan material hasil letusan baik berupa
pengambilan langsung maupun diolah di lokasi
Strategi pemulihan infrastruktur dengan memanfaatkan
sumberdaya (alam dan manusia) yang ada
Lingkungan sosial pasca erupsi Merapi
Jumlah penduduk berkurang
Semangat bangkit kembali tinggi Strategi pemulihan perekonomian berbasis
sumberdaya yang tersedia Pemanfaatan material hasil erupsi
Pemanfaatan lahan untuk aktivitas bidang agro
Strategi pemulihan kekerabatan dan kekeluargaan Pengelompokan permukiman baru berbasis pada sistem
sosial sebelumnya
Huntara Gondang
Lokasi : Dusun Gondang, Desa Wukirsari, Kec.
Cangkringan, Sleman
Total unit : 1017 unit
Dana : bantuan pemirsa TVOne
Biaya : Rp. 21,5 juta/kopel
Konstruksi : PT. Tri Pilar Multigraha (PP)
Terdiri atas :
Gondang 1 : 485 unit
Gondang 2 : 455 unit
Gondang 3 : 77 unit
Gondang 4 : untuk peternakan
Gondang 1
Fasum : masjid besar, balai dusun, PAUD, los
pasar, area bermain anak,
Penghuni :
Dusun Kaliadem
Dusun Kopeng
Dusun Jambu
Dusun Manggang
Contoh kasus
Ruang terbuka publik
Sumber: Dewi M. A. Putri, 2011
Model satu kawasan dengan ruang terbuka publik
Sumber: Dewi M. A. Putri, 2011
Satu blok diisi dua KK yang masih ada hubungan kekeluargaan
Model satu rumah Kopel
Sumber: Dewi M. A. Putri, 2011
Shelter - bagian depan
Pemanfaatan sumberdaya lokal
Fasilitas Umum Masjid
Sumber: Dewi M. A. Putri, 2011
Program peningkatan ekonomi
Ternak sapi
Sumber: Dewi M. A. Putri, 2011
Ternak lele Total 26 kolam di Kuwang
Modal awal
20 jt/klmpk (10 orang)
dari pemerintah
Sumber: Dewi M. A. Putri, 2011
Ternak ayam Terlaksana dua kali
Rp 600 rb/orang
Budidaya jamur
Program padat karya
- Wanita : membersihkan Huntara
- Pria : rekonstruksi saluran irigasi sawah
Bantuan modal usaha
Rp 2 juta/orang
Seleksi dengan proposal
Sumber: Dewi M. A. Putri, 2011
Pelatihan kerajinan untuk ibu-ibu :
- Membuat kerajinan manik-manik
- Membuat tempe
Sumber: Dewi M. A. Putri, 2011
Dan .... Masih ada yang lain
berupa pembuatan batako,
buis beton, conblok, batu
hias/ornamen
Tatanan Sosial Masyarakat Merapi
Hubungan kekerabatan antar anggota masyarakat dalam satu dusun
Hubungan kekerabatan antar dusun
Hubungan kekerabatan antar desa Hubungan kekerabatan terbukti ampuh sebagai modal
dasar dalam menghadapi ancaman bencana Merapi
Hubungan emosional antara masyarakat Merapi dengan lingkungan tempat tinggalnya Sebagian besar anggota masyarakat tidak ingin pindah ke
luar daerah
Cenderung membangun kembali lokasi permukiman lama yang telah rusak karena bencana
Rencana pemerintah: relokasi tidak berdasarkan peta kawasan rawan bencana, namun berdasarkan bahaya atau tidaknya area permukiman
Pertanyaan utama:
Lalu, siapa saja yang terlibat dalam penentuan tingkat bahaya dan tidak bahaya?
Perlu kajian bersama antara pemerintah daerah sebagai penentu kebijakan, dengan instansi pemerintah terkait (BNPB, PVMBG-BBPTK; PU) dan institusi akademik
(geologi, geofisika, geografi, dsb.)
