Upload
vita-sepfina
View
32
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
HH
Citation preview
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rasa Takut terhadap Perawatan Gigi dan Mulut
Rasa takut terhadap perawatan gigi dapat dijumpai pada anak-anak di berbagai
unit pelayanan kesehatan gigi misalnya di praktek dokter gigi, di rumah sakit ataupun
di puskesmas.1 Rasa takut adalah emosi pertama yang diperoleh bayi setelah lahir
yang merupakan suatu mekanisme protektif untuk melindungi diri dari gabungan
faktor-faktor lain yang tidak menyenangkan yang dapat mempengaruhi aktifitas
susunan saraf otonom. Apabila terjadi reaksi rasa takut yang kuat akan diikuti dengan
debar jantung yang keras disertai tanda-tanda emosi yang lain seperti perubahan
tingkah laku yaitu gelisah, gemetar, serta berusaha menghindar diri dari pihak lain
yang menyerangnya.1,5-8
Rasa takut merupakan salah satu dari sekian banyak emosi yang biasa
diperlihatkan anak pada perawatan gigi. Kebanyakan diperoleh pada masa anak dan
remaja. Rasa takut menghantarkan anak-anak pada prosedur yang mungkin tidak
menyenangkan dan selanjutnya memperbesar rasa takut terhadap prosedur perawatan
gigi. Rasa takut mempengaruhi tingkah laku dan keberhasilan pada perawatan gigi.2,7
Menurut Behrman dan Vaughan, anak usia sekolah umumnya mempunyai rasa
takut terhadap orang yang masih asing seperti dokter, ataupun dokter gigi, rumah
sakit, dan rasa takut ini merupakan suatu hal yang normal. Sebagaimana diketahui
bahwa peralatan yang digunakan ataupun tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan
Universitas Sumatera Utara
6
gigi terlihat di depan mata, di samping bunyi bur yang mengilukan merupakan faktor
penyebab timbulnya rasa takut.1
Rasa takut biasanya lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki.
Anak yang takut lebih besar kemungkinannya untuk mendapatkan pengalaman
perawatan gigi yang tidak menyenangkan dibandingkan dengan anak yang kurang
takut. Orang tua tidak boleh menggunakan perawatan gigi sebagai ancaman dan
membawa anak ke dokter gigi sebagai hukuman. Anak harus diajarkan bahwa praktek
dokter gigi bukan merupakan tempat untuk ditakuti.1
2.2 Penyebab Rasa Takut
Rasa takut terhadap perawatan gigi hingga saat ini masih merupakan masalah
yang penting dan merupakan hambatan bagi dokter gigi dalam usaha peningkatan
kesehatan gigi masyarakat dan hal tersebut dapat memberi pengaruh buruk terhadap
pelaksanaan prosedur pengobatannya.1,2 Rasa takut akan mempengaruhi tingkah laku
anak dan menentukan keberhasilan kunjungan ke dokter gigi. Faktor-faktor yang
menyebabkan rasa takut terhadap perawatan gigi dan mulut yaitu rasa takut dari diri
sendiri, rasa takut dari orang tua atau keluarga, dan dokter gigi.
2.2.1 Rasa Takut dari Diri Sendiri
Rasa takut pada anak terhadap perawatan gigi salah satunya timbul dari dalam
diri anak itu sendiri. Beberapa hal yang dapat menyebabkan timbulnya rasa takut
dalam diri anak adalah usia, pengalaman buruk, mempunyai masalah kesehatan, dan
rasa sakit.1
Universitas Sumatera Utara
7
a. Usia
Setiap anak normal, yang sedang dalam masa tumbuh kembang pasti akan
melalui tahap perkembangannya. Walaupun ada faktor lain yang juga ikut
berpengaruh, tetapi gambaran secara umum mengenai sikap dan perilaku anak di
setiap kelompok usia adalah sama antara satu anak dengan anak yang lainnya.3 Anak
yang belum cukup umur yang berusia kurang dari 2 tahun belum mampu diajak
berkomunikasi dan tidak dapat diharapkan pengertian. Oleh karena itu kurang mampu
untuk bersikap kooperatif.7
Pada umumnya rasa takut timbul akibat pengalaman perawatan gigi semasa
anak-anak karena pada masa itu anak sudah dapat mengadakan sintesa logis, karena
munculnya pengertian, wawasan, dan akal yang sudah mencapai taraf kematangan.
