27
Modul Angga Eka Karina, M.Sn & Riski Mona Dwi Putra, M. Sn Prodi Seni Karawitan Modul Rapa’I Drums of Aceh

Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Modul

Angga Eka Karina, M.Sn &

Riski Mona Dwi Putra, M. Sn

Prodi Seni Karawitan

Modul

Rapa’I Drums of Aceh

Page 2: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Rapa’I Drums of Aceh

ii

Rapa’I Drums of Aceh

Disusun oleh:

Angga Eka Karina, S.Pd., M.Sn

Rizki Dwi Mona Putra, S.Sn., M. Sn

Program Studi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

Tahun 2019

Page 3: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Rapa’I Drums of Aceh

i

i

Kata pengantar

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat ALLAH SWT, atas segala

berkat dan karunia-Nya sehingga, penulis dapat menyelesaikan modul ini untuk

Program Studi Seni Karawitan.

Modul ini dibuat untuk menambah wawasan serta pengetahuan ilmu

Mahasiswa Program Studi Seni Karawitan dalam proses belajar mengajar,

penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan dan kesalahan

baik dari isi maupun susunan bahasa nya. Oleh karena itu kritik dan saran,

usul dan masukan sangat penulis harapkan.

Dalam penyelesaian bahan ajar ini penulis menghadapi hambatan dan

rintangan. Akan tetapi, berkat dorongan semangat dan bantuan dari berbagai

pihak membuat penulis terpacu untuk menyelesaikan modul ini.

Penulis berharap Modul ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk

menambah wawasan dalam Ilmu Pengetahuan Seni Budaya. Akhir kata penulis

mengucapkan terima kasih dan selamat membaca.

Jantho, 1 Maret 2019

Penulis

(Angga Eka Karina, S. Pd., M.Sn )

Page 4: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Rapa’I Drums of Aceh

ii

ii

Daftar isi

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Sejarah Kebudayaan Aceh ................................................ 1

2. Sejarah Rapa‟i .................................................................. 1

BAB II PEMBELAJARAN RAPA’I

1. Jenis- Jenis Rapa‟i ........................................................... 6

2. Pola Ritem Rapa‟i ............................................................ 9

BAB III POLA RITEM RAPAI DAN NOTASI

1. Notasi Rapa‟i Pasee .......................................................... 6

2. Notasi Rapa‟i Ratoh Jaroe ............................................... 9

DAFTAR PUSTAKA

Page 5: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Sejarah Kebudayaan Aceh

Provinsi Aceh sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia merupakan salah

satu daerah yang kaya akan kebudayaan. Sejarah telah membuktikan semenjak

adanya kerajaan-kerajaan kecil di masa silam sampai Indonesia

memproklamirkan kemerdekaanya hingga dewasa ini.Aceh tetap menjunjung

tinggi nilai-nilai kebudayaannya bahkan nilai-nilai budaya ini menjadi bagian

dari kehidupan masyarakat Aceh. Aceh merupakan daerah pertama yang

mempunyai hubungan langsung dengan dunia luar, contohnya Cina, India,

Persia, Arab yang berdagang di Aceh masuk melalui pelabuhan Peurelak,

Samudra Pasai dan Lamuri, Hasbi (2006:5). Kebudayaan di Aceh dipengaruhi

oleh peradaban Islam termasuk di dalamnya tarian tradisional, musik

tradisional, dan instrument tradisional. Daerah Provinsi Aceh dihuni oleh

beberapa sub etnik, dan masing-masing sub etnik memiliki kekhasan sendiri di

bidang kebudayaan. Melihat beragamnya kebudayaan daerah Aceh, maka

keadaan itu juga selaras dengan keberagaman budaya suku-suku bangsa di

Indonesia. Daerah provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi yang

mempunyai beragam bentuk alat musik tradisional. Salah satu bentuk alat

musik tradisional tersebut adalah Rapa‟i.

