Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Modul
Angga Eka Karina, M.Sn &
Riski Mona Dwi Putra, M. Sn
Prodi Seni Karawitan
Modul
Rapa’I Drums of Aceh
Prodi Seni Karawitan
Rapa’I Drums of Aceh
ii
Rapa’I Drums of Aceh
Disusun oleh:
Angga Eka Karina, S.Pd., M.Sn
Rizki Dwi Mona Putra, S.Sn., M. Sn
Program Studi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
Tahun 2019
Prodi Seni Karawitan
Rapa’I Drums of Aceh
i
i
Kata pengantar
Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat ALLAH SWT, atas segala
berkat dan karunia-Nya sehingga, penulis dapat menyelesaikan modul ini untuk
Program Studi Seni Karawitan.
Modul ini dibuat untuk menambah wawasan serta pengetahuan ilmu
Mahasiswa Program Studi Seni Karawitan dalam proses belajar mengajar,
penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan dan kesalahan
baik dari isi maupun susunan bahasa nya. Oleh karena itu kritik dan saran,
usul dan masukan sangat penulis harapkan.
Dalam penyelesaian bahan ajar ini penulis menghadapi hambatan dan
rintangan. Akan tetapi, berkat dorongan semangat dan bantuan dari berbagai
pihak membuat penulis terpacu untuk menyelesaikan modul ini.
Penulis berharap Modul ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk
menambah wawasan dalam Ilmu Pengetahuan Seni Budaya. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih dan selamat membaca.
Jantho, 1 Maret 2019
Penulis
(Angga Eka Karina, S. Pd., M.Sn )
Prodi Seni Karawitan
Rapa’I Drums of Aceh
ii
ii
Daftar isi
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Sejarah Kebudayaan Aceh ................................................ 1
2. Sejarah Rapa‟i .................................................................. 1
BAB II PEMBELAJARAN RAPA’I
1. Jenis- Jenis Rapa‟i ........................................................... 6
2. Pola Ritem Rapa‟i ............................................................ 9
BAB III POLA RITEM RAPAI DAN NOTASI
1. Notasi Rapa‟i Pasee .......................................................... 6
2. Notasi Rapa‟i Ratoh Jaroe ............................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Sejarah Kebudayaan Aceh
Provinsi Aceh sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia merupakan salah
satu daerah yang kaya akan kebudayaan. Sejarah telah membuktikan semenjak
adanya kerajaan-kerajaan kecil di masa silam sampai Indonesia
memproklamirkan kemerdekaanya hingga dewasa ini.Aceh tetap menjunjung
tinggi nilai-nilai kebudayaannya bahkan nilai-nilai budaya ini menjadi bagian
dari kehidupan masyarakat Aceh. Aceh merupakan daerah pertama yang
mempunyai hubungan langsung dengan dunia luar, contohnya Cina, India,
Persia, Arab yang berdagang di Aceh masuk melalui pelabuhan Peurelak,
Samudra Pasai dan Lamuri, Hasbi (2006:5). Kebudayaan di Aceh dipengaruhi
oleh peradaban Islam termasuk di dalamnya tarian tradisional, musik
tradisional, dan instrument tradisional. Daerah Provinsi Aceh dihuni oleh
beberapa sub etnik, dan masing-masing sub etnik memiliki kekhasan sendiri di
bidang kebudayaan. Melihat beragamnya kebudayaan daerah Aceh, maka
keadaan itu juga selaras dengan keberagaman budaya suku-suku bangsa di
Indonesia. Daerah provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi yang
mempunyai beragam bentuk alat musik tradisional. Salah satu bentuk alat
musik tradisional tersebut adalah Rapa‟i.
B. Sejarah Rapa’i
Sejarah masuknya alat musik Rapa‟i ini telah ada sekitar abad XIII
seiring masuknya agama Islam di Aceh yang kemudian menjadi media dakwah
dalam penyebaran Agama Islam dimasa kerajaan Islam pertama di nusantara
yaitu Samudera Pasai yang dipimpin Raja Islam pertama yaitu Sultan Malikul
Saleh di daerah Pasai (Pase, Aceh Utara), yang kemudian berkembang menjadi
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
2
suatu kesenian yang mempunyai fungsi sosial budaya pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda. Alat musik Rapa‟i ini merupakan hasil akulturasi
budaya Islam yang masuk ke daerah Aceh sekitar abad XIII, yang dibawa oleh
para ulama dan saudagar Islam dari Timur Tengah melalui jalur perdagangan
dunia yang melintasi asia tengah dan selatan seperti Pakistan, India, dan
sebagainya. Kemudian menjadi alat penyebaran Agama Islam diseluruh Aceh
dan Nusantara.
