27
PERANAN TIPOLOGI USAHA DAN MASALAH PERKEMBANGAN TERNAK KELINCI DI INDONESIA Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Pengembangan Ternak Potong Oleh : Salsabila Urfa Al-‘ala 200120140501 PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN PROGRAM PASCASARJANA - FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

Ptp Kelinci

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kelinci kelinci

Citation preview

Page 1: Ptp Kelinci

PERANAN TIPOLOGI USAHA DAN MASALAH PERKEMBANGAN

TERNAK KELINCI DI INDONESIA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Pengembangan

Ternak Potong

Oleh : Salsabila Urfa Al-‘ala

200120140501

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA - FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2015

Page 2: Ptp Kelinci

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala

berkat dan rahmat–Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan

makalah dengan judul Peranan dan Perkembangan Tipologi Usaha

Ternak Kelinci di Indonesia. Tak lupa Shalawat serta salam semoga selalu

tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wassalam.

Penulisan makalah ini untuk menyelesaikan tugas mata kuliah

pengembangan ternak potong.

Makalah ini disusun dengan tujuan memberikan informasi dalam

pengembangan potensi serta peranan tipologi usaha ternak kelinci.

Berdasarkan data yang diperoleh, ternak kelinci memiliki potensi untuk

dikembangkan. Akan tetapi, dalam pengembangannya ditemukan

beberapa kendala sehingga perlu adanya upaya untuk mengatasinya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata

kuliah pengembangan ternak potong yang telah membimbing,

mengarahkan, memberikan dukungan serta motivasinya kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.

Jatinangor, Desember 2015

Penulis.

Page 3: Ptp Kelinci

DAFTAR ISI

BAB Halaman

KATA PENGANTAR.............................................................. ii

DAFTAR ISI ........................................................................... iii

I. PENDAHULUAN ................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .............................................................. 11.2. Identifikasi Masalah ....................................................... 41.3. Maksud dan Tujuan ....................................................... 41.4. Kegunaan ....................................................................... 4

II. PEMBAHASAN...................................................................... 5

2.1. Usaha Ternak Kelinci...................................................... 52.2. Tipologi Usaha Peternakan............................................ 72.3. Peran Tipologi Usaha Ternak Kelinci............................. 10

2.3.1 Peternakan Rakyat ............................................... 122.3.2 Peternakan Komersil ............................................. 13

2.4. Kendala Pengembangan Ternak Kelinci di Indonenia.... 15

III. KESIMPULAN........................................................................ 15

3.1. Kesimpulan...................................................................... 163.2. Saran .............................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 17

Page 4: Ptp Kelinci

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang pesat,

konsumsi akan protein hewani pasti juga semakin melonjak. Kebutuhan

akan protein hewani penduduk Indonesia belum dapat dipenuhi hanya

dengan mengandalkan hasil pemotongan ternak lokal, baik ruminansia

maupun nonruminansia. Untuk memenuhi kebutuhan protein asal ternak

yang terus meningkat, pemerintah melakukan impor ternak bakalan dan

daging dari negara tetangga. Keadaan demikian tentu tidak dapat

dibiarkan berlangsung terus-menerus, pemanfaatan sumberdaya yang kita

miliki perlu terus dikembangkan, termasuk pangembangan ternak

potersial.

Saat ini usaha peternakan merupakan prospek usaha yang cukup

menjanjikan di sektor perekonomian. Sektor peternakan baik di

kembangkan karena tingginya permintaan pasar akan produk peternakan

terutama daging. Permintaan daging untuk konsumtif saat ini sangat tinggi

karena semakin banyaknya jumlah konsumen yang membutuhkan asupan

gizi protein yang salah satunya daging.

Salah satu jenis ternak belum banyak mendapat perhatian untuk

dikembangbiakkan sebagai penghasil daging adalah kelinci. Kelinci dapat

membantu memenuhi kebutuhan protein hewani terutama pada wilayah

dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan keterbatasan tempat. Kelinci

adalah hewan mamalia dengan potensi penghasil daging yang baik.

