192
BAB I PENGANTAR PSIKOLOGI BELAJAR Salah satu ciri dari pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya didasarkan pada teori psikologi pembelajaran. Sesuai dengan ciri tersebut, pada matakuliah psikologi belajar matematika akan dibahas mengenai konsep dasar psikologi belajar, perkembangan berbagai teori pembelajaran dan penerapannya dalam pengajaran matematika. Pembicaraan mengenai matematika sekolah dan pembelajarannya tidak akan lepas dari teori psikologi yang mendasarinya. Ibarat gula denggan manisnya yang tidak akan terlepas. Jika lepas manisnya, maka namanya bukan gula lagi dan sebaliknya. Pada pembicaraan mengenai pembelajaran matematika di sekolah, jika terlepas dari psikologi pembelajaran yang mendasarinya, maka bukan lagi disebut dengan pembelajaran. Hai ini dikarenakan, proses pembelajaran adalah pembentukan diri siswa untuk menuju pada pembangunan manusia seutuhnya, jadi tidak melalui “trial and error”. Siswa adalah manusia yang sedang mengembangkan diri secara utuh dan tidak boleh dianggap sebagai kelinci percobaan. Dengan kata lain instrumental inputnya dalam pembelajaran harus dijamin keberhasilannya. A. Pengertian dan Klasifikasi Psikologi Psikologi berasal dari kata Yunani psyche = jiwa dan logos = ilmu, sehingga psikologi dapat didefinisikan: ilmu yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan berupa tingkah laku manusia. Gejala kejiwaan diklasifikasikan: 1. Gejala pengenalan (kognitif) Meliputi: a. Pengamatan: usaha manusia untuk mengenal dunia riil, baik mengenal diri sendiri, maupun mengenal dunia sekitarnya melalui panca inderanya, yaitu dengan: melihat, mendengar, membau, meraba, dan mengecap. Agar orientasi pengamatan dapat berhasil dengan baik, maka diperlukan aspek pengaturan terhadap objek yang diamati, yaitu: 1) Aspek pengaturan menurut sudut pandang ruang. Dunia pengamatan dilukiskan dalam pengertian-pengertian: atas- bawah, kanan-kiri, jauh-dekat, tinggi-rendah. Sintha Sih Dewanti, M.Pd.Si 1

Psikologi Belajar Matematika Diktat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

j

Citation preview

BAB I

BAB IPENGANTAR PSIKOLOGI BELAJAR

Salah satu ciri dari pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya didasarkan pada teori psikologi pembelajaran. Sesuai dengan ciri tersebut, pada matakuliah psikologi belajar matematika akan dibahas mengenai konsep dasar psikologi belajar, perkembangan berbagai teori pembelajaran dan penerapannya dalam pengajaran matematika.Pembicaraan mengenai matematika sekolah dan pembelajarannya tidak akan lepas dari teori psikologi yang mendasarinya. Ibarat gula denggan manisnya yang tidak akan terlepas. Jika lepas manisnya, maka namanya bukan gula lagi dan sebaliknya. Pada pembicaraan mengenai pembelajaran matematika di sekolah, jika terlepas dari psikologi pembelajaran yang mendasarinya, maka bukan lagi disebut dengan pembelajaran. Hai ini dikarenakan, proses pembelajaran adalah pembentukan diri siswa untuk menuju pada pembangunan manusia seutuhnya, jadi tidak melalui trial and error. Siswa adalah manusia yang sedang mengembangkan diri secara utuh dan tidak boleh dianggap sebagai kelinci percobaan. Dengan kata lain instrumental inputnya dalam pembelajaran harus dijamin keberhasilannya.A. Pengertian dan Klasifikasi PsikologiPsikologi berasal dari kata Yunani psyche = jiwa dan logos = ilmu, sehingga psikologi dapat didefinisikan: ilmu yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan berupa tingkah laku manusia. Gejala kejiwaan diklasifikasikan:1. Gejala pengenalan (kognitif)Meliputi:

a. Pengamatan: usaha manusia untuk mengenal dunia riil, baik mengenal diri sendiri, maupun mengenal dunia sekitarnya melalui panca inderanya, yaitu dengan: melihat, mendengar, membau, meraba, dan mengecap.Agar orientasi pengamatan dapat berhasil dengan baik, maka diperlukan aspek pengaturan terhadap objek yang diamati, yaitu:

1) Aspek pengaturan menurut sudut pandang ruang.

Dunia pengamatan dilukiskan dalam pengertian-pengertian: atas-bawah, kanan-kiri, jauh-dekat, tinggi-rendah.2) Aspek pengaturan menurut sudut pandang waktu.

Dunia pengamatan dilukiskan dalam pengertian-pengertian: masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.

3) Aspek pengaturan menurut sudut pandang Gestalt.

Obyek yang diamati diberi arti sebagai suatu kesatuan yang utuh, bukan sebagai bagian yang terlepas-lepas. Misal: dalam melihat rumah dipandang sebagai suatu bangunan secara utuh, bukan dipandang sebagai pakunya atau batu batanya.

4) Aspek pengaturan menurut sudut pandang arti.

Obyek yang diamati diberi arti menurut artinya bagi kita. Misal: sebuah pabrik dan sebuah sekolah dipandang dari segi bangunan banyak menunjukkan persamaan, tetapi dipandang dari segi artinya menunjukkan hal yang sangat berbeda.

b. Tanggapan: bayangan atau kesan yang tertinggal di dalam diri kita setelah kita melakukan pengamatan terhadap suatu objek.Tanggapan tidak hanya dapat menghidupkan kembali apa yang telah diamati (masa lampau), tetapi juga dapat mengantisipasikan sesuatu yang akan datang, atau yang mewakili saat ini. Sehubungan dengan hal tersebut, maka tanggapan dibedakan menjadi 3 macam:

1) Tanggapan masa lampau/ tanggapan ingatan.

2) Tanggapan masa yang akan datang/ tanggapan mengantisipasikan.

3) Tanggapan masa kini/ tanggapan representatif.

Berdasarkan indera yang dipergunakan untuk melakukan pengamatan, tanggapan dapat dibedakan menjadi:

1) Tanggapan visual hasil pengamatan yang dilakukan dengan indera mata.

2) Tanggapan auditif hasil pengamatan yang dilakukan dengan indera telinga.

3) Tanggapan olfaktorik hasil pengamatan yang dilakukan dengan indera hidung.

4) Tanggapan gustatif hasil pengamatan yang dilakukan dengan indera pengecap.

5) Tanggapan taktil hasil pengamatan yang dilakukan dengan indera raba.

Tanggapan mempunyai peranan yang penting dalam proses belajar, terutama dalam proses memperoleh pengertian. Proses tersebut melalui urutan sebagai berikut:

1) Pengamatan

2) Bayangan pengiring bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu warna untuk beberapa saat, kemudian mengalihkan pandangan ke suatu latar belakang yang putih.3) Bayangan eidetik bayangan yang sangat jelas dan hidup, sehingga orang yang memiliki tanggapan seolah-olah mengamati kembali obyek atau peristiwanya.4) Tanggapan

5) Pengertian.

c. Ingatan: kemampuan rohaniah untuk mencamkan, menyimpan, dan mereproduksi kesan-kesan.d. Fantasi: kemampuan jiwa untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan-tanggapan yang telah ada, dan tanggapan yang baru tidak harus sama atau sesuai dengan benda-benda yang ada.Fantasi dibedakan menjadi:

1) Fantasi yang tidak disadari: melamun.

2) Fantasi yang disadari: fantasi mencipta (mengarang lagu, tarian), dan fantasi terpimpin/ tuntunan (mendengarkan sandiwara radio).Kegunaan fantasi:

1) Fantasi merupakan sarana memahami orang lain.

2) Fantasi memungkinkan subyek melepaskan diri dari keterikatannya terhadap tempat dan waktu, sehingga memungkinkan bagi subyek untuk mempelajari ilmu bumi dan sejarah.

3) Fantasi dapat membantu subyek untuk bercita-cita.

4) Fantasi memungkinkan orang untuk melepaskan diri dari kesukaran yang dihadapi di alam riil.

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya fantasi:

1) Adanya waktu yang kosong.

2) Tidak adanya kesibukan yang menentu.

3) Adanya harapan-harapan (cita-cita) yang besar.

4) Adanya berbagai kesulitan pemecahan masalah.

5) Adanya berbagai macam kelemahan pribadi yang menyebabkan yang bersangkutan lari ke fantasi untuk membuat ego defence.

6) Sedang dirundung asmara, dll.

e. Asosiasi: hubungan antara tanggapan yang satu dengan tanggapan yang lain. Misal: jika kita menyebut tikus, maka kita akan teringat kucing.

Asosiasi terjadi berdasarkan hukum asosiasi sebagai berikut:

1) Hukum berurutan: beberapa tanggapan yang dialami seseorang secara berturutan, akan membentuk asosiasi.2) Hukum serentak: beberapa tanggapan yang dialami secara serentak/ dalam waktu yang bersamaan, cenderung berasosiasi satu dengan yang lain.3) Hukum kesamaan/ kesesuaian: beberapa tanggapan yang serupa, atau mirip, atau identik satu dengan yang lain akan berasosiasi.4) Hukum berlawanan: tanggapan yang berlawanan satu dengan yang lain cenderung berasosiasi.f. Berpikir: proses dinamis dimana subjek membuat hubungan antara objek dengan bagian-bagian pengetahuan yang sudah dimiliki.Berpikir dibedakan menjadi:

1) Berpikir reflektif: kemampuan individu dalam menyeleksi pengetahuan (yang revelan dengan tujuan masalah) yang pernah diperoleh.

Proses-proses mental yang menyertai dalam berpikir reflektif adalah sebagai berikut:

a) Direction perhatian dan minat yang diarahkan pada tujuan.

b) Interpretation interpretasi terhadap hubungan-hubungan yang terdapat pada tujuan yang akan dicapai.c) Selection mengingat kembali dan memilih pengetahuan-pengetahuan yang sudah pernah diperoleh.d) Insight adanya pengertian individu tentang hubungan antara pengetahuan-pengetahuan dengan tujuan yang akan dicapai.

e) Creation pembentukan pola-pola mental baru.

f) Criticism Penilaian terhadap kesanggupan menyelesaikan permasalahan.

Langkah-langkah berpikir reflektif:a) Individu merasakan adanya problem.

b) Individu melokalisasi/ memberi batasan kesukaran pemahaman terhadap problem.

c) Individu menemukan hubungan-hubungan (memformulasikan hipotesis-hipotesis).

d) Individu mengevaluasi hipotesis-hipotesis.

e) Individu menerapkan cara pemecahan persoalan kemudian menyimpulkannya.2) Berpikir kreatif: proses berpikir melalui prosedur dengan cara-cara baru dan tak dapat dikira-kira sebelumnya sehingga memperoleh hasil yang orisinil. Langkah-langkah berpikir kreatif:

a) Tahap persiapan bahan-bahan atau pengetahuan dikumpulkan dan disusun secara integral dan terus-menerus.

b) Tahap inkubasi kemungkinan besar aspek-aspek pernyataan yang kreatif bersifat samar-samar.

c) Tahap insight/ pemahaman hasil proses berpikir yang kontinu sehingga individu sadar akan hubungan-hubungan yang sebelumnya tidak diketahui hingga menemukan pemahaman baru.

g. Kecerdasan/ intelegensi: kemampuan mengendalikan aktivitas-aktivitas dengan ciri-ciri sukar, kompleks, abstrak, ekonomis (tepat), bertujuan, bernilai sosial, dan menampakkan adanya keaslian, serta kemampuan untuk mempertahankan kegiatan-kegiatan seperti itu dalam kondisi yang memerlukan konsentrasi energi dan berlawanan dengan kekuatan-kekuatan emosional.Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan:

1) Faktor bawaan/ warisan: orang tua2) Faktor lingkungan: gizi yang dikonsumsi dan rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional.2. Gejala perasaan (afektif) Gejala psikis yang bersifat subyektif, berhubungan dengan gejala-gejala mengenal, dialami dalam kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf.

