Click here to load reader
Upload
desi-dwi-rns
View
107
Download
15
Embed Size (px)
Citation preview
MIOMA UTERI
(Desi Dwi RNS, Muhammad Iqbal, Dario A. Nelwan)
I. PENDAHULUAN
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari sel-sel otot polos
uteri, walaupun terdapat beberapa kasus dimana mioma berasal dari sel-sel
otot polos pembuluh darah uteri. Mioma uteri/ leiomiomata uteri sering
disebut dengan istilah mioma, fibroid, fibromioma, leiomiofibroma, dan
fibroleiomioma, karena tumor ini terdiri dari jaringan otot polos dan juga
jaringan fibrosa. Namun, kata fibroid kurang tepat digunakan karena tidak
mampu menggambarkan asal lesi ini. Ukuran mioma bervariasi dari
ukuran sangat kecil hingga besar. Tumor ini dapat soliter maupun multipel
dan dapat ditemukan dalam miometrium (intra mural), di bagian luar
sepanjang lapiran serosa (subserosa), atau di bagian dalam dari kavum
uteri (submukosa). Mioma dapat berbentuk tangkai dan meluas hingga ke
serviks. Sebagian besar penderita mioma tidak menunjukkan gejala apa
pun. Gejala-gejala yang muncul bergantung dari lokasi, ukuran, dan
perubahan sekunder yang terjadi pada mioma.1 Mioma uteri merupakan
indikasi terbanyak tindakan histerektomi pada negara-negara industri di
Barat. Di Amerika Serikat, sebanyak 200.000 tindakan histerektomi
dilakukan setiap tahun.2
II. EPIDEMIOLOGI
Mioma adalah tumor padat pelvis yang sering didapatkan pada
wanita.3 20-40% kasus terjadi pada wanita usia produktif.1 Dalam
penelitian berbasis autopsi, didapatkan bahwa mioma uteri ditemukan pada
hampir 77% wanita. 2 Dalam suatu penelitian lainnya, prevalensi dari
tumor yang yang didapatkan dari identifikasi ultrasound adalah 4%
terdapat pada wanita usia 20-30 tahun, 11-18% pada usia 30-40 tahun, dan
1
33% pada usia 40-60 tahun.3 Penelitian ini melaporkan bahwa 5.4 dari
77% wanita menderita mioma uteri.3
Penelitian lain mendapatkan peningkatan insidens mioma pada
wanita berkulit hitam. Beberapa fakta mengindikasikan wanita berkulit
hitam lebih cenderung menderita tumor yang lebih besar dan lebih
simtomatis dibandingkan wanita berkulit putih. Fakta terbaru menyatakan
bahwa wanita dengan riwayat hipertensi memiliki resiko lebih tinggi
terkena mioma uteri, akibat kerusakan otot polos atau pelepasan sitokin.3
Faktor-faktor Resiko Mioma Uteri3
Menurunkan resiko
Kehamilan > 5 kali
Status menopause
Penggunaan kontrasepsi oral yang lama
Merokok
Penggunaan meroxyprogesterone acetate (Depo-Provera)
Meningkatkan Resiko
≥ 40 tahun
Ras kulit hitam
Riwayat keluarga dengan mioma uteri
Nullipara
Obesitas
III. ETIOLOGI
Penyebab mioma uteri tidak diketahui. Mioma berasal dari
uniseluler dan laju pertumbuhannya dipengaruhi oleh estrogen, hormon
pertumbuhan, dan progesteron. Penggunaan agonis estrogen meningkatkan
insidens tumor ini. Hormon pertumbuhan yang bekerja secara sinergis
dengan estradiol juga mampu meningkatkan insidens mioma. Sebaliknya,
progesteron dapat menghambat pertumbuhan mioma.3
2
IV. ASPEK ANATOMI DAN FISIOLOGI UTERI
Gambar 1. Anatomi Alat Reproduksi Wanita
(dikutip dari kepustakaan 4)
Uteri berbentuk seperti buah pir sedang, memiliki panjang 7.5 cm
dan lebar 5 cm. Uteri terletak sepanjang bidang anteroposterior rongga
pelvis dan terdiri atas fundus, di bagian superior dan serviks, di bagian
inferior. Bagian utama dari uteri, korpus, terletak di antara fundus dan
serviks. Bagian yang berkonstriksi pada uteri, ismus, adalah regio
persambungan serviks dan korpus. Bagian dalam uteri bersambung dengan
kanalis serviks, yang membentuk muara ke dalam vagina.4
Ligamen-ligamen utama yang mempertahankan posisi uteri adalah
broad ligament, round ligament dan uterosacral ligament. Broad ligament
berasal dari lipatan peritoneal yang membentang dari tepi lateral uteri
hingga ke dinding pelvis pada kontralateral. Ligamen ini juga
membungkus ovarium dan uteri. Round ligament membentang dari uteri,
kanalis inguinalis, hingga ke labium mayor dari genitalia eksterna, dan
3
uterosacral ligament menghubungankan dinding lateral uteri dengan
sakrum. Posisi normal uteri adalah anteversi. Pada beberapa wanita, bisa
didapatkan posisi uteri yang retroversi. Otot-otot skeletal pada dinding
bawah pelvis juga membantu mempertahankan uteri pada bagian bawah.
