74
PEMAHAMAN PENDIDIKAN AGAMA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PELAKSANAAN IBADAH SISWA MTS AL-FALAH JAKARTA SELATAN Oleh : M A K F I A H NIM : 101011020585 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2006 M / 1427 H

Rc07-Pemahaman Pendidikan Agama Dan Pengaruhnya

Embed Size (px)

DESCRIPTION

n m n nm n

Citation preview

  • PEMAHAMAN PENDIDIKAN AGAMA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PELAKSANAAN IBADAH SISWA

    MTS AL-FALAH JAKARTA SELATAN

    Oleh :

    M A K F I A H NIM : 101011020585

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2006 M / 1427 H

    id4352906 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

  • i

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur yang sangat dalam kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan

    karunia-Nya kepada seluruh isi alam. Dia yang telah menciptakan manusia sebagai

    makhluk yang terbaik (ahsan taqwim). Dia pula yang mengajarkan manusia dengan

    kalam-Nya untuk menggali keagungan dan kebesaran-Nya.

    Rangkaian shalawat dan salam semoga tercurah kepada baginda Nabi

    Muhammad SAW pembawa risalah pamungkas yang menjadi panutan bagi seluruh

    manusia. Dengan membawa wahyu al-Quran sebagai teks suci yang mampu

    menerangi dan menembus sampai segala penjuru zaman.

    Selama penulisan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang

    dihadapi dan dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan

    bahan-bahan (data), maupun pembiayaan dan sebagainya. Namun, berkat

    kesungguhan hati dan kerja keras yang disertai dorongan dan bantuan dari berbagai

    pihak, maka segala kesulitan dan hambatan itu Alhamdulillah dapat diatasi dengan

    sebaik-baiknya, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

    Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga

    dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah

    memberikan bantuan atas penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya, ucapan terima kasih

    penulis sampaikan pula kepada :

    id4371718 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

  • ii

    1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri

    (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

    2. Bapak Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

    3. Ibu Dosen Penasehat Akademik penulis pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

    4. Segenap Dosen yang telah membimbing dan mengajar penulis dalam menempuh

    pendidikan selama kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis.

    5. Pimpinan perpustakaan utama dan perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

    Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta serta perpustakaan

    Iman Jama yang telah menyediakan dan melayani dengan penuh keikhlasan

    dalam peminjaman literatur yang dibutuhkan.

    6. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang

    dengan kesabarannya telah memberi petunjuk, bimbingan, dan pengarahannya

    sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

    7. Bapak H. Fudhail Salim selaku kepala sekolah Madrasah Tsanawiyah Al-Falah

    8. Ayahanda H. Thabrani (Alm) dan Ibunda Hj. Maisaroh yang dengan ketabahan

    dan kesabarannya serta ketawaduannya membimbing dan membesarkan ananda

    dengan penuh kasih sayang. Kakak-kakak dan adik-adikku yang selalu

    memberikan motivasi dan semangat serta dukungan kepada penulis dalam

  • iii

    penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT menjadikan mereka orang-orang

    yang selalu dimuliakan.

    9. Seluruh teman-teman dan sahabat serta kepada seluruh mahasiswa PAI angkatan

    2001, khususnya kelas B yang telah membantu penulis dalam proses studi di

    Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta hingga penulis dapat

    menyelesaikan studi ini.

    Akhirnya tak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih juga kepada semua

    pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun secara tidak langsung

    terhadap proses penyelesaian skripsi ini. Semoga mereka mendapat balasan yang

    berlipat ganda dari Allah SWT.

    Jakarta, Nopember 2006

    Penulis

  • iv

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR i

    DAFTAR ISI .. iv

    DAFTAR TABEL . vii

    BAB I : PENDAHULUAN 1

    A. Latar Belakang Masalah .. 1

    B. Permasalahan .. 5

    1. Identifikasi Masalah . 5

    2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

    C. Metode Penelitian 6

    D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian . 7

    E. Sistematika Penyusunan .. 8

    BAB II : KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 9

    A. Kajian Pustaka . 9

    1. Pemahaman Pendidikan Agama ... 9

    a. Pengertian Pemahaman .. 9

    b. Pengertian Pendidikan Agama ... 11

    2. Ibadah .. 18

    a. Pengertian Ibadah .. 18

    b. Hakikat Ibadah .. 24

    c. Perintah Melaksanakan Ibadah .. 25

    id4397359 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

  • v

    d. Motivasi Ibadah . 28

    e. Hikmah Melaksanakan Ibadah .. 30

    B. Kerangka Berpikir .. 32

    BAB III : METODOLOGI PENELITIAN 35

    A. Variabel Penelitian . 35

    1. Pengertian Variabel . 35

    2. Variabel Bebas 36

    3. Variabel Terikat ... 36

    B. Definisi Operasional Variabel Penelitian . 37

    1. Pemahaman Pendidikan Agama . 37

    2. Pelaksanaan Ibadah 37

    C. Metode Penelitian ... 37

    D. Populasi dan Sampel .. 39

    E. Teknik Pengumpulan Data . 40

    F. Teknik Analisis Data . 43

    G. Pengajuan Hipotesis .. 46

    BAB IV : HASIL PENELITIAN 47

    A. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah Al-Falah ... 47

    B. Deskripsi Data 54

    C. Analisis Data .. 58

    D. Interpretasi Data . 61

  • vi

    BAB V : PENUTUP 63

    A. Kesimpulan . 63

    B. Saran-saran . 64

    DAFTAR PUSTAKA 66

    LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pembinaan manusia

    yang berkualitas, cerdas, dan bertanggung jawab atas diri dan masyarakat, bangsa dan

    negaranya, terutama tanggung jawab spiritual agar anak didik dapat menjalankan

    ajaran agamanya dengan baik. Tanggung jawab yang besar tersebut merupakan

    tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.

    Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan dasar pendidikan

    meliputi keyakinan beragama, nilai moral, aturan pergaulan , dan sikap hidup yang

    mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Lingkungan

    keluarga dijadikan sebagai teladan dalam beribadah karena sejak awal anak

    dilahirkan, setiap waktu diperlihatkan cara-cara beribadah sebagai modal kehidupan

    akhirat.

    Dalam keluarga, orang tua mempunyai tanggung jawab yang sangat besar

    dalam pembentukan pribadi anak, baik dari aspek sikap maupun spiritual. Orang tua

    harus memperkenalkan dan memperlihatkan kewajiban-kewajiban yang harus

    dilaksanakan oleh anak sejak dini, sehingga pada waktunya nanti, ketika anak

    tersebut sudah terkena kewajiban untuk melaksanakan sesuatu - dalam hal ini ibadah

    - ia sudah terbiasa melakukannya tanpa ada rasa beban dan tanpa harus ada paksaan.

    id4410343 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

  • 2

    Orang tua mempunyai kewajiban untuk membimbing anak-anaknya dalam hal

    agama. Sudah selayaknya orang tua mencontohkan bahkan mengajak anaknya untuk

    melaksanakan ibadah. Setiap masuk waktu shalat, orang tua semestinya mengajak

    anaknya untuk shalat berjama'ah dan berdzikir setelah shalat, sehingga jika dilakukan

    terus-menerus anak akan benar-benar terbiasa melakukannya sampai ia dewasa

    bahkan sampai ia meninggal. Begitu juga dengan puasa, orang tua harus mendidik

    anaknya untuk melakukan puasa sejak dini, walaupun anak belum kuat untuk

    melakukan puasa sampai waktu magrib, hendaknya anak dibiasakan untuk

    meneladani orangtuanya melakukan puasa sampai waktu yang ia sanggupi, sampai

    zuhur misalnya.

    Pendidikan agama dalam keluarga ini merupakan pendidikan luar sekolah,

    sejak anak baru dilahirkan sampai ia sudah cukup usia untuk memperoleh pendidikan

    pada jalur formal (sekolah). Jalur pendidikan agama di sekolah dilaksanakan melalui

    kegiatan pembelajaran secara berjenjang dan berkesinambungan. Dengan demikian,

    sekolah meneruskan pembinaan yang telah diletakkan dasar-dasarnya melalui

    pendidikan keluarga sehingga sekolah sebagai lembaga pendidikan formal

    mempunyai peranan dan tanggung jawab yang tidak sederhana dalam pelaksanaan

    tugasnya.

    Pendidikan agama sebagai mata pelajaran di sekolah mempunyai peranan

    penting dalam menanamkan rasa takwa kepada sang Khaliq yang pada akhirnya dapat

    menimbulkan rasa keagamaan yang kuat dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang

    baik sesuai dengan ajaran agama yang diyakini tentunya juga dengan melaksanakan

  • 3

    ibadah secara sempurna sebagai bekal akhirat. Pendidikan agama di sekolah

    hendaknya tidak hanya diberikan berupa materi-materi saja, tetapi juga harus

    mengadakan praktek jika ada hubungan dengan perbuatan atau ibadah, seperti shalat,

    mengaji, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perbuatan dalam pendidikan

    agama.

    Dengan pemberian pendidikan agama di sekolah diharapkan anak didik

    memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan keyakinan akan agama yang dianutnya

    sehingga menimbulkan kesadaran beragama dengan selalu melaksanakan ibadah

    sebagaimana yang telah diperintahkan.

    Walaupun anak sudah masuk dalam pendidikan formal, lingkungan keluarga

    tidak dapat lepas tangan begitu saja. Keluarga, khususnya orang tua tetap harus

    mengontrol anak ketika ia berada di luar sekolah dengan selalu mengingatkan untuk

    melaksanakan ajaran agama dan selalu mengajak anggota keluarga untuk

    melaksanakan ibadah bersama-sama.

    Pendidikan agama tidak hanya didapat dari lingkungan keluarga dan sekolah,

    lingkungan masyarakat pun mempunyai peran untuk mendidik seseorang untuk

    menambah pengetahuan mengenai ajaran agama. Di lingkungan masyarakat biasanya

    sering diadakan pengajian-pengajian untuk menambah wawasan seseorang mengenai

    agama dengan segala aspeknya. Lingkungan masyarakat yang baik dan selalu

    menjunjung tinggi nilai-nilai agama akan membuat seseorang bisa menjadi manusia

    yang sadar akan kodratnya sebagai makhluk Allah.

  • 4

    Baik lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, ketiganya saling

    mendukung satu sama lain dan hendaknya menjadi satu kesatuan yang bisa

    menjadikan manusia sebagai insan kamil dengan selalu menjalankan ajaran agama

    dengan sebaik-baiknya yang dapat membawa manusia memperoleh keberuntungan

    baik di dunia dan di akhirat.

    Pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, tidak hanya membekali

    seseorang dengan pengetahuan agama atau pengembangan intelektualnya saja, tetapi

    juga mengisi dan menyuburkan perasaan keberagamaan yang kuat sehingga bisa

    menjalani kehidupan dengan berpedoman kepada ajaran agama. Namun demikian,

    kenyataan yang ada belum memuaskan. Ternyata banyak sekali para siswa dan siswi

    yang notabene selalu memperoleh pendidikan agama secara baik, baik di lingkungan

    keluarga maupun lingkungan sekolah, dan berada dalam lingkungan yang bisa

    dibilang masih memegang nilai-nilai ajaran agama, meninggalkan kewajibannya

    sebagai seorang hamba dengan mengabaikan pelaksanaan ibadah.

    Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti peserta didik

    Madrasah Tsanawiyah Al-Falah Jakarta Selatan. Karena itu, penulis akan membahas

    penelitian dengan judul : PEMAHAMAN PENDIDIKAN AGAMA DAN

    PENGARUHNYA TERHADAP PELAKSANAAN IBADAH DI MTS AL-

    FALAH JAKARTA SELATAN.

  • 5

    B. Permasalahan

    1. Identifikasi Masalah

    Pelaksanaan ibadah dipengaruhi oleh banyak hal, yang dapat diidentifikasi

    sebagai berikut, antara lain :

    a. Bimbingan dari orang tua.

    b. Pemahaman yang mendalam mengenai pendidikan agama.

    c. Lingkungan yang kondusif.

    d. Pelatihan atau pembiasaan yang dilakukan sejak kecil.

    e. Keimanan yang kokoh.

    2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

    Dari identifikasi masalah di atas, masalah yang ada hanya akan dibatasi

    sebagai berikut :

    a. Pemahaman di sini adalah kemampuan yang dimiliki anak didik mengenai

    pendidikan agama yang telah diperolehnya di dalam keluarga maupun

    sekolah, yang dijaring melalui tes yang dilakukan sendiri oleh penulis.

    b. Ibadah di sini hanya dibatasi pada ibadah shalat dan puasa.

  • 6

    c. Siswa MTs Al-Falah dibatasi pada siswa kelas III MTs Al-Falah Jakarta

    Selatan tahun pelajaran 2006/2007.

    Dengan demikian, dari identifikasi dan pembatasan masalah di atas,

    perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada perbedaan tingkat

    pelaksanaan ibadah antara siswa yang lebih memahami agama dengan siswa

    yang kurang memahami agama.

    C. Metode Penelitian

    Dalam penelitian ini, penulis menggunakan riset lapangan dan metode

    deskriptif komparatif dalam bentuk eksperimen untuk mencari perbedaan. Data-data

    yang diperoleh dikumpulkan melalui observasi, yaitu mengamati secara langsung

    tempat penelitian, tes yang dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa,

    penyebaran angket yang dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan ibadah siswa, dan

    wawancara yang berfungsi sebagai penguat dari data-data yang dikumpulkan.

  • 7

    D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah "untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan

    tingkat pelaksanaan ibadah antara siswa MTs Al-Falah yang lebih memahami agama

    dengan siswa MTs Al-Falah yang kurang memahami agama.

    Penelitian yang dilakukan mengenai pemahaman pendidikan agama dan

    pengaruhnya terhadap pelaksanaan ibadah diharapkan dapat dipergunakan sebagai

    bahan masukan yang obyektif, yaitu :

    a. Bagi Penulis

    Menjadi bahan masukan untuk dapat memperbaiki kelemahan dan

    kekurangan yang ada pada diri sendiri, serta mampu meningkatkan kualitas

    ibadah dengan bertambahnya pengetahuan yang diperoleh.

    b. Bagi Guru Agama dan Siswa

    Sebagai suatu usaha untuk lebih meningkatkan pemahaman siswa

    mengenai pendidikan agama, sehingga dapat memperbaiki kualitas ibadah dalam

    diri siswa umumnya dan guru agama itu sendiri pada khususnya.

  • 8

    D. Sistematika Penyusunan

    Dalam penyusunan skripsi ini, penulis membagi lima bab dengan beberapa

    sub babnya, dengan keterangan singkat seperti di bawah ini :

    Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,

    permasalahan yang didalamnya terdapat identifikasi masalah dan pembatasan serta

    perumusan masalah, metode penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, dan

    sistematika penyusunan.

    Bab II adalah kajian pustaka dan kerangka berpikir yang berisi mengenai

    pengertian pemahaman, pengertian pendidikan agama, pengertian ibadah, hakikat

    ibadah, perintah melaksanakan ibadah, motivasi ibadah, hikmah melaksanakan

    ibadah, dan kerangka berpikir.

    Bab III merupakan metodologi penelitian yang berisi tentang variabel

    penelitian yang didalamnya terdapat pengertian variabel, variabel bebas dan terikat,

    definisi operasional variabel penelitian, metode penelitian, populasi dan sampel,

    teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan pengajuan hipotesis.

    Bab IV adalah hasil penelitian yang didalamnya terdapat gambaran umum

    mengenai Madrasah Tsanawiyah Al-Falah, deskripsi data, analisis data, dan

    interpretasi data.

    Bab V merupakan kesimpulan secara umum mengenai permasalahan yang

    dibahas pada bab-bab sebelumnya dan pada bab ini penulis berusaha memberikan

    saran-saran yang diperoleh dari hasil penelitian.

  • 9

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKADAN KERANGKA BERPIKIR

    A. Kajian Pustaka

    1. Pemahaman Pendidikan Agama

    a. Pengertian Pemahaman

    Pemahaman merupakan proses berpikir dan belajar. Dikatakan

    demikian karena untuk menuju ke arah pemahaman perlu diikuti dengan

    belajar dan berpikir. Pemahaman merupakan proses, perbuatan dan cara

    memahami.1

    Pemahaman adalah tingkatan kemampuan yang mengharapkan seseorang mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini ia tidak hanya hapal secara verbalitas, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan, maka operasionalnya dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi contoh, memperkirakan, menentukan, dan mengambil keputusan.2

    1W.J.S. Porwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1991), h. 636

    2Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997), cet. ke-8, h. 44

    id4424828 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

  • 10

    Di dalam ranah kognitif menunjukkan tingkatan-tingkatan kemampuan

    yang dicapai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Dapat dikatakan

    bahwa pemahaman tingkatannya lebih tinggi dari sekedar pengetahuan.

    Definisi pemahaman menurut Anas Sudijono adalah "kemampuan

    seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu

    diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui

    mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.

    Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih

    tinggi dari ingatan dan hafalan".3

    Menurut Saifuddin Azwar, dengan memahami berarti sanggup

    menjelaskan, mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, meramalkan, dan

    membedakan.4 Sedangkan menurut W. S. Winkel, yang dimaksud dengan

    pemahaman adalah :

    Mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain, seperti rumus matematika ke dalam bentuk kata-kata, membuat perkiraan tentang kecenderungan yang nampak dalam data tertentu, seperti dalam grafik.5

    Dari berbagai pendapat di atas, indikator pemahaman pada dasarnya

    sama, yaitu dengan memahami sesuatu berarti seseorang dapat

    3Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), cet. ke-4, h. 50

    4Saifuddin Azwar, Tes Prestasi, (Yogyakarta : Liberty, 1987), h. 62

    5W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta : PT. Gramedia, 1996), cet. ke-4, h. 246

  • 11

    mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan, menafsirkan,

    memperkirakan, menentukan, memperluas, menyimpulkan, menganalisis,

    memberi contoh, menuliskan kembali, mengklasifikasikan, dan

    mengikhtisarkan. Indikator tersebut menunjukkan bahwa pemahaman

    mengandung makna lebih luas atau lebih dalam dari pengetahuan.

    Dengan pengetahuan, seseorang belum tentu memahami sesuatu yang

    dimaksud secara mendalam, hanya sekedar mengetahui tanpa bisa menangkap

    makna dan arti dari sesuatu yang dipelajari. Sedangkan dengan pemahaman,

    seseorang tidak hanya bisa menghapal sesuatu yang dipelajari, tetapi juga

    mempunyai kemampuan untuk menangkap makna dari sesuatu yang dipelajari

    juga mampu memahami konsep dari pelajaran tersebut.

    b. Pengertian Pendidikan Agama

    Untuk memudahkan pemahaman tentang pengertian pendidikan

    agama, maka terlebih dahulu perlu dijelaskan pengertian pendidikan dan

    pengertian agama secara umum.

    Pendidikan dalam bahasa Arabnya adalah tarbiyah dengan kata kerja

    rabba. Kata kerja rabba yang artinya mendidik sudah digunakan pada zaman

    Nabi. Dalam bentuk kata benda, kata rabba ini juga digunakan untuk Tuhan,

    karena Tuhan juga bersifat mendidik, mengasuh, memelihara, malah

  • 12

    mencipta. Kata lain yang mengandung arti pendidikan adalah addaba,6 dan

    allama.

    Pendidikan berasal dari kata "didik", mendapat awalan "me" sehingga

    menjadi "mendidik", artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam

    memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan

    pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan dapat

    diartikan sebagai sebuah proses dengan menggunakan metode-metode tertentu

    sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah

    laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan

    representatif, pendidikan adalah "the total process of developing human

    abilities and behaviors, drawing on almost all life's experiences",7 yang

    berarti seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-

    perilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman

    kehidupan. Pendidikan diartikan sebagai tahapan kegiatan yang bersifat

    kelembagaan yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan

    individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya.

    Prof. Mahmud Yunus dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok

    Pendidikan dan Pengajaran, mengemukakan berbagai pengertian dari para

    ahli didik dan ahli filsafat mengenai pengertian pendidikan, yaitu :

    6Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), cet. ke-2, h. 25

    7M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), cet. ke-1, h. 5

  • 13

    1) Menurut Plato, seorang filosof Yunani, pendidikan adalah mengasuh jasmani dan rohani supaya sampai kepada keindahan dan kesempurnaan yang mungkin dicapai.

    2) Jules Simin, filosof Perancis, mengemukakan pengertian pendidikan adalah jalan untuk merubah akal menjadi akal yang lain dan mengubah hati menjadi hati yang lain.

    3) John Milton, seorang ahli didik dan ahli syair bangsa Inggris, menjelaskan pendidikan yang sempurna adalah mendidik anak-anak supaya dapat melaksanakan segala pekerjaan, baik pekerjaan khusus atau pekerjaan umum dengan ketelitian, kejujuran, dan kemahiran, baik waktu aman atau waktu perang.

    4) Menurut Pestalozzi, seorang ahli didik Swiszerland, pendidikan adalah menumbuhkan segala tenaga anak-anak dengan pertumbuhan yang sempurna dan seimbang.

    5) Pengertian pendidikan menurut Herbert Spencer, filosof pendidikan bangsa Inggris, adalah menyiapkan manusia supaya hidup dengan kehidupan yang sempurna.

    6) James Mill, filosof Inggris, menurutnya, pendidikan adalah menyiapkan seseorang supaya dapat membahagiakan dirinya khususnya, dan orang lain umumnya.

    7) dan menurut Sully, seorang filosof Inggris yang juga ahli didik dan ahli jiwa, pendidikan adalah menyucikan tenaga tabiat anak-anak supaya dapat hidup berbudi luhur, berbadan sehat, serta berbahagia. 8

    Prof. Drs. H.M. Arifin, M.Ed. mengungkapkan pengertian pendidikan

    adalah "usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan

    mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam

    bentuk pendidikan formal maupun nonformal".9 "Pendidikan adalah suatu

    proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan

    8H. Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 1990), cet. ke-3, h. 5

    9H.M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga, (Jakarta : Bulan Bintang, 1984), h. 14

  • 14

    pola-pola tingkah laku tertentu pada anak-anak atau orang yang sedang

    dididik".10

    Pendidikan menurut M. Athiyah al-Abrasyi adalah "mempersiapkan

    manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah

    airnya, tegap jasmaninya, sempurna budi pekerti (akhlaknya), teratur

    pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, bertolong-tolongan

    dengan orang lain, manis tutur katanya baik dengan lisan maupun tulisan".11

    Menurut Chatib Thoha, untuk memahami pendidikan dengan benar,

    pendidikan dapat dibedakan dari dua pengertian yang bersifat teoritik filosofis

    dan pengertian pendidikan dalam arti praktis.