B. Sejarah Rapa’i

Sejarah masuknya alat musik Rapa‟i ini telah ada sekitar abad XIII

seiring masuknya agama Islam di Aceh yang kemudian menjadi media dakwah

dalam penyebaran Agama Islam dimasa kerajaan Islam pertama di nusantara

yaitu Samudera Pasai yang dipimpin Raja Islam pertama yaitu Sultan Malikul

Saleh di daerah Pasai (Pase, Aceh Utara), yang kemudian berkembang menjadi

Page 6: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

2

suatu kesenian yang mempunyai fungsi sosial budaya pada masa pemerintahan

Sultan Iskandar Muda. Alat musik Rapa‟i ini merupakan hasil akulturasi

budaya Islam yang masuk ke daerah Aceh sekitar abad XIII, yang dibawa oleh

para ulama dan saudagar Islam dari Timur Tengah melalui jalur perdagangan

dunia yang melintasi asia tengah dan selatan seperti Pakistan, India, dan

sebagainya. Kemudian menjadi alat penyebaran Agama Islam diseluruh Aceh

dan Nusantara.

Pada awalnya budaya alat musik Rapa‟I dibawa oleh seorang ulama

besar Islam Syekh Abdul Qadir Zailani. Beliau meneruskan ajaran Islam dari

seorang ulama ahli tasawuf yang berasal dari Baghdad, Irak bernama Syekh

Ahmad Rifa‟i yang kemudian ulama ini terkenal dengan aliran tasawuf

„‟rifaiyyah‟‟. Pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda, alat musik ini

sering digunakan untuk keperluan penyambutan tamu kerajaan sehingga

menjadi budaya masyarakat Islam di Indonesia. Hal ini dapat kita lihat pada

banyaknya ragam alat musik perkusi sejenis rebana di nusantara ini yang

bentuknya hampir menyerupai Rapa‟i. Bahkan hampir semua instrumen

tersebut digunakan untuk mengiringi perayaan hari besar keagamaan agama

Islam seperti memperingati Maulid Nabi (hari kelahiran Nabi Muhammad),

Isra Mi‟raj (perjalanan nabi Muhammad dari mesjidil Haram ke Masjidil

Aqsa), hingga Sidratul Munthaha atau langit ke tujuh untuk menerima perintah

shalat dari Allah SWT) dalam hal tersebut selalu dilantunkan Shalawat Nabi

(memuliakan dan mendoa‟kan) terhadap Nabi Muhammad beserta

keluarganya.

Nama Rapa‟I sendiri diambil dari seorang ulama besar di Arab yang

mensyiarkan Islam melalui dakwah yang cara berdakwahnya menggunakan

alat musik berbentuk frame drum (perkusi sejenis rebana dengan satu

permukaan yang dimainkan dengan cara dipukul atau ditepuk) yang kemudian

disebarkan oleh para pengikut aliran tasawuf rifa‟iyyah (lihat Snouck Hugronje

Page 7: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

3

1994:2:216-247). Dalam sebuah pantun Aceh disebutkan bahwa Rapa‟I

diperkenalkan oleh seorang ulama besar Islam kelahiran Persia, yaitu Syekh

Abdul Qadir Zailani atau lebih dikenal dengan sebutan Bandar Khalifah (1077-

1166). Beliau pertama kali datang ke Aceh mendiami sebuah kampung yaitu

Kampong Pandeyang sekarang letaknya berada sekitar kecamatan Mesjid

Raya, wilayah kabupaten Aceh Besar.

Bentuk Rapa‟i di Aceh pada awalnya mirip seperti alat musik rebana

dengan satu permukaan yang terbuat dari kayu yang dilapisi oleh kulit kambing

atau lembu yang digunakan sebagai pengiring meu-dike (berdzikir) untuk

menyemangati para pengikut ajaran Islam agar selalu kepada Allah sebagai

Tuhan yang menguasai seluruh alam dan sebagai sosialisasi ajaran agama

Islam pada masa itu. Hal ini dapat terlihat pada penyebaran Islam di kerajaan

Islam pertama di Nusantara yaitu Samudera pasai yang berada di daerah

Lhokseumawe Aceh bagian Utara, dengan rajanya yang bernama Sultan Malik

Al- Saleh.

Maka sebagai bentuk kebudayaan penyebaran Islam tersebut dinamailah

Rapa‟i tersebut dengan nama Rapa‟i Pasee karena berada disekitar daerah

pasee (dahulu terkenal dengan nama Samudera Pasai, sebuah kerajaan Islam

pertama di Nusantara), sebagai media dakwah yang dianut oleh aliran tarekat

sufi sebagai jalan untuk mendekatkan diri terhadap Allah SWT Tuhan yang

menguasai alam semesta dalam masyarakat Islam dalam setiap lantunan dzikir

dengan bentuk nyanyian yang diiringi oleh tabuhan Rapa‟I tersebut.