Pendekatan dan cara menghadapi penderita anak-anak sangat berpengaruh terhadap
kelancaran dan keberhasilan rencana perawatan yang dilakukan.3 Oleh karena itu,
perlu diperhatikan bahwa pencegahan timbulnya rasa takut harus dimulai pada usia
dini.1 Bahkan ketika anak memasuki usia enam tahun, ia memiliki kemampuan untuk
mengevaluasi rasa takutnya dan dapat memastikan adanya bahaya dari situasi-situasi
yang mengancam dirinya.8
b. Pengalaman Buruk
Sebagian besar orang mengatakan bahwa mereka takut setelah mengalami
traumatis atau pengalaman yang menyakitkan.1,4,7,9
c. Masalah Kesehatan
Anak yang memiliki masalah kesehatan mempunyai toleransi yang rendah
terhadap perawatan gigi dan mulut Contohnya pada anak yang memiliki penyakit
Universitas Sumatera Utara
8
yang melemahkan, penyandang cacat, atau menderita gangguan perkembangan.
Anak-anak tersebut biasanya berperilaku nonkooperatif, karena keparahan kondisi
inilah tidak dapat diajak bekerja sama dengan cara-cara yang biasa.1,2,7
d. Rasa Sakit
Menghadapi seorang penderita anak-anak yang tidak kooperatif, sering
menyulitkan dokter gigi dalam hal melakukan perawatan. Tidak semua dokter gigi
dapat mengatasi hal ini dengan mudah, sementara penderita memerlukan tindakan
darurat secepatnya. Rasa sakit juga dapat memberi toleransi yang rendah terhadap
perawatan gigi dan mulut. Anak-anak kadang tidak dapat merasakan sakit sedikit
sehingga hal ini menjadi sumber rasa takut ketika perawatan ke dokter gigi maupun
ke tempat unit pelayanan kesehatan gigi.1,7 Tindakan sederhana seperti relief of pain ,
akan menjadi sulit bila penderitanya tidak kooperatif. Pada saat melakukan perawatan
pada penderita anak-anak hal yang paling sulit dilakukan adalah pendekatan dan
manajemen pada penderita, bukan pada prosedur perawatan itu sendiri. Cara yang
paling penting adalah seorang dokter gigi dapat mengurangi atau menghilangkan rasa
tidak nyaman selama perawatan gigi selama perawatan.3
2.2.2 Rasa Takut dari Orangtua atau Keluarga
Peranan orang tua terhadap keberhasilan perawatan gigi anaknya, sangat besar.
Sikap orang tua akan berpengaruh terhadap perilaku anak selama menjalani
perawatan. Pada umumnya seorang ibu dengan tingkat kecemasan yang tinggi, ketika
anaknya dirawat akan menunjukkan sikap yang tidak menguntungkan yang dapat
Universitas Sumatera Utara
9
mempengaruhi keberhasilan perawatan.1,3,7,10,11 Orang tua yang takut terhadap
perawatan gigi akan mempengaruhi anaknya ketika dilakukan perawatan gigi.7,10,12,13
Terlepas dari rasa takut yang dimiliki oleh anaknya, orang tua yang terlalu
merasa takut, sering sekali bertanya tentang perawatan yang akan dilakukan terhadap
anaknya. Hal tersebut menjadikan orang tua sebagai model yang takut terhadap
perawatan gigi bagi anaknya.7,12,14 Rasa takut yang berasal dari orang tua atau
keluarga dapat ditularkan kepada anak dengan cara mengancam anak dengan
menggunakan perawatan gigi untuk menakut-nakuti dan membicarakan perawatan
gigi yang tidak menyenangkan di depan anak.1,7,11,12
Beberapa sikap atau perilaku orang tua seperti memanjakan anak (over
affection), melindungi anak secara berlebihan (over protection), memenuhi keinginan
anak tanpa batas (over indulgence), kekhawatiran yang berlebihan (over anxiety),
sikap yang terlalu keras dan sikap menolak (rejection), dapat mempengaruhi perilaku
anak. Akibatnya anak menjadi penakut, kurang percaya diri, pemalu, nakal,
pembangkang, dan semuanya dapat menimbulkan perilaku negatif anak pada
perawatan gigi.7
Observasi di praktek Pedodonsia, Johnson dan Baldwin menggunakan sampel
anak berusia 3-7 tahun menunjukkan hubungan yang signifikan antara rasa takut
orang tua dengan perilaku anak pada kunjungan pertama di praktek dokter gigi.