    Pengertian pendidikan dalam arti filosofis adalah "pemikiran manusia

    terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun

    teori-teori baru dengan mendasarkan kepada pemikiran normatif, spekulatif,

    rasional empirik, rasional filosofis, maupun historik filosofis".12

    Pendidikan dalam arti filosofis mengarah kepada pengembangan

    terhadap masalah-masalah pendidikan yang ada, bagaimana menyusun strategi

    dan metode yang layak dan sesuai dengan apa yang akan diajarkan, menyusun

    10Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan,: Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1989), cet. ke-2, h. 32

    11 H. Mahmud Yunus, op. cit., h. 13

    12H.M. Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offes, 1996), cet. ke-1, h. 89

  • 15

    teori-teori baru supaya proses pendidikan yang dijalankan dapat mencapai hasil

    yang diinginkan.

    Pengertian pendidikan dalam arti praktik adalah "suatu proses

    pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan potensi yang dimiliki subyek

    didik untuk mencapai perkembangan secara optimal, serta membudayakan

    manusia melalui proses transformasi nilai-nilai yang utama".13

    Pendidikan dalam arti praktik merupakan suatu proses pembelajaran

    yang berlangsung baik secara formal maupun nonformal dengan memberikan

    pengetahuan dan bimbingan secara langsung kepada seseorang sehingga orang

    tersebut dapat memperoleh pengetahuan dan dapat mengembangkan potensi

    yang dimilikinya secara optimal.

    Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan

    adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk melatih, membimbing,

    dan mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri seseorang melalui

    suatu proses dengan menggunakan metode-metode tertentu, baik secara formal

    maupun nonformal, sehingga orang tersebut memperoleh pengetahuan dan

    pemahaman, membentuk pola tingkah laku tertentu untuk menciptakan

    kepribadian yang mandiri supaya sampai kepada kesempurnaan yang mungkin

    dicapai.

    13Ibid., h. 99

  • 16

    Setelah dikemukakan berbagai pengertian mengenai pendidikan dari

    berbagai sumber pendapat para ahli, akan dijelaskan pengertian mengenai

    agama.

    Mahmud Syaltut menyatakan :

    Agama adalah ketetapan-ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Syaikh Muhammad Abdul Badran berupaya menjelaskan arti agama dengan menunjuk kepada al-Qur'an, bahwa agama adalah hubungan antara makhluk dengan Khaliknya. Hubungan ini diwujudkan dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.14

    Menurut Harun Nasution, "agama adalah ajaran-ajaran yang

    diwahyukan Tuhan melalui Rasul".15 Sedangkan Prof. Leuba mendefinisikan

    agama adalah "peraturan Ilahi yang mendorong manusia berakal untuk

    mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, oleh karena agama diturunkan

    Tuhan kepada manusia adalah untuk kebahagiaan baik di dunia maupun di

    akhirat".16

    Dengan melihat pengertian pendidikan dan agama, maka pendidikan

    agama adalah usaha sadar untuk membentuk kepribadian anak didik sesuai

    dengan ajaran-ajaran Islam secara sistematis melalui bimbingan, pengajaran,

    atau latihan dalam bentuk formal maupun nonformal.

    14M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1994), cet. ke-9, h. 209-210

    15Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta : UI Press, 1984), cet. ke-2, h. 10

    16H. M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta : PT. Golden Teravon Press, 1998), cet. ke-1, h. 6

  • 17

    "Pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang falsafah, dasar dan

    tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktik pendidikan

    didasarkan kepada nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam al-Qur'an dan

    Hadis Nabi".17

    Dalam GBPP pengertian pendidikan agama Islam adalah "usaha sadar

    untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan

    mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau

    latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam

    hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk

    mewujudkan persatuan nasional".18

    Zuhairini mendefinisikan pengertian pendidikan agama adalah "usaha-

    usaha secara sistematis dan pragmatis dalam anak didik agar supaya mereka

    hidup sesuai dengan ajaran Islam".19

    Berdasarkan pengertian pemahaman dan pendidikan agama seperti

    diuraikan di atas, maka bila dirangkaikan pemahaman pendidikan agama

    merupakan kemampuan seseorang untuk mempertahankan sesuatu yang

    dianggap benar, membedakan mana yang termasuk perbuatan baik dan buruk,

    memberikan contoh yang baik kepada sesama, dapat menerangkan sesuatu hal

    17H. M. Thoha, op. cit., h. 99

    18Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas, (Jakarta : DEPAG, 1997), h. 1

    19H. Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya : Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1978), cet. ke-1, h. 27

  • 18

    yang dapat dipahami dan lain sebagainya. Apabila seseorang telah memahami

    ajaran agama tersebut, meyakini dan mengamalkan semua perintah dan larangan

    dari ajaran agama tersebut, maka keyakinannya yang telah menjadi bagian

    integral dari kepribadiannya itulah yang akan mengawasi segala perbuatannya

    baik lahir maupun batin.

    2. Ibadah

    a. Pengertian Ibadah

    Ibadah mengandung banyak pengertian berdasarkan sudut pandang para

    ahli dan maksud yang dikehendaki oleh masing-masing ahli. Dalam hal ini

    penulis melihat pengertian ibadah yang dikemukakan oleh berbagai ahli.

    Secara etimologi "kata ibadah diambil dari bahasa Arab - yang berarti beribadah atau menyembah".20

    Yusuf al-Qardhawi juga menjelaskan bahwa :

    Kata "ibadah" diambil dari bahasa Arab yang secara etimologi berasal dari akar kata - yang berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina. Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan. Seseorang yang tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina di hadapan yang disembah, disebut abid (yang beribadah). Budak disebut

    20Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Indonesia Arab, (Yogyakarta : Multi Karya Grafika, t.th ), cet. 5, h. 1268

  • 19

    abd, karena dia harus tunduk dan patuh serta merendahkan diri terhadap majikannya.21

    Menurut Abu al-A'la al-Maududi, kata secara kebahasaan pada mulanya mempunyai pengertian ketundukan seseorang kepada orang lain dan

    orang tersebut menguasainya. Oleh karena itu, ketika disebut kata dan

    , yang cepat tertangkap dalam pikiran orang adalah ketundukan dia, kehinaan budak di hadapan majikan dan mengikuti segala macam perintahnya.22

    Ahli lughat (ahli bahasa) mengartikan kata ibadah dengan taat,23 arti ini

    dipergunakan dalam firman Allah yang berbunyi :

    "Apakah Aku tiada pesankan kepadamu, wahai anak Adam, yaitu jangan kamu mentaati syaitan; bahwasanya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu". (Q.S. Yasin / 36 : 60)

    Selain itu juga, kata ibadah ini diartikan berdoa,24 seperti firman Allah :

    21Yusuf al-Qardhawi, Ibadah dalam Islam, Terj. Umar Fanani, (Surabaya : PT.Biru Ilmu, 1988), h. 37

    22Ibid.

    23 Hasbi ash-Shiddiqy, Kuliah Ibadah : Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah, (Jakarta

    : Bulan Bintang, 1994), cet. ke-8, h. 1-2

    24Ibid., h. 2

  • 20

    40 "Bahwasanya segala mereka yang membesarkan diri dan berdoa kepada-Ku (menyeru-Ku untuk memohon hajatnya)". (Q.S. al-Mu'minun / 40 : 60)

    Adapun pengertian ibadah secara terminologi adalah

    "Ibadah itu nama yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah dan mengharapkan pahala-Nya".25

    Pengertian umum ibadah tersebut termasuk segala bentuk hukum, baik

    yang dapat dipahami maknanya (ma'qulat al-ma'na) seperti hukum yang

    menyangkut dengan muamalat pada umumnya, maupun yang tidak dipahami

    maknanya (ghairu ma'qulat al-ma'na), seperti thaharah (bersuci) dan shalat,

    baik yang berhubungan dengan anggota badan seperti rukuk dan sujud maupun

    yang berhubungan dengan lidah seperti zikir dan yang berhubungan dengan hati

    seperti niat.

    Selanjutnya Yusuf Qardhawi mengemukakan pengertian ibadah di

    kalangan orang Arab sebagai berikut :

    25Yusuf al-Qardhawi, op. cit., h. 38

  • 21

    "Ibadah adalah puncak ketundukan yang tertinggi yang timbul dari kesadaran hati sanubari dalam rangka mengagungkan yang disembah".26

    Kata ibadah diartikan berbeda menurut pandangan para ahli dalam

    bidangnya masing-masing :

    1) Pengertian ibadah menurut ulama Tauhid

    Ulama Tauhid mengartikan ibadah dengan :

    "Meng-Esakan Allah, menta'zhimkan (mengagungkan)-Nya dengan sepenuh hati ta'zhim serta menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kita kepada-Nya (menyembah Allah sendiri-Nya)".

    Dalam pengertian ini, termasuk penyembahan hanya kepada Allah

    dengan mengagungkan-Nya dan tidak menyekutukannya dengan yang lain,

    serta termasuk pula bentuk pengabdian seorang hamba dengan selalu tunduk

    dan patuh dengan aturan-Nya.

    2) Pengertian menurut ulama Tasawwuf

    Adapun ulama tasawwuf mengartikan ibadah dengan :

    "Seorang mukallaf mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan keinginan nafsunya untuk membesarkan Tuhannya".27

    26Ibid.

  • 22

    Dalam pengertian ini seorang hamba wajib untuk mendahulukan hal-hal

    yang sesuai dengan ketentuan dan hukum Allah. Sesuatu yang menurut

    seseorang baik tapi tidak di mata Allah, harus ditinggalkan dan sebaliknya

    sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan seseorang tapi tidak bertentangan

    dengan ketentuan dan hukum Allah, harus dikerjakan. Hal ini dilakukan untuk

    membesarkan Allah.

    3) Pengertian menurut Fuqaha :

    Dalam pengertian Fuqaha, ibadah itu adalah :

    "Segala taat yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat".28

    Dalam pengertian ini segala perbuatan yang dilakukan manusia adalah

    perbuatan baik, karena tujuan yang akan dicapai dari perbuatan tersebut adalah

    keridhaan dan pahala dari Allah. Jika perbuatan yang dilakukan itu tidak baik,

    maka tidak akan mungkin memperoleh ridha dan pahala dari Allah.

    4) Pengertian ibadah menurut ulama Akhlak

    Ulama Akhlak mengartikan ibadah dengan :

    27A. Rahman Ritongga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1997), cet. ke-1, h. 2

    28Ibid., h. 3

  • 23

    "Mengerjakan segala taat badaniah dan menyelenggarakan segala syari'at (hukum)".29

    Dalam pengertian ini, masuk akhlak (budi pekerti) dan masuk pula

    segala tugas hidup (kewajiban-kewajiban yang diwajibkan atas seorang

    pribadi), baik mengenai diri sendiri maupun mengenai keluarga dan masyarakat

    bersama.

