Upload
phungkhue
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
R
LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 4
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN
NOMOR 4 TAHUN 2010
TENTANG
SISTEM KESEHATAN KOTA TARAKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA TARAKAN,
Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya
manusia dan sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan daerah yang pada
hakikatnya adalah pembangunan masyarakat Kota seutuhnya, sehingga perlu
dikembangkan Sistem Kesehatan Kota;
b. bahwa untuk mempertegas makna pembangunan kesehatan dalam rangka
pemenuhan hak asasi manusia dan dalam upaya menghadapi perubahan dan
tantangan eksternal dan internal, maka Sistem Kesehatan Kota dapat
dipergunakan sebagai landasan arah dan pedoman penyelenggaraan
pembangunan kesehatan baik oleh Pemerintah Kota, masyarakat serta pihak-
pihak terkait lainnya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a dan b, perlu
dibentuk Sistem Kesehatan Kota Tarakan yang pelaksanaannya ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut (Lembaran-
Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 2);
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara (Lembaran-
Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 3);
3. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3671);
5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1997 tentang Pembentukan Kotamadya
Daerah Tingkat II Tarakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3711);
6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3886);
8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
2
9. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran
Negara Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik lndonesia Nomor 4431);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) Sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran
Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran
Negara Republik lndonesia Nomor 5038);
12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5059);
13. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara
Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 5062);
14. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 5063);
15. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik lndonesia Nomor 5072);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1996 Nomor 40, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3637);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2005
Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4502 );
18. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
20. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 574/MENKES/SK/IV/2000 tentang
Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010;
21. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1239/MENKES/SK/XI/2001 tentan Registrasi dan Praktik Perawat;
22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 131/MENKES/SK/II/2004 tentang
Sistem Kesehatan Nasional (SKN);
23. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur 20 Nomor Tahun 2008 tentang
Sistem Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur;
24. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV/AIDS (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2007
Nomor 06 Seri E-03);
25. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 6 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Tarakan (Lembaran
Daerah Kota Tarakan Tahun 2008 Nomor 06 Seri D-01);
26. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kota Tarakan (Lembaran Daerah Kota Tarakan
Tahun 2008 Nomor 08 Seri D- 03);
3
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN
dan
WALIKOTA TARAKAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG SISTEM KESEHATAN KOTA
TARAKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga
Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4. Kepala Daerah adalah Walikota Tarakan.
5. Perangkat Daerah adalah organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab
kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan yang terdiri dari
Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan
dan Kelurahan.
6. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kota Tarakan.
7. Peraturan Kepala Daerah adalah Peraturan Walikota Tarakan.
8. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah instansi kesehatan
daerah yang memberikan fasilitas pelayanan kunjungan rawat jalan dan atau rawat inap serta
memberikan pelayanan komptrehensif di bidang kesehatan baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif.
9. Rumah Sakit, selanjutnya disingkat RS adalah sarana pelayanan yang memberikan layanan
upaya kesehatan perorangan strata kedua khususnya kuratif dan rehabilitatif.
10. Laboratorium Kesehatan Daerah, selanjutnya disingkat Labkesda adalah sarana kesehatan yang
melaksanakan pelayanan pemeriksaan, pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan
yang berasal dari manusia atau bukan manusia utuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit,
kondisi kesehatan atau faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan perorangan dan
masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
11. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
12. Swasta adalah setiap komponen penyelenggara upaya kesehatan non-pemerintah di wilayah Kota
Tarakan.
13. Masyarakat adalah setiap orang yang berdomisili di wilayah Kota Tarakan
14. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
yang ada di wilayah Kota Tarakan.
15. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
16. Organisasi Profesi adalah setiap asosiasi jabatan tenaga kesehatan yang ada di Kota Tarakan.
17. Lembaga Swadaya Masyarakat yang selanjutnya disingkat LSM adalah lembaga independen
milik masyarakat non-pemerintah yang ikut berperan aktif dalam mewujudkan pembangunan
kesehatan di Kota Tarakan.
18. Sistem Kesehatan adalah suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia
secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-
4
tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam Pembukaan UUD
1945.
19. Sistem Kesehatan Kota Tarakan yang selanjutnya disingkat SKK Kota Tarakan adalah
pedoman penyelenggaraan pembangunan kesehatan di wilayah Kota Tarakan, baik oleh
Pemerintah, swasta dan masyarakat.
BAB II
PRINSIP PENYELENGGARAAN
Pasal 2
Sistem Kesehatan Kota dilaksanakan dengan prinsip penyelenggaraan yang berdasarkan:
a. Sistem kesehatan yang demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan ekonomi;
b. Sistem kesehatan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka;
c. Sistem kesehatan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan semua
elemen tanpa terkecuali;
d. Sistem kesehatan diselenggarakan dengan dasar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
e. Sistem kesehatan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat
melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan kesehatan.
BAB III
AZAS DAN TUJUAN
Pasal 3
(1) Sistem Kesehatan Kota Tarakan dimaksudkan sebagai landasan, arah dan pedoman
penyelenggaraan pembangunan kesehatan di wilayah Kota Tarakan oleh pemerintah, swasta,
dan masyarakat.
(2) Sistem Kesehatan Kota Tarakan bertujuan :
a. Memperjelas penyelenggaraan pembangunan kesehatan sesuai dengan visi dan misi
Pemerintah Kota Tarakan;
b. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kota Tarakan;
c. Meningkatkan pemerataan upaya kesehatan yang terjangkau dan bermutu;
d. Merespon harapan-harapan atau kebutuhan masyarakat sesuai dengan harga diri/hak asasi
manusia.
(3) Sistem Kesehatan Kota Tarakan tersebut dilaksanakan berdasarkan azas kepedulian, hak azasi
manusia, adil dan merata, pemberdayaan masyarakat, kemitraan, non diskriminatif,
pengutamaan dan manfaat, serta tata penyelenggaraan yang baik.
BAB IV
RUANG LINGKUP
Pasal 4
Sistem Kesehatan Kota Tarakan meliputi subsistem:
a. Subsistem struktur dan peran kelembagaan;
b. Subsistem upaya kesehatan;
c. Subsistem pembiayaan kesehatan;
d. Subsistem sumber daya manusia kesehatan;
e. Subsistem penunjang kesehatan;
f. Subsistem pemberdayaan masyarakat;
g. Subsistem manajemen kesehatan;
h. Subsistem informasi kesehatan;
i. Subsistem kebijakan dan regulasi kesehatan.
5
BAB V
SUBSISTEM STRUKTUR DAN PERAN KELEMBAGAAN
Pasal 5
(1) Pelaksanaan Sistem Kesehatan Kota Tarakan menjadi tanggung jawab bersama baik,
Pemerintah, swasta dan masyarakat;
(2) Pelaksanaan Sistem Kesehatan Kota Tarakan dalam bentuk koordinasi teknis dan operasional
di lapangan secara lintas program dan lintas sektoral dibawah koordinator Dinas Kesehatan
Kota Tarakan.
Pasal 6
(1) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain yang terkait dengan sektor kesehatan berperan
serta dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan;
(2) Hak dan kewenangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam sektor kesehatan akan
diatur dalam Peraturan Walikota.
Pasal 7
(1) Pengelolaan penyelenggaraan pembangunan kesehatan dilaksanakan secara bertahap,
menyeluruh dan terpadu;
(2) Swasta ikut berperan serta dalam pembangunan kesehatan daerah sesuai dengan kapasitasnya.
Pasal 8
(1) Peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan daerah meliputi peran serta perorangan
dan/atau kelompok dan/atau keluarga dan/atau organisasi profesi, pengusaha dan/atau
organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
kesehatan;
(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber dan pelaksana serta pengguna hasil pelayanan
kesehatan.
Pasal 9
(1) Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, serta kewenangan Dinas Kesehatan akan
dibantu dengan unit pelaksana teknis dan unit teknis fungsional;
(2) Struktur perangkat daerah Dinas Kesehatan beserta unit pelaksana teknisnya disesuaikan
dengan tugas pokok dan fungsi, beban kerja, kewenangan, perkembangan dan kompleksitas
masalah kesehatan yang dihadapi;
(3) Penyesuaian struktur perangkat daerah Dinas Kesehatan beserta unit pelaksana teknisnya
dapat ditinjau setiap 5 (lima tahun) sekali atau adanya perubahan kebijakan sesuai peraturan
perundangan-undangan yang berlaku.
BAB VI
SUBSISTEM UPAYA KESEHATAN
Bagian Kesatu
Upaya Kesehatan
Pasal 10
(1) Subsistem upaya kesehatan merupakan tatanan yang menghimpun berbagai Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM), Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Khusus
(UKK) secara terpadu dan saling mendukung;
(2) Subsistem upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan Promotif, Preventif,
Kuratif dan Rehabilitatif.
6
Pasal 11
Subsistem Upaya Kesehatan diselenggarakan dengan mengacu kepada prinsip-prinsip:
a. Berdasarkan iman, ketaqwaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Sesuai dengan norma sosial, moral, dan etika profesi, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan;
c. Memperhatikan fungsi sosial;
d. Menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, terjangkau, berjenjang, profesional dan bermutu;.
e. Melibatkan peran aktif masyarakat dan swasta.
Pasal 12
Unsur-unsur utama subsistem upaya kesehatan terdiri dari :
a. Upaya Kesehatan Strata Pertama;
b. Upaya Kesehatan Strata Kedua;
c. Upaya Kesehatan Strata Ketiga.