Pada awalnya budaya alat musik Rapa‟I dibawa oleh seorang ulama
besar Islam Syekh Abdul Qadir Zailani. Beliau meneruskan ajaran Islam dari
seorang ulama ahli tasawuf yang berasal dari Baghdad, Irak bernama Syekh
Ahmad Rifa‟i yang kemudian ulama ini terkenal dengan aliran tasawuf
„‟rifaiyyah‟‟. Pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda, alat musik ini
sering digunakan untuk keperluan penyambutan tamu kerajaan sehingga
menjadi budaya masyarakat Islam di Indonesia. Hal ini dapat kita lihat pada
banyaknya ragam alat musik perkusi sejenis rebana di nusantara ini yang
bentuknya hampir menyerupai Rapa‟i. Bahkan hampir semua instrumen
tersebut digunakan untuk mengiringi perayaan hari besar keagamaan agama
Islam seperti memperingati Maulid Nabi (hari kelahiran Nabi Muhammad),
Isra Mi‟raj (perjalanan nabi Muhammad dari mesjidil Haram ke Masjidil
Aqsa), hingga Sidratul Munthaha atau langit ke tujuh untuk menerima perintah
shalat dari Allah SWT) dalam hal tersebut selalu dilantunkan Shalawat Nabi
(memuliakan dan mendoa‟kan) terhadap Nabi Muhammad beserta
keluarganya.
Nama Rapa‟I sendiri diambil dari seorang ulama besar di Arab yang
mensyiarkan Islam melalui dakwah yang cara berdakwahnya menggunakan
alat musik berbentuk frame drum (perkusi sejenis rebana dengan satu
permukaan yang dimainkan dengan cara dipukul atau ditepuk) yang kemudian
disebarkan oleh para pengikut aliran tasawuf rifa‟iyyah (lihat Snouck Hugronje
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
3
1994:2:216-247). Dalam sebuah pantun Aceh disebutkan bahwa Rapa‟I
diperkenalkan oleh seorang ulama besar Islam kelahiran Persia, yaitu Syekh
Abdul Qadir Zailani atau lebih dikenal dengan sebutan Bandar Khalifah (1077-
1166). Beliau pertama kali datang ke Aceh mendiami sebuah kampung yaitu
Kampong Pandeyang sekarang letaknya berada sekitar kecamatan Mesjid
Raya, wilayah kabupaten Aceh Besar.
Bentuk Rapa‟i di Aceh pada awalnya mirip seperti alat musik rebana
dengan satu permukaan yang terbuat dari kayu yang dilapisi oleh kulit kambing
atau lembu yang digunakan sebagai pengiring meu-dike (berdzikir) untuk
menyemangati para pengikut ajaran Islam agar selalu kepada Allah sebagai
Tuhan yang menguasai seluruh alam dan sebagai sosialisasi ajaran agama
Islam pada masa itu. Hal ini dapat terlihat pada penyebaran Islam di kerajaan
Islam pertama di Nusantara yaitu Samudera pasai yang berada di daerah
Lhokseumawe Aceh bagian Utara, dengan rajanya yang bernama Sultan Malik
Al- Saleh.
Maka sebagai bentuk kebudayaan penyebaran Islam tersebut dinamailah
Rapa‟i tersebut dengan nama Rapa‟i Pasee karena berada disekitar daerah
pasee (dahulu terkenal dengan nama Samudera Pasai, sebuah kerajaan Islam
pertama di Nusantara), sebagai media dakwah yang dianut oleh aliran tarekat
sufi sebagai jalan untuk mendekatkan diri terhadap Allah SWT Tuhan yang
menguasai alam semesta dalam masyarakat Islam dalam setiap lantunan dzikir
dengan bentuk nyanyian yang diiringi oleh tabuhan Rapa‟I tersebut.
