20
1. Pengertian CTL dan Pengembangannya Apakah Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual? Pengajaran danPembelajaran Kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata. Selain itu juga memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan pengetahuan yang diperoleh dan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, sebagai warga masyarakat dan sebagai tenaga kerja nantinya (US Department of Education and the National School-to-Work Office, 2001). Saat ini banyak sekolah di Amerika Serikat yang mengadopsi prinsip- prinsip CTL. Sebenarnya konsep pembelajaran kontekstual bukan konsep baru. Konsep ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1916 oleh John Dewey, yang mengetengahkan kurikulum dan metodologi pengajaran sangat erat hubungannya dengan minat dan pengalaman siswa. Proses belajar akan sangat efektif bila pengetahuan baru diberikan berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya dan ada hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya (pengalaman nyata). Selanjutnya diikuti oleh Katz (1981) dan Howey & Zipher (1989). Ketiga pakar terakhir ini menyatakan bahwa program pembelajaran bukanlah sekedar deretan satuan pelajaran. Agar pembelajaran menjadi efektif, guru harus menjelaskan dan mempunyai pandangan yang sama tentang beberapa konsep dasar seperti peran guru, hakikat pengajaran dan pembelajaran, serta misi sekolah dalammasyarakat. Apabila guru menyepakati bahwa ketiga konsep tersebutbermuara pada Contextual Teaching and Learning, barulah ContextualTeaching and Learning akan berhasil baik. Tujuh Komponen CTL 1) KONSTRUKTIVISME (CONSTRUKTIVISM) Konstruktivisme (constructivisvism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

React

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pendidikan

Citation preview

Page 1: React

1. Pengertian CTL dan Pengembangannya

Apakah   Pengajaran   dan   Pembelajaran   Kontekstual?   Pengajaran   danPembelajaran   Kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia   nyata.   Selain itu   juga   memotivasi   siswa   untuk   menghubungkan pengetahuan pengetahuan yang diperoleh dan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, sebagai warga masyarakat dan sebagai tenaga kerja nantinya (US Department of Education and the National School-to-Work Office, 2001).

Saat ini banyak sekolah di Amerika Serikat yang mengadopsi prinsip-prinsip CTL. Sebenarnya konsep pembelajaran kontekstual bukan konsep baru. Konsep ini diperkenalkan pertama kali  pada tahun 1916 oleh John Dewey, yang mengetengahkan kurikulum dan metodologi pengajaran sangat erat hubungannya   dengan   minat   dan   pengalaman   siswa. Proses   belajar   akan   sangat   efektif   bila pengetahuan   baru   diberikan berdasarkan   pengalaman   atau   pengetahuan   yang   sudah   dimiliki siswa sebelumnya   dan   ada   hubungan   yang   erat   dengan   pengalaman sesungguhnya (pengalaman nyata). Selanjutnya diikuti oleh Katz (1981) dan Howey & Zipher (1989). Ketiga   pakar   terakhir   ini  menyatakan   bahwa   program pembelajaran   bukanlah   sekedar   deretan satuan   pelajaran.   Agar pembelajaran   menjadi   efektif,   guru   harus   menjelaskan   dan mempunyai pandangan   yang   sama   tentang   beberapa   konsep   dasar   seperti   peran   guru, hakikat pengajaran   dan   pembelajaran,   serta  misi   sekolah   dalammasyarakat.   Apabila   guru  menyepakati bahwa   ketiga   konsep   tersebutbermuara   pada Contextual   Teaching   and   Learning, barulah ContextualTeaching and Learning akan berhasil baik.

Tujuh Komponen CTL

1) KONSTRUKTIVISME (CONSTRUKTIVISM)

Konstruktivisme   (constructivisvism)  merupakan   landasan  berfikir   (filosofi)  pendekatan  CTL,   yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit  demi sedikit,  yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

· Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasarkan pengetahuan awal.

· Pembelelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan.

2) MENEMUKAN (INQUIRY)

Menemukan  merupakan  bagian   inti  dari   kegiatan  pembelajaran  berbasis  CTL.  Pengetahuan  dan keterampilan   yang   diperoleh   siswa   diharapkan   bukan   hasil  mengingat   seperangkat   fakta-fakta, tetapi  hasil  dari  menemukan sendiri.  Guru harus selalu  merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.

· Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman

· Siswa belajar menggunakan ketrampilan berpikir kritis

Page 2: React

Siklus inkuiri :

a. Obsevasi (Observation)

b. Bertanya (questioning)

c. Mengajukan dugaan (Hyphotesis)

d. Pengumpulan data (Data gathering)

e. Penyimpulan (Conclussion)

3) BERTANYA (QUESTIONING)

· Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa

· Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry

Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :

a) menggali informasi, baik administrasi maupun akademis

b) mengecek pemahaman siswa

c) membangkitkan respon kepada siswa

d) mengetahui sejauh mana keinginantahuan siswa

e) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa

f) menfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru

g) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa

h) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa

4) MASYARAKAT BELAJAR (LEARNING COMMUNITY)

Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada   temannya   “Bagaimana   caranya?   tolong   bantu   aku!”   Lalu   temannya   yang   sudah   biasa, menunjukkan   cara   mengoperasikan   alat   itu.   Maka,   dua   orang   anak   itu   sudah membentuk masyarakat belajar (learning community).

· Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar

· Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri

· Tukar pengalaman dan berbagai ide

5) PEMODELAN (MODELLING)

Page 3: React

Komponen   CTL   selanjutnya   adalah   pemodelan.   Maksudnya,   dalam   sebuah   pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dengan begitu, guru memberi model tentang “bagaimana cara belajar”

Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan kontes berbahasa Inggris, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa “contoh” tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai “standar” kompetensi yang harus dicapainya.

· Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar

· Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya

6) REFLEKSI (REFLECTION)

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.

· Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari

· Mencatat apa yang telah dipelajari

· Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok

7) PENILAIAN YANG SEBENARNYA (AUTHENTIC ASSESSMENT)

Assessment   adalah   proses   pengumpulan   berbagai   data   yang   bisa   memberikan   gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar.

