Upload
doannhi
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng
Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar
diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi
secara trial and error. Trial and error dilakukan untuk menemukan formula
dasar dari tepung bumbu ayam goreng yang dapat memberikan kesan crispy atau
renyah ketika diaplikasikan pada ayam. Trial and error dilakukan pertama-tama
dengan membuat tepung bumbu dengan menggunakan 100 % tepung terigu yang
dicampur dengan bumbu lada, bawang putih bubuk, dan ketumbar. Hasilnya
tidak seperti yang diinginkan. Ayam yang digoreng dengan menggunakan
tepung bumbu ini menjadi lembek dan tidak crispy setelah dingin, selain itu
bumbunya masih kurang terasa. Oleh karena itu dilakukan formulasi dengan
mencampur tepung terigu dengan tepung lainnya.
Formula campuran tepung yang dicoba adalah dengan menggunakan
tepung terigu, maizena, dan tepung beras. Maizena dan tepung beras
ditambahkan dalam formula karena dari hasil penelitian Fransisca (2010), telah
dilakukan identifikasi terhadap produk tepung bumbu yang beredar di pasaran
untuk melihat komposisi yang digunakan oleh tepung bumbu komersial pada
umumnya. Hasil identifikasi menyatakan bahwa hampir semua tepung bumbu
menggunakan komposisi tepung yang sama antara lain tepung terigu, tepung
beras, tapioka, dan maizena.
Maizena merupakan tepung yang baik bila dicampur dengan tepung
terigu karena dapat mengurangi rasa puffy (empuk) pada terigu. Maizena ketika
digoreng cenderung lebih renyah dan mudah patah saat digigit. Pemakaian
maizena yang berlebihan akan membuat gorengan terasa keras. Tepung beras
merupakan salah satu pengganti maizena yang membantu memberi tekstur
mudah digigit dan renyah. Tepung beras dapat membantu tepung terigu
membentuk tekstur renyah dan padat (Yuyun, 2007). Penambahan tapioka
bertujuan untuk menghasilkan tekstur mengembang yang diharapkan. Pada
formulasi ini, tapioka tidak ditambahkan langsung melainkan sebagai bahan
pengisi pada tepung bawang putih. Sehingga saat penggunaan tepung bawang
23
putih, secara tidak langsung tapioka juga ditambahkan dan akan memberikan
pengaruh.
Penentuan formula campuran tepung ini juga ditambahkan jenis bumbu
dan rempah yang lain seperti pala, garam, cabe bubuk, dan penyedap rasa. Selain
itu juga ditambahkan soda kue. Soda kue merupakan bahan pengembang yang
digunakan untuk meningkatkan kerenyahan. Pada saat pemanasan, soda kue
akan melepaskan karbon sehingga terbentuk struktur yang tidak terlalu kuat
(renyah).
Cara pengolahan tepung bumbu ayam goreng ini adalah tepung terigu,
maizena, tepung beras, dan bumbu yang digunakan dicampur kering (dry
mixing) di dalam wadah setelah sebelumnya bumbu yang berasal dari biji-bijian
dibuat tepung terlebih dahulu. Bahan-bahan yang sudah dicampur kemudian
diaduk selama satu jam hingga tercampur rata.
B. Karakterisasi Tepung Bumbu Ayam Goreng
Formula tepung bumbu ayam goreng yang sudah dibuat kemudian
dikarakterisasi. Karakterisasi tepung bumbu ayam goreng meliputi analisis
komposisi kimia, analisis sifat fungsional, dan pengujian organoleptik pada
tepung bumbu ayam goreng dan aplikasinya. Hasil analisis komposisi kimia dan
sifat fungsional yang telah dilakukan terhadap semua formula tepung bumbu
ayam goreng dapat dilihat pada Tabel 6.
1. Komposisi Kimia
a. Kadar Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air
dapat mempengaruhi tekstur, kenampakan, dan cita rasa makanan.
Kandungan air dalam bahan pangan akan menentukan kesegaran dari
bahan tersebut. Pada umumnya, kadar air suatu bahan pangan sering
dihubungkan dengan daya simpan dan ketahanan dari suatu produk
terhadap kerusakan. Bila kandungan air tinggi maka bahan akan lebih
cepat mengalami kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Untuk
memperpanjang daya tahan bahan maka sebagian air dalam bahan harus
24
dihilangkan dengan cara yang sesuai dengan jenis bahan, seperti cara
pengeringan.
Tabel 6. Analisis komposisi kimia dan sifat fungsional tepung bumbuayam goreng
Komposisi Kimiadan Sifat
FungsionalTerigu MOCAF
Formula
A B C D(75 : 25) (50 : 50) (25 : 75) (0 : 100)
Kadar Air(%) 5.93 4.63 4.99 4.97 4.89 4.67
Kadar Lemak(% bk) 0.54 0.36 1.36 1.15 1.11 0.50Kadar Serat Kasar(% bk) 0.35 3.51 1.48 2.77 3.22 3.59Kadar Abu(% bk) 0.59 0.42 8.37 8.08 7.97 7.95Kadar Protein(% bk) 9.56 0.36 6.95 4.51 4.47 3.66
Kadar Karbohidrat(% bk) 83.03 90.72 76.84 78.53 78.35 79.63Water HoldingCapacity (%) 5.00 8.00 3.00 4.00 5.00 6.00Oil HoldingCapacity (%) 7.00 9.00 8.00 8.00 7.50 8.00
Kadar air yang tinggi pada produk tepung-tepungan akan sangat
mengganggu stabilitas dari produk tersebut. Kandungan air yang tinggi
pada produk tepung-tepungan akan membuat tepung tersebut
menggumpal apabila disimpan. Dengan banyaknya kandungan air,
kerusakan karena aktivitas mikroorganisme akan cepat terjadi.
Kadar air dari tepung bumbu ayam goreng ini dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu adanya perlakuan pencampuran dari berbagai bahan
serta kondisi penyimpanan bahan sebelum digunakan. Dari hasil
pengukuran yang telah dilakukan pada parameter kadar air terhadap
produk tepung bumbu ayam goreng, dapat dilihat pada Tabel 6 dan
Gambar 5 bahwa semakin banyak pemakaian MOCAF, kadar air akan
semakin rendah. Hal ini disebabkan kadar air MOCAF yaitu 4.63 % lebih
kecil dibandingkan dengan kadar air tepung terigu yaitu 5.93 %. Kadar air
yang dihasilkan dari produk tepung bumbu ayam goreng ini adalah 4.67 %
25
– 4.99 %. Rentang nilai rata-rata dari kadar air ini menunjukkan bahwa
kadar air pada tepung bumbu ayam goreng tersebut telah memenuhi syarat
SNI 01-4476-1998 tentang tepung bumbu yaitu maksimal 12 %.
Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α
= 0.05) pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa adanya formulasi
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar air tepung bumbu
ayam goreng. Dari hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 2) yang dilakukan
dapat dilihat pada bahwa formula D (pemakaian MOCAF 100 %) adalah
formula yang berbeda nyata dari formula A, formula B, dan formula C.
Sedangkan formula A, formula B, dan formula C tidak saling berbeda
nyata.
Formula D merupakan formula yang memiliki kadar air terendah
yaitu 4.67 %. Hal ini disebabkan karena pada formula ini tingkat
pemakaian MOCAF 100 %. Kadar air MOCAF yang lebih rendah dari
tepung terigu membuat kadar air tepung bumbu ayam goreng pada formula
D menjadi rendah. Rendahnya kadar air pada tepung bumbu ayam goreng
akan membuat tepung bumbu ayam goreng ini akan tahan selama
penyimpanan. Nilai kadar air yang rendah juga dapat mencegah kerusakan
tepung bumbu ayam goreng yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Gambar 5. Grafik hubungan formula dengan kadar air tepung bumbuayam goreng
26
b. Kadar Lemak
Metode Soxhlet adalah metode yang digunakan untuk mengukur
kadar lemak suatu bahan. Lemak yang terekstrak dengan metode ini
merupakan kadar lemak kasar yaitu tidak hanya lemak yang terekstrak
oleh pelarut organik tetapi juga lilin, fosfolipid, sterol, hormon, minyak
atsiri, pigmen, dan juga vitamin yang larut lemak (Ketaren, 1986).
Lemak sebenarnya tidak masuk dalam persyaratan SNI 01-4476-
1998 tentang tepung bumbu, namun keberadaan lemak perlu juga
diketahui karena dapat mempengaruhi mutu dari tepung bumbu yang
diproduksi. Tingginya nilai lemak tidak diharapkan, karena hal ini dapat
menyebabkan penurunan mutu suatu produk. Pada produk tepung-
tepungan termasuk tepung bumbu, tingginya kadar lemak akan membuat
tepung bumbu menjadi tengik selama penyimpanan. Hal ini disebabkan
oleh proses oksidasi lemak.