Perasaan dibedakan sebagai berikut:

a. Perasaan jasmaniah:

1) Perasaan indriah: sedap, asin, pahit, dll.

2) Perasaan vital: segar, lemah, tak berdaya, dll.

b. Perasaan rohaniah: perasaan keagamaan, intelektual, kesusilaan, keindahan, sosial dan harga diri.3. Gejala kehendak/ psikomotorik/ motif (konatif)

keadaan dalam pribadi manusia yang mendorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.

Berdasarkan bentuknya, motif digolongkan sebagai berikut:a. Motif bawaan: motif yang dibawa sejak lahir tanpa dipelajari. Misal: makan, tidur, dll.

b. Motif yang dipelajari: motif yang ditimbulkan karena dipelajari. Misal: berteman, bersahabat.

Berdasarkan sumber rangsangan, motif dibedakan sebagai berikut:

a. Motif ekstrinsik: motif yang terjadi karena pengaruh rangsangan dari luar.

b. Motif instrinsik: motif yang terjadi karena pengaruh rangsangan dari dalam diri sendiri.

Berdasarkan isi, motif dibedakan sebagai berikut:

a. Motif jasmaniah. Misal: refleks, insting, nafsu, dan hasrat.

b. Motif rohaniah yaitu kemauan.

4. Gejala campuran (kombinasi) campuran dari kognitif, afektif, dan konatif. Ada 3 macam gejala campuran yaitu:a. Perhatian

Ada 2 macam arti perhatian:

1) Perhatian merupakan pemusatan tenaga psikis yang tertuju pada sesuatu obyek.

2) Perhatian adalah pendayagunaan kesadaran untuk menyertai suatu aktivitas.

Berdasarkan cara kerjanya, perhatian dibedakan sebagai berikut:1) Perhatian spontan: perhatian yang tidak disengaja atau tidak sekehendak subyek.

2) Perhatian refleksif: perhatian yang disengaja atau sekehendak subyek.

Berdasarkan intensitasnya, perhatian dibedakan sebagai berikut:

1) Perhatian intensif: perhatian yang banyak menyertakan aspek kesadarannya.

2) Perhatian tidak intensif: perhatian yang tidak banyak menyertakan aspek kesadarannya.

Berdasarkan luasnya, perhatian dibedakan sebagai berikut:

1) Perhatian terpusat: perhatian yang tertuju pada lingkup obyek yang sangat terbatas.

2) Perhatian terpencar: perhatian yang tertuju pada lingkup obyek yang luas atau tertuju kepada bermacam-macam obyek.

b. Sugesti pengaruh yang diterima oleh seseorang yang datangnya dari luar atau dalam diri sendiri yang mengesampingkan pikiran, perasaan, dan kemauan.Oto sugesti: pengaruh yang datangnya dari dalam diri sendiri.

c. Kelelahan

Kelelahan terjadi jika orang melakukan banyak kegiatan, baik fisik yang bersifat jasmani atau rohani, sedangkan energi yang dipakai untuk melakukan kegiatan tersebut terbatas.

Kelelahan ada 2 macam:

1) Kelelahan jasmani: kelelahan karena akibat kegiatan fisik.

2) Kelelahan rohani: kelelahan sebagai akibat aktivitas otak.

Psikologi dibedakan menjadi:

Psikologi khusus diklasifikasikan menjadi:

1. Psikologi perkembangan psikologi yang mempelajari perubahan-perubahan tingkah laku yang sejalan dengan umur (kehidupan sebelum lahir hingga usia tua).

2. Psikologi anak psikologi yang mempelajari perkembangan masa anak-anak.3. Psikologi sosial psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam hubungannya dengan kelompok, terutama bagaimana tingkah laku individu dipengaruhi kelompoknya.4. Psikologi klinis psikologi yang mempelajari kelainan-kelainan tingkah laku, mengadakan diagnosis psikologik, serta psikoterapi, di samping mengadakan penelitian-penelitian dan pengetesan dalam bidang tersebut. 5. Psikologi industri psikologi yang mempelajari masalah-masalah perusahaan atau industri.6. Psikologi pendidikan psikologi yang mempelajari penggunaan psikologi dalam masalah pendidikan.7. Psikologi kepribadian psikologi yang mempelajari sifat dan watak manusia.8. Psikologi abnormal psikologi yang mempelajari perilaku-perilaku menyimpang dari orang-orang yang mengalami gangguan atau kelainan mental.9. Psikometri psikologi yang mempelajari pengukuran dan mengembangkan tes.B. Kedudukan Psikologi Pendidikan di SekolahPsikologi pendidikan merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki segi-segi psikologi dalam situasi pendidikan (sekolah). Psikologi pendidikan sebagai bagian dari studi psikologi, berusaha sejauh mungkin untuk lebih berhasil dalam memformulasikan tujuan pendidikan, penyususunan kurikulum dan pengorganisasian proses belajar mengajar.Psikologi pendidikan di sekolah berusaha memecahkan masalah-masalah, antara lain:

1. Pengaruh pembawaan dan lingkungan atas belajar.

2. Teori dan proses belajar.

3. Hubungan antara taraf kematangan dengan taraf kematangan dengan taraf kesiapan belajar.

4. Perbedaan individu dan pengaruhnya terhadap hasil pendidikan.

5. Perubahan batiniah yang terjadi selama belajar.6. Hubungan antara teknik mengajar dan hasil belajar.

7. Teknik evaluasi yang efektif atas kemajuan yang dicapai anak didik.

8. Perbandingan hasil pendidikan formal dan pendidikan informal atas individu.

9. Nilai sikap ilmiah terhadap pendidikan yang dimiliki para petugas pendidikan (guru).

10. Pengasuh kondisi sosial anak didik atas pendidikan yang diterima.

Mengingat pentingnya peran psikologi pendidikan di sekolah tersebut, maka kedudukan psikologi pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan tujuan pendidikan dan tujuan proses belajar mengajar.C. Manfaat Psikologi Pendidikan sebagai Calon GuruCalon guru yang sedang menjalankan pre-service training dan guru yang menjalani in-service training perlu memiliki pengetahuan tentang psikologik pendidikan, mengingat syarat-syarat mengajar yang efektif bagi tercapainya tujuan. Berikut ini dikemukaan persiapan psikologis sebelum menjadi guru:1. Calon guru harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang dasar-dasar psikologi perkembangan dan perilaku manusia.2. Mempunyai keterampilan minimal dalam menggunakan teknik-teknik yang tepat untuk mempelajari kemampuan, minat dan tingkat kesiapan belajar siswanya.

3. Mampu mempertimbangkan nilai-nilai psikologik dari bermacam-macam prosedur mengajar.4. Dalam menganalisis dan meneliti cara belajar, kekuatan dan kelemahan belajarnya sendiri setelah mempelajari aspek-aspek psikologik dari pendidikan.

BAB II

PERBEDAAN INDIVIDUAL

A. PendahuluanSetiap individu adalah unik. Artinya setiap individu memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut bermacam-macam, mulai dari perbedaan fisik, pola berpikir dan cara merespon atau mempelajari hal-hal baru. Dalam hal belajar, masing-masing individu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menyerap pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan dikenal berbagai metode untuk dapat memenuhi tuntutan perbedaan individu tersebut. Di negara-negara maju sistem pendidikan bahkan dibuat sedemikian rupa sehingga individu dapat dengan bebas memilih pola pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dirinya.

Di Indonesia seringkali kita mendengar keluhan dari orangtua yang merasa sudah melakukan berbagai cara untuk membuat anaknya menjadi pintar. Orangtua berlomba-lomba menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah terbaik. Selain itu anak diikutkan dalam berbagai kursus maupun les privat yang terkadang menyita habis waktu yang seharusnya bisa dipergunakan anak atau remaja untuk bermain atau bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Namun demikian usaha-usaha tersebut seringkali tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan, bahkan ada yang justru menimbulkan masalah bagi anak dan remaja.

Apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa anak-anak tersebut tidak kunjung pintar? Salah satu faktor yang dapat menjadi penyebabnya adalah ketidaksesuaian cara belajar yang dimiliki oleh sang anak dengan metode belajar yang diterapkan dalam pendidikan yang dijalaninya termasuk kursus atau les privat. Cara belajar yang dimaksudkan disini adalah kombinasi dari bagaimana individu menyerap, lalu mengatur dan mengelola informasi.

Otak Sebagai Pusat Belajar

Otak manusia adalah kumpulan massa protoplasma yang paling kompleks yang ada di alam semesta. Satu-satunya organ yang dapat mempelajari dirinya sendiri dan jika dirawat dengan baik dalam lingkungan yang menimbulkan rangsangan yang memadai, otak dapat berfungsi secara aktif dan reaktif selama lebih dari seratus tahun. Otak inilah yang menjadi pusat belajar sehingga harus dijaga dengan baik sampai seumur hidup agar terhindar dari kerusakan.

Menurut Mac Lean, otak manusia memiliki tiga bagian dasar yang seluruhnya dikenal sebagai triune brain/ three in one brain (dalam DePorter & Hernacki). Bagian pertama adalah batang otak, bagian kedua adalah sistem limbik,dan yang ketiga adalah neokorteks.

Batang otak memiliki kesamaan struktur dengan otak reptil, bagian otak ini bertanggungjawab atas fungsi-fungsi motorik-sensorik-pengetahuan fisik yang berasal dari panca indera. Perilaku yang dikembangkan pada bagian ini adalah perilaku untuk mempertahankan hidup, dan dorongan untuk mempertahankan spesies.

Di sekeliling batang otak terdapat sistem limbik yang sangat kompleks dan luas. Sistem ini berada di bagian tengah otak manusia. Fungsinya bersifat emosional dan kognitif yaitu menyimpan perasaan, pengalaman yang menyenangkan, memori dan kemampuan belajar. Selain itu, sistem ini mengatur bioritme tubuh seperti pola tidur, lapar, haus, tekanan darah, jantung, gairah seksual, temperatur, kimia tubuh, metabolisme dan sistem kekebalan. Sistem limbik adalah panel kontrol dalam penggunaan informasi dari indra penglihatan, pendengaran, sensasi tubuh, perabaan, penciuman sebagai input yang kemudian informasi ini disampaikan ke pemikir dalam otak yaitu neokorteks.

Neokorteks terbungkus di sekitar sisi sistem limbik, yang merupakan 80% dari seluruh materi otak. Bagian ini merupakan tempat bersemayamnya pusat kecerdasan manusia. Bagian inilah yang mengatur pesan-pesan yang diterima melalui penglihatan, pendengaran dan sensasi tubuh manusia. Proses yang berasal dari pengaturan ini adalah penalaran, berpikir intelektual, pembuatan keputusan, perilaku normal, bahasa, kendali motorik sadar, dan gagasan non verbal. Dalam neokorteks ini pula kecerdasan yang lebih tinggi berada, diantaranya adalah: kecerdasan linguistik, matematika, spasial/ visual, kinestetik/ perasa, musikal, interpersonal, intrapersonal dan intuisi.

B. Perbedaan Karakteristik Cara Belajar Individu Berdasarkan kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola dan menyampaikan informasi, maka cara belajar individu dapat dibagi dalam tiga kategori. Ketiga kategori tersebut adalah cara belajar visual, auditorial dan kinestetik yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku tertentu. Pengkategorian ini tidak berarti bahwa individu hanya memiliki salah satu karakteristik cara belajar tertentu sehingga tidak memiliki karakteristik cara belajar yang lain. Pengkategorian ini hanya merupakan pedoman bahwa individu memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol, sehingga jika ia mendapatkan rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya untuk menyerap pelajaran. Dengan kata lain jika individu menemukan metode belajar yang sesuai dengan karakteristik cara belajar dirinya maka akan cepat ia menjadi pintar sehingga kursus-kursus atau pun les privat secara intensif mungkin tidak diperlukan lagi.