· Mengukur pengetahuan dan ketrampilan siswa

· Penilaian produk

· Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual

2. Pendekatan Belajar Kontekstual

Belajar  kontekstual  adalah suatu konsep yang telah terbuktikan yang memasukkan banyak sekali penelitian terkini dalam sains kognitif. Konsep ini juga merupakan suatu reaksi terhadap teori-teori yang mendasar bagi para behavioris yang telah mendominasi dunia pendidikan di Amerika Serikat selama beberapa dekade. Pendekatan kontekstual memandang belajar sebagai proses yang bersifat kompleks  dan multi-segi  yang  jauh melampaui  metodologi-metodologi  stimulus-dan-respon yang berorientasi drill.

Page 4: React

Berdasarkan   teori  belajar  kontekstual,  belajar   terjadi  hanya  bila  para   siswa  (pelajar) memproses informasi   baru   atau   pengetahuan   dalam   suatu   cara   sedemikian   hingga   informasi baru   atau pengetahuan itu bermakna (dipahami) bagi mereka dalam kerangka-kerangkaacuan mereka sendiri (alam-alam   "dalam"   dari   ingatan,   pengalaman,   dan   respon   mereka sendiri). Pendekatan belajar mengajar   ini   berasumsi   bahwa pikiran   secara   alamiah   mencari makna   dalam   konteks-maksudnya, sehubungan dengan lingkungan saat ini dariseseorang dan bahwa pikiran melakukannya dengan mencari hubungan-hubungan yang bermakna dan ternyata berguna.

Berlandaskan   pemahaman   itu,   teori   belajar   kontekstual   berfokus   pada   aspek   yang banyak   dari sebarang lingkungan belajar, baik ituadalah sebuah ruang kelas, Iaboratorium, lab komputer, situs kerja,maupun sebuah ladang gandum. Teori ini mendorong para edukator untuk memilih dan/atau merancang lingkungan-lingkungan belajar yangmemasukkan sebanyak mungkin bentuk pengalaman yang  berbeda-sosial,   kultural,   fisik, dan  psikologis dalam  bekerja  menuju  hasil-hasil   belajar   yang diinginkan.

A. Apakah Anda Mengajarkan Matematika secara Kontekstual?

Selesaikan uji-diri di bawah ini dan renungkan.

Standar-standar   berikut hadir   dalam kadar   berlainan   dalamhampir   semua   teks.   Disisi   lain, pembelajaran kontekstual kaya akan kesepuluh standar tersebut

1. Apakah konsep-konsep baru disajikan   dalam   situasi-situasi danpengalaman-pengalaman kehidupan nyata (di luar ruang kelas) yang tidak asing lagi bagi para siswa?

2. Apakah konsep-konsep dalam contoh dan latihan siswa disajikan dalam konteks guna dari konsep-konsep itu?

3. Apakah konsep-konsep baru disajikan dalam konteks apa yang telahdiketahui siswa?

4. Apakah contoh-contoh dan latihan-latihan siswa meliputi banyak situasi pemecahan masalah yang nyata dan terpercaya, yang dapat dikenali siswa sebagai penting untuk kehidupan mereka saat ini atau kehidupan yang mungkin di masa depan?

5. Apakah contoh-contoh dan latihan-Iatihan siswa menanamkan sikap yang mengatakan, "Aku perlu mempelajari ini"?

6. Apakah para siswa mengumpulkan dan menganalisis data mereka sendiri ketika mereka dipandu dalam penemuan konsep-konsep penting?

7. Apakah   kesempatan-kesempatan   dihadirkan   kepada   para   siswauntuk mengumpulkan   dan menganalisis data mereka sendiri untuk pengayaan dan penugasan?

8. Apakah pertemuan pelajaran dan aktivitas-aktivitas mendorong siswa untuk menerapkan konsep-konsep dan  informasi  dalam konteks-konteks  yang berguna.  mengarahkan siswa ke  masa depan yang  dibayangkannya   (misalnya, karier-karier  yang  mungkin)   serta   lokasi-lokasi  yang  masih  asing baginya (misalnya, tempat kerja)?

Page 5: React

9. Apakah   para   siswa   diharapkan   untuk   rutin   berpartisipasi   dalam   grup-grup interaktif   di  mana mereka   berbagi,   berkomunikasi,   dan  memberikan   respon tentang   konsep-konsep   penting   serta membuat keputusan?

10. Apakah   pertemuan   pelajaran,   latihan,   dan   aktifitas   laboratoriummeningkatkan   juga   skill membaca dan skill-skill  komunikasi lainnya dalam diri siswa selain dari penalaran dan pencapaian matematis?

Di dalam lingkungan seperti demikian, para siswa menemukan hubungan-hubungan yang bermakna di antara idea-idea abstrak dan aplikasi-aplikasi praktis dalam konteks dunia nyata; konsep-konsep diintemalisasi  melalui   proses  menemukan,  memperkuat,   danmenghubungkan.  Misalnya.   sebuah kelas fisika yang sedang mempelajari konduktifitas panas dapat mengukur bagaimana kualitas dan kuantitas   bahan   tembok   sebuah   bangunan mempengaruhi   energi   yang   dipenukan   untuk memanaskan atau mendinginkan suhu udara didalam bangunan itu. Atau sebuah kelas biologi atau kimia dapat   mempelajari   konsep-konsep   sains   dasar   dengan   mengkaji   penyebaran   AIDS   atau bagainana para petani menyebabkankerusakan lingkungan dan dirugikan oleh kerusakan lingkungan.

1. Teori yang Mendukung

Banyak teori yang berkaitan dengan pembelajaran matematika. Namun teori belajar yang relevan dengan   pembelajaran   dengan   strategi   REACT   adalah   teori   belajar   konstruktivisme.   Menurut pandangan   konstruktivisme,   dalam  pembelajaran   siswa  diberi   kesempatan   untuk  menggunakan strateginya sendiri, dalam belajar secara sadar, dan guru membimbing ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Siswa harus membangun sendiri informasi dan pengetahuan awal yang dimilikinya.