Jika terjadi kelemahan otot-otot tersebut, uteri dapat menurun ke hingga ke
kanalis vagina, yang dikenal dengan prolaps uteri.4
Dinding uteri terdiri atas tiga lapisan: perimetrium, miometrium,
dan endometrium. Lapisan perimetrium atau serosa adalah bagian dari
peritoneum yang melapisi uterus. Bagian sebelah dalam dari perimetrium
adalah miometrium atau lapisan muskular yang terdiri dari lapisan tebal
otot polos. Miometrium merupakan lapisan terbesar pada dinding uteri dan
merupakan lapisan otot polos yang paling tebal pada tubuh. Lapisan
muskular pada serviks mengandung lebih banyak jaringan konektif
dibandingkan otot. Itulah sebabnya serviks lebih kaku dan lebih sedikit
berkontraksi. Lapisan yang paling dalam adalah endometrium atau
membran mukosa. Lapisan ini terdiri dari selapis epitel kolumner
sederhana dan jaringan konektif, lamina propria. Kelenjar tubuler
sederhana tersebar pada lamina propria dengan saluran yang bermuara
pada lapisan epitel dalam kavum uteri. Endometrium terbagi lagi menjadi,
bagian tipis lapisan basalis, yang merupakan lapisan terdalam lamina
propria dan berhubungan langsung dengan miometrium; dan bagian tebal
lapisan fungsional yang terdiri atas sebagian besar lamina propria dan
endotel, dan melapisi seluruh bagian kavum uteri. Dinamakan lapisan
fungsional karena lapisan ini yang senantiasa berubah sesuai dengan siklus
menstruasi. Epitel kolumner juga melapisi kanalis serviks dan terdiri atas
kelenjar mukus servikalis. Mukus mengisi saluran serviks dan berfungsi
sebagai pelindung terhadap substansi yang akan masuk ke dalam uteri.
Saat mendekati masa ovulasi, konsistensi mukus akan berubah yang dapat
membuat sperma masuk dengan mudah ke dalam uteri. 4
4
Siklus endometrium pada lapisan uteri memiliki kaitan dengan
produksi dari estrogen dan progesteron oleh ovarium.5 Tahapan-tahapan
pada siklus tersebut adalah:
1. Fase proliferasi (Fase estrogen)
Fase ini terjadi sebelum ovulasi. Pada permulaan setiap siklus seksual
bulanan, sebagian besar endometrium telah berdeskuamasi akibat
menstruasi. Sesudah menstruasi, hanya selapis tipis stroma
endometrium yang tertinggal, dan sel-sel epitel yang tertinggal adalah
yang terletak dibagian lebih dalam dari kelenjar yang tersisa serta
pada kripta endometrium. Di bawah pengaruh estrogen yang
disekskresikan lebih banyak oleh ovarium selama bagian pertama
siklus ovarium, sel-sel stroma dan sel epitel berproliferasi dengan
cepat. Permukaan endometrium akan mengalami epitelisasi kembali
dalam waktu empat sampai tujuh hari sesudah terjadinya menstruasi.