Adapun ciri-ciri perilaku individu dengan karakteristik cara belajar seperti disebutkan diatas, menurut De Porter & Hernacki, adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik perilaku individu dengan cara belajar visual Individu yang memiliki kemampuan belajar visual yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:

a. Rapi dan teratur.

b. Berbicara dengan cepat.

c. Mampu membuat rencana jangka pendek dengan baik.

d. Teliti dan rinci.e. Mementingkan penampilan.

f. Lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar.g. Mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual.h. Memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik.i. Biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik ketika sedang belajar.

j. Sulit menerima instruksi verbal (oleh karena itu seringkali ia minta instruksi secara tertulis).

k. Merupakan pembaca yang cepat dan tekun.l. Lebih suka membaca daripada dibacakan.m. Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain.

n. Dalam memberikan respon terhadap segala sesuatu, ia selalu bersikap waspada, membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain yang berkaitan.

o. Jika sedang berbicara di telpon ia suka membuat coretan-coretan tanpa arti selama berbicara.p. Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak.q. Lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/ berceramah.r. Lebih tertarik pada bidang seni (lukis, pahat, gambar) daripada musik.

s. Seringkali tahu apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai menuliskan dalam kata-kata.

2. Karakteristik perilaku individu dengan cara belajar auditorial

Individu yang memiliki kemampuan belajar auditorial yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:

a. Sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja.

b. Mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik.

c. Lebih senang mendengarkan (dibacakan) daripada membaca.d. Jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras.e. Dapat mengulangi atau menirukan nada, irama dan warna suara.f. Mengalami kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam bercerita.g. Berbicara dalam irama yang terpola dengan baik.h. Berbicara dengan sangat fasih.

i. Lebih menyukai seni musik dibandingkan seni yang lainnya.j. Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang dilihat.

k. Senang berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar.l. Mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang berhubungan dengan visualisasi.

m. Lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata-kata dengan keras daripada menuliskannya.

n. Lebih suka humor atau gurauan lisan daripada membaca buku humor/ komik.

3. Karakteristik perilaku individu dengan cara belajar kinestetik Individu yang memiliki kemampuan belajar kinestetik yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:

a. Berbicara dengan perlahan.

b. Menanggapi perhatian fisik.c. Menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka.d. Berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain.e. Banyak gerak fisik.

f. Memiliki perkembangan otot yang baik.g. Belajar melalui praktek langsung atau manipulasi.

h. Menghafalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung.i. Menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca ketika sedang membaca.j. Banyak menggunakan bahasa tubuh (non verbal).

k. Tidak dapat duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang lama.

l. Sulit membaca peta kecuali ia memang pernah ke tempat tersebut.

m. Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi.

n. Pada umumnya tulisannya jelek.

o. Menyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan (secara fisik).p. Ingin melakukan segala sesuatu

Dengan mempertimbangkan dan melihat cara belajar apa yang paling menonjol dari diri seseorang maka orangtua atau individu yang bersangkutan (yang sudah memiliki pemahaman yang cukup tentang karakter cara belajar dirinya) diharapkan dapat bertindak secara arif dan bijaksana dalam memilih metode belajar yang sesuai.

C. Perbedaan Jenis Kelamin dalam Kemampuan SpesifikPria dan wanita memiliki nilai yang kira-kira sama pada tes inteligensia. (seperti Stanford-Binet dan Wechsler Intelligence Scales). Sebagian besar tes inteligensia disusun untuk meminimalkan perbedaan jenis kelamin dengan menghapus soal yang menunjukkan perbedaan jenis kelamin atau dengan menyeimbangkan soal yang menguntungkan pria dengan yang menguntungkan wanita.

Tetapi, sampai sekarang, tes kemampuan spesifik telah menunjukkan suatu perbedaan antara pria dan wanita. Wanita rata-ratanya memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan pria pada kemampuan verbal. Pria rata-ratanya memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan wanita pada penalaran kecakapan matematika dan visual-spasial. Kecakapan visual spasial diperlukan untuk tugas seperti mengkonseptualisasikan bagaimana suatu benda di dalam ruang terlihat dari sudut pandang yang berbeda dan membaca peta atau cetak biru.

Perbedaan jenis kelamin dalam kemampuan kognitif itu, yang telah diamati hampir sejak awal pengujian sistematik, tampaknya semakin menghilang. Analisis selama lebih dari 3 dasawarsa (dari 1947 sampai 1980) terhadap nilai tes kemampuan spesifik yang diberikan kepada siswa sekolah lanjutan di seluruh Amerika menemukan bahwa perbedaan antara anak pria dan wanita menurun secara progresif selama periode tersebut.

Analisis terakhir yang meninjau ratusan penelitian perbedaan jenis kelamin pada kemampuan yang dilakukan selama 20 tahun terakhir mencapai kesimpulan yang sama: kecakapan verbal pria semakin meningkat dari tahun ke tahun sehingga menyamai wanita, sedangkan kecakapan wanita pada tes penalaran matematika telah meningkat sehingga menyamai pria. Satu-satunya tes yang terus menunjukkan perbedaan pada kemampuan tersebut adalah SAT (Scholastic Aptitude Test); pria dan wanita memiliki nilai yang kira-kira sama pada bagian verbal tetapi pria memiliki nilai yang lebih tinggi secara bermakna pada bagian matematika.

Fakta bahwa perbedaan jenis kelamin telah menurun selama tahun demi tahun menyatakan bahwa perbedaan nilai tes dahulu mencerminkan perbedaan latihan dan harapan sosial: sampai belum lama ini, anak perempuan didorong untuk mengembangkan minat dalam puisi dan literatur; anak laki-laki diharapkan lebih memperhatikan hal-hal ilmiah dan mekanika. Walaupun masyarakat semakin mengakui kesederajatan antara pria dan wanita, dan orangtua serta guru semakin tidak stereotipe terhadap kemampuan yang mereka dorongkan, masih terdapat perbedaan dalam cara bagaimana anak laki-laki dan perempuan diperlakukan sehingga banyak anak perempuan kurang percaya diri dalam bidang matematika.

Orangtua masih percaya ilmu pengetahuan dan matematika kurang penting bagi anak perempuan dibandingkan bagi anak laki-laki; mereka cenderung membesar-besarkan kemampuan anak laki-laki mereka di dalam bidang tersebut dan meremehkan kemampuan anak perempuannya. Dan mereka lebih sering membeli komputer dan permainan ilmiah untuk anak laki-laki dibandingkan anak untuk perempuan. Guru pelajaran ilmiah dan matematika juga cenderung memberikan lebih banyak dorongan dan penguatan bagi anak laki-laki dibandingkan untuk anak perempuan.

Jadi, perbedaan pada tes matematika SAT mungkin mencerminkan perbedaan percaya diri pada laki-laki dan perempuan. Tampaknya pula pertanyaan matematika menunjukkan bias ke arah pria. Sebagai contohnya, soal mengambil situasi dari olahraga di mana laki-laki lebih mengenalnya.

Satu bidang kemampuan kognitif yang terus menunjukkan perbedaan jenis kelamin yang konsisten adalah hubungan visual-spasial. Tes masih menunjukkan nilai yang lebih tinggi untuk pria, terutama jika tugas itu ditentukan waktunya dan mengharuskan rotasi mental terhadap objek. Perbedaan jenis kelamin pada kemampuan spasial mungkin turut menyebabkan perbedaan jenis kelamin dalam kemampuan matematika, karena visualisasi spasial adalah salah satu strategi untuk memecahkan soal matematika.

Akan menarik mencari tahu apakah perbedaan jenis kelamin di kemampuan spasial akan berkurang tahun demi tahun kemudian, saat lingkungan untuk wanita berubah. Sebagian peneliti berpendapat hal itu akan terjadi. Peneliti lain berpendapat bahwa perbedaan jenis kelamin dalam kemampuan visual-spasial berakar dari pengaruh hormon seks pada perkembangan otak selama periode janin. Mereka menyatakan bahwa kemampuan memvisualisasikan objek secara mental berhubungan dengan kecepatan pertumbuhan kedua hemisfer serebral; hormon pria, testosteron, mungkin memperlambat perkembangan hemisfer kiri, yang menyebabkan hemisfer kanan yang sangat terspesialisasi pada pria.

D. Pengaruh Faktor Keturunan dan Lingkungan 1. Pengaruh faktor keturunan (heriditer)Menurut ahli biologi, terjadinya individu adalah akibat bertemunya sel jantan dan sel betina. Baik sel jantan maupun sel betina terdiri dari chromosome-chromosome yang berupa benang-benang protoplasma yang berpasangan. Pada setiap species (jenis makhluk) jumlah dan bentuk chromosome-nya selalu sama. Dan bila speciesnya berbeda, akan berbeda pula jumlah dan bentuk chromosome-nya. Tiap chromosome mengandung unsur-unsur yang mengandung gene-gene, berupa bintik-bintik dan letaknya menyerupai mata kalung yang tersusun secara linier dan terikat pada pasangan-pasangan chromosome. Gene yang berasal dari chromosome sel jantan saling berpasangan dengan gene yang berasal dari chromosome sel betina.dengan cara yang berbeda-beda. Cara yang berbeda-beda inilah yang menyebabkan perbedaan sifat individu. Dan perbedaan sifat individu inilah yang akhirnya menjadi penyebab terjadinya perbedaan individu manusia berdasarkan faktor keturunan.

2. Pengaruh faktor lingkungan (melieu)Lingkungan membawa pengaruh pada individu yang berada di lingkungan tersebut. Lingkungan meliputi:

a. Lingkungan Statis (keadaan tempat dan alam)

Orang yang tinggal di daerah pegunungan tentu akan beda dengan orang yang tinggal di daerah ngarai. Dari segi jasmani, orang yang tinggal di daerah pegunungan badannya akan lebih kuat, paru-parunya lebih bersih daripada orang yang tinggal di daerah ngarai. Sebaliknya dari segi rohani, orang yang tinggal di daerah ngarai pada umumnya lebih bisa menggunakan akalnya daripada orang yang tinggal di daerah pegunungan. Jadi lingkungan statis berpengaruh terhadap perbedaan individu baik dari segi jasmani maupun rohani.

b. Lingkungan Dinamis (keadaan sosial atau manusia)

Dari segi jasmani, orang yang tinggal di daerah perkampungan orang yang suka olahraga untuk kesehatan, besar kemungkinan akan ikut-ikutan yang akhirnya menjadi kebiasaan dan mendatangkan kesehatan bagi dirinya. Dari segi rohani, orang yang tinggal di lingkungan atau daerah hitam besar kemungkinan akan terpengaruh menjadi orang jahat. Sebaliknya orang yang tinggal di lingkungan orang-orang yang tekun beragama sedikit banyak tentu akan mempengaruhinya, dan besar kemungkinan dia akan menjadi orang baik-baik meskipun semula termasuk orang jahat.

E. Pengaruh Faktor Kognitif, Afektif, Psikomotor dan CampuranKognitif, afektif, dan psikomotor adalah aspek-aspek kepribadian yang sering disama-artikan dengan aspek cipta, karsa, dan karya. Ketiga istilah ini berasal dari ahli yang berbeda. Kognitif (aspek penalaran) dikembangkan oleh Bloom; afektif (aspek budi pekerti) dikembangkan oleh Krathwohl; psikomotor (aspek keterampilan psikomotor) dikembangkan oleh Simpson.

1. Pengaruh faktor kognitifFaktor kognitif secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Mengetahui ( Mengenali kembali hal-hal yang umum dan khas, mengenali kembali metode dan proses, mengenali kembali pola, struktur, dan perangkat.

b. Mengerti ( Memahami

c. Mengaplikasikan ( Kemampuan menggunakan abstraksi di dalam situasi-situasi konkrit.

d. Menganalisis ( Menjabarkan sesuatu ke dalam unsur-unsur, bagian-bagian atau komponen-komponen sedemikian rupa, sehingga tampak jelas susunan atau hirarki gagasan yang ada di dalamnya, atau tampak jelas hubungan antara berbagai gagasan yang dinyatakan dalam sesuatu komunikasi.

e. Mensintesiskan ( Kemampuan untuk menyatukan unsur-unsur atau bagian-bagian sedemikian rupa sehingga membentuk suatu keseluruhan yang utuh.

f. Mengevaluasi ( Kemampuan untuk menetapkan nilai/ harga dari suatu bahan dan metode komunikasi untuk tujuan-tujuan tertentu.

