9
LAPORAN KEGIATAN “ RAPAT DALAM KANTOR SOSIALISASI PENEGAKAN HUKUM PEMILU DAN PENANGANAN PELANGGARAN” (SENIN, 23 NOVEMBER 2020 DI KANTOR SEKRETARIAT PANWASLIH KABUPATEN GAYO LUES) PANITIA PENGAWAS PEMILIHAN KABUPATEN GAYO LUES TAHUN 2020

RAPAT DALAM KANTOR SOSIALISASI PENEGAKAN HUKUM PEMILU DAN

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RAPAT DALAM KANTOR SOSIALISASI PENEGAKAN HUKUM PEMILU DAN

LAPORAN KEGIATAN

“ RAPAT DALAM KANTOR SOSIALISASI PENEGAKAN HUKUM

PEMILU DAN PENANGANAN PELANGGARAN”

(SENIN, 23 NOVEMBER 2020 DI KANTOR SEKRETARIAT PANWASLIH KABUPATEN GAYO LUES)

PANITIA PENGAWAS PEMILIHAN KABUPATEN GAYO LUES

TAHUN 2020

Page 2: RAPAT DALAM KANTOR SOSIALISASI PENEGAKAN HUKUM PEMILU DAN

A. PENDAHULUAN

Salah satu syarat pokok perwujudan demokrasi (kedaulatan rakyat) adalah

adanya sistem pemilihan umum (pemilu) yang jujur dan adil (free and fair election). Hal

itu akan terlaksana dengan baik apabila tersedianya perangkat hukum yang mengatur

proses pelaksanaan pemilu tersebut sekaligus dapat memberikan perlindungan hukum

terhadap semua elemen yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu.

Bangsa Indonesia baru saja melalui penyelenggaraan Pemilu tahun 2019 yang

merupakan siklus pemilu kelima sejak bergulirnya era reformasi. Di samping 5 kali pemilu

legislatif dan Presiden, begitu juga pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara

langsung sejak tahun 2004. Pemilu di era reformasi ini juga mencatatkan

penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung pada tahun 2004

dari yang sebelumnya Presiden dipilih melalui sistem perwakilan oleh MPR, serta

pemilihan Kepala Daerah secara langsung pada tahun 2004 dari yang sebelumnya dipilih

melalui sistem perwakilan oleh DPRD.

Genap dua dekade penyelenggaraan pemilu paska rezim Orde Baru ini, tercatat

beberapa kali perubahan maupun penggantian kerangka hukum/peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang Pemilu maupun pemilihan kepala daerah, untuk

mengubah dan memperbaiki beberapa aspek pengaturan antara lain terkait kelembagaan

penyelenggara pemilu, metode pencalonan, metode konversi suara menjadi kursi melalui

Pemilu. Aspek kelembagaan penyelenggara pemilu dan metode konversi suara menjadi

kursi menjadi bagian yang paling sering diubah dalam beberapa kali revisi UU Pemilu.

Dalam kerangka hukum pemilu di masa Orde Lama (UU Nomor 7 tahun 1953) dan

Orde Baru (Undang undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-

anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, sebagaimana telah diubah

dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1975, Undang-undang Nomor 2 Tahun 1980),

dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1985), sistem penegakan hukum pemilu hanya

memuat tentang ketentuan pidana yang berisi bentuk-bentuk perbuatan hukum yang

dikategorikan sebagai perbuatan pidana, baik pelanggaran maupun kejahatan

keseluruhan undang- undang tersebut tidak mengatur secara khusus mekanisme

penegakan hukum pidana pemilu, sehingga dengan demikian, proses penanganannya

mengikuti ketentuan hukum acara pidana biasa. Memasuki era reformasi yang dimulai

dengan penyelenggaraan pemilu tahun 1999 hingga 2019.

Setidaknya terdapat beberapa fase dalam perkembangan hukum Pemilu di era

reformasi dengan ditandai dengan lahir nya UU Nomor 3 Tahun 1999 yang menjadi fase

pertama dalam sejarah reformasi di Indonesia.

Fase Kedua, melalui UU Nomor 12 tahun 2003 dan UU Nomor 23 tahun 2003

yang menjadi dasar pijakan hukum penyelenggaraan Pemilu tahun 2004, norma

pengaturan tentang sistem penegakan hukum pemilu mengalami beberapa perubahan.

