Upload
vuongque
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat, hidayah, kekuatan dan kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan kajian ini dengan baik dan sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan.
Kebijakan impor Barang Modal Bukan Baru merupakan suatu
kebijakan yang diusulkan oleh Kementerian Perindustrian di tahun 2001
dalam rangka menghadapi tantangan global akibat tingginya harga Barang
Modal dalam kondisi baru. Hal tersebut sekaligus memfasilitas
kemampuan keuangan pelaku usaha yang memiliki dana terbatas namun
tetap berencana untuk melakukan ekspansi usaha.
Mencermati kondisi terkini dimana perekonomian nasional telah
cukup berkembang, trend meningkatnya ekonomi yang berwawasan
lingkungan serta melindungi keamanan konsumen, Kementerian
Perdagangan mencoba melakukan evaluasi atas kebijakan impor Barang
Modal Bukan Baru. Dengan adanya evaluasi kebijakan ini, diharapkan aka
nada peningkatan pelaksanaan kebijakan di lapangan yang sesuai dengan
kondisi kekinian.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran diharapkan dari semua pihak untuk tahap
pengembangan dan penyempurnaan kajian ini di masa akan datang.
Besar harapan penulis bahwa informasi sekecil apapun yang terdapat
dalam kajian ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan
bagi para pembaca.
Jakarta, Agustus 2014
Tim Analisis
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 3
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan Analisis 2
1.3. Ruang Lingkup Analisis 2
1.4. Metodologi Analisis 2
1.5. Sistematika Penulisan 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Definisi Barang Modal 4
2.2. Latar Belakang Kebijakan Impor Barang
Modal Bukan Baru
6
2.3. Kebijakan Impor Barang Modal Bukan Baru
di Negara Lain
8
BAB III GAMBARAN UMUM KINERJA PERDAGANGAN LUAR NEGERI DAN INDUSTRI MESIN DALAM NEGERI
10
3.1. Kinerja Ekspor, Impor, dan Neraca
Perdagangan Barang Modal (Produk
Mesin) Indonesia Baik Dalam Keadaan
Baru Maupun Bukan Baru
10
3.2. Kebutuhan Dan Produksi Mesin Dalam
Negeri Serta Kondisi Industri Dalam Negeri
Baik Sebagai Produsen Maupun Sebagai
Konsumen Barang Modal (Produk Mesin
14
BAB IV ANALISA EVALUASI KEBIJAKAN IMPOR BARANG MODAL BUKAN
34
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 4
4.1. Ketentuan Impor Barang Modal Bukan
Baru
18
4.2. Review Kebijakan Ketentuan Impor
Barang Modal Bukan Baru
25
4.3. Tanggapan dan Masukan Pemangku
Kepentingan Terkait
28
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi Kebijakan
35
35
36
DAFTAR PUSTAKA 38
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 5
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Dampak Lingkungan Penggunaan Barang Modal
Bukan Baru
10
Tabel 3.1 Neraca Perdagangan Indonesia
11
Tabel 3.2 Klasifikasi Barang Impor Berdasarkan BEC
14
Tabel 3.3 Pangsa Impor Barang Modal Bukan Baru
Berdasarkan atas Permendag Nomor 75/2013
15
Tabel 3.4 Laju Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas 17
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 6
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Struktur Impor Indonesia
12
Gambar 3.2 Struktur Impor Indonesia
13
Gambar 3.3 Struktur PDB menurut Lapangan Usaha,
Semester I 2014
16
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 7
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam rangka memperluas bidang usaha jasa rekondisi dan industri
pemakai langsung mesin dan peralatan mesin di dalam negeri,
penghematan devisa negara serta memberikan kesempatan kerja yang
lebih luas, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait Impor Mesin
dan Peralatan Mesin Bukan Baru dalam Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan (Kepmenperindag) Nomor 172/MPP/Kep/5/2001, yang
dalam perkembangannya mengalami perubahan menjadi
Kepmenperindag Nomor 756/MPP/Kep/12/2003 tentang Impor Barang
Modal Bukan Baru Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik
Indonesia. Keadaan ekonomi Indonesia yang secara keseluruhan belum
kondusif menyebabkan masih lemahnya kemampuan daya beli industri
pada beberapa sektor, khususnya dalam pengadaan mesin dan peralatan
mesin, sehingga dipandang perlu untuk melakukan upaya penyediaan
barang modal yang dapat dijangkau oleh industri dimaksud melalui
kelanjutan kebijakan impor mesin dan peralatan mesin bukan baru yang
diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 75/M-
DAG/PER/12/2013 tentang Ketentuan Impor Barang Modal Bukan Baru.
Kebijakan terkait impor barang modal bukan bukan baru sudah
berjalan sejak tahun 2001 dan terus diperpanjang sampai tahun 2013. Hal
tersebut menimbulkan ketergantungan industri dalam negeri untuk
memenuhi kebutuhan barang modal, terutama mesin dari barang impor
bukan baru. Selain itu, importasi barang modal bukan baru tersebut tidak
sejalan dengan misi pemerintah dalam melakukan pengembangan industri
dalam negeri dan substitusi barang modal dengan barang lokal. Oleh
sebab itu, kebijakan tersebut perlu dievaluasi agar pelaksanakan
kebijakan impor barang modal bukan baru sesuai dengan tujuan
pemerintah khususnya dalam meningkatkan daya saing industri dalam
negeri dan memperkuat
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 8
Dalam rangka upaya mendorong daya saing dan akses pengusaha
Indonesia dalam perdagangan bebas, maka Pusat Kebijakan
Perdagangan Luar Negeri melakukan kajian terkait “Evaluasi Kebijakan Ketentuan Impor Barang Modal Bukan Baru”. Selain sebagai upaya
pengendalian impor untuk memperbaiki neraca perdagangan, usulan
tersebut diharapkan juga dapat mengembangkan investasi, peningkatan
kapasitas, efisiensi dan produktivitas industri dalam negeri serta
menciptakan lapangan kerja dalam upaya penyediaan barang modal yang
dapat dijangkau oleh sektor industri dalam negeri.
1.2. Tujuan Analisis Adapun tujuan dari analisis ini adalah untuk:
a. Menganalisis peranan kebijakan Impor Barang Modal Bukan Baru
dalam mendukung kebijakan impor dan neraca perdagangan di
Indonesia.
b. Menganalisis efektivitas kebijakan Impoor Barang Modal Bukan Baru
dalam mendorong penguatan industri dalam negeri.
c. Merumuskan rekomendasi kebijakan Impor Barang Modal Bukan
Baru pada kebijakan impor.
1.3. Ruang Lingkup Analisis Analisis ini hanya dibatasi pada analisis kinerja perdagangan dan
analisis efektivitas penerapan kebijakan impor barang modal bukan baru
dalam kegiatan impor dan perannya terhadap neraca perdagangan.
1.4. Metodologi Analisis Pengumpulan data dan informasi dalam analisis ini dilakukan dengan
metode studi literatur dan in-depth interview terhadap pemangku
kepentingan terkait. Pendekatan data empiris selama 5 tahun terakhir
serta pendekatan hukum dan ekonomi digunakan untuk mengevaluasi
peran kebijakan impor barang modal bukan baru terhadap penguatan
industri dalam negeri dan perannya terhadap neraca perdagangan.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 9
1.5. Sistematika Penulisan Adapun laporan analisis ini terbagi menjadi beberapa bab, yakni:
Bab I Pendahuluan Pada bab ini, akan diuraikan mengenai latar belakang, tujuan
analisis, ruang lingkup analisis, metodologi analisis, dan
sistematika penulisan,
Bab II Tinjauan Pustaka Bab ini berisikan latar belakang dikeluarkannya Kebijakan Impor
Barang Modal Bukan Baru dan perkembangannya dari pertama
terbit sampai saat ini.
Bab III Gambaran Umum Kinerja Perdagangan Luar Negeri dan Industri Dalam Negeri Mesin Indonesia Bab ini berisikan tentang :
3.1. Kinerja ekspor, impor, dan neraca perdagangan barang modal
(produk mesin) Indonesia baik dalam keadaan baru maupun
bukan baru
3.2. Kebutuhan dan produksi mesin dalam negeri serta kondisi
industri dalam negeri baik sebagai produsen maupun sebagai
konsumen barang modal (produk mesin)
Bab IV Analisis Evaluasi Kebijakan Impor Barang Modal Bukan Baru Bab ini akan membahas analisis Evaluasi kebijakan impor barang
modal bukan baru
Bab V Penutup Bab ini memuat kesimpulan dan rekomendasi kajian
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Barang Modal
Dalam bidang ekonomi, "barang modal" merupakan suatu istilah
yang mengacu pada benda nyata yang dimiliki oleh individu, organisasi,
atau pemerintah untuk digunakan dalam produksi barang atau komoditas.
Barang modal termasuk pabrik, mesin, peralatan, perlengkapan, dan
berbagai bangunan yang digunakan untuk menghasilkan produk lain untuk
konsumsi. Istilah ini juga mengacu pada bahan yang digunakan atau
dikonsumsi untuk memproduksi barang dan jasa lainnya.
Barang modal pada umumnya adalah buatan manusia, dan tidak
termasuk sumber daya alam seperti tanah atau mineral, atau "modal
manusia" – keterampilan intelektual dan fisik dan tenaga kerja yang
disediakan oleh pekerja manusia. Dalam kebanyakan kasus, barang-
barang memerlukan investasi yang besar atas nama perusahaan
membuat produk, pembelian barang-barang ini biasanya dianggap
sebagai biaya modal. Barang modal penting bagi bisnis, karena mereka
menggunakan barang-barang untuk membuat barang fungsional untuk
masyarakat membeli atau untuk menyediakan konsumen dengan layanan
yang berharga. Akibatnya, barang modal kadang-kadang disebut sebagai
"barang produsen ‘" atau "alat-alat produksi."
Para ekonom menggunakan istilah modal untuk semua alat bantu
yang digunakan dalam bidang produksi (Winardi, 1995). Adakalanya
modal dinamakan barang-barang investasi, dan modal demikian terdiri
dari:
a. Mesin-mesin
b. Peralatan
b. Bangunan-bangunan
c. Fasilitas-fasilitas transpor dan distribusi
d. Persediaan (inventaris) barang-barang setengah jadi
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 11
Ada suatu ciri pokok barang-barang modal yaitu bahwa mereka
digunakan untuk memproduksi barang-barang lain. Menurut Prof. Dr.
H.M.H.A. van der Valk (Winardi, 1995), modal dalam arti luas adalah
bagian daripada arus benda-benda dan jasa-jasa yang langsung, yang
ditujukan guna penyediaan benda-benda material dan immaterial
yang berkemampuan untuk memberikan prestasi-prestasi ekonomi pada
masa yang akan datang. Modal dalam arti sempit adalah alat-alat produksi
yang telah diproduksi. Dalam arti yang lebih luas modal berarti pula setiap
penambahan dalam pengetahuan yang menyebabkan prestasi ekonomi
pada masa yang akan datang bertambah.
