19
Jawahir Bin Madeaming 11-2011-150 TUBERKULOSIS PARU

r e f e r a t Tb

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

1

Jawahir Bin Madeaming

11-2011-150

TUBERKULOSIS PARU

Page 2: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

2

Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat ini yang berjudul “tuberkulosis paru” dalam

bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan referat ini.

Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan referat ini masih banyak kekurangan yang harus

diperbaiki. Oleh karena itu kritik dan saran serta masukan yang membangun terhadap referat ini akan

diterima dengan tangan terbuka semoga kedepannya akan lebih baik. Akhirnya, harapan penulis

semoga referat ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para

pembaca.

Jakarta, Desember 2012.

Penulis

Page 3: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

3

Daftar isi

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................................ ii

ISI

Pendahuluan…………………………………………………………………………………………………… 1

Epidemiologi…………………………………………………………………………………………………… 2

Etiologi ………………………………………………………………………………………………………….. 3

Pathogenesis dan perjalanan alamiah…………………………………………………………………… 4

Diagnosis ……………………………………………………………………………………………………….. 6

Penatalaksanaan……………………………………………………………………………………….…….. 11

Keberhasilan terapi dan MDR……………………………………………………………………………… 15

Daftar pustaka…………………………………………………………………………………………….….. 16

Page 4: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

4

Sejak tahun 1993, WHO menyatakan Tuberkulosis (TB) merupakan kedaruratan global bagi

kemanusiaan. Walaupun strategi (directly observed treatment short-course) DOTS telah terbukti sangat

efektif untuk pengendalian TB, tetapi beban penyakit TB di masyarakat masih sangat tinggi. Dengan

berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus

baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia (WHO, 2009). Selain itu,

pengendalian TB mendapat tantangan baru seperti ko-infeksi TB/HIV, TB yang resisten obat dan

tantangan lainnya dengan tingkat kompleksitas yang makin tinggi. 1,2,3 Lebih 90% dari seluruh kasus ini

terjadi di negara berkembang.4

Penanggulangan TB di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun

terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui balai

pengobatan penyakit paru-paru (BP4). Sejak tahun 1969 penanggulangan dilakukan secara nasional

melalui Puskesmas. Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan adalah paduan standar isoniazid

(INH), para amino acid (PAS) dan streptomisin selama satu sampai dua tahun. PAS kemudian diganti

dengan pirazinamid. Sejak 1977 mulai digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH,

rifampisin dan etambutol selama 6 bulan. Pada tahun 1995, program nasional penanggulangan TB

mulai menerapkan strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000

strategi DOTS dilaksanakan secara nasional di seluruh unit pelayanan kesehatan (UPK) terutama

puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.1,2

Fakta yang menunjukkan bahwa TB masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat

Indonesia, antara lain: (1) Indonesia merupakan antara negara dengan pasien TB di dunia.

Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. (2) Tahun

1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan

penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan

pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. (3) Sampai tahun 2005,

program penanggulangan TB dengan strategi DOTS menjangkau 98% Puskesmas, sementara rumah

sakit dan BP4 baru sekitar 30%, (4) Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak

lengkap dimasa lalu, diduga telah menimbulkan kekebalan ganda kuman TB terhadap OAT atau Multi

Drug Resistance (MDR).1,2,3

Pendahuluan

Page 5: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

5

Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap menjadi

salah satu dari masalah kesehatan dunia yang utama.1,2,3 Lebih dari 5 juta kasus TB (paru dan ekstra

paru) telah dilaporkan oleh WHO pada tahun 2005. Lebih 90% dari seluruh kasus ini terjadi di negara

berkembang.4 Indonesia adalah negera dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah India dan

China. Di Indonesia, TB adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan

penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit akut pernapasan.1,2,3

Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal jumlah penderita

tuberkulosis (TB). Baru pada tahun 2009 turun ke peringkat ke-5 dan masuk dalam milestone atau

pencapaian kinerja 1 tahun Kementerian Kesehatan. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia

(WHO) pada tahun 2007 menyatakan jumlah penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau

berada di posisi tiga di dunia setelah India dan Cina. Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat

peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TB sebesar 429 ribu orang. Lima

negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan,

Nigeria dan Indonesia.5

Pada Global Report WHO 2010, didapatkan data TB Indonesia yaitu total seluruh kasus TB tahun 2009

sebanyak 294731 kasus, dimana 169213 adalah kasus TB baru BTA positif, 108616 adalah kasus TB BTA

negatif, 11215 adalah kasus TB Extra Paru, 3709 adalah kasus TB Kambuh, dan 1978 adalah kasus

pengobatan ulang diluar kasus kambuh (retreatment, excl relaps). Sementara itu, untuk keberhasilan

pengobatan dari tahun 2003 sampai tahun 2008 (dalam %), tahun 2003 (87%), tahun 2004 (90%), tahun

2005 sampai 2008 semuanya sama (91%).5

Laporan Menkes pada tahun 2012 menyatakan jika dibandingkan data tahun 1990 dengan data

tahun 2010, maka Indonesia telah berhasil: (1) menurunkan insidens TB sebesar 45%, yaitu dari 343 per

100.000 penduduk menjadi 189 per 100.000 penduduk, (2) menurunkan prevalens TB sebesar 35%, yaitu

dari 443 per 100.000 penduduk menjadi 289 per 100.000 penduduk, dan (3) menurunkan angka

kematian TB sebesar 71%, yaitu dari 92 per 100.000 penduduk menjadi 27 per 100.000 penduduk.

Menkes menambahkan, angka penemuan kasus TB tahun 2010 mencapai 78,3% dan tahun 2011

82,20%. Sedangkan, keberhasilan pengobatan TB tahun 2010 mencapai 91,2%.6

Menurut profil kesehatan Provinsi DKI Jakarta 2007 yang dikeluarkan oleh Depkes, didapatkan jumlah

pederita TB dengan klinis TB positif Provinsi DKI Jakarta sebanyak 37,026. Sebanyak 34,576 telah

mendapat pengobatan dan 28,935 (83,68%) telah dinyatakan sembuh. Untuk wilayah Jakarta Utara

sendiri, tercatat 21,535 pasien diobati dengan 19,712 (91,53%) dinyatakan sembuh.7

Epidemiologi

Page 6: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

6

Morfologi dan Struktur BaKteri

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak

berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis

sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.

tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord

factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam

lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid

dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel

bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel

yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali

diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam –

alkohol.2

Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan

protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi

monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa,

38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada

juga yang menggolongkan antigen M. tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang

tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya

antigen 30.000 a, protein MTP 40 dan lain lain.2

BiomoleKuler

Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan guanin (G) dan

sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen dan penanda

genetik yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria

yang selalu ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi

antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan. Gen pab

dan gen groEL masing masing menyandi protein berikatan posfat misalnya protein 38 kDa dan protein

kejut panas (heat shock protein) seperti protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan

gen 16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase.

Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada dalam mikobakteria

antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan

dengan teknik PCR dan RFLP.2

Etiologi

Page 7: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

7

Patogenesis TB terbagi menjadi tuberkulosis primer dan tuberkulosis postprimer.2

TuberKulosis primer

Kuman TB yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan

terbentuk suatu sarang pneumonia, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang

primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang

reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus

(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran getah bening di hilus

(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfadenitis regional dikenal

sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai

berikut: (1) sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali, (2) sembuh dengan

meninggalkan sedikit bekas antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, dan sarang perkapuran di

hilus, (3) menyebar secara perkontuinatum, bronkogen, hematogen, dan limfogen.2

TuberKulosis postprimer

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer,

biasanya terjadi pasa usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang

bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis

menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah

kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer

dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun

lobus inferior.2

Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan

mengikuti salah satu jalan sebagai berikut: (1) diresopsi kembali dan sembuh tanpa

meninggalkan cacat, (2) sarang tersebut sakan meluas dan segera terjadi proses

penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran

dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali

dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan

keluar, (3) sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan

Patogenesis dan perjalanan alamiah

Page 8: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

8

muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian

dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti ini akan menjadi meluas kembali dan

menimbulkan sarang pneumoni baru, memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) disebut

tuberkuloma, atau membersih dan menyembuh (lihat gambar 1).2

Gambar 1: Skema perkembangan sarang tuberkulosis post primer dan perjalanan penyembuhannya2