Tentang Rapa‟I juga dituliskan dalam beberapa karya Sastra Aceh yang

dituliskan oleh beberapa ulama yang datang dan menetap di Aceh pada sekitar

abad 16 dan Abad 17, salah satunya adalah ulama dan sastrawan besar melayu

yaitu Hamzah Fansuri. Beliau mempelajari Islam dengan aliran Qadariyah

yang ada di Arab yang kemudian disebarkan di Aceh yang kemudian aliran ini

diikuti oleh ulama-ulama lain seperti Ahmad Qushashi dan Muhammad Saman

Page 8: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

4

yang berdakwah sekitar tahun 1661 (Snouck Hugronje 1906,2 : 216). Kemudian

penyebaran Islam dilanjutkan oleh seorang ulama yang masih keluarganya

yaitu Syekh Abdurrauf Assingkili yang kemudian ulama ini terkenal di Aceh

dengan sebutan Syah Kuala (nama tersebut sampai sekarang dipakai sebagai

nama sebuah Universitas di Banda Aceh). Syekh Abdurrauf tidak saja

menghasilkan suatu ajaran yang memberikan suatu bentuk kebudayaan seni

Islam di Aceh yang dikenal dengan “dike” (dzikir). Dalam salah satu syair

sastra Aceh tentang Rapa‟i dijelaskan sebagai berikut :

Dilanget Manyang Bintang Meuble ble

Cahya ban kande leumah u bumoe

Asai Rapa‟i bak syekh abdul kade

Masa nyan lahe peutren u bumoe

Artinya:

(dilangit tinggi bintang berbinar-binar)

Cahaya seperti lilin memancar ke bumi

Asal Rapa‟i dari syekh Abdul kadir

Inilah yang sah pencintanya lahir ke bumi)

Dalam syair teks ini mengandung makna bahwa Rapa‟i mempunyai

peran yang sangat penting sebagai kesenian yang saat itu popular di

masyarakat sebagai media dakwah syiar Islam yang menerangi masyarakat

Aceh pada saat itu berada pada masa kebodohan menjadi masyarakat yang

cerdas dan menjadikan sebuah bangsa yang gemilang dengan sinar Islam.

Dijelaskan pula bahwa asal Rapa‟I dibawa oleh ulama Syekh Abdul Qadir

Zailani sebagai penciptanya dan mengenalkannya kepada seluruh dunia.

Kata Rapa‟I sendiri mengandung beberapa pengertian yang dipahami oleh

masyarakat Aceh sebagai berikut:

Page 9: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

5

a. Rapa‟I diartikan sebagai alat musik pukul yang dibuat dari kayu

tuwalang atau kayu merbau, sedang kulitnya dari kulit kambing yang

telah diolah. Badan Rapa‟I sendiri disebut baloh. Dilihat dari perangkat

besar kecilnya ukuran, Rapa‟I ini dapat dibedakan menjadi beberapa

jenis.

b. Rapa‟I diartikan sebagai grup permainan yang terdiri dari antara 8

sampai 12 orang atau lebih yang disebut awak Rapa‟i.

c. Rapa‟I diartikan sebagai bentuk permainan kesenian Rapa‟I itu sendiri.

Pada abad 17 para ulama memilih cara berdakwah dengan bentuk

kesenian dan menerapkan budaya Islam yang egaliter dan demokratis, hal ini

menjadikan Agama Islam lebih mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat

Islam di Aceh pada masa itu. Salah satu ulama besar yaitu Syekh Muhammad

Saman berdakwah dengan memperkenalkan seni meu-rateb. Cara berdakwah

ini mengajarkan pada umatnya untuk selalu mengingat Allah. Dalam

melakukan meu-rateb ini sambil melakukan gerakan badan dan kepala dengan

mengangguk-angguk sambil berdzikir sebagai bentuk totalitas untuk mengingat

Allah. Cara ini kemudian berkembang menjadi suatu jenis tarian yang sangat

dikenal seperti Ratoh duek (yang menyebar didaerah Aceh pesisir) dan Saman

(yang menyebar didataran tinggi Gayo).