Clements&battista(2001) menyatakan bahwa prinsip-prinsip dasar pandangan konstuktivisme adalah sebgai berikut:

a. Pengetahuan dibentuk dan ditemukan oleh siswa secara aktif, tidak sekedar diterima secara pasif dari lingkungan. Ide ini dapat diilustrasikan bahwa ide-ide matematika dibentuk oleh siswa, tidak sekedar ditemukan sebagai barang jadi atau diterima dari orang lain sebagai hadiah.

b. Siswa mengkonstruk pengetahuan matematika dengan melakukan refleksi mental, yaitu berbuat dan berfikir.ide-ide dikonstruksikan secara bermakna dengan cara diintegrasikan ke dalam struktur pengetahuan yang telah ada.

c. Tidak ada realitas yang sebenarnya, siswa sendirilah yang membuat interpretasi mengenai dunia. Interpretasi   ini  dibentuk  dengan pengalaman dan  interaksi  sosial.   Jadi  belajar  matematika harus berupa proses bukan hasil.

d. Belajar  adalah  proses   sosial.   Ide-ide  dan  kebenaran  matematika  baik  dalam penggunaan  dan makananya ditetapkan secara bersama oleh anggota suatu kelompok masyarakat(budaya).

2. Strategi REACT

a. Pengertian strategi REACT

Page 6: React

Pada dasarnya semua strategi yang searah dengan penciptaan Susana pembelajaran yang konteks merupakan   elemen   pembelajaran   kontekstual.   Ada   lima   strategi   yang   harus   tampak   yaitu   (1) mengaitkan/menghubungkan (relating);  (2) mengalami (experiencing);   (3) menerapkan (applying); (4) strategi bekerjasama (cooperating); dan (5) mentransfer (transferring). Strategi tersebut disingkat dengan   REACT   yang   terfokus   pada   pembelajaran   konteks.   Semua   strategi   tersebut   harus digunakanselama proses pembelajaran.

1) Relating (mengaitkan/menghubungkan)

Relating (mengaitkan/menghubungkan) merupakan strategi pembelajaran kontekstual yang paling kuat,   sekaligus   inti   konstruktivis(Crawford,   2011).   Dalam   pembelajaran   siswa   melihat   dan memperhatikan keadaan lingkungan dan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, kemudian dikaitkan kedalam informasi baru atau persoalan yang akan dipecahkan. Jadi mengaitkan adalah belajar dalam konteks pengalaman kehidupan nyata seseorang atau pengetahuan yang ada sebelumnya.

Guru  menggunakan   strategi   relating  ketika   siswa  mengaitkan  konsep  bari  dengan  sesuatu  yang benar-benar sudah tid k asing lagi bagi siswa,dengan mengaitkan apa yang telah diketahui oleh siswa dengan   informasi   yang   baru.   Dalam  memulai   pembelajaran,   guru   yang  menggunakan   strategi relating harus  selalu  mengawali  dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab oleh hamper semua siswa dari pengalaman hidupnya diluar kelas (clawford, 2001).

Jadi pertanyaan yangdiajukan selalu dalam fenomena-fenomena yang menarik dan tidak asing lagi bagi siswa, bukan menyampaikan sesuatu yang abstrak atau fenomena yang berada diluar jangkauan persepsi, pemehaman dan pengetahuan para siswa.

Ada tiga sumber  utama untuk  mengetahui  pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki  oleh  siswa sebelumnya(clawford, 2001) yaitu:

- Pengalaman, yaitu pengalaman guru sendiri dengan siswa yang memiliki latar belakang serupa atau dari pengalaman kolektif guru dan para koleganya.

- Peneliti,   yaitu  bukti  yang  didokumentasi   tentang  gagasan-gagasan  yang  dipegang   siswa   secara umum

- Penyelidikan, yaitu siuatu bentuk pertanyaan-pertanyaan atau tugas-tugas yang dirancang secara cermat yang mengungkapkan pengetahuan dan keyakinan siswa

Relating (menurut CORD).

Belajar   dalam konteks   pengalaman   hidup,   ataumenghubungkan,   adalah   jenis belajar kontekstual yang biasanya terjadi pada anak-anak kecil. Bagi mereka, sumber-sumber belajar telah tersedia   dalam   bentuk   mainan,   permainan, dan   peristiwa   sehari-hari   seperti   waktu   makan, perjalanan ke pusat perbelanjaan, dan berjalan-jalan di lingkungan sekitar rumah.

Namun  demikian,   saat   anak-anak   tumbuh semakin  besar,  memberikan   konteks   yang sedemikian bermakna untuk belajar kepada mereka menjadi lebih sulit. Kita adalah suatumasyarakat di mana dunia kerja sangat terpisah dari kehidupan rumah tangga, di mana anggota-anggota dari keluarga besar terpisahkan  jarak yang  jauh,  serta di mana para remaja tidakmemiliki  peran atau tanggung jawab kemasyarakatan yang jelas yang sesuai dengan kemampuan-kemampuan mereka.

Page 7: React

Pada kondisi-kondlsi ideal, para guru sekedar mengarahkan para siswa dari satu aktilitas berbasis masyarakat ke satu aktifitas  lainnya, mendorong mereka untukmenghubungkan apa yang sedang mereka pelajari dengan pengalaman kehidupan nyata. Namun demikian, pada sebagian besar kasus, sebagai   akibat   dari   rentang   dan   kompleksitaskonsep-konsep   yang   diajarkan   dan   keterbatasan sumber daya, pengalaman-pengalaman hidup akan harus dijabarkan melalui  teks, video, ceramah, dan aktivitas ruang kelas.

Kurikulum   yang   berupaya menempatkan   belajar   dalam   konteks pengalaman-pengalaman   hidup hendaknya, terlebih dulu, menggugah perhatian siswa ke arah Pemandangan, peristiwa, dan kondisi keseharian.Kurikulum itu   hendaknyakemudian Menghubungkan   situasi-situasi   keseharian   pada informasi baru yang akan diserap atau permasalahan yang akan dipecahkan.

2) Experiencing (mengalami)

Dalam mempelajari suatu konsep, siswa mempunyai pengalaman terutama langkah-langkah dalam mempelajari   konsep   tersebut.   Hal   ini   bisa diperoleh   pada   saat   siswa  mengerjakan   LKS,   latihan penugasan,   dan  kegiatan   lain   yang  melibatkan  keaktifan   siswa  dalam  belajar.   Sehingga  dengan mengalami siswa akan lebih mudah memahami suatu konsep.

Relating dan experiencing merupakan dua strategi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari   berbagai   konsep   baru.   Tetapi   guru   harus   tau   kapan   dan   bagaimana   caranya mengintegrasikan   strateg   i-srategi   dalam   pembelajaran   dan   hal   tersebut   tidaklah   sederhana (clawford,  2001).disini   guru  memerlukan  ketelitian,  kolaborasi,   cermat  dlam menyajikan  materi-materi pembelajaran yang sangat tepat untuk mengetahui kapan saatnya mengaktifkan pengelaman dan  pengetahuan  yang  dimiliki   sebelumnya,   sehingga  dapat  membantu  menyusun  pengetahuan baru bagi siswa.