Bagian Kedua
Upaya Kesehatan Strata Pertama
Pasal 13
Upaya Kesehatan Strata Pertama merupakan :
1. Upaya kesehatan mendasar yang secara umum mudah dijangkau oleh perorangan, keluarga
dan masyarakat;
2. Upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya kesehatan masyarakat,
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan khusus berupa promosi kesehatan, kesehatan
ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan
penyakit menular, pengobatan dasar, pengobatan tradisional dan kegawatdaruratan;
3. Upaya kesehatan strata pertama diselengggarakan selain oleh Puskesmas juga dilaksanakan
oleh dokter praktik swasta, praktik bidan, praktik perawat, balai pengobatan, pengobat
tradisioanal, rumah bersalin, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Usaha Kesehatan Sekolah
(UKS)/Madrasah/Pesantren, Desa Siaga, Pondok Bersalin Desa (Polindes), dan Pos Usaha
Kesehatan Kerja (UKK) dan Pos Obat Desa (POD);
4. Upaya Kesehatan Perorangan pada strata pertama dimungkinkan adanya pelayanan penunjang
seperti apotik, laboratorium, optikal dan sarana penunjang lainnya;
5. Puskesmas dapat melaksanakan pelayanan spesialistik tertentu berdasarkan kebutuhan
masyarakat yang ditentukan oleh Dinas Kesehatan;
6. Pada perkembangannya Puskesmas tertentu dapat dioperasikan menjadi Puskesmas 24 Jam
dengan atau tanpa rawat inap;
7. Puskesmas dapat dikembangkan menjadi Badan Layanan Umum (BLU) jika kondisi
memungkinkan;
8. UKM strata satu tertentu menjadi tanggung jawab kelurahan dan kecamatan yang akan diatur
dalam Peraturan Walikota.
Bagian Ketiga
Upaya Kesehatan Strata Kedua
Pasal 14
(1) Upaya kesehatan strata kedua merupakan upaya kesehatan yang disediakan untuk memberikan
pelayanan rujukan tingkat pertama bagi masalah-masalah kesehatan yang tidak dapat ditangani
dipelayanan kesehatan strata pertama;
(2) Upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya kesehatan masyarakat,
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan khusus;
(3) Upaya kesehatan sebagimana tersebut diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan, rumah sakit,
praktik dokter spesialis, praktek dokter gigi spesialis, dan sarana rujukan lainnya;
(4) Dinas Kesehatan dalam upaya kesehatan strata kedua tersebut menyelenggarakan kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian termasuk regulasi, pengawasan dan evaluasi
upaya kesehatan masyarakat yang meliputi :
7
a. Pencegahan dan pemberantasan penyakit;
b. Promosi kesehatan;
c. Pelayanan kefarmasian;
d. Kesehatan lingkungan;
e. Perbaikan gizi;
f. Kesehatan ibu anak dan keluarga berencana;
g. Penanganan masalah khusus termasuk kegawatdaruratan, bakti sosial, bantuan medis
lainnya.
(5) Rumah sakit tipe C dan tipe B Non Pendidikan, rumah sakit TNI/Polri, Rumah Sakit Swasta,
praktik dokter spesialis, praktek dokter gigi spesialis dan sarana rujukan lainnya melaksanakan
tindakan medik, pelayanan kefarmasian, kegiatan promosi dan pencegahan penyakit terbatas,
dan kegawatdaruratan. Disamping itu, selain berfungsi sebagai sarana rujukan medik juga
rujukan spesimen dan ilmu pengetahuan;
(6) Dalam mengoptimalkan pelaksanaan upaya kesehatan strata kedua dapat dibentuk unit
pelaksana teknis sesuai kebutuhan, serta sarana penunjang seperti apotik, laboratorium dan
sarana penunjang lainnya.
Bagian Keempat
Upaya Kesehatan Strata Ketiga
Pasal 15
(1) Upaya kesehatan strata ketiga merupakan upaya kesehatan yang disediakan untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang tidak bisa ditangani di strata kedua;
(2) Upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya kesehatan masyarakat,
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan khusus;
(3) Upaya kesehatan sebagaimana tersebut diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi, rumah
sakit kelas B pendidikan dan kelas A, rumah sakit khusus, rumah sakit swasta, praktik dokter
Subspesialis, praktek dokter gigi spesialis konsultan, dan sarana rujukan lainnya yang
setingkat;
(4) Dinas Kesehatan Propinsi dalam upaya kesehatan strata ketiga tersebut menyelenggarakan
fungsi manajerial dan teknis fungsional bidang kesehatan dimana fungsi manajerial meliputi
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian termasuk regulasi, pengawasan dan
evaluasi. Sedang teknis fungsional bidang kesehatan meliputi kegiatan terpadu penanganan
masalah khusus termasuk kegawatdaruratan;
(5) Rumah sakit kelas B pendidikan dan kelas A, rumah sakit khusus, rumah sakit swasta, praktik
dokter sub spesialis, praktek dokter gigi spesialis konsultan, dan sarana rujukan lainnya yang
setingkat disamping memberikan pelayanan kesehatan langsung juga sarana rujukan medik,
rujukan spesimen, kegawatdaruratan dan rujukan ilmu pengetahuan upaya kesehatan
perorangan.
Bagian Kelima
Sistem Rujukan
Pasal 16
(1) Untuk efesiensi dan efektifitas penanganan dan pelayanan kesehatan dilaksanakan sistem
rujukan secara berjenjang yaitu strata pertama ke strata kedua dan strata kedua ke strata ketiga;
(2) Setiap institusi atau perorangan yang mendapatkan rujukan wajib melakukan penanganan
kasus dan memberikan jawaban rujukan kepada institusi atau perorangan pengirim.
Bagian Keenam
Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan
Pasal 17
(1) Pemerintah Kota Tarakan berkewajiban menjamin mutu dan akses pelayanan kesehatan secara
adil, berkelanjutan, efektif dan efisien bagi masyarakat;
(2) Pelayanan kesehatan dasar merupakan tanggung jawab Pemerintah Kota yang secara
operasional dilaksanakan oleh Puskesmas;
8
(3) Puskesmas wajib melaksanakan pelayanan kesehatan dasar dan puskesmas dapat
melaksanakan pelayanan spesialistik tertentu berdasarkan kebutuhan masyarakat yang
ditentukan oleh Dinas Kesehatan.
(4) Puskesmas tertentu dalam perkembangannya dapat menjadi Puskesmas 24 Jam dengan atau
tanpa rawat inap bahkan Puskesmas dapat menjadi Badan Layanan Umum (BLU).
(5) Puskesmas melaksanakan UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) dan UKP (Upaya Kesehatan
Perorangan) sesuai kewenangannya dengan memperhatikan standar mutu pelayanan yang
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan dengan memperhatikan standar provinsi dan nasional;
(6) Puskesmas dengan pelayanan spesialistik dibina oleh rumah sakit umum daerah dan atau
rumah sakit umum provinsi dalam hal teknis medis;
(7) Pelayanan transportasi rujukan gawat darurat dilaksanakan oleh unit gawat darurat;
(8) Rumah Sakit melaksanakan UKP (Upaya Kesehatan Perorangan) dan menerima rujukan dari
sarana pelayanan kesehatan lain baik dari Puskesmas maupun dari sarana pelayanan kesehatan
swasta;
(9) Rumah Sakit melaksanakan UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) melalui kegiatan Promosi
Kesehatan Masyarakat – Rumah Sakit (PKM-RS) dan perawatan rumah (Home Care).
Bagian Ketujuh
Surveilans Epidemilogi
Pasal 18
(1) Dinas kesehatan melaksanakan kegiatan surveillans dan penyelidikan Kejadian Luar Biasa
(KLB) bersama puskesmas difasilitasi oleh Pemerintah Kecamatan/Kelurahan;
(2) RS dan sarana pelayanan kesehatan lainnya serta SKPD terkait wajib memberikan informasi
tentang masalah kesehatan kepada Dinas Kesehatan;
(3) Labkesda menerima rujukan spesimen farmasi, makanan, minuman, dan narkoba dari semua
sarana pelayanan;
(4) BPOM dalam melakukan pembinaan di wilayah Kota Tarakan saling bekerjasama dengan
Dinas Kesehatan.
Bagian Kedelapan
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Pasal 19
(1) Pemerintah Kota Tarakan menyelenggarakan upaya pengendalian penyakit menular atau
penyakit tidak menular;
(2) Pemerintah Kota Tarakan menyediakan logistik untuk mendukung upaya pengendalian
penyakit menular dan penyakit tidak menular;
(3) Dinas Kesehatan mengembangkan sistem Surveilens Epidemiologi penyakit;
(4) Dinas Kesehatan menyelenggarakan Program Imunisasi dalam rangka memberikan kekebalan
terhadap penyakit menular;
(5) Dinas Kesehatan sebagai koordinator dalam upaya penanggulangan Kejadian Luar Biasa
(KLB)
Bagian Kesembilan
Kesehatan Lingkungan
Pasal 20
(1) Dinas Kesehatan melakukan pengawasan kualitas air bersih;
(2) Dinas Kesehatan melakukan pengawasn tempat-tempat umum dalam rangka pencegahan
penyebaran penyakit;
(3) Dinas Kesehatan melakukan pengawasn Hygiene dan Sanitasi pengelolaan makanan dan
minuman;
(4) Dinas Kesehatan melaukan pengawasan dalam rangka pencegahan terjadinya pencemaran air,
tanah dan udara;
9
(5) Dinas Kesehatan melakukan uapay penyuluhan dalam rangka meningkatkan pemanfaatan
sarana air bersih, jamban keluarga dan sarana sanitasi lain;
(6) Dinas Kesehatan melakukan pengawasan penggunaan pestisida dan bahan berbahaya lainnya.
Bagian Kesepuluh
Penanggulangan Gizi Buruk
Pasal 21
(1) Tim Pangan dan Gizi Kota Tarakan membentuk sistem kewaspadaan pangan dan gizi yang
bertujuan untuk menetapkan kebijakan dan melaksanakan kebijakan dalam penanggulangan
gizi buruk;
(2) Dinas Kesehatan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan gizi buruk
dalam bentuk kegiatan penyelidikan (surveilans) dan pemberian makanan tambahan dan
penanganan medis lainnya;
(3) Sarana pelayanan kesehatan baik badan atau perorangan wajib melaporkan kejadian gizi buruk
dalam selambat-lambatnya 1 x 24 jam;
(4) Tim pangan dan gizi Kota Tarakan bertanggung jawab atas perbaikan gizi keluarga dan
masyarakat melalui partisipasi aktif masyarakat dan swasta;
(5) Penyelenggaraan dan penanggulangan gizi buruk secara medis dilakukan secara berjenjang
dari strata satu ke strata dua dan strata tiga;
(6) Upaya perbaikan gizi keluarga dan masyarakat dilakukan oleh puskesmas, RS, sarana
kesehatan, swasta dan LSM.