Tentang Rapa‟I juga dituliskan dalam beberapa karya Sastra Aceh yang
dituliskan oleh beberapa ulama yang datang dan menetap di Aceh pada sekitar
abad 16 dan Abad 17, salah satunya adalah ulama dan sastrawan besar melayu
yaitu Hamzah Fansuri. Beliau mempelajari Islam dengan aliran Qadariyah
yang ada di Arab yang kemudian disebarkan di Aceh yang kemudian aliran ini
diikuti oleh ulama-ulama lain seperti Ahmad Qushashi dan Muhammad Saman
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
4
yang berdakwah sekitar tahun 1661 (Snouck Hugronje 1906,2 : 216). Kemudian
penyebaran Islam dilanjutkan oleh seorang ulama yang masih keluarganya
yaitu Syekh Abdurrauf Assingkili yang kemudian ulama ini terkenal di Aceh
dengan sebutan Syah Kuala (nama tersebut sampai sekarang dipakai sebagai
nama sebuah Universitas di Banda Aceh). Syekh Abdurrauf tidak saja
menghasilkan suatu ajaran yang memberikan suatu bentuk kebudayaan seni
Islam di Aceh yang dikenal dengan “dike” (dzikir). Dalam salah satu syair
sastra Aceh tentang Rapa‟i dijelaskan sebagai berikut :
Dilanget Manyang Bintang Meuble ble
Cahya ban kande leumah u bumoe
Asai Rapa‟i bak syekh abdul kade
Masa nyan lahe peutren u bumoe
Artinya:
(dilangit tinggi bintang berbinar-binar)
Cahaya seperti lilin memancar ke bumi
Asal Rapa‟i dari syekh Abdul kadir
Inilah yang sah pencintanya lahir ke bumi)
Dalam syair teks ini mengandung makna bahwa Rapa‟i mempunyai
peran yang sangat penting sebagai kesenian yang saat itu popular di
masyarakat sebagai media dakwah syiar Islam yang menerangi masyarakat
Aceh pada saat itu berada pada masa kebodohan menjadi masyarakat yang
cerdas dan menjadikan sebuah bangsa yang gemilang dengan sinar Islam.
Dijelaskan pula bahwa asal Rapa‟I dibawa oleh ulama Syekh Abdul Qadir
Zailani sebagai penciptanya dan mengenalkannya kepada seluruh dunia.
Kata Rapa‟I sendiri mengandung beberapa pengertian yang dipahami oleh
masyarakat Aceh sebagai berikut:
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
5
a. Rapa‟I diartikan sebagai alat musik pukul yang dibuat dari kayu
tuwalang atau kayu merbau, sedang kulitnya dari kulit kambing yang
telah diolah. Badan Rapa‟I sendiri disebut baloh. Dilihat dari perangkat
besar kecilnya ukuran, Rapa‟I ini dapat dibedakan menjadi beberapa
jenis.
b. Rapa‟I diartikan sebagai grup permainan yang terdiri dari antara 8
sampai 12 orang atau lebih yang disebut awak Rapa‟i.
c. Rapa‟I diartikan sebagai bentuk permainan kesenian Rapa‟I itu sendiri.
Pada abad 17 para ulama memilih cara berdakwah dengan bentuk
kesenian dan menerapkan budaya Islam yang egaliter dan demokratis, hal ini
menjadikan Agama Islam lebih mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat
Islam di Aceh pada masa itu. Salah satu ulama besar yaitu Syekh Muhammad
Saman berdakwah dengan memperkenalkan seni meu-rateb. Cara berdakwah
ini mengajarkan pada umatnya untuk selalu mengingat Allah. Dalam
melakukan meu-rateb ini sambil melakukan gerakan badan dan kepala dengan
mengangguk-angguk sambil berdzikir sebagai bentuk totalitas untuk mengingat
Allah. Cara ini kemudian berkembang menjadi suatu jenis tarian yang sangat
dikenal seperti Ratoh duek (yang menyebar didaerah Aceh pesisir) dan Saman
(yang menyebar didataran tinggi Gayo).
Pada awalnya kedua jenis tarian ini tidak menggunakan alat musik
Rapa‟I sebagai pengiring tariannya. Namun seiring perkembangannya
mendapat pengaruh iringan Rapa‟I disekitar Aceh Barat dan Selatan sebagai
pengaruh Rapa‟i Pasee dari Aceh Utara yang kemudian penyebaraannya
didaerah Aceh bagian Barat dan Selatan melahirkan jenis kesenian campuran
antara seni tari dan musik yang dikenal dengan seni Rapa‟i saman.