Experiencing (Menurut CORD).

Mengalami-belajar dalam   konteks eksplorasi,   penemuan,   dan penciptaan-penciptaan   merupakan jantung dari belajar kontekstual. Betapapun para siswa menjadi termotivasi atau terlibatkan sebagai hasil dari strategi-strategi pembelajaran lainnya seperti video, naratif, atau aktifitas-aktifitas berbasis teks,   semua   itu   relatif masih  merupakanbentuk-bentuk   belajar   yang   pasif. Dan   belajar   tampak "terjadi" jauh lebih cepat bila para siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian aktif lainnya.

Pada teks-teks keilmuan akademik yang kontekstual, laboratorium seringkali didasarkan pada tugas-tugas   dunia   kerja   yang   sebenarnya.   Tujuannya   bukanlah   melatih para   siswa   untuk pekerjaan tertentu,   tetapi  untuk memberi  mereka kesempatan untuk mengalami  aktifitas-aktifitas yang   langsung   berkaitan   dengan   kerja   dunia   nyata.   Banyak dari   aktifitas   dan   skill   yang   dipilih untuk laboratorium bersifat lintas-pekerjaan; maksudnya, yang digunakan dalam spektrum luas dari pekerjaan-pekerjaan.

3) Applying (menerapkan)

Pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan adalah belajar ubtuk menerapkan konsep-konsep ketika melaksanakan aktivitas pemecahan soal-soal, baik melalui LKS, latihan penugasan, maupun kegiatan lain yang melibatkan keaktifan siswa dalam belajar.

Page 8: React

Untuk lebih memotivasi dalam memahami konsep-konsep, guru dapat memberikan latihan-latihan yang   realistik,   relevan,   dan  menunjukkan  manfaat   dalam   suatu  bidang   kehidupan.  Agar   proses pembelajaran   dapat   menunjukkan   motivasi   siswa   dalam   mempelajari   konsep-konsep   serta pemahaman yang lebih mendalam, Crawford (2001) merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:

- Fokuskan pada aspek-aspek aktivitas pembelajaran yang bermakna

- Rancanglah tugas-tugas untuk sesuatu yang baru, variasi keragaman dan menarik

- Rancanglah tugas-tugas yang menantang tetapi masuk akal dalam kaitannya dengan kemampuan siswa.

Applying (Menurut CORD).

Menerapkan   konsep-korsep  dan   informasi   dalam  konteks   yang berguna   seringkali  mengarahkan siswa ke suatu sosok masa depan yang dibayangkannya (sebuah karier yang mungkin) dan/atau ke suatu   lokasi   yang  masih   asing  baginya   (tempat kerja).  Di   dalam  mata  pelajaran-mata  pelajaran belajar kontekstual, aplikasi-aplikasi seringkali didasarkan pada aktifitas-aktifitas dunia kerja.

Seperti dikemukakan lebih awal, para remaja masa kini pada umumnya memiliki akses yang terbatas ke dunia kerja;  tidak seperti generasi-generasi  sebelumnya, mereka tidakmelihat padanan zaman modem dari pandai besi di tempatpenempatan atau petani-petani di ladang pada masa lalu. Secara mendasar   terisolasi   di   permukiman   kota   atau   di   daerahpinggiran,   banyak   siswa memiliki pengetahuan lebih   banyak   tentang   bagaimana   caranya menjadi   seorang   bintang   musik   rock atau model daripada tentang bagaimana caranya menjadi seorang dokter pemafasan atau operator pembangkit daya. Jika mereka dikehendaki memperoleh pemahaman koneksi yang realistik di antara persekolahan dan pekerjaan-pekerjaan di  kehidupan nyata,  maka konteks dunia kerja hendaknya dihadirkan kepada mereka.   Ini   terjadi   paling   lazim   melalui   teks,   video,   laboratorium,   dan aktifitas, meski,   di   banyak   sekolah,   pengalaman-pengalaman   belajar   kontekstual   tersebut   akan diikuti dengan pengalaman langsung   seperti   studi wisata   ke   sebuah   pabrik   atau semacamya, penyelengaraan mentoring, dan jalinan keikutsertaan kerja di lapangan.

4) Cooperating (bekerja sama)

Belajar dengan bekerjasama, saling tukar pendapat (sharing), merespon, dan berkomunikasi dengan pembelajar lainnya akan sangat membantu siswa dalam mempelajari suatu konsep. Hal ini sesuai dengan  pendapat   slavim(1995)   yang  member  pengertian  bahwa  dalam belajar   kooperatif   siswa belajar  bersama,   saling  menyumbang pikiran dan bertanggung  jawab terhadap pencapaian  hasil belajar. secara individu maupun kelompok.

Untuk menghindari adanya siswa yng idak berpartisipasi dalam aktivitas kelompok, menolak atau menerima tanggung jawab atas pekerjaan kelompok, kelompok mungkin terlalu tergantung pada bimbingan   guru,   atau   kelompok   dapat   terlihat   dalam   konflik.  Oleh   karena   itu   Johnson   (dalam Crawford, 2001) memberikan beberapa petunjuk untuk menghindari berbagai kondisi negative dan menciptakan  lingkungan pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep yang  lebih mendalam. Adapun petunjuk tersebut:

- Menyusun kesalingtergantungan positif dalam kelompok belajar siswa.

Page 9: React

Kesalingtergantungan  positif  berarti  bahwa  masing-masing   siswa  merasa  bahwa dia  tidak  dapat sukses  jika para anggota kelompok semuanya tidak sukses.  Dengan demikian siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok dan juga mempunyai andil suksesnya kelompok.

- Meminta siswa berinteraksi dalam menyelesaikan tugas-tugas dan memastikan bahwa interaksi-interaksi   tersebut berkaitan dengan tugas.interaksi  mencakup pemberian bantuan dan dorongan dari   siswa   ke   siswa,   penjelasan   gagasan-gagasan   dan   berbagai   strategi   pemecahan   soal,   dan pembahasan terhadap gagasan-gagasan lain yang berkaitan dengan tugas.