Bagian terbesar dari aktivitas ekonomi ditujukan ke arah masa yang
akan datang. Sesuai dengan itu maka bagian terbesar dari konsumsi
sekarang, merupakan konsekuensi usaha-usaha masa lampau. Pada
masyarakat yang progresif, maka sebagian dari usaha produktif yang
berlangsung ditujukan ke arah pembentukan modal baru; hal mana berarti
bahwa sebagian dari konsumsi sekarang dikurbankan, guna memperbesar
produksi pada masa yang akan datang (Winardi, 1995).
John Stuart Mill dalam Principle of Political Economy
(dalam Komaruddin, 1991) menggunakan istilah “modal” dalam
pengertian: (1) barangbarang fisik yang digunakan untuk menghasilkan
barang-barang lainnya, dan (2) sejumlah dana yang tersedia untuk
menyewa tenaga kerja. Pada akhir abad ke-19, modal dalam pengertian
barang-barang fisik yang digunakan dalam proses produksi ditinjau
sebagai salah satu dari keempat faktor dasar dalam produksi.
Yang lainnya adalah tanah, tenaga kerja dan organisasi atau
keusahawanan. Sekarang, “modal” sebagai suatu konsep ekonomi
dipergunakan dalam konteks yang berbeda-beda. Mubyarto (1989)
memberikan definisi modal sebagai sumber-sumber ekonomi di luar
tenaga kerja yang dibuat oleh manusia. Kadangkadang modal dilihat
dalam arti uang atau dalam arti keseluruhan nilai sumbersumber ekonomi
non-manusiawi termasuk tanah. Definisi modal yang lain yaitu merupakan
barang atau uang, yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 12
kerja menghasilkan barang-barang baru. Dalam artian yang lebih luas,
dan dalam tradisi pandangan ekonomi non-Marxian pada umumnya,
modal mengacu kepada asset yang dimiliki seseorang sebagai kekayaan
yang tidak segera dikonsumsi melainkan disimpan (saving) atau dipakai
untuk menghasilkan barang atau jasa baru (investasi). Dengan demikian,
modal dapat berwujud barang dan uang (www.ut.ac.id, 2011:1-4).
Akan tetapi, tidak setiap jumlah uang dapat disebut modal. Sejumlah
uang itu menjadi modal apabila uang tersebut ditanam atau diinvestasikan
untuk menjamin adanya suatu kembalian. Dalam arti ini modal juga
mengacu kepada investasi itu sendiri yang dapat berupa alat-alat finansial
seperti deposito, stok barang, ataupun surat saham yang mencerminkan
hak atas sarana produksi, atau dapat pula berupa sarana produksi fisik.
Kembalian itu dapat berupa pembayaran bunga, ataupun klaim atas suatu
keuntungan (www.ut.ac.id, 2011:1-4).
Adam Smith dalam The Wealth of Nation (dalam www.ut.ac.id,
2011:1-4) menggunakan istilah capital dan circulating capital. Pembedaan
ini didasarkan atas kriteria sejauh mana suatu unsur modal itu
terkonsumsi dalam jangka waktu tertentu (misal satu tahun). Jika suatu
unsur modal itu dalam jangka waktu tertentu hanya terkonsumsi sebagian
sehingga hanya sebagian (kecil) nilainya menjadi susut, maka unsur itu
disebut fixed capital dalam bentuk bangunan pabrik, mesin-mesin,
peralatan transportasi, kemudahan distribusi, dan barang-barang lainnya
yang dipergunakan untuk memproduksi barang/jasa baru. Tetapi
jika unsur modal terkonsumsi secara total, maka disebut circulating capital
dalambentuk barang jadi ataupun setengah jadi yang berada dalam
proses untuk diolah menjadi barang jadi.
2.2. Latar Belakang Kebijakan Impor Barang Modal Bukan Baru Keadaan ekonomi Indonesia, terutama di sektor riil masih belum
memiliki keuatan yang optimal dalam menghadapi perdagangan global.
Untuk menggerakkan sektor riil dan mempercepat pemulihan ekonomi,
maka perlu untuk memperluas bidang usaha jasa rekondisi dan industri
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 13
pemakai langsung mesin dan peralatan mesin di dalam negeri guna
menghemat devisa negara serta memberikan kesempatan kerja yang
lebih luas. Namun demikian, daya beli industri pengguna barang modal
masih lemah, sehingga dalam pemenuhan mesin dan peralatan mesin
dengan harga yang lebih terjangkau, perlu mengatur ketentuan impor
mesin dan perlatan mesin bukan baru. Pada tahun 2001, dikeluarkan
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
(Kepmenperindag) Nomor 172/MPP/Kep/5/2001 tentang Impor Mesin dan
Perlatan Mesin Bukan Baru.
Dalam Kepmenperindag Nomor 172/MPP/Kep/5/2001, disebutkan
bahwa mesin dan peralatan mesin bukan baru hanya dapat diimpor oleh
perusahaan rekondisi yang telah memiliki Izin Usaha Industri dan
perusahaan pemakai langsung yang telah memiliki Izin Usaha Industri
atau Izin Usaha untuk keperluan proses produksi atau digunakan sendiri.
Sedangkan mesin dan peralatan mesin yang dapat diimpor meliputi
komoditi HS 82, 84, 85, 86, 87, 88, 89, dan 9009. Pada proses periznan
tersebut melibatkan pihak surveyor untuk proses Verifikasi Penelurusan
Teknis Impor (VPTI). Perizinan sebagaimana dijelaskan pada peraturan
tersebut hanya berlaku untu satu tahun, sehingga importir harus
memperpanjang perizinan jika akan melakukan impor barang modal bukan
baru untuk tahun selanjutnya.
Mempertimbangkan keadaan perekonomian Indonesia yang belum
kondusif berakibat pada masih lemahnya kemampuan daya beli industri
pada beberapa sektor, khususnya dalam pengadaan barang modal
berupa mesin dan peralatan mesin, maka pemerintah Indonesia dalam hal
ini Kementerian Perdagangan memandang perlu untuk melakukan upaya
penyediaan barang modal yang dapat dijangkau oleh industri dimaksud
melalui kelanjutan kebijakan impor barang modal bukan baru. Kebijakan
tersebut terus diperpanjang tiap tahunnya sampai dengan tahun 2010.
Pada tahun 2011, dengan memperhatikan tujuan nasional dalam
rangka pengembangan investasi, peningkatan kapasitas, efisiensi dan
produktifitas industri dalam negeri serta menciptakan lapangan kerja,
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 14
maka kebijakan impor barang modal bukan baru kembali diperpanjang
melalui Permendag Nomor 48/M-DAG/PER/12/2011. Peraturan terkait
impor barang modal bukan baru di tahun 2011 sedikit berbeda dengan
tahun-tahun sebelumnya, karena mempertimbangkan ketersediaan
barang modal untuk kebutuhan proses produksi industri belum dapat
dipenuhi dari produksi dalam negeri. Selain itu, pada kebijakan tahun
2011, diizinkan untuk melakukan importasi barang elektronik (dalam hal ini
Personal Computer) dengan ketentuan CPU tidak berumur lebih dari 5
tahun, minimal memiliki prosesor pentium 4 dan menggunakan layar LCD.
Pada tahun 2012, diterbitkan kembali Permendag Nomor 77/M-
DAG/PER/12/2012 tentang perubahan Permendag Nomor 48/M-
DAG/PER/12/2011. Dalam perubahan tersebut, disebutkan bahwa impor
HS 84 dan 85 yang sebelumnya harus berumur kurang dari 20 tahun,
boleh diimpor dengan umur 20 tahun namun harus dengan rekomendasi
dari Kementerian Perindustrian. Selain itu, terdapat pasal pengecualian
terhadap ketentuan yang diatur dalam Permendag tersebut yang akan
dituankan dalam Ketetapan Menteri.
Pada perkembangannya, kebutuhan akan barang modal bukan baru
untuk proses produksi industri belum dapat dipenuhi dalam negeri,
sehingga kebijakan untuk memberikan izin impor barang modal bukan
baru kembali diperpanjang melalui Permendag Nomor 75/M-
DAG/PER/12/2013. Namun, ketentuan dalam Permendag 75/2013 lebih
ketat dibanding tahun sebelumnya dimana perusahaan rekondisi dan
manufakturing harus menyertakan bukti surat kepemilikan bengkel
sebagai persyaratan penbgurusan perizinan impor barang modal bukan
baru. Banyaknya HS yang boleh diimpor juga berkurang dari 305 HS
menjadi 282 HS. Selain itu, dalam Permendag Nomor 75/2013 disebutkan
bahwa baik importir maupun surveyor wajib menyampaikan laporan
realisasi dan verifikasi. Sebagai sanksi atas tidak disampaikannya laporan
selama 3 kali berturut-turut adalah dicabut persetujuan impor bagi importir
dan dicabut penetapan sebagai surveyor bagi surveyor. Peraturan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 15
tersebut berlaku mulai tanggal 1 Januari 2014 dan akan berakhir pada
tanggal 31 Desember 2016.
Pada tahun 2008, Kementerian Perindustrian pernah mengusulkan
untuk mencabut izin impor barang modal bekas dengan alasan untuk
melindungi produsen dalam negeri. Namun, usul tersebut tidak dipenuhi
oleh pemerintah karen masih banyak perusahaan, khususnya yang
memiliki modal terbatas, mengaku masih membutuhkan kebijakan
tersebut sebagai wujud intensif pemerintah bagi industri kecil untuk terus
dapat mengembangkan usahanya.
2.3. Kebijakan Impor Barang Modal Bukan Baru di Negara Lain Perdagangan barang bekas juga dilakukan oleh banyak negara,
seperti negara-negara di Asia, India, Meksiko, Rusia, Brazil, Maroko, dan
Nigeria. Pada dasarnya, negara-negara tersebut kurang setuju dengan
adanya kebijakan tersebut, karena selain manfaat ekonominya rendah,
juga merugikan produsen dalam negeri. Namun demikian, kebijakan
tersebut memberikan keuntungan bagi negara-negara tertentu, terutama
negara pengekspor seperti Jerman. Bahkan, negara tersebut
menyebutkan bahwa mereka mendapatkan keuntungan dari mengekspor
mesin dalam keadaan bukan baru. Dan menurut Jerman, kebijakan-
kebijakan yang diberlakukan oleh negara-negara berkembang dan
emeerging market cenderung bersifat restriktif yang mempersulit mereka.
Eksportir besar barang modal bukan baru selain Jerman antara lain
adalah Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Korea (Study second
hand goods and transfer of technology).
Pemerintah tidak menyarankan untuk menggunakan barang modal
bekas, namun menyediakan pilihan bagi industri untuk dapat tetap
mengembangkan industrinya meskipun dengan modal terbatas. Meskipun
membantu dalam segi financial perusahaan, tentu perusahaan juga
menyadari kelemahan jika menggunakan barang bekas. Tidak hanya
berkurang kapasitas produksinya, namun mesin bekas juga membutuhkan
sumber energi yang besar dan mengeluarkan emisi yang lebih besar pula.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 16
Emisi buangan terbesar dari mesin bekas adalah pada mesin yang
digunakan oleh industri kertas, bahan kimia, semen, dan besi baja.
