41
TINJAUAN UMUM Pusat Kesehatan Masyarakat Pusat Kesehatan Masyarakat adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Menteri Kesehatan RI, 2014). A. Tugas dan Fungsi Puskesmas Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas, Puskesmas menyelenggarakan fungsi penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya, dan penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya. (Menteri Kesehatan RI, 2014). B. Sumber Daya Puskesmas Puskesmas harus memiliki prasarana yang berfungsi paling sedikit terdiri atas : 1. Sistem penghawaan (ventilasi); 2. Sistem pencahayaan; 3. Sistem sanitasi; 4. Sistem kelistrikan; 5. Sistem komunikasi; 6. Sistem gas medik; 7. Sistem proteksi petir;

Pusat Kesehatan Masyarakat

  • Upload
    hasyim

  • View
    24

  • Download
    6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

puskesmas

Citation preview

Page 1: Pusat Kesehatan Masyarakat

TINJAUAN UMUM

Pusat Kesehatan Masyarakat

Pusat Kesehatan Masyarakat adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat

pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Menteri Kesehatan RI,

2014).

A. Tugas dan Fungsi Puskesmas

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan

pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan

sehat. Dalam melaksanakan tugas, Puskesmas menyelenggarakan fungsi penyelenggaraan UKM

tingkat pertama di wilayah kerjanya, dan penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah

kerjanya. (Menteri Kesehatan RI, 2014).

B. Sumber Daya Puskesmas

Puskesmas harus memiliki prasarana yang berfungsi paling sedikit terdiri atas :

1. Sistem penghawaan (ventilasi);

2. Sistem pencahayaan;

3. Sistem sanitasi;

4. Sistem kelistrikan;

5. Sistem komunikasi;

6. Sistem gas medik;

7. Sistem proteksi petir;

8. Sistem proteksi kebakaran;

9. Sistem pengendalian kebisingan;

10. Sistem transportasi vertikal untuk bangunan lebih dari 1 (satu) lantai;

11. Kendaraan puskesmas keliling; dan

12. Kendaraan ambulans.

Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non

kesehatan. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung berdasarkan

analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan,

jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja,

Page 2: Pusat Kesehatan Masyarakat

ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan

pembagian waktu kerja. Jenis Tenaga Kesehatan paling sedikit terdiri atas :

1. Dokter atau dokter layanan primer;

2. Dokter gigi;

3. Perawat;

4. Bidan;

5. Tenaga kesehatan masyarakat;

6. Tenaga kesehatan lingkungan;

7. Ahli teknologi laboratorium medik;

8. Tenaga gizi; dan

9. Tenaga kefarmasian.

Tenaga non kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi

keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas.

(Menteri Kesehatan RI, 2014)

C. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

Pelayanan kefarmasian di puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan

dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan kefarmasian di Puseksmas harus

mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan

berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan

strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayananan kesehatan

masyarakat. Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk

mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan

dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan

Kefarmasian mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada

produk (drug oriented) menjadi paradigma yang berorientasi pada pasien (patient oriented)

dengan filosofi pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care).

Ruang lingkup pelayanan kefarmasi di puskesmas meliputi 2 kegiatan, yaitu kegiatan

yang bersifat manajerial berupa pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai dan kegiatan

pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia dan

sarana dan prasarana. Kegiatan pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai merupakan

kegiatan pelayanan kefarmasian yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan,

penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan

Page 3: Pusat Kesehatan Masyarakat

evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan

obat dan bahan medis habis pakai yang efisien, efektif, dan rasional, meningkatkan

kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan

melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Pelayanan kefarmasian lainnya yang ada di

puskesmas adalah pelayanan farmasi klinik.

Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung

dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan obat dan bahan medis habis pakai

dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Tujuan dari pelayanan farmasi klinik anatara lain : menyediakan informasi mengenai obat

kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat; menyediakan

informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat (contoh: kebijakan

permintaan obat oleh jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat

penyimpanan yang memadai); menunjang penggunaan obat yang rasional. Pelayanan farmasi

klinik di puskesmas meliputi:

a. Pengkajian resep, penyerahan obat dan pemberian informasi obat

b. Pelayanan informasi obat (PIO)

c. Konseling

d. Ronde/visite pasien (khusus puskesmas rawat inap)

e. Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO)

f. Pemantauan terapi obat

g. Evaluasi penggunaan obat

D. Sumber Daya Kefarmasian

1. Sumber Daya Manusia

Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Puskesmas minimal harus dilaksanakan

oleh 1 orang tenaga Apotekr sebagai penanggung jawab yang dapat dibantu oleh Tenaga

Teknis Kefarmasian sesuai kebutuhan. Jumlah kebutuhan Apoteker di Puskesmas dihitung

berdasarkan rasio kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta

memperhatikan pengembangan Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker di

Puskesmas adalah 1 Apoteker untuk 50 pasien perhari.