Bagian Kesebelas
Pelayanan Kesehatan Perorangan dan Masyarakat
Pasal 22
(1) Pemerintah Kota Tarakan menyusun kebijakan jangka panjang kesehatan Kota dengan tujuan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan mendengar masukan-masukan dari
masyarakat;
(2) Dinas Kesehatan bekerjasama dengan Kantor Kementerian Agama Tarakan melakukan upaya
promotif preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam rangka penyelenggaraan kesehatan haji;
(3) Dinas Kesehatan melakukan bimbingan teknis dan monitoring evaluasi terhadap
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan strata dua;
(4) Puskesmas, klinik dan praktek mandiri menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara
terpadu dan menyeluruh;
(5) RS pemerintah dan swasta menyelenggarakan pelayanan kesehatan rujukan strata dua dan tiga;
(6) Dokter keluarga berperan dalam upaya kesehatan perorangan strata satu.
Bagian Keduabelas
Gawat Darurat dan Bencana
Pasal 23
(1) Dinas Kesehatan bertanggungjawab melakukan rencana kontijensi (contigency plan) bidang
kesehatan;
(2) Dinas Kesehatan bertanggungjawab melakukan mitigasi bidang kesehatan pada tahap pra
bencana;
(3) Dinas Kesehatan bertanggungjawab melakukan Rapid Health Asassement dan Need
Asassement bidang kesehatan pada tahap tanggap darurat;
(4) Dinas Kesehatan bertanggungjawab melakukan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa
(SKD-KLB) melalui surveilans penyakit menular pasca bencana dan tahap rehabilitasi;
(5) Dinas Kesehatan dalam penanggulangan bencana agar mengupayakan dapat memobilisasi
sumber daya dari istansi terkait, sektor swasta, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat
setempat;
10
(6) Segala bantuan yang berbentuk bahan makanan harus disertai label/petunjuk komposisi
kandungan/cara pemakaian dan tanggal kadaluarsa, khusus bantuan obat dan perbekalan
kesehatan;
(7) Pada masa tanggap darurat pelayanan kesehatan dijamin oleh Pemerintah Kota Tarakan sesuai
dengan peraturan yang berlaku pelayanan kesehatan pasca tanggap darurat disesuiakn dengan
kebijakan Pemerintah Kota setempat.
Bagian Ketigabelas
Kejadian Luar Biasa (KLB)
Pasal 24
(1) Semua biaya yang berhubungan dengan upaya penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)
penyakit dibebankan kepada Pemerintah Kota Tarakan dikoordinasikan oleh Dinas
Kesehatan bekerjasama dengan lintas sektor terkait;
(2) Pemerintah Kota Tarakan melalui Dinas Kesehatan Wajib melaporkan kejadian luar biasa
(KLB) penyakit menular maupun keracunan makanan/bahan kimia dalam waktu kurang dari
24 jam.
BAB VII
SUB SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN
Pasal 25
(1) Subsistem pembiayaan kesehatan merupakan tatanan yang menghimpun berbagai sumber
biaya (upaya penggalian dan mobilisasi biaya), distribusi dan pengalokasian biaya kesehatan,
pemanfaatan dan pembelanjaan sumber daya keuangan, serta cara pembayaran upaya
kesehatan, saling mendukung, diarahkan untuk mencapai tujuan utama berupa peningkatan
dan pemeliharaan kesehatan yang optimal;
(2) Tujuan dari subsistem pembiayaan kesehatan adalah tertatanya sistem pembiayaan kesehatan
yang terstandarisasi dan berkeadilan dalam rangka meningkatkan pemanfaatan upaya
kesehatan secara efektif dan efesien demi menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan
dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Bagian Kesatu
Prinsip Pembiayaan Kesehatan
Pasal 26
Sub sistem pembiayaan kesehatan diselenggarakan dengan mengacu kepada prinsip-prinsip :
a. Ketersediaan;
b. Prioritas pada masyarakat rentan dan keluarga miskin;
c. Daya guna dan berhasil guna;
d. Pemberdayaan masyarakat;
e. Pemerataan dan perimbangan
f. Transparan dan akuntabel
Bagian Kedua
Sumber Pembiayaan
Pasal 27
(1) Pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kota,masyarakat, swasta, dan atau sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat;
(2) Untuk kegiatan yang bersifat barang publik (public goods) atau upaya kesehatan masyarakat,
strategis, keluarga miskin dan rentan, gawat darurat dan kejadian luar biasa pembiayaan utama
dari pemerintah dan pemerintah daerah, disertai dukungan dari swasta dan masyarakat;
(3) Pembiayaan keluarga miskin merupakan tanggung jawab Pemerintah baik Pusat dan daerah
yang disertai dukungan dari swasta dan masyarakat yang pengelolaannya dapat melalui asuransi
keluarga miskin atau bantuan langsung kepada keluarga miskin sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
11
(4) Untuk kegiatan yang bersifat barang swasta (private goods) atau upaya kesehatan perorangan
pembiayaan utama dari masyarakat disertai dukungan dari pemerintah dan pemerintah daerah,
serta swasta;
(5) Pemerintah Kota Tarakan mengalokasikan anggaran pembiayaan kesehatan sekurang-
kurangnya 10% (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah secara bertahap
sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Bagian Ketiga
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pasal 28
(1) Dalam rangka memberikan jaminan pelayanan kesehatan yang optimal, seluruh penduduk
Kota Tarakan wajib ikut dalam jaminan pemeliharaan kesehatan baik yang diselenggarakan
oleh Pemerintah maupun swasta dengan minimal premi dasar yang biayanya berasal dari
sebagian oleh masyarakat dan Pemerintah dan atau semua dana berasal dari Pemerintah atau
masyarakat;
(2) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah mengikuti
mekanisme asuransi kesehatan;
(3) Tata cara penarikan premi dan bentuk unit pelaksana jaminan pemeliharaan kesehatan tersebut
akan diatur melalui Peraturan Walikota.
BAB VIII
SUB SISTEM SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
Pasal 29
(1) Sub sistem sumber daya manusia kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya
perencanaan pendidikan dan pelatihan, pemberdayaan, serta pendayagunaan tenaga kesehatan
yang secara terkoordinasi, terpadu, sistematik, dan saling mendukung yang diarahkan untuk
terlaksananya pembangunan kesehatan secara optimal dalam upaya mencapai tujuan utama
peningkatan dan pemeliharaan kesehatan masyarakat yang optimal;
(2) Tujuan sub sistem sumber daya manusia kesehatan adalah tertatanya sumber daya manusia
(SDM) kesehatan yang bermutu, mencukupi kebutuhan, terdistribusi secara adil,
termanfaatkan, terintegrasi, tersertifikasi, dan terakreditasi secara efektif dan efisien, untuk
menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan yang bermutu dan merata guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Bagian Kesatu
Prinsip Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan
Pasal 30
Sub sistem pengelolaan sumber daya manusia kesehatan diselenggarakan dengan mengacu kepada
prinsip-prinsip:
a. Pengadaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan kesehatan serta
dinamika pasar di dalam dan di luar negeri;
b. Pendidikan dan pelatihan diarahkan pada penguasaan ilmu dan teknologi serta etika profesi
dengan melibatkan organisasi profesi;
c. Memperhatikan asas pemerataan mutu pelayanan kesehatan serta kesejahteraan dan keadilan
tenaga kesehatan;
d. Pengembangan karier dilaksanakan secara obyektif, transparan berdasarkan prestasi kerja;
e. Pembiayaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), swasta atau masyarakat.
Bagian Kedua
Perencanaan dan Rekruitmen Tenaga Kesehatan
Pasal 31
(1) Standar rekruitmen sumber daya manusia kesehatan didasarkan pada beban kerja, rasio jumlah
penduduk dan kebutuhan masyarakat;
12
(2) Dinas Kesehatan melakukan analisis kebutuhan tenaga berdasarkan usulan puskesmas dan unit
pelaksana teknis serta sarana kesehatan pemerintah lainnya dan selanjutnya mengusulkan
kepada Badan Kepegawaian Daerah Kota Tarakan;
(3) Pemenuhan tenaga kesehatan strategis dapat dilakukan rekruitmen tenaga kesehatan melalui
sistem kontrak kerja;
(4) Standar kinerja sumber daya manusia kesehatan ditetapkan oleh Dinas Kesehatan.
Bagian Ketiga
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan
Pasal 32
(1) Penempatan tenaga kesehatan dalam wilayah kerjanya dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
dengan memperhatikan usulan dari tim perencanaan dan penempatan tenaga kesehatan stategis
yang dibentuk oleh Pemerintah Kota Tarakan;
(2) Penempatan sumber daya manusia kesehatan harus mempertimbangkan besaran sarana
pelayanan yang ada, pengembangan program, program spesifik lokal, dan kesesuain latar
belakang pendidikan, dan/atau profesi, dan/atau kompetensi, dan/atau pengalaman kerja
sumber daya manusia yang bersangkutan.
Bagian Keempat
Pendidikan dan Pelatihan
Pasal 33
(1) Pendidikan dan pelatihan meliputi tenaga fungsional, manajemen dan teknis kesehatan
mengacu pada standar kebutuhan tenaga melalui kajian Training Need Assesment (TNA) dan
pengembangan SDM Kesehatan;
(2) Dinas Kesehatan bekerjasama dengan Badan Kepegawaian Daerah Kota Tarakan dalam
perencanaan dan pemenuhan kompetensi untuk pendidikan formal sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
(3) Dinas kesehatan bekerjasama dengan Badan Diklat Kota Tarakan dan Badan Kepegawaian
Daerah dalam pelatihan tenaga kesehatan untuk pelatihan non teknis;
(4) Dinas kesehatan Kota Tarakan Bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Bapelkes
Provinsi Kaltim dalam hal pelatihan tenaga kesehatan untuk pelatihan teknis fungsional;
(5) Fasilitator pelatihan dapat dari berbagai profesi dan institusi sesuai kebutuhan;
(6) Untuk melaksanakan Training Need Asssessment (TNA), merencanakan, melaksanakan,
monitoring dan evaluasi pelatihan akan dibentuk Unit Fungsional Pendidikan dan Pelatihan
Kesehatan;
(7) Pembentukan Unit Fungsional Diklat akan diatur melalui Peraturan Walikota.