Peneliti tersebut menemukan bahwa seorang ibu dengan rasa takut yang tinggi
mempunyai pengaruh negatif pada anak mereka. Hal yang sama juga ditemukan oleh
Wright, Alpern dan Wright et al.12
Universitas Sumatera Utara
10
2.2.3 Dokter Gigi
Rasa takut pada anak dapat disebabkan oleh pengelolaan yang kurang tepat oleh
dokter gigi. Sikap dokter gigi yang kaku atau keras, kurang sabar, kurang
menunjukkan kehangatan dan perhatian dapat menyebabkan anak bersikap
negatif.1,7,14 Dokter gigi harus bersikap lembut ketika merawat pasien anak,
mempunyai wibawa serta dapat menjelaskan perawatan yang akan dilakukan dengan
cara yang tidak membuat anak merasa takut.13 Selain itu, ruangan praktek yang
dianggap asing oleh anak dapat dibuat menjadi lebih aman. Misalnya ruang tunggu
yang dilengkapi beberapa mainan, gambar maupun buku yang berhubungan dengan
anak.9,11
Dokter gigi yang baik benar-benar peduli, mereka menjelaskan prosedur dan
mencoba untuk membantu merasa rileks. Dokter gigi harus menunjukkan cara untuk
berkomunikasi, bersabar, dapat dipercaya, dan memiliki kompetensi.4,9 Jika
diperlukan perawatan gigi, dokter gigi mulai dengan prosedur yang paling mudah.
Hal ini memungkinkan anak untuk membangun kepercayaan untuk kunjungan
berikutnya.9
2.3 Tipe Rasa Takut
Rasa takut adalah respons emosional dan merupakan suatu mekanisme protektif
untuk melindungi seseorang dari ancaman atau bahaya dari luar. Rasa takut tidak
diwariskan tetapi diperoleh setelah lahir. Rasa takut anak diperoleh secara objektif
atau subjektif.1,7,8
Universitas Sumatera Utara
11
2.3.1 Rasa Takut Objektif
Rasa takut objektif merupakan respons dari stimulus yang dirasakan, dilihat,
didengar, dicium dan merupakan hal atau keadaan yang tidak enak atau tidak
menyenangkan. Rasa takut objektif ditimbulkan oleh rangsangan langsung yang
diterima organ perasa dan secara umum bukan bersumber dari orang lain.1,7,8,15 Rasa
takut objektif dapat disebabkan karena perasaan yang tidak menyenangkan terhadap
perawatan gigi. Seorang anak yang pernah dirawat dan mengalami rasa sakit yang
hebat di rumah sakit oleh dokter yang berseragam putih akan menimbulkan rasa takut
yang hebat pada dokter gigi atau perawat gigi yang berseragam sama. Bahkan
karakteristik bau dari obat-obatan atau bahan kimia tertentu dapat dihubungkan
dengan keadaan yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan rasa takut yang tidak
beralasan.8
Seorang anak yang pernah berobat ke dokter gigi, akibat rasa takut yang
dimilikinya akan merasakan rasa sakit yang berlebihan pada setiap perawatan gigi
yang dijalaninya. Seorang anak yang pernah merasa sakit dan takut untuk pergi ke
dokter gigi akan sangat sulit untuk diajak ke dokter gigi kembali. Ketika dia dibujuk
untuk kembali, dokter gigi harus menyadari tingkat emosionalnya dan