Adapun kompetensi Apoteker adalah sebagai berikut:

1) Sebagai Penanggung Jawab

a. Mempunyai kemampuan untuk memimpin

Page 4: Pusat Kesehatan Masyarakat

b. Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola dan mengembangkan

Pelayanan Kefarmasian

c. Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri

d. Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain; dan

e. Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, mencegah, menganalisis dan

memecahkan masalah

2) Sebagai Tenaga Fungsional

a. Mampu memberikan pelayanan kefarmasian

b. Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian

c. Mampu mengelola manajemen praktis farmasi

d. Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian

e. Mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan; dan

f. Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan

Semua tenaga kefarmasian di Puskesmas harus selalu meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dan perilaku dalam rangka menjaga dan meningkatkan kompetensinya. Upaya

peningkatan kompetensi tenaga kefarmasian dapat dilakukan melalui pengembangan

profesional berkelanjutan. Semua tenaga kefarmasian di Puskesmas melaksanakan Pelayanan

Kefarmasian berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang dibuat secara tertulis,

disusun oleh Kepala Ruang Farmasi, dan ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. SPO tersebut

diletakkan di tempat yang mudah dilihat. Jenis SPO dibuat sesuai dengan kebutuhan

pelayanan yang dilakukan pada Puskesmas yang bersangkutan.

2. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan adalah salah suatu proses atau upaya peningkatan

pengetahuan dan keterampilan di bidang kefarmasian atau bidang yang berkaitan dengan

kefarmasian secara berkesinambungan untuk mengembangkan potensi dan produktivitas

tenaga kefarmasian secara optimal. Puskesmas dapat menjadi tempat pelaksanaan program

pendidikan, pelatihan serta penelitian dan pengembangan bagi calon tenaga kefarmasian dan

tenaga kefarmasian unit lain.

Tujuan Umum:

a. Tersedianya tenaga kefarmasian di Puskesmas yang mampu melaksanakan rencana

strategi Puskesmas.

b. Terfasilitasinya program pendidikan dan pelatihan bagi calon tenaga kefarmasian

dan tenaga kefarmasian unit lain.

Page 5: Pusat Kesehatan Masyarakat

c. Terfasilitasinya program penelitian dan pengembangan bagi calon tenaga

kefarmasian dan tenaga kefarmasian unit lain.

Tujuan Khusus:

a. Tersedianya tenaga kefarmasian yang mampu melakukan pengelolaan Obat dan

Bahan Medis Habis Pakai.

b. Tersedianya tenaga kefarmasian yang mampu melakukan Pelayanan Kefarmasian.

c. Terfasilitasinya studi banding, praktik dan magang bagi calon tenaga kefarmasian

internal maupun eksternal.

d. Tersedianya data Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan konseling tentang Obat dan

Bahan Medis Habis Pakai.

e. Tersedianya data penggunaan antibiotika dan injeksi.

f. Terwujudnya Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang optimal.

g. Tersedianya Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.

h. Terkembangnya kualitas dan jenis pelayanan ruang farmasi Puskesmas.

3. Pengembangan Tenaga Kefarmasian dan Program Pendidikan

Dalam rangka penyiapan dan pengembangan pengetahuan dan keterampilan tenaga

kefarmasian maka Puskesmas menyelenggarakan aktivitas sebagai berikut:

a. Setiap tenaga kefarmasian di Puskesmas mempunyai kesempatan yang sama untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.

b. Apoteker dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian harus memberikan masukan kepada

pimpinan dalam menyusun program pengembangan staf.

c. Staf baru mengikuti orientasi untuk mengetahui tugas, fungsi, wewenang dan

tanggung jawabnya.

d. Melakukan analisis kebutuhan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi

tenaga kefarmasian.

e. Tenaga kefarmasian difasilitasi untuk mengikuti program yang diadakan oleh

organisasi profesi dan institusi pengembangan pendidikan berkelanjutan terkait.

f. Memberikan kesempatan bagi institusi lain untuk melakukan praktik, magang, dan

penelitian tentang pelayanan kefarmasian di Puskesmas.

Pimpinan dan tenaga kefarmasian di ruang farmasi Puskesmas berupaya berkomunikasi

efektif dengan semua pihak dalam rangka optimalisasi dan pengembangan fungsi ruang

farmasi Puskesmas.

Page 6: Pusat Kesehatan Masyarakat

4. Sarana dan Prasarana

Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di Puskesmas

meliputi sarana yang memiliki fungsi:

1) Ruang penerimaan resep

Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep. 1 (satu) set meja dan

kursi, serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. Ruang penerimaan resep

ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.

2) Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)

Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas

meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan disediakan

peralatan peracikan, timbangan obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok

obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan

resep, etiket dan label obat, buku catatan pelayanan resep, buku-buku referensi/standar

sesuai kebutuhan, serta alat tulis secukupnya. Ruang ini diatur agar mendapatkan

cahaya dan sirkulasi udara yang cukup. Jika memungkinkan disediakan pendingin

ruangan (air conditioner) sesuai kebutuhan.

3) Ruang penyerahan obat

Ruang penyerahan obat meliputi konter penyerahan obat, buku pencatatan

penyerahan dan pengeluaran obat. Ruang penyerahan obat dapat digabungkan dengan

ruang penerimaan resep.

4) Ruang konseling

Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-

buku referensi sesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan

konseling, formulir jadwal konsumsi obat (lampiran), formulir catatan pengobatan

pasien (lampiran), dan lemari arsip (filling cabinet), serta 1 set komputer, jika

memungkinkan.

5) Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,

kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas.

Selain itu juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang penyimpanan

yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari obat, pallet, pendingin ruangan (AC),

lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari

penyimpanan obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.

6) Ruang arsip

Page 7: Pusat Kesehatan Masyarakat

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dngan

pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan Kefarmasian dalam

jangka waktu tertentu. Ruang arsip memerlukan ruangan khusus yang memadai dan

aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka menjamin

penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan dan teknik manajemen yang baik.