Pada awalnya kedua jenis tarian ini tidak menggunakan alat musik

Rapa‟I sebagai pengiring tariannya. Namun seiring perkembangannya

mendapat pengaruh iringan Rapa‟I disekitar Aceh Barat dan Selatan sebagai

pengaruh Rapa‟i Pasee dari Aceh Utara yang kemudian penyebaraannya

didaerah Aceh bagian Barat dan Selatan melahirkan jenis kesenian campuran

antara seni tari dan musik yang dikenal dengan seni Rapa‟i saman.

Page 10: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

6

BAB II

PEMBELAJARAN RAPA’I

A. Jenis- Jenis Rapa’i

Adapun nama-nama pertunjukan seni Rapa‟i yaitu Rapa‟i Pase, Rapa‟i

Puloet geurimpheng, Rapa‟i Daboh, Rapa‟i Geleng dan Rapa‟i Iringan. Semua

pertunjukan tersebut menggunakan alat musik Rapa‟i untuk suatu pertunjukan,

yang membuat setiap pertunjukan berbeda adalah cara penampilannya,

syair/lirik lagu yang digunakan, pemain Rapa‟i nya, kostum/pakaian yang

digunakan, dan ritme pukulan Rapa‟i nya juga berbeda-beda. Semua jenis-

jenis pertunjukan seni Rapa‟i dapat dilihat dalam berbagai macam acara yaitu

pada acara upacara adat Aceh, terutama yang berhubungan dengan

keagamaan, pesta perkawinan, memperingati maulid Nabi Muhammad saw,

acara hiburan rakyat, permainan tradisional yaitu daboh (debus), pembukaan

Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) setiap tahunnya, Acara kampanye partai,

acara lomba-lomba tahunan, dan acara pemerintahan. Berikut penjelasan

Rapa‟i menurut jenis pertunjukannya.

a. Rapai Pase.

Rapa‟i Pase sebuah seni pertunjukan tergolong unik karena pemain,

anggotanya dan sanggarnya hanya ada didaerah Pase Kabupaten Aceh Utara

tersebar dibeberapa kecamatan dan Desa-desa, Perangkatan musik ini adalah

sejumlah Rapa‟i sejenis dengan ukuran yang sama dan sebuah diantaranya

berukuran besar (digantung) beratnya 20-30 kg yang berfungsi sebagai induk

dan mempunyai gelar tersendiri sebagai kebangaan dari group tersebut

seumpamanya : Rapa‟i Raja Kuneng, Unit besar terdiri dari 30 buah Rapa‟i,

unit sedang 15 buah, sedangkan unit kecil terdiri dari 10 – 12 buah.

Page 11: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

7

Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme

(tempo) pengiring syair atau lagu yang dikumandangkan oleh penaboh (orang

yang memukul). Syair yang dibawakan mengandung unsur dakwah Agama dan

nasehat – nasehat dan lazin diadakan menyertai upacara yang bersifat

kegembiraan adat. Perayaan seperti upacar sunat Rasul, Maulid Nabi dan

upacara kebesaran merayakan upacara Agama Islam. Kebiasaan Rapa‟i

ditunangkan (diperlombakan) antara satu group dengan group lainnya.

Birama/tingkah pukulan Rapa‟i, bunyi (dinamik) merupakan penilai utama,

disamping isi akan kemampuan syair membalas sampai sindiran lawan.

Permainan ini diadakan malam hari dan terkadang sampai menjelang subuh.

Para penabuh pada umumnya memakai pakaian hitam.

b. Rapa‟i Puloet Geurimpheng

Dibandingkan dengan Rapa‟i pase, Rapa‟i puloet terdiri dari

perangkatan Rapa‟i dengan ukuran sedang, penabuh berkisar antara 12-15

orang yang di pimpin oleh seorang syeh. Rapa‟i puloet berasal kabupaten

Bireuen pemainnya didominasi dari kecamatan peusangan, kebiasaan

permainan ini diiringi dengan atraksi dari anak-anak yang disebut Salikih.