Cara penalaran (kognitif) seseorang terhadap sesuatu obyek selalu berbeda dengan orang lain. Artinya, obyekyang sama, mungkin akan mendapat penalaran yang berbeda dari dua orang atau lebih. Jadi karena berbeda dalam penalaran (kognitif) ( berbeda pula dalam kepribadian ( maka terjadilah perbedaan individu.

2. Pengaruh faktor afektifFaktor afektif secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Menerima atau memperhatikan ( Kepekaan terhadap kehadiran gejala dan perangsang tertentu.

b. Merespon ( Mereaksi perangsang atau gejala tertentu.

c. Menghargai, berikut pengertian bahwa suatu hal, gejala atau tingkah laku mempunyai harga atau nilai tertentu.

d. Mengorganisasikan nilai, mencakup mengatur nilai-nilai menjadi suatu sistem nilai, menyusun jalinan nilai-nilai itu dan menetapkan berlakunya nilai-nilai yang dominan.

e. Mewatak ( suatu kondisi di mana nilai-nilai dari sistem nilai yang diyakini telah benar-benar merasuk di dalam pribadi seseorang. Orang seperti itu dapat dikatakan sebagai orang yang budipekertinya mendekati kesempurnaan.

Orang yang berbudipekerti luhur akan sangat berbeda dengan orang yang tidak berbudi hapir dalam segala sepak terjang, tingkah laku, sifat-sifat dan kepribadiannya. Jadi dengan kata lain, faktor afektif sangat besar pengaruhnya terhadap terjadinya perbedaan individual.

3. Pengaruh faktor psikomotorFaktor keterampilan psikomotor secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Mengindera ( Kegiatan keterampilan psikomotor yang dilakukan dengan alat-alat indera.

b. Menyiagakan diri ( Mengatur kesiapan diri sebelum melakukan sesuatu tindakan dalam rangka mencapai suatu tujuan.

c. Bertindak secara terpimpin ( Melakukan tindakan-tindakan dengan mengikuti prosedur tertentu.

d. Bertindak secara mekanik ( Bertindak mengikuti prosedur baku.

e. Bertindak secara kompleks ( Bertindak secara teknologi yang didukung oleh kompetensi. Di dalamnya tercakup semua tindakan keahlian dari berbagai bidang profesi. Ciri khas dari orang yang mampu bertindak secara kompleks adalah mampu menyusun mekanisme kerja sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya dan mampu menciptakan teknologi baru.

Orang yang telah sampai pada tingkat puncak keterampilan psikomotor dalam menanggapi sesuatu bisa sampai pada penciptaan teknologi baru. Jadi keterampilan psikomotor berpengaruh terhadap perbedaan individual.

4. Pengaruh campuran (dari faktor kognitif, afektif, dan psikomotor)

Dari uraian di atas, faktor kognitif, afektif, dan psikomotor sangat besar pengaruhnya terhadap perbedaan individual secara terpisah. Tetapi sebenarnya baik secara sendiri-sendiri (terpisah) maupun secara bersama-sama (campuran), maka ketiga faktor tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap perbedaan individual.

Ada 4 kemungkinan campuran, yaitu:

a. Percampuran antara faktor kognitif, afektif, dan psikomotor.

b. Percampuran antara faktor kognitif dan afektif.

c. Percampuran antara faktor kognitif dan psikomotor.

d. Percampuran antara faktor afektif dan psikomotor.

Bagaimanapun variasi campurannya, semua berpengaruh terhadap perbedaan individual.

F. Pengaruh dalam Aspek KecakapanPerbedaan dalam aspek ini, nampak pada diri seseorang untuk dapat bertindak secara cepat (waktunya singkat) dan tepat (hasilnya sesuai dengan harapan) dan dengan mudah tanpa menghadapi banyak hambatan maupun kesulitan. Berdasarkan cepat-lambatnya atau tepat-tidaknya dalam bertindak, siswa dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Ada siswa yang cepat dan tepat dalam bertindak, penuh kemudahan.

2. Ada siswa yang cepat, tetapi tidak tepat.

3. Ada siswa yang tidak cepat tetapi tepat.

4. Ada siswa yang tidak cepat dan tidak tepat, bahkan banyak kesulitan dan hambatan.

Masalah cepat dan tepatnya seseorang dalam bertindak ini lazimnya disebut orang yang cakap. Dalam bidang psikologi, orang yang cakap disebut orang yang berperilaku inteligen. Pengertian perilaku intelegen ada kaitannya dengan konsep intelegensi. Intelegensi adalah kemampuan untuk memecahkan segala jenis masalah dalam segala situasi. Seseorang yang memiliki kecakapan tertentu bukan semata-mata karena kelahirannya saja melainkan juga karena perkembangan dan pengalamannya.

Kecakapan individu atau yang sering disebut abilitas (ability), dapat dibedakan menjadi:

1. Kecakapan nyata aktual (actual ability)

Kecakapan yang segera dapat didemonstrasikan pada setiap saat, karena merupakan hasil usaha belajar yang telah dijalaninya (prestasi belajar).

2. Kecakapan potensi (potensial ability)

Kecakapan yang masih terpendam dalam diri seseorang, yang bersifat laten dan diperoleh melalui keturunan (pembawaan) yang meliputi abilitas dasar umum (general, intelegence) dan abilitas dasar khusus dalam bidang tertentu (bakat, talent, aptitudes).

Kedua macam kecakapan potensi ini dapat dideteksi dengan cara mengidentifikasi perilakunya. Menurut Witherington, manifestasi dari indikator perilaku inteligen adalah:

a. Kecakapan dalam menggunakan bilangan.

b. Ketepatan menggunakan bahasa.

c. Kecepatan dalam persepsi.

d. Kecakapan dalam mengingat.

e. Kecakapan dalam memahami hubungan.

f. Berimajinasi.

Dengan mengetahui indikator-indikator perilaku inteligen tersebut, para ahli telah mengembangkan alat ukur yang telah dibakukan (standardized test) baik untuk kecakapan dasar umum (general intelegence test) maupun kecakapan dasar khusus (aptitude test). Kecakapan dasar umum dikategorikan sebagai berikut:

a. Orang yang superior atau genius ( orang yang dapat bertindak jauh lebih cepat, tepat dan penuh kemudahan.

b. Orang normal ( orang yang bertindak biasa-biasa saja kecepatan maupun ketepatannya, seperti yang tampak pada sebagian besar orang menurut batasan-batasan waktu dan tingkat kesukaran yang telah ditetapkan.

c. Orang sub normal atau mentally defective atau mentally retarded ( orang yang jauh lebih lambat kecepatannya dan jauh tidak tepat serta lebih banyak mengalami kesulitan.

Kecakapan dasar khusus dikategorikan sebagai berikut:

a. Bidang bilangan (numerical abilities).

b. Bidang bahasa (verbal abilities).

c. Bidang hubungan sosial (social abilities).d. Bidang gerak motorik (motorical abilities).Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa perbedaan dari segi kecakapan akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Hal ini tampak, meskipun guru sudah bersungguh-sungguh dalam mengajar tetapi siswa tidak dapat memperoleh prestasi yang optimal karena perbedaan pada kecakapan.

G. Pengaruh dalam Aspek Kepribadian (Personality)Perbedaan pada aspek kepribadian akan tampak pada kualitas total perilaku individu dalam melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan secara unik. Unik maksudnya menunjukkan bahwa totalitas perilaku seseorang bersifat khas, artinya kualitas perilaku antara individu yang satu dengan yang lain berbeda. Keunikannya tersebut didukung oleh struktur organisasi ciri-ciri jiwa dan raga, yang terbentuk secara dinamis. Ciri-ciri jiwa dan raga tersebut meliputi konstitusi dan kondisi fisik, tampang dan penampilan, kondisi dan proporsi horman, cairan dalam tubuh, keadaan emosionalnya, aspek kognitif, afektif, psikomotornya, dll. Hal-hal tersebut mempengaruhi kualitas perilaku seseorang, yang akan tampak dalam interaksinya dengan lingkungan, berupa karakter, temperamen, sikap, stabilitas, emosional, tanggung jawab maupun sosiobilitas. Dari keseluruhan indikator kepribadian inilah yang sangat mempengaruhi seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan, baik lingkungan sekolah, masyarakat ataupun keluarga.

H. Teori Tentang Perbedaan Individu dari Hippocrates-GalenusKepribadian seseorang ditentukan oleh proporsi cairan tubuh yang mendominasinya, sehingga pribadi seseorang kan berbeda dengan orang lain, karena pribadi yang berbeda-beda inilah yang menimbulkan terjadinya perbedaan individual.

Ada 4 tipe golongan manusia berdasarkan temperamen atau wataknya, sebagai berikut:

No.Cairan tubuh yang dominanPrinsipTipeSifat-sifat khas

1.CholeTegangan (tension)CholerisBesar semangat, daya juang besar, hatinya mudah terbakar, optimistis.

2.MelancholePenegaran (regidity)MelancholisMudah kecewa, daya juang kecil, mudah dipengaruhi, setia.

3.PhlegmaIlastisitaPhlegmatisTidak suka terburu-buru, tdak mudah dipengaruhi, setia.

4.Sanguis EkspansivitaSanguisisHidup, mudah berganti haluan, mudah lekas bertindak namun juga lekas berhenti.

Tipologi yang menerangkan perbedaan individu atas dasar cairan yang ada dalam tubuh ini belum dapat menerangkan keadaan yang terjadi dalam masyarakat, sebab cairan dalam tubuh dibawa sejak lahir; sedangkan sifat kejiwaan tertentu tidak hanya dipengaruhi oleh cairan yang mengalir dalam tubuhnya saja, tetapi pengaruh lingkungan yaitu sesuatu yang berada di luar dirinya memilki pengaruh yang besar pula.

I. Teori Tentang Perbedaan Individu dari KretschmerPerbedaan individu ditinjau dari segi struktur badaniah. Ada 4 tipe golongan manusia berdasarkan bentuk tubuhnya, sebagai berikut:

No.Struktur badanSifat-sifat khas

1.AthletisUkuran-ukran tubuh seimbang, kokoh, kuat, tulang-tulang otot kuat, bahu lebar dan kuat, tengkorak besar, kepala dan leher tegak, muka bulat telur, mudah menyesuaikan diri.

2.Leptosom/ asthenisBadan kurus jangkung, lengan dan kaki kurus, perut kecil, bahu sempit, muka bulat telur, berat badan kurang, mudah terkena kritik.

3.PyknisBadan gemuk pendek, perut besar, leher pendek dan kuat, lengan dan kaki lemah, mudah bergaul.

4.Dysplastis Tipe ini merupakan penyimpangan dari ketiga tipe di atas, bentuk badannya tidak normal, tidak memiliki ciri-ciri yang khas.

J. Teori Tentang Perbedaan Individu dari C.G. JungPerbedaan-perbedaan individu ditinjau dari segi perkembangan sosial. Kepribadian manusia didasarkan pada perkembangan sosial seseorang dalam masyarakatnya. Dan perkembangan kepribadian itulah yang menjadi dasar, yang menyebabkan individu yang satu berbeda dengan individu yang lain.

Ada 2 tipe kepribadian manusia yang penggolongannya didasarkan pada perkembangan sosial, sebagai berikut:

1. Type introvert.

Memiliki sifat khas: menarik diri, pemalu, sukar bergaul, senang berangan-angan, mendapat kepuasan dalam perasaaan dan angan-angan, menutup diri.