Bagian Kelima
Pengembangan Karier
Pasal 34
(1) Pengembangan karier sumber daya manusia kesehatan melalui pengangkatan dalam jabatan
struktural, fungsional, serta peningkatan pendidikan dan pelatihan sesuai kebutuhan organisasi
kesehatan;
(2) Penempatan sumber daya manusia dalam jabatan struktural eselon IV ke bawah dalam suatu
bidang, yang bersangkutan pernah menjadi staf di bidang tersebut atau menduduki jabatan
eselon IV pada unit kesehatan lain.
(3) Penempatan sumber daya manusia dalam struktural eselon III ke atas mengikuti ketentuan
perundang-undangan yang berlaku;
(4) Masing-masing institusi dan/atau instansi sarana kesehatan wajib membuat pola
pengembangan karir sesuai dengan kompetensi, kebutuhan dan pembangunan kesehatan.
Bagian Keenam
Kinerja Sumber Daya Manusia
13
Pasal 35
(1) Standar kinerja sumber daya manusia kesehatan ditetapkan oleh Dinas Kesehatan bagi
institusi-institusi kesehatan yang berada dalam kewenangannya,
(2) Penilaian kinerja sebagaimana tersebut dalam ayat (1) akan dilakukan setiap bulan sekali
berdasarkan indikator standar kinerja sumber daya manusia;
(3) Bagi pegawai dengan kinerja terbaik akan diberikan penghargaan berupa percepatan kenaikan
pangkat, dan/atau pendidikan lanjutan, dan/atau insentif, dan/atau piagam, dan/atau
penghargaan dalam bentuk lainnya.
Bagian Ketujuh
Mutu Sumber Daya Manusia
Pasal 36
(1) Dalam rangka peningkatan mutu sumber daya manusia kesehatan, maka setiap tenaga
kesehatan wajib melalui registrasi, dan/atau sertifikasi, dan/atau uji kompetensi dan/atau
pemberian lisensi.;
(2) Sertifikasi, lisensi, uji kompetensi, dan/atau registasi sebagaimana tersebut ayat (1) di atas
melalui lembaga-lembaga yang telah dibentuk sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
(3) Untuk sertifikasi/lisensi/uji kompetensi/registasi profesi sumber daya manusia kesehatan yang
belum diatur dengan peraturam perundang-undangan atau peraturan khusus akan dilaksanakan
oleh komite tenaga kesehatan yang akan dibentuk melalui Keputusan Walikota.
BAB IX
SUBSISTEM PENUNJANG KESEHATAN
Pasal 37
(1) Subsistem Penunjang Kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya yang
menjamin ketersediaan, pemerataan, serta mutu obat dan perbekalan kesehatan, ketersedian
dan kesiapan pakai sarana prasarana kesehatan (gedung, rumah sakit tenda, ambulans, fasilitas
medis), keamanan serta mutu makanan dan minuman, yang terkoordinasikan dan saling
mendukung, yang diarahkan untuk mencapai tujuan utama berupa pemeliharaan kesehatan
yang optimal.
(2) Tujuan Subsistem Penunjang Kesehatan adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan
yang merata, aman, bermutu dan bermanfaat serta terjangkau oleh masyarakat;
terselenggaranya pengelolaan sarana dan prasarana kesehatan yang layak, merata, siap pakai,
siap mobilisasi dan terjangkau untuk menunjang pelaksanaan upaya kesehatan; serta
terjaminnya keamanan dan mutu makanan minuman serta bahan bakunya yang beredar di
Kota Tarakan dari bahaya makanan dan minuman yang tidak memenuhi syarat.
Pasal 38
Subsistem Penunjang Kesehatan diselenggarakan dengan mengacu kepada prinsip-prinsip sebagai
berikut :
a. Fungsi sosial;
b. Luas wilayah;
c. Ketersediaan dan keterjangkauan;
d. Pola penyakit;
e. Pemanfaatannya;
f. Kemampuan dalam pemanfaatan teknologi;
g. Rencana Tata Ruang Wilayah;
h. Optimalisasi penggunaan obat generik;
i. Optimalisasi industri nasional dan daerah;
j. Rasional;
k. Sesuai peraturan perundang-undangan;
l. Standar persyaratan.
14
Pasal 39
Sarana pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Tarakan atau Swasta.
Pasal 40
Sarana pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Tarakan meliputi :
a. Puskesmas;
b. Laboratorium Kesehatan Daerah;
c. Rumah Sakit;
d. Sarana kesehatan lainnya.
Pasal 41
(1) Terhadap pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tarakan dapat dikenakan
retribusi;
(2) Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah tentang Retribusi.
Bagian Pertama
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
Pasal 42
(1) Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas
Kesehatan dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan
kesehatan;
(2) Puskesmas bertujuan mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang
bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya;
(3) Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Pasal 43
(1) Untuk mendukung pelaksanaan tugas teknis operasional puskemsas dibentuk puskesmas
Pembantu dan/atau puskesmas keliling;
(2) Di wilayah kerja puskemas dapat dibentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat.
Pasal 44
(1) Upaya kesehatan yang diselenggarakan puskemas meliputi :
a. Upaya promosi kesehatan;
b. Upaya kesehatan lingkungan;
e. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana;
f. Upaya perbaikan gizi masyarakat;
g. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular;
h. Upaya pengobatan;
i. Upaya kesehatan sekolah;
j. Upaya kesehatan olah raga;
k. Upaya perawatan kesehatan masyarakat;
l. Upaya kesehatan kerja;
m. Upaya kesehatan gigi dan mulut;
n. Upaya kesehatan jiwa;
o. Upaya kesehatan mata;
p. Upaya kesehatan usia lanjut;
q. Upaya pembinaan pengobatan tradisional.
15
Bagian Kedua
Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda)
Pasal 45
(1) Labkesda dibentuk untuk menunjang program pelayanan kesehatan seperti pencegahan dan
pemberantasan penyakit, penyediaan dan pengelolaan air bersih, serta penyehatan lingkungan.
(2) Labkesda melakukan pemeriksaan laboratorium kimia lingkungan, toksikologi, mikrobiologi
serta pemeriksaan laboratorium klinik untuk penunjang diagnosa penyakit dalam upaya
peningkatan kesehatan masyarakat.
(3) Terhadap Pelayanan di Labkesda dapat dikenakan retribusi.
Bagian Ketiga
Rumah Sakit
Pasal 46
Untuk pelayanan kesehatan masyarakat tingkat lanjut, Pemerintah Kota Tarakan dapat
menyelenggarakan rumah sakit daerah.
Bagian Keempat
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan oleh Swasta
Pasal 47
(1) Pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan oleh perorangan atau badan hukum.
(2) Sarana pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a. Laboratorium kesehatan;
b. Praktik tenaga Kesehatan antar lain terdiri atas dokter (umum, gigi & spesialis), bidan,
perawat termasuk perawat gigi, psikolog, nutrisionist, Radiografi, Okupasi terapis,
Fisiotherapis, Refraktionist Optisien, Terapis Wicara, Apoteker, Asisten Apoteker dan
tenaga Kesehatan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku;.
c. Balai pengobatan atau klinik;
d. Rumah bersalin;
e. Pelayanan radiologi;
f. Apotek;
g. Pedagang Eceran Toko Obat
h. Optikal;
i. Sarana pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan narkotuika, psikotropika
dan zat adiktif lanilla (nafza);
j. Pengobatan tradisional (batra);
k. Sehat pakai air (spa);
l. Salon kecantikan;
m. Rumah sakit.
Pasal 48
Pelayanan kesehatan sebagimana dimaksud pada pasal 47 ayat (2) wajib memiliki izin dari Kepala
Daerah;
Pasal 49
(1) Perizinan pelayanan kesehatan diselenggarakan dengan memperhatikan :
a. Pengelolaan lingkungan hidup;
b. Syarat-syarat ketenagakerjaan, administrasi, peralatan, ruangan dan penunjang lainnya
c. Rencana tata ruang wilayah;
d. Pemerataan pelayanan kesehatan.
(2) Mekanisme, syarat, tata cara dan ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan pelayanan
kesehatan diatur melalui Peraturan Walikota.
16
Bagian Kelima
Fungsi Sosial Pelayanan Kesehatan
Pasal 50
(1) Upaya pelayanan kesehatan swasta diselenggarakan berdasarkan fungsi sosial dengan
memperhatikan prinsip kelayakan;
(2) Ketentuan tarif pelayanan kesehatan swasta di bidang medik yang dilengkapi sarana rawat inap
ditetapkan berdasarkan pada komponen biaya pelayanan serta kemampuan membayar
masyarakat;
(3) Penetapan besaran tarif untuk kelas III di Rumah Sakit berpedoman pada stándar tarif yang
ditetapkan oleh Walikota.
(4) Penyelenggaraan pembinaan upaya kesehatan dan pelaksanaan fungsi sosial pelayanan
kesehatan merupakan salah satu unsur penilaian evaluasi dan pembinaan sarana pelayanan
kesehatan swasta dalam pemberian izin penyelenggaraan
Bagian Keenam
Kewajiban dan Larangan Penyelenggara Pelayanan Kesehatan
Pasal 51
(1) Setiap penyelenggara sarana pelayanan kesehatan swasta wajib :
a. Mematuhi setiap ketentuan yang ditetapkan Walikota sesuai dengan jenis pelayanan
masing-masing.
b. Memberikan pertolongan pertama kepada penderita gawat darurat tanpa memungut uang
muka terlebih dahulu;
c. Menyediakan minimal 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah tempat tidur yang tersedia
untuk orang yang kurang mampu dan atau keluarga miskin, bagi pelayanan kesehatan yang
dilengkapi dengan sarana rawat inap;
d. Menetapkan pengaturan mengenai pemberian keringanan atau pembebasan biaya
pelayanan bagi pasien kurang mampu atau tidak mampu;
e. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai ketentuan yang berlaku.
f. Membantu program pemerintah di bidang pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
program kependudukan dan keluarga berencana;
g. Memenuhi stándar pasien dan menghormati hak pasien;
h. Bekerjasama dengan upaya kesehatan pemerintah dalam rangka rujukan medik,
pendayagunaan tenaga medis dan pendayagunaan peralatan medik canggih.