Sementara mesin industri makanan dan bahan kimia merupakan mesin
yang membutuhkan tambahan energi lebih besar jika digunakan dalam
keadaan tidak baru (Tabel 2.1).
Tabel 2.1. Dampak Lingkungan Penggunakan Mesin Bukan Baru
Sumber : German Council for Sustainable Developmen
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 17
BAB III GAMBARAN UMUM KINERJA PERDAGANGAN LUAR NEGERI DAN
INDUSTRI MESIN DALAM NEGERI
3.3. Kinerja Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Barang Modal (Produk Mesin) Indonesia Baik Dalam Keadaan Baru Maupun Bukan Baru
Mulai tahun 2012 hingga Juni 2014, neraca perdagangan Indonesia
mengalami defisit. Di tahun 2012, neraca perdagangan mengalami defisit
sebesar USD 1,7 miliar, bertambah menjadi USD 4,1 miliar di tahun 2013,
dan di Semester I tahun 2014, mengalami defisit sebesar USD 1,1 miliar.
Defisit neraca perdagangan Indonesia dipicu oleh defisit neraca migas,
sementara neraca non migas masih surplus. Selama Semester I 2014,
neraca migas defisit USD 6,1 miliar, sedangkan neraca non migas surplus
USD 5,0 miliar (Tabel 3.1.). Meskipun masih surplus, namun neraca non
migas perlu diperhatikan agar jangan sampai mengalami defisit.
Tabel 3.1. Neraca Perdagangan Indonesia
Sumber : BPS (diolah Kemendag)
Nilai : USD Miliar Perub.(%) Trend (%)URAIAN 2009 2010 2011 2012 2013 Semester
I 20142014/13 2009-
2013
Total Perdagangan 213,3 293,4 380,9 381,7 369,2 178,8 - 4,8 14,6 Migas 38,0 55,5 82,2 79,5 77,9 37,5 - 2,5 19,7 Non Migas 175,3 238,0 298,8 302,2 291,3 141,3 - 5,4 13,4
Ekspor 116,5 157,8 203,5 190,0 182,6 88,8 - 3,8 11,4 Migas 19,0 28,0 41,5 37,0 32,6 15,7 - 4,6 14,5 Non Migas 97,5 129,7 162,0 153,0 149,9 73,1 - 3,6 10,8
Impor 96,8 135,7 177,4 191,7 186,6 90,0 - 5,7 18,0 Migas 19,0 27,4 40,7 42,6 45,3 21,8 - 0,9 24,3 Non Migas 77,8 108,3 136,7 149,1 141,4 68,2 - 7,2 16,3
Neraca Perdagangan 19,7 22,1 26,1 - 1,7 - 4,1 - 1,1 Migas 0,0 0,6 0,8 - 5,6 - 12,6 - 6,1 Non Migas 19,6 21,5 25,3 3,9 8,6 5,0
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 18
Terjadinya defisit neraca perdagangan nasional diakibatkan karena
melemahnya ekspor, sementara impor tetap tinggi. Selama 5 tahun
terkahir, ekspor Indonesia naik rata-rata 11,4% per tahun, sementara
impor naik 18,0% per tahun. Sementara pada Semester I 2014, meskipun
penurunan impor lebih besar dari ekspor, namun nilai impor mencapai
USD 90,0 miliar, masih lebih tinggi dari ekspor yang hanya mencapai USD
88,8 miliar.
Jika dilihat dari strukturnya, impor Indonesia didominasi oleh bahan
baku/penolong yang mencapai 76,5% terhadap total impor selama
Semester I 2014, atau sebesar USD 68,8 miliar. Selama Semester I 2014,
impor bahan baku/penolong turun sebesar 4,6% dibanding periode yang
sama tahun sebelumnya, melemah dari tahun sebelumnya yang naik
2,6%. Impor barang modal menempati urutan kedua dengan kontribusi
terhadap total impor sebesar 16,5% atau sebesar USD 14,9 miliar. Impor
barang modal terus mengalami penurunan sejak tahun lalu (Gambar 3.1.).
Gambar 3.1. Struktur Impor Indonesia
Sumber : BPS (diolah Kemendag)
Sementara itu, jika dilihat dari sisi ekspor, ekspor Indonesia
didominasi oleh sektor Industri yang mencapai 80,8% dari total ekspor non
migas nasional selama Semester I 2014. Ekspor industri selama Semester
I 2014 naik 4,5% menjadi USD 59,1 miliar (Gambar 3.2). Ekspor sektor
industri tersebut masih terdiri dari barang konsumsi, bahan baku/penolong
maupun barang modal. Namun jika dilihat dari penggolongan BEC,
keseluruhan komoditi yang termasuk barang modal termasuk dalam sektor
Barang Konsumsi
7.0%
Bahan Baku/
Penolong76.5%
Barang Modal16.5%
Semester I 2014
Barang Konsumsi
6.8%
Bahan Baku/
Penolong76.4%
Barang Modal16.8%
Semester I 2013
6.3
68.8
14.9
6.4
72.1
15.9
Barang Konsumsi
Bahan Baku/
Penolong
Barang Modal
Nilai (USD Miliar)
Semester I 2014Semester I 2013
-2.2
-4.6
-6.3
-4.7
2.6
-18.3
Pertumbuhan (%)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 19
industri. Beberapa produk ekspor sektor industri yang merupakan barang
modal diantaranya adalah perhiasan, produk dari besi dan baja, logam,
mesin-mesin, elektronik, peralatan listrik, transportasi, otomotif, kapal
terbang dan bagiannya, kapal laut, peralatan medis, produk lain-lain,
produk hasil hutan, mainan, dan kerajinan.
Gambar 3.2. Struktur Ekspor Indonesia
Sumber : BPS (diolah Kemendag)
Barang modal dalam struktur impor Indonesia terdiri dari Mobil
Penumpang, Alat Angkutan Untuk Industri, dan Barang Modal Kecuali Alat
Angkutan. Lebih dari 80% impor barang modal Indonesia didominasi oleh
barang modal kecuali alat angkutan yang mencapai USD 12,9 miliar
selama Semester I 2014. Selain kontribusinya yang tinggi, impor barang
modal kecuali alat angkutan juga mengalami peningkatan, baik selama 5
tahun terakhir maupun selama Semester I 2014. Selama 2009-2013,
impor barang modal kecuali alat angkutan naik rata-rata 18,5% per tahun,
sedangkan pada Semester I 2014 naik 1,5% dibanding Semester I tahun
sebelumnya. Sementara impor barang modal lainnya, yakni Mobil
Penumpang dan Alat Angkutan untuk Industri, turun signifikan di Semester
I 2014, masing-masing turun 34,4% dan 38,1%. Adapun komoditi yang
termasuk dalam barang modal kecuali alat angkutan antara lain berupa
Mesin-mesin, elektronik, peralatan medis, dan kapal laut.
2.7
59.1
11.4
2.6
56.6
15.6
Pertanian
Industri
PertambanganJan-Jun 2014Jan-Jun 2013
Pertanian3.63%
Industri80.82%
Pertambangan15.55%
2.6
4.5
-27.1
2.2
-2.0
-5.6
Pertanian
Industri
PertambanganJan-Jun '14/13Jan-Jun '13/12
Nilai Ekspor Non Migas (USD Miliar) Pertumbuhan (%) Pangsa (%)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 20
Tabel 3.2. Klasifikasi Barang Impor Berdasarkan BEC
Sumber : BPS (diolah Kemendag)
Berdasarkan Permendag Nomor 75 tahun 2013, terdapat 282 jenis
barang (menurut HS 10 digit) yang diperbolehkan diimpor dalam
keaadaan barang bukan baru, yang meliputi beberapa dari HS 84, 85, 87,
88, 89, dan 90. Total impor untuk jenis barang yang diatur dalam
Permendag 75/2013 di tahun 2013 mencapai USD 10,9 miliar, turun
29,5% dari tahun 2012. Impor tersebut didominasi oleh impor perangkat
telepon, pesawat terbang dan perangkat, dan mesin-masin untuk industri.
Angka tersebut merupakan angka impor barang modal baik dalam
keadaan baru maupun bukan baru. Jika dilihat lebih detail, kandungan
impor barang modal yang dalam keaadaan tidak baru, hanya sekitar 5%
atau sebesar USD 0,6 miliar di tahun 2013.
Perub.(%) Trend (%) Share (%)U R A I A N 2009 2013 Jan-Jun
201414/13 09-13 2013
TOTAL IMPOR 96.8 186.6 90.0 - 4.7 18.0 100.0
Barang Konsumsi 6.8 13.1 6.3 - 2.2 17.6 7.01 Makanan dan Minuman (Belum Diolah) Untuk Rumah Tangga 1.0 1.4 0.8 18.4 10.8 0.72 Makanan dan Minuman (Olahan) Untuk Rumah Tangga 1.4 2.4 1.3 12.3 14.0 1.33 Bahan Bakar dan Pelumas (Olahan) 0.6 1.4 0.6 - 2.5 22.7 0.74 Mobil Penumpang 0.5 1.2 0.5 - 34.4 27.7 0.65 Alat Angkutan Bukan Untuk Industri 0.2 0.4 0.2 12.5 14.7 0.26 Barang Konsumsi Tahan Lama 0.8 1.6 0.7 - 11.5 18.9 0.97 Barang Konsumsi Setengah Tahan Lama 0.9 2.2 1.0 - 2.3 22.4 1.28 Barang Konsumsi Tidak Tahan Lama 1.2 2.2 1.1 - 1.7 15.3 1.29 Barang Yang Tidak Diklasifikasikan 0.2 0.5 0.1 - 25.2 16.8 0.2
Bahan Baku/Penolong 69.6 142.0 68.8 - 4.6 19.4 76.11 Makanan dan Minuman (Belum diolah) Untuk Industri 2.6 4.4 2.7 23.1 13.7 2.32 Makanan dan Minuman (Olahan) Untuk Industri 1.6 3.7 1.9 - 5.4 23.7 2.03 Bahan Baku (Belum Diolah) Untuk Industri 2.9 6.3 3.0 - 6.4 19.3 3.44 Bahan Baku (Olahan) Untuk Industri 29.2 58.4 28.5 - 4.9 19.0 31.35 Bahan Bakar dan Pelumas (Belum Diolah) 7.4 13.7 7.0 1.9 15.8 7.36 Bahan Bakar Motor 5.1 14.8 7.3 - 1.0 30.1 8.07 Bahan Bakar dan Pelumas (Olahan) 5.8 15.0 6.8 - 2.8 27.8 8.08 Suku Cadang dan Perlengkapan Barang Modal 11.0 16.8 8.0 - 10.4 11.1 9.09 Suku Cadang dan Perlengkapan Alat Angkutan 4.0 9.0 3.6 - 21.0 21.8 4.8
Barang Modal 20.4 31.5 14.9 - 6.3 12.9 16.91 Barang Modal Kecuali Alat Angkutan 13.3 26.1 12.9 1.5 18.5 14.02 Mobil Penumpang 0.5 1.2 0.5 - 34.4 27.7 0.63 Alat Angkutan Untuk Industri 6.7 4.2 1.5 - 38.1 - 5.8 2.3
Nilai : USD Miliar
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21
Tabel 3.3. Pangsa Impor Barang Modal Bukan Baru Berdasarkan atas Permendag Nomor 75/2013
Sumber : BPS (diolah Kemendag)
Jepang, Singapore, Cina, Korea, dan Malaysia merupakan negara
utama asal impor barang modal bukan baru Indonesia. Lebih dari 50%
impor barang modal bukan baru tahun 2013 berasal dari Jepang,
Singapura, dan Cina. Namun demikian, terdapat sekitar 50 negara yang
menjadi pemasok barang modal bukan baru ke Indonesia meskipun
kontribusinya kecil terhadap total impornya.
