9
REAKSI KUSTA A. Definisi: Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respons selular) atau reaksi antigen-antibodi (respons humoral) dengan akibat merugikan pasien. Reaksi ini dapat terjadi pada pasien sebelum mendapat pengobatan, selama pengobatan, dan sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun sesudah mulai pengobatan. Hal-hal yang mempermudah terjadinya reaksi kusta adalah stres fisik; (kondisi lemah, menstruasi, hamil, setelah melahirkan, pembedahan, sesudah mendapat imunisasi. dan malaria) dan stres mental. Perjalanan reaksi dapat berlangsung sampai 3 minggu. Kadang-kadang timbul berulang-ulang dan berlangsung lama. B. Jenis Reaksi 1. Reaksi tipe I (reaksi reversal, reaksi upgrading, reaksi borderline) Terjadi pada pasien tipe borderline disebabkan meningkatnya kekebalan selular secara cepat. Pada reaksi ini terjadi pergeseran tipe kusta ke arah PB. Faktor pencetusnya tidak

Reaksi Kusta

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Reaksi Kusta

REAKSI KUSTA

A. Definisi:

Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit

kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respons selular) atau reaksi antigen-antibodi

(respons humoral) dengan akibat merugikan pasien.

Reaksi ini dapat terjadi pada pasien sebelum mendapat pengobatan, selama pengobatan, dan

sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun sesudah mulai

pengobatan.

Hal-hal yang mempermudah terjadinya reaksi kusta adalah stres fisik; (kondisi lemah,

menstruasi, hamil, setelah melahirkan, pembedahan, sesudah mendapat imunisasi. dan

malaria) dan stres mental. Perjalanan reaksi dapat berlangsung sampai 3 minggu. Kadang-

kadang timbul berulang-ulang dan berlangsung lama.

B. Jenis Reaksi

1. Reaksi tipe I (reaksi reversal, reaksi upgrading, reaksi borderline)

Terjadi pada pasien tipe borderline disebabkan meningkatnya kekebalan selular secara cepat.

Pada reaksi ini terjadi pergeseran tipe kusta ke arah PB. Faktor pencetusnya tidak diketahui

secara pasti tapi diperkirakan ada hubungan dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.

a. Gejala klinis reaksi tipe I berupa perubahan lesi kulit, neuritis (nyeri tekan pada saraf),

atau gangguan keadaan umum pasien (gejala konstitusi).

b. Menurut keadaan reaksi, maka reaksi kusta tipe I ini dapat dibedakan atas: reaksi ringan

dan reaksi berat.

c. Perjalanan reaksi 6 – 12 minggu atau lebih.

Page 2: Reaksi Kusta

 Perbedaan Reaksi Ringan dan Berat pada Reaksi tipe I

Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat

1. Lesi Kulit Tambah aktif, menebal merah,

teraba panas dan nyeri tekan.

Makula yang menebal dapat sampai

membentuk plaque

Lesi membengkak sampai ada yang

pecah, merah, teraba panas dan nyeri

tekan. Ada lesi kulit baru, tangan dan

kaki membengkak, sendi-sendi sakit.

Saraf Tepi Tidak ada nyeri tekan saraf dan

gangguan fungsi.

Nyeri tekan, dan/atau gangguan fungsi,

misalnya kelemahan otot.

Jika ada reaksi ringan pada lesi kulit yang dekat dengan lokasi saraf, dikategorikan sebagai

Reaksi Berat.

2. Reaksi tipe II (reaksi ENL, reaksi eritema nodosum leprosum)

Reaksi ini terjadi pada pasien tipe MB dan merupakan reaksi humoral, di mana basil kusta

yang utuh maupun tak utuh menjadi antigen. Tubuh akan membentuk antibodi dan

komplemen sebagai respons adanya antigen. Reaksi kompleks imun terjadi antara antigen +

antibodi + komplemen = Immunokompleks.

a. Kompleks imun ini dapat mengendap antara lain di kulit berbentuk nodul yang dikenal

sebagai erirema nodosum leprosum (ENL), mata (iridosiklitis), sendi (artritis), dan saraf

(neuritis) dengan disertai gejala konstitusi seperti demam dan malaise, serta komplikasi

pada organ tubuh lainnya.

b. Perjalanan reaksi biasanya berlangsung sampai 3 minggu. Kadang-kadang timbul

berulang-ulang dan berlangsung lama.

c. Menurut keadaan reaksi, maka reaksi dapat dibedakan reaksi ringan dan reaksi berat.

Perbedaan Reaksi Ringan dan Berat pada Reaksi tipe I

Page 3: Reaksi Kusta

Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat

Lesi Kulit Nodul yang nyeri tekan

jumlahnya sedikit, biasanya

hilang sendiri dalam 2 – 3

hari

Nodul nyeri tekan, ada yang

pecah (Ulseratif), jumlah

banyak, berlangsung lama.

Keadaan Umum Tidak ada demam atau

demam ringan

Demam ringan sampai berat

Saraf Tepi Tidak ada nyeri tekan atau

gangguan fungsi

Ada nyeri tekan, terjadi

gangguan fungsi

Organ tubuh Tidak ada gangguan Terjadi peradangan pada

organ-organ tubuh seperti

Mata (Iridocyclitis), Testis

(Epididymoorchitis), Ginjal

(Nephritis), Sendi (Arthritis),

Kelenjar Limfe

(Limphadenitis), Gangguang

pada tulang, hidung dan

tenggorokan.