Kelinci termasuk hewan yang sudah didomestikasi dan banyak

dimanfaatkan oleh manusia untuk produksi fur, daging, hewan percobaan

Page 5: Ptp Kelinci

atau sebagai hewan kesayangan. Kelinci memiliki kelebihan yaitu laju

pertumbuhan yang cepat, potensi reproduksi yang tinggi dan memiliki

kemampuan dalam mencerna pakan hijauan karena memiliki sifat

coprophagy yaitu memakan kotorannya sendiri. Daging kelinci mulai di

gemari oleh masyarakat karena teksturnya yang lembut serta memiliki

kandungan protein tinggi dan sedikit berlemak sehingga daging kelinci

aman dari resiko kolesterol dagingnya juga tidak terlalu berbau seperti

daging kambing maupun sapi. Selain manfaat tersebut kotoran dan urine

dari semua jenis kelinci dapat dimanfaatkan sebagai pupuk alami yang

saat ini masih sangat terbatas namun sangat diminati oleh penggemar

tanaman hias. Keunggulan lainnya yaitu penyediaan pakannya tidak

bersaing baik dengan ternak nonruminansia maupun dengan manusia.

Hal ini berarti bahan pakan untuk kelinci tidak berasal dari bahan

makanan yang diperuntukan bagi manusia

Strategi pembangunan peternakan mempunyai prospek yang baik

dimasa depan, karena permintaan bahan-bahan yang berasal dari ternak

akan terus meningkat seiring dengan permintaan jumlah penduduk,

pendapatan dan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan

bergizi tinggi sebagai pengaruh dari naiknya tingkat pendidikan rata-rata

penduduk. Pembangunan dan pengembangan tersebut diantaranya, yaitu

meliputi pembangunan dibidang pertanian, khususnya peternakan.

Banyak peternakan di pedesaan yang memperhatikan masalah

pertumbuhan ternak dan mengabaikan masalah ekonomi perusahaan,

Ilmu usaha tani atau farm management berkembang sejak

permulaan abad ke-20. Perkembangan ini sejalan dengan perkembangan

Ilmu Ekonomi Produksi. Ilmu usaha tani di Asia telah mengalami

Page 6: Ptp Kelinci

perubahan disesuaikan dengan ukuran usaha petani-petani di Asia yang

pada dasarnya berusaha dalam ukuran yang kecil (smallsize). Walaupun

petani-petani Asia berukuran skala kecil, mereka belum semua

menerapkan prinsip-prinsip bisnis pertanian. Pengembangan sub sektor

peternakan sebagai bagian dari ilmu usaha tani dalam era globalisasi

ekonomi dihadapkan pada persaingan yang semakin terbuka, kondisi

tersebut seharusnya dijadikan momentum untuk memacu peningkatan

sumberdaya lokal, daya saing serta antisipasi masa depan.

Kegiatan peternakan saat ini bukan hanya untuk memenuhi

kebutuhan keluarga saja. Tapi sudah merupakan usaha yang dapat

dijadikan sumber penghasilan pokok. Dewasa ini usaha peternakan juga

sudah mencapai level usaha industri yang menyediakan lapangan kerja

bagi orang banyak. Saat ini usaha peternakan yang pengelolaannya

masih didominasi usaha skala kecil dan menengah antara lain ternak

kerbau, sapi, domba, kambing, kelinci, itik dan ayam buras. Sementara

ternak sapi potong, sapi perah, ayam ras dan puyuh dikelola oleh

perusahaan peternakan. Namun demikian, usaha ternak sapi potong, sapi

perah atau puyuh juga bisa dikelola sendiri dengan skala kecil.

Sektor usaha peternakan kelinci masih belum berkembang dengan

pesat, namun permintaan untuk konsumsi daging kelinci cukup tinggi,

sehingga perlu di adakan pemberdayaan peternakan kelinci. Hal ini

merupakan peluang yang bagus untuk mengembangkan usaha ini.