Dari data yang diperoleh pada Tabel 6 dan Gambar 6, diketahui
bahwa semakin banyak pemakaian MOCAF, semakin rendah kadar
lemaknya. Hal ini disebabkan oleh kadar lemak MOCAF yang rendah
yaitu 0.36 % (bk), sehingga menyebabkan pergeseran persentase
komposisi bahan dari tepung bumbu ayam goreng. Nilai rata-rata kadar
lemak yang diperoleh dari semua formulasi tepung bumbu adalah 0.50 –
1.36 % (bk).
Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α
= 0.05) pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa adanya formulasi
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar lemak tepung
bumbu ayam goreng. Dari hasil uji lanjut Duncan yang dilakukan dapat
dilihat pada Lampiran 3 bahwa formula D (pemakaian MOCAF 100 %)
adalah formula yang berbeda nyata dari formula A, formula B, dan
formula C. Sedangkan formula A, formula B, dan formula C tidak saling
berbeda nyata.
Formula D merupakan formula yang memiliki kadar lemak
terendah yaitu 0.50 % (bk). Hal ini disebabkan karena pada formula ini
tingkat pemakaian MOCAF 100 %. Kadar lemak MOCAF 0.36 % (bk)
27
yang lebih rendah dibandingkan kadar lemak tepung terigu 0.54 % (bk)
memberikan pengaruh yang nyata pada kadar lemak tepung bumbu ayam
goreng. Kadar lemak yang rendah pada tepung bumbu ayam goreng
dapat mencegah terjadinya ketengikan.
Gambar 6. Grafik hubungan formula dengan kadar lemak tepung bumbuayam goreng
c. Kadar Serat Kasar
Serat bahan pangan merupakan komponen dari jaringan tanaman
yang tahan terhadap hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil
(Winarno, 1992). Serat terdiri dari dinding sel, selulosa, hemiselulosa,
pektin, dan lignin. Serat sukar diuraikan, memberi bentuk atau struktur
pada tanaman, tidak larut dalam air dingin ataupun air panas. Kandungan
serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses
pengolahan, misalnya proses penggilingan atau pemisahan antara kulit
dan kotiledon. Dengan demikian persentase serat kasar dapat dipakai
untuk menentukan kemurnian bahan atau efisiensi suatu proses
(Sudarmadji, 1989). Serat kasar ditentukan dari residu setelah bahan
pangan diperlakukan dengan asam dan basa kuat.
Dari data yang diperoleh seperti pada Tabel 6 dan Gambar 7,
dengan semakin tingginya pemakaian MOCAF, kadar serat kasar yang
dihasilkan akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena kadar serat
kasar MOCAF 3.51 % (bk) lebih besar dibandingkan kadar serat kasar
28
tepung terigu 0.35 % (bk). Rentang nilai rata-rata kadar serat kasar dari
tepung bumbu ayam goreng yang diproduksi adalah sebesar 1.48 % -
3.59 % (bk). Kadar serat kasar ini lebih besar dari kadar serat kasar yang
sudah ditetapkan oleh SNI 01-4476-1998 tentang tepung bumbu yaitu
maksimal 1.5 %. Kadar serat kasar yang tinggi pada tepung bumbu ini
diakibatkan kadar serat MOCAF yang besar. Hal ini disebabkan pada
pembuatan MOCAF tidak melalui proses ekstraksi seperti pada
pembuatan tapioka sehingga serat kasarnya masih banyak.
Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α
= 0.05) pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar serat kasar tepung
bumbu ayam goreng. Adanya kandungan serat pada suatu produk pangan
akan memberikan karakteristik yang fisik yang meliputi kemampuan
kapasitas untuk mengembang, meningkatkan densitas kamba,
membentuk gel dalam viskositas yang berbeda-beda, mengabsorbsi
minyak, pertukaran kation, warna, dan flavor. Dengan tingginya kadar
serat pada tepung bumbu maka daya penyerapan minyak dari tepung
bumbu saat digunakan untuk aplikasi (coating) pada suatu bahan pangan
akan semakin tinggi juga. Hal ini menyebabkan minyak goreng yang
digunakan pada saat menggoreng akan cepat habis.
Gambar 7. Grafik hubungan formula dengan kadar serat kasar tepungbumbu ayam goreng
29
d. Kadar Abu
Kadar abu suatu tepung berhubungan dengan kandungan
mineral di dalamnya. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan
yang tidak terbakar selama proses pembakaran. Kandungan abu dan
komposisinya tergantung pada jenis bahan dan cara pengabuannya.
Sekitar 96 % bahan makanan terdiri senyawa organik dan air. Sisanya
terdiri dari unsur-unsur mineral yang dikenal juga sebagai senyawa
anorganik atau kadar abu. Selama proses pembakaran, bahan-bahan
organik terbakar, tetapi zat anorganiknya tidak terbakar karena
itulah disebut abu (Hanif, 2009).
Kadar abu sangat dipengaruhi oleh jenis bahan, umur bahan, dan
lain-lain. Menurut Nielsen (2003), kadar abu tepung-tepungan bervariasi
antara 0.30 – 1.40 % (bb). Semakin besar kadar abu suatu bahan pangan,
semakin besar pula kandungan mineral yang terkandung di dalam bahan
pangan tersebut. Kandungan mineral dengan jumlah yang cukup akan
bermanfaat bagi tubuh.
Dari hasil yang diperoleh pada Tabel 6 dan Gambar 8, dengan
semakin banyak pemakaian MOCAF pada tepung bumbu ayam goreng,
kadar abu akan semakin rendah. Kadar abu MOCAF 0.42 % (bk) lebih
rendah dari kadar abu tepung terigu 0.59 % (bk). Rentang nilai dari kadar
abu yang diperoleh adalah sebesar 7.95 % – 8.37 % (bk). Rentang nilai
ini lebih besar dibandingkan dengan ketetapan SNI 01-4476-1998
tentang tepung bumbu dimana nilai kadar abu maksimum 1.5 %. Nilai
kadar abu yang besar ini disebabkan adanya penambahan bumbu seperti
garam dan soda kue yang merupakan garam-garam anorganik sehingga
masih tersisa sebagai abu saat dilakukan pengabuan.
Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α
= 0.05) pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar abu tepung bumbu
ayam goreng. Hal ini disebabkan karena jumlah garam dan soda kue
yang ditambahkan pada masing-masing formula adalah sama sehingga
30
tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kadar abu tepung bumbu
ayam goreng.
Gambar 8. Grafik hubungan formula dengan kadar abu tepung bumbuayam goreng
e. Kadar Protein
Protein adalah asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C,
H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno,
1992). Protein dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk ikatan fisis
yang renggang maupun ikatan kimiawi yang lebih erat dibandingkan
dengan karbohidrat atau lemak (Hanif, 2009). Analisis protein
dilakukan untuk mengetahui jumlah protein dalam bahan makanan
yang menentukan kualitas bahan pangan. Kadar protein tidak menjadi
suatu persyaratan dalam produk tepung bumbu. Namun keberadaan
protein perlu diketahui karena dapat melengkapi nilai gizi suatu bahan
pangan.
Dari data yang diperoleh pada Tabel 6 dan Gambar 9, nilai protein
semakin rendah seiring dengan tingkat penambahan MOCAF. Hal ini
disebabkan kadar protein MOCAF yaitu 0.36 % (bk) yang jauh lebih
rendah dari kadar protein tepung terigu yaitu 9.56 % (bk). Pemakaian
MOCAF yang semakin banyak akan menyebabkan pergeseran persentase
dari komposisi protein tepung bumbu ayam goreng tersebut. Rentang
nilai rata-rata dari kadar protein tepung bumbu ayam goreng ini adalah
3.66 % – 6.95 % (bk).
31
Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α
= 0.05) pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa adanya formulasi
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar protein tepung
bumbu ayam goreng. Dari hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 6 yang
dilakukan dapat dilihat bahwa formula A berbeda nyata dengan formula
B, formula C, dan formula D. Sedangkan formula B, formula C, dan
formula D tidak saling berbeda nyata. Formula A memiliki kadar protein
yang tertinggi yaitu 6.95 % (bk). Hal ini disebabkan oleh masih
banyaknya pemakaian tepung terigu pada formula ini. Tepung terigu
merupakan tepung yang kaya akan kandungan protein. Sedangkan kadar
protein yang terendah adalah pada formula D dengan pemakaian
MOCAF 100 %. Kadar protein MOCAF yang rendah akan
mempengaruhi kadar protein dari tepung bumbu ayam goreng. Kadar
protein MOCAF yang rendah disebabkan karena MOCAF merupakan
tepung yang berasal dari umbi-umbian. Tepung yang berasal dari umbi-
umbian memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi tetapi kandungan
proteinnya rendah.