Istilah “ruang” disini tidak harus diartikan sebagai wujud “ruangan” secara fisik,

namun lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila memungkinkan, setiap fungsi tersebut

disediakan ruang secara tersendiri. Jika tidak, maka dapat digabungkan lebih dari 1

fungsi, namun harus terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi.

Page 8: Pusat Kesehatan Masyarakat

TINJAUAN KHUSUS

A. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)

LPLPO adalah formulir terpadu yang digunakan dalam sistem informasi obat di tingkat

kabupaten/kota, puskesmas, dan puskesmas pembantu. LPLPO digunakan sebagai laporan

pemakaian obat bulanan oleh penanggungjawab obat Puskesmas sekaligus sebagai lembar

permintaan obat untuk bulan berikutnya. Formulir LPLPO digunakan sebagai dokumen bukti

mutasi obat. LPLPO tersebut digunakan sebagai bukti pengeluaran obat di Unit Pengelola

Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, bukti penerimaan obat di Puskesmas, bukti

penggunaan obat di Puskesmas.

Untuk membuat LPLPO, setiap hari petugas farmasi menyalin catatan resep yang

dilayani ke dalam catatan pemakaian obat. Setiap akhir bulan petugas menghitung dan

mencocokkan laporan tersebut dengan stok yang ada. Catatan tersebut disalin ke dalam

LPLPO dalam format Microsoft Excel setiap bulannya. Puskesmas kecamatan

mengumpulkan LPLPO puskesmas kelurahan dan mengirimkannya ke Suku Dinas Kesehatan

Kota Administrasi. LPLPO dari masing-masing Suku Dinas Kesehatan dikirim kepada Dinas

Kesehatan Provinsi DKI Jakarta setiap tiga bulan untuk dilaporkan ke Kementrian Kesehatan

RI per enam bulan.

Informasi yang dapat diperoleh dari LPLPO adalah jenis dan jumlah sisa stok atau stok

awal obat, jenis dan jumlah erseiaan obat, perbandingan antara jumlah persediaan dengan

jumlah pemakaian obat per bulan, perbandingan antara pemakaian obat dengan resep, dan

perbandingan antara jumlah persediaan dengan jumlah pemakaian obat per bulan. Data dan

informasi yang diperoleh dari LPLPO ini sangat dibutuhkan untuk perencanaan kebutuhan

obat, pendistribusian obat, serta kegiatan pengendalian obat, khususnya di Puskesmas.

B. Penggunaan Obat Rasional (POR)

WHO memperkirakan bahwa lebih dari separuh dari seluruh obat di dunia diresepkan,

diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari pasien menggunakan obat

secara tidak tepat. Penggunaan obat rasional ditujukan untuk menjamin pasien mendapatkan

pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dengan

harga yang terjangkau.

Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:

1. Tepat Diagnosis

Page 9: Pusat Kesehatan Masyarakat

Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika

diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada

diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan

indikasi yang seharusnya.

2. Tepat Indikasi Penyakit

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya diindikasikan

untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien

yang member gejala adanya infeksi bakteri.

3. Tepat Pemilihan Obat

Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan

benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan

spektrum penyakit.

Contoh: Gejala demam terjadi pada hampir semua kasus infeksi dan inflamasi. Untuk

sebagian besar demam, pemberian parasetamol lebih dianjurkan, karena disamping efek

antipiretiknya, obat ini relatif paling aman dibandingkan dengan antipiretik yang lain.

Pemberian antiinfl amasi non steroid (misalnya ibuprofen) hanya dianjurkan untuk demam

yang terjadi akibat proses peradangan atau inflamasi.

4. Tepat Dosis

Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat.

Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang

sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil

tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.

5. Tepat Cara Pemberian

Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak

boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak dapat

diabsorpsi dan menurunkan efektivtasnya.

6. Tepat Interval Waktu Pemberian

Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar mudah

ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari),

semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus

diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.

7. Tepat lama pemberian

Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masingmasing. Untuk

Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian

Page 10: Pusat Kesehatan Masyarakat

kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-14 hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau

terlalu lama dari yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan.

8. Waspada terhadap efek samping

Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang

timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu muka merah setelah pemberian

atropin bukan alergi, tetapi efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah.

Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12 tahun, karena

menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang tumbuh.

9. Tepat penilaian kondisi pasien

Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas terlihat pada

beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida. Pada penderita dengan kelainan

ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan, karena resiko terjadinya

nefrotoksisitas pada kelompok ini meningkat secara bermakna.

10. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta

tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau

Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat-obat dalam daftar obat

esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan mempertimbangkan

efektivitas, keamanan dan harganya oleh para pakar di bidang pengobatan dan klinis. Untuk

jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen yang menerapkan CPOB (Cara

Pembuatan Obat yang Baik) dan dibeli melalui jalur resmi. Semua produsen obat di Indonesia

harus dan telah menerapkan CPOB.

11. Tepat informasi

Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam

menunjang keberhasilan terapi

12. Tepat tindak lanjut (follow-up)

Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya tindak

lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping.

2. Tepat penyerahan obat (dispensing)

Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan pasien

sendiri sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di

Puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang dituliskan peresep pada lembar

resep untuk kemudian diberikan kepada pasien. Proses penyiapan dan penyerahan harus

dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan obat sebagaimana harusnya. Dalam

menyerahkan obat juga petugas harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien.