Page 7: Ptp Kelinci

1.2 Identifikasi Masalah

Adapun rumusan masalah yang disusun dalam makalah ini adalah

sebagai berikut :

1) Bagaimana peranan tipologi usaha ternak kelinci di Indonesia

2) Apa kendala pengembangan usaha peternakan kelinci di Indonesia

1.3 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah

sebagai berikut :

1) Mengetahui peranan tipologi usaha ternak kelinci di Indonesia

2) Mengetahui kendala pengembangan usaha kelinci di Indonesia

1.4 Kegunaan

Adapun kegunaan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai

berikut :

Sebagai bahan informasi bagi peternak dan pihak terkait dalam

pengembangan ternak kelinci di Indonesia

Page 8: Ptp Kelinci

II

PEMBAHASAN

2.1 Usaha Ternak Kelinci

Di Indonesia ternak kelinci mempunyai kemampuan kompetitif

untuk bersaing dengan sumber daging lain dalam memenuhi kebutuhan

hidup manusia (kebutuhan gizi) dan merupakan alternatif penyedia daging

yang perlu dipertimbangkanpada masa yang akan datang,daging kelinci

merupakan salah satu daging yang berkualitas baik dan layak dikonsumsi

oleh berbagai kelas lapisan masyarakat. Bahkan dibandingkan dengan

kondisi daging ayam dilihat dari segi aroma, warna daging dan dalam

berbagai bentuk masakan tidak ditemukan perbedaan yang nyata

(Dwiyanto et al. 1995).

Peluang untuk berkembangnya usaha ternak kelinci di Indonesia

sebenarnya masih terbuka lebar. Saat ini pasokan kebutuhan daging

masyarakat dipenuhi oleh daging ayam, sapi, domba, dan kambing,

Dengan kenaikan jumlah penduduk Sistem pertanian (farming system)

adalah pengaturan usaha tani yang stabil, unik dan layak yang dikelola

menurut praktek yang dijabarkan sesuai lingkungan fisik, biologis dan

sosio ekonomi menurut tujuan, preferensi dan sumber daya rumah

tangga. (Tri, 2001). Hal-hal tersebut merupakan peluang bagi para

peternak kelinci terus meningkatkan produksi dan produktivitasnya.

Ternak kelinci telah dikenalkan dan dikembangkan masyarakat

secara luas dengan berbagai bentuk promosi, bahkan promosi

pengembangannya dimotori secara langsung oleh Kepala Negara.

Berbagai program aksi dalam rangka pemberdayaan pengembangan

kelinci telah digulirkan dimasyarakat guna menambah pilihan

Page 9: Ptp Kelinci

pemanfaatan daging sebagai sumber gizi. Namun sangat disayangkan

perkembangannya kurang menggembirakan dan terus menurun

popularitasnya, bahkan hingga saat ini sentra–sentra produksi kelinci

hanya terdapat didaerah-daerah pariwisata, misalnya di Lembang (Jawa

Barat), Bedugul (Bali), Kaliurang (Yogyakarta), tentunya dengan wilayah

penyebaran yang terbatas permintaan daging kelinci akan menjadi

terbatas pula. Kendala lain yang terdeteksi adalah adanya pengaruh

kejiwaan ”tidak tega” apabila manusia hendak memakan daging kelinci

(Sartika, 1998).

secara umum, tujuan usaha ternak kelinci bisa dibagi ke dalam

beberapa poin, antara lain:

1. Usaha ternak kelinci pedaging. Sudah bukan rahasia umum lagi,

daging kelinci cukup nikmat dan istimewanya rendah lemak dan kaya

akan senyawa protein. Usaha ternak kelinci untuk tujuan pedaging

memiliki prospek yang baik. Terlebih harga daging lainnya cukup mahal.

Daging kelinci hadir sebagai alternatif yang murah dan juga sehat. Jenis

kelinci yang biasa diternakkan sebagai pedaging adalah Flemish Giant

Rabbit, Satin Rabbit, Rex Rabbit dan lain-lain.

