47
GANGGUAN PENDENGARAN Nurramadhani.A.S ida (F1f1 11 114) PHARMACY STUDENT, HALUOLEO UNIVERSITY,SOUTH WEST SULAWESI Presented : Offered as a complement to the pharmaceutical pathology task. This paper contains everything about hearing loss and its treatment and therapy solutions that can be done for people with hearing loss, but it shows you how to prevent hearing loss. This paper is intended for additional knowledge for all students and professionals in the field of health.

Ramadhani:gangguan pendengaran

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Ramadhani:gangguan pendengaran

GANGGUAN PENDENGARAN

Nurramadhani.A.Sida( F 1 f 1 1 1 1 1 4 )

PHARMACY STUDENT, HALUOLEO UNIVERSITY,SOUTH WEST SULAWESI

Presented :

Offered as a complement to the pharmaceutical pathology task. This paper contains everything about hearing loss and its treatment and therapy solutions that can be done for people with hearing loss, but it shows you how to prevent hearing loss. This paper is intended for additional knowledge for all students and professionals in the field of health.

Page 2: Ramadhani:gangguan pendengaran

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya Makalah Patologi dengan judul

“Gangguan Pendengaran” ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini, masih jauh dari

kesempurnaan. Namun, dengan segala kerendahan hati, penulis

mempersembahkan sebagai wujud keterbatasan kemampuan yang penulis miliki

dan untuk itu penulis sangat menghargai setiap koreksi, kritik, dan saran demi

kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat menambah

hasanah ilmu pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Kendari, April 2013

Penulis

Page 3: Ramadhani:gangguan pendengaran

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

I.I Latar Belakang.......................................................................................................1

I.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2

I.3 Tujuan................................................................................................................2

I.4 Manfaat..............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4

I. Anatomi Lengkap Telinga......................................................................................4

A. Anatomi telinga luar...........................................................................................4

B. Anatomi telinga tengah......................................................................................5

C. Anatomi telinga dalam.......................................................................................6

II. Fisiologi Pendengaran Normal...............................................................................7

III. Definisi Gangguan Pendengaran........................................................................7

IV. Fisiologi Gangguan Pendengaran.......................................................................8

V. Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran............................................9

a. Faktor Genetik....................................................................................................9

b. Faktor Didapat....................................................................................................9

VI. Penilaian, Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran.......................14

A. Penilaian Gangguan Pendengaran....................................................................14

B. Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran.......................................16

VII. Jenis gangguan pendengaran............................................................................19

VIII. Cara Pencegahan Gangguan Pendengaran........................................................23

BAB III SIMPULAN.......................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................26

Page 4: Ramadhani:gangguan pendengaran

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Manusia telah diciptakan sebagai satu-satunya makhluk hidup yang

sempurna. Salah satu bentuk kesempurnaan manusia yaitu lengkapnya

indra yang dimilikinya, dimana indra-indra ini sangat menopang

kehidupan manusia. indra manusia terbagi menjadi 5 macam yaitu indra

pendengaran, indra penglihatan, indra perasa, indra pembau dan indra

peraba. Masing-maisng indra apabila mengalami gangguan maka akan

mengubah kestabilan kehidupan manusia dan salah satu contoh adanya

gangguan pada indra pendengaran. Gangguan pendengaran diartikan

sebagai ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan

suara pada salah satu atau kedua telinga. Penyebab gangguan pendengaran

hingga saat ini didasarkan oleh adanya kelainan genetik dan adanya faktor

lain yang terjadi pada organ-organ dalam telinga, maka bisa saja yang

dianggap hal biasa oleh penderita dapat menyebabkan gangguan

pendengaran.

Menyadari pentingnya kesehatan indra pendengaran maka

diperlukan pengetahuan khusus mengenai penyebab-penyebab terjadinya

gangguan pendengaran, ciri-ciri adanya gangguan pada pendengaran dan

pengobatan yang dapat ambil untuk mengobati gangguan pendengaran.