UU ini mulai menambah pengaturan tentang ancaman pidana bagi pelanggaran

kampanye (yang dalam UU Nomor 3 tahun 1999, atas pelanggaran larangan dalam

kampanye hanya diancam tindakan berupa pembubaran kegiatan kampanye

sebagaimana diatur dalam kampanye) sebagaimana diatur dalam pasal 76 ayat (1) UU

ini juga memperbanyak ragam bentuk sanksi atas pelanggaran administrasi (Pasal 76

ayat (2).(4). Pasal 77 ayat (2) ) dimana penjatuhan sanksinya dilakukan oleh KPU. Pada

Page 3: RAPAT DALAM KANTOR SOSIALISASI PENEGAKAN HUKUM PEMILU DAN

aspek kelembagaan, UU ini mengubah desain kelembagaan pengawas pemilu menjadi

kelembagaan yang dibentuk oleh KPU ( Pasal 120 ) dengan unsur keangotaan yang

terdiri unsur kepolisian negara kejaksaan, peruruan 12 Serial Evaluasi Penyelenggaraan

Pemilu Serentak 2019 tinggi, tokoh masyarakat dan pers ( Pasal 124) Salah satu

perubahan fundamental yang dibawa oleh kedua UU ini adalah dimulainya pengaturan

khusus tentang hukum acara dalam penegakan hukum pemilu dengan menganut prinsip

speedy-trial meskipun secara umum masih mengacu pada KUHAP ( Pasal 131-133),

serta pembedaan antarasengketa Pemilu dengan sengketa hasil Pemilu ditangani oleh

Mahkamah Konstitusi (Pasal 134). Sedangkan norma pengaturan terkait ancaman

pidana juga mengalami pemekaran menjadi menjadi 4 pasal yang berdiri atas 25 ayat,

pasal137-140.

Fase Ketiga, melalui UU Nomor 10 tahun 2008, terjadi perkembangan norma

pengaturan tentang system penegakan hukum pemilu Tugas pengawas pemilu yang

diemban oleh Panitia Pengawas diatur secara spesifik mencakup pula pengawasan

terhadap kinerja KPU, misalnya sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Perluasan obyek

pengawasan ini merupakan sebAgai implikasi dari perdebatan hukum yang muncul pada

pemilu 2004 tentang apakah Panwaslu berwenang mengawasi kinerja KPU. Masih

terkait dengan aspek kelembagaan pengawas Pemilu UU ini juga meningkatkan sifat

kelembagaan pengawas pemilu di tingkat pusat menjadi permanen dalam bentuk Badan

dan dipilih oleh DPR, sedangkan pada tingkat di bawahnya tetap bersifat adhoc. Namun

demikian, unsur keanggotaanya diubah dengan menghilangkan unsur dan kepolisian

dan Kejaksaan. . UU ini juga memperluas cakupan pelanggaran admnistrasi dengan

menambahkan ketentuan tertang pelanggan kampanye melalui media penyiaran, dan

memberikan wewenang kepada Komisi Penyiaran dan Dewan pers untuk melakukan

penegakan hokum (Pasal 89-100). Di samping itu UU ini juga mulai memperkenalkan

pengaturan tentang kode etik penyelenggaraan Pemilu, dimana UU ini memberi mandat

kepada KPU dan Bawaslu untuk menyususnnya. UU ini juga memperjelas pengertian

tentang pelanggaran admnistrasi Pemilu yang sebelumnya masih bersifat samar ( Pasal

248 ) , dan memberikan wewenang kepada KPU Perihal Penegakan Hukum Pemilu

untuk memeriksa dan memutusnya ( Pasal 250).Sedangkan pada aspek pidana pemilu,

UU ini mulai mengatur secara lebih terperinci hukum acara pidana pemilu (pasal 253-

257), sehingga menjadi semakin kuat sifat lex- specialisnya. Adapun norma pengaturan

tentang ketentuan pidana pemilu berkembang secara signifikan dengan jumlah pasal

yang mengaturnya menjadi 51 pasal (Pasal 260-311).

Fase Keempat, pada fase ini, terjadi perubahan signifikan dalam kerangka hukum

pemilu, dimana norma pengaturan tentang penyelenggara pemilu dipisahkan dari UU

pemilu. Kelembagaan penyelenggara pemilu diatur dalam UU nomor 15 tahun 2011, dan

didalamnya mulai memperkenalkan pembentukan lembaga baru yakni DKPP sebagai

lembaga penegakan kode etik penyelenggara pemilu. Sifat kelembagaan pengawas

pemilu ditingkatkan menjadi permanen di tingkat provinsi. Prosedur penegakan hukum

terhadap pelanggaran administrasi pemilu diubah,dimana pengawas pemilu melakukan

pemeriksaan dan menghasilkan rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh KPU, namun

