21
PSIKOTERAPI DINAMIK BERORIENTASI ANALITIK Pendahuluan Psikoterapi secara komprehensif didefinisikan sebagai suatu bentuk terapi, dengan cara-cara psikologis, terhadap masalah yang bersifat emosional, di mana seorang yang terlatih dalam hal itu secara berhati-hati membina relasi profesional dengan pasien dengan tujuan (1) menghilangkan, memodifikasi, atau memperlambat gejala yang ada, (2) memediasi pola perilaku yang terganggu, dan (3) mendukung tumbuh kembang kepribadian yang positif. Psikoterapi menggarap hal-hal yang sadar dan rasional, serta yang nirsadar dan irasional. Kita tidak dapat mempengaruhi kesembuhan jika tidak menggarap harapan-harapan (wishes), keinginan (desire), ketakutan, bahaya-bahaya nirsadar. Gejala-gejala yang tampak secara klinis pada pasien, menggambarkan perilakunya dalam menghadapi hidup. Apabila ingin menyembuhkan jiwa atau mencari jalan untuk kesembuhan jiwa, kita harus memahami hal-hal yang mempengaruhi seseorang sejak masa dini hingga kini. Psikoterapi dinamik yaitu terapi yang berupaya memahami pengaruh masa perkembangan dini dengan cara klinis, yaitu dengan membentuk therapeutic alliance dan menggunakan fungsi mendengar yang terapeutik (therapeutic listening), serta menggunakan teknik-teknik yang ada. Untuk mencapai hal itu, ada beberapa hal yang perlu dipenuhi oleh seorang terapis yaitu : 1. Menguasai teori-teori tentang kepribadian 2. Mampu mendiagnosis problem klinis 3. Terampil melakukan modifikasi perilaku 1

psikoterapi dinamik-analitik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

this is free

Citation preview

Psikoterapi dinamik (berorientasi analitik)

PSIKOTERAPI DINAMIK BERORIENTASI ANALITIKPendahuluan

Psikoterapi secara komprehensif didefinisikan sebagai suatu bentuk terapi, dengan cara-cara psikologis, terhadap masalah yang bersifat emosional, di mana seorang yang terlatih dalam hal itu secara berhati-hati membina relasi profesional dengan pasien dengan tujuan (1) menghilangkan, memodifikasi, atau memperlambat gejala yang ada, (2) memediasi pola perilaku yang terganggu, dan (3) mendukung tumbuh kembang kepribadian yang positif. Psikoterapi menggarap hal-hal yang sadar dan rasional, serta yang nirsadar dan irasional. Kita tidak dapat mempengaruhi kesembuhan jika tidak menggarap harapan-harapan (wishes), keinginan (desire), ketakutan, bahaya-bahaya nirsadar. Gejala-gejala yang tampak secara klinis pada pasien, menggambarkan perilakunya dalam menghadapi hidup. Apabila ingin menyembuhkan jiwa atau mencari jalan untuk kesembuhan jiwa, kita harus memahami hal-hal yang mempengaruhi seseorang sejak masa dini hingga kini. Psikoterapi dinamik yaitu terapi yang berupaya memahami pengaruh masa perkembangan dini dengan cara klinis, yaitu dengan membentuk therapeutic alliance dan menggunakan fungsi mendengar yang terapeutik (therapeutic listening), serta menggunakan teknik-teknik yang ada. Untuk mencapai hal itu, ada beberapa hal yang perlu dipenuhi oleh seorang terapis yaitu : 1. Menguasai teori-teori tentang kepribadian

2. Mampu mendiagnosis problem klinis3. Terampil melakukan modifikasi perilaku4. Berkepribadian dan menjunjung tinggi etika. Wolberg (1977) membagi psikoterapi menjadi tiga kelompok besar, yaitu terapi suportif, re-edukatif, dan rekonstruktif.1. Psikoterapi suportif. Bertujuan untuk memperkuat mekanisme defens yang ada.memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dengan yang baru dan lebih baik, perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan yang lebih adaptif. Cara atau pendekatannya : bimbingan, reassurance, katarsis emosional, hipnosis, desensitisasi, manipulasi lingkungan, terapi kelompok.2. Psikoterapi reedukatif. Bertujuan untuk mengembangkan dan memantapkan potensi kreatif yang dimiliki seseorang, tanpa atau dengan mencapai insight dari konflik yang ada. Cara atau pendekatan: terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, dll.3. Psikoterapi rekonstruktif. Tujuannya adalah tercapainya insight akan konflik-konflik nirsadar, dengan usaha untuk mencapai perubahan luas struktur karakter seseorang. Cara atau pendekatan : psikoanalisis Freudian dan Neo-Freudian (Adler, Jung, Sullivan, Horney, Reich, Fromm, Kohut,dll), psikoterapi berorientasi analitik atau dinamik. Psikoterapi dinamik berorientasi analitik