    Dari keempat pengertian ibadah tersebut, dapat disimpulkan bahwa

    ibadah adalah melaksanakan segala ketaatan dan perintah Allah yang berkaitan

    dengan akhlak dan kewajiban sebagai seorang pribadi dan seorang yang

    bermasyarakat yang sesuai dengan ketentuan Allah walaupun bertentangan

    dengan keinginan pribadi, melaksanakan syariat dan hukum Allah dengan selalu

    mengagungkan dan mengesakan-Nya dengan cara menyembah kepada-Nya

    tanpa menyekutukan dengan sesuatu pun untuk mencapai keridhaan dan

    mengharap pahala-Nya di akhirat.

    b. Hakikat Ibadah

    29Syahminan Zaini, Problematika Ibadah dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta : Kalam Mulia, 1989), cet. ke-1, h. 19

  • 24

    Hasbi ash-Shiddiqy menyatakan bahwa "hakikat ibadah adalah

    ketundukan jiwa yang timbul karena hati (jiwa) merasakan cinta akan Tuhan

    yang ma'bud (disembah) dan merasakan kebesaran-Nya, lantaran beri'tikad

    bahwa bagi alam ini ada kekuasaan yang akal tidak dapat mengetahui

    hakikatnya".30

    Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa :

    Dalam syari'at Islam, ibadah mempunyai dua unsur, yaitu ketundukan dan kecintaan yang paling dalam kepada Allah. Unsur yang tertinggi adalah ketundukan, sedangkan kecintaan merupakan implementasi dari ibadah tersebut. Di samping itu, ibadah juga mempunyai unsur kehinaan, yaitu kehinaan yang paling rendah di hadapan Allah. Pada mulanya ibadah merupakan hubungan, karena adanya hubungan hati dengan yang dicintai, menuangkan isi hati, kemudian tenggelam dan merasakan keasyikan, yang akhirnya sampai kepada puncak kecintaan kepada Allah.31

    Orang yang tunduk kepada orang lain serta mempunyai unsur kebencian

    tidak dinamakan 'abid (orang yang beribadah), begitu pula orang yang cinta

    kepada sesuatu tetapi tidak tunduk kepadanya, seperti orang cinta kepada anak

    atau temannya. Kecintaan yang sejati adalah kecintaan kepada Allah.

    Apabila makna ibadah yang diberikan oleh masing-masing ahli ilmu

    diperhatikan baik-baik, nyatalah bahwa pengertian yang diberikan oleh satu

    golongan menyempurnakan pengertian yang diberikan oleh golongan lain.

    Dengan kata lain, masing-masing pengertian saling melengkapi dan

    menyempurnakan. Oleh karena itu, tidaklah dipandang telah beribadah

    30Hasbi ash-Shiddiqy, op. cit., h. 8-9

    31Yusuf Qardhawi, op. cit., h. 31

  • 25

    (sempurna ibadahnya) seorang mukallaf kalau hanya mengerjakan ibadah-

    ibadah dalam pengertian fuqaha atau ahli ushul saja, melainkan di samping ia

    beribadah dengan ibadah dalam pengertian fuqaha tersebut, ia juga melakukan

    ibadah dengan ibadah yang dimaksudkan oleh ahli tauhid, ahli hadis, ahli tafsir

    serta ahli akhlak. Maka apabila telah terkumpul pengertian-pengertian tersebut,

    barulah terdapat padanya hakikat ibadah.

    c. Perintah Melaksanakan Ibadah

    Di dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan perintah

    kepada hamba Allah untuk melaksanakan ibadah. Ibadah dalam Islam

    sebenarnya bukan bertujuan supaya Tuhan disembah dalam arti penyembahan

    yang terdapat dalam agama-agama primitif, melainkan sebagai perwujudan rasa

    syukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah atas hamba-hamba-Nya.

    Adapun ayat-ayat yang menyatakan perintah untuk melaksanakan ibadah

    tersebut di antaranya sebagai berikut :

    1) Firman Allah dalam surat Yasin ayat 60, berbunyi :

  • 26

    "Apakah Aku tiada pesankan kepadamu, wahai anak Adam, yaitu jangan kamu mentaati syaitan; bahwasanya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu". (Q.S. Yasin / 36 : 60)32

    2) Firman Allah dalam surat adz-Dzariyat ayat 56, berbunyi :

    "Dan tiada Aku jadikan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mentauhidkan Aku (menyembah akan Aku sendiri)". (Q.S. adz-Dzariyat / 51 : 56)33

    Dari ayat di atas, jelaslah bahwa Allah menciptakan jin dan manusia

    semata-mata untuk menyembah-Nya, walaupun sebenarnya Allah tidak berhajat

    untuk disembah ataupun dipuja oleh manusia. Allah adalah Maha Sempurna dan

    tidak berhajat kepada apapun. Oleh karena itu, kata "liya'budun" dalam ayat di

    atas lebih tepat bila diartikan tunduk dan patuh. Sehingga arti ayat tersebut

    menjadi "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

    mereka tunduk dan patuh kepada-Ku".

    3) Firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 36, berbunyi :

    "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu", maka di

    32Dewan Penerjemah, al-Qur'an dan Terjemahnya, (Medinah : Mujamma' Khadim al-Haramain al-Syarifain al-Malik Fahd li al-Thiba'at al-Mushaf al-Syarif, 1971), h. 712

    33Ibid., h. 862

  • 27

    antara umat-umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan ada pula di antara orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan rasul-Nya". (Q.S. an-Nahl : 36)34

    4) Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 25, berbunyi :

    "Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Q.S. al-Anbiya : 25)35

    5) Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 92, berbunyi :

    "Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku". (Q.S. al-Anbiya : 92)36

    Dari ayat-ayat yang telah dikemukakan di atas, tampak jelas bahwa

    Allah memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa beribadah kepada-Nya.

    Diutusnya para Rasul untuk menyampaikan syari'at yang telah ditetapkan oleh

    Allah kepada umat manusia adalah supaya manusia mengetahui kewajiban-

    kewajiban apa saja yang harus dilaksanakannya dalam rangka mensyukuri

    nikmat yang telah Allah anugerahkan kepadanya.

    34Ibid., h. 407

    35Ibid., h. 498

    36Ibid., h. 507

  • 28

    d. Motivasi Ibadah

    Motivasi merupakan penggerak utama dalam suatu pekerjaan. Karena

    itu besar kecilnya motivasi untuk mengerjakan suatu pekerjaan tergantung pada

    besar kecilnya motivasi terhadap pekerjaan tersebut. Suatu pekerjaan yang

    dikerjakan dengan gairah yang besar, akan besar pula kemungkinan

    keberhasilannya. Sedangkan pekerjaan yang dikerjakan dengan gairah yang

    kecil, akan kecil pula kemungkinan keberhasilannya. Karena gairah yang kecil

    akan menimbulkan kelesuan dan kemalasan dan suatu pekerjaan yang

    dikerjakan dengan lesu dan malas dapat dipastikan tidak akan mencapai

    keberhasilan.

    Dengan demikian, apabila orang-orang mukmin menginginkan ibadah

    mereka berhasil dengan baik, maka mereka harus mempunyai motivasi yang

    besar bagi ibadahnya tersebut. Dalam buku "Problematika Ibadah dalam

    Kehidupan Manusia", diungkapkan beberapa motivasi beribadah, yaitu :

    1) Karena tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah.

    2) Karena manusia sudah berjanji untuk taat kepada Allah.

    3) Karena bahagia yang diinginkan.

    4) Karena manusia harus kembali ke negeri asalnya.37

    Motivasi yang pertama sebagaimana firman Allah :

    37Syahminan Zaini, op. cit., h. 80

  • 29

    "Dan tiada Aku jadikan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mentauhidkan Aku (menyembah akan Aku sendiri)". (Q.S. adz-Dzariyat / 51 : 56)

    Adalah suatu keharusan, kalau sesuatu itu berlaku atau dipakai sesuai

    dengan tujuan penciptaannya. Manusia, karena tujuan penciptaannya adalah

    beribadah kepada Allah, maka ia harus memenuhi seluruh pribadi dan

    kemampuannya untuk taat kepada Allah.

    Motivasi yang kedua adalah Allah menyatakan bahwa sewaktu manusia

    di alam arwah dahulu sudah mengadakan perjanjian dengan-Nya dengan cara

    berdialog. Allah bertanya kepada roh-roh manusia :

    "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab : "Betul (Engkau Tuhan Kami), kami menjadi saksi". (Q.S. al-A'raf : 127)

    Konsekuensi dari perjanjian tersebut adalah manusia harus menaati

    Allah, yaitu melakukan perintah Allah untuk beribadah karena ibadah bagi

    manusia adalah untuk memenuhi janjinya sendiri kepada Allah. Apabila mereka

    tidak beribadah kepada Allah, maka mereka disebut pengkhianat.

    Motivasi yang ketiga yaitu setiap manusia menginginkan kebahagiaan.

    Bahagia yang diinginkan adalah bahagia untuk pribadi dan keluarga. Jika cinta

    akan bahagia, maka manusia harus membahagiakan pula saudara-saudara

    lainnya, saling menguatkan bagaikan satu tubuh yang apabila satu anggota

    tubuhnya sakit, maka anggota tubuh lainnya merasakan sakit pula. Bahagia itu

  • 30

    dapat dicapai dengan jalan berkorban dan beribadah. Oleh karena itu, apabila

    manusia ingin berbahagia, maka mereka harus beribadah.

    Motivasi yang keempat adalah, pada mulanya Nabi Adam bersama

    isterinya tinggal di dalam surga. Hal ini berarti bahwa negeri asal manusia

    adalah surga. Tetapi karena tipu daya syaitan, mereka memakan buah dari

    pohon yang dilarang untuk memakan buahnya, kemudia Allah memerintahkan

    mereka untuk tinggal di bumi untuk sementara. Selama berada di bumi mereka

    diberi tugas sebagai khalifah Allah, memenuhi tujuan Allah menciptakan

    manusia dan memenuhi janji manusia kepada Allah. Semua itu adalah ibadah

    kepada Allah untuk dapat kembali ke negeri asalnya. Manusia harus beribadah

    kepada Allah karena merekalah yang diberi hak oleh Allah untuk kembali ke

    surga.

    e. Hikmah Melaksanakan Ibadah

    Pada dasarnya ibadah membawa seseorang untuk memenuhi perintah

    Allah, bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah dan melaksanakan hak

    sesama manusia. Oleh karena itu, tidak mesti ibadah itu memberikan hasil dan

    manfaat kepada manusia yang bersifat material, tidak pula merupakan hal yang

    mudah mengetahui hikmah ibadah melalui kemampuan akal yang terbatas.

    Ibadah merupakan pengujian terhadap manusia dalam menyembah Allah. Ini

    berarti ia tidak harus mengetahui rahasianya secara terperinci. Seandainya

  • 31

    ibadah itu harus sesuai dengan kemampuan akal dan harus mengetahui hikmah

    atau rahasianya secara terperinci, tentu orang yang lemah kemampuan akalnya

    untuk mengetahui hikmah tersebut tidak akan melaksanakan atau bahkan

    menjauhi ibadah. Mereka akan menyembah akal dan nafsunya, tidak akan

    menyembah Tuhan.