2. Type extrovert.

Memiliki sifat khas: mudah bergaul, mudah menyesuaikan diri, menaruh minat pada orang lain serta kegiatan-kegiatan sosial, ramah, banyak teman.

Dari kenyataan yang ada, sesungguhnya orang berkeyakinan bahwa perilaku manusia menunjuk pada sifat introvert dan extrovert secara bersama-sama, atau termasuk campuran antara introvert dan extrovert dimana dalam hal ini mereka termasuk dalam golongan ambivert.

K. Teori Tentang Perbedaan Individu dari E. SprangerPerbedaan-perbedaan individu ditinjau dari nilai-nilai kebudayaan yang ada pada tiap individu, yang dalam kenyataannya bahwa biasanya hanya salah satu nilai saja yang dominan dan nilai yang dominan inilah yang memberi corak atau bentuk kepada kepribadian seseorang. Manusia dikelompokkan ke dalam tipe-tipe, sebagai berikut:

No.Nilai kebudayaan yang dominanTipeTingkah laku manusia

1.Ilmu pengetahuanManusia teoriBerpikir

2.Ekonomi Manusia ekonomiBekerja

3.Kesenian Manusia esthetisMenikmati keindahan

4.Keagamaan Manusia agamaMemuja

5.Kemasyarakatan Manusia sosialBerbakti/ berkorban

6.PolitikManusia kuasa(Ingin) memerintah

BAB III

KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARANA. Gagasan Dasar Konstruktivisme1. Dunia (alam semesta) dan ilmu pengetahuanPopper membedakan tiga pengertian tentang alam semesta: a) dunia fisik atau keadaan fisik, b) dunia kesadaran atau mental atau disposisi tingkah laku, dan c) dunia dari isi objektif pemikiran manusia, khususnya pemikiran ilmiah, puitis, dan seni. Dunia oleh Popper dipandang secara ontologis.

Menurut Driver dan Bell, ilmu pengetahuan bukanlah hanya kumpulan hukum atau daftar fakta. IImu pengetahuan, terutama sains, adalah ciptaan pikiran manusia dengan semua gagasan dan konsepnya yang ditemuan secara bebas. Menurut Einstein dan Infeld, konsep atau teori tidak menuruti pengamatan induktif yang sederhana. Hal ini terbukti dengan adanya banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk mengabstraksikan kenyataan-kenyataan yang mereka peroleh dari percobaan-percobaan mereka. Abstraksi dan teorisasi itu melalui proses penemuan yang imaginatif, tidak cukup hanya dengan mengamati objek yang ada. Ada dua dunia yang berbeda, dunia kenyataan dan dunia pengertian. Untuk menjembatani keduanya, diperlukan proses konstruksi imaginatif.

2. Hakikat pengetahuanCukup lama diterima bahwa pengetahuan harus merupakan representasi (gambaran atau ungkapan) kenyataan dunia yang terlepas dari pengamat (objektivisme). Pengetahuan dianggap sebagai kumpulan fakta. Namun akhir-akhir ini, terlebih dalam bidang sains, diterima bahwa pengetahuan tidak lepas dari subjek yang sedang belajar mengerti. Pengetahuan lebih dianggap sebagai suatu proses pembentukan (konstruksi) yang terus-menerus, terus berkembang dan berubah. Konsep-konsep yang dulu dianggap sudah tetap dan kuat, seperti Hukum Newton dalam ilmu fisika, ternyata harus diubah karena tidak dapat lagi memberikan penjelasan yang memadai. Menurut Piaget, sejarah revolusi sains menunjukkan perubahan konsep-konsep pengetahuan yang penting. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Seseorang membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan. Maka pengetahuan bukanlah tentang dunia lepas dari pengamat tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia sejauh dialaminya. Proses pembentukan ini berjalan terus menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru.Para konstruktivis menjelaskan bahwa satu-satunya alat/ sarana yang tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah indranya. Seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungan dengan melihat, mendengar, menjamah, mencium, dan merasakannya. Dari sentuhan indrawi itu seseorang membangun gambaran dunianya. Misalnya, dengan mengamati air, bermain dengan air, mencecap air, dan menimbang air, seseorang membangun gambaran pengetahuan tentang air. Para konstruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalarnan-pengalaman mereka. Tampak bahwa pengetahuan lebih menunjuk pada pengalaman seseorang akan dunia daripada dunia itu sendiri. Tanpa pengalaman itu, seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Pengalaman tidak harus diartikan sebagai pengalaman fisik, tetapi juga dapat diartikan sebagai pengalaman kognitif dan mental. Menurut Von Glasersfeld, pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan dapat berarti dua macam. Pertama, bila kita berbicara tentang diri kita sendiri, lingkungan menunjuk pada keseluruhan objek dan semua relasinya yang kita abstraksikan dari pengalaman. Kedua, bila kita memfokuskan diri pada suatu hal tertentu, lingkungan menunjuk pada sekeliling hal itu yang telah kita isolasikan. Dalam hal ini, baik hal itu maupun sekelilingnya merupakan lingkup pengalaman kita sendiri, bukan dunia objektif yang lepas dari pengamat.Struktur konsepsi tersebut membentuk pengetahuan bila struktur itu dapat digunakan dalam menghadapi pengalaman-pengalaman mereka ataupun dalam menghadapi persoalan-persoalan mereka yang berkaitan dengan konsepsi tersebut. Bila konsep ataupun abstraksi seseorang terhadap sesuatu dapat menjelaskan macam-macam persoalan yang berkaitan, maka konsep itu membentuk pengetahuan seseorang akan hal itu. Misalnya, konsepsi seseorang akan ciri-ciri seorang wanita dibandingkan dengan seorang lelaki akan menjadi suatu pengetahuan tentang "ciri-ciri wanita" bila konsepsi itu dapat digunakan dalam menganalisis wanita-wanita lain yang dijumpainya dan dapat membedakan antara wanita dan lelaki yang dijumpainya.

Bagi para konstruktivis, pengetahuan bukanlah tertentu dan deterministik, tetapi suatu proses menjadi tahu. Misalnya saja, pengetahuan kita akan kucing tidak sekali jadi, tetapi merupakan proses untuk semakin tahu. Pada waktu kecil dengan melihat kucing, menjamah, dan bergaul dengan kucing di rumah, kita membangun pengertian akan kucing sejauh dapat ditangkap dari kucing kita sendiri yang terbatas. Dalam perjalanan selanjutnya, kita bertemu dengan jenis kucing-kucing lain dengan segala macam bentuk dan sifatnya. Interaksi dengan macam-macam kucing ini menjadikan pengetahuan kita akan kucing lebih lengkap dan rinci daripada gambaran waktu kita kecil. Konstruktivis menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah konstruksi kita sendiri, maka mereka menolak kemungkinan transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain bahkan secara prinsipil. Tidak mungkinlah mentransfer pengetahuan karena setiap orang membangun pengetahuan pada dirinya.Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer begitu saja dari pikiran yang mempunyai pengetahuan ke pikiran orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bahkan bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide, dan pengertiannya kepada seorang siswa, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh si siswa lewat perrgalamannya. Banyaknya siswa yang salah menangkap apa yang diajarkan oleh gurunya menunjukkan bahwa pengetahuan itu tidak dapat begitu saja dipindahkan, melainkan harus dikonstruksikan atau paling sedikit diinterpretasikan sendiri oleh siswa. Dalam proses konstruksi itu, menurut Von Glasersfeld, diperlukan beberapa kemampuan, yaitu: a) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, b) kemampuan membandingkan, mengambil keputusan (justitifikasi) mengenai persamaan dan perbedaan, dan c) kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi dengan pengalaman-pengalaman tersebut. Kemampuan membandingkan sangat penting untuk dapat menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk dapat membuat klasifikasi dan membangun suatu pengetahuan. Karena kadang seseorang lebih menyukai pengalaman tertentu daripada yang lain, maka muncullah soal nilai dari pengetahuan yang kita bentuk. Piaget membedakan dua aspek berpikir dalam pembentukan pengetahuan ini, yaitu: a) aspek figuratif dan b) aspek operatif. Aspek berpikir figuratif adalah imaginasi keadaan sesaat dan statis. Ini mencakup persepsi, imaginasi, dan gambaran mental seseorang terhadap sesuatu objek atau fenomena. Aspek berpikir operatif lebih berkaitan dengan transformasi dari satu level ke level lain. Ini menyangkut operasi intelektual atau sistem transformasi. Setiap level keadaan dapat dimengerti sebagai akibat dari transformasi tertentu atau sebagai titik tolak bagi transformasi lain. Dengan kata lain, aspek yang lebih esential dari berpikir adalah aspek operatif. Berpikir operatif inilah yang memungkinkan seseorang untuk mengembangkan pengetahuannya dari suatu level tertentu ke level yang lebih tinggi. Tujuan mengetahui sesuatu bukanlah untuk menemukan realitas. Tujuannya lebih adaptif, yaitu untuk mengorganisasikan pengetahuan yang cocok dengan pengalaman hidup manusia, sehingga dapat digunakan bila berhadapan dengan tantangan dan pengalaman-pengalaman baru. Secara ringkas gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan dapat dirangkum sebagai berikut:a. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.

b. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.

c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang.

Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi tersebut berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

3. Realitas dan kebenaranPengetahuan kita bukanlah realitas dalam arti umum. Konstruktivisme menyatakan bahwa kita tidak pernah dapat mengerti realitas yang sesungguhnya secara ontologis. Yang kita mengerti adalah struktur konstruksi kita akan sesuatu objek. Menurut Bettencourt, memang konstruktivisme tidak bertujuan mengerti realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana kita menjadi tahu akan sesuatu. Boleh juga dikatakan bahwa realitas bagi konstruktivisme tidak pernah ada secara terpisah dari pengamat. Yang diketahui bukan suatu realitas di sana yang berdiri sendiri, melainkan kenyataan sejauh dipahami oleh orang yang menangkapnya. Menurut Shapiro, ada banyak bentuk kenyataan dan masing-masing tergantung pada kerangka dan interaksi pengamat dengan objek yang diamati. Dalam kerangka pemikiran ini, bila kita bertanya, Apakah yang kita ketahui itu memang sungguh kenyataan yang ada?, kaum konstruktivis akan menjawab, Kami tidak tahu, itu bukan urusan kami.

Lalu, bagaimana halnya dengan kebenaran? Bagaimana orang tahu bahwa pengetahuan yang kita konstruksikan itu benar? Beberapa paham ilmu pengetahuan mengatakan bahwa suatu pengetahuan itu diangap benar bila pengetahuan itu sesuai dengan kenyataannya. Misalnya, pengetahuan seseorang bahwa angsa itu putih adalah benar bila dalam kenyataannya memang angsa itu putih dan tidak berwarna lain. Dengan kata lain, orang membuktikan pengetahuannya dengan membandingkannya dengan realitas ontologisnya. Bagi kaum konstruktivis, kebenaran diletakkan pada viabilitas, yaitu kemampuan suatu konsep atau pengetahuan dalam beroperasi. Artinya, pengetahuan yang kita konstruksikan itu dapat digunakan dalam menghadapi macam-macam fenomena dan persoalan yang berkaitan dengan pengetahuan tersebut. Misalnya, pengetahuan kita akan hukum gerak Newton dianggap benar karena dengan hukum itu kita dapat memecahkan banyak persoalan tentang gerak. Dalam kaitan dengan ini, maka kita dapat menangkap bahwa pengetahuan kita ada taraf-tarafnya: dari yang cocok atau berlaku untuk banyak persoalan sampai dengan yang hanya cocok untuk beberapa persoalan. Sekali lagi tampak bahwa pengetahuan itu bukan barang mati yang sekali jadi, melainkan suatu proses yang terus berkembang.4. Hal yang membatasi konstruksi pengetahuanBettencourt menyebutkan beberapa hal yang dapat membatasi proses konstruksi pengetahuan manusia, antara lain: a) konstruksi kita yang lama, b) domain pengalaman kita, dan c) jaringan struktur kognitif kita. Hasil dan proses konstruksi pengetahuan kita yang lampau dapat menjadi pembatas konstruksi pengetahuan kita yang mendatang. Unsur-unsur yang kita abstraksikan dari pengalaman yang lampau, cara kita mengabstraksi dan mengorganisasikan konsep-konsep, aturan main yang kita gunakan untuk mengerti sesuatu, semuanya punya pengaruh terhadap pembentukan pengetahuan berikutnya. Misalnya, pengetahuan kita akan hukum Newton akan selalu membatasi kita dalam menganalisis suatu gerak. Pandangan kita mengenai suatu objek, misalnya tikus, akan mewarnai dan dapat membatasi pengertian kita akan binatang lain yang mirip dengan tikus. Pengalaman yang sudah kita abstraksikan, yang telah menjadi suatu konsep, dalam banyak hal akan membatasi pengertian kita tentang sesuatu yang ada kaitannya dengan konsep tersebut. Bahkan ini terjadi juga dalam pengertian kita mengenai orang. Misalnya, pengalaman bentrok kita dengan seorang teman yang telah kita jadikan suatu konsep bahwa teman itu tidak baik, akan dapat mempengaruhi pandangan dan gagasan kita tentang orang itu selanjutnya, meskipun mungkin orang itu sudah berubah.