Page 11: Pusat Kesehatan Masyarakat

3. Pasien patuh

Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan, ketidaktaatan minum obat

umumnya terjadi pada keadaan berikut:

a. Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak

b. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering

c. Jenis sediaan obat terlalu beragam

d. Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi

e. Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang cukup mengenai cara

minum/menggunakan obat

f. Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung), atau efek ikutan

(urine menjadi merah karena minum rifampisin) tanpa diberikan penjelasan terlebih

dahulu.

(Kemenkes RI, 2011)

C. Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai merupakan salah satu kegiatan

pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan,

penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan

evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan

Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan

kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan

melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.

Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk

menjamin terlaksananya pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang baik. Kegiatan

pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:

1. Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

untuk menentukan jenis dan jumlah Obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas.

Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:

a. Perkiraan jenis dan jumlah Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang mendekati

kebutuhan,

b. Meningkatkan penggunaan Obat secara rasional, dan

c. Meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.

Page 12: Pusat Kesehatan Masyarakat

Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas setiap

periode dilaksanakan oleh Ruang Farmasi di Puskesmas. Proses seleksi Obat dan Bahan

Medis Habis Pakai dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Obat

periode sebelumnya, data mutasi Obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi Obat dan

Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)

dan Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di

Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang

berkaitan dengan pengobatan.

Proses perencanaan kebutuhan Obat per tahun dilakukan secara berjenjang (bottom-up).

Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian Obat dengan menggunakan Laporan

Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Selanjutnya Instalasi Farmasi

Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan Obat Puskesmas

di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan

waktu kekosongan Obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih.

2. Permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Tujuan permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah memenuhi kebutuhan

Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan

yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.

3. Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan dalam menerima

Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai dengan

permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar Obat yang diterima sesuai dengan

kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas. Semua petugas yang

terlibat dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas ketertiban penyimpanan,

pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai berikut

kelengkapan catatan yang menyertainya.

Petugas penerimaan wajib melakukan pengecekan terhadap Obat dan Bahan Medis

Habis Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah Obat, bentuk

Obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO), ditandatangani oleh petugas penerima, dan

diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka petugas penerima dapat

Page 13: Pusat Kesehatan Masyarakat

mengajukan keberatan. Masa kedaluwarsa minimal dari Obat yang diterima disesuaikan

dengan periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu bulan.

4. Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu kegiatan

pengaturan terhadap Obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan

fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

Tujuannya adalah agar mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat dipertahankan sesuai

dengan persyaratan yang ditetapkan.

Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan mempertimbangkan hal-hal

sebagai berikut:

a. Bentuk dan jenis sediaan;

b. Stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban);

c. Mudah atau tidaknya meledak/terbakar; dan

d. Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.

5. Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan kegiatan pengeluaran

dan penyerahan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan teratur untuk

memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah

untuk memenuhi kebutuhan Obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja

Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.

Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:

a. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;

b. Puskesmas Pembantu;

c. Puskesmas Keliling;

d. Posyandu; dan

e. Polindes.

Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain) dilakukan dengan

cara pemberian Obat sesuai resep yang diterima (floor stock), pemberian Obat per sekali

minum (dispensing dosis unit) atau kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan

Puskesmas dilakukan dengan cara penyerahan Obat sesuai dengan kebutuhan (floor stock).

Page 14: Pusat Kesehatan Masyarakat

6. Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan untuk

memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang

telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan Obat di unit

pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan

Obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Pengendalian Obat terdiri dari:

a. Pengendalian persediaan;

b. Pengendalian penggunaan; dan

c. Penanganan Obat hilang, rusak, dan kadaluwarsa.

7. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan

Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka

penatalaksanaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara tertib, baik Obat dan Bahan

Medis Habis Pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di Puskesmas

atau unit pelayanan lainnya. Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan adalah:

a. Bukti bahwa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai telah dilakukan

b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian, dan

c. Sumber data untuk pembuatan laporan.

8. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan

secara periodik dengan tujuan untuk:

a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Obat dan

Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan

pelayanan;

b. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai;

dan

c. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.

D. Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung

dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:

Page 15: Pusat Kesehatan Masyarakat

a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di

Puskesmas.

b. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas, keamanan

dan efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.

c. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien yang

terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.

d. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan

penggunaan Obat secara rasional.

Pelayanan farmasi klinik meliputi:

1. Pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat

Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan

farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.

Persyaratan administrasi meliputi:

a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.

b. Nama, dan paraf dokter.

c. Tanggal resep.

d. Ruangan/unit asal resep.

Persyaratan farmasetik meliputi:

a. Bentuk dan kekuatan sediaan.

b. Dosis dan jumlah Obat.

c. Stabilitas dan ketersediaan.

d. Aturan dan cara penggunaan.

e. Inkompatibilitas (ketidakcampuran Obat).

Persyaratan klinis meliputi:

a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat.

b. Duplikasi pengobatan.

c. Alergi, interaksi dan efek samping Obat.

d. Kontra indikasi.

e. Efek adiktif.

Kegiatan Penyerahan (Dispensing) dan Pemberian Informasi Obat merupakan kegiatan

pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan/meracik Obat, memberikan label/etiket,

menyerahan sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai pendokumentasian.

Tujuan:

a. Pasien memperoleh Obat sesuai dengan kebutuhan klinis/pengobatan.