Page 5: Ramadhani:gangguan pendengaran

I.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah gangguan pendengaran ini

sebagai berikut :

1. Bagaimana anatomi lengkap telinga ?

2. Bagaimana fisiologi pendengaran normal ?

3. Apa pengertian gangguan pendengaran?

4. Bagaimana fisiologi gangguan pendengaran ?

5. Apa saja faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran?

6. Bagaimana penilaian, pemeriksaan dan diagnosis gangguan

pendengaran?

7. Apa saja jenis gangguan pendengaran?

8. Apa saja pencegahan gangguan pendengaran ?

I.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah gangguan pendengaran ini

sebagai berkut:

1. Untuk mengetahui anatomi lengkap telinga

2. Untuk mengetahui fisiologi pendnegaran normal

3. Untuk mengetahui pengertian gangguan pendengaran

4. Untuk mengetahui fisiologi gangguan pendengaran

5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

gangguan pendengaran

6. Untuk mengetahui penilaian, pemeriksaan dan diagnosis gangguan

pendengaran

Page 6: Ramadhani:gangguan pendengaran

7. Untuk mengetahui jenis-jenis gangguan pendengaran

8. Untuk mengetahui cara pencegahan gangguan pendengaran

I.4 Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah gangguan pendengaran ini

sebagai berikut :

1. Dapat mengetahui anatomi lengkap telinga

2. Dapat mengetahui fisiologi pendnegaran normal

3. Dapat mengetahui pengertian gangguan pendengaran

4. Dapat mengetahui fisiologi gangguan pendengaran

5. Dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

gangguan pendengaran

6. Dapat mengetahui penilaian, pemeriksaan dan diagnosis gangguan

pendengaran

7. Dapat mengetahui jenis-jenis gangguan pendengaran

8. Dapat mengetahui cara pencegahan gangguan pendengaran.

Page 7: Ramadhani:gangguan pendengaran

BAB II

PEMBAHASAN

I. Anatomi Lengkap Telinga

A. Anatomi telinga luar

Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan

dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula berfungsi

untuk membantu pengumpulan gelombang suara. Gelombang suara tersebut

Page 8: Ramadhani:gangguan pendengaran

akan dihantarkan ke telinga bagian tengah melalui kanalis auditorius

eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus terdapat sendi temporal

mandibular.

Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter.

Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat tempat

kulit melekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis.

Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam

kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi

substansi seperti lilin yang disebut serumen. Serumen mempunyai sifat

antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.

B. Anatomi telinga tengah

Bagian atas membrana timpani disebut pars flaksida, sedangkan

bagian bawah pars tensa. Pars flaksida mempunyai dua lapisan, yaitu bagian

luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel

kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Menurut Sherwood, pars

tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari

serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian

luar dan sirkuler di bagian dalam.

Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang

tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang

pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus

maleus melekat pada membrana timpani, maleus melekat pada inkus, dan

inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap oval yang

Page 9: Ramadhani:gangguan pendengaran

berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran

merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah

menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.

C. Anatomi telinga dalam

Koklea bagian tulang dibagi menjadi dua lapisan oleh suatu sekat.

Bagian dalam sekat ini adalah lamina spiralis ossea dan bagian luarnya adalah

lamina spiralis membranasea.Ruang yang mengandung perilimfe terbagi dua,

yaitu skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala ini bertemu pada ujung

koklea yang disebut helikotrema. Skala vestibuli berawal pada foramen ovale

dan skala timpani berakhir pada foramen rotundum. Pertemuan antara lamina

spiralis ossea dan membranasea kearah perifer membentuk suatu membrana

yang tipis yang disebut membrana Reissner yang memisahkan skala vestibuli

dengan skala media (duktus koklearis). Duktus koklearis berbentuk segitiga,

dihubungkan dengan labirin tulang oleh jaringan ikat penyambung periosteal

dan mengandung end organ dari nervus koklearis dan organ Corti. Duktus

koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan perantaraan duktus Reuniens.

Organ Corti terletak di atas membrana basilaris yang mengandung

organel-organel yang penting untuk mekenisma saraf perifer pendengaran.

Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000

sel dan tiga baris sel rambut luar yang berisi kira-kira 12.000 sel. Sel-sel ini

menggantung lewat lubang-lubang lengan horisontal dari suatu jungkat-

jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen

menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel rambut terdapat

Page 10: Ramadhani:gangguan pendengaran

strereosilia yang melekat pada suatu selubung yang cenderung datar yang

dikenal sebagai membrana tektoria. Membrana tektoria disekresi dan

disokong oleh limbus.

II. Definisi Gangguan Pendengaran

Definisi gangguan pendengaran adalah ketidak mampuan secara

parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua

telinga. Tingkat penurunan gangguan pendengaran terbagi menjadi ringan,

sedang, sedang berat, berat, dan sangat berat.

III. Fisiologi Pendengaran Normal

Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang

suara mencapai membran tympani, membran tympani bergetar menyebabkan

tulang-tulang pendengaran bergetar. Tulang stapes yang bergetar masuk-

keluar dari tingkat oval menimbulkan getaran pada perilymph di scala

vestibuli. Karena luas permukaan membran tympani 22 x lebih besar dari luas

tingkap oval, maka terjadi penguatan 15-22 x pada tingkap oval. Membran

basilaris yang terletak dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku, akan

bergetar bila ada getaran dengan nada rendah. Getaran yang bernada tinggi

pada perilymp scala vestibuli akan melintasi membrana vestibularis yang

terletak dekat ke telinga tengah. Sebaliknya nada rendah akan menggetarkan

bagian membrana basilaris di daerah apex. Getaran ini kemudian akan turun

ke perilymp scala tympani, kemudian keluar melalui tingkap bulat ke telinga

tengah untuk direndam.

Page 11: Ramadhani:gangguan pendengaran

Sewaktu membrana basilaris bergetar, rambut-rambut pada sel-sel

rambut bergetar terhadap membrana tectoria, hal ini menimbulkan suatu

potensial aksi yang akan berubah menjadi impuls. Impuls dijalarkan melalui

saraf otak statoacustikus (saraf pendengaran) ke medulla oblongata kemudian

ke colliculus Persepsi auditif terjadi setelah proses sensori atau sensasi

auditif. Sensori auditif diaktifkan oleh adanya rangsang bunyi atau suara.

Persepsi auditif berkaitan dengan kemampuan otak untuk memproses dan

menginterpretasikan berbagai bunyi atau suara yang didengar oleh telinga.

Kemampuan persepsi auditif yang baik memungkinkan seorang anak dapat

membedakan berbagai bunyi dengan sumber, ritme, volume, dan pitch yang

berbeda.

IV. Fisiologi Gangguan Pendengaran

Gangguan pada telinga luar, tengah, dan dalam dapat menyebabkan

ketulian. Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campur.

Tuli konduktif terjadi akibat kelainan telinga luar, seperti infeksi, serumen

atau kelainan telinga tengah seperti otitis media atau otosklerosis. Tuli

sensorineural melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Salah

satu penyebabnya adalah pemakaian obat-obat ototoksik seperti streptomisin

yang dapat merusak stria vaskularis. Selain tuli konduksi dan sensorineural,

dapat juga terjadi tuli campuran. Tuli campuran adalah tuli baik konduktif

maupun sensorineural akibat disfungsi konduksi udara maupun konduksi

tulang

Page 12: Ramadhani:gangguan pendengaran

V. Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran

Secara garis besar faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran

dapat berasal dari genetik maupun didapat.

a. Faktor genetik.