Pato

genesis &

perjalan

an alam

iah

Page 9: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

9

Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan

bakteriologi, radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.1,2

Gejala Klinis

Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien

ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala

terbanyak adalah demam, batuk atau batuk darah, sesak napas, nyeri dada, dan malaise.3

Gejala klinik TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik (lihat

tabel 1). Bila organ yang terkena adalah paru, maka gejala lokal ialah gejala respiatori.2

Tabel 1: gejala klinis Tb paru1,2,3,6

Gejala respiratori Gejala sistemik

- Batuk > 2minggu

- Batuk darah

- Sesak napas

- Nyeri dada

- Demam

- Malaise

- Keringat malam

- Anoreksia dan berat badan turun

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis

tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening,

pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis

tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga

pleuranya terdapat cairan.

PemeriKsaan fisiK

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasein mungkin ditemukan konjunktiva

pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus, atau berat badan menurun.3

Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada

permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan

kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah

apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior (lihat gambar 2).1,2,3 Bila

Diagnosis

Page 10: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

10

dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi

suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan seperti ronki basah kasar

dan nyaring. Tapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi

vesikuler melemah. Bila terdapat cavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara

hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.3,6,7

Gambar 2: apeks lobus superior dan apeks lobus inferior

PemeriKsaan baKteriologiK

Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman TB sangat penting dalam menegakkan

diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat berasal dari dahak, cairan pleura,

liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar

(bronchoalveolar lavage), urin, feses, dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus).1,2

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya BTA, diagnosis TB sudah

dipastikan. Di samping itu, pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap

pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat

dikerjakan di lapangan.3 Cara pengambilan dahak adalah 3 kali yaitu sewaktu (dahak

sewaktu saat kunjungan), pagi (keesokan harinya), dan sewaktu (pada saat mengantarkan

dahak pagi)1,2

Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan

mikroskopik dan biakan kuman. Pemeriksaan mikroskopik terbagi menjadi: (1) mikroskopik

biasa menggunakan pewarnaan Ziehl-Nielsen, (2) mikroskopik fluoresens menggunakan

pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk penapisan). Interpretasi pemeriksaan

mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung

Disease) menurut rekomendasi WHO (lihat tabel 2).

D i a g n

o s i s

Page 11: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

11

Tabel 2: skala IUATLD

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif,

Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan

Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara: (1) Egg

base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh, (2) Agar base media : Middle

brook. Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat

mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis

(MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat

cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran

dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.1,2

PemeriKsaan radiologi

Pada saat ini, pemeriksaan radiologi dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan

lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus

atas, dan segmen apikal lobus bawah).3 Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA.

Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, dan CT-Scan. 1,2

Gambaran radiologis yang dicurigai sebagai lesi TB aktif: (1) bayangan berawan/nodular di

segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah, (2) kaviti,

terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular, (3) bayangan

bercak milier, (4) efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang). Gambaran radiologi

yang dicurigai lesi TB inaktif: (1) fibrotik, (2) kalsifikasi, (3) schwarte atau penebalan pleura. Luluh

paru (destroyed lung) adalah gambaran radiologis yang menunjukkan kerusakan jaringan

paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru Gambaran radiologi luluh paru

terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti, dan fibrosis parenkim paru.1,2,4,6 Luas lesi yang

tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut

(terutama pada kasus BTA negatif): (1) Lesi minimal bila proses mengenai sebagian dari satu

atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga dua depan (volume paru yang terletak di

atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan processus spinosus dari vertebra

torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5, serta tidak dijumpai kavitas, (2) lesi luas bila proses

lebih luas dari lesi minimal.1,2

D i a g n

o s i s

Page 12: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

12

Alur diagnosis

Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA dalam sediaan secara mikroskopik biasa sudah cukup

untuk memastikan diagnosis TB paru karena kekerapan Mycobacterium atypic di Indonesia sangat

rendah (lihat gambar 3). Sungguhpun begitu hanya 30-70% saja dari seluruh kasus TB paru yang dapat

didiagnosis secara bakteriologis.3

Gambar 3: alur diagnosis TB1,2

KlasifiKasi tuberKulosis paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), diklasifiksikan menjadi (lihat gambar 4): (1) Tuberkulosis

paru BTA (+) bila sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif, atau hasil

pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan

gambaran tuberkulosis aktif, atau hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

D i a g n

o s i s

Page 13: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

13

biakan positif, atau 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada

pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika

non OAT, (2) Tuberkulosis paru BTA (-) bila hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,

gambaran klinik dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif, atau hasil pemeriksaan dahak 3

kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis positif.1,2,3

Gambar 4: skema kalsifikasi TB berdasarkam pemeriksaan dahak2

Berdasarkan tipe pasien diklasifikasikan menjadi (lihat gambar 5): (1) Kasus baru yaitu pasien yang

belum pernah mendapat pengobatan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan,

(2) Kasus kambuh (relaps) yaitu pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan

telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali berobat dengan dahak BTA

positif atau biakan positif, (3) kasus defaulted atau drop out yaitu pasien yang tidak mengambil obat 2

bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai, (4) kasus gagal yaitu pasien BTA

positif yang tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir

pengobatan) atau akhir pengobatan, atau pasien dengan BTA negatif gambaran radiologi positif

menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan, (5) kasus kronik yaitu pasien dengan hasil

pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang

baik.1,2

Gambar 5: skema klasifikasi TB berdasarkan tipe pasien2

TB

TB paru

TB paru BTA (+)

TB paru BTA (-)

TB ekstraparu

tipe penderita TB paru

kasus baru

kasus kambuh

kasus Drop Out

kasus gagal pengobatan

kasus kronik

D i a g n

o s i s

Page 14: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

14

Pengobatan tuberKulosis

Prinsip pengobatan TB adalah: (1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,

dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan, jangan gunakan OAT

tunggal (monoterapi), pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan

sangat dianjurkan, (2) untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung atau DOT (Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO),1,2 (3)

pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7

bulan.1,2,4

Gambar 6 : skema obat anti tuberkulosis (OAT)2

Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan (lihat gambar 6). Jenis

obat utama (lini 1) adalah Rifampisin (R), INH (H), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), dan Streptomisin (S).

Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) adalah Kanamisin, Amikasin, dan Kuinolon. Paduan OAT kategori-1

dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet

OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan

berat badan pasien. Pengobatan TB tergantung kategori pasien. 1,2

Obat anti tuberkulosis (OAT

Kemasan

Obat tunggal

Fixed dose combination (FDC)

obat yang dipakai

lini 1

INH

Rifampisin

Pirazinamid

Streptomisin

Etambutol

Lini 2

kanamisin

amikasin

kuinolon

makrolid, amoksisilin + asam klavulanat (dalam

penilitian)

PenatalaKsanaan

Page 15: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

15

Pengobatan pasien TB Kategori 1 (2HRZE / 4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) Obat-

obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan tahap

lanjutan yang terdiri dari isoniasid (H), dan Rifampisin (R) diberikan tiga kali dalam seminggu

selama 4 bulan (4H3R3) (lihat tabel 3). Obat ini diberikan untuk: (1) penderita baru TB paru BTA

positif, (2) penderita TB paru BTA negatif rontgen positif yang sakit berat, (3) penderita TB ekstra

paru berat.1,2,4,6

Tabel 3: dosis untuk paduan OAT kombinasi dosis tetap kategori I

Pengobatan pasien TB Kategori 2 (2HRZES / HRZE / 5H3R3E3)

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan dengan penambahan suntikan streptomisin pada 2

bulan pertama pengobatan (2HRZES/HRZE), dan seterusnya fase lanjutan selama 5 bulan

diberikan 3 kali seminggu (5H3R3E3) (lihat tabel 4). Obat ini diberikan untuk: (1) penderita

kambuh (relaps), (2) penderita gagal (failure), (3) penderita dengan pengobatan setelah lalai

(after default).1,2,4,

Tabel 4: dosis untuk paduan OAT kombinasi dosis tetap kategori II

P e n

a t a l a k s a n a a n

Page 16: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

16

Pengobatan pasien TB Kategori 3 (2HRZ / 4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan

tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini

diberikan untuk: (1) penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan, (2) penderita

ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis).1,2,4

OAT sisipan (HRZE)

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau

penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih

BTA positif diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari selama 1 bulan (lihat tabel 5).1,2

Tabel 5: dosis untuk paduan OAT kombinasi dosis tetap sisipan

Pemantauan Kemajuan hasil pengobatan TB pada orang dewasa

Dalam memantau kemajuan pengobatan, pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik

dibandingkan dengan pemeriksaan radiologi. Laju endap darah (LED) tidak dapat dipakai untuk

memantau kemajuan pengobatan. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan

spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2

spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif, maka hasil pemeriksaan ulang dahak

tersebut dinyatakan positif. Pemeriksaan dilakukan pada akhir tahap intensif, sebulan sebelum akhir

pengobatan, dan akhir pengobatan.1

Pemantauan Kemajuan hasil pengobatan TB pada aKhir tahap intensif

Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 2 pengobatan penderita baru BTA positif dengan

kategari 1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke 3 pengobatan ulang penderita BTA positif

P e n

a t a l a k s a n a a n

Page 17: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

17

dengan kategori 2. Pemeriksaan dahak pada akhir tahap intensif dilakukan untuk mengetahui

apakah telah terjadi konversi dahak yaitu perubahan dari BTA positif menjadi negatif.1

Pemantauan Kemajuan hasil pengobatan TB pada sebulan sebelum aKhir pengobatan

Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 5 pengobatan penderita baru BTA positif kategori

1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke 7 pengobatan ulang menderita BTA positif katagori

2.1

Pemantauan Kemajuan hasil pengobatan TB pada AKhir pengobatan

Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 6 pengobatan pada penderita baru BTA positif

dengan kategori 1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke 8 pengobatan ulang BTA positif,

dengan kategori 2. Pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum akhir pengobatan dan

akhir pengobatan (AP) bertujuan untuk menilai hasil pengobatan (sembuh atau gagal).1,2

Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan

pemeriksaan ulang dahak (follow up paling sedikit 2 kali berturut-turut hasilnya negatif, yaitu pada AP

dan/atau sebulan sebelum AP, dan pada satu pemeriksaan follow up sebelumnya). Penderita

dinyatak sembuh bila: (1) hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada akhir pengobatan (AP), pada

sebulan sebelum AP, dan pada akhir intensif, (2) hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan

pada akhit intensif (pada penderita tanpa sisipan), meskipun pemeriksaan ulang dahak pada sebulan

sebelum AP tidak diketahui hasilnya, (3) hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada

setelah sisipan (pada penderita yang mendapat sisipan meskipun pemeriksaan ulang dahak pada

sebulan sebelum AP tidak diketahui hasilnya, (4) hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan

sebelum AP dan pada akhir intensif (pada penderita tanpa sisipan), meskipun pemeriksaan ulang

dahak pada AP tidak diketahui hasilnya, (5) hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan

sebelum AP dan pada setelah sisipan (pada penderita yang mendapat sisipan) meskipun

pemeriksaan ulang dahak pada AP tidak diketahui hasilnya.1,2

Bila penderita menyelesaikan pengobatan lengkap, tapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak 2

kali berturut turut negatif , maka tidak dapat dinyatakan "sembuh" tetapi dinyatakan sebagai

"pengobatan lengkap". Bila BTA masih positif pada sebulan sebelum AP, penderita dinyatakan gagal

dan pengobatannya diganti. Bila penderita gagal setelah pengobatan dengan kategori 1,

pengobatan diganti dengan kategori 2 mulai dari awal. Bila penderita gagal setelah pengobatan

dengan katagori 2, penderita dianggap sebagai "kasus kronik". Kalau fasilitas laboratorium

memungkinkan, dilakukan uji kepekaan atau penderita tersebut dirujuk ke unit pelayanan kesehatan

spesialistik. Bila tidak memungkinkan, kepada penderita diberikan tablet isoniasid (INH) seumur hidup.1,2

P e n

a t a l a k s a n a a n

Page 18: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

18

Foktor mempengaruhi Keberhasilan pengobatan termasuK Resistensi ganda (Multi Drug

Resistance/ MDR)

Antara faktor yang mempengaruhi hasil pengobatan pasien TB termasuklah kepatuhan makan obat

dan kontrol yang teratur, dosis obat yang adekuat, dan penyakit lain yang menyebabkan kesukaran

untuk menyembuhkan pasien. Resistensi ganda menunjukkan Mycobacterium tuberculosis resisten

terhadap Rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya.1,6,7 Secara umum resistensi terhadap

obat tuberkulosis dibagi menjadi: (1) resistensi primer yaitu apabila pasien sebelumnya tidak pernah

mendapat pengobatan TB, (2) resistensi inisial yaitu apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya

sudah pernah ada riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak, (3) resistensi sekunder ialah apabila

pasien telah punya riwayat pengobatan sebelumnya.1

Ada beberapa penyebab terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu: (1) Pemakaian obat

tunggal dalam pengobatan tuberkulosis, (2) penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu

karena jenis obatnya yang kurang atau karena di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang

tinggi terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan Rifampisin dan INH saja pada daerah

dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi, (3) pemberian obat yang tidak

teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu stop, setelah dua bulan berhenti kemudian

berpindah dokter dan mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian

seterusnya, (4) fenomena “addition syndrome” (Crofton, 1987), yaitu suatu obat ditambahkan dalam

suatu paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah

resisten pada paduan yang pertama, maka “penambahan” (addition) satu macam obat hanya akan

menambah panjangnya daftar obat yang resisten, (5) penggunaan obat kombinasi yang

pencampurannya tidak dilakukan secara baik, sehingga mengganggu bioavailabiliti obat, (6)

penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah kadang terhenti

pengirimannya sampai berbulan-bulan, (7) pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga

kadang menimbulkan kebosanan, (8) pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB.1,7

Keberhasilan terapi dan MDR

Page 19: r e f e r a t Tb

R E F E R A T

TUBERKULOSIS PARU

DESEMBER 2012

19

Daftar pustaKa

1. Manaf A, Pranoto A, Hudoyo A.S, Yuwona A, Jusuf A, Sjahrurrahman, et al. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Cetakan pertama

2007. Hlm.3-23

2. Aditama T.Y, Soedarsono, Thabrani Z, Wiryokusumo H.S, Lulu M, et al. Tuberkulosis, Pedoman

Diagnosis Dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta 2006.

hlm.1-45

3. Amin Z, Bahar E. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.

hlm.2230-39.

4. Raviglinoe MC, O’Brien RJ. Tuberculosis. Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo

L, Jameson JL, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York. McGrawHill; 2008.

hlm.1006-20

5. Frew AJ, Holgate ST. Tuberculosis. Dalam: Kumar P, Clark M. Kumar and Clarks Clinical Medicine.

Seventh edition. Saunders Elsevier; 2009. hlm.863-867

6. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Tuberculosis (TB). Last updateed 12 April 2012.

Diunduh dari http://www.cdc.gov/tb/topic/basics/default.htm. Diakses pada 15 Juli 2012

7. Media Centre of World Health Organization (WHO). Tuberculosis. Maret 2012. Diunduh dari

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/. Diakses pada15 Juli 2012