3.4. Kebutuhan Dan Produksi Mesin Dalam Negeri Serta Kondisi Industri Dalam Negeri Baik Sebagai Produsen Maupun Sebagai Konsumen Barang Modal (Produk Mesin)
Sektor Industri erupakan sektor penting dalam pembangunan
ekonomi nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusinya terhadap
PDB Indonesia yang paling dominan. Pada Semester I 2014, sektor
Industri Pengolahan memberikan kontribusi sebesar 23,7% terhadap PDB
Nasional (Gambar 3.3.). Perindustrian yang maju dan berkembang pesat
akan membawa perubahan pada struktur perekonomian nasional, yang
pada akhirnya dapat mendongkrak perekonomian menjadi lebih baik.
2011 2012 2013
Ekspor Permendag 75/2013 2.2 1.7 1.7 (11.78) (0.66)
Impor Permendag 75/2013 13.6 15.5 10.9 (10.39) (29.54) Baru 12.8 14.4 10.3 (10.11) (28.27) 94.9 Bukan baru 0.8 1.1 0.6 (15.23) (46.91) 5.1
USD MiliarUraian Trend (%) 11-13
Growth (%) 14/13
Share (%) 2013
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 22
Gambar 3.3. Struktur PDB menurt Lapangan Usaha, Semester I 2014
Sumber : BPS (diolah Kemendag)
Perkembangan industri melibatkan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Di Indonesia, kegiatan pembangunan ditunjang oleh
tumbuhnya berbagai jenis industri dengan berbagai jenis kegiatan.
Adapaun Industri sendiri diklasifikasikan menjadi :
a. Industri primer/hulu yaitu mengolah output dari sektor
pertambangan (bahan mentah) menjadi bahan baku siap pakai untuk
kebutuhan proses produksi pada tahap selanjutnya.
b. Industri sekunder/manufaktur yang mencakup: industri pembuat
modal (mesin), barang setengah jadi dan alat produksi, dan industri
hilir yang memproduksi produk konsumsi.
Kinerja industri pengolahan non migas dalam negeri mengalami
fluktuasi selama tahun 2007-2012. Meskipun laju pertumbuhannya tinggi
selama 2011-2012, namun pada tahun 2009, industri pengolahan non
migas hanya tumbuh 2,6%. Hal tersebut merupakan pengaruh dari krisis
ekonomi global yang terjadi akhir tahun 2008 sampai tahun 2009. Dilihat
dari jenis lapangan usaha, industri Makanan, Minuman, & Tembakau serta
industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet merupakan industri yang
Industri Pengolahan
23.7%Pertanian, Peternakan, Kehutan
an dan Perikanan
14.9%
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
14.5%Pertambangan dan Penggalian
11.0%
Jasa-jasa
10.3%
Konstruksi9.8%
Keuangan, Real Estat, dan Jasa
Perusahaan7.7%
Pengangkutan dan Komunikasi
7.3%
Listrik, Gas, dan Air Bersih
0.8%
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 23
paling sustainable dan memiliki daya saing yang kuat. Hal tersebut
ditunjukkan dari kinerjanya yang tidak pernah mengalami penurunan
selama 2007-2012. Sementara industri yang masih harus didorong adalah
industri Tekstil, Barang Kulit, & Alas Kaki; Kertas & Barang Cetakan; serta
industri Logam Dasar Besi & Baja, agar lebih berdaya saing dan
berkelanjutan (Tabel 3.4).
Tabel 3.4. Laju Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas
Sumber : Kemenperin (diolah Kemendag)
Pada tahun 2010, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN)
mempublikasikan Roadmap 2010-2015 dengan tiga misi utama industri
nasional yaitu pertumbuhan ekonomi di atas 7%, peningkatan daya saing
produk industri nasional, dan penciptaan lapangan kerja dan pengentasan
kemiskinan. Misi tersebut diupayakan melalui kebijakan restrukturisasi
industri nasional (peremajaan mesin dan peralatan untuk meningkatkan
produktifitas), dimana setiap industri wajib melakukan pengujian terhadap
kinerja mesin-mesin yang digunakan dan menggantinya dengan mesin
baru jika produktifitasnya sudah jauh berkurang. Selain itu, setiap
perusahaan diarahkan untuk menggunakan bahan baku lokal dan
menghasilkan produk jadi yang berorientasi ekspor. Sehingga perlu adana
integrasi pasar domestik untuk memperkuat basis industri nasional.
2007 2008 2009 2010 2011 Q1 20121 Makanan, Minuman dan Tembakau 5.05 2.34 11.22 2.78 9.19 8.19
2 Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki (3.68) (3.64) 0.60 1.77 7.52 1.41
3 Brg. kayu & Hasil hutan lainnya (1.74) 3.45 (1.38) (3.47) 0.35 (0.86)
4 Kertas dan Barang cetakan 5.79 (1.48) 6.34 1.67 1.50 0.50
5 Pupuk, Kimia & Barang dari karet 5.69 4.46 1.64 4.70 3.95 9.19
6 Semen & Brg. Galian bukan logam 3.40 (1.49) (0.51) 2.18 7.19 6.11
7 Logam Dasar Besi & Baja 1.69 (2.05) (4.26) 2.38 13.06 5.57
8 Alat Angk., Mesin & Peralatannya 9.73 9.79 (2.87) 10.38 7.00 6.23
9 Barang lainnya (2.82) (0.96) 3.19 3.00 1.82 4.21
Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas 5.15 4.05 2.56 5.12 6.83 6.13
Pertumbuhan PDB 6.35 6.01 4.63 6.20 6.46 6.31
Growth (%)No. Lapangan Usaha
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 24
Dalam roadmap tersebut juga disebutkan bahwa klaster industri
unggulan yang diharapkan dapat mendororong pertumbuhan ekonomi
antara lain industri makanan dan minuman, industri tekstil dan produk
tekstil serta alas kaki, industri elektronika dan komponen elektronika,
industri alat angkut dan komponen otomotif. Sementara industri unggulan
sumber penerimaan devisa terdiri dari industri pengoalhan hasil pertanian,
peternakan, dan kehutanan; industri pengolahan hasil laut dan
kemaritiman; dan industri bebrbasis tradisi dan budaya. Kadin tidak hanya
menetapakan industri unggulan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
dan penerimaan devisa, namun juga menetapkan industri unggulan
sebagai pendalaman struktur industri. Industri pendalaman tersebut
adalah industri alat telekomunikasi dan informatikan, industri logam dasar
dan mesin, serta industri petrokimia. Industri pendalaman tersbeut
merupakan industri terpenting yang dapat mendorong industri lain untuk
meningkatkan produktifitas dan daya saing. Tentunya, industri tersebut
juga membantu industri lain dalam mengurangi ketergantungannya
terhadap impor.
Dalam hal ini, kita fokuskan pada industri elektronika dan komponen
elektronika, industri alat angkut dan komponen otomotif, dan industri
logam dasar dan mesin, sebagai penghasil barang modal bagi industri
lainnya. Pengguna mesin-mesin baik elektronik maupun mekanik tidak
hanya perusahaan besar atau industri besar, namun banyak sekali sektor
yang menggunakan mesin/peralatan listrik maupun mekanik sebagai
barang modal. Sektor UKM atau industri kecil dan industri sedang juga
menggunakannya dalam jumlah yang tidak sedikit. Selain itu, sektor
transportasi, kesehatan, keamanan, teknoligi informasi, telekomunikasi,
dan banyak sektor lain juga merupakan konsumen mesin-mesin atatu
perlatan listrik maupun mekanik.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 25
BAB IV ANALISIS EVALUASI KEBIJAKAN IMPOR BARANG MODAL
BUKAN BARU 4.4. Ketentuan Impor Barang Modal Bukan Baru
Dalam rangka meningkatkan pemerataan kesempatan berusaha dan
pengembangan industri dalam negeri serta sektor ekonomi lainnya dalam
rangka menghasilkan barang dan jasa yang bertambah tinggi nilainya,
pemerintah telah mengeluarkan kebijakan impor barang modal bukan
baru. Kebijakan itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan
No.75/M-DAG/PER/12/2013 tentang Ketentuan Impor Barang Modal
Bukan Baru yang berlaku selama 3 (tiga) tahun. Apabila dipandang perlu,
pemerintah akan memperpanjang peraturan itu dengan menerbitkan
peraturan pengganti peraturan pada tahun berikutnya.
Melaui kebijakan ini diharapkan pertumbuhan dan pengembangan
industri dalam negeri serta sektor ekonomi tersebut dapat meningkat
sehinga akan menunjang ekspor dan meningkatkan penggunaan produksi
dalam negeri dengan selalu memperhatikan keseimbangan neraca
perdagangan luar negeri. Perlu pula dilakukan penghematan devisa
terutama yang digunakan untuk impor barang mewah dan mencegah
impor komoditas yang dapat mencemari lingkungan dan kerugian lainnya
bagi masyarakat.
Harga barang modal terutama mesin industri yang baru relatif mahal
harganya dan kadang tidak dapat dijangkau oleh para pelaku usaha
khususnya pelaku usaha menegah kebawah. Selain itu, impor barang
modal bukan baru dilakukan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan
barang modal bukan baru di dalam negeri, baik itu untuk menunjang
sektor riil maupun untuk menghemat biaya dan juga waktu pemesanan
untuk mendapatkan barang-barang yang canggih.
Kemudahan yang diperoleh pengusaha Indonesia berdasarkan
kebijakan impor tersebut antara lain kemudahan memperoleh mesin,
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 26
peralatan mesin dan barang modal lainnya dalam keadaan bukan baru.
Apabila kita membaca tentang ketentuan umum di bidang impor,
pemerintah telah menetapkan bahwa impor harus dalam keadaan baru.
Namun karena mengingat kepentingan industri, terutama untuk
mendorong ekspor non migas, pemerintah memberikan kemudahan
berupa fasilitas untuk mengimpor mesin, peralatan mesin dan barang
modal lainnya dalam keadaan bukan baru. Kepada siapa fasilitas ini
diberikan? Fasilitas ini diberikan kepada industri rekondisi, pemakai
langsung dan industi kecil yang memerlukannya.