Psikoterapi berorientasi analitik adalah suatu pendekatan terapi yang lebih ditujukan pada konflik yang menjadi latar belakang gangguannya. Tujuan psikoterapi ini adalah untuk menimbulkan perubahan pada struktur kepribadian pasien melalui pengertian konflik dimasa lalu serta membantu pasien mengerti arti kecemasan bawah sadar, simbolisasi masalah yang dihindari dan kebutuhan untuk merepresi impuls dan tujuan sekunder dari gejala. Psikoterapi ini berorientasi untuk mengungkapkan konflik bawah sadar menjadi disadari dan menggali kekuatan ego serta meningkatkan tilikan dan pengertian tentang masalah yang dihadapinya. Strategi dalam psikoterapi dinamik berorientasi analitik berkisar pada teknik-teknik ekspresif (berorientasi tilikan, uncovering, evocative, atau interpretasi) dan teknik-teknik supportif (berorientasi pada hubungan sugestif, supresif atau represif). Jadi dapat dikatakan merupakan gabungan antara psikoanalisis atau teknik ekspresif yang berorientasi untuk menganalisa transferens dan mekanisme defens untuk membuka materi yang direpresi pada alam bawah sadar. Dan teknik suportif yang bertujuan untuk mensupresi konflik bawah sadar dan memperkuat defens. Psikoterapi ekspresif suportif.

Menurut Wallersstein (1986) bahwa semua bentuk psikoterapi mengandung campuran antara elemen ekspresif dan suportif yang satu sama lain saling mendukung, tidak ada suatu kesatuan ekspresif-suportif memandangnya sebagai suatu model yang berbeda. Psikoterapi individu pada model ini dapat disebut sebagai expressive-supportive atau supportive-expressive psychotherapy. Psikoterapi ekspresif-suportif secara umum bertujuan untuk meningkatkan self-awareness pasien dan memperbaiki relasi obyek melalui eksplorasi peristiwa dan persepsi interpersonal saat ini. Berlawanan dengan psikoanalisis klasik, perubahan utama secara struktural dari fungsi ego dimodifikasi sesuai dengan keterbatasan pasien, daripada memecahkan konflik inti bawah sadar, maka terapis memilih menyelesaikan area konflik dan menghilangkan resistensi spesifik. Jadi prinsipnya membantu pasien untuk beradaptasi lebih baik terhadap berbagai masalah dan hidup lebih nyaman dengan psikopatologinya dan mengembalikan keadaan pasien yang disorganisasi atau dekompensasi kepada suatu keadaan yang relatif seimbang. Tujuan akhirnya yaitu memaksimalkan kapasitas integrasi dan adaptasi sehingga pasien dapat meningkatkan kemampuan untuk bertahan dan memperkuat defens.

Lamanya psikoterapi ekspresif-suportif secara esensial tidak bergantung pada continuum ekspresif-suportif, terapis yang sangat ekspresif atau sangat suportif dapat saja berlangsung lama atau singkat. Pada beberapa kasus, psikonalisis dapat saja berjalan lebih dari 5 tahun, dan beberapa proses suportif dapat juga lebih singkat. Terdapat beberapa indikasi psikoterapi ekspresif-atau suportif yaitu :EkspresifSuportif