mengembalikan secara perlahan kepercayaan anak terhadap dokter gigi dan
perawatan gigi.8
2.3.2 Rasa Takut Subjektif
Rasa takut subjektif merupakan rasa takut yang didapat dari orang lain dan anak
tersebut tidak mengalaminya sendiri.1,7,8,15 Anak kecil sangat mudah dipengaruhi,
Universitas Sumatera Utara
12
sehingga anak kecil yang tidak berpengalaman ketika mendengar pengalaman yang
tidak menyenangkan atau situasi yang menimbulkan rasa sakit yang dialami oleh
orang tua mereka, dengan segera akan menimbulkan rasa takut pada dirinya.12 Hal-
hal yang dapat menimbulkan rasa takut akan disimpan dalam ingatannya, dengan
segala imajinasi yang dimilikinya, dan rasa takut menjadi bertambah hebat.8
Anak memiliki rasa takut yang hebat terhadap suatu hal yang asing. Hal ini akan
menghasilkan rasa takut yang terus menerus sampai anak tersebut dapat
membuktikan bahwa tidak ada ancaman yang dapat mengganggunya. Rasa takutnya
merupakan usaha untuk mengatur situasi yang dia rasa mungkin menyakitkan
baginya. Sampai dia dapat meyakinkan dirinya, rasa takut akan tetap berlangsung
lama.8
Pengaruh orang tua sangat penting terhadap pembentukan perilaku anak dalam
menjalani perawatan gigi. Orang tua harus menginformasikan kepada anak mereka
tentang apa yang sebaiknya dia lakukan selama berada di praktek dokter gigi. Anak
harus terlebih dahulu diberi gambaran tentang dokter yang akan merawatnya serta
situasi yang dapat timbulnya nanti sebelum membuat janji bertemu dengan dokter
gigi, tidak perlu menceritakan rasa sakit yang begitu hebat kepada anak, tetapi
diperlukan pernyataan yang jujur tanpa emosi yang dilebih-lebihkan.7,8
Walaupun orang tua mempunyai pengaruh terhadap pembentukan perilaku anak
mereka, tetapi rasa takut juga dapat diperoleh dari teman bermainnya atau dari buku
yang sering dia baca, film kartun, radio, televisi dan lain-lain. Rasa takut tergantung
pada intensitas stimulus takut yang sering diterima anak tersebut.8
Universitas Sumatera Utara
13
Hal yang sama juga terjadi ketika anak mengamati orang tua mereka. Anak
sering mengidentifikasikan diri mereka dengan orang tuanya. Jika orang tua merasa
sedih maka anak akan merasa sedih pula. Jika orang tua merasa takut, anak akan
melakukan hal yang serupa. Rasa takut anak serta tingkah lakunya yang negatif
sangat erat hubungannya dengan rasa takut yang dimiliki oleh orang tuanya.8,12
2.4 Status Kesehatan Gigi
Status kesehatan gigi dan mulut anak sekolah ditentukan berdasarkan indeks
karies dan OHI-S. Status kesehatan gigi dan mulut pada anak kelompok usia 12 tahun
merupakan indikator utama dalam kriteria pengukuran pengalaman karies yang
dinyatakan dalam indeks DMFT ( Decay Missing Filling Tooth ). Menurut WHO,
anak usia 12 tahun adalah usia penting, karena selain anak akan meninggalkan
bangku SD, juga merupakan usia gigi bercampur karena gigi permanen telah erupsi.