Impor sebuah produk adalah ditujukan untuk mendatangkan
teknologi yang lebih canggih dan inovatif untuk menambah kekuatan di
sektor industri Indonesia. Pada kenyataannya untuk mendapatkan barang
yang canggih, pelaku usaha tidak perlu membeli barang yang baru.
Barang yang bukan baru pun jika kondisinya masih bagus dan layak pakai
masih dapat digunakan untuk menjalankan proses industri. Untuk itu
diperlukan izin impor barang modal bukan baru.
Dalam hal ekspor-impor, yang terjadi adalah ekspotir dan importir
terpisah oleh jarak, sehingga masing-masing pihak tidak dapat
mengetahui kondisi pribadi masing-masing. Peranan pihak ketiga yang
bersifat netral, independen, dan obyektif sangat diperlukan. Untuk itu
keberadaan pihak surveyor sangat dibutuhkan. Karena keterlibatan
peranannya dalam kegiatan verifikasi, maka surveyor akan melakukan
pemeriksaan, penelitian, pengkajian, dan pengawasan atas suatu objek
yang telah ditentukan dan secara rielnya meliputi kondisi luar,
pembungkusan atau kemasan, mutu, jumlah, ukuran--ukuran panjang,
berat, maupun isi. Hasil kegiatan tersebut dinyatakan dengan
menerbitkan Laporan Survey (Survey Report) dan Sertifikat Pengawasan
(Inspection Certificate).
Untuk impor barang, jika barang yang akan di impor ternyata bukan
barang baru, maka dibutuhkan izin khusus dari Kementerian Perdagangan
serta dari pihak Surveyor akan menerbitkan surat keterangan yang biasa
disebut certificate of inspection. PT Surveyor Indonesia adalah surveyor
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 27
yang ditunjuk oleh Pemerintah Republik Indonesia, untuk melaksanakan
pemeriksaan impor barang modal bukan baru yang meliputi kondisi
barang, jumlah, serta kelayakan barang. Hasil pemeriksaan dan
keterangan teknis mengenai barang modal bukan baru yang diimpor
sesuai dengan peraturan Menteri Perdagangan RI, diterbitkan dalam
Certificate of Inspection yang menyatakan bahwa barang modal tersebut
masih layak pakai atau dapat direkondisi untuk difungsikan kembali, dan
bukan scrap, serta memberikan keterangan mengenai spesifikasi teknis
barang.
Keadaan ekonomi Indonesia secara keseluruhan masih belum
kondusif, sehingga dalam rangka upaya percepatan pertumbuhan sektor
riil dipandang perlu untuk melakukan upaya penyediaan barang-barang
(mesin industri) bukan baru untuk mendorong kegiatan usaha industri.
Mendorong pertumbuhan dan pengembangan industri rekondisi dalam
rangka penyediaan lapangan kerja serta meningkatkan tambah hasil
industri. Perizinan ini dapat di buat di Kementerian Perdagangan dan
sudah dapat mendaftar secara online.
Terkait pelaksanaan Penerbitan Certificate Of Inspection, PT
Surveyor atas permintaan importir akan melakukan pemeriksaan atas
impor barang modal bukan baru melalui pemeriksaan dokumen,
pemeriksaan lapangan, dan setelahnya membuat laporan. Berdasarkan
laporan ini, kemudian diterbitkan certificate of inspection. Importir yang
bersangkutan mengirimkan permintaan pemeriksaan kepada PT Surveyor
dengan melampirkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Dokumen-
dokumen tersebut meliputi 1) surat ijin usaha industri, 2) persetujuan
impor dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 3) Angka
Pengenal Importir, 4) NPWP, 5) Kartu Kendali Realisasi Impor, 6)
Proforma Invoice, 7) packing list. Atas permintaan ini, PT Surveyor akan
mengirim Request for Quotation ke beberapa ailiasi. Setelah afiliasi
memberikan jawaban, dan Pt Surveyor memperoleh afiliasi yang lokasinya
berdekatan dengan lokasi barang, dan menawarkan harga murah, PT
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 28
Surveyor, kemudian, menghubungi importir serta memberikan penawaran
biaya inspeksi kepada importir.
Apabila importir menyetujui penawaran biaya yang diberikan oleh PT
Surveyor, importir akan mengirimkan surat persetujuan. PT Surveyor,
kemudian, akan memulai inspeksi atau pemeriksaan atas barang modal
bukan baru. Metode pemeriksaaan tersebut meliputi verifikasi dokumen,
identifikasi barang, klasifikasi Pos Tarif HS. Certificate of Inspection akan
dapat diterbitkan jika pemeriksaan selesai dilakukan dan kondisi barang
ditemukan sesuai dengan syarat- syarat yang dikeluarkan oleh Menteri
Perdagangan.
Impor Mesin dan Peralatan Mesin bukan baru yang termasuk diatur
impornya adalah pos Tarif Nomor H.S 84.05 s/d 84.08; 84.10 s/d 84.12;
84.14; 84.16 s/d 84.31; 84/34; 84.39; s/d 84.49; 84.51 s/d 84.66; 84.68;
84.70; s/d 84.75; 84.77 s/d 84.80; 84.83; 84.85; 85.01 s/d 85.02; 85.14;
85.17; 85.24; s/d 85.26; 85.29; 85.39; 86.01 s/d 86.86.03; 86.06; 86.08 s.d
86.09; 88.01 s/d 88.04; 89.01 s/d 89.08; 90.02; 90.06 s/d 90.14. Impor
barang modal bukan baru hanya dapat dilakukan oleh industri rekondisi
dan pengguna langsung. Sebelum barang modal bukan baru dipindah
tangankan, diwajibkan kepada usaha rekondisi untuk melakukan
perawatan dan memberikan pelayanan purnajual. Importasi barang modal
bukan baru dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan impor
terlebih dahulu dari Departemen Perdagangan. Persetujuan impor disertai
kartu kendali untuk memonitor realisasi impor barang modal bukan baru
yang di tandasyahkan oleh petugas Bea dan Cukai di masing masing
pelabuhan tujuan.
Metode penelusuran teknis dan pemeriksaan terhadap impor barang
modal bukan baru dilakukan dengan cara:
a. verifikasi dokumen, pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen yang
dilampirkan oleh importir apakah sudah lengkap atau belum
b. identifkasi barang, mengidentifikasikan keadaan barang meliputi nama,
jumlah, type, model, serial number, tahun pembuatan, spesifikasi
teknis, negara dan asal pembuat barang modal
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 29
c. klasifikasi Pos Tarif HS berdasarkan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia,
mengelompokkan jenis barang sesuai dengan pos tarifnya
d. pemeriksaan secara visual, pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahi bagaimana kondisi barang
e. penilaian kondisi barang, hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah
barang modal yang akan diimpor masih layak atau tidak.
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melaksanakan verifikasi serta
penerbitan Certificate of Inspection terhadap barang modal yang diimpor
dalam keadaan bukan baru. Barang bukan baru tersebut diperiksa
langsung oleh PT Surveyor Indonesia atau afiliasi PT Surveyor Indonesia
di negara asal muat barang. Hasil verifikasi dan keterangan teknis
mengenai barang modal bukan baru yang di impor sesuai dengan
Peraturan Menteri Perdagangan mengenai Ketentuan Impor Barang
Modal Bukan Baru Tahun 2012 No 77/M.DAG/PER/12/2012 atau sesuai
diengan Surat Persetujuan Impor oleh Departemen Perdagangan RI,
diterbitkan dalam Certificate of Inspection yang menyatakan bahwa
barang model tersebut masih layak pakai atau dapat di rekondisi untuk
difungsikankembali dan bukan scrap, serta memberikan keterangan
mengenai spefisikasi teknis barang.
1. Perusahaan Yang Dapat Melakukan Impor Barang Modal Bukan Baru
Perusahaan yang dapat melakukan impor barang modal bukan baru
yaitu perusahaan pemakai langsung, perusahaan rekondisi atau
perusahaan remanufakturing
a. Perusahaan pemakai langsung
Perusahaan yang telah memiliki izin usaha yang mengimpor barang
modal bukan baru untuk keperluan proses produksinya atau digunakan
sendiri oleh perusahaan untuk keperluan lainnya tidak dalam proses
produksi
b. Perusahaan Rekondisi/Remanufakturing
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 30
Perusahaan yang telah memiliki izin usaha industri rekondisi untuk
memproses barang modal bukan baru menjadi produk akhir untuk
tujuan ekspor atau memenuhi pesanan pemakai dalam negeri.
2. Prosedur Penerbitan Certificate Of Inspection
Ada beberapa tahap penerbitan Certificate of Inspection oleh PT
Surveyor Indonesia. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Dokumen
1) Kegiatan pemeriksaan dokumen dimulai dari PT Surveyor Indonesia
menerima surat permohonan pemeriksaan barang bukan baru dari
importir. Surat tersebut menjelaskan keterangan mengai barang yang
akan diimpor, dari mana asal barang tersebut, alamat tempat dimana
barang tersebut ditempatkan dan akan diperiksa
2) Kemudian PT Surveyor Indonesia akan menelaah dokumen yang
dilampirkan perusahaan seperti Surat Ijin Usaha Industri, Persetujuan
Impor dari Kementerian Perdagangan, Angka Pengenal Importir,
NPWP, Kartu Realisasi Impor, Invoice, dan Packing list
3) Memeriksa validitas dan masa berlaku Surat Persetujuan Impor dari
Kementerian Perdagangan, Surat Ijin Usaha, NPWP, dan Angka
Pengenal Importir. Barang yang akan diimpor harus sesuai dengan
apa yang tertulis pada Surat Persetujuan Impor.
4) Dilakukan pengecekkan tentang negara tempat pemeriksaan dan
mengirimkan Request for Quotation ke beberapa afiliasi yang memiliki
cabang di Jakarta serta negosiasi harga, setelah itu memilih afiliasi
yang lokasinya berdekatan dengan lokasi barang yang akan di inpeksi
dan memberikan harga murah di antara yang lain. Apabila afiliasi yang
tidak mempunyai cabang di Jakarta, maka PT Surveyor Indonesia
akan langsung menghubungi afiliasi di negara asal afiliasi.