(2) Setiap penyelenggara sarana pelayanan kesehatan swasta wajib melakukan upaya kesehatan
terhadap masyarakat yang berada di wilayah kerjanya.
(3) Pelaksanaan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan sesuai
kebutuhan Pemerintah Kota .
(4) Tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya wajib memiliki surat tanda registrasi.
(5) Surat tanda registrasi sebagimana dimaksud pada ayat (4) dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 52
Setiap penyelenggara pelayanan kesehatan dilarang melakukan tindakan di luar fungsi, kewenangan,
dan keahliannya.
Pasal 53
(1) Pemerintah Kota wajib menyediakan dan mengelola cadangan penyangga (buffer stock) obat
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, alat kesehatan, reagensia dan vaksin;
(2) Pemerintah Kota wajib memenuhi ketersediaan obat di puskesmas dan melakukan pengawasan
terhadap penggunaannya;
(3) RS swasta dan pemerintah wajib memberikan obat generik bagi keluarga miskin yang
dilayaninya, kecuali dalam keadaan tertentu;
17
(4) Dinas Kesehatan bersama Balai Pengawasan Obat Dan Makanan serta Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan UMKM, berperan aktif dalam menyebarluaskan dan mengawasi peredaran
dan perdagangan obat berlabel generik;
(5) Dinas Kesehatan bersama Balai Pengawasan Obat Dan Makanan serta Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan UMKM berperan aktif dalam pengawasan Harga Eceran Tertinggi (HET)
obat-obatan;
(6) Dinas Kesehatan melakukan pengawasan terhadap kesesuaian jenis pelayanan dengan obat
yang diberikan dengan memperhatikan kesehatan konsumen (rasionalisasi obat);
(7) Dinas kesehatan melakukan pengambilan sampling dan/atau contoh sediaan farmasi di
lapangan, pemeriksaan setempat sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi, pengawasan
dan regristasi makanan dan minuman, produksi rumah tangga, sertifikasi alat kesehatan dan
Produksi Industri Rumah Tangga Pangan;
(8) Dinas Kesehatan melakukan pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap sarana
pelayanan kesehatan yang ada di wilayah hukum Pemerintah Kota Tarakan;
(9) BPOM bersama Dinas Kesehatan dan Majelis Ulama melakukan pengawasan pengelolaan
farmasi, makanan, dan minuman di wilayah Kota Tarakan;
(10) BPOM dan Majelis Ulama wajib memberikan informasi tentang farmasi, makanan, minuman
yang bermasalah kepada Dinas Kesehatan Kota;
(11) Dinas Kesehatan bersama BPOM dan Majelis Ulama melakukan pengawasan terhadap
pemakaian farmasi, makanan, minuman, kosmetika dan alat kesehatan yang digunakan di
sarana yang menggunakan peralatan kesehatan baik tradisional maupun modern;
(12) Dinas Kesehatan membuat standar dan mengawasi obat-obat dasar minimal yang harus
tersedia di balai pengobatan, rumah bersalin dan sarana kesehatan swasta lainnya;
(13) Alat kesehatan modern, tradisional dan inovasi perorangan harus mendapatkan rekomendasi
dari badan yang berkompeten dalam pengamanan dan uji khasiat alat kesehatan tersebut
sebelum dinyatakan layak pakai oleh Dinas Kesehatan.
Pasal 54
(1) Pemerintah Kota berkewajiban mengembangkan obat tradisional sebagai salah satu potensi
daerah;
(2) Untuk pengembangan tanaman obat tradisional bekerjasama dengan dinas terkait;
(3) Pembinaan pembuatan dan khasiat obat tradisional dilakukan oleh Dinas Kesehatan
bekerjasama dengan BPOM .
BAB X
SUBSISTEM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pasal 55
(1) Subsistem Pemberdayaan Masyarakat adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya di
bidang kesehatan yang bersifat perorangan, keluarga, kelompok serta masyarakat umum secara
bersama-sama, terpadu dan kesetaraan.
(2) Tujuan Subsistem Pemberdayaan Masyarakat adalah meningkatnya partisipasi dan
keberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, dalam bentuk akses, kesempatan berpartisipasi,
kegiatan di bidang pembangunan kesehatan yang menunjang atau menjamin terselenggaranya
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan yang optimal.
Pasal 56
Subsistem pemberdayaan masyarakat diselenggarakan dengan mengacu kepada prinsip-prinsip
sebagai berikut :
a. Berbasis tata nilai perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai tata sosial budaya,
kebutuhan dan potensi daerah;
b. Meningkatkan akses untuk memperoleh informasi dan kesempatan untuk mengemukakan
pendapat serta keterlibatan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesehatan
diri, keluarga dan masyarakat serta lingkungannya;
c. Pendekatan advokasi, fasilitasi dan edukatif;
d. Terbuka, bertanggung jawab dan tanggap terhadap aspirasi masyarakat;
18
e. Membangun kemitraan;
f. Penghargaan;
g. Non diskriminatif.
Pasal 57
(1) Masyarakat dapat berperan aktif serta baik secara perorangan maupun terorganisasi dalam
menentukan kebijakan pemerintah pada penyelenggaraan kesehatan.
(2) Masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui, memberi masukan dalam proses pengambilan
keputusan, serta mengawasi penyelenggaraan kesehatan;
Bagian Kesatu
Pemberdayaan Perorangan dan Keluarga
Pasal 58
(1) Pemberdayaan perorangan dan keluarga dilakukan atas prakarsa perorangan, keluarga, dan
kelompok masyarakat;
(2) Wujudnya berupa pembentukan kader kesehatan yang menjadi pelopor, perintis, aktif dalam
berbagai upaya kesehatan di masyarakat, teladan dalam penerapan pola hidup bersih dan sehat;
(3) Meningkatkan peran individu sebagai pemrakarsa bidang kesehatan;
(4) Meningkatkan kemampuan tokoh masyarakat, tokoh politik, tokoh adat, tokoh agama dalam
bentuk pelatihan, sarasehan, lokarkarya, serta prinsip kemitraan dan kesetaraan.
Bagian Kedua
Pemberdayaan Kelompok
Pasal 59
(1) Pemberdayaan Kelompok dilakukan atas prakarsa perorangan, keluarga dan kelompok
masyarakat;
(2) Wujud pemberdayaan kelompok sebagaimana yang dimaksud ayat (1) melalui pembentukan
kelompok peduli kesehatan yaitu kelompok yang aktif dan peduli terhadap masalah kesehatan ;
(3) Kelompok tersebut melaksanakan fungsi advokasi kebijakan kesehatan, pengawasan sosial
terhadap upaya kesehatan, dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang berbasis masyarakat
termasuk pembiayaannya;
(4) Bentuknya dapat berupa yayasan, paguyuban maupun lembaga non formal seperti majelis
taklim;
(5) Pemerintah berkewajiban untuk memberikan pendampingan melalui lokakarya, sarasehan, dan
lain-lain;
(6) Pemberdayaan kelompok masyarakat dan swasta melalui pembentukan kelompok peduli
kesehatan atau kelembagaan masyarakat yang sudah ada;
Bagian Ketiga
Pemberdayaan Masyarakat Umum
Pasal 60
(1) Pemberdayaan masyarakat umum dilakukan atas prakarsa perorangan dan keluarga, kelompok
masyarakat termasuk swasta dan pemerintah dalam bentuk gerakan masyarakat untuk berperan
mendukung pembangunan kesehatan;
(2) Pemberdayaan masyarakat umum dilakukan melalui wadah perwakilan masyarakat;
(3) Pemerintah berkewajiban untuk memberikan pendampingan melalui lokakarya, sarasehan,
penyuluhan dan lain-lain;
(4) Potensi pemberdayaan masyarakat dapat berupa:
a. Kepemimpinan masyarakat berwawasan kesehatan (Community Leaders);
b. Pengorganisasian masyarakat di bidang kesehatan (Community Organizations);
c. Pendanaan masyarakat untuk upaya Kesehatan masyarakat (Community Financing);
d. Sarana dan alat (Community Materials);
e. Pengetahuan masyarakat (Community Knowledge);
19
f. Teknologi tepat guna upaya kesehatan yang diterapkan di masyarakat (Community
Technology);
g. Pengambilan keputusan untuk upaya kesehatan (Community Desicion Making).
BAB XI
SUBSISTEM MANAJEMEN KESEHATAN
Pasal 61
(1) Subsistem Manajemen Kesehatan merupakan tatanan yang menghimpun berbagai upaya
pengelolaan dan pelaksananaan administrasi kesehatan, penerapan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta hukum kesehatan yang secara terpadu dan saling mendukung,
diarahkan untuk mencapai tujuan utama tertib administrasi, termanfaatkannya teknologi, serta
tertib hukum kesehatan untuk peningkatan dan pemeliharaan kesehatan yang optimal;
(2) Tujuan subsistem manajemen kesehatan adalah terselenggaranya administrasi kesehatan,
adanya dukungan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan hukum kesehatan yang
efektif dan efesien;
(3) Unsur utama subsistem manajemen kesehatan yaitu administrasi kesehatan, ilmu pengetahuan
dan teknologi kesehatan serta hukum kesehatan.