Gambar 9. Grafik hubungan formula dengan kadar protein tepung bumbuayam goreng
f. Kadar Karbohidrat (by difference)
Karbohidrat pada tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk
gula-gula sederhana, pentosa, dekstrin, selulosa, dan pati. Karbohidrat
sangat penting peranannya yaitu sebagai sumber energi bagi tubuh.
32
Kadar karbohidrat pada analisis komposisi kimia ini dihitung secara by
difference.
Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α
= 0.05) pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar karbohidrat tepung
bumbu ayam goreng. Hal ini disebabkan karena komponen utama tepung
bumbu adalah tepung sehingga walaupun dilakukan formulasi dengan
penambahan MOCAF hal ini tidak memberikan pengaruh yang berbeda
nyata pada komposisi karbohidratnya. Tepung merupakan bahan pangan
yang mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi.
Dari data yang diperoleh pada Tabel 6 dan Gambar 10, kadar
karbohidrat semakin meningkat seiring dengan tingkat penambahan
MOCAF. Hal ini disebabkan kadar karbohidrat MOCAF yaitu 90.72 %
(bk) yang lebih tinggi dari kadar karbohidrat tepung terigu yaitu 83.03 %
(bk). Rentang nilai rata-rata dari kadar karbohidrat tepung bumbu ayam
goreng ini adalah 76.84 % – 79.63 % (bk). Pemakaian MOCAF yang
semakin banyak akan menyebabkan pergeseran persentase komposisi
karbohidrat dari tepung bumbu ayam goreng tersebut. MOCAF
merupakan tepung yang berasal dari umbi-umbian sehingga kadar
karbohidratnya tinggi.
Gambar 10. Grafik hubungan formula dengan kadar karbohidrat tepungbumbu ayam goreng
33
2. Sifat Fungsional
a. Water Holding Capacity (WHC)
Water holding capacity (WHC) digunakan untuk mengukur
kemampuan tepung dalam menahan air yang diserapnya. Air yang
ditambahkan pada tepung akan mempengaruhi sifat fisik dan proses
pengolahan tepung menjadi produk pangan seperti pada adonan yang
digunakan sebagai tepung pelapis (coating). Nilai WHC ini dipengaruhi
oleh kandungan air dalam bahan.
Dari hasil pengujian pada Tabel 6 dan Gambar 11 dapat dilihat
bahwa kemampuan menahan air tepung bumbu ayam goreng meningkat
seiring dengan tingkat penambahan MOCAF. Hal ini disebabkan karena
dengan tingkat pemakaian MOCAF yang semakin banyak, kadar air dari
tepung bumbu ayam goreng akan semakin rendah. Kadar air yang rendah
pada tepung bumbu ayam goreng akan menyebabkan tepung mampu
untuk menyerap air lebih banyak sehingga daya menahan airnya juga
lebih besar.
Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α
= 0.05) pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada WHC tepung bumbu
ayam goreng. Hal ini disebabkan karena kemampuan tepung dalam
menyerap dan menahan air tidak hanya dipengaruhi oleh kandungan air
dalam bahan saja melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
kandungan amilosa, ukuran granula pati, dan kadar lemak dari bahan. Air
yang terserap dalam molekul pati disebabkan oleh sifat fisik granula
maupun terikat secara intramolekuler (Kulp dan Joseph, 2000). Namun
pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian lebih lanjut tentang struktur
molekuler dari tepung bumbu ayam goreng.
b. Oil Holding Capacity (OHC)
Oil holding capacity (OHC) digunakan untuk mengukur
kemampuan tepung dalam menahan minyak yang diserapnya.
Kemampuan ini ditentukan oleh adanya kandungan lemak dan serat
34
(Yuliasih, 2008). Lemak dapat membentuk lapisan yang bersifat
hidrofobik pada permukaan jaringan serat, sedangkan serat memiliki
kemampuan menyerap minyak. Kandungan lemak yang rendah pada
tepung akan membuat tepung menyerap minyak lebih banyak dari luar.
Demikian juga kandungan serat. Kandungan serat yang tinggi pada
tepung akan membuat tepung mempunyai kemampuan untuk menyerap
dan menahan minyak lebih besar.
Gambar 11. Grafik hubungan formula dengan water holding capacitytepung bumbu ayam goreng
Dari hasil pengujian yang telah didapatkan pada Tabel 6 dan
Gambar 12 dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya pemakaian
MOCAF tidak membuat nilai OHC semakin meningkat. Padahal dapat
dilihat bahwa dengan meningkatnya pemakaian MOCAF, kadar lemak
semakin rendah dan kadar serat semakin tinggi. Dengan keadaan tersebut
seharusnya kemampuan tepung untuk menyerap dan menahan minyak
semakin besar. Nilai rata-rata OHC yang didapatkan adalah 7.50 % - 8.00
%.
Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α
= 0.05) pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada OHC tepung bumbu
ayam goreng. Hal ini disebabkan karena kemampuan tepung bumbu
ayam goreng dalam menyerap dan menahan minyak tidak hanya
dipengaruhi oleh kandungan lemak dan serat dari tepung bumbu ayam
35
goreng tersebut melainkan juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti kadar
pati, kadar amilosa, dan kerusakan granula pati (Herniawan, 2010). Namun
pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian pengujian lebih lanjut tentang
struktur molekuler dari tepung bumbu ayam goreng.
Kemampuan tepung bumbu ayam goreng dalam menyerap dan
menahan minyak ini akan mempengaruhi proses pengolahan tepung
bumbu ayam goreng menjadi bahan pangan yaitu pada saat proses
penggorengan. Tepung yang memiliki nilai OHC yang besar akan lebih
banyak menyerap dan menahan minyak yang digunakan untuk
menggoreng. Hal ini akan menyebabkan minyak goreng yang digunakan
akan cepat habis.
Gambar 12. Grafik hubungan formula dengan oil holding capacitytepung bumbu ayam goreng
3. Pengujian Organoleptik
Pengujian organoleptik dilakukan dengan tujuan mengenal beberapa
sifat-sifat organoleptik beberapa produk yang berperan dalam analisis bahan
dan melatih panca indera untuk mengenal jenis-jenis rangsangan (Rahayu,
1998). Penilaian sifat-sifat indrawi dari produk pangan menggunakan
manusia sebagai instrumen, karenanya sifat indrawi juga disebut subyektif.
Subyektivitas sifat indrawi bertingkat-tingkat. Yang paling tinggi tingkat
subyektivitasnya ialah sifat hedonik, yaitu sifat yang menyatakan disukai,
disenangi, enak, atau lawannya (Soekarto dan Hubeis, 1992). Pada pengujian
ini digunakan uji hedonik, yaitu pada tepung bumbu ayam goreng dan pada
ayam yang telah digoreng dengan tepung bumbu tersebut.
36
a. Tepung Bumbu Ayam Goreng
Warna
Warna merupakan faktor mutu yang sangat penting dalam menilai
produk-produk makanan. Warna juga merupakan faktor awal yang
menjadi penilaian awal konsumen terhadap suatu produk. Pada produk
tepung-tepungan, warna menjadi suatu atribut yang penting.
Warna pada tepung-tepungan tergantung dari warna bahan baku
pembuat tepung tersebut. Warna tepung akan sangat mempengaruhi
produk akhir suatu bahan pangan. Pada umumnya konsumen
menyukai warna tepung yang bersih atau putih. Warna tepung yang
bersih atau putih akan membuat produk akhir memiliki penampakan
yang baik. Warna MOCAF lebih putih dari tepung terigu. Hal ini
disebabkan karena kandungan protein MOCAF yang lebih rendah
dibandingkan dengan tepung terigu. Kandungan protein dapat
menyebabkan warna coklat ketika pengeringan atau pemanasan.
Dari hasil uji hedonik terhadap parameter warna diketahui bahwa
nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis sebesar 3.93 - 4.13 (Gambar
13). Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 %
(α = 0.05) pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa adanya formulasi
tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada warna tepung
bumbu ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula
tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan
panelis terhadap warna dari tepung bumbu ayam goreng. Hal ini
disebabkan adanya pengaruh dari penambahan bumbu berupa tepung
ketumbar, tepung pala, tepung lada, dan cabe bubuk yang berwarna
coklat dan merah sehingga mempengaruhi penampakan warna dari
tepung bumbu menjadi kecoklatan dan warna tersebut sangat
mendominasi sehingga adanya pemakaian MOCAF tidak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata.