Memiliki motivasi kuat untuk mengerti

Penderitaan yang bermakna

Kemampuan untuk mundur dalam melayani ego

Dapat mentoleransi frustasi

Adanya tilikan yang baik

RTA baik

Adanya hubungan obyek yang bermakna

Pengendalian impuls baik

Kemampuan mempertahankan fungsi pekerjaan

Kapasitas untuk berpikir analogi dan metafora

Respon yang reflektif terhadap percobaan interpretasi

Defek ego bermakna, yang sudah kronis

Krisis hidup yang berat

Toleransi terhadap kecemasan rendah

Toleransi terhadap frustasi jelek

Kurangnya pemikiran secara psikologis

RTA jelek

Hubungan relasi obyek buruk

Pengendalian impuls kurang

Intelegensi rendah

Kapasitas observasi diri rendah

Adanya disfungsi kognitif organik

Kemampuan yang tenuous pada bentuk hubungan terapeutik

Frekuensi dari sesi

Secara umum, jumlah sesi mingguan yang lebih banyak menandai suatu terapi yang lebih bersifat ekspresif. Psikoanalisis, suatu terapi ekspresif yang ekstrim, ditandai dengan 4 atau 5 sesi setiap minggu dan biasanya dilakukan dengan pasien berbaring di sofa dan analis duduk di belakang sofa. Pada pertengahan continuum, bentuk psikoterapi ayng sangat ekspresif biasanya melibatkan 1 sampai 3 sesi per minggu dengan pasien duduk di kursi, berhadapan dengan terapis. Sebaliknya, psikoterapi yang bertujuan suportif jarang melebihi 2 kali per minggu dan biasanya 1 kali per minggu atau kurang. Bukan hal yang tidak biasa jika proses suportif memiliki frekuensi hanya 1 kali per bulan.

Masalah frekuensi berhubungan dengan peranan transferens dalam proses psikoterapeutik. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa transferens semakin intensif jika frekuensi sesi meningkat. Karena terapi yang bersifat lebih ekspresif berfokus pada transferens, biasanya dibutuhkan sesi lebih dari 1 kali per minggu. Sebaliknya pada proses suportif yang sedikit berfokus pada transferens, tidak dibutuhkan lebih dari 1 sesi per minggu. Terapi yang sangat ekspresif biasanya membutuhkan waktu 45-50 menit tiap sesi, sedangkan proses suportif cenderung lebih fleksibel. Pada beberapa pasien yang membutuhkan kontak suportif yang lebih sering dengan terapis, akan lebih baik dengan 2 sesi yang berlangsung 25 menit dalam seminggu daripada 1 kali seminggu dengan sesi 50 menit.

Kenyataannya dalam praktek psikiatrik, hal-hal yang praktis menjadi pertimbangan dalam menentukan frekuensi sesi. Beberapa pasien (dengan berbagai alasan) hanya mampu melakukan satu kali sesi per minggu walaupun mereka akan lebih baik dengan tiga sesi. Sebelum menerima keterbatasan ini, terapis harus mengingat kemungkinan adanya resistensi.

Asosiasi bebas

Asosiasi bebas sering dianggap sebagai model utama dari komunikasi pasien terhadap analis. Hal ini membutuhkan pasien untuk rileks terhadap kontrol yang biasanya dalam proses pikirnya sebagai usaha untuk mengatakan apa saja yang datang dalam pikiran mereka tanpa menyensor kata atau pikiran mereka. Seringkali tanpa sengaja resistensi dapa muncul dan jika pasien sudah sanggup untuk membuat asosiasi bebas tanpa gangguan resistensi, pasien mungkin siap untuk terminasi. Pasien juga dapat memakai asosiasi bebas sebagai resistensi dalam memfokuskan pada hal-hal khusus dalam situasi kehidupan saat ini.

Asosiasi bebas juga berguna dalam terapi yang sangat ekspresif, walau lebih selektif dibanding dalam analis. Namun asosiasi bebas kurang berguna dalam terapi yang bersifat lebih suportif. Karena pada proses itu sendiri dibutuhkan ego yang sehat dan matang untuk mempertahankan suatu split antara observing ego dan experiencing ego. Pasien dengan ego-deficient yang cenderung untuk psikosis dapat mengalami peningkatan regresi jika membuat asosiasi bebas dalam proses suportif. Terlebih lagi pasien seperti itu sering kekurangan kapasitas ego untuk merefleksikan asosiasinya untuk mengintegrasikannya dalam suatu pengertian yang bermakna dan koheren dari hal-hal yang bersifat unsconcious.Netralitas, anonimitas, dan abstinensi

Netralitas Netralitas sering disalahartikan sebagai coldness (dingin) atau aloofness (sikap menyendiri). Dalam terapi yang paling ekspresif pun, kehangatan emosi merupakan bagian yang wajib dalam hubungan terapeutik. Pemahaman akan situasi unik pasien merupakan hal yang penting untuk membangun rapport. Ditekankan bahwa dalam analis, pasien berhak untuk mendapat penjelasan tentang prosedur yang baru atau asing, misalnya penolakan terapis untuk menjawab pertanyaan langsung. Pengertian empati dan kehangatan emosional merupakan bagian yang efektif dalam pekerjaan analitik.