 

C. Penatalaksanaan

Page 4: Reaksi Kusta

1. Prinsip pengobatan

a. Pemberian obat antireaksi.

Obat yang dapat digunakan adalah aspirin, klorokuin, prednison, dan prednisolon sebagai

anti-inflamasi. Dosis obat yang digunakan sebagai berikut:

o Aspirin 600-1200 mg yang diberikan tiap 4jam, 4-6 kaii sehari.

o Klorokuin 3 x 150 mg/hari.

o Prednison 30-80 mg/hari, dosis tunggal pada pagi hari sesudah makan atau dapat juga

diberikan secara dosis terbagi misalnya: 4 x 2 tablet/hari , berangsur-angsur diturunkan

5-10 mg/2 minggu setelah terjadi respons maksimal.

Untuk melepas ketergantungan pada kortikosteroid pada reaksi tipe II digunakan

talidomid. Dosis talidomid 400 mg/hari yang berangsur-angsur diturunkan sampai 50

mg/hari. Tidak dianjurkan untuk wanita usia subur karena talidomid bersifat teratogenik.

Setiap 2 minggu pasien harus diperiksa ulang untuk melihat keadaan klinis. Bila tidak ada

perbaikan maka dosis prednison yang diberikan dapat dilanjutkan 3-4 minggu atau dapat

ditingkatkan (misalnya dari 1 S mgjadi 20 mg sehari). Setelah ada perbaikan dosis

diturunkan.

Untuk mencegah ketergantungan terhadap steroid, dapat diberikan klofazimin. Klofazimin

hanya diberikan pada reaksi tipe II (ENL kronis). Dosis klofazimin ditinggikan dari dosis

pengobatan kusta. Untuk orang dewasa 3 x 100 mg/hari selama 1 bulan. Bila reaksi sudah

berkurang maka dosis klofazimin itu diturunkan menjadi 2 x 100 mg/hari, selama 1 bulan

diturunkan lagi menjadi 1 x 100 mg/hari selama 1 bulan. Setelah reaksi hilang pengobatan

kembali ke dosis semula, yaitu 50 mg/hari.

b. Istirahat/imobilisasi.

c. Pemberian analgetik dan sedatif.

Page 5: Reaksi Kusta

Obat yang digunakan sebagai analgetik adalah aspirin, parasetamol, dan antimon. Aspirin

masih merupakan obat yang terbaik dan termurah untuk mengatasi nyeri (aspirin

digunakan sebagai antiinflamasi dan analgetik). Menurut WHO (1998), parasetamol juga

dapat digunakan sebagai analgetik. Sedangkan antimon yang digunakan pada reaksi tipe II

ringan untuk mengatasi rasa nyeri sendi dan tulang kini jarang dipakai karena kurang

efektif dan toksik. Dosis obat yang digunakan sebagai berikut:

o Aspirin 600-1200 mg yang diberikan tiap 4 jam, 4-6 kali sehari.

o Parasetamol 300-1000 mg yang diberikan 4-6 kali sehari (dewasa).

o Antimon 2-3 ml diberikan secara selang-seling, maksimum 30 ml.

2. Obat-obat kusta diteruskan dengan dosis tidak diubah.

Untuk semua tipe reaksi, bila tidak ada kontraindikasi, semua obat antikusta dosis penuh

harus tetap diberikan.

1. Pengobatan reaksi ringan.

a. Pemberian obat antireaksi.

Aspirin dan talidomid biasa digunakan untuk reaksi ringan. Bila dianggap perlu dapat

diberikan klorokuin selama 3-5 hari.

b. Istirahat/imobilisasi.

Berobat jalan dan istirahat di rumah.

c. Pemberian analgetik dan sedatif.

Pemberian analgetik dan obat penenang bila perlu.

Page 6: Reaksi Kusta

d. Obat-obat kusta diteruskan dengan dosis tidak diubah.

2. Pengobatan reaksi berat

a. Pemberian obat antireaksi.

Pada reaksi berat diberikan prednison dalam dosis tunggal atau terbagi.

b. Istirahat/imobilisasi.

Imobilisasi lokal pada anggota tubuh yang mengalami neuritis. Bila memungkinkan

pasien dirawat inap di rumah sakit.

c. Pemberian analgetik dan sedatif.

d. Obat-obat kusta diteruskan dengan dosis tidak diubah.

 

3. Rehabilitasi

Usaha-usaha rehabilitasi meliputi medis, okupasi, kejiwaan, dan sosial. Usaha medis yang

dapat dilakukan untuk cacat tubuh antara lain operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya

tidak sempurna kembali ke asal, fungsinya dapat diperbaiki. Lapangan pekerjaan dapat

diusahakan untuk pasien kusta yang sesuai dengan cacat tubuh. Terapi kejiwaan berupa

bimbingan mental diupayakan sedini mungkin pada setiap pasien, keluarga, dan

masyarakat sekitarnya untuk memberikan dorongan dan semangat agar dapat menerima

kenyataan dan menjalani pengobatan dengan teratur dan benar sampai dinyatakan sembuh

secara medis. Rehabilitasi sosial bertujuan memulihkan fungsi sosial ekonomi pasien

sehingga menunjang kemandiriannya dengan memberikan bimbingan sosial dan peralatan

kerja, serta membantu pemasaran hasil usaha pasien.