    Mengenai hikmah melaksanakan ibadah ini, al-Ghazali mengungkapkan

    bahwa ibadah bertujuan untuk menyembuhkan hati manusia, sebagaimana obat

    untuk menyembuhkan badan yang sakit. Sebagai contoh ibadah dapat

    menyembuhkan hati manusia, misalnya seseorang yang sedang resah dan

    gelisah, keresahan dan kegelisahannya dapat disembuhkan dengan shalat.

    Begitu juga orang yang mempunyai penyakit tamak atau rakus dalam hal makan

    dan minum, penyakit tersebut dapat dikurangi bahkan dapat disembuhkan bila

    orang tersebut rajin berpuasa.

    Ibadah juga dapat menyembuhkan badan yang sakit, misalnya saja orang

    yang mempunyai penyakit reumatik atau pegal-pegal pada persendian tubuhnya,

    hal itu insya Allah dapat disembuhkan apabila orang tersebut rajin

    melaksanakan shalat, karena gerakan-gerakan yang dilakukan dalam shalat

    menyerupai gerakan olah raga yang dapat menyehatkan dan melenturkan sendi

    pada tubuh manusia. Begitu juga orang yang mempunyai penyakit maag, insya

    Allah dapat dikurangi bahkan dapat disembuhkan dengan berpuasa, karena

    ketika seseorang berpuasa fungsi lambung tidak bekerja terlalu keras sehingga

    bisa beristirahat dan ketika berbuka disunnahkan untuk memakan makanan

  • 32

    yang manis dan lembut agar fungsi lambung tidak langsung bekerja dengan

    berat, tetapi bertahap.

    Manusia tidak semuanya dapat mengetahui keistimewaan dan rahasia

    obat tersebut, yang mengetahui hanyalah para dokter atau orang yang

    mempunyai spesialisasi tentang obat tersebut. Pasien hanya mengikuti perintah

    dokter dalam menggunakan obat yang cocok sesuai dengan dosisnya. Dia tidak

    akan membantah terhadap apa yang ditentukan oleh dokter tersebut. Oleh

    karena itu, menurut al-Ghazali, "ibadah wajib dilaksanakan sebagaimana yang

    telah dicontohkan oleh para Nabi, karena mereka dapat mengetahui rahasia-

    rahasianya berdasarkan inspirasi kenabian, bukan dengan kemampuan akal".38

    B. Kerangka Berpikir

    Sikap dan kepribadian seseorang yang telah memiliki pemahaman tentang

    ajaran agama akan berbeda jika dibandingkan dengan seseorang yang tidak, belum,

    atau kurang memiliki pemahaman tentang ajaran agama. Perbedaan tersebut akan

    terlihat dalam sikap dan perbuatannya sehari-hari. Seseorang yang telah memahami

    ajaran agamanya cenderung akan melakukan perbuatan-perbuatan yang dibolehkan

    dalam agamanya dan selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya selaku hamba

    Allah. Orang tersebut juga akan selalu berusaha agar ia tidak melakukan hal-hal yang

    dilarang bahkan yang diharamkan dalam ajaran agamanya.

    38A. Rahman Ritongga dan Zainuddin, op. cit., h. 8

  • 33

    Kaitannya dengan ibadah, seperti shalat, puasa, dan mengaji, merupakan hal

    yang diwajibkan dalam ajaran agama Islam yang tidak boleh ditinggalkan oleh setiap

    Muslim. Kewajiban tersebut harus selalu dilakukan pada waktu-waktu yang telah

    ditentukan. Shalat dilakukan 5 kali dalam sehari semalam, puasa wajib dilakukan

    ketika memasuki bulan Ramadhan, dan mengaji harus selalu dilakukan setiap

    harinya.

    Bagi orang yang memiliki pemahaman tentang ajaran agama Islam, ia

    cenderung akan selalu melakukan kewajiban-kewajibannya kepada Allah dengan

    melaksanakan ibadah secara rutin dan selalu berusaha agar tidak pernah

    meninggalkan ibadahnya dimanapun ia berada, karena ia menyadari bahwa ibadah

    yang diwajibkan benar-benar wajib untuk dilaksanakan dan tidak boleh ditinggalkan.

    Ia melaksanakan ibadah tersebut semata-mata untuk memperoleh ridha dan pahala

    dari Allah. Jika ia meninggalkan ibadah tersebut dengan sengaja, maka ia akan

    berdosa dan kelak akan mendapatkan ganjaran dari Allah.

    Sebaliknya, bagi orang yang tidak atau kurang memiliki pemahaman tentang

    ajaran agama Islam, ia akan bersikap acuh untuk melaksanakan ibadah yang

    sebenarnya diwajibkan dalam ajaran Islam. Ia hanya akan melakukan ibadah ketika

    ada waktu dan kesempatan dan ketika ia mau saja, bahkan bisa saja ia meninggalkan

    ibadah dengan sengaja untuk melakukan pekerjaan lain. Ia belum betul-betul

    memahami bahwa ibadah wajib yang ia tinggalkan sebenarnya akan membawa

    kerugian bagi dirinya sendiri kelak.

  • 34

    Tinggi rendahnya tingkat pelaksanaan ibadah seseorang dapat ditentukan dari

    tinggi rendahnya pemahaman ajaran agama yang dimilikinya. Walaupun demikian,

    tidak menutup kemungkinan ada orang yang memiliki pengetahuan agama yang

    sangat luas bisa meninggalkan ibadah dan bahkan melakukan hal-hal yang dilarang

    agama.

  • 35

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Variabel Penelitian

    1. Pengertian Variabel

    Variabel berasal dari bahasa Inggris variable dengan arti : ubahan,

    faktor tak tetap, atau gejala yang dapat diubah-ubah. Variabel pada dasarnya

    bersifat kualitatif namun dilambangkan dengan angka.1 "Variabel juga dapat

    diartikan sebagai gejala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian".2 Dalam

    pengertian lain disebutkan bahwa variabel adalah "segala sesuatu yang dijadikan

    objek pengamatan penelitian".3

    Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu pemahaman pendidikan

    agama sebagai variabel bebas (independent variable) disebut juga sebagai

    variabel X dan pelaksanaan ibadah sebagai variabel terikat (dependent variable)

    disebut juga sebagai variabel Y.

    1Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Ed. 1, Cet. 12, h. 33

    2Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), h. 111

    3Amirul Hadi dan Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1998), h. 205

    id4447703 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

  • 36

    2. Variabel Bebas

    Yang dimaksud varibel bebas adalah kondisi-kondisi atau karakteristik-

    karakteristik yang oleh peneliti dimanipulasi dalam rangka menerangkan

    hubungannya dengan fenomena yang diobservasi. Karena fungsi variabel ini

    sering disebut variabel pengaruh, sebab berfungsi mempengaruhi variabel lain,

    jadi secara bebas berpengaruh terhadap variabel lain.4 Adapun yang menjadi

    variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemahaman pendidikan agama.

    3. Variabel Terikat

    Yang dimaksud variabel terikat adalah kondisi atau karakteristik yang

    berubah atau muncul ketika penelitian mengintroduksi pengubah atau mengganti

    variabel bebas. Menurut fungsinya, variabel ini dipengaruhi oleh variabel lain,

    karenanya juga sering disebut variabel yang dipengaruhi atau variabel

    terpengaruh".5 Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat atau

    terpengaruh adalah pelaksanaan ibadah.

    4Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Bumi Aksara, 1997), cet. Ke-1, h. 119

    5Ibid., h. 119

  • 37

    B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

    1. Pemahaman Pendidikan Agama

    Dalam penelitian ini, pemahaman pendidikan agama adalah variabel X.

    Variabel X ini bisa mempengaruhi/berpengaruh terhadap variabel yang lain.

    Untuk mengetahui tingkat pemahaman pendidikan agama pada siswa MTs Al-

    Falah, penulis memberikan tes yang soal-soalnya disusun sendiri oleh penulis

    sehingga dari hasil tes yang dilakukan diperoleh dua kelompok sampel, yaitu

    kelompok yang lebih memahami agama dan kelompok yang kurang memahami

    agama.

    2. Pelaksanaan Ibadah

    Dalam penelitian ini, pelaksanaan ibadah merupakan variabel Y.

    Variabel Y ini biasanya dipengaruhi oleh variabel X. Untuk mengetahui sejauh

    mana pelaksanaan ibadah siswa, penulis menyebarkan angket yang berisi 15 soal,

    penulis memberikan sekor pada setiap jawaban yang diberikan siswa, yaitu sekor

    3 untuk jawaban a, sekor 2 untuk jawaban b, dan sekor 1 untuk jawaban c.

    C. Metode Penelitian

    Dalam penelitian ini, penulis menggunakan riset lapangan, yaitu mencari dan

    mengumpulkan informasi tentang masalah yang dibahas dari lapangan (tempat

  • 38

    melakukan penelitian tersebut). Peneliti juga menggunakan metode deskriptif

    komparatif. Hal ini penulis gunakan mengingat variabel yang diteliti dan masalah

    yang dirumuskan, serta hipotesis yang diajukan mengarah pada bentuk deskriptif

    komparatif.

    "Ciri dari metode deskriptif komparatif ini adalah digunakan untuk

    mendapatkan pemahaman tentang apakah ada perbedaan nilai suatu observasi

    (disebut variabel terikat atau dependen) berdasarkan klasifikasi subyek (disebut

    variabel bebas atau independen)",6 dan untuk mencari perbedaan tingkat pelaksanaan

    ibadah antara siswa yang lebih memahami agama dengan siswa yang kurang

    memahami agama penulis menggunakan metode eksperimen, karena belum diketahui

    apakah ada perbedaan atau tidak pelaksanaan ibadah yang dilakukan oleh siswa yang

    lebih memahami agama dan siswa yang kurang memahami agama.

    Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemahaman pendidikan

    agama, sedangkan variabel terikatnya adalah pelaksanaan ibadah. Dalam hal ini

    penulis mencoba membandingkan mengenai pelaksanaan ibadah yang dilakukan oleh

    siswa yang lebih memahami agama dengan siswa yang kurang pemahaman terhadap

    pengetahuan agama.

    6Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996), cet. Ke-1, h. 306

  • 39

    D. Populasi dan Sampel

    "Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan sampel adalah

    sebagian wakil populasi yang akan diteliti".7 Dalam penelitian ini, yang menjadi

    populasi adalah siswa kelas III MTs Al-Falah Jakarta Selatan, pada tahun ajaran

    2006/2007 yang berjumlah 225 orang dari 6 kelas.

    Dalam menentukan sampel yang diambil, penulis mengacu kepada pendapat

    Suharsimi Arikunto, yaitu : Apabila subjeknya kurang dari 100 orang, lebih baik

    jumlah populasi tersebut diambil semuanya sehingga menjadi penelitian populasi,

    namun apabila jumlah sumbernya besar atau lebih dari seratus orang dapat diambil

    antara 10 15 % atau 20 25 % atau lebih".8 Berdasarkan pendapat di atas, maka

    penulis hanya mengambil 17 % dari keseluruhan populasi tersebut, atau sebanyak 38

    orang, dengan perhitungan sebagai berikut : 17 x 225 = 38,25 dibulatkan menjadi 38 100 orang.

    Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara

    acak (random sampling), "yaitu pengambilan atau penentuan ukuran jumlah anggota

    sampel dan teknik pemilihan anggota yang masuk ke dalam sampel tersebut dipilih

    secara acak".9

    7Suharsimi Arikunto, op. cit., h. 115-117

    8Ibid., h. 99

    9Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta : Logos, 1997), h. 88

  • 40

    Pemilihan sampel ini penulis lakukan dengan sistem undi, yaitu dengan cara

    menuliskan nama-nama seluruh responden dalam potongan-potongan kertas,

    kemudian dikocok seperti arisan. Nama yang keluar yang kemudian penulis jadikan

    sebagai sampel.

    E. Teknik Pengumpulan Data

    Dalam mengumpulkan data sangat dibutuhkan adanya teknik yang tepat dan

    relevan dengan jenis data yang ingin dicari. Adapun data yang diperlukan dalam

    penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik sebagai berikut :

    1. Observasi

    Observasi yaitu kegiatan pengamatan secara langsung ke tempat penelitian

    di MTs Al-Falah IV, Jl. Mirah Kencana Jakarta Selatan untuk mengetahui

    keadaan sekolah tersebut.

    2. Tes

    "Tes adalah suatu percobaan yang dilakukan dengan mengajukan

    pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab".10 Metode tes dalam penelitian ini

    digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa mengenai agama

    Islam. Dari hasil tes yang diadakan, sampel yang ada akan dibagi menjadi dua

    kelompok, yaitu kelompok yang lebih memahami agama dengan nilai 76 sampai

    100, dan kelompok yang kurang memahami agama dengan nilai 50 sampai 75.

    10M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), cet. 1, h. 11

  • 41

    3. Angket

    "Angket adalah daftar pertanyaan yang setiap pertanyaan sudah disediakan

    jawabannya untuk dipilih, atau telah disediakan tempat untuk mengisi

    jawabannya".11 Metode angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui

    sejauh mana pelaksanaan ibadah siswa setelah memperoleh pengetahuan

    mengenai agama.

    Angket ini disusun berdasarkan skala nilai model likert. "Skala likert

    menurut Kinnear, yaitu cara mengukur secara sistematis dengan memberikan skor

    pada respon yang terjadi pada setiap pertanyaan".12 Angket ini terdiri dari 15

    pertanyaan mengenai pelaksanaan ibadah.

    4. Wawancara

    Teknik wawancara penulis lakukan karena peranan guru agama dan kepala

    sekolah sangat besar untuk meningkatkan pengetahuan dan bisa menambah

    kesadaran para siswa untuk melaksanakan ibadah. Karena itulah penulis

    menganggap penting mencari informasi dari kepala sekolah Madrasah

    Tsanawiyah Al-Falah.

    11Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : CV. Rajawali, 1993), h. 32

    12Ibid., h. 35

  • 42

    Tabel 1

    Kisi-Kisi atau Indikator Pemahaman Pendidikan Agama

    Dimensi Indikator Item

    Kognitif

    1. Memahami pengertian shalat

    2. Mengetahui hukum shalat

    3. Mengetahui rukun shalat

    4. Mengetahui syarat sah shalat

    5. Mengetahui hikmah melaksanakan shalat

    1

    2

    4

    3

    5

    Kognitif

    1. Memahami arti puasa

    2. Mengetahui hukum puasa

    3. Mengetahui hal yang membatalkan puasa

    4. Mengetahui hal yang sunnah ketika berpuasa

    5. Mengetahui hikmah melaksanakan puasa

    6

    8

    9

    10

    7

    Kognitif

    1. Memahami makhraj huruf

    2. Memahami hukum bacaan nun mati dan tanwin

    3. Memahami hukum bacaan mim mati

    4. Mengetahui macam-macam mad

    11

    12, 13

    14

    15

  • 43

    Tabel 2

    Kisi-Kisi atau Indikator Pelaksanaan Ibadah

    Dimensi Indikator Item

    Melalui Perbuatan

    1. Melaksanakan shalat wajib

    2. Melaksanakan shalat berjamaah

    3. Melaksanakan shalat sunnah

    4. Melaksanakan shalat di awal waktu

    5. Membaca al-Qur'an setelah shalat

    6. Melaksanakan puasa bulan Ramadhan

    7. Melaksanakan ibadah lain ketika berpuasa

    1

    2

    3

    4

    6, 8

    11, 13, 15

    14

    Melalui Keteladanan

    1. Bersikap ikhlas dalam melaksanakan shalat

    2. Bersikap khusu' dalam membaca al-Qur'an

    3. Bersikap ikhlas dalam membaca al-Qur'an

    4. Bersikap ikhlas dalam berpuasa

    5

    7

    9, 10

    12

    Jumlah Soal 15

    F. Teknik Analisis Data

    Data-data yang telah terkumpul, selanjutnya diolah untuk kemudian dianalisa.

    Tujuan dari analisa data adalah untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang

    mudah dibaca dan diinterpretasi.

  • 44

    Dalam proses penyederhanaan ini, penulis menggunakan teknik komparatif,

    "yaitu salah satu teknik analisa kuantitatif atau salah satu teknik analisa statistik yang

    dapat digunakan untuk menguji hipotesa mengenai ada tidaknya perbedaan antar

    variabel yang sedang diteliti".13 Dalam hal ini penulis menggunakan teknik analisis

    test t, hal ini mengingat terdapat dua kelompok mean yang dibedakan, yaitu

    kelompok yang lebih memahami agama (kelompok X) dan kelompok yang kurang

    memahami agama (kelompok Y), maka rumus yang digunakan adalah :

    to = Mx My SE Mx My

    Prosedur test t dimulai dengan :

    1. Mencari mean kelompok 1 (kelompok X), dengan rumus :

    Mx atau M1 = X Nx

    2. Mencari mean kelompok II (Kelompok Y), dengan rumus :

    My atau M2 = Y Ny

    3. Mencari deviasi standar sekor kelompok X dengan rumus :

    SDx atau SD1 = X Nx

    4. Mencari deviasi standar sekor kelompok Y dengan rumus : SDy atau SD2 = Y Ny

    13Anas Sudijono, op. cit., h. 261

  • 45

    5. Mencari standar error mean kelompok X, dengan rumus :

    SE atau SE = SD1 Mx M1 Nx - 1

    6. Mencari standar error mean kelompok Y, dengan rumus :

    SE atau SE = SD2 My M2 Ny - 1

    7. Mencari standar error perbedaan antara mean kelompok X dan mean

    kelompok Y, dengan rumus :

    SE = SE + SE Mx My Mx My

    8. Mencari to dengan rumus yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu :

    to = Mx My SE Mx My

    9. Menguji kebenaran/kepalsuan hipotesa yang diajukan dengan

    membandingkan besarnya t hasil perhitungan (to) dan t yang tercantum pada

    tabel t, dengan terlebih dahulu menentukan derajat kebebasannya, dengan

    rumus :

    df atau db = (Nx + Ny) - 2

  • 46

    G. Pengajuan Hipotesis

    Untuk mengetahui apakah memang secara signifikan terdapat perbedaan

    atau tidak tingkat pelaksanaan ibadah antara kedua kelompok, yakni kelompok yang

    lebih memahami agama dan kelompok yang kurang memahami agama, maka

    sebelum melakukan perhitungan, penulis terlebih dahulu mengajukan hipotesa

    alternatif (Ha) dan hipotesa nihil (Ho) sebagai berikut :

    Ha : Antara kelompok yang lebih memahami agama dan kelompok yang kurang

    memahami agama, terdapat perbedaan tingkat pelaksanaan ibadah secara

    signifikan.

    Ho : Antara kelompok yang lebih memahami agama dan kelompok yang kurang

    memahami agama, tidak terdapat perbedaan tingkat pelaksanaan ibadah

    secara signifikan.

  • BAB IV

    HASIL PENELITIAN

    A. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah Al-Falah

    1. Sejarah Berdiri dan Letak Geografisnya

    Yayasan Tarbiyah Islamiyah Al-Falah adalah suatu yayasan yang bergerak

    di bidang pendidikan, dakwah dan sosial. Lahirnya YTIA diawali pada kegiatan

    pendidikan yang dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat sekitarnya.

    Di penghujung tahun 1960-an, tepatnya tahun 1968, mencari anak-anak

    lulusan Tsanawiyah sangat langka. Kala itu banyak terjadi pernikahan pada usia

    muda, karena kebanyakan mereka melangsungkan pernikahan belum menamatkan

    Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah. Ini berarti murid-murid SD dan MI

    sudah berguguran, sebelum sampai kelas VI.

    Dengan berpedoman pada khittah Yayasan dan latar belakang seperti

    tergambar di atas, para tokoh Al-Falah bertekad untuk memperbaiki kondisi

    masyarakat. Jalan yang paling tepat adalah membuka lembaga pendidikan yang

    lebih tinggi dari SD atau MI.

    Dalam tempo dua tahun, MI Al-Falah berkembang pesat. Setelah

    memperhatikan berbagai kemungkinan dan menyimak berbagai pendapat di

    lingkungan tenaga pendidik, maka pada tahun 1969 didirikan Madrasah

    Tsanawiyah Al-Falah.

    id4469125 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

  • 48

    Pada awalnya MTs Al-Falah menempati lokasi Al-Falah I di Kp. Baru

    Sukabumi Selatan Jakarta Barat. Saat itu ada kelas I dan II. Untuk menampung

    siswa tamatan SD, dikelola kelas khusus yang dikenal dengan kelas persiapan

    yang hampir semua adalah pelajaran agama. Saat itu kepala sekolahnya adalah H.

    Ubaidillah Isa yang juga merangkap sebagai kepala sekolah Al-Falah I pagi dan

    petang. Karena tidak mungkin terus-menerus merangkap, maka terhitung sejak

    tahun 1970, diangkatlah Husni Mansyur, BA sebagai kepala sekolah MTs Al-

    Falah.

    Di bawah kepemimpinan Bapak Husni Mansyur dan sekretarisnya H.A.

    Dumyati, MTs Al-Falah terus berkembang. Atas kerjasama KH. Rahmatullah

    Shiddiq selaku pendiri YTIA dan KH. Azhari, tahun 1972 MTs Al-Falah hijrah

    menempati lokasi Jl. Masjid An-Nuur Grogol Utara Jakarta Selatan yang diberi

    nama Al-Falah III, dan kegiatan belajar mengajar dilakukan pagi hari. Kendati

    sampai tahun 1972 MTs Al-Falah sudah menamatkan siswanya beberapa kali,

    tetapi baru pada tahun 1973 MTs Al-Falah mengikutsertakan muridnya dalam

    ujian negara yang menginduk pada MTs AIN (sekarang MTsN).