Terapi yang mengambil sikap yang jauh dalam hubungan interpersonal akan mengurangi kefektifan mereka dengan menutup diri terhadap pengenalan dunia objek internal pasien. Terapis yang mengijinkan dirinya untuk merespons alam bawah sadar pasien mencoba untuk mentransformasikan hal itu ke dunia internal pasien. Terapis menjadi sadar akan perasaan kontratransferensi hanya sesudah merespons seperti seseorang dari obyek internal atau representasi self yang diproyeksikan pasien. Kontratransferens yang dibentuk oleh subyektivitas terapis dan representasi internal yang diproyeksikan pasien merupakan sumber informasi yang berharga pada proses terapi.

Arti netralitas yang diterima secara luas adalah asumsi dari suatu posisi yang non judgmental terhadap perilaku, pikiran, harapan, dan perasaan pasien. Greenberg (1986) mendefinisikan ulang netralitas, yaitu mengambil suatu yang equidistance antara suatu obyek lama dari masa lalu pasien dan obyek baru terapis pada masa sekarang. Jadi, untuk memodifikasi relasi obyek internal pasien, pasien harus menyelami terapis sebagai figur masa lalu sehingga perasaan terhadap figur itu dapat dilalui sebagai obyek baru dari hubungan yang diinternalisasikan.Anonimitas

Pada saat ini, terapis cenderung untuk tidak terlalu kaku dan restriktif karena adanya kesadaran bahwa reaksi pasien terhadap informasi tentang kehidupan pribadi analis dapat dimengerti oleh pasien. Terlebih lagi, berbagai informasi personal tentang terapis terdapat di kantor mereka dan memberikan data tentang terapis.

Walau pengetahuan tentang terapis dapat berhubungan dengan terapeutik, terapis yang berorientasi ekspresif seharusnya menahan diri dari memberikan informasi personal secara sukarela. Hal tersebut tidak mempunyai nilai terapi dan dapat menghambat kebebasan pasien untuk berbicara tentang apa yang ada dalam pikiran mereka. Dalam terapi suportif, anonimitas tidak begitu penting. Terapis menyatakan bahwa mereka dapat berbagi minat personal dengan pasien dapat meningkatkan perkembangan kepercayaan dan dasar umum untuk kolaborasi dalam psikoterapi suportif.

Abstinensia

Freud menyarankan bahwa analis diperlukan untuk menahan pemenuhan harapan, tranferensi, sehingga harapan-harapan tersebut dapat dianalisis dan bukannya dipuaskan. Saat ini dikenal secara luas bahwa pemenuhan transferensi muncul melalui proses terapi. Tertawanya terapis sebagai respons suatu lelucon, mendengarkan dengan penuh empati, kehangatan dan pengertian oleh terapis memberikan kepuasan bagi pasien. Konsep terapeutik atau analytic boundaries membangun batasan pada hubungan fisik sehingga batasan psikologik dan emosional dapat dilewati melalui proses empati, identifikasi proyeksi, dan introyeksi.Intervensi

Bentuk-bentuk intervensi yang dibuat oleh terapis dapat ditempatkan dalam 7 kategori pada suatu continuum ekspresif suportif, yaitu :

1. Interpretasi

Adalah suatu pernyataan, penjelasan yang menghubungkan perasaan, pikiran, perilaku, fantasi, atau gejala dengan arti atau asal bawah sadarnya. Interpretasi membuat suatu yang sebelumnya tidak disadari menjadi disadari. Sebagai contohnya, terapis mungkin dapat berkata pada pasien yang datang terlambat : Mungkin alasan anda datang terlambat adalah anda takut saya akan bereaksi terhadap keberhasilan anda sekarang seperti ayah anda bereaksi. Interpretasi dapat berfokus pada transferensi, masalah ekstra transferensi, situaai pasien di masa lalu dan di saat ini, atau pada resistensi atau fantasi pasien. Interpretasi dari isi bawah sadar secara umum ditunda sampai materi bawah sadar hampir disadari, dengan demikian relatif dapat dicapai oleh kesadaran pasien.