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
6
BAB II
PEMBELAJARAN RAPA’I
A. Jenis- Jenis Rapa’i
Adapun nama-nama pertunjukan seni Rapa‟i yaitu Rapa‟i Pase, Rapa‟i
Puloet geurimpheng, Rapa‟i Daboh, Rapa‟i Geleng dan Rapa‟i Iringan. Semua
pertunjukan tersebut menggunakan alat musik Rapa‟i untuk suatu pertunjukan,
yang membuat setiap pertunjukan berbeda adalah cara penampilannya,
syair/lirik lagu yang digunakan, pemain Rapa‟i nya, kostum/pakaian yang
digunakan, dan ritme pukulan Rapa‟i nya juga berbeda-beda. Semua jenis-
jenis pertunjukan seni Rapa‟i dapat dilihat dalam berbagai macam acara yaitu
pada acara upacara adat Aceh, terutama yang berhubungan dengan
keagamaan, pesta perkawinan, memperingati maulid Nabi Muhammad saw,
acara hiburan rakyat, permainan tradisional yaitu daboh (debus), pembukaan
Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) setiap tahunnya, Acara kampanye partai,
acara lomba-lomba tahunan, dan acara pemerintahan. Berikut penjelasan
Rapa‟i menurut jenis pertunjukannya.
a. Rapai Pase.
Rapa‟i Pase sebuah seni pertunjukan tergolong unik karena pemain,
anggotanya dan sanggarnya hanya ada didaerah Pase Kabupaten Aceh Utara
tersebar dibeberapa kecamatan dan Desa-desa, Perangkatan musik ini adalah
sejumlah Rapa‟i sejenis dengan ukuran yang sama dan sebuah diantaranya
berukuran besar (digantung) beratnya 20-30 kg yang berfungsi sebagai induk
dan mempunyai gelar tersendiri sebagai kebangaan dari group tersebut
seumpamanya : Rapa‟i Raja Kuneng, Unit besar terdiri dari 30 buah Rapa‟i,
unit sedang 15 buah, sedangkan unit kecil terdiri dari 10 – 12 buah.
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
7
Rapa‟i tidak mempunyai tangga nada, dan berfungsi hanya sebagai ritme
(tempo) pengiring syair atau lagu yang dikumandangkan oleh penaboh (orang
yang memukul). Syair yang dibawakan mengandung unsur dakwah Agama dan
nasehat – nasehat dan lazin diadakan menyertai upacara yang bersifat
kegembiraan adat. Perayaan seperti upacar sunat Rasul, Maulid Nabi dan
upacara kebesaran merayakan upacara Agama Islam. Kebiasaan Rapa‟i
ditunangkan (diperlombakan) antara satu group dengan group lainnya.
Birama/tingkah pukulan Rapa‟i, bunyi (dinamik) merupakan penilai utama,
disamping isi akan kemampuan syair membalas sampai sindiran lawan.
Permainan ini diadakan malam hari dan terkadang sampai menjelang subuh.
Para penabuh pada umumnya memakai pakaian hitam.
b. Rapa‟i Puloet Geurimpheng
Dibandingkan dengan Rapa‟i pase, Rapa‟i puloet terdiri dari
perangkatan Rapa‟i dengan ukuran sedang, penabuh berkisar antara 12-15
orang yang di pimpin oleh seorang syeh. Rapa‟i puloet berasal kabupaten
Bireuen pemainnya didominasi dari kecamatan peusangan, kebiasaan
permainan ini diiringi dengan atraksi dari anak-anak yang disebut Salikih.