    Al-Falah terus berkembang seperti harapan semula, sehingga pada tahun

    1973, MTs Al-Falah menempati tiga lokasi, yaitu : Al-Falah III di Jl. Masjid An-

    Nuur Jakarta Selatan, Al-Falah V di Kemandoran, dan Al-Falah VI di Pondok

    Pesantren Al-Falah Kp. Baru Jakarta Barat. Untuk memudahkan realisasi dan

    pelaksanaan tugas, ditetapkan pimpinan di tiap-tiap lokasi sekolah. Untuk Al-

    Falah III ditunjuk KH. Hibatullah Shiddiq selaku kepala sekolah MTs Al-Falah

  • 49

    dengan pembina OSIS H. Syahril Murodi dan Drs. Sahlani. Pimpinan Harian MTs

    Al-Falah V dipegang oleh H. Fudhail Salim dengan pembina OSIS Muhammad

    Yasin Yahya dan Asmat Madina.

    Seiring dengan perkembangan, mulai tahun pelajaran 1997/1998, MTs Al-

    Falah menempati tiga lokasi, yaitu : MTs Al-Falah II di Jl. Pos Pengumben

    Sukabumi Selatan Jakarta Barat. Kegiatan pembelajaran dilangsungkan siang

    hari, pimpinan harian dipegang oleh Yusri HK, dengan pembina OSIS

    Muhammad Yasin Yahya. MTs Al-Falah III di Jl. Masjid An-Nuur Grogol Utara

    Kebayoran Lama Jakarta Selatan, pimpinan harian dipegang oleh H. Fudhail

    Salim dengan pembina OSIS H. Syahril Murodi, BA. MTs Al-Falah IV berada di

    Jl. Mirah Kencana Permata Hijau Kebayoran Lama Jakarta Selatan, pimpinan

    harian dipegang oleh Drs. Ibnu Umar Susilo dengan pembina OSIS Helmi Yusuf,

    M.Ag.

    Secara keseluruhan MTs Al-Falah sejak tahun 1983 sampai tahun 2002

    dipegang oleh KH. Hibatullah Shiddiq. Sedangkan mulai tahun pelajaran

    2002/2003 hingga saat ini, kepala MTs Al-Falah dipegang oleh H. Fudhail Salim

    dan Wakil Kepala dipegang oleh H. Royani Husin. Pimpinan harian dipegang

    oleh Yusri HK untuk unit kelas II dan H. Chozin Masud, BA untuk unit kelas VII

    (mulai tahun pelajaran 2004/2005).

  • 50

    2. Visi dan Misi Madrasah Tsanawiyah Al-Falah

    Dalam menjalankan proses pendidikannya, Madrasah Tsanawiyah Al-

    Falah memiliki visi dan misi yang ingin dicapai. Visi dan misi tersebut adalah:

    a. Visi Madrasah Tsanawiyah Al-Falah

    Madrasah Tsanawiyah Al-Falah memiliki visi : mengembangkan sumber

    daya manusia yang berakhlak mulia dan berkualitas dalam pengamalan

    IMTAQ dan IPTEK.

    b. Misi Madrasah Tsanawiyah Al-Falah

    Misi Madrasah Tsanawiyah Al-Falah yaitu :

    1) Melaksanakan pendidikan dengan berbekal iman dan taqwa dalam

    meningkatkan akhlakul karimah.

    2) Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan siswa sejalan dengan

    perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dijiwai ajaran Islam.

    3) Meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru dalam menyikapi era

    globalisasi.

    4) Mengantarkan siswa ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

    5) Menjalin ukhuwah antar sesama.

    3. Struktur Organisasi

    Dalam suatu organisasi dan perkumpulan diperlukan kerjasama yang

    terstruktur dengan baik. Demikian halnya dengan MTs Al-Falah. Dalam

    mengelola sekolah ini, kepala sekolah tidak dapat bekerja sendiri dan memerlukan

  • 51

    kerjasama dari banyak orang. Maka terbentuklah struktur organisasi Madrasah

    Tsanawiyah Al-Falah sebagai berikut :

    STRUKTUR ORGANISASI MADRASAH TSANAWIYAH AL-FALAH

    Kepala Madrasah H. Fudhail Salim

    Wakil Kepala Madrasah Pimpinan Harian Al-Falah III Pimpinan Hartian Al-Falah II Ass. Bidang Sarana Prasarana Ass. Bid. Sarana Kurikulum Ass. Bid. Kesiswaan H.A. Royani Husin Yusri HK, S.Pd.I H. Chozin Masud, BA

    Bendaharawan Kepala Tata Usaha Drs. Ibnu Umar Susilo H. Ahmad Shopi

    Bidang Kerjasama Masyarakat Wali Kelas dan Guru KH. Achfasj HT Rusli Sahal

    Koordinator Laboratorium Koordinator BK Pustakawan Bidang Kesiswaan Drs. A. Sofyan Hz EM. Sofyan, S.Pd. Ahmad Syarifuddin Helmi Yusuf, M.Ag Jasmani HM Ahmad Fadhil Iwan Anshori

    S I S W A

  • 52

    4. Keadaan Guru, Pegawai, dan Siswa

    Tabel 3

    Daftar Jumlah Staf Pengajar, Tata Usaha, dan Pembantu Sekolah

    MTs Al-Falah Tahun 2006/2007

    Staf Pengajar Tata Usaha Pembantu Sekolah Laki-laki 32 Laki-laki 3 Laki-laki 4 Perempuan 15 Perempuan 1 Perempuan 0

    Jumlah 47 Jumlah 4 Jumlah 4

    Dari 47 staf pengajar, hampir semuanya sudah menyelesaikan pendidikan

    sampai jenjang strata 1 sesuai dengan bidangnya masing-masing, hanya sekitar 5

    orang pengajar yang masih dalam proses pendidikan untuk mencapai strata 1, bahkan

    ada seorang pengajar yang sudah menyelesaikan studinya sampai jenjang strata 2. Hal

    ini sangat menunjang keberhasilan pendidikan yang ada di MTs Al-Falah karena para

    pengajarnya sudah mempunyai kompetensi di bidangnya masing-masing untuk

    mentransfer ilmu kepada para siswanya.

    Tabel 4

    Daftar Pegawai Administrasi MTs Al-Falah Tahun 2006/2007

    No Jabatan Nama 1. Bidang Kurikulum Yusri HK, S.Pd.I 2. Bidang Kesiswaan H. Chozin Masud, BA 3. Bidang Keorganisasian Helmi Yusuf, M.Ag., Iwan Anshori,

    dan Ahmad Fadhil 4. Bidang Humas KH. Achfasj HT dan Rusli Sahal 5. Bidang Sarana dan Prasarana H. A. Royani Husin

  • 53

    No Jabatan Nama 6. Koordinator Laboratorium Drs. A. Sofyan Hz. Dan Jasmani HM 7. Koordinator Bimbingan dan Konseling EM. Sofyan, S.Pd. 8. Pustakawan Ahmad Syarifuddin

    Tabel 5

    Daftar Jumlah Siswa MTs Al-Falah Tahun 2006/2007

    Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah I 79 93 172 II 109 111 220 III 106 119 225

    5. Sarana dan Prasarana

    Untuk keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di

    sekolah tidak terlepas dari tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan,

    sarana dan prasarana dalam pendidikan akan memberikan pengaruh baik pada

    peningkatan mutu serta kualitas pendidikan di sekolah tersebut.

    Dalam hal ini, sarana dan prasarana yang tersedia di MTs Al-Falah sangat

    memadai untuk menunjang kelancaran proses pembelajaran. Sarana dan prasarana

    yang dimiliki MTs Al-Falah dapat dilihat pada tabel berikut :

    Tabel 6

    Sarana dan Prasarana MTs Al-Falah

    No Jenis Jumlah 1. Ruang Kantor 5 buah

  • 54

    No Jenis Jumlah 2. Ruang Guru 3 buah 3. Ruang BK 3 buah 4. Ruang Kelas 17 buah 5. Perpustakaan 1 buah 6. Laboratorium Komputer 1 buah 7. WC. Guru 3 buah 8. WC. Siswa 6 buah 9. Masjid 1 buah 10. Mushalla 1 buah

    6. Kurikulum yang Digunakan

    Sesuai dengan perkembangan kurikulum, mulai tahun pelajaran

    2004/2005, MTs Al-Falah telah menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi

    atau Kurikulum 2004 untuk kelas VII. Sementara kelas II dan III tetap

    menggunakan Kurikulum 1994. Untuk memenuhi tuntutan Kurikulum 2004, MTs

    Al-Falah telah menggunakan media audiovisual dalam kegiatan pembelajaran.

    Penerapan Kurikulum 2004 untuk tahun pelajaran 2005/2006 berlaku untuk kelas

    VII dan VIII, dan pada tahun ini, yakni tahun pelajaran 2006/2007 Kurikulum

    2004 tetap diterapkan untuk kelas VIII dan kelas IX, sedangkan untuk kelas VII

    digunakan kurikulum 2006.

    B. Deskripsi Data

    Untuk mendapatkan gambaran mengenai pemahaman pendidikan agama

    dan pelaksanaan ibadah, penulis memberikan tes untuk mengetahui tingkat

  • 55

    pemahaman dengan jumlah soal 15. 5 soal untuk pengetahuan mengenai shalat, 5 soal

    untuk pengetahuan mengenai puasa, dan 5 soal untuk pengetahuan mengenai ilmu

    tajwid. Dan untuk mengetahui tingkat pelaksanaan ibadah penulis memberikan

    angket dengan jumlah 15 soal yang terdiri dari 5 soal untuk pertanyaan mengenai

    shalat, 5 soal untuk pertanyaan mengenai puasa, dan 5 soal untuk pertanyaan

    mengenai mengaji. Tes yang telah diisi diberi nilai dengan

    perhitungan jumlah soal benar x 100, sehingga dari tes tersebut diperoleh dua jumlah soal

    kelompok yang berbeda, yaitu kelompok yang lebih memahami agama dengan nilai

    76 sampai 100 yang berjumlah 19 siswa dan kelompok yang kurang memahami

    agama dengan nilai 50 sampai 75 yang berjumlah 19 siswa. Dan angket yang telah

    diisi diberi skor masing-masing skor 3 untuk jawaban a, skor 2 untuk jawaban b, dan

    skor 1 untuk jawaban c.

    Di bawah ini penulis sajikan data-data yang telah diperoleh dalam bentuk

    tabel :

    Tabel 6

    Daftar Siswa Yang Lebih Memahami Agama

    No Pemahaman Agama Pelaksanaan Ibadah 1. 80 38 2. 80 36 3. 80 36 4. 80 40 5. 80 35 6. 80 36 7. 87 35

  • 56

    No Pemahaman Agama Pelaksanaan Ibadah 8. 87 35 9. 87 36 10. 87 42 11. 87 40 12. 93 37 13. 93 36 14. 93 39 15. 93 41 16. 93 42 17. 100 39 18. 100 39 19. 100 39

    Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa ada 6 siswa yang memperoleh nilai

    80, 5 siswa memperoleh nilai 87, 5 siswa memperoleh nilai 93, dan 3 siswa

    memperoleh nilai 100. Kesemuanya dikategorikan sebagai siswa yang lebih

    memahami agama karena kriteria nilai yang diberikan sudah terpenuhi, yakni nilai 76

    sampai 100. Nilai-nilai pemahaman di atas penulis peroleh dari hasil tes yang penulis

    lakukan sendiri dan nilai pelaksanaan ibadah diperoleh dari hasil penyebaran angket

    yang penulis lakukan.