2. Konfrontasi

Intervensi selanjutnya adalah konfrontasi, bertujuan untuk mendapatkan perhatian pasien mengenai hal-hal yang dihindari pasien atau diminimalkan. Konfrontasi dapat dipakai untuk menjelaskan bagaimana perilaku pasien mempengaruhi orang lain atau untuk mencerminkan kembali kepada pasien suatu perasaan yang disangkal atau disupresi. Walau konfrontasi mempunyai konotasi yang agresif, tipe ini dapat menjadi lunak dan disampaikan secara sensitif. Contohnya : Saya yakin kalau anda memperhatikan, tapi saya telah meminta anda untuk menceritakan tentang ayah anda, anda mengganti topik mengenai gangguan mobil yang anda alami saat ini. 3. Klarifikasi

Klarifikasi, interpretasi, dan konfrontasi merupakan intervensi yang penting dalam psikoterapi ekspresif. Konfrontasi adalah reformulasi atau menyatukan verbalisasi pasien untuk mengungkapkan pandangan yang lebih koheren tentang apa yang dibicarakan. Klarifikasi ditujukan untuk membantu pasien mnegartikulasi sesuatu yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Contohnya, Kedengarannya apa yang anda katakan adalah bahwa anda telah berulangkali mencoba membuat diri anda mengerti berbagai situasi dengan bos anda, suami, dan ayah anda, dan dalam setiap situasi tidak seorangpun yang benar-benar memahami apa yang anda katakan

4. Dorongan untuk memperinci

Suatu intervensi yang terletak di tengah-tengah rangkaian ekspresif suportif, sebagai suatu pernyataan atau pertanyaan yang memudahkan pengembangan lebih lanjut materi yang saat ini sedang pasien diskusikan. Contohnya, Saya tertarik mendengar lebih banyak tentang perasaan anda, tentang perceraian, atau Apa yang anda pikirkan tentang hal itu? atau Ceritakan tentang ayah anda. Intervensi ini sering dipakai pada terapi yang paling ekspresif dan suportif.

5. Validasi empati

Adalah suatu cara berkomentar untuk menolong pasien mengerti, dengan mendemonstrasikan bahwa terapis berempati akan keadaan internal pasien. Komentar yang paling sering misalnya, Saya dapat mengerti mengapa anda merasa tertekan tentang hal tersebut atau Memang menyakitkan bila anda diperlakukan seperti itu. Beberapa ahli self psychology menyatakan bahwa keadaan empati dalam keadaan internal pasien adalah hal yang penting, terlepas dari lokasi terapi dalam rangkaian ekspresif suportif dan semua bentuk intervensi harus disampaikan dengan perspektif empati.6. Nasehat dan pujianKategori ini meliputi 2 tipe intervensi yang dihubungkan oleh fakta bahwa keduanya mendorong aktivitas tertentu dan melarang aktivitas lainnya. Nasehat dapat merupakan saran langsung ke pasien mengenai apa yang dikerjakan atau bagaimana berperilaku. Ujian adalah cara untuk mendorong perasaan, perilaku, atau pikiran tertentu dari pasien dengan mengekspresikan penghargaan yang jelas. Intervensi ini sering digunakan pada terapi suportif. Contoh nasehat, Saya pikir anda sebaiknya segera berhenti pergi dengan laki-laki itu. Contoh pujian Saya sangat senang anda sangat mampu mengatakan kepadanya bahwa anda tidak akan bertemu lagi dengannya

7. Penegasan

Cara intervensi sederhana ini untuk mendukung atau menegaskan perilaku atau komentar pasien, seperti Uhhuh atau Ya, saya mengerti maksud anda.

Mayoritas terbesar dari proses psikoterapeutik mengandung semua intervensi pada beberapa saat dalam perjalanan terapi. Akan tetapi, suatu terapi diklasifikasikan sebagai psikoterapi ekspresif atau suportif berdasarkan pada intervensi mana yang lebih dominan.

Transferensi

Transferensi mengacu pada displacement terhadap analis dari perasaan dan perilaku yang dialami dalam hubungannya dengan orang-orang di masa lalu. Pola transferensi muncul secara otomatis dan tanpa disadari dalam hubungan analitik. Transferensi bisa positif jika transferens yang muncul dapat dipakai untuk membangun rapport dan meningkatkan kemajuan terapeutik. Tranferens bisa negatif jika hal tersebut menghambat proses terapi.

Menurut Freud, hal ini berhubungan dengan perasaan dan tingkah laku pasien terhadap analis yang didasarkan atas kebutuhan-kebutuhan infantil pasien kepada orangtua atau figur orangtuanya. Perasaan-perasaan ini tidak disadari tetapi dinyatakan dalam neurosis transferens, dimana pasien berusaha untuk memenuhi harapan-harapan yang tidak disadari melalui analis.