2. Ternak kelinci sebagai penghasil anakan atau bibit kelinci.

Secara biologis kelinci memiliki rahim lebih dari satu sehingga ia bisa

melahirkan lebih dari 1 bayi. Diluar daripada itu, kelinci juga tergolong

binatang prolifik sehingga sangat mudah berkembang biak. Dalam

setahun saja, sang betina bisa melahirkan sampai 5 kali.

3. Ternak kelinci adalah untuk membidik permintaan pasar

terhadap ketersediaan kelinci sebagai binatang peliharaan atau kelinci

hias. Jenis kelinci yang diminati antara lain Angora Rabbit, Lop Rabbit,

Page 10: Ptp Kelinci

Lion Rabbit, Harlequin Rabbit dan masih banyak lagi lainnya. Kelinci hias

tidak beritik pada kuantitas alias bobot kelinci melainkan pada kualitasnya

terutama bagian bulu.

4. Ternak kelinci lainnya adalah sebagai penyuplai hewan

percobaan untuk penelitian ilmiah di laboratorium. Memang permintaan ini

masih relatif sedikit tapi bisa dijadikan sampingan.

2.2 Tipologi Usaha Peternakan

Usaha tani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara

ternak. Usaha tani yang baik adalah bersifat produktif dan efisien yaitu

memiliki produktivitas atau produksi per satuan lahan yang tinggi (Swandi,

2005).

Sistem pertanian terpadu (integrated farming system) merupakan

salah satu kegiatan diversifikasi komoditas yang dapat dilakukan guna

mengimbangi kebutuhan akan produk pertanian (terutama tanaman

pangan) yang terus meningkat melalui pemanfaatan hubungan sinergis

antar komoditas yang diusahakan, tanpa harus merusak lingkungan serta

serapan tenaga kerja yang tinggi. Penerapan sistem usahatani terpadu

merupakan pilihan yang tepat dalam upaya meningkatkan pendapatan

petani dan sekaligus memanfaatkan sumberdaya pertanian secara

optimal.

Dalam rangka memacu pertumbuhan produksi, peternakan rakyat

dengan skala usaha kecil turut berperan. Pergeseran skala usaha dari

peternakan rakyat ke industri peternakan dapat dibagi menjadi tipe-tipe :

sambilan, cabang usaha, usaha pokok, dan industri peternakan.

Usaha peternakan adalah usaha dibidang peternakan yang dapat

diselenggarakan dalam bentuk peternakan rakyat dan perusahaan

Page 11: Ptp Kelinci

peternakan (Dinas Peternakan, 2000 dalam Suhendar, 2004). Menurut

Soehadji dalam Annisa (2005), tipologi usaha peternakan dibatasi

berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak dan

diklasifikasikan kedalam kelompok berikut:

1. Peternakan sebagai usaha sambilan, dimana ternak sebagai usaha

sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri (subsistence) dengan

tingkat pendapatan dari usaha

ternak kurang dari 30%.

2. Peternakan sebagai cabang usaha, dimana petani peternak

mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) yang melibatkan

ternak sebagai cabang usaha dengan tingkat pendapatan dari usaha

ternak 30-70% (semi komersial atau usaha terpadu).

3. Peternakan sebagai usaha pokok, dimana peternak mengusahakan

ternak sebagai usaha pokok dan komoditi pertanian lainnya sebagai

usaha sambilan (single comodity), dengan tingkat pendapatan usaha

ternak 70%-100%.

4. Peternakan sebagai usaha industri, dimana komoditas ternak

diusahakan secara khusus (specialized farming) dengan tingkat

pendapatan usaha ternak 100% (komoditi pilihan).

Di sisi lain keadaan peternak kelinci di Indonesia sampai saat ini

masih didominasi oleh peternakan sapi perah rakyat, yang banyak

dicirikan oleh ketertinggalannya di dalam memacu peningkatan produksi

baik dari segi hasil maupun kualitasnya. sehingga skala pemilikannya

masih rendah berkisar 10-20 ekor/kepala keluarga. Bila dilihat dari skala

pemilikan kelinci produktif akan lebih rendah lagi, yaitu hanya 5-10 ekor

saja, karena sulit mendapatkan hijauan makanan ternak. Peternak

Page 12: Ptp Kelinci

tersebut umumnya masih menggunaan pakan tradisional sehingga tingkat

produktivitasnya tidak maksimal.