Page 16: Pusat Kesehatan Masyarakat

b. Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi pengobatan.

2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan

informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan

lainnya dan pasien.

Tujuan:

a. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan

Puskesmas, pasien dan masyarakat.

b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan Obat

(contoh: kebijakan permintaan Obat oleh jaringan dengan mempertimbangkan

stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang memadai).

c. Menunjang penggunaan Obat yang rasional.

Kegiatan:

a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif dan

pasif.

b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat

atau tatap muka.

c. Membuat buletin, leaflet, label Obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.

d. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta

masyarakat.

e. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga

kesehatan lainnya terkait dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.

f. Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan kegiatan Pelayanan Kefarmasian.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:

a. Sumber informasi Obat.

b. Tempat.

c. Tenaga

d. Perlengkapan.

3. Konseling

Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang

berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien.

Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai Obat

Page 17: Pusat Kesehatan Masyarakat

kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan

lama penggunaan Obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan

penggunaan Obat.

Kegiatan:

a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.

b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan oleh dokter kepada

pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open- ended question), misalnya apa

yang dikatakan dokter mengenai Obat, bagaimana cara pemakaian, apa efek yang

diharapkan dari Obat tersebut, dan lain-lain.

c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan Obat

d. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan

menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan Obat untuk

mengoptimalkan tujuan terapi.

Faktor yang perlu diperhatikan:

a. Kriteria pasien:

1. Pasien rujukan dokter.

2. Pasien dengan penyakit kronis.

3. Pasien dengan Obat yang berindeks terapetik sempit dan poli farmasi.

4. Pasien geriatrik.

5. Pasien pediatrik.

6. Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.

b. Sarana dan prasarana:

1. Ruangan Khusus

2. Kartu Pasien/Catatan Konseling.

Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan mendapat risiko

masalah terkait Obat misalnya komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik Obat,

kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan Obat, kebingungan atau kurangnya

pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan Obat dan/atau alat kesehatan

perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) yang bertujuan

tercapainya keberhasilan terapi Obat.

4. Ronde/Visite Pasien

Page 18: Pusat Kesehatan Masyarakat

Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara mandiri

atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-

lain. Tujuan:

a. Memeriksa Obat pasien.

b. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan Obat dengan

mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.

c. Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan Obat.

d. Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam terapi

pasien.

Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan, pembuatan dokumentasi dan

rekomendasi. Kegiatan visite mandiri:

a. Untuk Pasien Baru

1. Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan.

2. Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi dan jadwal pemberian

Obat.

3. Menanyakan Obat yang sedang digunakan atau dibawa dari rumah, mencatat

jenisnya dan melihat instruksi dokter pada catatan pengobatan pasien.

4. Mengkaji terapi Obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah terkait Obat

yang mungkin terjadi.

b. Untuk pasien lama dengan instruksi baru

1. Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan Obat baru.

2. Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah pemberian Obat.

c. Untuk semua pasien

1. Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien.

2. Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam satu

buku yang akan digunakan dalam setiap kunjungan.

Kegiatan visite bersama tim:

a. Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa catatan pegobatan pasien

dan menyiapkan pustaka penunjang.

b. Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien dan/atau keluarga

pasien terutama tentang Obat.

c. Menjawab pertanyaan dokter tentang Obat.

d. Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan, seperti Obat yang

dihentikan, Obat baru, perubahan dosis dan lainlain.

Page 19: Pusat Kesehatan Masyarakat

Hal-hal yang perlu diperhatikan:

a. Memahami cara berkomunikasi yang efektif.

b. Memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pasien dan tim.

c. Memahami teknik edukasi.

d. Mencatat perkembangan pasien.

Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan terputusnya

kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan Obat. Untuk itu, perlu juga dilakukan

pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) agar terwujud komitmen,

keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan Obat sehingga tercapai keberhasilan

terapi Obat.

5. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau

tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan

profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

Tujuan:

a. Menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal

dan frekuensinya jarang.

b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat yang sudah sangat dikenal

atau yang baru saja ditemukan.

Kegiatan:

a. Menganalisis laporan efek samping Obat.

b. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek

samping Obat.

c. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

d. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.

Faktor yang perlu diperhatikan:

a. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.

b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat

yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

Tujuan:

Page 20: Pusat Kesehatan Masyarakat

a. Mendeteksi masalah yang terkait dengan Obat.

b. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan Obat.

Kriteria pasien:

a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.

c. Adanya multidiagnosis.

d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.

f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.

Kegiatan:

a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.

b. Membuat catatan awal.

c. Memperkenalkan diri pada pasien.

d. Memberikan penjelasan pada pasien.

e. Mengambil data yang dibutuhkan.

f. Melakukan evaluasi.

g. Memberikan rekomendasi.

7. Evaluasi Penggunaan Obat

Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan Obat secara terstruktur dan

berkesinambungan untuk menjamin Obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan

terjangkau (rasional).

Tujuan:

a. Mendapatkan gambaran pola penggunaan Obat pada kasus tertentu.

b. Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan Obat tertentu.