Rapa‟i puloet geurimpheng ini langsung membuat atraksi sendiri dengan
berpindah-pindah komposisi sesuai dengan irama lagu maupun merubah posisi
badan dari duduk berlutut menghayun kedepan kebelakang. Permainan ini
dapat diadakan ditengah sawah setelah panen maupun dalam ruang tertentu
yang menyerupai upacara yang bersifat kegembiraan.
c. Rapa‟i Daboh (Debus)
Dari segi bentuknya alatnya Rapa‟i ini sama dengan Rapa‟i
geurimpheng maupun Rapa‟i puloet geurimpheng. Dikatakan Rapa‟i daboh
karena Rapa‟i ini difungsikan menyertai permainan daboh (debus), yakni
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
8
permaianan memakai senjata tajam seperti rencong, pisau, pedang dan lain-
lain. Khusus untuk permainan Rapa‟i daboh pukulan ritem nya harus serentak
dan sama. Permaianan Rapa‟i daboh dipimpin oleh seorang syeh yang menjadi
dirigen serta memimpin do‟a, pemain Rapa‟i daboh harus konsentrasi dalam
memukul Rapa‟i, karena satu pukulan salah atau berbeda bisa menyebabkan
cedera bagi orang yang sedang memainkan atraksi daboh (debus) dengan kata
lain rencong, pedang dan benda tajam lainnya akan menembus tubuh orang
yang memainkan atraksi daboh (debus). Oleh karena itu orang yang
memainkan Rapa‟i daboh harus orang yang terpilih dan sudah pengalaman
serta telah mengikuti pelatihan yang rutin dari sanggar dan pasantren tertentu.
d. Rapa‟i Geleng
Dari segi bentuk Rapa‟i geleng lebih kecil bentuknya dari pada Rapa‟i
lainnya. Rapa‟i Geleng awal berkembang di daerah Aceh selatan, terus
berkembang Banda Aceh, Pidie, Bireuen, Lhokseumawe, dan Langsa. Rapa‟i
Geleng awal berkembangkan di masyarakat Aceh Selatan. Permainan Rapa‟i
Geleng juga disertakan gerakan tarian yang melambangkan sikap keseragaman
dalam hal kerjasama, kebersamaan, dan penuh kekompakan dalam lingkungan
masyarakat. Tarian pada Rapa‟i geleng ini mengekspresikan dinamisasi
masyarakat dalam syair (lagu-lagu) yang dinyanyikan, Fungsi dari Rapa‟i
geleng ini adalah syiar agama, menanamkan nilai moral kepada masyarakat,
dan juga menjelaskan tentang bagaimana hidup dalam masyarakat sosial.
Rapa‟i geleng pertama kali dikembangkan pada tahun 1965 di Pesisir Pantai
Selatan. Saat itu Tarian Rapa‟i Geleng di bawakan pada saat mengisi
kekosongan waktu santri yang jenuh usai belajar. Tarian ini dijadikan sarana
dakwah karena dapat membuat daya tarik penonton yang sangat banyak. Jenis
tarian ini dimaksudkan untuk laki-laki. Biasanya yang memainkan tarian ini
ada 12 orang laki-laki yang sudah terlatih. Syair yang dibawakan adalah
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
9
sosialisasi kepada mayarakat tentang bagaimana hidup bermasyarakat,
beragama dan solidaritas yang dijunjung tinggi.
e. Rapa‟i Iringan
Disebut Rapa‟i iringan karena fungsi Rapa‟i disini sebagai iringan baik
iringan suatu karya musik dan iringan suatu garapan tari, Rapa‟i iringan
terbagi menjadi Rapa‟i iringan untuk tari Pemuliya Jame, untuk tari Ratoh
Jaroe, Rapa‟i iringan musik tradisional Aceh dan Iringan Tari Guel.
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
10
BAB III
POLA RITEM RAPA’I DAN NOTASI
3.1. Pola Ritem Rapa’i Pasee
(Foto dok pribadi : Format Posisi pemain Rapa’i Pasee)
Menurut pakar seni budaya wilayah Aceh utara saudara Hasbullah bahwa
Rapa‟i Pasee adalah alat musik tradisional Aceh (uroh doeng). Maksudnya alat
musik yang dimainkan secara berdiri dan masyarakat menampilkan Rapa‟i
Pasee secara (tunang) yaitu lawan antara satu grup desa dan satu grup desa
lainnya. Setiap satu grup atau lawan harus dapat bermain Rapa‟i Pasee ini
dengan menghasilkan suara yang besar, membuat variasi pukulan dan dapat
bertahan selama waktu yang ditentukan. Bentuk penampilan Rapa‟i Pasee pada
sebuah pertunjukan terdiri dari jenis pukulan yang berurutan. Pemain Rapa‟i
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
11
Pasee memainkannya sambil berdiri. Penampilannya dalam sebuah ansambel
(grup) biasanya satu grup terdiri dari jumlah pemain terkecil 15 0rang dan
terbesar sampai 60 orang. Pertunjukan Rapa‟i Pasee dalam sebuah grup
mempunyai pembagian tugas dalam memainkan alat musik tersebut yaitu :
a. Syeh
Sebutan untuk pemimpin grup Rapa‟i Pasee dan bertugas sebagai pemberi
isyarat saat awal permulann lagu dan peralihan lagu satu ke lagu selanjutnya.