- Memastikan semua kelompok belajar membahas seberapa efektif kelompok berfungsi.

Cooperating (Menurut CORD).

Bekerja sama-belajar dalam konteks berbagi, merespon, dan berkomunikasi dengan pelajar-pelajar lain adalah   sebuah   strategi   pembelajaran   utama dalam   pembelajaran   kontekstual. Pengalaman bekerja   sama   tidak   saja   membantu   mayoritassiswa   mempelajari   materi,   tetapi pengalaman seperti itu juga sejalan dengan fokus dunia nyata dari pembelajaran kontekstual.

Wawancara  penelitian  bersama para  pengusaha  mengungkap  bahwa pekerja-pekerja yang  dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi  informasi secara bebas, danyang dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah latar tim sangatlah dihargai di lapangan kerja. Dengan demikian, kita memiliki cukup alasan untuk mendorong para siswamembangun skill-skill kooperatif ini saat mereka masih di ruang kelas.

Metode   laboratorium,   salah   satu  metode  pembelajaran  utama  dalam  akademika terapan,   pada dasarnya  bersilat   kooperatif. Lazimnya,  para   siswa  bekerja   secara berpasangan  untuk  melakukan latihan Laboratorium; pada beberapa kasus, mereka bekerja dalam kelompok tiga atau empat orang. Menuntaskan   kerja   laboratorium   secara   berhasil menuntutkan   delegasi,   observasi,   saran,   dan diskusi. Di banyak laboratoriumkualitas data yang dikumpulkan oleh sebuah tim sebagai kesatuan tergantung pada kinerja individual dari tiap anggota tim.

Para   siswa   juga  harus  bekerja   sama  untuk  menyelesaikan  banyak   aktifitas   kelompok kecil   yang tercakup di dalam mata pelajaran-mata pelajaran akademik terapan. Bekerja secara berpasangan (partnering) dapat menjadi sebuah strategi yang efektif untuk mendorong para siswa bekerja sama.

5) Transferring (mentransfer)

Pembelajar  sebagai  pengguna pengetahuan dalam konteks  baru atau situasi  baru.  Pembelajaran diarahkan untuk menganalisis dan memecahkan suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan dengan menrapkan pengetahuan yang telah dimilikinya.

Selain hal di atas, guru tampaknya memiliki kemampuan alamiah untuk memperkenalkan gagasan-gagasan baru yang dapat memberikan motivasi terhadap siswa secara intrinsic dengan memancing rasa penasaran atau emosi. Oleh karena itu, guru secara selektif menggunakan latihan-latihan untuk memancing   rasa   penasaran   dan   emosi   sebagai  motivator   dalam  mentransfer   gagasan-gagasan matematika dari satu konteks ke konteks lain. Dengan demikian rasa bermakna yang timbul dalam pembelajaran dengan strategi ini dapat melibatkan emosi siswa.

Transfering (Menurut CORD).

Page 10: React

Belajar   dalam   konteks   pengetahuan   yang   telah   ada,   ataumentransfer,   menggunakan   dan membangun pada apa yang telah diketahui  siswa.  Metode semacam ini   serupa dengan relating, dalam hal bahwa metode ini melibatkan apa yang telahakrab bagi siswa.

Sebagai  orang dewasa,  banyak  dari  kita  pandai  menghidari   situasi-situasi  yang asing-bagian kota yang kita tidak ketahui, makanan aneh yang tidak pernah kita makan, toko yang tidak pernah kita kunjungi,  dan sebagainya.  Kadang-kadang kita  pun menghindari situasi-situasi  di  mana kita  harus mendapatkan   informasi   baru   atau membangun skill baru   (terutama jika   kemungkinan   terdapat orang-orang   menyaksikan)   memanfaatkan   sebuah   jenis   perangkat   lunak   computer yang baru atau berurusan disebuah Negara lain dengan skill bahasa asing kita yang belum memadai.

Namun demikian,   kebanyakan   siswa   di   sekolah   menengah yang menerapkan pembelajaran tradisional   jarang   memiliki   kesempatan   untuk   menghindari   situasi-situasi belajar   yang   baru;   mereka   dihadapkan pada   situasi-situasi   demikian   setiap   hari.   Kita dapat membantu   mereka   mempertahankan   rasa   harga   diri   dan  membangun   kepercayaan   diri jika kita mengupayakan pembangunan pengalaman-pengalaman belajar baru pada apa yang telah mereka ketahui.

b. Kelebihan dan kelemahan strategi REACT

1) Kelebihan strategi REACT

a) Memperdalam pemahaman siswa

Dalam   pembelajaran   siswa   bukan   hanya   menerima   informasi   yang   disampaikan   oleh   guru, melainkan melakukan aktivitas mengerjakan LKS sehingga bisa mengaitkan dan mengalami sendiri prosesnya.

b) Mengembangkan sikap menghargai diri siswa dan orang lain

Karena dalam pembelajaran,  siswa bekerjasama, melakukan aktivitas dan menemukan rumusnya sendiri, maka siswa memiliki rasa menghargai diri atau percaya diri sekaligus menghargai orang lain

c) Mengembangkan sikap kebersamaan dan rasa saling memiliki

Belajar   dengan   bekerja   sama   akan   melahirkan   komunikasi   sesama siswa   dalam   aktivitas   dan tanggung jawab, sehingga dapat menciptakan sikap kebersamaan dan rasa memiliki

d) Mengembangkan keterampilan untuk masa depan

Belajar   dengan  mengalami   dituntut   suatu   keterampilam  dari   siswa   untuk  memanipulasi   benda konkrit. Kegiatan tersebut merupakan bekal untuk mengembangkan keterampilan masa depan.

e) Membentuk sikap mencintai lingkungan

Pembelajaran dengan memperhatikan keadaan lingkungan dan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, dikaitkan dengan informasi baru. Oleh karena itu, siswa dengan sendirinya membentuk sikap mencintai lingkungannya.

f) Membuat belajar secara inklusif

Page 11: React

Pembelajaran yang dilaksanakan secara menyeluruh, sempurna dan menyenangkan

2) Kelemahan strategi REACT

a) Membutuhkan waktu yang lama untuk siswa

Pembelajaran  dengan   strategi   REACT  membutuhkan  waktu   yang   cukup   lama  bagi   siswa  dalam melakukan aktivitas belajar, sehingga sulit mencapai target kurikulum. Untuk mengatasi hal tersebut perlu pengaturan waktu selektif mungkin.