Nilai rata-rata panelis terhadap warna tepung bumbu ayam goreng
menunjukkan hasil yang fluktuatif. Hal ini dipengaruhi oleh faktor
37
psikis dan fisiologis panelis mengingat pengujian ini bersifat
subyektif.
Aroma
Aroma merupakan parameter tepung bumbu ayam goreng yang
dianalisis. Aroma dari tepung bumbu ini diakibatkan oleh adanya
penambahan bumbu dan rempah. Aroma tidak hanya ditentukan oleh
satu komponen, tetapi juga oleh beberapa komponen tertentu yang
menimbulkan bau yang khas (Dewayanti, 1997).
Gambar 13. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkatkesukaan panelis terhadap warna tepung bumbu ayamgoreng
Aroma yang didapatkan dari tepung bumbu ayam goreng ini
berasal dari campuran bumbu seperti tepung ketumbar, tepung pala,
tepung lada, cabe bubuk, dan tepung bawang yang mempunyai
kandungan minyak atsiri sehingga memberikan aroma yang khas. Dari
hasil uji hedonik terhadap parameter aroma diketahui bahwa nilai rata-
rata tingkat kesukaan panelis sebesar 4.37 – 5.17 (Gambar 14).
Rentang nilai rata-rata ini menyatakan bahwa panelis memberikan
penilaian yang netral menuju suka terhadap aroma tepung bumbu
ayam goreng.
Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α
= 0.05) pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa adanya formulasi
38
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada aroma tepung bumbu
ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula
menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis
terhadap aroma dari tepung bumbu ayam goreng.
Dari hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 11, memperlihatkan
bahwa formula A tidak berbeda nyata dengan formula D. Formula D,
formula C, dan formula B tidak saling berbeda nyata. Sedangkan
formula C dan formula B berbeda nyata dengan formula A.
Dari data yang diperoleh, semakin besar tingkat pemakaian
MOCAF, semakin besar pula tingkat kesukaan panelis terhadap
aroma tepung bumbu ayam goreng. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
MOCAF adalah produk turunan dari tepung kasava yang
menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Dari
proses fermentasi akan terbentuk asam-asam organik. Senyawa asam
ini akan bercampur dalam tepung sehingga tepung akan menghasilkan
aroma dan cita rasa yang khas yang dapat menutupi aroma dan cita
rasa ubi kayu yang cenderung tidak disukai konsumen (Subagio et al.,
2008). Flavor dan aroma MOCAF ini dapat menutupi aroma ubi kayu
itu sendiri dan juga mampu menutupi aroma tepung terigu atau tepung
yang lainnya. Tetapi pada formula D, yaitu tingkat pemakaian
MOCAF 100 %, tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tepung
bumbu ayam goreng menurun. Hal ini disebabkan dengan pemakaian
MOCAF 100 % tidak hanya dapat menutupi aroma tepung lain yang
digunakan, namun disebabkan juga dapat menutupi aroma dari bumbu
dan rempah yang ditambahkan.
Tekstur
Tekstur merupakan parameter penting dari suatu produk tepung-
tepungan. Produk tepung-tepungan cenderung disukai konsumen dari
segi tekstur jika memiliki tingkat kehalusan yang tinggi. Dari data
yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter tekstur adalah
sebesar 5.10 – 5.43 (Gambar 15). Rentang nilai ini menunjukkan
39
bahwa panelis memberikan penilaian bahwa tekstur tepung bumbu
ayam goreng ini agak halus menuju ke halus.
Gambar 14. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkatkesukaan panelis terhadap aroma tepung bumbu ayamgoreng
Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α
= 0.05) pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa adanya formulasi
tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada tekstur tepung
bumbu ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula
tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan
panelis terhadap tekstur dari tepung bumbu ayam goreng. Hal ini
disebabkan proses pembuatan tepung bumbu ayam goreng ini melalui
cara dan tahapan yang sama sehingga tidak menyebabkan perubahan
tekstur dari tepung bumbu ayam goreng tersebut.
Dari data yang diperoleh, semakin besar tingkat pemakaian
MOCAF, semakin besar pula tingkat kesukaan panelis terhadap
tekstur tepung bumbu ayam goreng. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
MOCAF adalah produk turunan dari tepung kasava yang
menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi
dengan menggunakan mikroorganisme. Mikroorganisme ini akan
dapat membantu memperbaiki tekstur dari tepung kasava selain
meningkatkan flavor dan aroma (Hanif, 2009). Sehingga dengan
40
pemakaian MOCAF yang semakin banyak, tekstur tepung akan
semakin halus. Tetapi pada formula D, yaitu tingkat pemakaian
MOCAF 100 %, tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur tepung
bumbu ayam goreng menurun. Perolehan nilai rata-rata yang menurun
ini disebabkan karena panelis menilai secara subyektif. Penilaian
subyektif ini dipengaruhi oleh faktor psikis dari masing-masing orang.
Penerimaan Umum
Penerimaan umum adalah penerimaan panelis terhadap suatu
produk secara keseluruhan. Dari data yang diperoleh, rentang nilai
rata-rata dari parameter penerimaan umum adalah sebesar 5.03 – 5.40
(Gambar 16). Rentang nilai ini menunjukkan bahwa panelis
memberikan penilaian agak suka menuju suka terhadap tepung bumbu
ayam goreng secara keseluruhan.
Gambar 15. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkatkesukaan panelis terhadap tekstur tepung bumbu ayamgoreng
Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α
= 0.05) pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa adanya formulasi
tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada penerimaan
umum tepung bumbu ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa
perbedaan formula tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada
41
tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan dari tepung bumbu
ayam goreng secara keseluruhan. Hal ini disebabkan bahan-bahan,
cara, dan tahapan pembuatan dari tepung bumbu ayam goreng adalah
sama. Selain itu bumbu-bumbu yang digunakan jenisnya sama
sehingga adanya formulasi tidak memberikan perbedaan pada
penampakkan tepung bumbu ayam goreng secara keseluruhan.
Penilaian penerimaan umum merupakan penilaian panelis secara
keseluruhan terhadap tepung bumbu ayam goreng yang dilihat dari
semua parameter yang ada meliputi warna, aroma, ataupun tekstur.
Gambar 16. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkatkesukaan panelis terhadap penerimaan umum tepungbumbu ayam goreng
b. Aplikasi Tepung Bumbu Ayam Goreng
Warna
Warna merupakan faktor awal yang menjadi penilaian awal
konsumen terhadap suatu produk. Suatu bahan makanan yang dinilai
bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila
memiliki warna yang tidak sedap dipandang, tidak menarik, atau
memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya.
Pada produk yang digoreng, warna merupakan indikator
kematangan. Produk gorengan jika sudah matang memiliki warna
coklat keemasan. Jika warna produk pucat maka produk yang
42
digoreng itu belum matang. Namun sebaliknya jika warna terlalu
coklat maka dapat dikatakan bahwa produk tersebut gosong. Warna
dari produk yang digoreng sangat dipengaruhi oleh suhu pemasakan
dan juga kondisi minyak yang dipakai untuk menggoreng. Jika suhu
terlalu tinggi maka bahan yang digoreng akan cepat gosong sehingga
warnanya tidak menarik. Demikian juga kondisi minyak yang
digunakan untuk menggoreng, apabila minyak goreng yang digunakan
bersih (baru), maka produk yang digoreng mempunyai penampilan
yang menarik.
Pada saat menggoreng, terjadi perubahan warna bahan yang
digoreng. Hal ini disebabkan adanya transfer panas dari minyak ke
bahan yang digoreng sehingga terjadi proses pencoklatan dari bahan
tersebut. Perubahan warna bahan yang digoreng menjadi coklat ini
disebabkan oleh reaksi pencoklatan non enzimatik. Reaksi
pencoklatan non enzimatik merupakan reaksi pencoklatan yang tidak
melibatkan aktivitas enzim dan biasanya disebabkan oleh perlakuan
panas. Hal ini disebut dengan reaksi Maillard. Menurut Hurrell
(1982), reaksi Maillard adalah reaksi antara gugus karbonil yang
berasal dari gula pereduksi dengan gugus amino yang berasal dari
asam amino, peptida, atau protein. Reaksi tersebut mengarah pada
pembentukan warna coklat (melanoidin) dan flavor karena adanya
pemanasan.
Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter
warna adalah sebesar 4.67 – 5.47 (Gambar 17). Rentang nilai ini
menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian netral ke suka
terhadap warna ayam goreng yang diujikan. Dari hasil analisis sidik
ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 14
menunjukkan bahwa adanya formulasi memberikan pengaruh yang
berbeda nyata pada warna ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa
perbedaan formula menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat
kesukaan panelis terhadap warna ayam goreng.
43
Dari uji lanjut Duncan (Lampiran 14) diketahui bahwa formula D
memiliki nilai rata-rata terbesar dan berbeda nyata dari formula B.
Formula B tidak berbeda nyata dengan formula A dan formula C.
Begitu juga formula C tidak berbeda nyata dari formula A dan
formula D.
Nilai rata-rata yang dihasilkan fluktiatif. Namun mulai dari formula
B, semakin banyaknya pemakaian MOCAF hingga 100 % (formula
D), nilai rata-rata tingkat kesukaan semakin meningkat. Warna
MOCAF yang lebih putih dari tepung terigu membuat warna tepung
bumbu ayam goreng menjadi lebih cerah dengan adanya pemakaian
MOCAF yang semakin banyak, walaupun dari hasil uji hedonik
terhadap warna dari tepung bumbu ayam goreng tidak memberikan
perbedaan yang nyata tetapi memberikan hasil yang signifikan ketika
tepung bumbu ayam goreng tersebut diaplikasikan pada bahan.
Dengan semakin cerahnya warna tepung bumbu yang digunakan, hal
ini akan berpengaruh pada bahan yang digoreng dengan menggunakan
tepung bumbu, yaitu penampakan dari produk gorengan yang
dihasilkan akan semakin baik.
Aroma
Peranan aroma dalam makanan sangat penting karena aroma turut
menentukan daya terima konsumen terhadap makanan. Aroma tidak
hanya ditentukan oleh satu komponen, tetapi juga oleh beberapa
komponen tertentu yang menimbulkan bau yang khas, serta
perbandingan berbagai komponen bahan yang lain (Dewayanti, 1997).
Pada produk yang digoreng, perendaman dan pemasakan bahan
pangan dalam minyak panas bertujuan untuk memperoleh produk
dengan kerakteristik warna, aroma, dan tekstur yang khas (Saguy dan
Dana, 2003). Aroma yang dihasilkan dari suatu produk adalah akibat
dari proses pemasakan dan pematangan serta masuknya lemak dari
minyak goreng ke dalam produk sehingga menambah aroma.
44
Gambar 17. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkatkesukaan panelis terhadap warna aplikasi tepung bumbuayam goreng
Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter
aroma adalah sebesar 4.83 – 5.47 (Gambar 18). Rentang nilai ini
menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian netral ke suka
terhadap aroma ayam goreng. Dari hasil analisis sidik ragam dengan
tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 15 menunjukkan
bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda
nyata pada aroma ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa
perbedaan formula tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada
tingkat kesukaan panelis terhadap aroma ayam goreng. Hal ini
disebabkan pada saat pengaplikasian tepung bumbu ayam goreng pada
ayam, jenis minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng adalah
sama sehingga lemak yang ditransfer dari minyak goreng ke bahan
juga sama sehingga flavor (aroma) yang dihasilkan tidak berbeda
nyata.
Dari nilai rata-rata yang didapat menunjukkan bahwa tingkat
kesukaan konsumen terhadap aroma ayam goreng fluktuatif.
Penurunan dan peningkatan nilai kesukaan terhadap aroma
menunjukkan pola yang tidak teratur. Hal ini disebabkan bahwa
penilaian aroma sangat dipengaruhi oleh faktor psikis dan fisiologis
panelis. Aroma bersifat sangat subyektif dan sukar diukur.
45
Gambar 18. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkatkesukaan panelis terhadap aroma aplikasi tepung bumbuayam goreng
Tekstur
Setiap bentuk makanan mempunyai sifat tekstur sendiri tergantung
pada keadaan fisik, ukuran, dan bentuk sel yang dikandungnya.
Penilaian tekstur dapat berupa kekerasan, elastisitas, atau kerenyahan
(Dewayanti, 1997). Pada produk yang digoreng, parameter tekstur
lebih cenderung mengenai kerenyahan hasil akhir dari produk yang
digoreng tersebut.
Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter
tekstur adalah sebesar 4.27 – 5.37 (Gambar 19). Rentang nilai ini
menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian netral ke renyah
terhadap tekstur ayam goreng. Dari hasil analisis sidik ragam dengan
tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 16 menunjukkan
bahwa adanya formulasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata
pada tekstur ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan
formula menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan
panelis terhadap tekstur ayam goreng.
Dari uji lanjut Duncan (Lampiran 16), formula A berbeda nyata
dengan formula B, formula C, ataupun formula D. Sedangkan antara
formula B, formula C, dan formula D tidak saling berbeda nyata.
Formula D dengan pemakaian MOCAF 100 % mempunyai tingkat
kerenyahan tertinggi dengan nilai rata-rata terbesar.
46
Pada produk gorengan yang di-coating, kerenyahan dipengaruhi
oleh kemampuan tepung pelapis dalam menyerap dan menahan air.
Jika tepung pelapis banyak menyerap air maka saat pemanasan
dengan penggorengan, air akan menguap dan meninggalkan pori-pori
kosong yang sebagian diantaranya akan terisi oleh minyak. Pori-pori
kosong tersebut menyebabkan bahan menjadi porous dan apabila
dimakan terasa renyah.
Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa kerenyahan ayam meningkat
sering dengan semakin banyaknya tingkat pemakaian MOCAF. Hal
ini disebabkan karena semakin banyak tingkat pemakaian MOCAF,
kemampuan menyerap dan menahan air semakin besar. Tepung
bumbu ayam goreng dengan pemakaian MOCAF terbanyak akan lebih
mampu menyerap dan menahan air yaitu pada saat pembuatan adonan
pelapis untuk mencoating ayam sehingga ayam yang diaplikasikan
dengan tepung bumbu ini saat digoreng menghasilkan ayam yang
renyah. Menurut Yuyun (2007), hal lain yang mempengaruhi
kerenyahan suatu bahan yang digoreng ditentukan oleh teknik
penggorengan. Untuk menggoreng agar renyah (crispy) sebaiknya
dilakukan dengan teknik deep fry, yakni semua bahan terendam dalam
minyak.
Rasa
Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam mengambil
keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu
makanan. Walaupun warna, aroma, dan tekstur baik namun jika
rasanya tidak enak maka konsumen akan menolak makanan tersebut.
Rasa dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan kimiawi oleh
indera pencicip (lidah) dimana akhirnya kesatuan interaksi antara
sifat-sifat aroma, rasa, dan tekstur merupakan keseluruhan rasa
makanan yang dinilai (Katerina, 1992). Menurut Winarno (1992), cita
rasa dipengaruhi oleh senyawa yang dapat memberikan rangsangan
47
pada indera penerima pada mengecap dan kesan yang ditinggalkan
pada indera perasa setelah menelan produk tersebut.
Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter rasa
adalah sebesar 4.73 – 5.43. Rentang nilai ini menunjukkan bahwa
panelis memberikan penilaian netral ke suka terhadap rasa ayam
goreng. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95
% (α = 0.05) pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa adanya formulasi
tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada rasa ayam
goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula tidak
menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis
terhadap rasa ayam goreng.
Gambar 19. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkatkesukaan panelis terhadap tekstur aplikasi tepung bumbuayam goreng
Menurut Yuyun (2007), teknik memasak dengan penggorengan
akan menghasilkan rasa yang gurih karena kandungan lemak dalam
minyak masuk ke dalam bahan yang digoreng. Pada penelitian ini
ayam yang diaplikasikan dengan tepung bumbu diolah dengan teknik
yang sama yaitu digoreng, memakai minyak yang sama, dan juga
bahan yang sama yaitu ayam, sehingga rasa yang dihasilkan dari ayam
yang diaplikasikan dengan masing-masing tepung bumbu ayam
goreng adalah sama. Selain itu, jenis dan jumlah bumbu-bumbu yang
48
digunakan dalam tiap formula adalah sama sehingga rasa yang
dihasilkan juga sama untuk masing-masing ayam yang diaplikasikan
dengan tepung bumbu ayam goreng tersebut.
Dari data yang diperoleh pada Gambar 20 memperlihatkan nilai
rata-rata tingkat kesukaan konsumen rasa ayam goreng fluktuatif.
Penurunan dan peningkatan nilai kesukaan terhadap rasa
menunjukkan pola yang tidak teratur. Hal ini disebabkan bahwa
penilaian rasa bersifat subyektif.