Gangguan pendengaran karena faktor genetik pada umumnya

berupa gangguan pendengaran bilateral tetapi dapat pula asmetrik dan

mungkin bersifat statik maupun progresif. Kelainan dapat bersifat

dominan, resesif, berhubungan dengan kromosom X (contoh : Hunter’s

syndrome, Alport syndrome, Norrie’s disease) kelainan mitokondria

(contoh : Kearns-Sayre syndrome), atau merupakan suatu malformasi pada

satu atau beberapa organ telinga (contoh : stenosis atau atresia kanal

telinga eksternal sering dihubungkan dengan malformasi pinna dan rantai

osikuler yang menimbulkan tuli konduktif.

b. Faktor Didapat

Antara lain dapat disebabkan :

1. Infeksi.

Rubela konginel, Cytomegalovirus, toksoplasmosis, virus

herpes, simpleks (tabel 1), meningitis bakteri, otitis media kronik

purulenta, mastoiditid, endolabrintitis, kongenital sifilis. Toksoplasma,

rubela, cytomegalovirus menyebabkan gangguan pendengaran dimana

gangguan pendengaran sejak lahir akibat infeksi cytomogavirus

sebesar 50% dan toksoplasma konginetal 10-15%, sedangkan untuk

infeksi herpes simpleks sebesar 10%. Gangguan pendengaran yang

Page 13: Ramadhani:gangguan pendengaran

terjadi bersifat tulis sensorineural. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa 70 % anak yang mengalami infeksi sitomegalovirus konginital

mengalami gangguan pendengaran sejak lahir atau selama masa

neonatus. Pad meningitis bakteri melalui laporan post-motem dan

beberapa studi klinis menunjukkan adanya kerusakan di koklea atau

saraf pendengaran, namun proses patologi yang terjadi tidka begitu

diketahui sehingga menyebabkan gangguan pendnegaran masih belum

dapat dipastikan.

2. Neonatal hiperbilirubinemia.

Neonatal hiperbilirubinemia merupakan penyakit hemolisis

pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh neonatal jaundice. Penyakit

neonatal jaundice kebanyakan disebabkan oleh jalur metabolisme

bilirubin yang belum matang pada bayi baru lahir. Neonatal

hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana kadar bilirubon total >5

mg/dl. Hiperbilirubinemia tampak secara ikterus. Ikterus neonatum

adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan

ikhterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin yak

terkonjugasi yang berlebih. Penyebab terbanyak neonatum adalah

peningkat kadar bilirubin indirek. Bilirubin indirek inilah yang

bersifat neurotoksik bagi bayi. Berikut etiologi terjadinya

hiperbilirubinemia :

a) Etiologi yang sering : hiperbilirubinemia fisiologis,

inkompatibilitas golongan darah ABO dan rhesus, breast milk

Page 14: Ramadhani:gangguan pendengaran

jaundice, infeksi, hematom subdural/ sefalhematoma, ekimosis,

hemangioma, bayi dari ibu diabeter mellitus,

polisitemia/hiperviskositas.

b) Etiologi yang lebih jarang : definiensi G6PD, defisiensi piruvat

kinase. Lucey-Drisol syndrome, hipotiroidisme, hemoglobinopati.

Pengaruh hiperbilirubinemia terhadap gangguan pendengaran :

Kekhawatiran utama akibat hiperbilirubinemia yang berlebihan

adalah potensi efek neurotoksinya, walapun dapat juga terjadi jejas

pada sel-sel lainnya. Hal ini masih merupakan masalah yang

signitifikan mneskipun telah ada kemajuan-kemajuan dalam perawatan

neonatus ikterik. Sebuah penelitian terhadap kasus ken-icterus klasik

di Amerika serikat dan beberapa negara lainnya, serta laporan-laporan

trebaru tentang neuropati auditorik akibat hiperbilirubinemia tanpa

tanda-tanda kern-icterus klasik yang lain, menggarisbawahi perlunya

“model-model” untuk memberikan pehamanan yang lebih baik tentang

bagaimana ikterus terjadi pda 60% bayi baru lahir dan menyebabkan

kerusakan otka permanen.

Mekanisme :

Bilirubin tak terkonjugasi yang masuk dalam otak terutama

dalma bentuk bebas atau bilirubin anion, berikatan dengan fosfolipid

dan gangliosida pada permukaan membran plasma neuron. Ikatan

antara bilirubin anion fosfolipid kompleks merupakan ikatan yang

tidka stabil. Bilirubin anion mengambil ion hidrogen dan membentuk

Page 15: Ramadhani:gangguan pendengaran

asam bilirubin yang menenmpel kuat pada membran plasma sheingga

dapat mneyebabkan bilirubin anion masuk ke dalam sel neuron.