Dalam memacu peningkatan produksi daging dan produktivitas

kelinci, idealnya peternak dapat mengusahakan ternaknya bukan sebagai

usaha sambilan, melainkan harus sebagai usaha pokok. Agar usaha

kelinci dapat menjadi usaha pokok, maka setiap peternak diharapkan

dapat memiliki skala usaha 50-100 ekor atau rata-rata 20-50 ekor indukan.

Tipologi peternak yang demikianlah yang selayaknya perlu

dikembangkan di dalam menjawab tantangan swasembada daging

maupun di dalam menghadapi era perdagangan bebas.

Sampai saat ini keadaan di lapangan menunjukkan bahwa

keberadaan peternak yang diidealkan tersebut belum menjadi fenomena

umum. Namun di setiap sentra produksi peternakan kelinci akan dijumpai

pula beberapa orang peternak yang memiliki kecenderungan yang

berbeda dengan kebanyakan peternak lainnya.

Bila sebagian besar peternak kelinci skala usaha amat terbatas

atau sambilan, maka ada peternak dengan tipe professional akan memiliki

skala usaha ternak di atas rata-rata. Dari sisi tipologi kepribadiannya,

peternak yang diidealkan ini diduga pula akan memiliki ciri khas yang

berbeda dibanding dengan peternak yang lainnya. Mengacu kepada

pendapat McClelland (Nasution, 1998), maka peternak yang diidealkan

tersebut diduga akan memiliki kebutuhan akan pencapaian (the need for

achievement) atau n/Ach yang lebih baik dibanding dengan peternak

lainnya.

Page 13: Ptp Kelinci

2.3 Peran Tipologi Usaha Ternak Kelinci

2.3.1. Usaha Peternakan Rakyat

Usaha ini diwakili oleh petani-petani dengan lahan sempit yang

mempunyai 10-100 ekor ternak Kelinci,. Keluarga petani yang bergerak

dalam usaha ini diperkirakan terdiri atas 37.836.000 rumah tangga.

Usaha peternakan nasional hingga saat ini masih didominasi usaha

peternakan rakyat. Jumlahnya mencapai lebih dari 95 persen dari jumlah

keseluruhan peternak di Indonesia. Tipe usaha ini tidak mengalami

kemajuan pesat, karena perkembangannya sangat dipengaruhi oleh daya

dukung wilayah dan terbatasnya modal dan pemakaian teknologi. Cara ini

dapat digambarkan hanya merupakan usaha sambilan, memanfaatkan by

produk pertanian dan sangat berguna untuk saving keluarga. Dari tipe

usaha ini tentu telah ada yang berkembang kearah usaha semi intensif.

Usaha peternakan rakyat atau small farmers merupakan usaha

peternakan yang melaksanakan biosekuriti secara terbatas, karena

masalah biaya.

Secara terperinci ciri-ciri sistem peternakan rakyat adalah:

a. Manajemen intensif yang rendah

b. Modal yang sangat rendah

c. Produknya adalah pengan dengan ketergantungan pada pasar output

dan input pada jasa pelayanan

Salah satu upaya yang mungkin dapat dilakukan untuk menjaga

kesinambungan usaha peternakan rakyat, adalah melalui sentuhan

perbaikan sistem pemasaran ternak potong, yang paling tidak dapat

dilakukan 2 pendekatan :

Page 14: Ptp Kelinci

1. Peternak Kelinci rakyat mendirikan wadah dan bersatu didalamnya

untuk menggalang sumber daya yang dimiliki untuk diarahkan pada

keberlangsungan peternakan rakyat dibidang usaha ternak potong

secara agribisnis, dengan pengertian peternak melalui wadah

dimaksud mampu mengendalikan kegiatan- kegiatan hulu sampai

dengan hilir sub sistem agribisnis usaha ternak potong yang

tentunya pemasaran termasuk didalamnya.