Gambar 20. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkatkesukaan panelis terhadap rasa aplikasi tepung bumbu ayamgoreng
Penerimaan Umum
Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter
penerimaan umum adalah sebesar 4.83 – 5.30 (Gambar 21). Rentang
nilai ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian netral
menuju suka terhadap ayam goreng secara keseluruhan. Dari hasil
analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada
Lampiran 18 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada penerimaan umum
ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula tidak
menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis
terhadap penerimaan dari ayam goreng secara keseluruhan.
49
Penilaian penerimaan umum merupakan penilaian panelis secara
keseluruhan terhadap ayam goreng yang dilihat dari semua parameter
yang ada yaitu warna, aroma, tekstur, dan rasa ayam goreng.
Walaupun dari segi warna dan tekstur berbeda nyata, namun dari segi
aroma dan rasa tidak berbeda nyata sehingga saat panelis memberikan
penilaian secara keseluruhan, panelis memberikan penilaian tidak
berbeda nyata untuk ayam yang diaplikasikan dengan masing-masing
tepung bumbu tersebut.
Gambar 21. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkatkesukaan panelis terhadap penerimaan umum aplikasitepung bumbu ayam goreng
C. Penyimpanan Tepung Bumbu Ayam Goreng
1. Karakteristik Kemasan
Pada penelitian ini digunakan dua jenis kemasan plastik. Jenis plastik
yang digunakan adalah Polypropilene (PP) dan Oriented Polypropilene /
Vacuum Metalized Cast Polypropilene (OPP/VMCPP) yang dapat dilihat
pada Gambar 22. Pemilihan penggunaan jenis kemasan ini didasarkan pada
karakteristik kemasan yang dinilai cukup baik bagi perlindungan produk
tepung bumbu ayam goreng serta ketersediaan kemasan di pasaran.
50
Gambar 22. Kemasan PP dan OPP/VMCPP yang digunakan pada penelitian
Karakteristik kemasan yang diuji meliputi ketebalan, gramatur, dan
densitas. Hasil uji karakteristik kemasan dapat dilihat pada Tabel 7 dan
prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 7. Hasil uji karakteristik kemasan
JenisKemasan
Ketebalan(mm)
Gramatur(g/m2)
Densitas(g/m3)
PP 0.023 81.41 3.54 x 106
OPP/VMCPP 0.011 52.78 4.80 x 106
Jenis bahan kemasan berkaitan dengan kemampuan uap air dan gas
oksigen dalam menembus kemasan tersebut. Adanya uap air dan oksigen
yang masuk ke dalam produk melalui kemasan akan menyebabkan penurunan
mutu produk. Sifat-sifat daya tembus dipengaruhi oleh suhu, ketebalan
lapisan, orientasi dan komposisi, kondisi atmosfer, dan faktor lainnya
(Buckle, 1987).
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa kemasan OPP/VMCPP
mempunyai nilai densitas lebih besar dibandingkan kemasan PP. Menurut
Iskandar (1988), semakin besar nilai densitasnya daya tembus (permeabilitas)
gas dan uapnya semakin kecil.
2. Perubahan Mutu Selama Penyimpanan
a. Kadar Air
Kadar air merupakan parameter mutu yang penting dalam
penyimpanan produk kering. Kadar air bahan pertanian yang tinggi
51
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme seperti
bakteri, jamur, dan kapang. Kadar air yang tinggi pada tepung bumbu
ayam goreng akan menyebabkan kerusakan yang ditandai dengan
penggumpalan tepung bumbu tersebut.
Kadar air pada produk tepung bumbu ayam goreng dalam kemasan
mengalami perubahan selama penyimpanan. Perubahan kadar air tepung
bumbu ayam goreng pada dua kemasan yang disimpan pada suhu 30⁰C,
35⁰C, dan 45⁰C dapat dilihat pada Lampiran 19. Sedangkan grafik
hubungan antara lama penyimpanan (hari) dan kadar air dapat dilihat
pada Gambar 23.
Berdasarkan hasil regresi linier, diketahui bahwa nilai kadar air
mengalami peningkatan selama penyimpanan. Perubahan kadar air pada
tepung bumbu ayam goreng disebabkan karena sifatnya yang higroskopis.
Higroskopis adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap molekul air
dari lingkungannya. Jika kelembaban relatif lingkungan tinggi, bahan
akan menyerap sejumlah air dari lingkungannya untuk menyesuaikan
dengan kelembaban relatif lingkungan. Hal ini menyebabkan nilai kadar
air mengalami peningkatan.
Dari kemiringan (slope) masing-masing persamaan regresi linier
tersebut juga dapat diketahui bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan
peningkatan kadar air juga semakin tinggi. Hal ini dapat terjadi karena
adanya sifat permeabilitas dari bahan kemasan tersebut terhadap uap air.
Penggunaan suhu penyimpanan yang berbeda dapat mempengaruhi sifat
permeabilitas bahan kemasan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka
permeabilitas bahan kemasan terhadap uap air akan semakin meningkat.
Peningkatan sifat permeabilitas ini akan membuat semakin banyak uap air
dari lingkungan yang melewati bahan kemasan. Permeabilitas kemasan
meningkat seiring dengan peningkatan suhu disebabkan karena kemasan
akan memuai pada suhu yang lebih tinggi sehingga membuat pori-pori
kemasan membesar dan kemasan lebih mudah ditembus oleh uap air. Hal
ini juga didukung dengan sifat tepung bumbu ayam goreng yang
higroskopis sehingga uap air yang masuk akan lebih mudah diserap.
52
(a)
(b)
Gambar 23. Grafik perubahan kadar air dalam kemasan (a) PP dan (b)OPP/VMCPP pada beberapa suhu penyimpanan dan lamapenyimpanan
Kemampuan permeabilitas tiap kemasan yang berbeda-beda akan
berpengaruh terhadap laju transmisi uap airnya. Permeabilitas kemasan
dipengaruhi oleh nilai densitas kemasan. Pengukuran nilai densitas pada
plastik sangat penting karena densitas dapat menunjukkan struktur plastik
secara umum. Aplikasi dari hal tersebut yaitu dapat dilihat kemampuan
plastik dalam melindungi produk dari beberapa zat seperti air, O2, dan
53
CO2. Kemiringan (slope) persamaan regresi linier pada kemasan PP lebih
besar dibandingkan pada kemasan OPP/VMCPP. Dari kemiringan
persamaan regresi linier ini dapat diketahui bahwa laju peningkatan kadar
air pada kemasan PP lebih besar dibandingkan dengan kemasan
OPP/VMCPP. Hal ini disebabkan densitas kemasan PP lebih kecil dari
densitas kemasan OPP/VMCPP. Birley et al. (1988), mengemukakan
bahwa plastik dengan densitas yang rendah menandakan bahwa plastik
tersebut memiliki struktur yang terbuka, artinya mudah atau dapat
ditembus fluida seperti air, oksigen, atau CO2.
Selain itu dari karakteristiknya, kemasan OPP/VMCPP merupakan
plastik laminasi dari dua buah plastik yaitu OPP dan CPP. Metallized
plastik yang dimaksud dalam kemasan ini adalah CPP yang disemprot
dengan aluminium sehingga terlapisi dan kemudian dilaminasi dengan
OPP untuk kebutuhan pelabelan. Lapisan logam pada kemasan ini
memiliki struktur molekul yang rapat sehingga dapat memperlambat
proses difusi. Proses difusi yang lambat menyebabkan rendahnya tingkat
permeabilitas terhadap uap air sehingga kadar air tepung bumbu ayam
goreng pada kemasan ini lebih rendah dibandingkan kemasan PP.
b. Water Holding Capacity (WHC)
Faktor lain yang diuji selama penyimpanan adalah water holding
capacity (WHC). WHC diuji untuk mengetahui perubahan mutu tepung
bumbu ayam goreng dalam menyerap dan menahan air selama
penyimpanan. Perubahan WHC tepung bumbu ayam goreng pada dua
kemasan yang disimpan pada suhu 30⁰C, 35⁰C, dan 45⁰C dapat dilihat
pada Lampiran 20. Sedangkan grafik hubungan antara lama penyimpanan
(hari) dan WHC dapat dilihat pada Gambar 24.