Untuk penentuan kategori wilayah:
- bahaya tidak boleh dihuni resettlement/relokasi
- daerah bisa dihuni kembali konsep hidup selaras alam dan berbasis pengurangan risiko bencana
- daerah aman menjadi sister village daerah bahaya
49 dusun pada dua kecamatan di lereng Merapi
Total 2.682 keluarga (korban erupsi) termasuk 46 keluarga
(korban lahar)
Pertimbangan pilihan:
Daerah relokasi tidak terlalu jauh dari tempat asal agar
masyarakat tidak terlepas dari budaya asli
Desain memenuhi kelayakan, luas bangunan minimal 36 m,
luas tanah 150 m
Model bangunan boleh sesuai selera masyarakat
Bisa jadi lokasi huntara menjadi lokasi resettlement
Pembangunan mulai 2011-2013
Resettlement merupakan proses yang kompleks, menyangkut rekonstruksi sosial permukiman, tautan sosial budaya ekonomi politik dan perikehidupan (Aysan and Oliver, 1987; Cernea, 1997)
Terbatasnya pilihan lokasi relokasi dan kesulitan untuk mengakses sumberdaya dan fasilitas kadang menjadi penyebab kegagalan relokasi
Relokasi Turgo di Sudimoro
Setelah erupsi tahun 1994 di Turgo, relokasi warga ke Sudimoro
Meski ada ancaman pemerintah agar warga tidak kembali ke Turgo, namun beberapa warga tetap memilih kembali
Setelah 1994, hanya ada 50 keluarga di Sudimoro (relokasi) dan 90 keluarga di dusun Turgo (Dove, 2008)
Sedangkan data tahun 2010 (sebelum erupsi) menunjukkan bahwa ada 111 keluarga di Sudimoro dan 154 keluarga di dusun Turgo (Mei, 2010)
Relokasi dusun Turgo di Sudimoro, Purwobinangun
U
Keberhasilan atau kegagalan dari program pemulihan pasca-
bencana, pada akhirnya bergantung pada kapasitas untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat korban bencana termasuk di
dalamnya kebutuhan budaya (Aysan and Oliver,1987)
Kepemilikan lahan merupakan isu penting yang harus ditelaah
(Kreimer, 1980):
apakah lahan disewa/pinjam/jual/berikan?
Jika disewakan/dipinjamkan dalam waktu berapa lama?
Berapa harga sewa? dsb.
Partisipasi masyarakat merupakan salah satu kunci keberhasilan resettlement di negara-negara berkembang (Davidson, et.al., 2007), hal ini dapat diimplementasikan pada:
Peoples adjustment to resettlement: pengikutsertaan warga dalam penentuan layout lokasi dan desain rumah (Gaillard, 2008)
Pengikutsertaan warga dalam proses rekonstruksi (Ozden, 2005)
Selain itu, faktor perbedaan perilaku (behavior), kehidupan sosial, ekonomi dan kebudayaan juga harus diperhatikan (Gaillard, 2008)
Tinjauan secara fisik terhadap ancaman bahaya gunungapi
menjadi dasar penting dalam penentuan daerah rawan bencana
Pemilihan lokasi merupakan hal paling mendasar dalam proses
resettlement , untuk tujuan mengurangi risiko bencana yang
sama di masa mendatang
Namun, disisi lain, dimensi sosial masyarakat juga perlu
diperhatikan, agar tujuan dari resettlement dapat tercapai, yakni
memberikan pilihan bagi warga untuk mengurangi kerentanan di
masa depan
Aysan, Y., Oliver, P., 1987, Housing and Culture after Earthquakes, Oxford Polytechnic Press, Oxford.
Cernea, M., 1997, The Risks and Reconstruction Model for Resettling Displaced Population, World Development 25(10): 1569-1587
Davidson, C.H., Johnson, C., Lizarralde, G., Dikmen, N., Sliwinski, A. 2007. Truths and Myths about Community Participation in Post-disaster Housing Projects. Habitat International. Vol 31.
pp. 100115
Dove, M. 2008. Perception of volcanic eruption as agent of change on Merapi volcano, Central Java. Journal of Volcanology and Geothermal Research 172 329337 www.elsevier.com/locate/jvolgeores
Haggett, P. 2001. Geography - A Global Synthesis. Harlow: Pearson Education. XXI 833 s., ill. 27 cm
Gaillard, J-C. 2008. Differentiated adjustment to the 1991 Mt Pinatubo resettlement program among lowland ethnic groups of the Philippines. The Australian Journal of Emergency
Management, Vol. 23 No. 2
Kreimer, A. 1980. Low-income Housing under Normal and Post-disaster Situations: Some Basic Continuities. Habitat Pgtl. Vol. 4, No. 3. pp. 273-283. Pergamon Press Ltd.
zden, A.T. 2005. Evaluation and comparison of post-disaster housing in turkey; lessons from ikitelli and senirkent. Conference Proceedings, p. 561-571. The Second Scottish Conference
for Postgraduate Researchers of the Built and Natural Environment, 16-17th November,
Glasgow, UK
Mei, E.T.W and Grancher, D. 2010. Community profile Turgo Mt Merapi volcano, Indonesia. MiaVita Project. www.p3dmfordrr.com