b) Membutuhkan waktu yang lama untuk guru

Pembelajaran   dengan   strategi   REACT  membutuhkan  waktu   yang   cukup   lama   bagi   guru   dalam melakukan aktivitas belajar, sehingga kebanyakan guru tidak mau melakukannya

c) Membutuhkan kemampuan khusus guru

Kemampuan guru yang paling dibutuhlan adalah adanya keinginan untuk melakukan kreatif, inovatif dan   komunikasi   dalam   pembelajaran   sehingga   tidak   semua   guru   dapat   melakukan   atau menggunakan strategi ini.

d) Menuntut sifat tertentu dari guru

Pembelajaran   dengan   strategi   REACT   tidaklah   mudah,   memerlukan   persiapan   tambahan   dan menuntut kerja keras serta bekerja sama dengan guru lain dalam menghadapi kendala. Hal ini juga menyebabkan guru harus rela bekerja keras.

Dalam pengajaran kontekstual ada sebuah model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model pembelajaran kontekstual REACT (Crawford, 2001) Model pembelajaran kontekstual REACT ini terdiri dari 5 tahapan yaitu: (1) relating (mengaitkan), (2) experiencing (mengalami), (3) applying (menerapkan), (4) cooperating (bekerjasama), dan (5) transferring (memindahkan)

1) Relating (Mengaitkan)

Guru menggunakan strategi relating ketika ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi, relating pada dasarnya merupakan tahap mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. Choy (1999) mengemukakan bahwa kurikulum hendaknya mampu menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup dan memusatkan perhatian pelajar pada peristiwa serta keadaan-keadaan keseharian mereka. Selanjutnya peristiwa dan keadaan-keadaan keseharian itu dikaitkan dengan informasi baru untuk diinternalisasikan dalam menyelesaikan sesuatu masalah. Menurut (Leon, 2004 ), pebelajar sering mengalami masalah untuk memahami konsep-konsep fisika yang sifatnya abstrak. Hal ini disebabkan karena pebelajar masih cenderung menggunakan kaedah konvensional dalam memproses informasi yang diperoleh. Untuk menjadikan pembelajaran lebih bermakna, pebelajar hendaknya mengaitkan konsep-konsep yang dipelajari dengan keadaan-keadaan nyata di lingkungan sekitar. Apabila pebelajar menyadari pentingnya suatu konsep bagi keseharian mereka maka pebelajar akan lebih aktif melibatkan diri dalam aktivitas pembelajaran di kelas. Selanjutnya Leon (2004) mengemukakan beberapa aspek yang dapat dikaitkan yaitu: (1) pengetahuan dengan percobaan, (2) pendidikan akademik dengan pendidikan vokasional, (3) pengalaman di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah, (4) pengetahuan yang sifatnya teoritis dengan pengetahuan praktis atau aplikasi. 

Seorang siswa memiliki kecenderungan untuk belajar dengan cepat tentang hal-hal yang baru (Nurhadi, 2003). Guru berperan membantu menghubungkan antara ”yang baru” dan yang sudah diketahui. Seseorang yang mampu belajar dengan mengaitkan atara pengalaman lama dan

Page 12: React

pengalaman baru akan memperoleh pemahaman yang baik dan pengetahuan akan diingat dalam waktu yang lama. Sebaliknya, jika antara pengalaman lama dan pengalaman baru tidak ada kaitannya maka pebelajar tidak akan menampakkan makna (meaning). Ia akan cenderung melupakan apa yang telah dipelajari. Untuk menjadikan pembelajaran menjadi lebih menarik, pebelajar perlu dimotivasi untuk mengaitkan pengetahuan dengan konteks aplikasi. Pebelajar harus dibiasakan menggunakan daya pikir untuk menyelesaikan masalah dan menggunakan pengetahuan dalam situasi yang berbeda. Relating (mengaitkan) dalam proses pembelajaran merupakan hal yang penting karena sering siswa tidak secara otomatis mampu menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang familiar bagi mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun pebelajar telah membawa memori atau pengetahuan awal yang sifatnya relevan degan situasi pembelajaran yang baru, namun mereka bisa saja gagal mengenal dan mengakui keterkaitan tersebut. Proses “mengaitkan” akan menjadikan pembelajaran menjadi lebih berkesan. Guru yang senantiasa mengaitkan antara pendidikan akademik dengan pendidikan vokasional akan menyebabkan pengajaran dan pembelajaran dalam kelas menjadi lebih baik. Pendidikan akademik yang dihubungkan dengan dunia kehidupan nyata dapat merangsang ingatan pebelajar. Pebelajar mudah memahami isi pelajaran dan mempelajari sesuatu dengan bermakna. American Association for the Advancement of Science (dalam Crawford, 2001) menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran harus dimulai dengan pertanyaan dan fenomena-fenomena yang menarik dan akrab bagi siswa, bukan dengan hal-hal yang sifatnya abstrak dan di luar jangkauan persepsi, pemahaman, dan pengetahuan siswa. Jadi guru harus memperhatikan pengetahuan awal siswa sebagai suatu “starting pont” dalam pembelajaran. Untuk mengetahui dan menggali informasi tentang pengetahuan awal siswa, ada tiga sumber utama, yaitu: (1) pengalaman, yaitu pengalaman guru yang memiliki kesamaan latar belakang dengan siswa atau pengalaman bersama dari guru dan rekan sejawat, (2) penelitian, yaitu dapat berupa fakta dokumen dari kebiasaan siswa, (3) penyelidikan, yaitu melalui pemberian pertanyaan yang sifatnya menggali pengetahuan awal siswa.