2. Pemerintah atau pengusaha yang peduli terhadap pembangunan

peternakan rakyat mempelopori pendirian usaha pembelian ternak

rakyat secara langsung, menjamin pembelian dengan harga

memadai, memiliki cabang-cabang pada sentra pengembangan

ternak potong, tanpa perantara, dan menggunakan cara penentuan

harga per ekor ternak berdasarkan timbangan berat hidup ternak.

Selanjutnya jika yang menjadi pelopor tersebut adalah pemerintah

dan usaha dimaksud telah berjalan lancar dan menguntungkan,

dapat dijual ke pihak swasta melalui kebijakan privatisasi .Peternak

dengan peluang perolehan yang tinggi akan bergairah dalam

pengembangan usahanya dan selanjutnya akan muncul pendatang

baru sebagai investor untuk menanamkan modalnya dalam usaha

pengembangan ternak potong tersebut.

Argumentasi penguat dapat ditinjau dari realitas dan keunggulan

usahatani skala kecil. Pertama, usaha pertanian tidak pernah akan lenyap

selama manusia masih perlu makan. Kedua, kenyataan bahwa

kepemilikan faktor produksi (lahan, modal) petani kita sangat sempit dan

terbatas. Ketiga, sebagian besar penduduk masih bergantung pada sector

Page 15: Ptp Kelinci

pertanian di pedesaan. Keempat, kontribusi pertanian sangat besar dalam

menunjang sektor industri hulu dan hilir serta jasa pertanian, baik dalam

kontribusi komoditi pertanian, pendapatan, pasar maupun penyerapan

tenaga kerja. Kelima, program-program dalam skala kecil lebih

memungkinkan adanya partisipasi, lebih mudah disesuaikan, serta lebih

peka menjawab kebutuhan petani. Keenam, program kecil membutuhkan

teknologi sederhana yang disesuaikan dengan kemampuan pelaku

pelakunya. Terakhir, program-program skala kecil memberi ruang yang

besar bagi partisipasi dan kemandirian.

2.3.2 Usaha Peternakan Komersil

Merupakan usaha yang benar-benar telah menerapkan prinsip-

prinsip ekonomi antara lain usaha dengan tujuan untuk profit maksimal.

Dalam usaha ini profit adalah motivasinya yang diproyeksikan kepada

pasar-pasar yang ada.

Sistem perusahaan Peternakan Komersial (SPPK) memiliki ciri-ciri:

a.Melaksanakan sekuriti relatif intensif

b.Modal relatif tinggi

c.Manajemen sekuriti relatif moderat sampai tinggi

d.Produknya merupakan pangan dengan input tergantung pada

Sistem Industri Peternakan Terintegrasi atau impor

Usaha komersial dalam bidang peternakan dapat bermacam

macam, misalnya:

a.Usaha pembibitan

b.Usaha makanan ternak

c.Usaha penggemukan (feed lot)

Page 16: Ptp Kelinci

Usaha peternakan komersial umumnya dilakukan oleh peternak

yang memiliki modal besar serta menerapkan teknologi modern.

Disamping itu usaha peternakan komersial telah melakukan pemeliharaan

dalam ruangan tertutup dan menerapkan biosekuriti secara moderat.

Seperti usaha lainnya, usaha peternakan dapat juga dikelola secara

industri. Beberapa jenis ternak yang sudah dikelola secara industi antara

lain ayam ras, sapi potong, dan sapi perah. Usaha ternak secara industri

sudah berbadan hukum. Usaha peternakan skala besar seyogyanya

berbadan hukum karena melibatkan banyak pihak yang terdiri dari pemilik

modal dan pekerja. Beberapa bentuk badan hukum yang dapat dipilih

antara lain yayasan, koperasi, CV, atau perseroan terbatas. Tingkat

pendapatan yang diperoleh dari usaha ini mencapai 100%. Contoh usaha

yang dikelola secara industry adalah adalah peternakan sapi perah.