54
(a)
(b)
Gambar 24. Grafik perubahan WHC dalam kemasan (a) PP dan (b)OPP/VMCPP pada beberapa suhu penyimpanan dan lamapenyimpanan
Berdasarkan hasil regresi linier, nilai WHC yang dihasilkan
cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai kemiringan (slope) yang bernilai negatif. Hal ini
disebabkan karena nilai WHC ditentukan oleh kadar air dalam tepung
bumbu ayam goreng. Selama penyimpanan kadar air tepung bumbu ayam
goreng mengalami peningkatan. Dengan kadar air yang meningkat maka
kemampuan tepung bumbu untuk menyerap air dari luar akan semakin
55
rendah. Hal ini akan mempengaruhi sifat fungsional dari tepung bumbu
ketika diaplikasikan. Dengan rendahnya nilai WHC, maka saat tepung
bumbu ayam goreng dicampur dalam air, kemampuan menyerap dan
menahan airnya akan rendah, sehingga pada saat digunakan untuk
menggoreng ayam, ayam yang dicoating dengan menggunakan tepung
bumbu ini tidak akan mempunyai tekstur yang renyah.
Dari kemiringan (slope) masing-masing persamaan regresi linier,
diketahui bahwa penurunan nilai WHC semakin besar dengan semakin
meningkatnya suhu. Pada suhu 45⁰C penurunan nilai WHC adalah yang
terbesar kemudian suhu 35⁰C dan penurunan nilai WHC yang terkecil
adalah pada suhu 30⁰C.
Kemasan yang digunakan juga berpengaruh terhadap nilai WHC.
Kemiringan (slope) persamaan linier pada kemasan PP lebih besar
dibandingkan kemasan OPP/VMCPP menunjukkan bahwa kemasan PP
mempunyai penurunan nilai WHC yang lebih besar dibandingkan dengan
kemasan OPP/VMCPP. Hal ini disebabkan karena kemasan PP kurang
mampu melindungi tepung bumbu ayam goreng terhadap uap air sehingga
laju kenaikan kadar air lebih besar sehingga mempengaruhi nilai WHC
selama penyimpanan yaitu penurunan nilai WHC yang besar.
c. Oil Holding Capacity (OHC)
Oil holding capacity (OHC) merupakan kemampuan tepung bumbu
dalam menyerap dan menahan miyak. Kemampuan tepung bumbu dalam
menyerap minyak disebabkan oleh kadar serat tepung bumbu tersebut.
Perubahan WHC tepung bumbu ayam goreng pada dua kemasan yang
disimpan pada suhu 30⁰C, 35⁰C, dan 45⁰C dapat dilihat pada Lampiran
21. Selama penyimpanan akan dilihat pengaruh lama penyimpanan, suhu
penyimpanan dan jenis kemasan terhadap nilai dari OHC tepung bumbu
ayam goreng ini. Hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 25.
56
(a)
(b)
Gambar 25. Grafik perubahan OHC dalam kemasan (a) PP dan (b)OPP/VMCPP pada beberapa suhu penyimpanan dan lamapenyimpanan
Berdasarkan hasil regresi linier, diketahui bahwa nilai OHC
cenderung mengalami peningkatan selama penyimpanan. Dari kemiringan
(slope) masing-masing persamaan linier, diketahui bahwa peningkatan
nilai OHC semakin tinggi dengan meningkatnya suhu penyimpanan. Hal
ini disebabkan karena dengan meningkatnya suhu penyimpanan, suhu di
dalam ruangan akan semakin panas. Karena adanya panas inilah
57
menyebabkan pori-pori serat tepung bumbu ayam goreng membesar
sehingga meningkatkan kemampuan tepung bumbu ayam goreng dalam
menyerap minyak.
Dari kemiringan (slope) masing-masing persamaan linier, diketahui
juga bahwa laju peningkatan nilai OHC pada kemasan PP lebih besar
dibandingkan dengan kemasan OPP/VMCPP. Hal ini disebabkan karena
kemasan PP bukan merupakan plastik laminasi sehingga daya tembus
panasnya lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan OPP/VMCPP yang
merupakan jenis plastik laminasi dari dua jenis plastik yaitu OPP dan
CPP. Berbagai jenis plastik laminasi bersifat sangat kuat dan tahan panas.
Dengan daya tembus panas yang lebih tinggi, panas dari ruangan akan
lebih banyak masuk ke dalam kemasan sehingga menyebabkan pori-pori
serat tepung bumbu ayam goreng membesar sehingga kemampuan tepung
bumbu menyerap minyak akan lebih besar.
Dengan semakin besar nilai OHC, menunjukkan bahwa
kemampuan tepung bumbu tersebut dalam menyerap minyak goreng
semakin besar. Hal ini bersifat merugikan karena minyak yang dipakai
untuk menggoreng akan cepat habis.
d. Total Mikroba
Pengujian mikrobiologi sangat penting bagi produk-produk
makanan. Pengujian mikrobiologi dapat digunakan sebagai indikator
ketahanan makanan selama penyimpanan selain itu sebagai indikator
sanitasi dan keamanan pangan.
Pengujian mikrobiologi terhadap tepung bumbu ayam goreng
dilakukan untuk mengetahui jumlah total mikroba baik dalam bentuk
kapang, khamir, maupun bakteri yang terkandung dalam tepung bumbu
ayam goreng. Dalam penelitian ini digunakan metode total plate count
(TPC) untuk menghitung total jumlah mikroba. Pada penelitian ini
dilakukan empat kali pengamatan total jumlah mikroba yaitu pada hari
ke-1, ke-2, ke-37, dan ke-51.
58
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui jumlah mikroba yang
terdapat pada tepung bumbu ayam goreng mengalami peningkatan
selama penyimpanan (Lampiran 22). Peningkatan jumlah mikroorganisme
yang tumbuh diakibatkan karena adanya kenaikan kadar air. Hal ini
seperti yang diungkapkan Herawati (2008), kandungan air dalam bahan
pangan, selain mempengaruhi terjadinya perubahan kimia juga ikut
menentukan kandungan mikroba pada pangan.
Peningkatan jumlah mikroba pada produk tepung bumbu ayam
goreng berbeda-beda selama penyimpanan. Dapat dilihat pada Gambar
26, bahwa jumlah mikroba yang banyak terjadi pada produk tepung
bumbu ayam goreng yang disimpan pada suhu 30⁰C dan 35⁰C. Pada suhu
tersebut dapat dilihat bahwa mikroorganisme yang banyak tumbuh adalah
mikroorganisme mesofilik dengan jenis kapang dimana dapat tumbuh
optimum pada suhu 30⁰C - 37⁰C. Menurut Syarief dan Halid (1991),
penyimpangan mutu yang terjadi pada bahan pangan kering seperti jenis
tepung, biji-bijian, dan serealia disebabkan oleh pertumbuhan kapang
seperti Aspergillus, Penicillium, Fusarium, dan jarang disebabkan oleh
bakteri dan khamir.
Sampai akhir penyimpanan, jumlah mikroba yang tumbuh pada
tepung bumbu ayam goreng masih di bawah ketetapan SNI 01-4476-1998
tentang tepung bumbu yang mensyaratkan jumlah total mikroba 6 log
koloni/gram. Tepung bumbu ayam goreng ini relatif aman karena jumlah
total mikroba masih di bawah ketetapan SNI tepung bumbu. Selain itu,
cara pengaplikasian tepung bumbu ayam goreng dengan cara pemasakan
dalam minyak panas (suhu tinggi) akan membuat mikroba mati.
3. Pendugaan Umur Simpan Tepung Bumbu Ayam Goreng
Penentuan parameter kritis didasarkan pada penurunan mutu produk
selama masa penyimpanan. Beberapa parameter yang diamati selama
penyimpanan meliputi kadar air, water holding capacity (WHC), dan oil
holding capacity (OHC). Pemilihan parameter kritis ditentukan atas
perubahan mutu selama penyimpanan yang paling cepat menyebabkan
59
kerusakan produk dan paling mudah dikenali oleh konsumen. Dari beberapa
parameter yang diujikan, parameter kadar air merupakan parameter yang
paling cepat mempengaruhi kerusakan produk secara fisik.
(a)
(b)
Gambar 26. Grafik perubahan total mikroba dalam kemasan (a) PP dan(b) OPP/VMCPP pada beberapa suhu penyimpanan danlama penyimpanan
Pada produk tepung-tepungan termasuk tepung bumbu ayam goreng,
kerusakan produk dicirikan dari penampakan fisik tepung yang menggumpal.
Hal ini disebabkan sifat tepung yang higroskopis dan sensitif terhadap
perubahan kadar air. Dengan kadar air yang meningkat maka tepung bumbu
60
akan mengalami aglomerasi. Hal ini disebabkan karena meningkatnya daya
kohesi dan menurunnya densitas kamba. Peningkatan kadar air yang terjadi
secara terus menerus akan menyebabkan kadar air pada produk tepung
bumbu ayam goreng mencapai titik kritisnya.