Rapa‟i puloet geurimpheng ini langsung membuat atraksi sendiri dengan

berpindah-pindah komposisi sesuai dengan irama lagu maupun merubah posisi

badan dari duduk berlutut menghayun kedepan kebelakang. Permainan ini

dapat diadakan ditengah sawah setelah panen maupun dalam ruang tertentu

yang menyerupai upacara yang bersifat kegembiraan.

c. Rapa‟i Daboh (Debus)

Dari segi bentuknya alatnya Rapa‟i ini sama dengan Rapa‟i

geurimpheng maupun Rapa‟i puloet geurimpheng. Dikatakan Rapa‟i daboh

karena Rapa‟i ini difungsikan menyertai permainan daboh (debus), yakni

Page 12: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

8

permaianan memakai senjata tajam seperti rencong, pisau, pedang dan lain-

lain. Khusus untuk permainan Rapa‟i daboh pukulan ritem nya harus serentak

dan sama. Permaianan Rapa‟i daboh dipimpin oleh seorang syeh yang menjadi

dirigen serta memimpin do‟a, pemain Rapa‟i daboh harus konsentrasi dalam

memukul Rapa‟i, karena satu pukulan salah atau berbeda bisa menyebabkan

cedera bagi orang yang sedang memainkan atraksi daboh (debus) dengan kata

lain rencong, pedang dan benda tajam lainnya akan menembus tubuh orang

yang memainkan atraksi daboh (debus). Oleh karena itu orang yang

memainkan Rapa‟i daboh harus orang yang terpilih dan sudah pengalaman

serta telah mengikuti pelatihan yang rutin dari sanggar dan pasantren tertentu.

d. Rapa‟i Geleng

Dari segi bentuk Rapa‟i geleng lebih kecil bentuknya dari pada Rapa‟i

lainnya. Rapa‟i Geleng awal berkembang di daerah Aceh selatan, terus

berkembang Banda Aceh, Pidie, Bireuen, Lhokseumawe, dan Langsa. Rapa‟i

Geleng awal berkembangkan di masyarakat Aceh Selatan. Permainan Rapa‟i

Geleng juga disertakan gerakan tarian yang melambangkan sikap keseragaman

dalam hal kerjasama, kebersamaan, dan penuh kekompakan dalam lingkungan

masyarakat. Tarian pada Rapa‟i geleng ini mengekspresikan dinamisasi

masyarakat dalam syair (lagu-lagu) yang dinyanyikan, Fungsi dari Rapa‟i

geleng ini adalah syiar agama, menanamkan nilai moral kepada masyarakat,

dan juga menjelaskan tentang bagaimana hidup dalam masyarakat sosial.

Rapa‟i geleng pertama kali dikembangkan pada tahun 1965 di Pesisir Pantai

Selatan. Saat itu Tarian Rapa‟i Geleng di bawakan pada saat mengisi

kekosongan waktu santri yang jenuh usai belajar. Tarian ini dijadikan sarana

dakwah karena dapat membuat daya tarik penonton yang sangat banyak. Jenis

tarian ini dimaksudkan untuk laki-laki. Biasanya yang memainkan tarian ini

ada 12 orang laki-laki yang sudah terlatih. Syair yang dibawakan adalah

Page 13: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

9

sosialisasi kepada mayarakat tentang bagaimana hidup bermasyarakat,

beragama dan solidaritas yang dijunjung tinggi.

e. Rapa‟i Iringan

Disebut Rapa‟i iringan karena fungsi Rapa‟i disini sebagai iringan baik

iringan suatu karya musik dan iringan suatu garapan tari, Rapa‟i iringan

terbagi menjadi Rapa‟i iringan untuk tari Pemuliya Jame, untuk tari Ratoh

Jaroe, Rapa‟i iringan musik tradisional Aceh dan Iringan Tari Guel.

Page 14: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

10

BAB III

POLA RITEM RAPA’I DAN NOTASI

3.1. Pola Ritem Rapa’i Pasee

(Foto dok pribadi : Format Posisi pemain Rapa’i Pasee)

Menurut pakar seni budaya wilayah Aceh utara saudara Hasbullah bahwa

Rapa‟i Pasee adalah alat musik tradisional Aceh (uroh doeng). Maksudnya alat

musik yang dimainkan secara berdiri dan masyarakat menampilkan Rapa‟i

Pasee secara (tunang) yaitu lawan antara satu grup desa dan satu grup desa

lainnya. Setiap satu grup atau lawan harus dapat bermain Rapa‟i Pasee ini

dengan menghasilkan suara yang besar, membuat variasi pukulan dan dapat

bertahan selama waktu yang ditentukan. Bentuk penampilan Rapa‟i Pasee pada

sebuah pertunjukan terdiri dari jenis pukulan yang berurutan. Pemain Rapa‟i

Page 15: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

11

Pasee memainkannya sambil berdiri. Penampilannya dalam sebuah ansambel

(grup) biasanya satu grup terdiri dari jumlah pemain terkecil 15 0rang dan

terbesar sampai 60 orang. Pertunjukan Rapa‟i Pasee dalam sebuah grup

mempunyai pembagian tugas dalam memainkan alat musik tersebut yaitu :

a. Syeh

Sebutan untuk pemimpin grup Rapa‟i Pasee dan bertugas sebagai pemberi

isyarat saat awal permulann lagu dan peralihan lagu satu ke lagu selanjutnya.