Namun demikian, usaha ini dikelola oleh peternak di bawah gabungan

Koperasi Susu Indonesia

2.4 Kendala Pengembangan Kelinci di Indonesia

Peternakan kelinci yang ada di Indonesia belum sepenuhnya

berjalan sebagaimana program pemerintah dalam meningkatkan

swasembada daging, hal ini disebabkan oleh beberapa kendala antara

lain (Sastrodihardjo et al. 1992):

1. Daging kelinci belum memasyarakat

2. Belum adanya pusat pembibitan kelinci untuk bibit pedaging

maupun hias.

3. Sifat pemeliharaan masih bersifat individual dengan modal kecil

sehingga sulit berkembang.

Page 17: Ptp Kelinci

4. kurang gencarnya promosi tentang perlunya masyarakat

mengkonsumsi daging kelinci.

Kendala non teknis diduga lebih kuat pada pengembangan kelinci

sebagaimana diutarakan oleh Sartika et al. (1998) yang mengatakan

ditinjau dari segi preferensi sebetulnya daging kelinci tidak mengalami

kendala yang serius, namun kendala mengkonsumsi daging kelinci diduga

dari segi psikologis yang mengungkapkan adanya rasa sayang, atau

kasihan dalam pemotongannya maupun dalam hal memakannya.Kendala

secara teknis banyak ditemui tentang faktor kematian yang mencapai

lebih dari 20% pada tingkat umur potong.

Kendala utama lainnya yang dihadapi dalam pengembangan ternak

kelinci adalah:

a. Dari segi produksi kendala yang dihadapi adalah rendahnya

produktifitas dan mutu hasil terutama pada pemeliharaan skala kecil yang

diakibatkan kurangnya pengetahuan manajemen pemeliharaan.

b. Kelinci merupakan hewan kesayangan serta adanya anggapan bahwa

daging kelinci tidak halal untuk dimakan, sehingga sangat sulit untuk

memasyarakatkan daging kelinci sebagai sumber pangan alternatif.

c. Pengembangan agribisnis ternak kelinci

masih memerlukan promosi yang intensif dan kemampuan untuk

memasuki pasar atau menciptakan pasar .

Usaha pengembangan kelinci ini, diperlukan kepercayaan dari

pemerintah untuk mau mencoba mengembangkan kelinci kembali dengan

diadakannya kerjasama antara berbagai departemen dan pengusaha

Page 18: Ptp Kelinci

pengolah makanan dalam memasarkan produknya serta diperlukan usaha

promosi agar produk olahan kelinci dapat diterima di masyarakat.

Begitu pula masyarakat harus percaya diri bahwa dengan usaha

ternak kelinci mempunyai peluang bisnis yang menguntungkan dimasa

mendatang. Diperlukan modal yang tidak sedikit dalam pengembangan

usaha ternak kelinci ini, oleh karena itu diperlukan bantuan proyek dari

pemerintah ataupun kredit lunak yang tidak memberatkan.

Page 19: Ptp Kelinci

IV

KESIMPULAN

Dalam menghadapi era globalisasi, kelinci merupakan ternak yang

mempunyai kemampuan kompetitif untuk diusahakan secara

komersial terutama sebagai penghasil daging .

Indonesia mempunyai peluang untuk pengembangan usaha ternak

kelinci karena mempunyai potensi dalam penyediaan pakannya

yang tidak bersaing dengan kebutuhan manusia (banyaknya

hijauan dan limbah agroindustri pertanian), banyaknya tenaga kerja

produktif, tidak memerlukan lahan yang luas sehingga masih dapat

diusahakan di lahan-lahan yang terbatas

SARAN

Keberhasilan agribisnis peternakan akan sangat tergantung pada

komitmen, konsistensi, komunikasi, network dan partisipasi dari seluruh

stakeholders. Oleh karena itu dalam workshop nasional pengembangan

satwa harapan kelinci diharapkan dapat menjaring aspirasi dari

stakeholder pengembangan agribisnis peternakan yang mempunyai arti

yang sangat strategis dan sangat penting bagi pembangunan peternakan

di masa mendatang.