2) Experiencing (Mengalami) 

Experiencing (mengalami) bermakna “learning by doing” atau belajar melalui eksplorasi, penemuan, dan penciptaan (Career, 2007). Aktivitas experiencing di dalam kelas dapat berupa kegiatan memanipulasi peralatan, pemecahan masalah, dan kegiatan di laboratorium. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif (Ekohariadi, 2002). Pemecahan masalah sebagai suatu bagian aktivitas exsperiencing akan membantu siswa untuk kreatif menemukan konsep-konsep kunci suatu materi pembelajaran. Aktivitas pemecahan masalah juga akan mengajarkan siswa tentang teknik pemecahan masalah, berpikir analitis, komunikasi, dan interaksi kelompok. Aktivitas laboratorium juga merupakan bentuk kegiatan experiencing. Aktivitas laboratorium biasanya membutuhkan perencanaan yang lebih kompleks daripada kegiatan pemecahan masalah. Di dalam laboratorium siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk mengumpulkan data melalui pengukuran, menganalisis data, membuat kesimpulan dan prediksi, serta melakukan refleksi konsep-konsep yang mendasari eksperimen. Experiencing akan memberikan banyak peluang kepada pebelajar untuk melakukan aktivitas “hands-on”. Aktivitas lain juga diberikan seperti eksperimen, diskusi dalam kelompok, latihan, dan tugas rumah. Dewey (dalam Leon, 2004) menyatakan bahwa pebelajar hendaknya aktif melibatkan diri dalam aktivitas yang relevan dan bermakna untuk memberi kesempatan kepada mereka menggunakan konsep-konsep yang mereka peroleh. Latihan-latihan secara hands-on merupakan salah satu aktivitas untuk menghasilkan pengalaman pembelajaran yang bermakna (autenthic learning). 

American Association for the Advancement of Science (dalam Crawford, 2001) menyebutkan sebagai berikut. 

“Progression in learning is usually from the concrete to the abstract. Young people can learn most readily about things that are tangible and directly accessible to their senses visual, auditory, tactile, and kinesthetic. With experience, they grow in their ability to understand abstract concepts, manipulate symbols, reason logically, and generalize. These skills develop slowly, however, and the dependence of most people on concrete examples of new ideas persists throughout life” 

Page 13: React

Artinya, bahwa perkembangan dalam pembelajaran berawal dari sesuatu yang sifatnya konkret menuju ke sesuatu yang sifatnya abstrak. Pebelajar pemula akan lebih siap belajar apabila mereka disajikan sesuatu yang sifatnya nyata dan mampu ditangkap secara visual, auditori, dan kinestetik. Salah strategi yang dapat digunakan untuk mewujudkan hal ini melalui aktivitas experience. Aktivitas experience akan mengembangkan kesiapan siswa untuk memahami konsep-konsep yang sifatnya abstrak. 

3) Applying (Menerapkan) 

Applying (menerapkan), artinya suatu tahap pembelajaran bagaimana menempatkan suatu konsep untuk digunakan. Ong & Absah (dalam Leon, 2004) mengartikan applying sebagai aktivitas mempelajari sesuatu dalam konteks bagaimana pengetahuan itu dapat digunakan. Pebelajar yang mempunyai ilmu dan pengalaman akan memungkinkan pebelajar tersebut mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah. Fielker (dalam Leon, 2004) menyatakan bahwa pebelajar akan lebih baik jika diajarkan bagaimana mengemukakan “the right questions”. Guru tidak perlu mentransfer semua pengetahuan kepada pebelajar tetapi mengajak pebelajar untuk berpikir dan mencari jawaban sendiri atas permasalahan yang diberikan oleh guru maupun pebelajar itu sendiri. Cara demikian akan melatih kemahiran aplikasi dan cara penyelesaian masalah. 

Dalam pembelajaran fisika, latihan soal tidak hanya diperoleh melalui buku teks atau buku kerja saja melainkan juga dari aktivitas hidup keseharian. Jadi guru harus mampu memotivasi siswa dalam memahami konsep melalui pemberian latihan soal yang sifatnya realistik dan relevan dengan keseharian pebelajar. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian latihan soal yang sifatnya autentik dan realistik mampu memotivasi siswa untuk mempelajari konsep dalam tingkat pemahaman yang mendalam. Terkait dengan hasil penelitian tersebut, Crawford (2001) merekomendasikan tiga strategi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran di kelas sebagai berikut. 

1) Berfokus pada kebermaknaan aspek aktivitas pembelajaran, artinya guru harus menekankan pemberian tugas di dalam kelas sebagai sesuatu yang relevan dan autentik yang memiliki makna dalam dunia nyata. 

2) Disain tugas atau latihan bersifat beragam dan menarik, artinya guru dalam pembelajaran hendaknya mencoba menyediakan tugas yang sifatnya beragam kepada siswa dan mampu menarik perhatian siswa. 

3) Disain tugas atau latihan harus menantang tetapi masuk akal sesuai kemampuan siswa, artinya tugas yang diberikan guru jangan terlalu mudah dan jangan juga terlalu sulit. Apabila tugas yang diberikan terlalu mudah, maka siswa akan merasa bosan dan yakin telah menguasai materi sehingga motivasinya rendah untuk mempelajari konsep yang baru. Sebaliknya apabila tugas yang diberikan terlalu sulit maka siswa tidak akan mampu mencapai perkembangan yang signifikan dan mereka akan merasa tidak mampu untuk menguasai konsep pembelajaran. Jadi tugas yang diberikan jangan terlalu mudah dan jangan juga terlalu sulit, melainkan sifatnya menantang dan masuk akal. 

4) Cooperating (Kerjasama) 

Siswa yang bekerja secara individu dalam memecahkan suatu permasalahan sering tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan (Yasa, 2008). Terkadang mereka merasa frustasi kecuali jika guru memberikan petunjuk penyelesaian langkah demi langkah. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang kompleks dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata. Bekerja dengan teman sejawat dalam kelompok kecil akan meningkatkan kesiapan pebelajar dalam menjelaskan pemahaman konsep dan menyarankan pendekatan pemecahan masalah bagi kelompoknya. Dengan mendengarkan pendapat orang lain dalam satu kelompok, pebelajar akan mengevaluasi kembali dan memformulasikan pemahaman konsep mere ka. Pebelajar akan belajar menilai pendapat orang lain karena terkadang perbedaan strategi yang digunakan akan menghasilkan pemecahan masalah yang lebih baik. Ketika sebuah

Page 14: React

kelompok berhasil mencapai tujuan, maka anggota kelompoknya akan memperoleh kepercayaan dan motivasi diri yang tinggi. 

American Association for the Advancement of Science (dalam Crawford, 2001) menyatakan sebagai berikut. “Learning often takes place best when students have opportunities to express ideas and get feedback from their peers.” 