Posisi berdiri syeh dibarisan paling depan.

b. Rando

Sebutan untuk pemain Rapa‟i Pasee yang bertugas memainkan

pukulan/ritem dasar tanpa motif variasi. Posisi berdiri rando ada disetiap

baris.

c. Canang

Sebutan untuk pemain Rapa‟i Pasee yang bertugas memainkan

pukulan/ritem variasi atau motif berbeda dari pukulan dasar. Posisi berdiri

canang dibaris kedua ditengah-tengah.

Dari penjelasan diatas maka dapat dipahami bahwa syeh, rando dan canang

untuk pemain Rapa‟i Pasee mempunyai peran penting dalam sebuah

pertunjukan Rapa‟i Pasee agar dalam penampilan Rapa‟i Pasee dapat

terpenuhi komposisi struktur musiknya.

Bentuk pukulan/ryhtem Rapa‟i Pasee terdiri dari tujuh motif untuk urutan

permainan ryhtem pada Rapa‟i Pasee. Adapun urutannya sebagai berikut :

1. Lagu sa (lagu satu)

2. Lagu dua (lagu dua)

3. Lagu lhee (lagu lhee)

4. Lagu limeung (lagu limong)

5. Lagu tujoh (lagu tujoh)

Page 16: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

12

6. Lagu sikureung (lagu sembilan)

7. Lagu duablah (lagu dua belas)

Sebutan lagu pada pertunjukan Rapa‟i Pasee adalah bentuk motif pukulan,

lagu yang dimaksud adalah bukan lagu dalam bentuk nyanyian atau

mempunyai lirik / syair, Rapa‟i Pasee mempunyai timbre yaitu bunyi dum dan

teng, dum untuk suara rendah dan teng untuk suara tinggi, pemain Rapa‟i

Pasee di desa Biara timu kecamatan jambo aye menyebut motif pukulan atau

ritem Rapa‟i Pasee dengan sebutan lagu sa, lagu dua, lagu lhee, lagu limeung,

lagu tujoh, lagu sikureung dan lagu duablah. Dalam kesenian Rapa‟i Pasee ini

sangat jelas menunjukan pola-pola ritem dan motif pukulan yang

mencerminkan kehidupan sosial dan semangat dalam batasan-batasan dan

aturan ajaran agama Islam. Berikut ini penulis lampirkan struktur melodi

dalam lagu yang ada dalam kesenian Rapa‟i Pasee sebagai bentuk transkripsi

dalam metode musik barat, diantaranya sebagai berikut:

Deskripsi ritem satu (Lagu sa)

Motif pukulan lagu sa dengan tempo sedang, dan motif repetisi

menunjukkan awal mulainya lagu dimainkan secara unison (dimainkan secara

serempak), yang bermakna dalam kehidupan sehari-hari yaitu bersiap-siap

diawali dengan do‟a dalam berkegiatan atau melakukan aktivitas sehari-hari.

Syeh

Rando

Canang

Gambar : lagu satu (lagu sa)

Page 17: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

13

Deskripsi ritem dua (lagu dua)

Motif pukulan lagu dua dengan tempo lambat, dan motif repetisi yang

bermakna dalam kehidupan sehari-hari yaitu sudah mulai melakukan aktivitas

sehari-hari.

Syeh

Rando

Canang

Gambar : lagu dua (lagu dua)

Deskripsi ritem tiga (lagu lhee)

Motif pukulan lagu lhee dengan tempo sedang, dan motif repetisi yang

bermakna dalam kehidupan sehari-hari yaitu sudah mulai melakukan aktivitas

sehari-hari dan adanya hambatan dan rintangan.

Syeh

Rando

Canang

Gambar : lagu tiga (lagu lhee)

Page 18: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

14

Deskripsi ritem lima (lagu limeung)

Motif pukulan lagu limeung dengan tempo sedang, dan motif repetisi

yang bermakna dalam kehidupan sehari-hari yaitu sudah mulai melakukan

aktivitas sehari-hari dan adanya hambatan serta rintangan dan bagaimana

mencari solusinya.