5) Berdasarkan data harga dari afiliasi, PT Surveyor Indonesia akan
membuat surat penawaran harga kepada importir
6) Apabila Importir setuju dengan harga penawaran, maka importir
membuat surat persetujuan kepada PT Surveyor Indonesia
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 31
7) PT Surveyor Indonesia mengirimkan Inspection Order kepada afiliasi
yang sudah ditentukan, serta membuat kesepakatan tanggal
pemeriksaan.
b. Pemeriksaan Lapangan
1) Hal pertama yang dilakukan adalah identifikasi data barang modal
bukan baru meliputi nama barang, jumlah barang, pabrik pembuat,
type, model, serta number, tahun pembuatan, negara asal pembuatan,
spesifikasi teknis (dimensi, kapasitas angkat, volume, berat) dan
nomor pos tariff HS
2) Setelah itu dilakukan pemeriksaan secara visual terhadap kondisii
barang modal yang diperiksa, yaitu dengan cara pengambilan gambar
atau foto. Foto harus menunjukkan kekhususan dari barang yang
diperiksa
3) Dilakukan pengklasifikasian nomor pos tariff HS
4) Dilakukan penilaian atas kondisi barang modal bukan baru yang
meliputi kelayakan pakai, atau dapat direkondisikan untuk difungsikan
kembali, bukan barang scrap
5) Seluruh hasil pemeriksaan dan pengambilan foto yang dilaksanakan
oleh PT Surveyor Indonesia atau afiliasi dituangkan dalam Inspection
Report atau Survey Report yang ditandatangani inspektur pelaksana,
dan dikirimkan ke PT Surveyor Indonesia di Jakarta
c. Pelaporan
1) Inspection Report diterima oleh inspektur PT Surveyor Indonesia yang
mereview kesesuaian data Inspection Report dari afiliasi
2) Jumlah barang yang diperiksa disesuaikan dengan sisa jumlah yang
diijinkan untuk di impor dalam Surat Persetujuan Impor (dilihat dari
Kartu Kendali Realisasi Impor)
3) Memastikan Nomor Pos Tariff HS barang modal bukan baru yang
diperiksa telah sesuai dengan Surat Persetujuan Impor dari Direktur
Impor. Apabila terdapat perbedaan HS antara ijin impor yang
diterbitkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan dengan
laporan dari afiliasi, maka Inspektur merujuk ke Buku Tabel Bea Masuk
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 32
Indonesia tahun terbaru untuk menentukan HS. Apabila ada
perbedaan data dari importir dengan laporan afiliasi, Inspektur wajib
meminta konfirmasi dari afiliasi.
4) Bila kondisi barang sesuai dengan yang dipersyaratkan Peraturan
Menteri Perdagangan No 77/M.DAG/PER/12/2012, maka dibuat draft
Certificate of Inspection dan direview oleh Inspektur lain sebelum
diterbitkan.
5) Certificate of Inspection ditandatangani oleh Kepala PT Surveyor
Indonesia dan diberi stempel perusahaan serta diregistrasi. Apabila
Kepala PT Surveyor Indonesia berhalangan untuk menandatangani
Certificate of Inspection, maka penanda tanganan dilakukan oleh
personil lain yang ditunjuk oleh Kepala Surveyor Indonesia dan
dibuktikan dalam dokumen tertulis.
6) Certificate of Inspection tidak dapat diterbitkan bilamana barang modal
yang diperiksa ternyata ditemukan dalam kondisi tidak layak pakai atau
scrap, barang modal yang akan diimpor tidak sesuai dengan yang
dimaksud dalam Surat Persetujuan Impor, tanggal penerbitan
Certificate of Inspection melampaui tanggal berakhirnya Sruat
Persetujuan Impor.
7) Apabila terjadi kesalahan dalam penulisan Certificate of Inspection,
harus diterbitkan Surat Keterangan Perbaikan yang ditandatangani
oleh Kepala PT Surveyor Indonesia
8) Certificate of Inspection dibuat rangkap 3 (tiga), sedangkan laporan
dari afiliasi di kopi rangkap 1 (satu) dengan distribusi 1 (satu) certificate
of Inspection asli dan 1 (satu) kopi untuk importir, 1 (satu) kopi dan 1
(satu) kopi laporan dari afiliasi untuk PT Surveyor Indonesia Pusat, dan
1 (satu) kopi certificate of Inspection untuk arsip PT Surveyor
pelaksana.
Selain mengatur ketentuan mengenai pemeriksaan fisik barang,
kebijakan impor barang modal bukan baru juga mengatur ketentuan
mengenai pemberian rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 33
Ketentuan pemberian rekomendasi atas impor barang modal bukan baru
berlaku bagi perusahaan rekondisi, perusahaan manufaktur, dan
perusahaan pemakai langsung yang melakukan kegiatan impor diterbitkan
oleh pemerintah.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian
No.9/2014 tentang Ketentuan Pemberian Rekomendasi atas Impor Barang
Modal Bukan Baru yang baru saja diundangkan pada 17 Februari 2014
lalu.
Salah satu persyaratan bagi perusahaan rekondisi, remanufacturing,
dan perusahaan pemakai langsung dalam melakukan impor barang modal
bukan baru adalah berupa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Agar pemberian rekomendasi berjalan transparan, maka diperlukan
ketentuan dalam pemberian rekomendasi. Dengan kata lain, Kemenperin
memiliki pertimbangan teknis bagi perusahaan yang melakukan importasi
barang modal bukan baru.
Adapun yang dimaksud dengan barang modal bukan baru adalah
barang, mesin, dan/atau alat yang digunakan sebagai modal usaha atau
untuk menghasilkan sesuatu yang masih layak pakai, atau untuk
direkondisi, diproduksi ulang (remanufacturing), digunafungsikan kembali
dan bukan scrap.
Dalam Pasal 2 Ayat 1 beleid itu disebutkan bahwa perusahaan
pengimpor barang modal bukan baru yang harus memperoleh
rekomendasi dari Kemenperin a.l perusahaan rekondisi yang mengimpor
barang modal bukan baru seperti tercantum dalam lampiran Permendag
No.75/2013, selain pos tarif/HS 8901, 8902, 8903, 8904, dan 8905 butir
(a).
Kemudian, perusahaan remanufacturing yang mengimpor barang
modal bukan baru sebagaimana tercantum dalam lampiran Permendag
No.75/2013, selain pos tarif/HS 8901, 8902, 8903, 8904, dan 8905 butir
(b).
Lalu, perusahaan pemakai langsung yang akan mengimpor barang
modal bukan baru dengan pos tarif/HS 8901, 8902, 8903, 8904, dan 8905
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 34
yang berusia di atas 20 tahun sebagaimana tercantum dalam lampiran
Permendag No.75/2013 butir (c).
Selain itu perusahaan pemakai langsung yang akan mengimpor
barang modal bukan baru yang tidak tercantum dalam lampiran
Permendag dengan tujuan pengembangan ekspor dan investasi, relokasi
industri atau pembangunan infrastruktur.
Rekomendasi juga wajib diperoleh bagi perusahaan rekondisi yang
akan mengimpor barang modal bukan baru dengan pos tarif 8701.20,
8704, 8705, 8706, 8707, 8708, 8716 untuk keperluan otomotif yang tidak
tercantum dalam lampiran Permendag itu dengan mempertimbangkan
kemampuan industri dalam negeri. Di dalam beleid itu dijelaskan
rekomendasi seperti yang dimaksud Ayat 1 berlaku selama 6 bulan sejak
tanggal diterbitkan dan berakhir pada 31 Desember 2016.
4.5. Review Kebijakan Ketentuan Impor Barang Modal Bukan Baru Beberapa pertimbangan sebagai landasan bagi Kementerian
Perdagangan untuk mereview Ketentuan Impor Barang Modal Buka Baru
adalah sebagai berikut:
1. Landasan Hukum Kebijakan Impor Barang Modal Sebagaimana diketahui, sejak tanggal 11 Maret 2014, Presiden RI
telah menandatangani Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang
Perdagangan. Indonesia telah membuat sejarah baru ketika
pemerintah dan DPR berhasil membuat UU Perdagangan. Diharapkan
kehadiran UU Perdagangan dapat menjadi faktor penentu
pertumbuhan ekonomi, juga pendorong peningkatan produk nasional di
dunia internasional. UU Perdagangan mempunyai tujuan untuk
mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia yang merupakan
perwujudan dari cita-cita bangsa sesuai dengan Pasal 33 Undang-
Undang Dasar 1945.
Khusus pengaturan mengenai ketentuan impor barang modal bukan
baru, UU Perdagangan mengaturnya melalui Pasal 47 ayat (2) yang
berbunyi:
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 35
“Dalam hal tertentu Menteri dapat menetapkan Barang yang diimpor
dalam keadaan tidak baru.” Dengan demikian, pemerintah memberikan
akses bagi pelaku usaha yang hendak mengimpor barang modal
dalam kondisi bukan baru. Sementara itu, berdasarkan ketentuan
penjelasan dalam UU Perdagangan dijelaskan bahwa yang dimaksud
dengan “dalam hal tertentu” adalah dalam hal barang yang dibutuhkan
oleh Pelaku Usaha berupa Barang modal bukan baru yang belum
dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri sehingga perlu diimpor dalam
rangka proses produksi industri untuk tujuan pengembangan ekspor,
peningkatan daya saing, efisiensi usaha, investasi dan relokasi
industri, pembangunan infrastruktur, dan/atau diekspor kembali. Selain
itu, dalam hal terjadi bencana alam dibutuhkan barang atau peralatan
dalam kondisi tidak baru dalam rangka pemulihan dan pembangunan
kembali sebagai akibat bencana alam serta Barang bukan baru untuk
keperluan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.”
2. Pengembangan Industri Mesin Dalam Negeri Kemandirian bangsa menjadi salah satu pertimbangan dalam kegiatan
perdagangan dengan negara mitra. Dengan usaha kemandirian
bangsa, maka peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan produk-
produk yang selama ini banyak diimpor dari luar negeri. Program
substitusi impor bukan hanya untuk kepentingan nasional berupa
kemandirian bangsa, namun juga sebagai upaya untuk mengurangi
ketergantungan atas barang impor serta mengurangi defisit neraca
perdagangan.
Dengan tujuan tersebut diatas, Kementerian Perdagangan melakukan
review atas kebijakan impor barang modal bukan baru. Proses
identifikasi kembali beberapa pos HS barang modal bukan baru yang
diimpor perlu dilakukan, mengingat kebutuhan barang modal bukan
baru dan pangsanya terhadap seluruh impor barang modal semakin
menurun.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 36
3. Pembangunan Berwawasan Lingkungan Keberadaan barang modal bukan baru dilihat dari kondisi merupakan
barang yang telah dipakai namun masih layak untuk dipergunakan
kembali. Karena sifatnya yang bekas pakai, tentu kondisi teknis barang
modal tersebut sudah berkurang kemampuan dan kekuatannya.
Disamping itu, pengoperasian mesin bukan baru dapat memberikan
dampak terhadap lingkungan. Sebagaimana diketahui, mesin bukan
baru akan mengeluarkan emisi karbon lebih tinggi dan dapat
mengeluarkan residu yang membahayakan lingkungan.
Namun dalam kegiatan industri akan diikuti dengan dampak negatif
limbah industri terhadap lingkungan hidup manusia. Limbah industri
yang toksik akan memperburuk kondisi lingkungan dan akan
meningkatkan penyakit pada manusia dan kerusakan pada komponen
lingkungan lainnya. Dari hasil penelitian1 diketahui bahwa limbah
industri dapat menghasilkan bahan toksik terhadap lingkungannya.
yang berdampak negatif terhadap manusia dan komponen lingkungan
lainnya. Limbah cair industri paling sering menimbulkan masalah
lingkungan seperti kematian ikan, keracunan pada manusia dan
ternak, kematian plankton, akumulasi dalam daging ikan dan moluska,
terutama bila limbah cair tersebut mengandung zat racun seperti: As,
CN, Cr. Cd, Cu, F, Hg, Pb atau Zn.