Anak usia 12 tahun adalah sebuah sampel yang reliable, dan mudah diperoleh di
sekolah.16
2.4.1 Karies Gigi
Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan
jaringan dimulai dari permukaan gigi ( pit, fisur, dan daerah interproksimal) meluas
ke arah pulpa. Karies gigi yang disebut juga lubang gigi merupakan suatu penyakit
dimana bakteri merusak struktur jaringan gigi ( enamel, dentin, dan sementum )
sehingga menyebabkan lubang pada gigi.17
Indeks ini menggunakan skor, pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D
(gigi yang karies), M (gigi yang hilang), F (gigi yang ditumpat) dan kemudian
Universitas Sumatera Utara
14
dijumlahkan sesuai kode.18 Karies gigi merupakan penyakit kronis yang dapat
dicegah dan dirawat. Ada beberapa usaha pencegahan yang dapat dilakukan dalam
menjaga kesehatan rongga mulut, yaitu menjaga kebersihan mulut, pengaturan
makanan, serta terapi fluorida.18
1. Menjaga Kebersihan Mulut
Data SKRT 2001 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk indonesia
(61,5 %) menyikat gigi kurang sesuai dengan anjuran gigi, yakni setelah makan dan
sebelum tidur, bahkan 16,6 % tidak menyikat giginya, padahal plak hanya dapat
dihilangkan dengan menyikat gigi.19 Peningkatan oral higiene dapat dilakukan
dengan cara menyikat gigi secara rutin, berkumur-kumur dengan menggunakan obat
kumur yang dianjurkan 2x sehari dan dikombinasikan dengan pemeriksaan gigi
secara teratur. Hal ini dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang
berpotensi menjadi karies.17
2. Pengaturan Makanan
Untuk kesehatan gigi, pengaturan konsumsi gula perlu diperhatikan. Gula yang
tersisa pada mulut dapat memproduksi asam. Contoh jajanan yang banyak
mengandung gula adalah coklat dan permen, jajanan tersebut berpotensi tinggi karies.
Untuk itu anak dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi makanan tersebut dalam
jumlah yang terlalu banyak. 17
3. Terapi Fluorida
Terapi fluorida dapat menjadi pilihan untuk mencegah karies. Cara ini telah
terbukti menurunkan kasus karies gigi. Fluorida dapat membuat enamel resisten
terhadap karies. Fluorida sering ditambah pada pasta gigi dan cairan pembersih
Universitas Sumatera Utara
15
mulut.20 Pemberian fluor dapat mengurangi terjadinya karies karena dapat
meningkatkan remineralisasi, namun pada saat pemberian dalam air minum dan
makanan harus diperhitungkan karena pemasukan fluor yang berlebihan dapat
menyebabkan fluorosis.17
2.4.2 Oral Hygiene
Indeks Oral Higiene (OHI) mengukur debris dan kalkulus yang menutupi
permukaan gigi, dan terdiri atas dua komponen : indeks debris dan indeks kalkulus
yang masing-masingnya mempunyai rentangan skor 0-3. Jika yang diukur hanya
keenam gigi indeks, indeksnya dinamakan Indeks Oral Higiene Simplified (OHI-S),
dilakukan melalui pemeriksaan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada
gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46
permukaan lingualnya. Apabila gigi 11 tidak ada diganti dengan gigi 21 dan
sebaliknya.17
Indeks Debris 21
Skor Kriteria
0 Tidak ada debris atau stain
1 Debris lunak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau
adanya stain ekstrinsik tanpa debris pada daerah tersebut
2 Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetap kurang dari 2/3
permukaan gigi
3 Debris lunak menutupi lebuh dari 2/3 permukaan gigi
Universitas Sumatera Utara
16
Gigi yang diperiksa adalah gigi yang telah erupsi sempurna dan jumlah gigi
yang diperiksa ada enam buah gigi tertentu dan permukaan yang diperiksa tertentu
pula. Skor debris diperoleh dari jumlah skor permukaan gigi dibagi dengan jumlah
gigi yang diperiksa.
Bukal Labial Bukal
6 1 6
6 1 6
Lingual Labial Lingual
Kalkulus adalah pengendapan dari garam-garam anorganis yang terutama
terdiri atas kalsium karbonat dan kalsium fosfat tercampur dengan sisa-sisa makanan,
bakteri-bakteri dan sel-sel epitel yang telah mati. Berdasarkan lokasi perlekatannya
dikaitkan dengan tepi gingival, kalkulus dapat dibedakan atas dua macam yaitu :21
1. Kalkulus supra gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah oklusal
dari tepi free gingiva. Biasanya berwarna putih sampai kecoklat-coklatan.
Konsistensinya keras seperti batu apung, dan mudah dilepas dari perlekatannya ke
permukaan gigi.
2. Kalkulus sub gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah lingual dari
tepi gingiva bebas dan biasanya berwarna coklat muda sampai hitam bercampur
dengan darah. Konsistensinya keras seperti batu api dan melekat sangat erat ke
permukaan gigi.
Universitas Sumatera Utara