Page 21: Pusat Kesehatan Masyarakat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Kefarmasian

Pelayanan kesehatan yang optimal harus diikuti dengan pengelolaan obat yang optimal

yaitu menjaga ketersediaan obat pada semua unit pelayanan yang ada di wilayahnya. Dalam

melaksanakan pengelolaan obat di Puskesmas dilaksanakan oleh unit pengelola obat yang

memiliki Tugas Pokok dan Fungsi bagian kefarmasian yaitu:

a. Petugas merencanakan pemesanan dan pengadaan obat untuk menjamin ketersediaan

obat di Puskesmas baik Puskesmas Kecamatan maupun Puskesmas Kelurahan

b. Petugas menerima obat yang dipesan sesuai dengan slip pemesanan

c. Petugas menyimpan obat sesuai dengan bentuk sediaan, kemudian abjad nama obat dan

sesuai dengan farmakologi obat dengan memperhatikan waktu kadaluarsa

d. Petugas mencatat setiap jenis obat dalam kartu stok obat

e. Petugas mendistribusikan obat ke Puskemas kelurahan dan unit pelayanan di Puskesmas

Kecamatan

f. Petugas membuat laporan seperti Laporan Penerimaan dan Lembar Permintaan Obat

(LPLPO), Laporan Penggunaan Obat Rassional (POR), Laporan penggunaan narkotika

dan psikotropika setiap akhir bulan

g. Petugas memberikan pelayanan kefarmasian seperti Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan

Konseling

Pengelolaan Obat di Puskesmas

Alur pengelolaan obat di Puskesmas yaitu Cakung, Ciracas, Cipayung dan Kramat jati

dimulai dari tahap perencanaan dan permintaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,

pendistribusian, pencatatan serta pelaporan.

- Perencanaan

Proses perencanaan dan pengadaan obat pada keempat Puskesmas dilakukan setiap

satu tahun sekali. Perencanaan dan pengadaan obat dilakukan dengan berdasarkan metode

konsumsi yaitu dengan melihat pemakaian atau konsumsi obat dan di puskesmas Ciracas juga

berdasarkan epidemiologi penyakit. Pemakaian obat pada tahun sebelumnya diperoleh

berdasarkan data pemakaian obat di Puskesmas Kecamatan dan kelurahan masing-masing

puskesmas yang terdapat pada LPLPO ditambah dengan sisa stok dan lead time untuk

mencegah kekosongan obat. Apotek di Puskesmas Kecamatan dan setiap Puskesmas

Kelurahan mencatat obat yang dibutuhkan dan obat-obat tersebut kemudian dikumpulkan

Page 22: Pusat Kesehatan Masyarakat

dalam rencana kebutuhan obat (RKO) beserta spesifikasinya seperti nama obat, satuan,

jumlah kebutuhan, dan harga yang akan diserahkan oleh asisten apoteker penanggung jawab

gudang obat ke bagian tim perencanaan. Tim perencanaan akan mendata dan menyesuaikan

daftar obat yang ada dengan sistem e-budgetting. Setelah itu dari tim perencanaan,

menyerahkan data permintaan obat tersebut kepada bagian pengadaan barang yang

selanjutnya akan di serahkan kepada tim pengadaan.

- Pengadaan

Pengadaan obat dilakukan ketika telah menerima data kebutuhan barang yang

diserahkan oleh bagian pengadaan barang. Tim pengadaan akan mengelompokkan obat yang

sudah termasuk dalam daftar E-budgeting untuk didata obat tersebut termasuk ke dalam

daftar obat yang ada dalam E-Catalogue atau tidak. Jika obat tersebut tidak termasuk dalam

daftar obat yang ada dalam E-Catalogue maka pengadaan dilakukan dengan sistem lelang.

Lelang ini dapat dilakukan sendiri oleh puskesmas atau melalui Unit Layanan Pengadaan

(ULP) jika pembelian bernilai >200 juta. Tim pengadaan kemudian melakukan pemesanan

sesuai dengan RKO beserta spesifikasinya.

Pengadaan di keempat Puskesmas Kecamatan untuk barang/obat yang tertera dalam

daftar obat yang ada dalam E-catalogue disubsidi pemerintah bersumber dari dana Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sedangkan untuk obat yang tidak termasuk obat

program (asam mefenamat, ambroxol, domperidon dll) dan alat kesehatan habis pakai

sebelum memasuki periode pengadaan berikutnya, pengadaan dilakukan dengan pembelian

langsung oleh pihak Puskesmas dengan menggunakan dana BLUD (Badan Layanan Umum

Daerah).

- Penerimaan

Pada saat obat datang, obat diterima dan dilakukan pengecekan oleh tenaga

kefarmasian bagian gudang obat. Pengecekan dilakukan dengan menyesuaikan barang yang

datang dengan barang yang telah dipesan dengan melihat faktur pemesanan obat untuk obat

yang tidak masuk dalam E-catalogue yang meliputi tanggal terima, distributor, nama obat,

satuan, jumlah obat, kekuatan/dosis obat, tanggal kadaluarsa dan nomor batch serta dilihat

juga mutu/kualitas obat yang datang. Jika obat yang datang tidak sesuai dengan spesifikasi

yang diminta tersebut maka dapat dilakukan retur. Obat yang telah sesuai selanjutnya

dilakukan penyimpanan di gudang induk oleh asisten apoteker penanggung jawab gudang

obat.