Bagian Kesatu
Administrasi Kesehatan
Pasal 62
(1) Administrasi kesehatan diselenggarakan dengan berpedoman pada asas otonomi daerah;
(2) Administrasi kesehatan diselenggarakan dengan dukungan kejelasan hubungan, sistem
koordinasi dan evaluasi administasi dengan berbagai sektor pembangunan lain serta antar unit
kesehatan dalam satu jenjang administrasi pemerintahan;
(3) Penanggung jawab adminsitrasi kesehatan di Kota Tarakan adalah Kepala Daerah yang
mendelegasikannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Tarakan;
(4) Hubungan antara Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Dinas Kesehatan Propinsi dan
Dinas Kesehatan Kota Tarakan atau sebaliknya adalah hubungan teknis fungsional;
(5) Perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan kesehatan di daerah
diselenggarakan dengan mengacu pada kebijakan dan program pembangunan nasional di
bidang kesehatan;
(6) Pengawasan dan pertanggungjawaban pembangunan kesehatan Kota Tarakan diselenggarakan
dengan mengacu pada pedoman, standar dan indikator nasional serta pedoman, standar,
indikator lokal yang dikembangkan Pemerintah Kota;
(7) Seluruh pelaksana upaya kesehatan wajib membuat dan mengirimkan laporan pelaksanaan dan
hasil pembangunan kesehatan Kota Tarakan kepada Dinas Kesehatan ;
(8) Dinas Kesehatan melaksanakan kewenangan desentralisasi di bidang kesehatan;
(9) Perencanaan kesehatan di Kota Tarakan diselenggarakan dengan menetapkan kebijakan
pembangunan kesehatan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek mengacu pada
kesepakatan global, regional, nasional, dan memperhatikan kondisi spesifik daerah,
kewenangan wajib, SPM bidang kesehatan melalui sinkronisasi dan koordinasi dengan lintas
sektor dan unit terkait;
(10) Pengawasan pembangunan kesehatan dilakukan dengan mengoptimalkan pengawasan melekat,
koordinasi dengan aparatur pengawasan fungsional dan memanfaatkan pengawasan oleh
masyarakat;
(11) Dinas Kesehatan wajib melakukan evaluasi, membuat dan mengirimkan laporan pelaksanaan
dan hasil pembangunan kesehatan kepada Walikota.
Bagian Kedua
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) Kesehatan
Pasal 63
(1) Pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan adalah untuk
kepentingan masyarakat yang sebesar-besarnya serta tidak boleh bertentangan dengan standar
profesi, etika, moral dan agama;
20
(2) IPTEK Kesehatan dihasilkan melalui pengembangan rangkaian jaringan penelitian dan
pengembangan kesehatan Kota Tarakan, perguruan tinggi dan sektor terkait
(3) Substansi pokok penelitian dan pengembangan kesehatan mencakup IPTEK tentang derajat
kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, obat dan
perbekalan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan serta manajemen
kesehatan;
(4) Pemanfaatan IPTEK Kesehatan didahului oleh penapisan yang diselenggarakan oleh lembaga
khusus yang berwenang;
(5) Pengembangan dan penyelenggaraan tatanan penelitian dan pengembangan kesehatan
dilakukan dengan penyusunan peta kebutuhan penelitian, prioritas isu ruang lingkup penelitian
dan peta kegiatan penelitian masalah kesehatan;
(6) Dinas Kesehatan mengatur sistem koordinasi pengawasan dampak perencanaan tata ruang dan
pembangunan terhadap kesehatan dengan instansi lain;
(7) Dinas Kesehatan mengkoordinir kegiatan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan
berlandaskan IPTEK;
(8) Penyebarluasan dalam rangka pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan kesehatan
dilakukan melalui pembentukan jaringan informasi dan dokumentasi ilmu pengetahuan
kesehatan;
(9) Penelitian dan pengembangan bidang kesehatan oleh pemerintah dapat dilakukan atas
permintaan Dinas Kesehatan;
(10) Dinas Kesehatan memberikan rekomendasi bagi institusi lain di luar Dinas Kesehatan atau
individu yang akan melakukan penelitian kesehatan di wilayah Kota Tarakan.
(11) Hasil penelitian kesehatan yang dilakukan di Kota Tarakan harus dilaporkan ke Dinas
Kesehatan dan disosialisasikan kepada pihak terkait.
Bagian Ketiga
Hukum Kesehatan
Pasal 64
(1) Pengembangan peraturan dan perundang-undangan kesehatan diarahkan untuk terwujudnya
sistem hukum kesehatan yang mencakup substansi hukum, pengembangan kultur dan budaya
hukum, serta pengembangan dan peningkatan SDM aparatur hukum kesehatan;
(2) Tujuan pengembangan peraturan dan perundang-undangan kesehatan adalah untuk menjamin
terwujudnya kepastian hukum, keadilan hukum dan manfaat hukum;
(3) Pengembangan dan pemanfaatan hukum kesehatan harus menjunjung tinggi etika, moral dan
agama;
(4) Substansi penyusunan peraturan perundangan kesehatan berbasis keselamatan pasien (patient
safety )dan pelayanan prima;
(5) Hukum kesehatan nasional dipakai sebagai acuan dalam mengembangkan peraturan dan
perundangan kesehatan di tingkat kota;
(6) Ruang lingkup peraturan dan perundangan kesehatan mencakup penyusunan Peraturan Daerah,
Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota di bidang kesehatan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.;
(7) Advokasi penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan mengacu pada
pengembangan hukum kesehatan secara nasional dan kebutuhan pembangunan kesehatan di
Kota Tarakan;
(8) Semua petugas kesehatan yang bekerja di institusi kesehatan milik pemerintah dalam
menjalankan profesinya berhak mendapatkan perlindungan dan bantuan hukum;
(9) Inventarisasi peraturan perundangan di bidang kesehatan dikembangkan melalui jaringan
informasi dan dokumentasi hukum kesehatan;
(10) Penegakan hukum kesehatan didukung suatu unit kerja yang siap untuk membantu pelaksanaan
regulasi dan perlindungan hukum, baik bagi tenaga kesehatan maupun masyarakat pengguna
pelayanan kesehatan.
BAB XII
SUBSISTEM INFORMASI MANAJEMEN KESEHATAN
Pasal 65
21
(1) Subsistem informasi manajemen kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya
pengumpulan, pengolahan, penyampaian, pemanfaatan, dan penentuan substansi data dan
informasi secara terpadu dan akurat.
(2) Tujuan subsistem informasi manajemen kesehatan adalah terselenggaranya sistem informasi
manajemen kesehatan yang optimal sehingga dapat mendukung subsistem lain terutama
subsistem upaya kesehatan dan manajemen kesehatan.
(3) Unsur utama subsistem informasi manajemen kesehatan meliputi :
a. Upaya Pengumpulan Informasi Kesehatan;
b. Upaya Pengolahan Informasi Kesehatan;
c. Upaya Pemanfaatan Informasi Kesehatan;
d. Substansi Informasi Kesehatan.
(4) Subsistem informasi manajemen kesehatan dilaksanakan dengan prinsip:
a. Bersumber dari sektor kesehatan maupun non sektor kesehatan;
b. Mendukung pengambilan keputusan (decision making based on data);
c. Berdasarkan fakta;
d. Akurat;
e. Cepat dan tepat waktu;
f. Sumber data dapat dipercaya dan terorganisir;
g. Pengumpulan dengan cara rutin dan non rutin;
h. Dapat diakses oleh umum dengan tetap memperhatikan kode etik profesi.
Bagian Kesatu
Pengumpulan Informasi Kesehatan
Pasal 66
(1) Pengumpulan data dan informasi dilakukan secara berkala;
(2) Pengumpulan data dan informasi meliputi upaya kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan,
pengelolaan sumber daya manusia kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, pengembangan
progran kesehatan, sumber daya kesehatan, dan manajemen kesehatan;
(3) Dinas Kesehatan mengelola dan mengembangkan sistem informasi kesehatan yang terpadu
meliputi pelayanan swasta dan pemerintah termasuk lintas batas;
(4) Seluruh institusi penyelenggara upaya kesehatan swasta maupun pemerintah dan unit lainnya
wajib melaporkan hasil pelayanannya baik insidentil maupun rutin kepada Dinas Kesehatan.
Bagian Kedua
Pengolahan Informasi Kesehatan
Pasal 67
(1) Dinas Kesehatan melakukan Pengolahan data dilakukan secara ilmiah dan disajikan
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi;
(2) Penyampaian informasi untuk hal-hal rahasia melalui prosedur khusus;
(3) Sumber data kesehatan diperoleh dari pencatatan dan pelaporan unit pelaksana teknis, RS,
klinik, praktek swasta, survey/penelitian, dan sumber lainnya;
(4) Pengolahan dan analisa data dilakukan secara berjenjang, terpadu, multi disipliner, dan
komprehensif;
(5) Penyajian informasi dapat melalui berbagai media;
Bagian Ketiga
Pemanfaatan Informasi Kesehatan
Pasal 68
(1) Informasi kesehatan menjadi dasar pengambilan kebijakan bidang kesehatan di Kota Tarakan;
(2) Untuk data yang bersifat rahasia harus dibuatkan prosedur khusus pemanfaatannya.
Bagian Keempat
Substansi Informasi Kesehatan
22
Pasal 69
(1) Setiap data dan informasi yang diperoleh harus dilakukan peninjauan sebelum dipublikasikan.
(2) Sistem Informasi Manajemen Kesehatan di Kota Tarakan dikembangkan sesuai indikator
kesehatan yang telah ditetapkan dengan memadukan dengan sistem informasi lain terkait serta
memanfaatkan teknologi informasi.
(3) Substansi informasi kesehatan harus mencakup seluruh keadaan yang terkait dengan masalah
kesehatan, pengembangan program kesehatan dan sumber daya kesehatan untuk mendukung
suatu pengambilan kebijakan.
(4) Dinas Kesehatan bekerjasama dengan instansi dan/atau institusi terkait dalam mengembangka
Sistem Informasi Kesehatan (SIK) termasuk lintas batas.