Penentuan kadar air kritis dilakukan pada saat penampakan dari produk
tepung bumbu ayam goreng sudah tidak menarik, yaitu dengan adanya
penggumpalan pada tepung bumbu sehingga tidak disukai konsumen dan
pada umumnya sulit larut dalam air. Berdasarkan hal tersebut, diketahui
bahwa kadar air kritis tepung bumbu ayam goreng dari perlakuan terbaik
sebesar 22.13 % dan ditunjukkan pada Gambar 27.
Gambar 27. Tepung bumbu ayam goreng yang telah mengalamiaglomerasi
Produk tepung bumbu ayam goreng yang telah mengalami aglomerasi
pada umumnya akan sulit untuk diaplikasikan. Karena dengan
menggumpalnya tepung bumbu ayam goreng, akan mempersulit pelarutan
tepung bumbu dalam air dan mempersulit perekatan tepung dengan bahan
jika akan diaplikasikan secara langsung.
a. Kemasan PP
Selama masa penyimpanan, kadar air tepung bumbu ayam goreng
pada kemasan PP mengalami peningkatan. Langkah selanjutnya dalam
pendugaan umur simpan adalah membuat regresi linier dari masing-
masing suhu penyimpanan pada kemasan PP seperti pada Gambar 23a.
Berdasarkan Gambar 23a, diperoleh persamaan garis lurus dari
masing-masing suhu penyimpanan, yaitu :
61
Suhu 30⁰C y = 0.0608x + 5.1671 R2 = 0.9812
Suhu 35⁰C y = 0.0730x + 5.8249 R2 = 0.9288
Suhu 45⁰C y = 0.0789x + 5.9022 R2 = 0.9104
Nilai slope dari ketiga persamaan tersebut merupakan nilai k pada
masing-masing suhu penyimpanan. Setelah didapatkan nilai k pada
masing-masing suhu penyimpanan, dibuat plot Arrhenius dengan nilai ln
k sebagai ordinat dan nilai 1/T sebagai absis. Plot Arrhenius dari produk
tepung bumbu ayam goreng ini dapat dilihat pada Gambar 28.
Gambar 28. Grafik hubungan nilai ln k dengan 1/T produk tepung bumbuayam goreng pada kemasan PP
Berdasarkan analisis regresi linier terhadap grafik hubungan ln k dengan
1/T didapatkan persamaan garis
y = -1551.9098x + 2.3608 R2 = 0.9184
dimana nilai slope dari persamaan tersebut merupakan nilai –Ea/R dari
persamaan Arrhenius, sehingga dapat diperoleh energi aktivasi dari
produk tepung bumbu ayam goreng sebagai berikut :
-Ea/R = -1551.9098 K
R = 1.986 kal/mol K
E = 3082.0929 kal/mol
Nilai intersep merupakan nilai ln ko dari persamaan Arrhenius sehingga :
Ln ko = 2.3608
ko = 10.5994
62
Berdasarkan nilai -Ea/R dan ko yang telah diperoleh maka dapat disusun
persamaan Arrhenius sebagai berikut
k = ko e –Ea/RT
k = 10.5994 e -1551.9098 (1/T)
Setelah didapatkan persamaan Arrhenius untuk peningkatan kadar
air maka dapat dihitung laju peningkatan kadar air pada tepung bumbu
ayam goreng berdasarkan suhu sebagai berikut :
Suhu 30⁰C atau 303 K k = 10.5994 e -1551.9098 (1/T)
k = 10.5994 e -1551.9098 (1/303)
k = 0.0632
Suhu 35⁰C atau 308 K k = 10.5994 e -1551.9098 (1/T)
k = 10.5994 e -1551.9098 (1/308)
k = 0.0687
Suhu 45⁰C atau 318 K k = 10.5994 e -1551.9098 (1/T)
k = 10.5994 e -1551.9098 (1/318)
k = 0.0805
Setelah didapatkan laju peningkatan kadar air maka dapat dicari
umur simpan dari tepung bumbu ayam goreng pada masing-masing suhu
berdasarkan persamaan :
Dari persamaan tersebut maka dapat diketahui umur simpan produk
tepung bumbu ayam goreng adalah :
63
b. Kemasan OPP/VMCPP
Selama masa penyimpanan, kadar air tepung bumbu ayam goreng
pada kemasan OPP/VMCPP mengalami peningkatan. Langkah
selanjutnya dalam pendugaan umur simpan adalah membuat regresi linier
dari masing-masing suhu penyimpanan pada kemasan OPP/VMCPP
seperti pada Gambar 23b.
Berdasarkan Gambar 23b, diperoleh persamaan garis lurus dari
masing-masing suhu penyimpanan, yaitu :
Suhu 30⁰C y = 0.0477x + 5.3923 R2 = 0.9432
Suhu 35⁰C y = 0.0591x + 5.5281 R2 = 0.9222
Suhu 45⁰C y = 0.0620x + 5.5309 R2 = 0.9193
Nilai slope dari ketiga persamaan tersebut merupakan nilai k pada
masing-masing suhu penyimpanan. Setelah didapatkan nilai k pada
masing-masing suhu penyimpanan, dibuat plot Arrhenius dengan nilai ln
k sebagai ordinat dan nilai 1/T sebagai absis. Plot Arrhenius dari produk
tepung bumbu ayam goreng ini dapat dilihat pada Gambar 29.
Gambar 29. Grafik hubungan nilai ln k dengan 1/T produk tepung bumbuayam goreng pada kemasan OPP/VMCPP
Berdasarkan analisis regresi linier terhadap grafik hubungan ln k dengan
1/T didapatkan persamaan garis
y = -1519.3377x + 2.0242 R2 = 0.8612
64
dimana nilai slope dari persamaan tersebut merupakan nilai –Ea/R dari
persamaan Arrhenius, sehingga dapat diperoleh energi aktivasi dari
produk tepung bumbu ayam goreng sebagai berikut :
-Ea/R = -1519.3377 K
R = 1.986 kal/mol K
E = 3017.4047 kal/mol
Nilai intersep merupakan nilai ln ko dari persamaan Arrhenius sehingga :
Ln ko = 2.0242
ko= 7.5701
Berdasarkan nilai -Ea/R dan ko yang telah diperoleh maka dapat disusun
persamaan Arrhenius sebagai berikut
k = ko e –Ea/RT
k = 7.5701 e -1519.3377 (1/T)
Setelah didapatkan persamaan Arrhenius untuk peningkatan kadar
air maka dapat dihitung laju peningkatan kadar air pada tepung bumbu
ayam goreng berdasarkan suhu sebagai berikut :
Suhu 30⁰C atau 303 K k = 7.5701 e -1519.3377 (1/T)
k = 7.5701 e -1519.3377 (1/303)
k = 0.0503
Suhu 35⁰C atau 308 K k = 7.5701 e -1519.3377 (1/T)
k = 7.5701 e -1519.3377 (1/308)
k = 0.0546
Suhu 45⁰C atau 318 K k = 7.5701 e -1519.3377 (1/T)
k = 7.5701 e -1519.3377 (1/318)
k = 0.0637
Setelah didapatkan laju peningkatan kadar air maka dapat dicari
umur simpan dari tepung bumbu ayam goreng pada masing-masing suhu
berdasarkan persamaan :
65
Dari persamaan tersebut maka dapat diketahui umur simpan produk
tepung bumbu ayam goreng adalah :
Berdasarkan hasil perhitungan pendugaan umur simpan dengan
parameter kadar air dapat dilihat pada Tabel 8 bahwa semakin tinggi suhu
penyimpanan, umur simpan produk tepung bumbu ayam goreng semakin
rendah. Demikian juga adanya kemasan dapat mempengaruhi umur
simpan suatu produk. Apabila dibandingkan kemasan OPP/VMCPP lebih
mampu melindungi dan mempertahankan kadar air tepung bumbu ayam
goreng dibandingkan kemasan PP, sehingga umur simpannya lebih lama.
Kemasan dan kondisi penyimpanan sangat mempengaruhi umur
simpan produk. Penyimpanan yang sesuai akan dapat memperpanjang
umur simpan produk. Dengan demikian penyimpanan yang tepat untuk
produk tepung bumbu ayam goreng adalah dengan menggunakan
kemasan OPP/VMCPP pada suhu 30°C.
Tabel 8. Umur simpan tepung bumbu ayam goreng
Suhu PenyimpananUmur simpan
PP OPP/VMCPP30°C 8 bulan 27 hari 11 bulan 5 hari35°C 8 bulan 6 hari 10 bulan 9 hari45°C 6 bulan 29 hari 8 bulan 25 hari