Syeh

Rando

Canang

Sy

Rd

Cn

Gambar : lagu lima (lagu limeung)

Page 19: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

15

Deskripsi ritem tujuh (lagu tujoh)

Motif pukulan lagu tujoh dengan tempo cepat, dan motif repetisi yang

bermakna dalam kehidupan sehari-hari yaitu mencari solusi dan harus dapat

penyelesaiannya atau jalan keluar.

Syeh

Rando

Canang

Sy

Rd

Cn

Gambar : lagu tujuh (lagu tujoh)

Page 20: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

16

Deskripsi Ritem Sembilan (lagu sikureung)

Motif pukulan lagu sikureung dengan tempo cepat dan motif repetisi yang

bermakna dalam kehidupan sehari-hari yaitu dalam kehidupan sehari-hari

pasti ada permasalahan dan jalan keluarnya bisa dilakukan dengan

bermusyawarah.

Syeh

Rando

Canang

Sy

Rd

Cn

Deskripsi ritem dua belas (lagu duablah)

Motif pukulan lagu duablah dengan tempo cepat dan motif repetisi yang

bermakna dalam kehidupan sehari-hari yaitu dalam kehidupan sehari-hari jika

bermusyawarah harus melibatkan orang yang dianggap tua atau tengku dalam

satu desa, disebut tuha peut atau tuha lapan bermakna orang yang dituakan

Page 21: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

17

agar semua permasalahan dalam terselesaikan. Khusus motif pukulan lagu

duablah diibaratkan dalam peperangan seperti suara gemuruh tembakan dalam

medan peperangan.

Syeh

Rando

Canang

Sy

Rd

Cn

Gambar : lagu dua belas (lagu duablah)

Page 22: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

18

3.2. Pola Ritem Dan Syair Tari Ratoh Jaroe

1. Lagu Salam Pembuka

Salam‟alaikom warahmatullah

Jaroe dua blah ateuh jeumala

Jaroe lon siploh di ateuh ule

Meu‟ah lon lake bak wareh dum na

Jaroe lon siploh di ateuh ubon

Salam‟alaikom lon teugor sapa

2. Musik Kosong I ( tradisi lisan)

Dum Tak Tak

Dududum Tatatatak Dudududum

Dum Tak Tak, Dum Tak Tak, Dum Tak Tak, Dudududum

Dum Tak Tak

Dududum Tatatatak Dudududum

Dum Tak Dum, Dum Tak Dum, Dum Tak Dum, Dum Tak

3. Lagu Salam

Salam „alaikom jame baroe troh

Tamoeng jak piyoh u ateuh tika

Ranup kamoe brie bapak neupajoh

Hana kamoe boeh racon ngen tuba

Musiknya :

Tak Krik Dum dum, Dum

4. Lagu I laot

Ilaot aroh meu poloe

Peuraho woe dua dua

Hay rakan takayoeh jaloe

Page 23: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

19

Katahe ureung di luwa

Hom hay le halla bak gura hom hay le halla

Hom hay le halla bak gura hom hay le halla

Musiknya :

Krik-Krik-krik (I laot pertama)

Dumdum tak (I laot kedua)

Dum Tak Tak Dum Tak (hom hay le)

5. Lagu Kutidhing

Kutiding laha limboet (eha)

Kutiding laha dimboet la hemboet

Boet la tiding la hemboet

Boet la tiding

Lam aneuk rimueng bue

Lam aneuk rimueng bue hay barat

Di rantoe barat hay barat di rantoe barat

Hay yang bulee jagat

Hay yang bulee jagat Aulia

Rimueng Aulia Aulia Rimueng Aulia eha

Musiknya :

Tak Krik Dum dum dum

Dum Tak (gerak cepat)

6. Lagu Aroh Pulo Pineung

Aroh puloe pineung jie beudoeh geulumbang tujoeh

Lam oek patah manyang di dalam minyeuk meulaboe

Ilee laot pasi doda idi tarek pukat

Pukat ta tarek ta tarek lam laot raya

Lam puteh tuleung lon tuleung lon di dalam jeurat

Page 24: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

20

Mantoeng teuingat-teuingat keu guna gata

Musiknya :