Bilirubin anion yang masuk ke dalam sel akan berikatan dengan

fosfolipid pada membran organel subseluler seperti mitokondira,

retikulum endoplasma dan nukleus. Ikatan ini akan menyebabkan

terbentuknya asam bilirubin dan kerusakan membran di tingkat

subseluler. Kerusakan tersebut memberikan dampak terhadap

multisistem enzim dan menyebabkan kerusakan sel neuron. Salah satu

bentuk neurotoksisitas bilirubin adalah abnormalitas sistem auditori

pada hiperbilirubinemia., berdasarkan bukti ter auditometrik

didapatkan gangguan pendengaran dominan bilateral pda frekuensi

tinggi dan simetris dengan fungsi perkembangan suara yang abnormal.

Bilirubin yang terdapat pada otak dapat merusak nuclei auditoria

sentral dan jalur vistibular, nuclei serebellar dan ganglia basalis yang

dihubungkan dengan hiperaktivitas vestibuler.

3. Masalah perinatal.

Masalah perinatal adalah masalah-masalah yang terjadi pada

masa perinatal. Masa perinatal adalah yakni masa antara 28 minggu

dalam kandungan sampai 77 hari setelah kelahiran yang merupakan

mas adalam proses tumbuh kembang anak khususnya kembang otak.

Masalah perinatal meliputi Prematuritas (suatu keadaan yang belu

matang, yang ditemukan pada bayi yang lahir pada saat usia

kehamilan belum mencapai 37 minggu), anoksia berat,

Page 16: Ramadhani:gangguan pendengaran

hiperbilirubinemia, obat ototoksik (gangguan yang terjadi pada alat

pendengaran yang terjadi karena efek samping dari konsumsi obat-

obatan).

4. Obat ototoksik

Obat-obatan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran

adalah golongan antibiotika; Erythromycin, Gentamicin,

Streptomycin, Netilmicin, Amikacin, Neomycin (pada pemakaian

tetes telinga), kanamycin, etiomycin, vancomycin. Glongan diuretika :

furosemide.

5. Trauma

Fraktur tulang temporal, pendarahan pada telinga tengah atau

koklea, dislokasi osikular, trauma suara.

6. Neoplasma

7. Bilateral aoustic neurinoma (neurofibromatosis 2), cerebellopontine

tumor, tumor pada telinga tengah (contoh : rhabdomyosarcoma,

glomustumor).

Faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran pada neonatus :

1. Riwayat keluarga ditemukan ketulian

2. Infeksi intrauterin

3. Abnormalitas pada kraniofasial

4. Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar

5. Penggunaan obat toksisik aminoglikosda lebih dari 5 hari atau

penggunaan antibiotik tersebut dengan obat golongan loop diuretic.

Page 17: Ramadhani:gangguan pendengaran

6. Meningitis bakteri

7. Apgar skor < 4 saat menit pertama setelah dilahirkan, atau apgar skor <6

pada menit kelima

8. Memerlukan penggunaan ventilasi mekanik lebih dari 5 hari

9. Berat lahir <1500 gram

10. Menifestasi dari suatu sindroma yang melibatkan ketulian.

Meskipun faktor risiko yang telah dissebutkan merupakan suatu

indikasi untuk dilakukan pemeriksaan untuk menentukan adanya suatu

gangguan pendengaran, akan tetapi di lapangan ditemukan bahwa 50%

neonatus dengan gangguan pendnegaran tidak mempunyai faktor risiko. Oleh

karena itu direkomendasikan suaut pemeriksaan gangguan pendengaran pada

seluruh neonatus setelah lahir atau setidaknya usia tiga bulan.