- Penyimpanan

Page 23: Pusat Kesehatan Masyarakat

Penyimpanan obat yang telah diterima ditempatkan di gudang induk. Gudang induk

obat merupakan tempat penyimpanan obat untuk keperluan puskesmas kecamatan dan

puskesmas kelurahan masing-masing. Setiap ada penambahan obat maka asisten apoteker

penanggung jawab gudang akan mencatat pada buku penerimaan obat dan kartu stock

gudang. Fasilitas yang ada pada gudang induk obat masing- masing kecamatan adalah

pendingin ruangan/AC, termometer suhu ruang, pallet dan lemari serta ruangannyadikelilingi

oleh teralis. Untuk obat narkotik dan psikotropika obat disimpan dalam lemari terpisah.

Penyimpanan dilakukan sebelum obat didistribusikan.

Penyusunan obat di gudang induk obat dan gudang apotik berdasarkan bentuk sediaan,

alfabetis, sistem FIFO dan FEFO (First In First Out dan First Expired First Out) dan

dilengkapi dengan kartu stok obat. Obat-obatan yang tidak tahan panas atau harus di simpan

pada suhu dingin diletakkan di dalam kulkas seperti obat-obat injeksi, obat suppositoria, dan

lain-lain. Obat-obatan yang terdapat di Apotek merupakan obat dalam kemasan lepas dan

sering digunakan, biasanya obat disiapkan dengan dimasukkan ke dalam plastik obat dalam

jumlah untuk 3 hari. Namun untuk antibiotik biasanya untuk 5 hari. Hal ini dilakukan untuk

mempercepat penyerahan obat kepada pasien.

Setiap awal tahun petugas akan melakukan pelabelan tanggal kadaluarsa obat sebagai

salah satu kegiatan pemeliharaan mutu dan pelayanan obat. Parameter pelabelan di

puskesmas masing- masing kecamatan adalah warna merah jika obat akan kadaluarsa dalam

jangka waktu setahun (tahun 2015), warna kuning jika obat akan kadaluarsa dalam jangka

waktu 1 tahun (tahun 2016), dan warna hijau jika obat akan kadaluarsa lebih dari 2 tahun (>

tahun 2017). Petugas akan melakukan pengecekan/pemantauan untuk obat-obat yang akan

kadaluarsa setiap bulannya saat stok opname. Jika ada obat-obatan yang kadaluarsa akan di

simpan terpisah dari obat lain dan akan dilakukan pemusnahan. Pemusnahan dilakukan

dengan cara mengumpulkan obat yang akan dimusnahkan kemudian diserahkan kebagian

Kesehatan Lingkungan dan dibuat berita acara pemusnahan yang berisi nama obat dan

jumlahnya. Untuk obat-obatan narkotik dan psikotropik pemusnahan dilakukan dengan

dilarutkan dalam air yang dilakukan oleh apoteker penanggung jawab apotek dengan

berkoordinasi dengan Sudin Jakarta Timur dan Balai Besar POM.

- Distribusi

Distribusi obat di masing-masing Puskesmas Kecamatan dilakukan ke beberapa

tempat yaitu gudang apotik yang selanjutnya akan didistribusikan ke sub unit di Puskesmas

seperti bagian Poli Umum, Poli Gigi, KIA, Poli TB, Poli, IMS, MTBS, Poli Haji dan Poli

Gizi. Selain didistribusikan ke gudang apotik, obat juga diditribusikan ke IGD.

Page 24: Pusat Kesehatan Masyarakat

Pendistribusian dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali ke masing-masing puskesmas kelurahan

tetapi untuk puskesmas Kecamatan Cipayung pendistirbusian dilakukan setiap bulan.

Puskesmas kelurahan akan mengirimkan bon permintaan obat yang meliputi nama, jumlah,

dan bentuk sediaan obat yang dibutuhkan kepada asisten apoteker penanggung jawab gudang

Puskesmas Kecamatan. Bon permintaan obat ini ditanda tangani oleh petugas gudang

puskesmas kelurahan dan kepala puskesmas kelurahan.

- Pencatatan dan Pelaporan

Tahapan terakhir dalam pengelolaan obat di keempat Puskesmas Kecamatan adalah

kegiatan pencatatan dan pelaporan. Dokumentasi yang dilakukan dalam pengelolaan obat

antara lain pencatatan obat masuk dan keluar, penyimpanan faktur, dan pelaporan kepada

instansi pemerintahan. Faktur disimpan sesuai dengan kedatangan obat. Pencatatan untuk

gudang penyimpanan kecamatan dilakukaan saat obat datang pada buku penerimaan obat

dan kartu stok obat yang ada pada gudang induk obat. Pencatatan dilakukan untuk

mengetahui jumlah sisa stok obat yang ada di gudang induk obat. Untuk narkotika dan

psikotropika, setiap obat yang keluar dicatatan pada buku penggunaan obat. Buku tersebut

dipisahkan per items obat. Setiap obat yang keluar dilakukan pencatatan tanggal obat keluar,

nama pasien yang menggunakan, jumlah obat yang diberikan, dan alamat pasien.

Kegiatan pelaporan yang dilakukan oleh masing- masing Puskesmas Kecamatan antara

lain laporan permintaan dan laporan pemakain obat (LPLPO) yang dilakukan setiap bulan

paling lambat tanggal 10 tiap bulannya dalam bentuk softcopy yan dikirimka via email dan

hard copy, 1 rangkap ke Suku Dinas Kesehatan Provinsi Kota Administrasi Jakarta Timur

dan 1 rangkap untuk arsip, laporan penggunaaan narkotika dan psikotropika dilaporkan

bersamaan dengan LPLPO tiap bulan dan yang menggunakan Sistem Pelaporan Narkotika

dan Psikotropika (SIPNAP) secara online ke http://sipnap.binfar.depkes.go.id. Laporan

pemusnahan obat keras dan narkotika dan psikotropika dan laporan Penggunaan Obat

Rasional (POR).