Kemudian, selama satu setengah minggu, ketebalan endometrium
sangat meningkat karena jumlah sel stroma bertambah banyak dan
karena pertumbuhan kelenjar endometrium serta pembuluh darah baru
yang progresif ke dalam endometrium. Pada saat ovulasi,
endometrium memiliki ketebalan 3-5 mm. 5
2. Fase sekretorik (Fase progestasional)
Selama sebagian besar separuh akhir siklus bulanan, setelah ovulasi
terjadi, progesteron dan estrogen bersama-sama diekskresikan dalam
jumlah yang besar oleh korpus luteum. Estrogen menyebabkan sedikit
proliferasi sel tambahan pada endometrium selama fase siklus ini,
sedangkan progesteron menyebabkan pembengkakan yang nyata dan
perkembangan sekretorik dari endometrium. Kelenjar makin berkelok-
kelok, kelebihan substansi sekresinya bertumpuk dalam sel stroma
epitel kelenjar. Selain itu, sitoplasma dari sel stroma bertambah
banyak, simpanan lipid dan glikogen sangat meningkat dalam sel
stroma, dan suplai darah ke endometrium lebih lanjut akan meningkat,
5
sebanding dengan perkembangan aktivitas sekresi, dengan pembuluh
darah yang berkelok-kelok. Pada puncak fase sekretorik, sekitar
minggu minggu setelah ovulasi, ketebalan endometrium menjadi 5-6
mm. 5
3. Fase menstruasi
Jika ovum tidak dibuahi, kira-kira dua hari sebelum akhir siklus
bulanan, korpus luteum di dalam ovarium tiba-tiba berinvolusi, dan
hormon-hormon ovarium (estrogen dan progesteron) menurun dengan
tajam sampai kadar sekresi yang terendah. Terjadilah menstruasi. 5
Gambar 2. Siklus bulanan endometrium
(dikutip dari kepustakaan 5)
V. PATOGENESIS
Etiologi dari mioma uteri tidak diketahui. Pada suatu penelitian
menggunakan glukosa-6-fosfat dehidrogenase didapatkan bahwa semua
mioma berasal dari sel tunggal (monoklonal). Meskipun belum ada fakta
mengenai estrogen sebagai penyebab mioma, estrogen diduga berperan
dalam perkembangan mioma. Mioma memiliki lebih banyak reseptor
6
estrogen dalam konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
reseptor yang ada pada miometrium, tetapi lebih sedikit dibandingkan
reseptor yang ada pada endometrium. Estrogen berkontribusi dalam
pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.
Kadang-kadang dapat ditemukan mioma yang membesar akibat terapi
estrogen dan akibat kehamilan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
mioma yang muncul saat kehamilan berkaitan dengan aktivitas sinergis
antara estradiol dan human placental lactogen (hPL). Mioma jenis ini
biasanya akan mengecil setelah masa menopause.6
Mioma uteri berasal dari miometrium dan dikelompokkan
berdasarkan lokasi anatomi di mana mioma berkembang.6
a. Mioma submukosa. Terletak tepat di bawah endometrium dan
membesar di bagian dalam kavum uteri dan sering menyebabkan
perdarahan. Tumor ini dapat bertangkai sehingga berbentuk seperti
polip yang dapat menonjol hingga ke serviks. 7
b. Mioma intramural. Merupakan tempat perkembangan mioma yang
paling banyak, dikelilingi oleh otot polos, membesar di dalam dinding
uteri dan mengubah aliran darah vena. 7
c. Mioma subserosa. Mioma berada pada peritoneum di bagian luar
permukaan uteri, dapat berbentuk tangkai dan beresiko terjadi torsio.
Tumor ini dapat tumbuh pada broad ligament.7 Mioma ini sering
menyerupai massa/tumor pada ovarium pada pemeriksaan fisis dan
juga pada pemeriksaan radiologi. Pada kasus tertentu, mioma
subserosa yang berbentuk tangkai dapat melekat pada organ yang
berada dekat dengan uteri, menerima suplai darah baru, dan akhirnya
terlepas dari uteri (mioma parasitik).8
7
Gambar 3. Mioma uteri berdasarkan lokasi anatomi
(dikutip dari kepustakaan 7)
Hanya terdapat 2% mioma yang bersifat soliter. Mioma dapat
tumbuh hingga mencapai 45 kg. Setiap mioma dibatasi dengan
pseudokapsul. Suplai darah secara umum pada uteri melalui satu atau dua
arteri besar, dan mioma cenderung memperbanyak suplai darahnya dengan
melakukan degenerasi. Dua pertiga dari mioma yang berukuran besar
memperlihatkan tanda-tanda adanya proses degenerasi. Degenerasi akut
mioma jarang terjadi, tetapi jika terjadi dapat menyebabkan nekrosis,
hemoragik, atau septik. Denegerasi kronik terjadi dengan atrofi, hialin
(65%), kistik, kalsifikasi (10%), miksomatosa (15%) atau perlemakan.
Leiomiosarkoma terjadi pada 0.1-0.5% pasien dengan mioma uteri.
Namun, belum dapat dipastikan apakah keganasan ini berasal dari mioma
atau bukan.8
VI. DIAGNOSIS
8
A. Gejala Klinis
Sebagian besar pasien dengan mioma uteri tidak merasakan gejala
apapun.1 Gejala-gejala hanya muncul pada 35-50% dari jumlah
penderita.6 Ketika ada gejala gejala yang muncul, biasanya berkaitan
dengan lokasi, ukuran, dan perubahan degeneratif.1 Gejala-gejala yang
timbul akibat mioma uteri adalah:
a. Perdarahan abnormal uteri
Gejala ini merupakan gejala tersering dan manifestasi klinis yang
sangat penting dari mioma uteri, terdapat pada 30% penderita.