VI. Penilaian, Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran

A. Penilaian Gangguan Pendengaran

Anak terlalu kecil bukan sebagai halangan untuk melakukan

penilaian definitif gangguan pendnegaran pada anak terhadap status

fungsi telinga tengah dan sensitifitas koklea serta jalur suara. Kecurigaan

terhadap adanya gangguan pendengaran pada anak harus dilakukan

secara tepat. Jenis-jenis pemeriksaan pendengaran yang

direkomendasikan oleh American Academyca of Pediatrics (AAP) adalah

pemeriksaan yang disesuaikan dengan umur anak, anak harus merasa

nyaman terhadap situasi pemeriksaan, pemeriksaan harus dilakukan pada

Page 18: Ramadhani:gangguan pendengaran

tempat yang cukup sunyi dengan gangguan visual dan audio yang

minimal. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan :

1. Untuk segala usia, tes yang dilakukan yaitu ovoked otoacoustic

emissions. Teknik ini dilakukan selama 10 menit. Proses

pemeriksaannyab yaitu probe kecil yang berisi microphone sensitif

ditempatkan pada liang tlingan untuk mendeteksi hantaran stimulus

dan respon. Keuntungan dari metode ini yaitu utnuk mengetahui

fungsi outer hair cell pada koklea, tidak tergantung pada keasaan

anak tidur atau tidak, waktu pengerjaan cepat. Kerugian pada metode

ini bayi atau anak harus relatif tak aktif selama pemeriksaan, bukan

pemeriksaan pendengeran yang teliti karena tidak menilai prose

akses kortikal suara.

2. Untuk anak saat lahir hingga berumur 9 tahun. Pengujian dengan

menggunakan jenis tes automated auditory brainsteim respone

(ABR) selama 15 menit. Tipe pengukurannya yaitu elektrofiisologi

aktivitas sarap pendengaran dan jalur batang otak. Prosedur kerja

dari alat ini : elektroda pad akepala anak mendeteksi stimulus

saluran yang dihasilkan earphone pada salah satu telinga pada saat

pemeriksaan. Keuntungan menggunakan metode ini yaitu lebih

spesifik menggambarkan keadaan telingga, terurama mengukur

terutama mengukur fungsi morfologi hingga batang otak. Kerugian

dari metodfe ini yaitu bayi atau anak harus tenang selama

pemeriksaan; tidak menilai proses akses kortikal suara.

Page 19: Ramadhani:gangguan pendengaran

B. Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran

Diagnosis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik atau otoskopi

telinga, hidung dan tenggorok, tes pendengarn, yaitu tes bisik, tes

garputala dan tes audiometri dan pemeriksaan penunjang. Tes bisik

merupakan suatu tes pendengaran dengan memberikan suara bisik

berupa kata-kata kepada telinga penderita dengan jarak tertentu. Hasil

tes berupa jarak pendengaran, yaitu jarak antara pemeriksa dan

penderita di mana suara bisik masih dapat didengar enam meter. Pada

nilai normal tes berbisik ialah 5/6 – 6/6.

Tes garputala merupakan tes kualitatif. Garputala 512 Hz tidak

terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya. Menurut Guyton dan

Hall, cara melakukan tes Rinne adalah penala digetarkan, tangkainya

diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah tidak terdengar penala

dipegang di depan teling kira-kira 2 ½ cm. Bila masih terdengar

disebut Rinne positif. Bila tidak terdengar disebut Rinne negatif.

Page 20: Ramadhani:gangguan pendengaran

Cara melakukan tes Weber adalah penala digetarkan dan tangkai

garputala diletakkan di garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal

hidung, dan di dagu). Apabila bunyi garputala terdengar lebih keras

pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut.

Bila tidak dapat dibedakan ke arah teling mana bunyi terdengar lebih

keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.

Page 21: Ramadhani:gangguan pendengaran

Cara melakukan tes Schwabach adalah garputala digetarkan,

tangkai garputala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak

terdengar bunyi. Kemudian tangkai garputala segera dipindahkan pada

prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.

Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach

memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan

diulang dengan cara sebaliknya, yaitu garputala diletakkan pada

prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila penderita masih dapat

mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan

pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut Schwabach

sama dengan pemeriksa.