    Tabel 8

    Daftar Siswa Yang Kurang Memahami Agama

    No Pemahaman Agama Pelaksanaan Ibadah 1. 53 38 2. 53 34 3. 60 36 4. 60 27 5. 60 36 6. 60 37 7. 67 36

  • 57

    No Pemahaman Agama Pelaksanaan Ibadah 8. 67 34 9. 67 32 10. 67 34 11. 67 40 12. 67 38 13. 67 34 14. 67 26 15. 73 35 16. 73 36 17. 73 34 18. 73 34 19. 73 34

    Dari tabel di atas, terlihat bahwa terdapat 2 siswa yang memperoleh nilai 53, 4

    siswa memperoleh nilai 60, 8 siswa memperoleh nilai 67, dan 5 siswa memperoleh

    nilai 73. Kesemuanya dikategorikan sebagai siswa yang kurang memahami agama

    karena kriteria nilai yang diberikan sudah terpenuhi, yakni nilai 50 sampai 75.

    Dari tabel 7 dan 8 di atas, siswa yang lebih memahami agama akan

    dilambangkan dengan X dan siswa yang kurang memahami agama akan

    dilambangkan dengan Y. Di bawah ini, data di atas penulis rangkum dalam bentuk

    tabel yang lebih sederhana :

  • 58

    Tabel 9

    Sekor Pelaksanaan Ibadah Siswa Yang Lebih Memahami Agama dan Siswa

    Yang Kurang Memahami Agama

    No Siswa Yang Lebih Memahami Agama

    Siswa Yang Kurang Memahami Agama

    1. 38 38 2. 36 34 3. 36 36 4. 40 27 5. 35 36 6. 36 37 7. 35 36 8. 35 34 9. 36 32 10. 42 34 11. 40 40 12. 37 38 13. 36 34 14. 39 26 15. 41 35 16. 42 36 17. 39 34 18. 39 34 19. 39 34

    C. Analisis Data

    Untuk memudahkan mengetahui tingkat perbedaan pelaksanaan ibadah antara

    siswa yang lebih memahami agama yang dilambangkan dengan X dengan siswa yang

    kurang memahami agama yang dilambangkan dengan Y, penulis memasukkan data

    yang diperoleh melalui angket ke dalam tabel berikut :

  • 59

    Tabel 10

    Tabel Perhitungan Untuk Memperoleh Mean Dan Standar Deviasi Dari

    Kelompok X (Siswa Yang Lebih Memahami Agama) dan Kelompok

    Y (Siswa Yang Kurang Memahami Agama)

    No X Y x y x y 1. 38 38 0 +3 0 9 2. 36 34 -2 -1 4 1 3. 36 36 -2 +1 4 1 4. 40 27 +2 -8 4 16 5. 35 36 -3 +1 9 1 6. 36 37 -2 +2 4 4 7. 35 36 -3 +1 9 1 8. 35 34 -3 -1 9 1 9. 36 32 -2 -3 4 9 10. 42 34 +4 -1 16 1 11. 40 40 +2 +5 4 25 12. 37 38 -1 +3 1 9 13. 36 34 -2 -1 4 1 14. 39 26 +1 -9 1 81 15. 41 35 +3 0 9 0 16. 42 36 +4 +1 16 1 17. 39 34 +1 -1 1 1 18. 39 34 +1 -1 1 1 19. 39 34 +1 -1 1 1

    X = 721 Y = 665 x = 101 y = 212

    Dari tabel 8 telah kita peroleh X = 721, Y = 665, x = 101, y = 212,

    Nx = 19, dan Ny = 19. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pelaksanaan ibadah

    antara siswa yang lebih memahami agama dengan siswa yang kurang memahami

    agama, dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

  • 60

    to = Mx My

    SE Mx My

    Namun sebelum menggunakan rumus di atas, diperlukan langkah-langkah sebagai

    berikut :

    1. Mencari mean kelompok I (kelompok X), dengan rumus :

    Mx atau M1 = X = 721 = 38,25 dibulatkan menjadi 38 Nx 19

    2. Mencari mean kelompok II (Kelompok Y), dengan rumus :

    My atau M2 = Y = 665 = 35 Ny 19

    3. Mencari deviasi standar sekor kelompok X dengan rumus :

    SDx atau SD1 = x = 101 = 5,3158 = 2,3056 Nx 19

    4. Mencari deviasi standar sekor kelompok Y dengan rumus :

    SDy atau SD2 = y = 212 = 11,1579 = 3,3403 Ny 19

    5. Mencari standar error mean kelompok X, dengan rumus :

    SE atau SE = SDx = 2,3056 = 2,3056 = 2,3056 = 0,5434 Mx M1 4,2426 Nx 1 19 1 18

    6. Mencari standar error mean kelompok Y, dengan rumus :

    SE atau SE = SDy = 3,3403 = 3,3403 = 3,3403 = 0,78732 My M2 4,2426 Ny 1 19 1 18

  • 61

    7. Mencari standar error perbedaan antara mean kelompok X dan mean kelompok Y,

    dengan rumus :

    SE = SE + SE = 0,5434 + 0,78732 Mx My Mx My

    = 0,2953 + 0,6199 = 0,9152 = 0,957

    Dengan diperolehnya SE akhirnya dapat diketahui harga to, yaitu : Mx My

    to = M1 M2 = 38 35 = 3 = 3,1348 SE 0,957 0,957 M1 M2

    D. Interpretasi Data

    Setelah diketahui besar to = 3,1348, kemudian dilakukan interpretasi dengan

    membandingkan to yang diketahui sebesar 3,1348 dengan t tabel. Untuk mendapatkan

    t tabel terlabih dahulu dicari df atau db dengan rumus df = (Nx + Ny) 2 = (19 + 19)

    2 = 38 2 = 36.

    Dengan df sebesar 36, kemudian berkonsultasi dengan tabel nilai t, baik pada

    taraf signifikansi 5 % maupun pada taraf signifikansi 1 %. Ternyata pada taraf

    signifikansi 5 % t tabel = 2,03, sedangkan pada taraf signifikansi 1% t tabel = 2,72.

    Karena to telah diperoleh sebesar 3,1348 sedangkan t tabel = 2,03 dan 2,72,

    pada taraf signifikansi 5 % to lebih besar dari t tabel (3,1348 > 2,03), maka hipotesis

    nihil (Ho) ditolak sedangkan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Ini berarti bahwa

    untuk taraf signifikansi 5 % terdapat perbedaan tingkat pelaksanaan ibadah antara

  • 62

    siswa yang lebih memahami agama dengan siswa yang kurang memahami agama.

    Dan pada taraf ini ada pengaruh yang signifikan antara pemahaman agama terhadap

    pelaksanaan ibadah.

    Selanjutnya pada taraf signifikansi 1 % to lebih besar dari t tabel (3,1348 >

    2,72), maka hipotesis nihil (Ho) ditolak sedangkan hipotesis alternatif (Ha) diterima.

    Ini berarti bahwa untuk taraf signifikansi 1 % pun terdapat perbedaan tingkat

    pelaksanaan ibadah antara siswa yang lebih memahami agama dengan siswa yang

    kurang memahami agama. Dan pada taraf ini dapat dikatakan bahwa pemahaman

    pendidikan agama berpengaruh terhadap pelaksanaan ibadah.

    Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa baik pada taraf signifikansi 5 % atau

    taraf signifikansi 1 % to lebih besar dari t table, sehingga dapat dikatakan bahwa

    hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nihil (Ho) ditolak. Ini membuktikan

    bahwa ada perbedaan tingkat pelaksanaan ibadah secara signifikan antara siswa yang

    lebih memahami agama dengan siswa yang kurang memahami agama.

  • BAB V

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Penelitian ini merupakan penelitian awal, yang mana peneliti hanya meneliti

    dari satu sudut permasalahan saja, yaitu pengaruh pemahaman pendidikan agama

    terhadap pelaksanaan ibadah. Berdasarkan data-data yang telah dihimpun, penulis

    memperoleh kesimpulan bahwa dari sekitar 38 responden siswa kelas III MTs Al-

    Falah Jakarta Selatan yang diteliti, diketahui bahwa siswa yang mempunyai

    pemahaman yang lebih mengenai agama sekitar 19 siswa dan ada sekitar 19 siswa

    yang kurang memahami agama.

    Dari 38 siswa yang diteliti, kebanyakan mereka melaksanakan ibadah dengan

    baik, baik siswa yang mempunyai pemahaman lebih mengenai agama maupun siswa

    yang kurang pemahamannya mengenai agama. Hal ini terlihat dari tabel 7 dan 8

    mengenai data siswa yang lebih memahami agama dan siswa yang kurang memahami

    agama. Dari kedua tabel tersebut tidak terlihat perbedaan yang mencolok, hasil skor

    angket yang telah disebarkan tidak jauh berbeda antara tabel 7 dan tabel 8.

    Setelah dianalisa lebih lanjut, ternyata terdapat perbedaan tingkat pelaksanaan

    ibadah antara siswa yang lebih memahami agama dengan siswa yang kurang

    memahami agama baik pada taraf signifikansi 5 % maupun pada taraf signifikansi

    1%. Hal ini disebabkan karena dari hasil perhitungan yang dilakukan to lebih besar

    id4489078 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

  • 64

    dari t tabel yakni to 3,1348 dan t tabel 2,03 (3,1348 > 2,03) pada taraf signifikansi 5 %,

    dan to lebih besar dari t tabel pada taraf signifikansi 1 %, yakni to 3,1348 dan t tabel

    2,72 (3,1348 > 2,72). Dan dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pemahaman

    pendidikan agama dapat mempengaruhi pelaksanaan ibadah pada siswa MTs Al-

    Falah Jakarta Selatan.

    B. Saran Saran

    Melihat hasil penelitian yang dilakukan penulis, pada akhirnya penulis ingin

    memberikan saran yang mudah-mudahan dapat diterima oleh semua pihak yang

    terkait sebagai berikut :

    1. Kepada para siswa, hendaklah selalu melaksanakan ibadah, terutama ibadah-

    ibadah yang memang sudah menjadi kewajiban manusia sebagai hamba Allah.

    Walaupun adik-adik belum memahami secara sempurna mengenai ibadah

    tersebut, adik-adik harus tetap rutin melakukannya, karena yakinlah di setiap

    ibadah yang adik-adik lakukan pasti akan diberikan ganjaran berupa pahala

    oleh Allah.

    2. Kepada pihak sekolah, hendaklah selalu memberikan pemahaman secara baik

    dan gamblang kepada para anak didiknya terutama mengenai agama supaya

    mereka benar-benar mengetahui dan memahami apa yang harus mereka

    lakukan ketika hidup di dunia ini. Selain itu sebaiknya para anak didik dilatih

  • 65

    dan dibiasakan untuk melaksanakan ibadah dengan cara melakukan ibadah

    secara bersama-sama ketika mereka berada di sekolah.

    3. Untuk para orang tua, hendaklah selalu mengingatkan ketika anak lupa akan

    kewajibannya dan memberi contoh kepada anak-anaknya dalam pelaksanaan

    ibadah sehingga jika hal ini