Pengalaman kita yang terbatas akan sangat membatasi perkembangan pembentukan pengetahuan kita pula. Pengalaman akan fenomena yang baru akan menjadi unsur yang sangat penting dalam pengembangan pengetahuan kita dan kekurangan dalam hal ini akan membatasi pengetahuan kita pula. Dalam bidang ilmu fisika, biologi, kimia, geologi, atau astronomi sangat jelas peranan pengalaman ataupun percobaan-percobaan dalam perkembangan hukum, teori, maupun konsep-konsep ilmu tersebut. Dalam bidang ilmu matematikapun pengalaman mengkonsepsi maupun memecahkan persoalan-persoalan baru, akan sangat mempengaruhi perkembangan pengetahuan seseorang tentang matematika sendiri. Dalam bidang pengetahuan sosial, pengalaman berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan yang semakin luas akan juga memperluas pemahaman pengetahuan sosial seseorang.

Struktur kognitif merupakan suatu sistem yang saling berkaitan. Konsep, gagasan, gambaran, teori, dan sebagainya yang membentuk struktur kognitif saling berhubungan satu dengan yang lain. Inilah yang oleh Toulmin disebut ekologi konseptual. Setiap pengetahuan yang baru harus juga cocok dengan ekologi konseptual tersebut, karena manusia cenderung untuk menjaga stabilitas ekologi sistem tersebut. Kecenderungan ini dapat menghambat perkembangan pengetahuan.5. Faktor yang memungkinkan perubahan pengetahuanBanyak situasi yang memaksa atau membantu seseorang untuk mengadakan perubahan dalam pengetahuannya. Perubahan ini mengembangkan pengetahuan seseorang. Bettencourt menyebutkan beberapa situasi atau konteks yang membantu perubahan, yaitu: a) konteks tindakan, b) konteks membuat masuk akal, c) konteks penjelasan, dan d) konteks pembenaran (justifikasi).

Bila seseorang harus cepat bertindak atau memecahkan sesuatu secara terencana, ia akan terdorong untuk menganalisis situasi dan persoalan yang dihadapi. Dalam situasi seperti itu ia dapat bertindak secara efisien dan membentuk pengetahuan atau konsep yang baru. Juga bila seseorang berhadapan dengan suatu persoalan atau kejadian baru yang tidak disangka-sangka, ia ditantang untuk mencari arti dan makna hal itu dengan menggunakan gagasan, ide-ide, maupun konsep-konsep yang telah ia punyai. Bila konsepnya tidak cocok, lalu ia terpaksa harus mengubah konsepnya. Dengan demikian ia mengembangkan pengetahuan yang baru.

Pertanyaan Apa yang kamu maksudkan dengan ini, bagaimana kamu dapat menjelaskan hal ini? memacu orang untuk mengkonstruksi sesuatu dan mengerti sesuatu. Juga bila seseorang harus mempertahankan dan membenarkan gagasannya terhadap kritikan orang lain, ia didorong untuk menciptakan konstruksi yang baru. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa situasi atau konteks yang memaksa seseorang untuk menyadari sesuatu, dapat membantu orang itu mengubah atau paling sedikit memperkembangkan pengetahuannya. Dalam bidang pengajaran sains dan matematika, kadang perlu ditunjukkan persoalan atau gejala yang berlawanan dengan yang telah dipikirkan siswa. Gejala tersebut, yang dinamakan gejala anomali, dapat memacu siswa mengubah dan memperkembangkan pengetahuan mereka. Misalnya, bila kebanyakan siswa beranggapan bahwa benda padat selalu akan tenggelam dalam zat cair, tunjukkan kepada mereka gabus yang tidak tenggelam dalam air.B. Asal-Usul KonstruktivismePemikiran awal konstruktivisme dikemukakan oleh Giambatissta Vico (16681774) seorang ahli filsafat ilmu pengetahuan pada tahun 1710 dalam De Antiquissima Italorum Sapientia, mengungkapkan Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan. Dijelaskan bahwa mengetahui berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Ini berarti bahwa seseorang baru mengetahui sesuatu jika jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya ini karena hanya Dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa Ia membuatnya. Sementara orang hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah dikonstruksikannya. Bagi Vico, pengetahuan selalu menunjuk kepada struktur konsep yang dibentuk. Ini berbeda dengan kaum empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan itu harus menunjuk kepada kenyataan luar. Menurut Vico, pengetahuan tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari pengamat yang berlaku. Sayangnya, menurut banyak pengamat, Vico tidak membuktikan teorinya.

Berdasarkan identifikasi mengetahui sesuatu dengan membuat sesuatu, Vico mengatakan bahwa matematika adalah cabang pengetahuan yang paling tinggi. Alasannya, dalam matematika orang menciptakan dalam pikirannya semua unsur dan aturan-aturan yang secara lengkap dipakai untuk mengerti matematika. Orang sendirilah yang menciptakan matematika, sehingga orang dapat mengerti secara penuh. Sedangkan dalam pengetahuan fisika dan terlebih humaniora, manusia tidak dapat mengerti secara penuh dan hanya Tuhan yang dapat mengerti secara penuh karena Tuhanlah yang menciptakan mereka. Karena itu bagi Vico, mekanika kurang pasti daripada matematika, fisika kurang pasti daripada mekanika, dan kegiatan-kegiatan manusiawi kurang pasti daripada fisika. Dengan cara ini Vico membedakan taraf-taraf pengetahuan manusia. Rorty menilai konstruktivisme sebagai salah satu bentuk pragmatisme, terlebih dalam soal pengetahuan dan kebenaran, karena hanya mementingkan bahwa suatu konsep itu berlaku atau dapat digunakan. Para konstruktivis sekarang melihat kesesuaian Vico dengan model ilmiah yang digunakan untuk menganalisis dan mengerti pengalaman fenomena baru.

Cukup lama gagasan Vico tidak diketahui orang dan seakan dipendam. Piaget menuliskan gagasan konstruktivisme dalam teori tentang perkembangan kognitif dan juga dalam epistemologi genetiknya Piaget mengungkapkan teori adaptasi kognitifnya, yaitu bahwa pengetahuan kita diperoleh dari adaptasi struktur kognitif kita terhadap lingkungannya, seperti suatu organisme harus beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat melanjutkan kehidupan. Gagasan Piaget ini lebih cepat tersebar, melebihi gagasan Vico.

C. Macam KonstruktivismeVon Glasersfeld membedakan adanya tiga taraf konstruktivisme, yaitu:

1. Konstruktivisme radikalKaum konstruktivis radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Bagi konstruktivis radikal, pengetahuan tidak merefleksikan suatu kenyataan ontologis objektif, tetapi merupakan suatu pengaturan dan organisasi dari suatu dunia yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Menurut Von Glasersfeld, Piaget termasuk konstruktivis radikal. Konstruktivisme radikal berpegang bahwa kita hanya dapat mengetahui apa yang dibentuk/ dikonstruksi oleh pikiran kita. Bentukan itu harus jalan dan tidak harus selalu merupakan representasi dunia nyata. Adalah suatu ilusi bila percaya bahwa apa yang kita ketahui itu memberikan gambaran akan dunia nyata.

Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari seseorang yang mengetahui, maka tidak dapat ditransfer kepada penerima yang pasif. Penerima sendiri yang harus mengkonstruksi pengetahuan itu. Semua yang lain, entah objek maupun lingkungan, hanyalah sarana untuk terjadinya konstruksi tersebut.Dalam pandangan konstruktivisme radikal sebenarnya tidak ada konstruksi sosial, di mana pengetahuan itu dikonstruksikan bersama karena masing-masing orang harus menyimpulkan dan menangkap sendiri makna terakhir. Pandangan orang lain adalah bahan untuk dikonstruksikan dan diorganisasikan dalam pengetahuan yang sudah dipunyai orang itu sendiri.

Konstruktivisme ini tidak pernah mengklaim objektivitas. Menurut mereka, kita tidak dapat melihat dunia pengalaman kita dari luar. Kita membentuknya dari dalam dan hidup dengannya lama sebelum kita mulai bertanya dan mana dan apa itu sebenarnya.

2. Realisme hipotetisMenurut realisme hipotetis, pengetahuan (ilmiah) kita dipandang sebagai suatu hipotesis dan suatu struktur kenyataan dan berkembang menuju suatu pengetahuan yang sejati, yang dekat dengan realitas. Menurut Manuvar, pengetahuan kita mempunyai relasi dengan kenyataan tetapi tidak sempurna. Menurutnya pula, Lorenz dan Popper dan banyak epistemolog evolusioner dapat dikatakan termasuk realisme hipotetis.

3. Konstruktivisme yang biasa Aliran ini tidak mengambil semua konsekuensi konstruktivisme. Pengetahuan kita merupakan gambaran dari realitas itu. Pengetahuan kita dipandang sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu objek dalam dirinya sendiri.D. Konstruktivisme PiagetPiaget memandang pembelajaran berlangsung dalam situasi kolaborasi yang difasilitasi oleh konflik kognitif secara kontinu diantara bentuk-bentuk berpikir antagosnistik. Pendapat Piaget ini dilengkapi oleh pendapat Vygotsky yang memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaborasi antarindividu dan selanjutnya keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh individu. Proses penyesuaian itu ekivalen dengan penkonstruksian secara individual.

Secara implisit terkandung pengertian bahwa pembelajaran dengan konstruktivisme adalah membantu siswa membangun pengetahuan dan mengembangkan kemampuan belajar siswa melalui pendekatan interaksi. Dengan dasar ini, pembelajaran harus dikemas menjadi proses penkonstruksian bukan menerima pengetahuan. Dalam pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuannya melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar dimana siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru.

Untuk memahami teori Piaget, kita perlu mengerti beberapa istilah baku yang digunakan untuk menjelaskan proses seseorang mencapai pengertian.

1. Skema/ skemata

Sebagaimana tubuh kita mempunyai struktur tertentu agar dapat berfungsi, pikiran kita juga mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata (jamak). Skema adalah suatu stuktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skemata itu akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan mental anak. Skemata bukanlah benda nyata yang dapat dilihat, melainkan suatu rangkaian proses dalam sistem kesadaran orang, maka tidak memiliki bentuk fisik dan tidak dapat dilihat. Skemata adalah hasil kesimpulan atau bentukan mental, konstruksi hipotetis, seperti intelek, kreativitas, kemampuan, dan naluri.

Skema juga dapat dipikirkan sebagai suatu konsep atau kategori. Orang dewasa mempunyai banyak skema. Skema ini digunakan untuk memproses dan mengidentifikasi rangsangan yang datang. Seorang anak yang baru lahir punya sedikit skema, yang dalam perkembangannya kemudian menjadi lebih umum, lebih terperinci, dan lebih lengkap.