KPU masih tetap melakukan pemenksaan dan memutus terkait rekomendasi dari

pengawas pemilu (Pasal 254-256 UU Nomor 8 tahun 2012 ) UU ini juga mulai

memperkenalkan kelembagaan Majelis Khusus Tindak Pidana Pernilu (Pasal 266),

kelembagaan Sentra Gakkumdu ( Pasal 267). serta sengketa Tata Usaha Negara

Page 4: RAPAT DALAM KANTOR SOSIALISASI PENEGAKAN HUKUM PEMILU DAN

Pemilu sebagai jenis baru sengketa pemilu terkait dengan Keputusan yang dikeluarkan

oleh KPU ( Pasal 268-270) Sedangkan norma pengaturan tentang tindak pidana pemilu

kembali berubah menjadi 48 pasal ( Pasal 273-321)

Fase Kelima, merupakan perkembangan yang terjadi pada pemilu terkini yakni

Pemilu 2019 dimana dasar pengaturan hukumnya adalah UU Nomor 7 Tahun 2017. UU

ini menyatukan norma pengaturan terkait pemilu anggota DPR,DPD dan DPRD, pemilu

presiden dan wakil presiden serta kelembagaan penyelenggara pemilu. Pada aspek

kelembagaan penegakan hukum pemilu, kelembaga pengawas pemilu diperkuat sifatnya

menjadi permanen hingga tingkat Kabupaten Kota (Pasal 89 ayat 14 Serial Evaluasi

Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 (4) kewenangannya dalam menangani

pelanggaran administrasi pemilu juga diperkuat dari sebelumnya hanya menghasilkan

rekomendasi kepada KPU meningkat hingga memeriksa dan memutus pelanggaran

administrasi (Pasal 95 huruf b ) UU ini juga memperkenalkan pengaturan tentang

pelanggaran administrasi yang bersifat terstruktur, sistematis dan massif (Pasal 463 ).

Adapun nama pengaturan tentang bentuk-bentuk tindak pidana pemilu kembali

mengalami KENAIKAN menjadi 66 pasal (Pasal 488-554).

Kelima fase perkembangan normu pengaturan tentang sistem penekan hukum

pemilu tersebut menunjukkan perubahan yang sangat dinamis. Di satu sisi

perkembangan tersebut menunjukkan arah penerapan hukum progressif, namun di sisi

lain juga menunjukkan kecenderungan trial and error dalam penyiapan kerangka

hukum Pemilu. Sayangnya, hingga saat ini belum pernah dilakukan upaya evaluasi

terhadap sistem penegakan hukum dan dipadu dengan pendekatan empiris, guna

mengetahui efektifitas system penegakan hokum Pemilu.

Penegakan hukum Pemilu dan penanganan pelanggaran tentunya menjadi

prioritas dalam rangka menciptakan Pemilu yang berkualitas dan bermartabat. Oleh

karena itu dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Panwaslih Kabupaten Gayo Lues akan

melakukan "RDK" (Rapat Dalam Kantor ) dan sosialisasi pada tanggal 23 November

2020 bertempat di Kantor Panwaslih Kabupaten Gayo Lues dengan tema “SOSIALISASI

PENEGAKAN HUKUM PEMILU DAN PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU".

B. DASAR HUKUM

1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

2. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 7 Tahun

2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum

3. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 8 Tahun

2020 tentang Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,

Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota;

C. TUJUAN

Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah:

1. Tersosialisasinya ragam hukum Pemilu di Indonesia;

2. Teraktualisasinya program Panitia pengawas pemilihan guna meminimalisir tingkat

pelanggaran Pemilu di Kabupaten Gayo Lues

3. Terlaksananya Pemilu yang berkualitas dan bermartabat di masa mendatang di

Kabupaten Gayo Lues

Page 5: RAPAT DALAM KANTOR SOSIALISASI PENEGAKAN HUKUM PEMILU DAN

D. OUTPUT

Jajaran sekretariat Panwaslih Kabupaten Gayo Lues mampu memahami ragam hukum

pemilu dan tata cara penanganan pelanggaran yang sesuai dengan Peraturan

Perundang-undangan.

E. BENTUK DAN METODE KEGIATAN

- Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk Rapat Dalam Kantor (RDK);

- Memperhatikan protokol pencegahan penyebaran COVID-19.

F. PEMATERI/NARASUMBER

Adapun narasumber dalam kegiatan sosialisasi adalah:

1. Bapak Ali Nurdin,S.Kom Kordiv HPPS Panwaslih Kabupaten Gayo Lues

2. Bapak Junaidy Adam,S.Pd. Koordinator Sekretariat Panwaslih Kabupaten Gayo

Lues

G. PESERTA

Peserta Kegiatan ini berjumlah berjumlah 1 4 orang, terdiri dari jajaran Panwaslih

Kabupaten Gayo Lues.

H. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

Kegiatan ini dilaksanakan pada :

Hari/Tanggal : Senin, 23 November 2020

Pukul : 16.00 s/d s.d selesai

Tempat : Kantor Panwaslih Kabupaten Gayo Lues

Jl. Blangkejeren-Kutacane Kampung Raklunung

Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues

I. SCHEDULE/JADWAL

- Terlampir.

J. PEMBIAYAAN

Pembiayaan kegiatan Rapat Dalam Kantor ini dibebankan kepada DIPA Panitia

Pengawas Pemilihan Aceh Tahun Anggaran 2020.

K. PENUTUP

Demikian Term of Refference (TOR) ini di buat sebagai acuan dan panduan

aspek utama dalam pelaksanaan kegiatan Seminar Panwaslih Kabupaten Gayo Lues

tahun 2020.

Blangkejeren, 18 November 2020

Panitia Pengawas Pemilihan

Kabupaten Gayo Lues

Page 6: RAPAT DALAM KANTOR SOSIALISASI PENEGAKAN HUKUM PEMILU DAN

L. SCHEDULE KEGIATAN

Schedule Kegiatan

‘’ Sosialisasi Penegakan Hukum Pemilu dan Penangan Pelanggaran”

HARI DAN

TANGGAL WAKTU ACARA NARASUMBER MODERATOR

Senin, 23

November

2020

16.05 s.d 16.10

Wib

Registrasi

Peserta

16.10 s.d 16.30

Wib Pembukaan

Ketua,Anggota/

Korsek Yulia Sasmita

16.30 s.d 17. 30

Wib

Sosialisasi

Penegakan

Hukum Pemilu

dan Penangan

Pelanggaran

Pemateri

17.31 s.d 18.30

Wib

Peran Sekretariat

dalam

Penanganan

Pelanggaran

Pemilu

Pemateri

18:31 s.d. 19:00

Wib Sholat Maghrib -

19:00 s.d. 19:30

Wib Penutupan

Ketua,Anggota/

Korsek

Page 7: RAPAT DALAM KANTOR SOSIALISASI PENEGAKAN HUKUM PEMILU DAN

M. LAPORAN KEGIATAN

Kordiv. HPPS menyampaikan materi yang ditampilkan dalam slide bahwasannya

pencegahan pelanggaran adalah tindakan, langkah-langkakh, upaya mencegah secara

dini terhadap potensi pelanggaran yang mengganggu integritas proses dan hasil pemilu.

kemudian yang bisa melaporkan dugaan pelanggaran pemilu yaitu warga Negara

Indonesia yang memiliki hak pilih pada pemilihan setempat, pemantau pemilihan

Gubernur, Bupati/Walikota, atau peserta pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota.

Kemudian narasumber menyampaikan dalam bahwa laporan pelanggaran/temuan

pemilu sesuai wilayah kerjanya disampikan 7 hari sejak diketahuinya pelanggaran, maka

ketika lewat 7 hari laporan itu sudah kadaluwarsa maka habis dan tidak bisa

ditindaklanjuti lagi sebagai laporan. setelah laporan diterima dan dilakukan kajian

klarifikasi pengumpulan bukti pemberkasan dengan waktu 7 hari. Dalam kegiatan ini

Koordinator Sekretariat memberikan masukkan yaitu:

1. Kami dari sekretariat mendukung penuh terkait masalah apapun yang sudah

diplaningkan dan dimanajemenkan tetapi harus jelas;

2. Alangkah baiknya kita mengadakan simulasi penanganan pelanggaran sampai

dengan adjudikasi;

3. Kami berharap kepada Koordinator Divisi kemudian bagian sekretariat supaya kita

bisa memanajemen dengan tepat dan sesuai tupoksi kita agar nantinya kita bisa

tuangkan kedalam PPID agar masyarakat mengetahui tentang instansi kita.

Dari hasil rapat disimpulkan bahwa tatacara penanganan pelanggaran kita bisa

berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 20017 tentang Pemilihan Umum

dan Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan

Pelanggaran Pemilihan Umum.

Blangkejeren, 23 November 2020

Notulen

Page 8: RAPAT DALAM KANTOR SOSIALISASI PENEGAKAN HUKUM PEMILU DAN

N. DOKUMENTASI KEGIATAN

Page 9: RAPAT DALAM KANTOR SOSIALISASI PENEGAKAN HUKUM PEMILU DAN