Tes audiometri merupakan tes pendengaran dengan alat

elektroakustik. Tes ini

Page 22: Ramadhani:gangguan pendengaran

meliputi audiometri nada murni dan audometri nada tutur. Audiometri

nada murni dapat mengukur nilai ambang hantaran udara dan hantaran

tulang penderita dengan alat elektroakustik. Alat tersebut dapat

menghasilkan nada-nada tunggal dengan frekuensi dan intensitasnya

yang dapat diukur. Untuk mengukur nilai ambang hantaran udara

penderita menerima suara dari sumber suara lewat heaphone,

sedangkan untuk mengukur hantaran tulangnya penderita menerima

suara dari sumber suara lewat vibrator.

Gambar alat tes auditori

Manfaat dari tes ini adalah dapat mengetahui keadaan fungsi

pendengaran masing-masing telinga secara kualitatif (pendengaran

normal, gangguan pendengaran jenis hantaran, gangguan pendengaran

Pengecekan pendengaran dengan menggunakan alat auditori

Page 23: Ramadhani:gangguan pendengaran

jenis sensorineural, dan gangguan pendengaran jenis campuran).

Dapat mengetahui derajat kekurangan pendengaran secara kuantitatif

(normal, ringan, sedang, sedang berat, dan berat).

VII. Jenis gangguan pendengaran

Page 24: Ramadhani:gangguan pendengaran

Ada tiga jenis gangguan pendengaran, yaitu konduktif, sensorineural,

dan campuran.

1. Gangguan Pendengaran Jenis Konduktif

Menurut Centers for Disease Control and Prevention pada gangguan

pendengaran konduktif terdapat masalah di dalam telinga luar atau tengah.

Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat

mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa

gangguan atau lesi pada kanal telinga luar, rantai tulang pendengaran, ruang

telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda, dan tuba auditiva. Pada

bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada

telinga dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran nervus

vestibulokoklearis.

Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah

seperti berikut:

Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga

sebelumnya.

Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak

dengan perubahan posisi kepala.

Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung).

Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara

lembut (soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis.

Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai.

Page 25: Ramadhani:gangguan pendengaran

Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret dalam kanal

telinga luar, perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan dari telinga

tengah. Kanal telinga luar atau selaput gendang telinga tampak normal pada

otosklerosis. Pada otosklerosis terdapat gangguan pada rantai tulang

pendengaran.

Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak

dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar

kata-kata yang mengandung nada rendah. Melalui tes garputala dijumpai

Rinne negatif. Dengan menggunakan garputala 250 Hz dijumpai hantaran

tulang lebih baik dari hantaran udara dan tes Weber didapati lateralisasi ke

arah yang sakit. Dengan menggunakan garputala 512 Hz, tes Scwabach

didapati Schwabach memanjang.

2. Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural

Menurut Centers for Disease Control and Prevention pada gangguan

pendengaran sensorineural terdapat masalah di telinga bagian dalam dan saraf

pendengaran. Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala

yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut :

Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara

percakapan penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti

suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini lebih jelas

bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita gangguan

pendengaran jenis hantaran, khususnya otosklerosis.

Page 26: Ramadhani:gangguan pendengaran

Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan

dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.

Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obat-

obat ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya.

Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput

gendang telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik,

dijumpai penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima

meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengundang nada tinggi (huruf

konsonan). Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari

pada hantaran tulang. Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes

Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.

3. Gangguan Pendengaran Jenis Campuran

Menurut Centers for Disease Control and Prevention pada gangguan

pendengaran tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli

sensorineural. Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan

pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis sensorineural.

Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran (misalnya

otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan

sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis

sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran (misalnya

presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media. Kedua gangguan tersebut

dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus

mengenai telinga tengah dan telinga dalam.

Page 27: Ramadhani:gangguan pendengaran

Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen

gejala gangguan pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada

pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai sama seperti pada

gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai penderita

tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar

mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun nada

tinggi. Tes garputala Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat.