Skema tidak pernah berhenti berubah atau menjadi lebih rinci. Skemata seorang anak berkembang menjadi skemata orang dewasa. Gambaran dalam pikiran anak menjadi semakin berkembang dan lengkap. Misalnya, anak yang sedang berjalan dengan ayahnya melihat seekor lembu. Ayahnya bertanya, Nak, lihat binatang itu? Apa itu? Anak itu melihat. Andaikan saja anak itu belum pernah melihat lembu tetapi sudah pernah melihat kambing, maka dia sudah mempunyai skema dalam pikirannya tentang kambing. Anak itu lalu menjawab, itukambing. Anak itu melihat ada sesuatu yang sama antara lembu dengan konsep kambing yang ia punyai. Misalnya, berkaki empat, bermata dua, berjalan merangkak, dan bertelinga dua. Anak itu belum dapat melihat perbedaannya, melainkan melihat kesamaan antara kambing dan lembu. Bila si anak mampu melihat perbedaan-perbedaannya, ia akan memperkembangkan skemanya tentang lembu, tidak sebagai kambing lagi. 2. Asimilasi

Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya. Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan yang baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Setiap orang selalu secara terus-menerus mengembangkan proses ini. Menurut Wadsworth, asimilasi tidak menyebabkan perubahan/ pergantian skemata, melainkan memperkembangkan skemata. Misalnya, seseorang yang baru mengenal konsep balon. Dalam pikiran orang itu, ia punya skema balon. Kalau ia meniup balon itu atau mengisinya dengan air sampai besar atau malah memecahkan balon itu, ia tetap mempunyai skema yang sama tentang balon. Perbedaannya adalah bahwa skemanya tentang balon diperluas dan diperinci lebih lengkap, bukan hanya sebagai balon yang kempes belum tertiup, melainkan balon dengan macam-macam sifatnya. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru sehingga pengertian orang itu berkembang. 3. AkomodasiDapat terjadi bahwa dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru, seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang telah ia punyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan seperti ini orang itu akan mengadakan akomodasi, yaitu: a) membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau b) memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Misalnya, seorang anak mempunyai skema bahwa semua binatang harus berkaki dua atau empat. Skema ini didapat dari abstraksinya terhadap binatang-binatang yang pernah dijumpainya. Pada suatu hari ia berjalan ke sawah dan menemukan banyak binatang yang kakinya lebih dari empat. Anak tadi mengalami bahwa skema lamanya tidak cocok lagi; terjadi konflik dalam pikirannya. Ia harus mengadakan perubahan terhadap skema lamanya. Ia mengadakan akomodasi dengan membentuk skema baru bahwa binatang dapat berkaki dua, empat, dan lebih dari empat.

Skemata seseorang dibentuk dengan pengalaman sepanjang waktu. Skemata menunjukkan taraf pengertian dan pengetahuan seseorang sekarang tentang dunia sekitarnya. Karena skema ini suatu konstruksi, maka bukan tiruan dari kenyataan dunia yang ada. Menurut Piaget, proses asimilasi dan akomodasi ini terus berjalan dalam diri seseorang. Dalam contoh anak di atas, ia akan terus mengembangkan skemanya tentang kaki binatang bila dijumpainya pengalaman-pengalaman yang berbeda, misalnya bahwa ada pula binatang yang tak berkaki. 4. Equilibration

Proses asimilasi dan akomodasi perlu untuk perkembangan kognitif seseorang. Dalam perkembangan intelek seseorang, diperlukan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Proses itu disebut equilibrium, yakni pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Disequilibrium adalah keadaan tidak seimbang antara asimilasi dan akomodasi. Equilibration adalah proses dari disequilibrium ke equilibrium. Proses tersebut berjalan terus dalam diri orang melalui asimilasi dari akomodasi. Equilibration membuat seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skemata). Bila terjadi ketidakseimbangan, maka seseorang dipacu untuk mencari keseimbangan dengan jalan asimilasi atau akomodasi.

5. Teori adaptasi intelek

Bagi Piaget, mengerti adalah suatu proses adaptasi intelektual yang dengannya pengalaman-pengalaman dan ide-ide baru diinteraksikan dengan apa yang sudah diketahui oleh seseorang yang sedang belajar untuk membentuk struktur pengertian yang baru. Menurut Piaget, dalam pikiran seseorang ada struktur pengetahuan awal (skemata). Setiap skema berperan sebagai suatu filter dan fasilitator bagi ide-ide dan pengalaman-pengalaman yang baru. Skemata mengatur, mengkoordinasi, dan mengintensifkan prinsip-prinsip dasar. Melalui kontak dengan pengalaman baru, skema dapat dikembangkan dan diubah, yaitu dengan proses asimilasi dan akomodasi. Bila pengalaman baru itu masih bersesuaian dengan skema yang dipunyai seseorang, maka skema itu hanya dikembangkan melalui proses asimilasi. Bila pengalaman baru itu sungguh berbeda dengan skema yang ada, sehingga skema yang lama tidak cocok lagi untuk menghadapi pengalaman yang baru, skema yang lama diubah sampai ada keseimbangan lagi. Inilah proses akomodasi.

Contoh:

a. Seorang siswa mempunyai skema dalam pikirannya bahwa air mendidih pada suhu 100. Dalam percobaan dan juga pengalaman memanaskan beberapa macam air, ia menemukan bahwa ada yang mendidih pada suhu 90 dan ada yang 110 dan ada pula yang 80. Setelah mengamati keadaan airnya, ia menemukan bahwa beberapa macam air tidak murni, tercampur dengan beberapa zat lain. Akhirnya siswa itu mengembangkan skemanya dengan menyatakan bahwa air yang murni mendidih pada suhu 100. Siswa ini masih tetap menggunakan skema yang lama tetapi dengan lebih merincikan syarat-syaratnya, yaitu bahwa air itu harus murni. Skema lama dikembangkan lebih rinci sehingga dapat digunakan untuk menjawab beberapa perbedaan pengalaman yang ada. b. Seseorang mempunyai gambaran bahwa semua ikan bertelur dalam perkembangbiakannya. Pada suatu hari ia pergi ke akuarium laut dan melihat dengan mata kepala sendiri bahwa ikan paus beranak dan tidak bertelur. Orang ini menjadi bingung dan mengalami proses ketidakseimbangan dalam pikirannya. Ia mulai tidak yakin akan gambaran awalnya. Ia mengalami bahwa gambarannya tentang semua ikan bertelur tidak sejalan lagi berhadapan dengan pengalaman baru ini. Orang ini akhirnya mengubah gambaran awalnya dengan menyatakan tidak semua ikan bertelur. Orang ini sekarang membentuk pengetahuan yang baru. Ia telah mengubah skema lama dan membentuk skema baru yang lebih cocok dengan pengalamannya yang baru. Menurut Piaget, skema berkembang sejalan dengan perkembangan intelektual, khususnya dalam taraf operasional formal. Piaget membedakan empat taraf perkembangan kognitif seseorang, yaitu: a) taraf sensori-motor (0 2 tahun), b) pra-operasional (2 7 tahun), c) taraf operasional konkret (7 11 tahun), dan d) taraf operasional formal (11 15 tahun). Selama taraf sensori-motor, seorang anak belum berpikir dan menggambarkan suatu kejadian atau objek secara konseptual meskipun perkembangan kognitif sudah mulai ada, yaitu mulai dibentuknya skemata. Pada taraf pra-operasional, mulailah berkembang kemampuan berbahasa dan beberapa bentuk pengungkapan. Penalaran pra-logika juga mulai berkembang. Pada taraf operasional konkret, anak mengembangkan kemampuan menggunakan permikiran logis dalam berhadapan dengan persoalan-persoalan yang konkret. Pada taraf operasional formal, anak sudah mengembangkan pemikiran abstrak, dan penalaran logis untuk macam-macarn persoalan. Dalam ketiga taraf kognitif di atas skema seseorang berkembang.

Karena skema berkembang dalam taraf perkembangan kognitif, maka dapat dimengerti bahwa skema seorang anak mengenai suatu kejadian atau objek mungkin tidak seirama dengan skema yang dimiliki orang tua. Dalam hal ini, skema anak itu tidak salah karena skemanya merupakan pemahamannya akan suatu kejadian sesuai dengan perkembangan pemikirannya saat itu. Oleh karena itu, tidak ada salah dalam skema anak, tetapi mungkin itu tidak cocok untuk taraf pemikiran yang lebih tinggi.

Secara konseptual perkembangan kognitif berjalan dalam semua level perkembangan pemikiran seseorang dari lahir sampai dewasa. Pengetahuan dibentuk oleh individu terus-menerus dan skemata dewasa dibangun dari skemata anak. Dengan asimilasi seseorang mencocokkan rangsangan dengan skemata yang ada, dan dengan akomodasi ia mengubah skema yang ada agar menjadi cocok dengan rangsangan yang dihadapi. Equilibration adalah mekanisme internal yang mengatur kedua proses itu. Bagi Piaget, kenyataan bukanlah sesuatu yang eksternal dan sudah jadi, bukan melainkan diperoleh melalui kegiatan konstruksi yang menghasilkan skemata baru. Kenyataan adalah fenomena yang kita alami melalui konstruksi.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif seseorang mempunyai tiga unsur: isi, fungsi, dan struktur. Isi adalah apa yang diketahui oleh seseorang. Ini menunjuk kepada tingkah laku yang dapat diamati sensori motor dan konsep yang mengungkapkan aktivitas intelek. Isi inteligensi berbeda-beda dari umur ke umur dan dari anak ke anak. Fungsi menunjuk kepada sifat dari aktivitas intelektual asimilasi dan akomodasi yang tetap dan terus menerus dikembangkan sepanjang perkembangan kognitif. Struktur menunjuk pada sifat organisatoris yang dibentuk (skemata) yang menjelaskan terjadinya perilaku khusus.

Sistem pemikiran Piaget di atas menuntut seorang anak itu bertindak aktif terhadap lingkungannya jika perkembangan kognitifnya jalan. Perkembangan struktur kognitif hanya berjalan bila anak itu mengasimilasikan dan mengakomodasikan rangsangan dalam lingkungannya. Ini hanya mungkin bila nalar anak dibawa ke situasi lingkungan tertentu. Baru bila seseorang bertindak terhadap lingkungannya; bergerak dalam ruang, berinteraksi dengan objek, mengamati dan meneliti, serta berpikir, ia berasimilasi dan berakomodasi terhadap alam. Perbuatannya itu mengakibatkan perkembangan skemata dan juga pengetahuannya.

Dari sini dapat dimengerti bahwa bagi Piaget, belajar adalah merupakan proses perubahan konsep. Dalam proses tersebut, si siswa membangun konsep baru melalui asimilasi dan akomodasi skema mereka. Oleh sebab itu, belajar merupakan proses yang terus-menerus, tidak berkesudahan.

Bila anak menjadi besar, kegiatan fisik yang menyebabkan perubahan kognitif dapat berkurang. Namun, perbuatan yang perlu untuk perkembangan kognitif bukan hanya perbuatan secara fisik, melainkan termasuk juga setiap tingkah laku non-fisik yang merangsang struktur intelektual anak. Tingkah laku itu menciptakan disequilibrium dan membiarkan asimilasi dan akomodasi terjadi. Kegiatan fisik dan mental dalam lingkungan adalah perlu tetapi tidak cukup untuk perkembangan kognitif. Pengalaman sendiri tidak menjamin perkembangan, tetapi perkembangan tidak dapat terjadi tanpa pengalaman. Perlulah dalam perkembangan itu proses asimilasi dan akomodasi.