Pernyataan tersebut memberikan makna bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan sangat baik ketika pebelajar diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan memperoleh timbal balik dari teman sejawatnya. Pada kenyataannya ada beberapa kelemahan dalam penggunaan pembelajaran berkelompok. Misalnya, sebagian siswa tidak berpartisipasi secara optimal dalam kelompoknya, sementara sebagian lagi mendominasi, sebagian anggota kelompok terkadang menunjukkan ketidaksetujuan dan kurang bertanggung jawab terhadap kelompoknya, bahkan kemungkinan siswa dihadapkan pada konflik antar anggota kelompok. Selanjutnya Johnson & Johnson (dalam Crawford, 2001) menyarankan beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menaggulangi hal tersebut dan mewujudkan lingkungan belajar yang mendukung pemahaman konsep yang mendalam bagi siswa yaitu sebagai berikut. 

1) Menciptakan saling ketergantungan yang positif antar siswa dalam satu kelompok. 2) Meyakinkan siswa bahwa interaksi dalam kelompok adalah untuk menyelesaikan tugas. 3) Merangkul tanggung jawab semua individu pebelajar untuk menyelesaikan tugas dalam kelompok. 4) Mengondisikan siswa untuk menggunakan kemampuan pribadi dan kelompok secara optimal. 5) Meyakinkan kelompok pebelajar untuk melakukan diskusi dengan baik sesuai fungsi dan hakekat kelompok. 

Belajar dalam kelompok terkadang memiliki kesulitan, namun strategi ini sangat baik digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Johnson mengemukakan bahwa pembelajaran yang dilakukan melalui kerjasama kelompok telah terbukti keakuratannya dalam meningkatkan hasil belajar secara signifikan. 

5) Transfering (Memindahkan)

Transfering (memindahkan) bermakna mempelajari sesuatu dalam konteks pengetahuan yang telah ada, menggunakan dan memperluas apa yang telah diketahui. Transfering juga bermakna menghubungkan apa yang sudah dipelajari siswa atau apa yang sudah diketahui siswa secara konteks (Leon, 2004). Crawford (2001) mendefinisikan transferring sebagai penggunaan pengetahuan dalam konteks yang baru. Perkins (dalam Leon, 2004) mengungkapkan bahwa objek utama dalam pendidikan adalah kemampuan siswa mengaitkan dan mengalikasikan keterampilan-keterampilan dan konsep-konsep yang sudah mereka pelajari di dalam kelas. Dalam proses pembelajaran, transfer atau pemindahan pengetahuan jarang terjadi karena pebelajar tidak berminat mengaitkan dan mengaplikasikan konsep yang mereka miliki dalam konteks pembelajaran yang lain. Kemampuan siswa menerapkan konsep dalam situasi lain merupakan salah satu bentuk evaluasi dari keberhasilan proses pembelajaran yang memberikan indikasi bahwa siswa telah memahami konsep secara komprehensif. (Suastra, 2002). Untuk mencapai pemahaman yang mendalam diperlukan kemampuan berpikir dan kemampuan memindahkan pengetahuan. Pemindahan merupakan alat pemusatan daya pikir. Jadi, pebelajar membutuhkan kemahiran berpikir supaya mereka mampu memindahan sesuatu. Peran guru perlu diperluas dengan membuat bermacam-macam pengalaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan pada hafalan. Siswa yang belajar dengan pemahaman dapat juga disebut sebagai ”mentransfer pengetahuan” (Ekohariadi, 2002). Kesulitan dalam mempelajari sains (fisika) biasanya disebabkan karenta tahap pembelajaran yang terlalu tinggi. Biasanya pebelajar dihadapkan dengan permasalahan baru yang belum ditunjukkan penyelesaiannya. Bagi pebelajar yang hanya mengandalkan ingatan maka hal ini akan menjadi kendala. Pembelajaran sains (fisika) tidak hanya membutuhkan ingatan dan pemahaman, melainkan diperlukan kemampuan aplikasi, analisis, dan sisntesis. Untuk melatih kemampuan aplikasi, analisis, dan sisntesis tersebut, maka aktivitas transfering memegang peranan yang sangat penting. Shahabuddin & Rohizani (dalam Leon, 2004)

Page 15: React

mengemukakan bahwa pebelajar hendaknya diberdayakan untuk memindahkan segala pengetahuan yang diperoleh di sekolah ke dalam kehidupan keseharian mereka atau mengaplikasikan apa yang dipelajari dari satu subjek ke subjek yang lain. Jika siswa telah mampu memindahkan dan mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari maka dapat dikatakan siswa tersebut telah memiliki pemahaman yang mendalam. Pebelajar dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir kritis dan kreatif agar apa yang sudah dipelajari tidak terhenti sampai di situ saja melainkan mampu dikembangkan untuk menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran. Aktivitas transfering atau pemindahan ini memegang peranan penting dalam melatih kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa (Leon, 2004).

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kontekstual REACT 

Langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran kontekstual REACT pada dasarnya mengikuti tahapan-tahapan dari model tersebut, yaitu terdiri dari lima fase (1) relating atau mengaitkan, (2) experiencing atau mengalami, (3) applying atau menerapkan, (4) cooperating atau kerjasama, dan (5) transfering atau pemindahan. Proses pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran kontekstual REACT merupakan suatu siklus kegiatan. Artinya, proses tersebut tidak pernah terputus, seperti yang disajikan pada Gambar dibawah. 

Pembelajaran diawali dengan tahap relating. Pada tahap ini guru mengaitkan pengetahuan awal siswa dengan pengetahuan baru yang akan dibahas dengan memumnculkan permasalahan-permasalahan autentik yang akrab dengan keseharian siswa. Tahap kedua adalah experiencing. Pada tahap ini guru mengajak siswa untuk menemukan konsep melalui aktivitas laboratorium (kegiatan eksperimen). Setelah siswa menemukan konsep pada tahap experiencing, pembelajaran dilanjutkan ke tahapapplying yaitu penerapan konsep melalui latihan soal yang sifatnya autentik dan realistik. Tahap pembelajaran keempat adalah cooperating, yaitu kerjasama kelompok untuk mencari solusi pemecahan masalah yang terbaik. Tahap pembelajaran paling akhir adalah transfering. Pada tahap ini guru mencoba membimbing siswa mentransfer pengetahuan atau konsep yang sudah didapatkan dalam proses pembelajaran ke konteks pengetahuan lain yang lebih kompleks