4. Kemampuan Daya Beli Pelaku Usaha dan Upaya Penghematan Pada dasarnya impor barang bekas memang tidak diperbolehkan.
Hanya saja untuk barang tertentu yang dianggap penting tetap
diperbolehkan asalkan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Impor mesin bukan baru saat ini diperbolehkan mengingat
kebutuhan dalam negeri masih belum dapat dipenuhi pasar domestik.
Impor mesin bekas masih diperlukan oleh beberapa pelaku usaha
industri di Indonesia, terutama yang memiliki teknologi terbarukan guna 1 Supraptini Supraptini, Pengaruh Limbah Industri Terhadap Lingkungan Di Indonesia, Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Vol 12 No 2, Juni, 2002
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 37
efektifitas dan penambahan kapasitas produksi. Impor dilakukan
karena barang tersebut atau sejenisnya belum tersedia di dalam
negeri. Pilihan kondisinya yang bukan baru dipilih dengan alasan
menghemat biaya pengadaan barang modal.
Harga mesin bukan baru memang relatif lebih murah jika dibandingkan
dengan harga mesin baru. Walau kondisinya tidak baru, mesin ini
masih dalam kondisi prima untuk digunakan. Namun, banyak kalangan
yang tidak menyetujui impor barang modal bukan baru. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa barang bukan baru masih
memerlukan perbaikan atau perawatan yang tentunya membutuhkan
biaya yang tidak sedikit. Jika hal itu terjadi, usaha penghematan yang
diambil ketika membeli barang modal bukan baru tidaklah tercapai.
Dalam jangka panjang, mesin baru justru lebih menghemat
pengeluaran. Namun itu semua tergantung pada kondisi barang modal
bukan baru itu sendiri apakah dalam jangka panjang masih layak
digunakan ataukah tidak.
5. Penyeimbangan Neraca Perdagangan
Jika defisit terdapat pada transaksi berjalan, maka untuk menutup
defisit tersebut harus ditimbangkan penerimaan pada transaksi modal,
misalnya dengan cara mencari pinjaman luar negeri atau menarik
investor asing untuk menanamkan modalnya di dalam negeri.
Demikian pula jika penyebab devisit tersebut pada komponen transaksi
berjalan, maka untuk menyehatkan atau menutup defisit tersebut harus
diusahakan meningkatkan pada komponen transaksi berjalan,
misalnya dengan meningkatkan ekspor barang dan jasa dan
sebagainya.
Namun, saat ini kinerja ekspor mengalami sedikit penurunan dan
sebaliknya impor mengalami peningkatan sehingga menyebabkan
defisit yang cukup besar pada neraca perdagangan Indonesia.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 38
4.6. Tanggapan dan Masukan Pemangku Kepentingan Terkait 1. Rapat Terbatas
Dalam rangka mendapatkan data dan informasi terkait kebijakan
impor barang modal bukan baru, Pusat Kebijakan Perdagangan
Luar Negeri melaksanakan Rapat Terbatas dengan instansi terkait,
dan disimpulkan beberapa hal antara lain:
a. Karakteristik mesin yang akan diimpor dibatasi usianya 20
tahun, sedangkan untuk mesin dengan usia diatas 20 tahun
perlu surat keterangan tambahan dari Kementerian
Perindustrian. Diusulkan agar batas maksimal usia mesin yang
dapat diimpor diatur sehingga importir tidak memasukkan mesin
yang usianya sudah sangat tua atau diatas usia 20 tahun.
b. Penyampaian kebijakan terkait Lartas yang diterbitkan oleh
Kementerian/Lembaga terkadang telah melewati batas waktu
pelaksanaan kebijakan, bahkan beberapa diantaranya tidak
mencantumkan tanggal diundangkan oleh Kementerian Hukum
dan HAM. Dengan tidak dicantumkannya tanggal diundangkan,
maka berpeluang terjadinya kekosongan hukum yang dapat
mengakibatkan kerancuan dalam pelaksanaan kebijakan di
lapangan.
c. Kebijakan yang mencantumkan kuota sering kali tidak terkontrol
dengan benar, sehingga dikhawatirkan beberapa produk yang
diimpor telah melampaui batas kuota yang ditetapkan.
Disamping itu, perlu dirinci ketentuan kuota berdasarkan
pelabuhan masuk agar dapat lebih terkendali impornya.
d. Terkait ketentuan impor sementara, pengaturan impor barang
modal bukan baru menyebutkan jika telah melampaui batas
maksimal 3 (tiga) tahun ijin impor, maka sesuai ketentuan
diwajibkan untuk dire-ekspor. Jika pelaku usaha tidak
melakukan re-ekspor, Bea dan Cukai akan mengenakan
hukuman denda sebesar 100% dari nilai impor
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 39
e. Sucofindo dan Surveyor Indonesia sebagai pelaksana verifikasi
menyatakan bahwa hingga saat ini belum menerima permintaan
untuk melakukan verifikasi dari Kawasan Perdagangan Bebas
Batam, Bintan dan Karimun serta dari Kawasan Berikat.
Ketentuan yang berlaku saat ini Kawasan Perdagangan Bebas
Batam, Bintan dan Karimun dikecualikan dari ketentuan
verifikasi.
f. Bea dan Cukai mengusulkan agar dibentuk Tim Kebijakan Non
Tarif seperti Tim Tarif yang berada di Badan Kebijakan Fiskal
agar dapat mengharmoniskan beberapa kebijakan Lartas yang
diterbitkan oleh beberapa instansi pemerintah.
2. Hasil Temuan Lapangan Berdasarkan hasil survey yang dilakukan terhadap 12 (dua belas)
responden di Bandung dan Yogyakarta, dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
a. Ketentuan impor Barang Modal Bukan baru masih dibutuhkan
oleh beberapa pelaku usaha, khusunya perusahaan yang
memiliki keterbatasan modal dan belum berkembang.
b. Perlu adanya sosialisasi Ketentuan impor Barang Modal Bukan
Baru agar para pemangku kepentingan terkait mengetahui
aspek kebijakan yang diatur sehingga memudahkan dalam
pelaksanaan dilapangan. Namun demikian, dalam
penerapannya, masih diperlukan perbaikan-perbaikan seperti
keterlibatan daerah dalam proses perizinan c. Diharapkan proses perizinan tidak sepenuhnya harus dilakukan
di Kementerian Perdagangan atau melalui Indonesia National
Single Window (INSW), namun juga melibatkan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan di daerah yang dapat
memantau lebih dekat ke pelaku usaha sekaligus dapat
melakukan pengawasan terhadap penerapan kebijakan.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 40
d. Jika pemerintah ingin mencabut kebijakan tersebut, perlu
ditinjau dahulu untuk pemberian intensif yang membantu pelaku
usaha dan perbaikan logistik serta infrastruktur yang lebih baik.
3. Kunjungan Luar Negeri Pada kesempatan kunjungan kerja ke Taiwan, Tim Peneliti
mengunjungi beberapa instansi dan pelaku usaha antara lain
Ministry of Economic Affairs, Chanmag Bakery Machine Co.,Ltd,
dan Chuang Zong Machinery Co., Ltd. Adapun beberapa hal yang
dapat disampaikan dari pertemuan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Ministry of Economic Affairs (MOEA) Kebijakan terkait dengan perdagangan luar negeri berada
dibawah kewenangan Ministry of Economic Affairs. Pada tahun
1993, pemerintah Taiwan menerbitkan Foreign Trade Law yang
mengatur beberapa hal antara lain kebijakan pengembangan
ekspor, kebijakan perjanjian perdagangan bebas dan
sebagainya.
Taiwan memulai langkah industrialisasi sejak tahun 1950,
dimana banyak perusahaan Taiwan mulai mengembangkan
produk-produk industri yang sebelumnya banyak diimpor. Upaya
yang ditempuh oleh Pemerintah Taiwan adalah menjalankan
program substitusi impor. Pada saat itu, Taiwan mengimpor
begitu banyak barang elektronik dari Jepang. Namun, semenjak
dimulainya program substitusi impor Taiwan mulai membatasi
impor barang elektronik dengan menerbitkan beberapa
kebijakan pembatasan impor. Disamping itu, Taiwan juga
mengembangkan beberapa kawasan perdagangan bebas di
wilayah terotorialnya dengan memberikan beberapa insentif
bagi industri yang berinvestasi di dalam kawasan tersebut.
Insentif yang diberikan pemerintah Taiwan berupa insentif pajak
bagi coorporate, dan pelatihan bagi para tenaga kerja dengan
pengetahuan mengembangkan industri manufaktur berteknologi
tinggi. Bahkan ketika terjadi krisis ekonomi, pemerintah Taiwan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 41
memberikan bantuan berupa subsidi bunga pinjaman dalam
rangka mengurangi beban pengeluaran perusahaan.
MOEA juga memberikan rekomendasi kepada pimpinan
kementerian dalam membangun kerjasama dan perjanjian
perdagangan bebas dengan negara lain. Atas dasar beberapa
pertimbangan, Pemerintah Taiwan memandang bahwa Trans
Pacific Partnership (TPP) dan ASEAN merupakan kerjasama
perdagangan yang sangat penting bagi Taiwan.
Mengenai hubungan bilateral dengan Indonesia, MOEA
menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara mitra dagang
yang penting bagi Taiwan. Sebagai mitra dagang yang penting,
Taiwan membutuhkan banyak sumber daya alam untuk
keperluan industrinya, dan hal itu yang selama ini banyak
dipasok dari Indonesia. Selain sebagai negara mitra dagang,
Indonesia juga merupakan negara tujuan untuk berinvestasi
bagi puluhan perusahaan Taiwan. Indonesia memiliki
sumberdaya alam untuk bahan baku, tenaga kerja yang murah,
dan pasar yang sangat besar dengan jumlah penduduk
mencapai 240 juta jiwa.
Saat ini, Taiwan secara khusus sedang mengembangkan
kawasan industri di Karawang, Jawa Barat sebagai lokasi bagi
pengembangan industri manufaktur asal Taiwan. Kawasan
industri tersebut diharapkan akan terus berkembang dan akan
menjadi pemicu peningkatan perdagangan dan investasi antara
kedua negara.
Dengan kewenangan yang dimiliki, MOEA berharap akan
ada kerjasama perdagangan dan perjanjian perdagangan bebas
yang lebih luas dengan Indonesia. Direncanakan pada bulan
Nopember 2014, Taiwan akan mengirimkan misi dagang yang
cukup besar ke Indonesia untuk meningkatkan perdagangan
bilateral antara kedua negara.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 42
b. Chanmag Bakery Machine Co.,Ltd Chanmag Bakery Machine Co, Ltd mengkhususkan diri
dalam pembuatan mesin roti di Taiwan dengan pengalaman
selama lebih dari 30 tahun sejak tahun 1979. Kantor pusat &
manufaktur basement berbasis di Taiwan. Dealer, distributor
berlokasi banyak negara di lima benua di seluruh dunia.