Posisi berdiri syeh dibarisan paling depan.
b. Rando
Sebutan untuk pemain Rapa‟i Pasee yang bertugas memainkan
pukulan/ritem dasar tanpa motif variasi. Posisi berdiri rando ada disetiap
baris.
c. Canang
Sebutan untuk pemain Rapa‟i Pasee yang bertugas memainkan
pukulan/ritem variasi atau motif berbeda dari pukulan dasar. Posisi berdiri
canang dibaris kedua ditengah-tengah.
Dari penjelasan diatas maka dapat dipahami bahwa syeh, rando dan canang
untuk pemain Rapa‟i Pasee mempunyai peran penting dalam sebuah
pertunjukan Rapa‟i Pasee agar dalam penampilan Rapa‟i Pasee dapat
terpenuhi komposisi struktur musiknya.
Bentuk pukulan/ryhtem Rapa‟i Pasee terdiri dari tujuh motif untuk urutan
permainan ryhtem pada Rapa‟i Pasee. Adapun urutannya sebagai berikut :
1. Lagu sa (lagu satu)
2. Lagu dua (lagu dua)
3. Lagu lhee (lagu lhee)
4. Lagu limeung (lagu limong)
5. Lagu tujoh (lagu tujoh)
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
12
6. Lagu sikureung (lagu sembilan)
7. Lagu duablah (lagu dua belas)
Sebutan lagu pada pertunjukan Rapa‟i Pasee adalah bentuk motif pukulan,
lagu yang dimaksud adalah bukan lagu dalam bentuk nyanyian atau
mempunyai lirik / syair, Rapa‟i Pasee mempunyai timbre yaitu bunyi dum dan
teng, dum untuk suara rendah dan teng untuk suara tinggi, pemain Rapa‟i
Pasee di desa Biara timu kecamatan jambo aye menyebut motif pukulan atau
ritem Rapa‟i Pasee dengan sebutan lagu sa, lagu dua, lagu lhee, lagu limeung,
lagu tujoh, lagu sikureung dan lagu duablah. Dalam kesenian Rapa‟i Pasee ini
sangat jelas menunjukan pola-pola ritem dan motif pukulan yang
mencerminkan kehidupan sosial dan semangat dalam batasan-batasan dan
aturan ajaran agama Islam. Berikut ini penulis lampirkan struktur melodi
dalam lagu yang ada dalam kesenian Rapa‟i Pasee sebagai bentuk transkripsi
dalam metode musik barat, diantaranya sebagai berikut:
Deskripsi ritem satu (Lagu sa)
Motif pukulan lagu sa dengan tempo sedang, dan motif repetisi
menunjukkan awal mulainya lagu dimainkan secara unison (dimainkan secara
serempak), yang bermakna dalam kehidupan sehari-hari yaitu bersiap-siap
diawali dengan do‟a dalam berkegiatan atau melakukan aktivitas sehari-hari.
Syeh
Rando
Canang
Gambar : lagu satu (lagu sa)
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
13
Deskripsi ritem dua (lagu dua)
Motif pukulan lagu dua dengan tempo lambat, dan motif repetisi yang
bermakna dalam kehidupan sehari-hari yaitu sudah mulai melakukan aktivitas
sehari-hari.
Syeh
Rando
Canang
Gambar : lagu dua (lagu dua)
Deskripsi ritem tiga (lagu lhee)
Motif pukulan lagu lhee dengan tempo sedang, dan motif repetisi yang
bermakna dalam kehidupan sehari-hari yaitu sudah mulai melakukan aktivitas
sehari-hari dan adanya hambatan dan rintangan.