Dum Krik Kik Krik Dumdum Krik Krik Dum.. Dumdum

Dum Tak Tak Krik Dum Tak

7. Lagu Yahu Allah

Ya hu Allah hu Allah ee yaa

Allah ee ya Allah ee ya Lailallahu

Lam bukoen le la le sayang

Hay ee dalang lon kaloen lon kaloen padee

Lam dipoe- dipoet angen glee

Hay boh hatee meutimpa reubah meutimpa

Musiknya :

Krik-Krik

Tak-tak-tak-tak-tak-tak-tak

Dum Tak Tak

8. Musik Kosong II

Dum Dudum Tak, Dum Dudum Tak, Dum Dudum Tak, Dum Dum

Dum Dudum Tak, Dum Dudum Tak, Dum Dudum Tak, Dum Dum

Dumtak Dumtak Dumtak Dum, Dumtak Dumtak Dumtak Dum,

Dumtak Dumtak Dumtak Dum

Dum Tak Tak, Dum Tak Tak

Dum Dum Dum Tak Tak

Page 25: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

21

9. Lagu Hai Laot Sa

Hay laot sa ie laa ombak meu

Alon kapai di ek troen meulumba lumba

Hay bacut teuk salah bukoen sa

Lah lon awai foen

Salah awai bak gata

Musiknya :

Tak Krik-Krik Dudum Tak Krik Dudum Dum

Dum Tak

10. Lagu Nanggroe Aceh

Nanggroe Aceh nyoe teumpat lon lahee

Bak ujong pantee puloe sumatra (2x)

Dile barokoen lam jaroe kaphee

Jinoe hana lee Aceh ka Jaya (2x)

Musiknya :

Tak Dum Tak Dumtak Dum Krik

Dum Tak

11. Lagu Salam Penutup

Lagu ka abeh yang kamoe hidang

Kamoe meuriwang uroe ka jula (sambot)

Meu nyo na salah dari kamoe nyoe

Peu meu‟ah kamoe aneuk SMD

Musiknya :

Tak Krik Dum dum dum tak krik krik dum dum

Page 26: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

22

12. Musik Kosong III (Penutup)

Dum Tak Dum, Dum Tak Dum, Dum Tak Taktak Dumdum Tak Dum

Dum Dum tak

Krik,krik,krik,krik

Dum Tak Dum, Dum Tak Dum

Dumtak Dumtak Dumtak Dum, Dumtak Dumtak Dumtak Dum

Dumdumdum Tak Dumtak, Dumdumdum Tak Dumtak

Taktaktak Dumtak, Taktaktak Dumtak, Taktaktak Dumtak, Dumtak

Dumdum Tak tak tak tak tak, Dumdum Tak tak tak tak tak, Dumdum

Tak tak tak tak tak

Dumdum Tak Dumtak Dumtak

Dudum tak tak tak krik krik tak

Pesan : Kenapa Kita Menganggap Budaya

Kita Baik, Padahal Kita Masih Memakai

Budaya Asing…. Lestarikan Budaya Kita,

Jangan Sampai Dicuri Atau Diklaim Negara

Orang Baru Kita Sibuk Dan

Menyesal..!!!!!!!!!

Page 27: Rapa’I Drums of Acehkarawitan.isbiaceh.ac.id/wp-content/uploads/2020/...Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme (tempo) pengiring syair atau lagu

Prodi Seni Karawitan

Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

23

DAFTAR PUSTAKA

Karina. A. E. 2015. Eksistensi Kebudayaan Rapa‟i Geleng Inong di Provinsi Aceh dalam Perspektif

Gender dan Posmodrenisme. Unimed: Prosiding Seminar Nasional Forum Asosiasi Prodi

Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik (AP2SENI) III Se-Indonesia. 23 April 2015.

_________. 2014. Analisis Struktur Musik Rapa‟i Pasee di Biara Timu Jambo Aye Aceh Utara

Provinsi Aceh. Lentera Vol. 14 No. 9 Juli 2014. 85-92p.

Dewi, Rita. 2013. Rapai Pasee pada Masyarakat Aceh di Desa Lam Awe Kecamatan Syamtalira

Aron: Analisis Musik dalam Konteks Pertunjukan. Universitas Sumatera Utara: Skripsi

Sarjana Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra.

Budaya.1978/1979.EnkslopediMusikdanTariDaerahPropinsi Daerah Istimewa

Aceh.PenelitiandanPencatatanBudayaDaerah.Banda Aceh.