E. Teori Pengetahuan Menurut Piaget Bagi Piaget semua pengetahuan adalah suatu konstruksi (bentukan) dari kegiatan/ tindakan seseorang. Pengetahuan ilmiah itu berevolusi, berubah dari waktu ke waktu. Pemikiran ilmiah adalah sementara, tidak statis, dan merupakan proses. Pemikiran ilmiah merupakan proses konstruksi dan reorganisasi yang terus menerus. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang ada di luar, tetapi ada dalam diri seseorang yang membentuknya. Setiap pengetahuan mengandaikan suatu interaksi dengan pengalaman. Tanpa interaksi dengan objek, seorang anak tidak dapat mengkonstruksi gambaran korespondensi satu-satu dalam matematika untuk memahami pengertian akan bilangan.Piaget membedakan adanya tiga macam pengetahuan, yaitu: 1. Pengetahuan fisisPengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek/ kejadian seperti bentuk, besar, kekasaran, berat, serta bagaimana objek-objek-itu berinteraksi satu dengan yang lain. Anak memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan/ bertindak terhadap objek itu melalui indranya. Pengetahuan fisik ini didapat dari abstraksi langsung akan suatu objek. Misalnya, anak yang bermain pasir dapat menuang pasir dari tempat yang satu ke tempat yang lain, memegang-megang pasir, merasakan kekerasannya, meletakkan di mulut, dll. Dari tindakan-tindakan itu ia membentuk dan membangun pengetahuannya akan pasir. Dalam pembentukan pengetahuan fisis, bendanya sendiri (pasir) memberitahukan kepada si anak apa yang dapat ia buat dan yang tidak dapat ia buat. Si anak tidak dapat membentuk skema yang akurat tentang pasir kecuali ia bertindak aktif terhadap pasir. Pengetahuan yang akurat akan suatu objek tidak dapat diperoleh dari membaca, melihat gambar, mendengarkan orang bicara, tetapi hanya dapat diperoleh melalui campur tangan si anak terhadap benda itu. Benda itu sendirilah akan membiarkan kita untuk mengerti sifat -sifatnya.2. Matematis-logis Pengetahuan matematis-logis adalah pengetahuan yang dibentuk dengan berpikir tentang pengalaman dengan suatu objek atau kejadian tertentu. Pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan koordinasi, relasi ataupun penggunaan objek. Pengetahuan matematis-logis dapat berkembang hanya bila si anak bertindak terhadap benda itu. Tetapi peran dari tindakan dan benda itu berbeda. Anak itu membentuk/ menciptakan pengetahuan matematis logis karena pengetahuan itu tidak ada dalam objek sendiri seperti pengetahuan fisis. Pengetahuan itu harus dibentuk dari perbuatan berpikir si anak terhadap benda itu. Benda di sini hanya menjadi medium untuk membiarkan konstruksi itu terjadi. Misalnya, pengetahuan tentang konsep bilangan. Si anak dapat bermain dengan himpunan 10 keping uang. Ia mengatur uang itu berderet dan menghitungnya sepuluh. Ia meletakkan keping-keping itu di gelas, ia dapat menyusunnya vertikal, ia dalam meletakkannya dalam bakul. Waktu ia menghitungnya, selalu didapatkan 10. Melalui berbagai kegiatan itu, si anak membentuk konsep akan bilangan 10 yang tetap, meskipun keping-keping itu diletakkan di tempat yang berbeda-beda bentuknya. Konsep 10 itu sendiri tidak terdapat dalam keping uang itu, tetapi diciptakan oleh si anak. Pengetahuan ini tidak dapat diperoleh dari membaca atau mendengarkan orang bicara tetapi dibentuk dari tindakan seseorang terhadap suatu objek.Pada taraf tertentu, abstraksi pengalaman matematis tersebut dapat disimbolkan menjadi suatu logika dan matematika yang murni. Dari sini dapat dimengerti bahwa logika murni dan matematika murni dapat mengatasi pengalaman karena tidak terbatas kepada sifat-sifat fisis objek itu sendiri. Sementara itu, pengetahuan fisis tidak menjadi murni karena didasarkan kepada sifat-sifat langsung objek atau pengalaman yang diamati. Namun, pada taraf tertentu pengetahuan fisis ini dapat digabungkan dengan konsep-konsep matematis logis untuk menemukan suatu persepsi yang lebih tinggi.3. Pengetahuan sosialPengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari kelompok budaya dan sosial yang secara bersama menyetujui sesuatu. Contohnya adalah aturan, hukum, moral, nilai, sistem bahasa, dll. Pengetahuan ini muncul dalam kebudayaan tertentu maka dapat berbeda antara kelompok yang satu dengan yang lain. Pengetahuan sosial tidak dapat dibentuk dari suatu tindakan seseorang terhadap suatu objek, tetapi dibentuk dari interaksi seseorang dengan orang lain. Ketika anak berinteraksi dengan orang lain, kesempatan untuk membangun pengetahuan sosial dikembangkan.

Hal yang terpenting dari pembentukan pengetahuan itu adalah tindakan/ kegiatan anak terhadap suatu benda dan interaksi dengan orang lain. Pengetahuan yang akurat tidak dapat diturunkan langsung dari membaca atau dari mendengarkan orang bicara. Pengetahuan si anak akan dunia bukanlah tiruan dari dunia yang nyata. Setiap individu, sepanjang perkembangannya, membentuk pengetahuan dan kenyataan melalui asimilasi dan akomodasi. Pengetahuan fisis, matematis, dan sosial itu diperoleh langsung dari konstruksi oleh anak itu sendiri.

Dalam The Psychology of Intelligence, Piaget menyatakan bahwa struktur yang sangat diperlukan dalam pemikiran orang dewasa, seperti struktur matematis-logis, bukanlah sesuatu yang menetap pada anak, melainkan sesuatu yang mereka bentuk pelan-pelan. Setiap struktur dibentuk pelan-pelan dari konstruksi awal dan dikembangkan dalam konstruksi-konstruksi berikutnya.

Meski kelihatannya banyak anak mempunyai konsepsi sama tentang sesuatu hal, tidak berarti bahwa konstruksi pribadi tidak ada. Dunia ini penuh dengan benda-benda fisis dan sosial yang bermacam-macam. Setiap anak membentuk pengetahuan mereka akan hal-hal itu melalui asimilasi dan akomodasi. Semua benda yang ada itu memungkinkan anak membentuk pengetahuan fisis dan matematis-logis mereka. Bila benda-benda dan lingkungan yang mereka hadapi sama, ada kemungkinan bahwa konstruksi anak-anak itu ada kesamaannya. Misalnya, anak-anak menghadapi pohon cemara yang sama dalam tempat dan lingkungan yang sama. Dapat diharapkan bahwa anak-anak itu akan mempunyai skema yang mirip. Anak-anak yang melihat pohon cemara di tempat lain dalam lingkungan yang lain mungkin membentuk persepsi yang lain tentang pohon cemara. Dari sini dapat dimengerti peran lingkungan, situasi, dan prasarana yang membantu persepsi anak.

Perkembangan struktur kognitif dan pengetahuan adalah proses yang evolusioner dalam diri setiap individu. Ini terjadi dalam skemata individu yang setiap kali berubah atau berkembang. Proses asimilasi menunjukkan bahwa skemata bukanlah tiruan dari kenyataan (realitas). Akomodasi menjelaskan bahwa konstruksi itu berelasi dengan dunia nyata.

F. Konstruktivisme Personal dan SosialMatthews membedakan dua tradisi besar dari konstruktivisme, yaitu konstruktivisme psikologis dan sosiologis. Kostruktivisme psikologis bertitik tolak dari perkembangan psikologis anak dalam membangun pengetahuannya, sedangkan konstruktivisme sosial lebih mendasarkan pada masyarakatlah yang membangun pengetahuan. Konstruktivisme psikologis bercabang dua, yaitu yang lebih personal (Piaget) dan yang lebih sosial (Vygotsky); sedangkan konstruktivisme sosiologis berdiri sendiri. Berdasarkan pembedaan itu, maka ada tiga konstruktivisme dalam kaitannya dengan pembentukan pengetahuan, yaitu yang lebih pribadi, sosial, ataupun yang menyangkut keduanya.

1. Konstruktivisme psikologis personal Konstruktivisme psikologis dimulai dari karya Piaget mengenai bagaimana seorang anak membangun pengetahuan kognitifnya. Piaget menyebut dirinya sendiri epistemolog genetik. Epistemologi genetik menjelaskan pengetahuan dengan melihat sejarah pembentukannya dan khususnya dasar psikologis dari pengertian dan operasi yang digunakan dalarn mendapatkan pengetahuan itu. Tetapi juga tetap memperhatikan formalisasi logis yang digunakan dalam struktur pemikiran serta transformasi pemikiran dari satu taraf ke taraf yang berikutnya dalam perkembangan pemikiran manusia. Dengan kata lain, epistemologi genetik menggunakan psikologi sebagai dasar penjelasan pembentukan dan perkembangan pengetahuan seseorang. Dalam teori pengetahuan Piaget, psikologi mengambil peranan penting dalam analisa.

Epistemologi genetik memikirkan pengetahuan dan validitas pengetahuan itu. Epistemologi harus bersifat interdisipliner karena menyangkut soal fakta dan validitas. Bila hanya menekankan soal validitas epistemologi akan menjadi logika saja. Bila hanya memperhatikan soal fakta, epistemologi akan menjadi psikologi belaka. Jadi, perlu ada kerja sama antara keduanya. Model pendekatan inilah yang digunakan Piaget dalam epistemologi genetiknya. Yang juga menarik dari metode Piaget adalah bahwa dia membatasi epistemologinya agar tidak terlalu menjadi general. Dia membatasi diri dengan persoalan yang positif seperti bagaimana pengetahuan itu berkembang dari taraf seorang anak dan bagaimana seorang anak mulai mengerti sesuatu, membentuk pengetahuannya, dan mengembangkannya. Karena itu, Piaget tidak bicara soal pengetahuan manusia secara umum, melainkan secara nyata bagaimana pengetahuan seorang anak berkembang. Itulah sebabnya banyak penelitiannya dilakukan dalam lingkup anak.

Konstruktivisme psikologis bercabang dua, yaitu: a) yang lebih personal, individual, dan subjektif seperti Piaget dan pengikut-pengikutnya; b) yang lebih sosial seperti Vygotsky (socioculturaiism). Piaget menekankan aktivitas individual dalam pembentukan pengetahuan, sedangkan Vygotsky menekankan pentingnya masyarakat bahasa.

Piaget menyoroti bagaimana seorang anak pelan-pelan membentuk skema, mengembangkan skema, dan mengubah skema. Ia lebih menekankan bagaimana individu sendiri mengkonstruksi pengetahuan dari berinteraksi dengan pengalaman dan objek yang dihadapi. Ia menekankan bagaimana seorang anak mengadakan abstraksi, baik secara sederhana maupun secara refleksi, dalam membentuk pengetahuan fisis dan matematisnya. Tampak bahwa tekanan perhatian Piaget lebih pada keaktifan individu dalam membentuk pengetahuan. Bagi Piaget, pengetahuan lebih dibentuk oleh si anak itu sendiri yang sedang belajar.

Memang Piaget juga bicara soal pengaruh lingkungan sosial terhadap perkembangan pemikiran anak, tetapi tidak secara jelas memberikan model bagaimana hal itu terjadi. Bagi Piaget, dalam taraf-taraf perkembangan kognitif yang lebih rendah (sensori-motor dan pra-operasional), pengaruh lingkungan sosial lebih dipahami oleh anak sebagai sarana dengan objek-objek yang sedang diamati anak. Anak belum dapat menangkap ide-ide dari masyarakatnya. Baru pada taraf perkembangan yang lebih tinggi (operasional konkret, terlebih operasional formal), pengaruh lingkungan sosial menjadi lebih jelas. Dalam taraf ini, bertukar gagasan dengan teman-teman, mendiskusikan bersama pendirian masing-masing, dan mengambil konsensus sosial sudah lebih dimungkinkan. Namun, tekanan Piaget memang lebih pada pembentukan pengetahuan anak secara individual.2. Sosiokulturalisme Vygotsky juga mulai meneliti pembentukan dan perkembangan pengetahuan an