Syeh
Rando
Canang
Gambar : lagu tiga (lagu lhee)
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
14
Deskripsi ritem lima (lagu limeung)
Motif pukulan lagu limeung dengan tempo sedang, dan motif repetisi
yang bermakna dalam kehidupan sehari-hari yaitu sudah mulai melakukan
aktivitas sehari-hari dan adanya hambatan serta rintangan dan bagaimana
mencari solusinya.
Syeh
Rando
Canang
Sy
Rd
Cn
Gambar : lagu lima (lagu limeung)
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
15
Deskripsi ritem tujuh (lagu tujoh)
Motif pukulan lagu tujoh dengan tempo cepat, dan motif repetisi yang
bermakna dalam kehidupan sehari-hari yaitu mencari solusi dan harus dapat
penyelesaiannya atau jalan keluar.
Syeh
Rando
Canang
Sy
Rd
Cn
Gambar : lagu tujuh (lagu tujoh)
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
16
Deskripsi Ritem Sembilan (lagu sikureung)
Motif pukulan lagu sikureung dengan tempo cepat dan motif repetisi yang
bermakna dalam kehidupan sehari-hari yaitu dalam kehidupan sehari-hari
pasti ada permasalahan dan jalan keluarnya bisa dilakukan dengan
bermusyawarah.
Syeh
Rando
Canang
Sy
Rd
Cn
Deskripsi ritem dua belas (lagu duablah)
Motif pukulan lagu duablah dengan tempo cepat dan motif repetisi yang
bermakna dalam kehidupan sehari-hari yaitu dalam kehidupan sehari-hari jika
bermusyawarah harus melibatkan orang yang dianggap tua atau tengku dalam
satu desa, disebut tuha peut atau tuha lapan bermakna orang yang dituakan
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
17
agar semua permasalahan dalam terselesaikan. Khusus motif pukulan lagu
duablah diibaratkan dalam peperangan seperti suara gemuruh tembakan dalam
medan peperangan.
Syeh
Rando
Canang
Sy
Rd
Cn
Gambar : lagu dua belas (lagu duablah)
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
18
3.2. Pola Ritem Dan Syair Tari Ratoh Jaroe
1. Lagu Salam Pembuka
Salam‟alaikom warahmatullah
Jaroe dua blah ateuh jeumala
Jaroe lon siploh di ateuh ule
Meu‟ah lon lake bak wareh dum na
Jaroe lon siploh di ateuh ubon
Salam‟alaikom lon teugor sapa
2. Musik Kosong I ( tradisi lisan)
Dum Tak Tak
Dududum Tatatatak Dudududum
Dum Tak Tak, Dum Tak Tak, Dum Tak Tak, Dudududum
Dum Tak Tak
Dududum Tatatatak Dudududum
Dum Tak Dum, Dum Tak Dum, Dum Tak Dum, Dum Tak
3. Lagu Salam
Salam „alaikom jame baroe troh
Tamoeng jak piyoh u ateuh tika
Ranup kamoe brie bapak neupajoh
Hana kamoe boeh racon ngen tuba
Musiknya :
Tak Krik Dum dum, Dum
4. Lagu I laot
Ilaot aroh meu poloe
Peuraho woe dua dua
Hay rakan takayoeh jaloe
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
19
Katahe ureung di luwa
Hom hay le halla bak gura hom hay le halla
Hom hay le halla bak gura hom hay le halla
Musiknya :
Krik-Krik-krik (I laot pertama)
Dumdum tak (I laot kedua)
Dum Tak Tak Dum Tak (hom hay le)
5. Lagu Kutidhing
Kutiding laha limboet (eha)
Kutiding laha dimboet la hemboet
Boet la tiding la hemboet
Boet la tiding
Lam aneuk rimueng bue
Lam aneuk rimueng bue hay barat
Di rantoe barat hay barat di rantoe barat
Hay yang bulee jagat
Hay yang bulee jagat Aulia
Rimueng Aulia Aulia Rimueng Aulia eha
Musiknya :
Tak Krik Dum dum dum
Dum Tak (gerak cepat)
6. Lagu Aroh Pulo Pineung