Kegiatan Pelayanan Kefarmasian di masing-masing Apotek Puskesmas Kecamatan

Kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek puskesmas kecamatan meliputi kegiatan

pengkajian resep (administratif, farmasetis dan farmakologi), penerimaan resep dan

pemberian informasi obat. Sedangkan untuk Pelayanan Informasi Obat (PIO) telah berjalan

baik di puskesmas Ciracas tetapi untuk Kecamatan Cakung, Cipayung dan Kramat jati masih

belum, Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO), Pemantauan Terapi Obat

Page 25: Pusat Kesehatan Masyarakat

(PTO) dan evaluasi penggunaan obat belum dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan apoteker

dan tenaga kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Cakung, Cipayung dan Kramat Jati belum

terdapat pembagian tugas secara jelas. Proses pelayanan apotek di masing-masing Puskesmas

Kecamatan diawali dengan menyetok obat yang untuk persediaan obat di Apotek yang akan

diberikan kepada pasien. Penyetokan obat ini dilakukan dengan cara mengambil obat dari

gudang induk untuk persediaan di Apotek. Pengambilan jumlah obat didasarkan pada stok

barang yang habis di Apotek yang dicatat setiap hari pada buku pengambilan barang.

Proses pelayanan secara umum di masing-masing apotek puskesmas diawali dengan

pasien yang datang mengambil nomor antrian dan mengisi formulir pendaftaran jika belum

pernah mendaftar sebelumnya dengan biaya pendaftaran sebesar Rp. 2.000,- kemudian

petugas loket pendaftaran akan memanggil nomor antrian dan pasien akan diberi kertas

pandaftaran dan nomor antrian untuk pelayanan ke dokter. Kenudian pasien akan

dipersilahkan untuk menunggu antrian pemeriksaan oleh dokter. Setelah pemeriksaan oleh

dokter selesai, pasien yang tidak dirujuk untuk cek laboratorium dan tidak dirujuk ke Rumah

Sakit untuk kasus yang tidak dapat ditangani di Puskesmas maka pasien langsung

mendapatkan resep obat dan dapat langsung menyerahkannya ke apotek.

Resep yang sampai di apotek dari berbagai poli diletakkan dikeranjang penyimpanan

resep dan pasien dipersilahkan untuk menunggu. Resep yang diterima kemudian dilayani oleh

apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian yang bertugas. Petugas akan memeriksa

kelengkapan resep dan melakukan skrinning resep meliputi skrining administrasi, farmasetik,

dan farmakologi. Jika terdapat keraguan dalam penulisan resep, ketidaksesuaian nama dan

usia pasien, ketidaksesuaian dosis obat dan sediaan obat maka petugas harus menanyakan dan

mengkonfirmasikan kepada dokter yang bertanggung jawab atas resep tersebut. Konfirmasi

dilakukan biasanya dengan menelepon dokter penulis resep, konfirmasi obat juga biasa

dilakukan apabila obat yang dituliskan oleh dokter tidak ada. Setelah itu, petugas akan

membuatkan etiket lalu menyiapkan obat atau melakukan peracikan obat sesuai dengan

permintaan dokter. Resep obat yang berbentuk racikan dokter, diperiksa komposisinya

dengan dilakukan perhitungan dosis sebelumnya.

Obat yang telah disiapkan dan etiket yang berisi informasi tentang aturan pakai masing-

masing obat dimasukkan ke dalam plastik pengemas obat. Setelah itu, pasien akan dipanggil

dan sebelum diserahkan, petugas akan memeriksa kembali kesesuaian obat yang telah

disiapkan dengan yang tertera di resep. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam

penyerahan obat. Setelah sesuai, obat diberikan kepada pasien disertai dengan pemberian

informasi obat meliputi nama obat, indikasi, aturan pemakaian, dan cara penggunaan obat.

Page 26: Pusat Kesehatan Masyarakat

Untuk pelayanan konseling belum dilakukan karena belum tersedianya ruangan yang

memadai untuk melakukan konseling obat di keempat puskesmas ini.

Resep-resep yang masuk akan dipisah berdasarkan pasien umum dan gratis. Hal ini

bertujuan untuk mengetahui jumlah kunjungan dan resep yang masuk. Untuk resep yang

mengandung obat narkotika dan psikotropika disimpan terpisah dari resep lainnya. Resep-

resep tersebut disimpan selama tiga tahun untuk kemudian akan dilakukan pemusnahan resep.

Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker penanggung jawab dan disaksikan oleh

perwakilan dari suku dinas kesehatan wilayah Jakarta timur dan petugas puskesmas. Tata

cara pemusnahan resep adalah dengan mengumpulkan resep selama tiap tahun sedangkan

resep obat narkotika dan psikotropika dipisahkan dengan resep biasa. Resep obat biasa

ditimbang sedangkan untuk resep obat narkotika dan psikotropika dihitung perlembarnya.

Resep yang telah ditimbang kemudian dibakar dan dibuat berita acara pemusnahan resep dan

dilaporkan ke suku dinas kesehatan wilayah jakarta timur dan Balai Besar POM.

Page 27: Pusat Kesehatan Masyarakat

Referensi :

1) Menteri Kesehatan RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia.

2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas.