1
3 Suara Pembaruan Rabu, 25 Mei 2016 Utama [JAKARTA] Komisi Pemilihan Umum (KPU) berharap agar pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dapat segera rampung. Pasalnya, tahapan Pilkada Serentak 2017 telah berjalan. Saat ini, dalam melaksa- nakan tahapan pilkada seren- tak, KPU menggunakan Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU. “Memang, persoalan waktu menjadi concern kami. Kami berharap (RUU Pilkada) diselesaikan bulan ini, karena tahapan terus berjalan,” kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/5). Dikatakan, tahapan yang mulai berjalan saat ini adalah penetapan batas minimal syarat dukungan calon per- seorangan. Tahapan itu dimulai pada Minggu (22/5). “Sudah kami Umumkan. KPU daerah juga sudah tahu bera- pa syarat minimum dukung- an bakal calon perseorangan,” ujarnya. Dia menjelaskan, dalam menetapkan dukungan calon perseorangan, KPU mengacu kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). “Berapa banyak jumlah minimun dukungan yang harus dise- rahkan, itu berdasarkan DPT (Daftar Pemilih Tetap). Jadi, sekarang hanya melihat DPT pemilu terakhir,” katanya. Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo tetap optimis- tis jika RUU Pilkada dapat disahkan pada 31 Mei 2016. Saat ini, menurutnya, peme- rintah dan DPR tengah memasuki pembahasan tahap akhir. “Prinsipnya, semangat DPR dan pemerintah sama untuk memaksimalkan revisi UU Pilkada dengan mening- katkan kualitas demokrasi dalam pilkada. Akhir Mei, saya optimistis bisa disahkan,” kata Tjahjo. Menurutnya, salah satu poin krusial yang belum juga mencapai titik temu yakni terkait kewajiban mundur anggota DPR, DPD, dan DPRD apabila menjadi calon kepala daerah. Pemerintah, kata Tjahjo, tetap mengusul- kan agar anggota Dewan mengundurkan diri, sesuai putusan MK. “DPR masih menawar supaya cuti. Pandangan kami tetap berpe- gang pada putusan MK,” ujarnya. Anggota Tim Perumus RUU Pilkada di DPR, Arteria Dahlan mengatakan, anggo- ta dewan adalah elected official, yang berarti dipilih rakyat. Posisinya berbeda dengan TNI/Polri atau PNS, yang diwajibkan mundur dari jabatannya bila menjadi calon kepala daerah. “Ketika dulu hendak menjadi anggota dewan, kami sudah diwajibkan mundur. Dulu saya pengacara, sehing- ga harus mundur ketika mau menjadi calon anggota Dewan. Oleh karena itu, seharusnya kini tidak mundur lagi ketika menjadi calon kepala daerah,” katanya. Dikatakan, ada potensi kerusakan demokrasi bila anggota TNI/Polri maupun PNS tidak wajib mundur. Pasalnya, posisi mereka memungkinkan adanya ger- bong dan pasukan yang bisa digerakkan secara komando demi kepentingan pribadi. Meski demikian, Arteria mengatakan, pihaknya berp- rinsip bahwa dalam pemba- hasan RUU Pilkada, Pemerintah dan DPR harus mencari norma yang paling pas dan adil. DPR juga sadar bahwa tak ada guna bila DPR bersikeras tak mewajibkan anggota Dewan mundur, sementara Pemerintah tetap bersikeras memilih sebaliknya. Wakil Ketua Komisi II DPR Riza Patria mengatakan, wajar bila anggota TNI/Polri dan PNS diharuskan mundur dari kedinasan bila maju sebagai calon kepala daerah. Sebab, UU mengenai TNI, Polri, maupun PNS sudah mengatur demikian. Sementara, ujarnya, ang- gota Dewan diatur dalam UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), yang sama sekali tak mengharuskan mundur jika maju di pilkada. “Makanya, kami menekank- an bahwa DPR cukup cuti. PNS, TNI, atau Polri memang wajib mundur,” kata Riza. Dikatakan, DPR sudah berkoordinasi dengan MK untuk memahami putusan lembaga itu yang pernah mewajibkan anggota Dewan mundur. Alasan MK, ujar Riza, bila PNS dan TNI/Polri bisa maju ke pilkada tanpa mundur dari dinas, maka anggota Dewan juga tak perlu mundur. “Bila salah satu diwajibkan mundur, maka semuanya harus mundur,” kata dia. Sementara, k alangan DPRD Kalimantan Barat (Kalbar) berharap agar ang- gota Dewan tidak diwajibkan mengundurkan diri dari jabatannya jika ikut dalam pilkada. Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Kalbar Anton Situmorang mengatakan, posisi anggota Dewan adalah jabatan politis, yang berbeda dengan birokrat. “Jadi, setiap anggota Dewan yang akan ikut dalam Pilkada tidak perlu mundur, tetapi hanya cuti sementara. Kami ini karier politik, ber- beda dengan birokrat,” ujar- nya. [MJS/C-6/146] KPU Berharap Revisi UU Pilkada Segera Rampung Tjahjo Kumolo FOTO-FOTO:ANTARA Hadar Nafis Gumay [JAKARTA] Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menilai revisi Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang berlarut-larut bisa mengganggu tahapan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2017. Bahkan, Pilkada Serentak 2017 bisa saja gagal dilaksanakan jika revisi tidak sege- ra dilakukan. “Revisi UU Pilkada yang ber- larut-larut sudah mengganggu tahapan-tahapan pilkada, bahkan berpotensi menggagalkan Pilkada Serentak 2017. Ini juga bisa menu- runkan kualitas proses dan hasil pilkada serentak,” ujar Masykurudin kepada SP di Jakarta, Rabu (25/5). Karena itu, dia mendesak agar dalam pekan ini semua poin revisi UU Pilkada sudah harus disepakati. Hal-hal yang menjadi perdebatan dan tidak ada titik temu harus sege- ra diselesaikan antara DPR dan Pemerintah. “Pertimbangannya jangan hanya kepentingan partai dan keinginan pribadi anggota DPR, melainkan kepentingan seluruh rakyat. Jika revisi ditunda lagi, tahapan pilkada aakan banyak yang terpotong dan kualitas pilkada akan menurun,” katanya. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banten Syaeful Bahri mengatakan, molornya revisi UU Pilkada akan mengganggu tahapan pilkada yang dilakukan oleh penye- lenggara pemilu, yakni KPU. Selain itu, legalitas tahapan pilkada yang dilakukan KPU akan menjadi lemah, karena acuannya masih mengguna- kan UU Nomor 8 Tahun 2015 yang belum direvisi. Apalagi, kata dia, pada Juni 2016, tahapan pemilihan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) akan segera dilakukan. Kalau penetapan revisi UU Pilkada molor maka tahapan pilkada akan tergang- gu. Menurut Syaeful kepada SP, Selasa (24/5) malam, sejauh ini KPU Banten telah menyosialisasikan soal dukungan minimum terhadap calon independen. Dukungan dihitung berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT), bukan berdasarkan jumlah penduduk. Itu dilakukan berdasarkan Surat Edaran (SE) KPU mengacu kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). “Kami berharap, revisi UU Pilkada itu harus segera ditetapkan, sehingga tidak mengganggu tahap- an pilkada yang dilakukan KPU. Sejauh ini, kami masih mengacu kepada UU Nomor 8 tahun 2015, karena UU tersebut masih dianggap sah. Kami hanya berharap, revisi UU Pilkada tidak mengganggu tahapan yang akan dilakukan KPU,” tegasnya. Syaeful berharap agar DPR dan Pemerintah segera sepakat soal terkait anggota DPR, DPD, dan DPRD yang harus mundur jika mencalonkan diri dalam Pilkada. “Namun, yang sangat penting sebe- narnya soal ketentuan jumlah dukungan minimal untuk calon independen. Revisi UU Pilkada harus mengacu kepada putusan MK soal persentase dukungan berdasar- kan DPT bukan berdasarkan jumlah penduduk, seperti sebelumnya,” jelasnya. Dikatakan, bakal calon yang ingin maju dalam pemilihan guber- nur (pilgub) Banten 2017 melalui jalur perseorangan atau independen harus didukung minimal 601.805 suara. Persyaratan lain yang tak kalah penting adalah dukungan berupa KTP itu tersebar minimal di lima kabupaten/kota dari delapan kabupaten/kota yang ada di Banten. “Kendati pasangan bakal calon perseorangan mampu memenuhi jumlah dukungan dengan mengum- pulkan 601.805 KTP, namun kalau tidak memenuhi persyaratan minimal mewakili lima daerah di Banten, maka bakal calon yang bersangkut- an langsung dinyatakan gugur,” tegasnya. Dikatakan, persyaratan bagi bakal calon independen tersebut telah tertuang dalam SE KPU Nomor 3 tahun 2016 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota tahun 2017, serta SE KPU Provinsi Banten Nomor 009/Kpts/ KPU-Prov. 015/2016 tentang Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap Pemilu. Dikatakan, jumlah bukti dukung- an minimal tersebut merupakan hasil dari persentase jumlah DPT terakhir. DPT saat ini untuk Pilgub Banten sebanyak 8.024.058 pemilih, sedang- kan syarat minimal secara persen- tase adalah 7,5%. Persyaratan Calon Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta Wawan Budianto mengatakan, tahapan Pilkada Serentak 2017 seharusnya sudah bisa ditetapkan. Tetapi, seja- uh ini, KPU pusat belum menentu- kan peraturan mengenai tahapan pelaksanaan pemilihan, termasuk peraturan-peraturan baru tentang persyaratan calon. Disinyalir, keputusan KPU itu belum ada karena masih menunggu hasil revisi UU Pilkada. KPU Yogyakarta menunggu surat kepu- tusan KPU pusat itu sebagai dasar hukum dimulainya tahapan pilkada serentak 2017. Terkait dengan pro dan kontra pejabat publik, PNS/TNI, dan ang- gota DPR/DPD/DPRD yang harus mengundurkan diri jika resmi mencalonkan diri sebagai kepala daerah, Wawan menegaskan, pihak- nya masih menggunakan UU lama, yakni UU Nomor 8/2015. Artinya, pejabat negara, PNS, dan anggota TNI/Polri harus menya- takan pengunduran diri secara ter- tulis sejak mendaftar sebagai calon kepala daerah. Sedangkan, soal anggota Dewan, KPU akan berpa- tokan kepada putusan MK dan surat keputusan KPU pusat nantinya. KPU Yogyakarta berharap peraturan KPU mengenai tahapan pelaksanaan pilkada bisa segera diterbitkan. Menurut Wawan, waktu ideal untuk persiapan pilkada seren- tak yang Rencananya digelar 9 Februari 2017, adalah satu tahun. Berdasar pengalaman Pilkada Serentak 2015, permasalahan mun- cul, antara lain karena persiapan yang kurang. Hal itu terjadi karena proses tahapan yang relatif singkat. Selain itu, penghitungan dana kam- panye calon yang dibiayai negara juga sangat memengaruhi kesiapan KPU di darah. [YUS/152/149] RUU Pilkada Molor, Tahapan Pilkada Terganggu ANTARA/UMARUL FARUQ Sejumlah pekerja menempelkan stiker Tempat Pemungutan Suara (TPS) di kotak suara di Kantor KPUD Sidoarjo, Jawa Timur, menjelang Pilkada Serentak 2015. Persiapan Pilkada Serentak 2017 terancam molor karena revisi UU Pilkada belum dibahas DPR dan pemerintah.

Rabu, 25 Mei 2016 Utama KPU Berharap Revisi UU Pilkada ... · Kepala Daerah (Pilkada) dapat segera rampung. Pasalnya, tahapan Pilkada Serentak 2017 telah berjalan. Saat ini, dalam

  • Upload
    halien

  • View
    215

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

3Sua ra Pem ba ru an Rabu, 25 Mei 2016 Utama

[ J A K A RTA ] K o m i s i Pemilihan Umum (KPU) berharap agar pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dapat segera rampung. Pasalnya, tahapan Pilkada Serentak 2017 telah berjalan.

Saat ini, dalam melaksa-nakan tahapan pilkada seren-tak, KPU menggunakan Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 tahun 2015 tentang P e n e t a p a n P e r a t u r a n Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU.

“Memang, persoalan waktu menjadi concern kami. Kami berharap (RUU Pilkada) diselesaikan bulan ini, karena tahapan terus berjalan,” kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/5).

Dikatakan, tahapan yang mulai berjalan saat ini adalah penetapan batas minimal syarat dukungan calon per-seorangan. Tahapan itu

dimulai pada Minggu (22/5). “Sudah kami Umumkan. KPU daerah juga sudah tahu bera-pa syarat minimum dukung-an bakal calon perseorangan,” ujarnya.

Dia menjelaskan, dalam menetapkan dukungan calon perseorangan, KPU mengacu kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). “Berapa banyak jumlah minimun dukungan yang harus dise-rahkan, itu berdasarkan DPT (Daftar Pemilih Tetap). Jadi, sekarang hanya melihat DPT pemilu terakhir,” katanya.

Sementara itu, Menteri

Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo tetap optimis-tis jika RUU Pilkada dapat disahkan pada 31 Mei 2016. Saat ini, menurutnya, peme-rintah dan DPR tengah memasuki pembahasan tahap akhir. “Prinsipnya, semangat DPR dan pemerintah sama untuk memaksimalkan revisi UU Pilkada dengan mening-katkan kualitas demokrasi dalam pilkada. Akhir Mei, saya optimistis bisa disahkan,” kata Tjahjo.

Menurutnya, salah satu poin krusial yang belum juga mencapai titik temu yakni

terkait kewajiban mundur anggota DPR, DPD, dan DPRD apabila menjadi calon kepala daerah. Pemerintah, kata Tjahjo, tetap mengusul-kan agar anggota Dewan mengundurkan diri, sesuai putusan MK. “DPR masih menawar supaya cuti . Pandangan kami tetap berpe-gang pada putusan MK,” ujarnya.

Anggota Tim Perumus RUU Pilkada di DPR, Arteria Dahlan mengatakan, anggo-ta dewan adalah elected official, yang berarti dipilih rakyat. Posisinya berbeda dengan TNI/Polri atau PNS, yang diwajibkan mundur dari jabatannya bila menjadi calon kepala daerah.

“Ketika dulu hendak menjadi anggota dewan, kami sudah diwajibkan mundur. Dulu saya pengacara, sehing-ga harus mundur ketika mau menjadi calon anggota Dewan. Oleh karena itu, seharusnya kini tidak mundur lagi ketika menjadi calon kepala daerah,” katanya.

Dikatakan, ada potensi kerusakan demokrasi bila anggota TNI/Polri maupun

PNS tidak wajib mundur. Pasalnya, posisi mereka memungkinkan adanya ger-bong dan pasukan yang bisa digerakkan secara komando demi kepentingan pribadi.

Meski demikian, Arteria mengatakan, pihaknya berp-rinsip bahwa dalam pemba-h a s a n R U U P i l k a d a , Pemerintah dan DPR harus mencari norma yang paling pas dan adil. DPR juga sadar bahwa tak ada guna bila DPR bersikeras tak mewajibkan anggota Dewan mundur, sementara Pemerintah tetap bersikeras memilih sebaliknya.

Wakil Ketua Komisi II DPR Riza Patria mengatakan, wajar bila anggota TNI/Polri dan PNS diharuskan mundur dari kedinasan bila maju sebagai calon kepala daerah. Sebab, UU mengenai TNI, Polri, maupun PNS sudah mengatur demikian.

Sementara, ujarnya, ang-gota Dewan diatur dalam UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), yang sama sekali tak mengharuskan mundur jika maju di pilkada. “Makanya, kami menekank-an bahwa DPR cukup cuti.

PNS, TNI, atau Polri memang wajib mundur,” kata Riza.

Dikatakan, DPR sudah berkoordinasi dengan MK untuk memahami putusan lembaga itu yang pernah mewajibkan anggota Dewan mundur. Alasan MK, ujar Riza, bila PNS dan TNI/Polri bisa maju ke pilkada tanpa mundur dari dinas, maka anggota Dewan juga tak perlu mundur. “Bila salah satu diwajibkan mundur, maka semuanya harus mundur,” kata dia.

Sementara, kalangan DPRD Kalimantan Barat (Kalbar) berharap agar ang-gota Dewan tidak diwajibkan mengundurkan diri dari jabatannya jika ikut dalam pilkada. Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Kalbar Anton Situmorang mengatakan, posisi anggota Dewan adalah jabatan politis, yang berbeda dengan birokrat.

“Jadi, setiap anggota Dewan yang akan ikut dalam Pilkada tidak perlu mundur, tetapi hanya cuti sementara. Kami ini karier politik, ber-beda dengan birokrat,” ujar-nya. [MJS/C-6/146]

KPU Berharap Revisi UU Pilkada Segera Rampung

Tjahjo Kumolofoto-foto:antara

Hadar Nafis Gumay

[JAKARTA] Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menilai revisi Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang berlarut-larut bisa mengganggu tahapan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2017. Bahkan, Pilkada Serentak 2017 bisa saja gagal dilaksanakan jika revisi tidak sege-ra dilakukan.

“Revisi UU Pilkada yang ber-larut-larut sudah mengganggu tahapan-tahapan pilkada, bahkan berpotensi menggagalkan Pilkada Serentak 2017. Ini juga bisa menu-runkan kualitas proses dan hasil pilkada serentak,” ujar Masykurudin kepada SP di Jakarta, Rabu (25/5).

Karena itu, dia mendesak agar dalam pekan ini semua poin revisi UU Pilkada sudah harus disepakati. Hal-hal yang menjadi perdebatan dan tidak ada titik temu harus sege-ra diselesaikan antara DPR dan Pemerintah.

“Pertimbangannya jangan hanya kepentingan partai dan keinginan pribadi anggota DPR, melainkan kepentingan seluruh rakyat. Jika revisi ditunda lagi, tahapan pilkada aakan banyak yang terpotong dan kualitas pilkada akan menurun,” katanya.

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banten Syaeful Bahri mengatakan, molornya revisi UU Pilkada akan mengganggu tahapan pilkada yang dilakukan oleh penye-lenggara pemilu, yakni KPU. Selain itu, legalitas tahapan pilkada yang dilakukan KPU akan menjadi lemah, karena acuannya masih mengguna-kan UU Nomor 8 Tahun 2015 yang

belum direvisi.Apalagi, kata dia, pada Juni

2016, tahapan pemilihan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) akan segera dilakukan. Kalau penetapan revisi UU Pilkada molor maka tahapan pilkada akan tergang-gu.

Menurut Syaeful kepada SP, Selasa (24/5) malam, sejauh ini KPU Banten telah menyosialisasikan soal dukungan minimum terhadap calon independen. Dukungan dihitung berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT), bukan berdasarkan jumlah penduduk. Itu dilakukan berdasarkan Surat Edaran (SE) KPU mengacu kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kami berharap, revisi UU Pilkada itu harus segera ditetapkan, sehingga tidak mengganggu tahap-an pilkada yang dilakukan KPU. Sejauh ini, kami masih mengacu kepada UU Nomor 8 tahun 2015, karena UU tersebut masih dianggap sah. Kami hanya berharap, revisi UU Pilkada tidak mengganggu tahapan yang akan dilakukan KPU,” tegasnya.

Syaeful berharap agar DPR dan Pemerintah segera sepakat soal terkait anggota DPR, DPD, dan DPRD yang harus mundur jika mencalonkan diri dalam Pilkada. “Namun, yang sangat penting sebe-narnya soal ketentuan jumlah dukungan minimal untuk calon independen. Revisi UU Pilkada harus mengacu kepada putusan MK soal persentase dukungan berdasar-kan DPT bukan berdasarkan jumlah penduduk, seperti sebelumnya,” jelasnya.

Dikatakan, bakal calon yang ingin maju dalam pemilihan guber-nur (pilgub) Banten 2017 melalui jalur perseorangan atau independen harus didukung minimal 601.805 suara. Persyaratan lain yang tak kalah penting adalah dukungan berupa KTP itu tersebar minimal di lima kabupaten/kota dari delapan kabupaten/kota yang ada di Banten.

“Kendati pasangan bakal calon perseorangan mampu memenuhi jumlah dukungan dengan mengum-pulkan 601.805 KTP, namun kalau tidak memenuhi persyaratan minimal mewakili lima daerah di Banten, maka bakal calon yang bersangkut-an langsung dinyatakan gugur,” tegasnya.

Dikatakan, persyaratan bagi bakal calon independen tersebut telah tertuang dalam SE KPU Nomor 3 tahun 2016 tentang Tahapan,

P r o g r a m , d a n J a d w a l Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota tahun 2017, serta SE KPU Provinsi Banten Nomor 009/Kpts/KPU-Prov. 015/2016 tentang Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap Pemilu.

Dikatakan, jumlah bukti dukung-an minimal tersebut merupakan hasil dari persentase jumlah DPT terakhir. DPT saat ini untuk Pilgub Banten sebanyak 8.024.058 pemilih, sedang-kan syarat minimal secara persen-tase adalah 7,5%.

Persyaratan CalonKetua Komisi Pemilihan Umum

(KPU) Kota Yogyakarta Wawan Budianto mengatakan, tahapan Pilkada Serentak 2017 seharusnya sudah bisa ditetapkan. Tetapi, seja-

uh ini, KPU pusat belum menentu-kan peraturan mengenai tahapan pelaksanaan pemilihan, termasuk peraturan-peraturan baru tentang persyaratan calon.

Disinyalir, keputusan KPU itu belum ada karena masih menunggu hasil revisi UU Pilkada. KPU Yogyakarta menunggu surat kepu-tusan KPU pusat itu sebagai dasar hukum dimulainya tahapan pilkada serentak 2017.

Terkait dengan pro dan kontra pejabat publik, PNS/TNI, dan ang-gota DPR/DPD/DPRD yang harus mengundurkan diri jika resmi mencalonkan diri sebagai kepala daerah, Wawan menegaskan, pihak-nya masih menggunakan UU lama, yakni UU Nomor 8/2015.

Artinya, pejabat negara, PNS, dan anggota TNI/Polri harus menya-takan pengunduran diri secara ter-tulis sejak mendaftar sebagai calon kepala daerah. Sedangkan, soal anggota Dewan, KPU akan berpa-tokan kepada putusan MK dan surat keputusan KPU pusat nantinya.

KPU Yogyakarta berharap peraturan KPU mengenai tahapan pelaksanaan pilkada bisa segera diterbitkan. Menurut Wawan, waktu ideal untuk persiapan pilkada seren-tak yang Rencananya digelar 9 Februari 2017, adalah satu tahun.

Berdasar pengalaman Pilkada Serentak 2015, permasalahan mun-cul, antara lain karena persiapan yang kurang. Hal itu terjadi karena proses tahapan yang relatif singkat. Selain itu, penghitungan dana kam-panye calon yang dibiayai negara juga sangat memengaruhi kesiapan KPU di darah. [YUS/152/149]

RUU Pilkada Molor, Tahapan Pilkada Terganggu

antara/UmarUl farUq

Sejumlah pekerja menempelkan stiker tempat Pemungutan Suara (tPS) di kotak suara di Kantor KPUD Sidoarjo, Jawa timur, menjelang Pilkada Serentak 2015. Persiapan Pilkada Serentak 2017 terancam molor karena revisi UU Pilkada belum dibahas DPr dan pemerintah.