Page 20: Ptp Kelinci

DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J., dan Bade, D. H. 1998. Ilmu Peternakan Edisi ke Empat. Penerjemah: Srigandono, B. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 351-352.

CHEEKE, R. B., N. M. PATTON and G. S. TEMPLETON. 1982. Rabbit Production. Fifth Edition. The Interstate Printers and Publishers, Inc, Danville,Illinois.

CHEEKE, R.B., N.M. PATTON, S.D. LUKEFAHR and J.I. MCNITT. 1987. Rabbit production. Sixth Edition. The Interstate Printers and Publisher, Inc. Danville, Illinois.

CHEN, C. P., D. R. RAO., G. R. SUNKI and W. M. JOHNSON. 1987. Effect of weaning and slaughter ages upon rabbit meat production, body weight, feed efficiency and mortality. J. Anim. Sci. 46: 573 – 577.

CHURCH, D. C. 1979. Livestock Feed and Feeding. Durhan and Cowney,

Inc. Portlan. Oregon.

El-Raffa, A.M. 2004. Rabbit Production in Hot Climates. Poultry Production Dept., Fac. Of Agric., Alexandria Univ., Egypt.

ENSMINGER, M. E. and C. G. OLENTINE. 1978. Feed and Nutrition Complete. First Edition. The Ensminger Publishing Company. California, USA.

ENSMINGER, M.E., J.E. OLDFIELD and W.W. HEINEMANN. 1990. Feed and Nutrition. Second Edition. The Ensminger Publishing Company. California, USA.

FIELDING, D. 1992. Rabbits. Macmillan. University of Edinburgh. FIELDING, D. 1992. Rabbits. Macmillan. University of Edinburgh.

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

GASNIER, A. 1948. Some modalities of growth study on the rabbit. Anim. Breed. Abstr. 16: 144 –145.

Hammond, J. dan J. C. Browman. 1983. Farm Animal. 5th Ed. Butter and Tunner Ltd, London.

Page 21: Ptp Kelinci

LANG, J. 1981. The nutrition of the Commercial Rabbit. Nutrient abstract and Reviews. 51: 198-199. LASLEY, J. F. 1978. Genetic of Livestock Improvement. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Penerjemah Aminudin P. UI-Press, Jakarta.

LEBAS, F., P. COUDERT, R. ROUVIER and H. DE ROCHAMBEAU.

1986. The Rabbitt, Husbandry, Health and Production. Food and Agriculture Organization of The United Nation. Rome.

Parigi Bini R., and Xiccato G.. 1998. Energy Metabolism and Requirements. In. The Nutrition of the Rabbit. Ed. C. de Blas and J.Wiseman. CABI Publishing, New York. p.103-132

RAO, D. R., C. B. CAHWAN, C. P. GHEN and G. R. SUNKI. 1979. Nutritive value of Rabbit Meat. The Domestic Rabbit Potential, Problem and Current Research. Published by O.S.U. Rabbit Research Center, Carvallis Oregon.

Remois, G., Lafargue-Hauret, P., Rouillere, H., 1996. Effect of amylases supplementation in rabbit feed on growth performance. In: Proceedings of the Sixth World Rabbit Congress, Vol. 1, Toulouse, France, pp. 289–292.

Sanford, J.C. and F.G. Woodgate. 1980. The Domestic Rabbit. Thid edition. Granada. Lonon-Totonto-Sydney-New York.

SARTIKA, T. 1994. Inseminasi buatan (IB) pada kelinci ditinjau dari beberapa tingkat kelahiran (pat-it~').Pros. Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi II. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong-Bogor.

Smith, J.B., Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Tikus Laboratorium (Rattus norvegicus): 37-57. Penerbit Universitas Indonesia.

Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sudarmono dan Sugeng Bambang. 2008. Sapi Potong dan Pemeliharaan, Perbaikan Produksi, Prospek Bisnis, Analisis Penggemukan. Penebar Swadaya. Jakarta.