Perusahaan tersebut juga berhasil membantu banyak merek-
merek terkenal roti, produsen kue di Taiwan, China,
Bangladesh, Thailand, Indonesia, dan sebagainya untuk
membangun lini produksi mereka. Saat ini, lebih dari 70% dari
produk roti & makanan untuk sarapan di Taiwan dihasilkan dari
mesin hasil produksi Chanmag dan memperoleh goodwill dan
reputasi yang sangat baik dari pelanggan.
Perusahaan sedang mempertimbangkan untuk
membangun pabrik perakitan mesin industri makanan di luar
negeri, dan salah satu negara yang menjadi kandidat adalah
Indonesia. Dasar pemilihan Indonesia sebagai salah satu
negara yang dipilih sebagai tempat berinvestasi adalah karena
Indonesia merupakan salah satu konsumen mesin hasil
produksinya. Disamping itu, kondisi politik dan keamanan di
Indonesia relatif stabil bila dibandingkan dengan negara-negara
di ASEAN. Jika mencermati kondisi politik dan keamanan yang
terjadi di Vietnam dan Thailand, maka kondisi Indonesia saat ini
jauh lebih baik.
Pimpinan perusahaan membandingkan antara jika
perusahaan mengekspor mesin produksinya ke Indonesia
dengan membangun pabrik dan menjualnya langsung, maka
perusahaan dapat menghemat biaya penjualan sebesar ± 30%.
Biaya yang dapat dihemat menurut perhitungan perusahaan
adalah tarif bea masuk sebesar 5% - 10% dan biaya
transportasi dalam rangka pengiriman melalui laut yang cukup
besar.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 43
Selain dapat menghemat biaya, perusahaan juga
memandang bahwa Indonesia dengan jumlah penduduk
mencapai 240 juta jiwa merupakan pasar yang sangat besar.
Dengan pendapatan perkapita penduduk yang meningkat,
pentumbuhan ekonomi yang stabil pada angka 6% per tahun,
dan tumbuhnya kelas menengah, diyakini sebagian penduduk
Indonesia memiliki daya beli yang meningkat. Diprediksi akan
terjadi pergeseran konsumsi bahan pangan pokok dari beras
menjadi bahan pangan lainnya. Untuk itu, perusahaan meyakini
akan terjadi diversifikasi pangan dengan mengkonsumsi pilihan
jenis makanan seperti roti dan sebagainya. Pada kondisi itulah
perusahaan melihat adanya peluang bisnis dalam
pengembangan penjualan mesin produksi yang mereka
hasilkan.
Namun, perusahaan perlu mendapatkan informasi yang
komprehensif mengenai iklim berinvestasi di Indonesia.
Perusahaan ingin mengetahui fasilitas dan insentif apa saja
yang ditawarkan oleh pihak pemerintah Indonesia kepada
mereka jika hendak berinvestasi. Hal tersebut diperlukan
mengingat beberapa negara di ASEAN juga menawarkan
investasi, dan perusahaan ingin membandingkan skema insentif
yang diberikan oleh masing-masing negara.
c. Chuang Zong Machinery Co., Ltd Perusahaan yang bergerak dalam memproduksi mesin
pembuat makanan ini telah berdiri selama 40 tahun. Didirikan
pertama kali oleh oleh orang tua pemilik saat ini, awalnya hanya
fokus pada pengembangan mesin pertanian dan makanan.
Lambat laun, perusahaan ini fokus dalam menghasilkan mesin
industri makanan dan terus mengalami peningkatan hingga saat
ini. Modal awal pendirian usaha menggunakan dana pribadi dan
tanpa bantuan pendanaan dari pemerintah.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 44
Perusahaan ini mengembangan produknya berdasarkan
atas permintaan konsumen. Disain dan rangka mesin yang
dihasilkan sepenuhnya disesuaikan atas kebutuhan konsumen
yang menggunakan mesin. Untuk itu, perusahaan ini tidak
mengadakan research and development dalam menciptakan
atau mengembangkan mesin-mesin baru.
Dalam beberapa hal produksi, tidak seluruh komponen
mesin yang dihasilkan diproduksi di pabrik mereka sendiri.
Sebagaian besar komponen justru merupakan usaha sub
kontrak dengan melibatkan perusahaan lainnya. Sebagai
contoh, perusahaan memberikan sub kontrak pembuatan
rangka baja untuk mesin dan beberapa komponen lainnya untuk
diproduksi oleh perusahaan lain. Hal ini dilakukan dengan
pertimbangan efisiensi dan keterbatasan tenaga kerja yang
dimiliki.
Selama beberapa tahun terakhir, banyak perusahaan
Taiwan yang memindahkan usahanya ke Daratan Tiongkok.
Pemindahan ini mengakibatkan munculnya pesaing dalam
memproduksi produk mesin yang sejenis. Mesin yang dihasilkan
oleh perusahaan dari Daratan Tiongkok memiliki daya saing
yang lebih baik dibandingkan dengan mesin hasil produksi
perusahaan tersebut, khususnya harga yang lebih kompetitif.
Pesaing lain juga datang dari mesin produksi dari Jepang.
Jepang selama ini dikenal sebagai negara penghasil mesin
dengan kualitas yang sangat baik. Walaupun harga produk
mesin yang dihasilkan cukup tinggi, konsumen banyak pula
yang membeli dari Jepang. Namun, perusahaan ini meyakini
bahwa konsumen mereka tetap loyal terhadap produk mesin
yang dihasilkan. Selama ini, perusahaan berupaya untuk
memberikan pelayanan penjualan hingga layanan purna jual
kepada para konsumennya.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 45
Mesin hasil produksinya selain untuk dijual di pasar
domestik, namun juga diekspor ke mancanegara. Komposisi
mesin yang dijual di pasar domestik dengan yang dijual di
mancanegara adalah 50 : 50. Negara tujuan pemasaran antara
lain Indonesia, Thailand, dan Myanmar. Keberhasilan
perusahaan untuk mengekspor produknya tidak lepas dari
bantuan yang diberikan Pemerintah Taiwan seperti insentif
keringanan pajak hingga nol persen. Bantuan ini diberikan
kepada seluruh perusahaan Taiwan yang hendak mengekspor.
Untuk mengembangkan usahanya, beberapa tahun
terakhir perusahaan ini mencoba untuk mendirikan pabrik di luar
Taiwan, dan salah satu negara tujuan investasinya adalah
Indonesia. Perusahaan mempertanyakan pula penawaran
investasi yang akan diberikan oleh Indonesia jika hendak
berinvestasi. Insentif yang diharapkan dapat diberikan oleh
Indonesia antara lain kemudahaan dalam pengurusan perijinan
investasi dan keringanan pajak. Jika hal tersebut dapat
diberikan, maka perusahaan akan mempertimbangkan untuk
menanamkan modalnya di Indonesia.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 46
BAB V Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
5.2. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pada Bab-bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Ketentuan ini telah berlaku sejak tahun 2001 dengan terbitnya
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
172/MPP/Kep/5/2001 tentang Impor Mesin dan Peralatan Mesin
Bukan Baru
2. Ketentuan terbaru terkait impor barang modal bukan baru adalah
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 75/M-DAG/PER/12/2013
tentang Ketentuan Impor Barang Modal Bukan Baru.
3. Beberapa hal yang diatur dalam Permendag Nomor 75/M-
DAG/PER/12/2013 adalah sebagai berikut:
a. perusahaan rekondisi dan manufakturing harus menyertakan
bukti surat kepemilikan bengkel sebagai persyaratan pengurusan
perizinan impor barang modal bukan baru;
b. Perusahaan yang dapat melakukan impor barang modal bukan
baru yaitu perusahaan pemakai langsung, perusahaan rekondisi
atau perusahaan remanufakturing;
c. Setiap pelaksanaan impor Barang Modal Bukan Baru harus
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan teknis oleh Surveyor di
Negara asal muat barang;
d. Lampiran jumlah kode HS yang boleh diimpor juga berkurang dari
305 HS menjadi 282 HS.
4. Impor barang dalam kondisi bukan baru diatur dalam Undang-Undang
No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan pada Pasal 47 ayat (2) yang
berbunyi “Dalam hal tertentu Menteri dapat menetapkan Barang yang
diimpor dalam keadaan tidak baru.”
5. Dalam bagian Penjelasan dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2014
tentang Perdagangan disebutkan “Yang dimaksud dengan “dalam hal
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 47
tertentu” adalah dalam hal barang yang dibutuhkan oleh Pelaku
Usaha berupa Barang modal bukan baru yang belum dapat dipenuhi
dari sumber dalam negeri sehingga perlu diimpor dalam rangka
proses produksi industri untuk tujuan pengembangan ekspor,
peningkatan daya saing, efisiensi usaha, investasi dan relokasi
industri, pembangunan infrastruktur, dan/atau diekspor kembali.
Selain itu, dalam hal terjadi bencana alam dibutuhkan barang atau
peralatan dalam kondisi tidak baru dalam rangka pemulihan dan
pembangunan kembali sebagai akibat bencana alam serta Barang
bukan baru untuk keperluan lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.”
6. Selama 5 tahun terakhir, kontribusi barang modal terhadap total impor
terus mengalami penurunan. Pada Januari-Mei 2014, impor barang
modal memberikan kontribusi sebesar 16,5% terhadap total impor
atau sebesar USD 12,3 miliar. Sementara neraca perdagangan
barang modal Indonesia mengalami defisit sejak tahun 2004 sampai
tahun 2014.
7. Total impor untuk jenis barang yang diatur dalam Permendag 75/2013
di tahun 2013 mencapai USD 10,9 miliar, turun 29,5% dari tahun
2012.
8. Kandungan impor barang modal yang dalam keaadaan tidak baru,
hanya sekitar 5% atau sebesar USD 0,6 miliar di tahun 2013.
9. Lebih dari 50% impor barang modal bukan baru tahun 2013 berasal
dari Jepang, Singapura, dan Cina.
10. Sementara itu, produk impor barang modal bukan baru bervariasi dari
tahun ke tahun. Di tahun 2013, impor barang modal bukan baru
terbesar adalah mesin sejenis alat pengoboran untuk pertambangan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 48
5.2. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan analisis tersebut diatas, maka dapat kami sampaikan
beberapa rekomendasi sebagai berikut:
a. Kebijakan Ketentuan Impor Barang Modal Bukan Baru tetap
diperpanjang dengan beberapa perbaikan, diantaranya dengan :
• Mengurangi jumlah produk yang boleh diimpor dalam keadaan
bukan baru, dengan fokus pada produk yang benar-benar belum
diproduksi dalam negeri dan dibutuhkan oleh industri kecil.
• Batas usia mesin yang diperbolehkan diimpor tidak melebihi 15
tahun, dan maksimal 25 tahun dengan rekomendasi.
• Melakukan pengawasan untuk memastikan bahwa impor barang
modal bukan baru ditujukan untuk pengembangan ekspor,
peningkatan daya saing, efisiensi usaha, investasi dan relokasi
industri, pembangunan infrastruktur, dan/atau diekspor kembali.