Dalam pandangan kontemporer, transferensi dianggap sebagai campuran relasi baru dengan analis dan pengulangan kembali hubungan masa lalu dengan figur penting di masa kecilnya. Analis dianggap sebagai partisipan aktif dalam hubungan terapi. Dalam pandangan konseptual masa kini, karakteristik pribadi analis memberikan pengaruh yang kuat pada bentuk dan intensitas khusus dari transferens pasien. Para analis yang dipengaruhi oleh teori self psychology dan teori intersubyektivitas menunjukkan bahwa transferens memiliki kualitas bidimensional. Dimensi yang satu meliputi repetisi pengalaman terhadap obyek atau self object baru yang akan memperbaiki dan mengoreksi bagi pasien.

Kontratransferensi

Kontratransferensi merupakan penerimaan dan pemuatan aspek-aspek yang diproyeksikan pasien kepada terapis. Kontratransferensi dapat merupakan proses projective identification atau splitting, yang keduanya merupakan mekanisme defens pasien. Identifikasi proyeksi adalah sikap, perkataan atau perilaku pasien yang seolah memaksa terapis berperilaku dan berperasaan sesuai dengan aspek yang diproyeksikannya.

Menurut teori relasi obyek, kontra transferensi bukanlah fenomena yang harus dihindari, tetapi dapat memanfaatkannya bila kita menyadarinya. Karena dengan bereaksi pada pasien dalam pola yang responsif, mempertahankan empati dan keterlibatan kognisi. Maka terapis akan memperoleh pemahaman yang lebih besar tentang problem-problem tertentu yang terjadi pada hubungan pasien dengan orang lain. Jadi kontra transferensi bukan dianggap sebagai suatu hambatan bagi kemampuan terapis, tetapi untuk memahami dan membantu secara efektif secara bersama-sama.Resistensi

Resistensi melibatkan munculnya defens karakteristik pasien dalam situasi terapeutik. Pada terapi yang lebih ekspresif, menganalisis, dan mengerti resistensi merupakan bagian dari pekerjaan terapis sehari-hari. Misalnya, pada pasien yang selalu terlambat datang ke sesi atau diam terus selama sesi, terapis dapat menganggap resistensi ini dengan perhatian dan rasa ingin tahu daripada menganggap hal itu sebagai perilaku menantang dan bertujuan.

Walau resistensi dapat timbul secara sadar atau tidak sadar, resistensi muncul secara otomatis dalam proses analitik segera setelah seseorang masuk dalam asosiasi bebas. Resistensi merupakan manifestasi dari mekanisme defens yang tipikal pada pasien yang muncul pada proses analitik. Defens yang dioperasikan secara intrapsikik. Diterjemahkan menjadi resistensi, yang muncul secara interpersonal, saat pasien masuk dalam hubungan analitik dengan terapis.

Menninger membedakan 5 jenis resistensi, yaitu :

1. Repression resistance, misalnya pasien mengatakan lupa, atau banyak diam

2. Tranference resistance, misalnya pasien menjadi marah, merayu, dll

3. Secondary gain resistance, misalnya pasien sering datang di luar jadwal, berkencan, dll

4. Repetion compulsion resistance, pasien berbicara atau berbuat berulang-ulang

5. Need for punishment resistance, pasien mengaku bersalah

Freud berpendapat bahwa neurosis merupakan usaha untuk mempertahankan tendensi regresif tanpa mendapat hukuman, dan resistensi bertujuan untuk menyelamatkan impuls instingtual regresif dan impuls id yang sumbang (incesteus). Seolah-olah pasien belum bersedia untuk berpisah atau meninggalkan impuls-impulsnya itu.

Sullivan berpendapat bahwa resistensi adalah usaha untuk berpegangan yang merupakan tindakan pengamanan (security operation) yang pernah berhasil atau separuh berhasil untuk meneruskan atau memudahkan kehidupan.

Interpretasi Mimpi

Dalam psikoanalisa dan psikoterapi yang lebih ekspresif, interpretasi mimpi dianggap sebagai jalan utama untuk memahami keadaan bawah sadar. Simbol-simbol dari mimpi dapat diinterpretasikan untuk membantu pasien lebih jauh memahami masalah-masalah bawah sadar dalam mimpi. Pada psikoterapi yang lebih suportif, terapis mendengarkan dengan hati-hati terhadap mimpi pasien dan berpikir tentang hal itu sama seperti terapis ekspresif. Namun terapis membatasi interpretasi yang dapat menolong pasien mengasosiasikan mimpinya dengan perasaan dan perilaku sadar terhadap terapis sebagai pribadi yang sesungguhnya dan realitas dalam kehidupan sesungguhnya. Asosiasi bebas tidak dianjurkan karena dapat mengarahkan pada regresi yang lebih lanjut. Di antara kontinum ekspresif-suportif, terdapat ruang untuk interpretasi mimpi yang selektif dimana terapis menghubungkan mimpi dengan masalah-masalah conscious atau unconscious dalam sektor yang terbatas dari kehidupan psikologik pasien.