BAB XIII
SUBSISTEM KEBIJAKAN DAN REGULASI KESEHATAN
Bagian Kesatu
Regulasi Tenaga Kesehatan
Pasal 70
(1) Dinas Kesehatan melakukan pengaturan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap
tenaga kesehatan;
(2) Dinas Kesehatan menerbitkan surat ijin/terdaftar tenaga kesehatan berdasarkan rekomendasi
dari organisasi profesi;
(3) Dinas Kesehatan berwenang mencabut surat ijin/terdaftar tenaga kesehatan dengan
mempertimbangkan masukan dari organisasi profesi;
(4) Dinas Kesehatan bekerja sama dengan organisasi profesi melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap tenaga kesehatan;
(5) Tenaga kesehatan asal luar daerah yang akan berpraktik di Kota Tarakan wajib membawa surat
rekomendasi dari Dinas Kesehatan dari daerah asal;
(6) Tenaga kesehatan wajib mengirimkan laporan bulanan hasil kegiatan pelayanan kesehatan
kepada pemerintah Kota melalui Dinas Kesehatan;
(7) Dinas Kesehatan menyediakan media pelaporan bagi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud
ayat (6) dan memberikan umpan balik kepada tenaga kesehatan;
(8) Sarana kesehatan yang mempekerjakan tenaga asing wajib memiliki ijin dari kementerian
Kesehatan dan Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia;
(9) Sarana kesehatan sebagaimana dimaksud ayat (8) harus mampu berbahasa Indonesia dan wajib
melakukan proses adaptasi kompetensi melalui organisasi profesi dan pusat pendidikan yang
ditentukan Pemerintah;
(10) Seluruh tenaga kesehatan tenaga asing, baik pengobat tradisional, modern ataupun bentuk
lainnya harus tercatat di dinas kesehatan Kota Tarakan;
(11) Pengobat tradisional, tenaga salon, tenaga Sehat Pakai Air (SPA) harus memiliki sertifikasi
kompetensi;
(12) Penempatan dokter spesialis tertentu yang jumlahnya sangat terbatas diatur dengan Peraturan
Walikota melalui kajian oleh Dinas Kesehatan dan organisasi profesi;
Bagian Kedua
Regulasi Sarana Pelayanan Kesehatan
Pasal 71
(1) Pemerintah Kota dan masyarakat bertanggung jawab atas penyelenggaraan dan penyediaan
sarana pelayanan kesehatan;
(2) Kepala Daerah menentukan jumlah dan jenis sarana pelayanan kesehatan serta lokasi
penyebarannya;
(3) Penentuan jumlah dan jenis sarana pelayanan kesehatan sebagimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan berdasarkan:
a. Luas wilayah
b. Kebutuhan pelayanan
c. Jumlah dan persebaran penduduk
d. Pola penyakit;
23
e. Pemanfaatannya
f. Kemampuan dalam memanfaatkan teknologi;
g. Rencana Tata Ruang Wilayah
(4) Sarana pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Kota dan swasta.
(5) Dinas Kesehatan melaksanakan pengaturan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian
terhadap sarana pelayanan kesehatan baik yang dimiliki pemerintah ataupun swasta;
(6) Dinas Kesehatan memberikan izin sarana kesehatan meliputi RS Pemerintah Kelas C, Kelas D,
RS swasta yang setara, praktek berkelompok, klinik umum/ spesialis, rumah sakit bersalin,
klinik dokter keluarga/ dokter gigi keluarga, kedokteran komplementer dan pengobatan
tradisional serta sarana penunjang pelayanan kesehatan yang setara;
(7) Dinas Kesehatan menerbitkan surat ijin/terdaftar sarana pelayanan kesehatan berdasarkan
rekomendasi dari organisasi profesi;
(8) Dinas Kesehatan berwenang mencabut surat ijin/sarana pelayanan kesehatan dengan
mempertimbangkan masukan dari organisasi profesi;
(9) Dinas Kesehatan bekerja sama dengan organisasi profesi melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap sarana pelayanan kesehatan;
(10) Sarana kesehatan wajib mengirimkan laporan bulanan hasil kegiatan pelayanan kesehatan
kepada Pemerintah Kota melalui Dinas Kesehatan;
(11) Dinas Kesehatan menyediakan media pelaporan bagi Sarana Kesehatan sebagaimana dimaksud
ayat (10) dan memberikan umpan balik kepada sarana kesehatan;
(12) Semua sarana pelayanan kesehatan meliputi RS dan Puskesmas harus terakredetasi, dan
akreditasi sarana pelayanan kesehatan dilakukan oleh badan independen yang ditentukan oleh
Pemerintah Kota;
(13) Dinas Kesehatan mengeluarkan sertifikasi dan melakukan pengawasan kondisi laik sehat
semua sarana layanan umum dan mengawasi kondisi laik sehat sarana tersebut.
Bagian Ketiga
Regulasi Sarana Kesehatan Penunjang dan
Sarana Kesehatan Lainnya
Pasal 72
(1) Dinas Kesehatan melaksanakan pengaturan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian
terhadap sarana kesehatan penunjang dan sarana kesehatan lainnya baik yang dimiliki
pemerintah ataupun swasta;
(2) Dinas Kesehatan menerbitkan surat ijin/terdaftar sarana kesehatan penunjang dan sarana
kesehatan lainnya berdasarkan rekomendasi dari organisasi profesi;
(3) Dinas Kesehatan berwenang mencabut surat ijin/terdaftar sarana kesehatan penunjang dan
sarana kesehatan lainnya dengan mempertimbangkan masukan dari organisasi profesi;
(4) Dinas Kesehatan bekerja sama dengan organisasi profesi melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap sarana kesehatan penunjang dan sarana kesehatan lainnya;
(5) Sarana kesehatan penunjang dan sarana kesehatan lainnya wajib mengirimkan laporan bulanan
hasil kegiatan pelayanan kesehatan kepada pemerintah kota melalui Dinas Kesehatan;
(6) Dinas Kesehatan menyediakan media pelaporan bagi sarana kesehatan penunjang dan sarana
kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud ayat (5) dan memberikan umpan balik kepada sarana
kesehatan penunjang dan sarana kesehatan lainnya ;
(7) Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Dinas Pariwisata pemuda dan olahraga memberikan
sertifikasi laik sehat bagi hotel dan restoran, panti pijat serta kolam renang;
(8) Dinas Kesehatan memberikan rekomendasi pada pembukaan baru terhadap Tempat
Pengolahan Makanan/Tempat-Tempat Umum (TPM/TTU).
Bagian Keempat
Regulasi Obat dan Perbekalan Kefarmasian
Pasal 73
(1) BPOM bersama-sama Dinas Kesehatan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penjualan obat-obatan;
24
(2) Dinas Kesehatan bersama-sama dengan Dinas Penindutriaan dan Koperasi (UMKM)
memantau pelaksanaan Keputusan Menteri tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) obat di
Kota Tarakan;
(3) BPOM dan atau Dinas Kesehatan bersama-sama dengan Dinas Perindustrian dan Koperasi
(UMKM) melakukan penyidikan terhadap pelanggaran untuk laik obat, kosmetik makanan,
dan minuman;
(4) BPOM memberikan sertifikasi produk yang berhubungan dengan kesehatan;
(5) BPOM memberikan sertifikasi kompetensi petugas pengawas farmasi, makanan, minuman dan
kosmetika.
Bagian Kelima
Regulasi Tarif
Pasal 74
(1) Walikota meregulasi tarif pelayanan kesehatan dalam bentuk penetapan harga dasar;
(2) Walikota menetapkan tarif bagi pasien Asuransi Kesehatan;
(3) Untuk pelayanan kesehatan keluarga miskin, selisih tarif di Rumah Sakit ditanggung bersama
oleh Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kota Tarakan
BAB XIV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 75
(1) Pemerintah Kota bertanggung jawab atas pembinaan dan penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang menjamin diperolehnya hak untuk mengakses pelayanan kesehatan untuk
semua lapisan masyarakat.
(2) Pembinaan oleh Pemerintah Kota atas penyelenggaraan pembangunan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan dan/atau Pejabat yang ditunjuk.
(3) Dinas Kesehatan dan/atau Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
(4) Pembinaan penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi upaya untuk:
a. Terciptanya pembangunan kesehatan yang menyeluruh;
b. Berkembangnya peran serta swasta, masyarakat dan LSM;
c. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan dan kesadaran untuk berprilaku hidup sehat
secara bertanggung jawab.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 76
(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan pembangunan kesehatan serta penerapan ketentuan
peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat.
(2) Pengawasan oleh Pemerintah Kota sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan berkoordinasi dengan instansi terkait;
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud ayat 2 dilakukan terhadap mutu sarana dan tenaga
kesehatan;
(4) Apabila hasil pengawasan oleh Dinas Kesehatan berkoordinasi dengan instansi terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditemukan penyimpangan dari peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan merugikan kepentingan umum dan/atau masyarakat, Dinas
Kesehatan dan/atau Pejabat yang ditunjuk mengambil tindakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
(5) Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
25
BAB XVI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 77
(1) Pemerintah Daerah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap semua komponen
penyelenggara pelayanan kesehatan dan/atau sarana kesehatan yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan pelaksanaan Peraturan Daerah ini;
(2) Sanksi adminstrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa :
a. Pemberian teguran tertulis pertama
b. Pemberian teguran tertulis kedua disertai pemanggilan
c. Pemberian teguran tertulis ketiga
d. Penindakan atau pelaksanaan sanksi polisional dan atau pencabutan izin.
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 78
(1) Setiap orang yang melanggar Pasal 23 ayat (3) Pasal 48, Pasal 51 ayat (1),(2),(4) dan Pasal 70
ayat (8) diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling tinggi
sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3) Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baik berupa tindak pidana kejahatan
dan atau tindakan yang mengakibatkan kerugian bagi pemerintah daerah, orang pribadi, badan
atau pihak lain diancam dengan hukuman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
BAB XVIII
PENYIDIKAN
Pasal 79
(1) Selain penyidik POLRI, penyidikan atas tindak pidana pelanggaran dalam Peraturan Daerah
ini dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilingkungan Pemerintah Kota
yang pengangkatannya berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana dan/atau tindakan administratif di bidang kesehatan;
b. Meneliti, mencari, mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang
kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dan/atau tindakan
administratif di bidang kesehatan;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana dan/atau tindakan administratif di bidang tenaga kesehatan;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenan dengan
tindak pidana dan/atau tindakan administratif di bidang kesehatan;
e. Melakukan penggeladahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan
dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan di bidang
kesehatan;
g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dokumen yang sedang
dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf (e) di atas;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dan/atau tindakan administratif
di bidang kesehatan;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
j. Menghentikan penyidikan;
26
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dan/atau
tindakan administratif di bidang kesehatan menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
BAB XIX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 80
Peraturan Daerah ini menjadi pedoman dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan di Kota
Tarakan.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 81
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai peraturan pelaksanaannya
diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah.