Aroh puloe pineung jie beudoeh geulumbang tujoeh
Lam oek patah manyang di dalam minyeuk meulaboe
Ilee laot pasi doda idi tarek pukat
Pukat ta tarek ta tarek lam laot raya
Lam puteh tuleung lon tuleung lon di dalam jeurat
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
20
Mantoeng teuingat-teuingat keu guna gata
Musiknya :
Dum Krik Kik Krik Dumdum Krik Krik Dum.. Dumdum
Dum Tak Tak Krik Dum Tak
7. Lagu Yahu Allah
Ya hu Allah hu Allah ee yaa
Allah ee ya Allah ee ya Lailallahu
Lam bukoen le la le sayang
Hay ee dalang lon kaloen lon kaloen padee
Lam dipoe- dipoet angen glee
Hay boh hatee meutimpa reubah meutimpa
Musiknya :
Krik-Krik
Tak-tak-tak-tak-tak-tak-tak
Dum Tak Tak
8. Musik Kosong II
Dum Dudum Tak, Dum Dudum Tak, Dum Dudum Tak, Dum Dum
Dum Dudum Tak, Dum Dudum Tak, Dum Dudum Tak, Dum Dum
Dumtak Dumtak Dumtak Dum, Dumtak Dumtak Dumtak Dum,
Dumtak Dumtak Dumtak Dum
Dum Tak Tak, Dum Tak Tak
Dum Dum Dum Tak Tak
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
21
9. Lagu Hai Laot Sa
Hay laot sa ie laa ombak meu
Alon kapai di ek troen meulumba lumba
Hay bacut teuk salah bukoen sa
Lah lon awai foen
Salah awai bak gata
Musiknya :
Tak Krik-Krik Dudum Tak Krik Dudum Dum
Dum Tak
10. Lagu Nanggroe Aceh
Nanggroe Aceh nyoe teumpat lon lahee
Bak ujong pantee puloe sumatra (2x)
Dile barokoen lam jaroe kaphee
Jinoe hana lee Aceh ka Jaya (2x)
Musiknya :
Tak Dum Tak Dumtak Dum Krik
Dum Tak
11. Lagu Salam Penutup
Lagu ka abeh yang kamoe hidang
Kamoe meuriwang uroe ka jula (sambot)
Meu nyo na salah dari kamoe nyoe
Peu meu‟ah kamoe aneuk SMD
Musiknya :
Tak Krik Dum dum dum tak krik krik dum dum
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
22
12. Musik Kosong III (Penutup)
Dum Tak Dum, Dum Tak Dum, Dum Tak Taktak Dumdum Tak Dum
Dum Dum tak
Krik,krik,krik,krik
Dum Tak Dum, Dum Tak Dum
Dumtak Dumtak Dumtak Dum, Dumtak Dumtak Dumtak Dum
Dumdumdum Tak Dumtak, Dumdumdum Tak Dumtak
Taktaktak Dumtak, Taktaktak Dumtak, Taktaktak Dumtak, Dumtak
Dumdum Tak tak tak tak tak, Dumdum Tak tak tak tak tak, Dumdum
Tak tak tak tak tak
Dumdum Tak Dumtak Dumtak
Dudum tak tak tak krik krik tak
Pesan : Kenapa Kita Menganggap Budaya
Kita Baik, Padahal Kita Masih Memakai
Budaya Asing…. Lestarikan Budaya Kita,
Jangan Sampai Dicuri Atau Diklaim Negara
Orang Baru Kita Sibuk Dan
Menyesal..!!!!!!!!!
Prodi Seni Karawitan
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh
23
DAFTAR PUSTAKA
Karina. A. E. 2015. Eksistensi Kebudayaan Rapa‟i Geleng Inong di Provinsi Aceh dalam Perspektif
Gender dan Posmodrenisme. Unimed: Prosiding Seminar Nasional Forum Asosiasi Prodi
Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik (AP2SENI) III Se-Indonesia. 23 April 2015.
_________. 2014. Analisis Struktur Musik Rapa‟i Pasee di Biara Timu Jambo Aye Aceh Utara
Provinsi Aceh. Lentera Vol. 14 No. 9 Juli 2014. 85-92p.
Dewi, Rita. 2013. Rapai Pasee pada Masyarakat Aceh di Desa Lam Awe Kecamatan Syamtalira
Aron: Analisis Musik dalam Konteks Pertunjukan. Universitas Sumatera Utara: Skripsi
Sarjana Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra.
Budaya.1978/1979.EnkslopediMusikdanTariDaerahPropinsi Daerah Istimewa
Aceh.PenelitiandanPencatatanBudayaDaerah.Banda Aceh.