Schwabach memendek.

VIII. Cara Pencegahan Gangguan Pendengaran

1. Gunakanlah pelindung pendengaran, jika berada di lingkungan yang

memiliki tingkat kebisingan tinggi gunakanlah pelindung pendengaran

seperti penutup telinga. Alat ini juga bisa digunakan saat melakukan

kegiatan sehari-hari seperti memotong rumput.

2. Waspadai kebisingan, kapan pun waktunya usahakan untuk

mengecikan volume radio, televisi atau speaker.

3. Berhati-hatilah menggunakan earphone. Jika menggunakan earphone

maka aturlah volume agar tidak terlalu keras, jika orang yang

disebelah Anda bisa mendengar suara dari earphone maka volumenya

sudah terlalu keras.

4. Berikan waktu bagi telinga untuk beristirahat, semakin sering

seseorang terpapar suara maka bisa mempengaruhi gangguan

Page 28: Ramadhani:gangguan pendengaran

pendengaran, bahkan suara dengan volume rendah sekalipun jika

terpapar dalam jangka waktu lama bisa jadi berbahaya. Untuk itu

berilah waktu bagi telinga untuk beristirahat dengan berada di dalam

ruangan yang tenang.

5. Periksalah telinga secara teratur, tes pendengaran dan pemeriksaan

telinga sebaiknya menjadi kegiatan kesehatan yang rutin, karena

semakin cepat gangguan diketahui maka penanganannya akan menjadi

lebih mudah dan mencegah kerusakan lebih lanjut.

BAB III

SIMPULAN

Simpulan yang dapat diambil dari makalah ini yaitu :

1. Anatomi lengkap telinga yaitu terdiri dari telinga luar, tengah dan dalam.

2. Fisiologi pendengaran diawali dari getaran suara ditangkap oleh daun telinga

yang diteruskan ke liang telinga dan mengenai membran timpani sehingga

membran timpani bergetar, rambut-rambut pada sel-sel rambut bergetar

terhadap membrana tectoria, hal ini menimbulkan impuls dan impuls

diteruskan ke saraf otak dan diterjemahkan sebagai suara.

3. Gangguan pendengaran adalah ketidak mampuan secara parsial atau total

untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga

4. Fisiologi gangguan pendengaran, gangguan pendengaran, yaitu konduktif,

sensorineural, dan campuran, pada gangguan pendengaran konduktif terdapat

Page 29: Ramadhani:gangguan pendengaran

masalah di dalam telinga luar atau tengah, sedangkan pada gangguan

pendengaran sensorineural terdapat masalah di telinga bagian dalam dan saraf

pendengaran. Sedangkan, tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli

konduktif dan tuli sensorineural.

5. Faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran yaitu faktor genetik dan

faktor didapat

6. Penilaian gangguan pendengaran dengan menggunakan ovoked otoacoustic

emissions, dan automated auditory brainsteim respone (ABR), sedangkan

pemeriksaan dan diagnosis yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik atau otoskopi

telinga, hidung dan tenggorok, tes pendengarn, yaitu tes bisik, tes garputala

dan tes audiometri dan pemeriksaan penunjang

7. Jenis gangguan pendengaran yaitu gangguan pendengaran konduktif,

sensorineural, dan campuran

8. Cara pencegahan gangguan pendengaran : gunakanlah pelindung

pendengaran, waspadai kebisingan, berhati-hatilah menggunakan earphone,

periksalah telinga secara teratur, berikan waktu bagi telinga untuk

beristirahat.

Page 30: Ramadhani:gangguan pendengaran

DAFTAR PUSTAKA

Behram.K., and Arvin, 1963, Nelson Textbook of Pediatrics 15th Ed. W.B. Saunders Comany, Philadelphia.

Corwin.E.J., 2008, Handbook Of Pathiphysiology, 3rd Ed., Arrangement with Lippincott Williams & Wilkins, USA.

Isselbacher, B., Wilson.M., Fauci.K., 2010, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, EGC, Jakarta.