Hubungan Terapeutik

Menurut Freud, terapis tidak dapat menggunakan interpretasi kecuali rapport telah dibangun sebelumnya. Hubungan yang non konfliktual dan rasional antara pasien dan terapis disebut sebagai working alliance (Greennson). Hal ini melibatkan kapasitas pasien untuk berkolaborasi dengan terapis karena terapis dipandang sebagai profesional dengan niat yang baik. Hubungan terapeutik pada fase awal dari psikoterapi merupakan prediksi terbaik terhadap hasil terapi. Terapis harus mengawali terbentuknya dan mempertahankan hubungan terapeutik. Terapis harus membantu pasiennya untuk cepat mengidentifikasikan tujuan terapi mereka sehingga pasien dapat memandang terapis sebagai orang yang akan bekerja sama dengan mereka, bukan melawan mereka.

Terminasi

Terminasi dapat muncul karena alasan yang bermacam-macam. Hal ini mungkin didorong oleh keadaan eksternal dalam kehidupan terapis atau pasien. Seorang pasien dapat secara tiba-tiba meninggalkan dan menolak untuk kembali karena tidak puas dengan terapis atau kecemasan yang berlebihan pada masalah utama, atau karena masalah keuangan. Dari pihak terapis, terminasi direkomendasikan jika dirasakan hasil maksimum dalam terapi tidak tercapai. Indikasi untuk terminasi tidak absolut, namun pasien dianggap siap jika tujuan psikoterapi tercapai. Terdapat beberapa indikator untuk terminasi yaitu gejala-gejala yang ada telah hilang atau mengalami kemajuan, superego telah dimodifikasi, hubungan interpersonal pasien telah berubah, pasien merasakan suatu kemandirian yang baru, pasien dapat mengenali dan menguji sendiri konflik-konflik mereka serta membawa suatu proses self analytic yang berkelanjutan tanpa terapis, dan fungsi pasien yang stabil. Saat pasien mengakhiri terapi secara sepihak, terapis harus berhadapan dengan perasaan bahwa mereka telah gagal terhadap pasien. Dalam situasi seperti itu, terapis dapat mengingatkan dirinya bahwa pasien mempunyai hak untuk mengakhiri terapi. Selain itu, terapis hanya dapat menolong pasien-pasien yang ingin ditolong dan yang mau bekerja sama dalam proses terapi.Ilustrasi kasusIlustrasi kasus diambil dari Kumpulan Makalah Psikoterapi, karangan dr. Sylvia D. Elvira, Sp.KJ (K).Pasien, seorang laki-laki, 38 tahun, Sunda, Islam, insinyur, saat ini sedang menyelesaikan S2, pegawai, duda, tinggal di Jakarta Selatan. Pasien datang lebih kurang setahun yang lalu dengan keluhan rasa sedih bercampur amarah, jengkel dan tidak tahu harus berbuat apa sejak seminggu sebelumnya. Pasien menikah 10 hari sebelumnya dengan wanita pilihannya, namun memutuskan untuk bercerai 3 hari kemudian karena istrinya mengaku bahwa ia seorang lesbian.

Pasien merupakan anak sulung dari 5 bersaudara. Dua orang adiknya telah menikah. Sejak kecil pasien berprestasi baik dalam pendidikan dan kinipun ia berhasil dalam pekerjaannya. Ia mengeluh bahwa ia kurang berhasil dalam membina hubungan dengan teman wanita. Pernah beberapa kali mempunyai pacar, tetapi kemudian putus; ia juga pernah bertunangan tetapi tunangannya meninggal karena keracunan gas. Setelah itu ia beberapa kali dekat dengan wanita, namun tidak ada satupun yang menurutnya memenuhi kriteria untuk menjadi istrinya. Ia mempunyai kriteria tertentu untuk wanita yang akan dijadikan istrinya, yaitu cantik, pintar, wawasannya luas, pandai bergaul, taat dalam agama, dan usianya cukup muda (menurutnya, agar jarak usia dengan anak-anaknya nanti tidak terlalu jauh mengingat ia sudah berumur). Mantan istrinya, sebetulnya menurut pasien kurang memenuhi kriteria (tidak pintar, pendidikannya SMEA, wawasannya kurang luas, kurang dewasa), tetapi ia akan membinanya. Wanita tersebut juga tampak tidak terlalu berespons terhadap sentuhan, ciuman, tetapi menurut pasien mungkin karena ia dibesarkan di lingkungan dengan norma dan nilai agama yang ketat.