Pasal 82
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Tarakan.
Ditetapkan di : Tarakan
Pada Tanggal : 31 Maret 2010
WALIKOTA TARAKAN,
H. UDIN HIANGGIO
Diundangkan di Tarakan
pada tanggal 31 Maret 2010
SEKRETARIS DAERAH KOTA TARAKAN,
Drs.H. BADRUN,M.Si
NIP 19600617198501001
LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 4
27
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN
NOMOR 4 TAHUN 2010
TENTANG
SISTEM KESEHATAN KOTA TARAKAN
I. PENJELASAN UMUM :
Kebijakan pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah, mempengaruhi reformasi kebutuhan pembangunan daerah secara umum,
dan pembangunan kesehatan secara khusus. Salah satunya adalah perlunya penyusunan visi,
misi, strategi pembangunan dengan menerapkan paradigma baru yakni paradigma sehat.
Dalam mendukung keberhasilan pembaharuan kebijakan pembangunan kesehatan,
pemerintah telah menyusun dan menetapkan SKN (Sistem Kesehatan Nasional) tahun 2004.
SKN diharapkan mampu menjawab dan merespon berbagai tantangan dalam penyelenggaraan
pembangunan Kesehatan. Untuk mendukung penyelenggaraan SKN, maka pembangunan
Kesehatan di daerah perlu dikembangkan Sistem Kesehatan Daerah, yang terdiri dari Sistem
Kesehatan Provinsi (SKP) dan Sistem Kesehatan Kota (SKK).
Sistem kesehatan daerah adalah tatanan yang dipergunakan sebagai alat dan acuan untuk
melaksanakan pembangunan Kesehatan pada suatu wilayah administrasi pemerintahan. SKK
merupakan payung bagi peraturan kesehatan yang akan berlaku di daerah serta merupakan
kendaraan yang digunakan untuk mencapai hasil pembangunan kesehatan.
Dengan adanya sistem kesehatan daerah ini akan mempertegas makna pembangunan
kesehatan dalam rangka pemenuhan hak asasi manusia, memperjelas penyelenggaraan
pembangunan Kesehatan sesuai dengan visi dan misinya, memantapkan kemitraan dan
kepemimpinan yang transpormatif, meningkatkan pemerataan upaya Kesehatan yang terjangkau
dan bermutu, serta meningkatkan investasi kesehatan untuk keberhasilan pembangunan
nasional.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1) : Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya adalah SKPD di luar
Kesehatan yang memiliki kontribusi dalam penyelenggaraan
pembangunan Kesehatan sesuai dengan peran dan fungsinya masing-
masing.
Ayat (2) : Cukup Jelas
Pasal 7
28
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Ayat 1 : Unit pelaksana teknis adalah unit-unit yang berada di dalam struktur
organisasi Dinas Kesehatan.
Unit teknis fungsional adalah unit-unit yang berada di bawah Dinas
Kesehatan yang lebih dikenal dengan Unit Pelaksana Teknis Dinas terdiri
atas Puskesmas, Instalasi Farmasi, Labkesda dan Puskesmas Pembantu
termasuk Pos Bersalin Desa (Polindes).
Ayat 2 : Cukup Jelas
Ayat 3 : Cukup Jelas
Pasal 10
Ayat (1) : Yang dimaksud dengan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) meliputi
peningkatan dan pemeliharaan Kesehatan, pencegahan penyakit,
pengobatan dan pembatasan serta pencegahan kecacatan melalui
pendekatan perorangan. Pelayanan kesehatan perorangan dapat berbentuk
pelayanan Kesehatan modern ataupun tradisional.
Yang dimaksud dengan Upaya Kesehatan Masyarakat ( UKM) meliputi
upaya peningkatan/pemeliharaan Kesehatan serta kualitas hidup,
pencegahan penyakit dan masalah Kesehatan di masyarakat melalui
pendekatan kelompok masyarakat.
Yang dimaksud dengan Upaya Kesehatan Khusus (UKK) meliputi upaya
peningkatan dan pemeliharaan Kesehatan serta kualitas hidup,
pencegahan penyakit, pengobatan yang membutuhkan penanganan khusus
seperti kegiatan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), Gawat
Darurat oleh bencana.
Ayat (2) : Promotif meliputi upaya peningkatan pengetahuan, kesadaran, kemauan,
dan kemampuan individu atau masyarakat dalam menjaga kesehatan diri
dan lingkungannya serta berperilaku sehat.
Preventif meliputi upaya pencegahan penyakit atau gangguan kesehatan,
baik sebelum terkena penyakit, deteksi dini terhadap adanya penyakit,
maupun pencegahan terjadinya komplikasi buruk suatu penyakit.
Kuratif meliputi mencakup upaya penyembuhan, pengurangan
penderitaan, akibat penyakit, mengendalikan penyakit, atau pengendalian
kecacatan aga kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin;
Rehabilitatif meliputi mencakup upaya pemulihan seseorang agar dapat
kembali ke masyarakat dan mampu hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat (1) : Sistem rujukan sebagai suatu sistem penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik
terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari
unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit
yang setingkat kemampuannya). Sederhananya, sistem rujukan mengatur
darimana dan harus kemana seseorang dengan gangguan kesehatan
tertentu memeriksakan keadaan sakitnya.
29
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2) : Keluarga Miskin adalah keluarga yang dinyatakan masuk dalam kategori
miskin oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tarakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33
Ayat (1) : Training Need Assesment (TNA) adalah langkah awal dalam melakukan
suatu perencanaan pelatihan dengan melakukan pengkajian tentang ada
tidaknya kesenjangan dalam penampilan kerja, yaitu kesenjangan antara
apa yang seharusnya dilakukan merupakan ketentuan penampilan kerja
(standar), sedangkan apa yang sebenarnya dilakukan merupakan tingkat
penampilan kerja yang dicapai atau yang dimiliki.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
30
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6) : Unit Fungsional Diklat adalah unit yang dibentuk untuk mengelolah dan
menyelenggarakan pelatihan dalam rangka meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan di wilayahnya.
Pasal 34
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas
Pasal 42
Cukup Jelas
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 44
Cukup Jelas
Pasal 46
Cukup Jelas
Pasal 47
Cukup Jelas
Pasal 48
Cukup Jelas
Pasal 49
Cukup Jelas
Pasal 50
Cukup Jelas
Pasal 51
Cukup Jelas
Pasal 52
Cukup Jelas
Pasal 53
Cukup Jelas
Pasal 54
Cukup Jelas
Pasal 55
Cukup Jelas
Pasal 56
Cukup Jelas
Pasal 57
Cukup Jelas
Pasal 58
Cukup Jelas
Pasal 59
Cukup Jelas
Cukup Jelas
31
Pasal 59
Cukup Jelas
Pasal 60 :
Ayat (1) : Cukup Jelas
Ayat (2) : Wadah perwakilan masyarakat antara lain badan penyantun, Konsil
atau Komite Kesehatan yang beranggotakan tokoh masyarakat dan
para pakar yang diharapkan berperan di bidang kesehatan.
Ayat (3) : Cukup Jelas
Ayat (4) : Cukup Jelas
Pasal 61 : Cukup Jelas
Pasal 62
Ayat (1) : Cukup Jelas
Ayat (2) : Cukup Jelas
Ayat (3) : Cukup Jelas
Ayat (4) : Cukup Jelas
Ayat (5) : Kebijakan dan program pembangunan nasional di bidang kesehatan
berdasarkan Kewenangan Wajib Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan (KW-SPM), visi, misi dan kebijakan Pemerintah Kota
Tarakan.
Ayat (6) : Cukup Jelas
Ayat (7) : Cukup Jelas
Ayat (8) : Kewenangan desentralisasi Kesehatan adalah dengan melaksanakan
kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah
Propinsi yang dirumuskan dalam kebijakan Pemerintah Kota,
pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan, serta
pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
kesehatan.
Ayat (9) : Cukup Jelas
Ayat (10) : Cukup Jelas
Ayat (11) : Cukup Jelas
Pasal 63
Cukup Jelas
Pasal 64
Cukup Jelas
Pasal 65
Cukup Jelas
Pasal 66
Ayat (1) : Cukup Jelas
Ayat (2) : Cukup Jelas
Ayat (3) : Lintas batas adalah antar wilayah dan antar negara.
Ayat (4) : Cukup Jelas
Pasal 67
Cukup Jelas
Pasal 68
Cukup Jelas
Pasal 69
Cukup Jelas
Pasal 70
Cukup Jelas
Pasal 71
Cukup Jelas
Pasal 72
Ayat (1) : Cukup Jelas
Ayat (2) : Cukup Jelas
Ayat (3) : Cukup Jelas
Ayat (4) : Cukup Jelas
Ayat (5) : Cukup Jelas
32
Ayat (6) : Cukup Jelas
Ayat (7) : Cukup Jelas
Ayat (8) : Cukup Jelas
Pasal 73
Cukup Jelas
Pasal 74
Ayat (1) : Cukup Jelas
Ayat (2) : Cukup Jelas
Ayat (3) : Rumah sakit adalah rumah sakit swasta dan pemerintah.
.
Pasal 75
Cukup Jelas
Pasal 76
Cukup Jelas
Pasal 77
Cukup Jelas
Pasal 78
Cukup Jelas
Pasal 79
Cukup Jelas
Pasal 80
Cukup Jelas
Pasal 81
Cukup Jelas
Pasal 82
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 4