Pada kedatangannya akhir-akhir ini, pasien menceritakan pengalamannya bahwa ia sedang dekat dengan seorang wanita dan sedang mengobservasinya. Teman tersebut ia kenal dari teman. Wanita itu cantik, modis, pergaulannya luas walaupun hanya bekerja sebagai resepsionis dan seorang janda dengan satu anak berusia 7 tahun. Menurut pasien, karakter wanita itu kuat sehingga ia semula kurang percaya bahwa wanita itu bersedia berteman dengannya. Setelah observasi intensif selama 1 minggu lebih, ia merasa ada beberapa aspek pada wanita itu yang tidak dapat ditoleransinya, yaitu terlalu suka bersenang-senang, tega meninggalkan anaknya hingga pagi hari, tidak merasa bersalah meninggalkan sholat, serta minum-minuman keras (merokok masih dapat ditoleransi oleh pasien, walaupun ia tidak terlalu suka). Pasien memutuskan untuk berteman saja dengan wanita itu. Di pihak lain, dalam waktu yang hampir bersamaan, pasien juga mulai berteman dengan seorang sekretaris baru di kantornya. Sekretaris ini dipilih oleh pasien dari 3 calon yang sudah terseleksi. Pasien kemudian merasa bahwa sekretaris ini lebih bisa dijadikan calon, karena selain cantik, modis, pintar, pandai bergaul, ia juga rajin sholat dan mengaji.

Pembahasan :

Dari wawancara-wawancara yang dilakukan didapatkan kesan bahwa pasien adalah seorang dengan kepribadian narsisistik; ia sering menunjukkan grandiositasnya dalam cerita-cerita yang disampaikannya. Ada komponen feminin dalam egonya, yang di satu pihak diproteksi tapi di pihak lain ditolak olehnya. Hal ini yang selama ini mungkin dialaminya setiap kali telah berteman akrab dengan wanita. Ia kerap kali melihat komponen feminin dari egonya terdapat pada teman-teman wanitanya, yang direaktivasi pada proses wawancara. Interpretasi ini didapat dari simbol yang disampaikan oleh pasien, yang mempunyai arti yang unik untuk pasien. Simbol mengekspresikan sesuatu hal yang memang tidak dapat diketahui (misalnya karena direpresi oleh pasien). Simbol ini kita tidak tahu secara tepat, tetapi mungkin mendekatinya. Hal ini dibandingkan dengan makna simbol-simbol tersebut bagi kita dengan mempertimbangkan budaya dan pengalaman. Kita tentu tidak langsung mengatakannya kepada pasien, menunggu hingga saat yang tepat. Yang dapat kita lakukan pada pasien ini ialah bekerja dengan identitas femininnya tersebut. Yang dilakukan adalah mengamati dan menggunakan kata-kata kunci pasien (misalnya pada pasien ini : kriteria, karakter kuat, nilai-nilai, dll), serta pertanyaan-pertanyaan kunci. Pasien saat ini merasa sudah membaik, tetapi masih tetap datang konsultasi.

Daftar Pustaka

1. Elvira SD. Kumpulan makalah psikoterapi, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2005, 5-152. Gabbard GO, Psychodynamic psychiatry in clinical practice, 3rd ed, APP, 2000, 89-109

3. Kaplan H Sadock B.J, Sadock V.A ed. Comprehensive Textbook of Psychiatry. 8th edition. Lippincott Williams and Wilkins. Philadhelpia, 2005: 2490-2492

4. Lubis DB, Elvira SD. Penuntun wawancara psikodinamik dan psikoterapi, Balai Penerbit FKUI, 2005, 7-18.5. Wolberg LR, The technique of psychotherapy, 3rd ed, Grune & Stratton, 1977, 1-15, 225-6

expressive

Advise & praise

Encouragement to elaborate

Confrontation

Affirmation

Emphatic validation

clarification

interpretation

supportive

PAGE 8