Perdarahan abnormal menyebabkan anemia defisiensi besi, yang
tidak dapat ditangani dengan pemberian zat besi jika perdarahan
yang terjadi berat dan terus-menerus. 6
Perdarahan dari mioma submukosa dapat terjadi karena gangguan
suplai darah dan kongesti di sekitar pembuluh darah, terutama
pembuluh vena atau ulserasi pada endometrium. Pada umumnya
penderita memiliki riwayat menstruasi yang memanjang, keluar
darah dalam jumlah yang banyak (menoragia), bercak-bercak
premenstrual, keluarnya darah segar lebih lama saat menstruasi. 6
Metroragia ringan berkaitan dengan mioma yang terletak pada
endometrium yang mengakibatkan trombosis vena dan nekrosis
pada area tersebut, terutama jika mioma tersebut membentuk
tangkai dan masuk ke kanalis serviks. 6
b. Nyeri
Mioma dapat menyebabkan nyeri ketika gangguan vaskuler
muncul. Dengan demikian, nyeri mungkin berasal dari degenerasi
yang berhubungan dengan oklusi, infeksi, torsio dari tumor
berbentuk tangkai, atau kontraksi uteri untuk mengeluarkan mioma
subserosa dari kavum uteri. Nyeri juga berhubungan dengan infark
dari torsio dan menghasilkan gejala klinis yang sama dengan akut
abdomen. 6
9
Mioma yang besar dapat menimbulkan sensasi penuh atau berat
pada area pelvis, sensasi ada massa di dalam pelvis, atau sensasi
timbulnya massa yang dapat diraba pada dinding abdomen. Mioma
dapat melekat dengan tulang pelvis dan menekan saraf pada tulang
belakang sehingga menimbulkan nyeri yang menjalar pada
punggung dan ekstremitas bagian bawah. Namun, nyeri punggung
merupakan gejala tidak khas sehingga sulit untuk mendiagnosis
mioma dengan keluhan ini.
Nyeri saat berhubungan seksual juga dapat terjadi, tergantung
posisi dan penekanan pada dinding vagina 6.
c. Efek penekanan
Efek penekanan jarang ditemukan dan sulit untuk dihubungkan
secara langsung, kecuali jika mioma tersebut sangat besar. Mioma
intramural atau intraligamen dapat mengganggu atau menghambat
organ-organ lain di sekitar uteri. Mioma parasitik dapat
menyebabkan obstruksi intestinal jika mioma sangat besar atau
melibatkan omentum atau usus. Mioma pada daerah serviks dapat
menimbulkan sekret serosanguineous pada vagina, perdarahan
vagina, dispareunia, dan infertilitas. Mioma yang besar dapat
mengisi pelvis dan menggeser atau menekan ureter, buli-buli atau
rektum. Penekanan pada sekitar struktur tersebut dapat
menimbulkan gejala dan tanda gangguan urinarius atau hidroureter.
Mioma yang besar dapat juga menyebabkan kongesti vena pelvis
dan edema pada ekstremitas bawah atau konstipasi. Pada kasus-
kasus tertentu, mioma yang terletak pada bagian posterior fundus
dapat mengubah posisi uteri menjadi sangat retrofleksi, menekan
basal buli-buli dan menyebabkan retensi urin. Hal ini dapat
mengakibatkan munculnya inkontinensia tipe overflow yang
intermitten. 6
d. Infertilitas
10
Keterkaitan antara mioma uteri dan infertilitas belum diketahui.
Sekitar 27-40% wanita dengan mioma multipel dilaporkan
mengalami infertilitas, tetapi penyebab-penyebab lain infertilitas
ada juga pada kasus-kasus tersebut. 6 Presentase mioma sebagai
penyebab tunggal infertilitas hanya berkisar 2-3%. Mioma
submukosa atau miometrium dapat mendesak kavum uteri sehingga
dapat menganggu proses implantasi dan mengurangi angka
kehamilan.9
e. Abortus spontan
Insidens abortus spontan sekunder akibat mioma tidak diketahui
secara pasti tetapi kemungkinannya dua kali lebih banyak
dibandingkan pada wanita hamil yang normal. Selain abortus,
kehamilan yang disertai penyulit dapat menyebabkan kelahiran
prematur, malpresentasi, distosia, nyeri yang abnormal, dan
perdarahan post partum.6,8
B. Pemeriksaan fisis
Sebagian besar mioma ditemukan pada saat .pemeriksaan rutin
bimanual pada uteri atau pada saat palpasi di regio bawah abdomen.
Retrofleksi dan retroversi uteri dapat mengaburkan diagnosis
pemeriksaan fisis meskipun mioma tersebut berukuran besar. Apabila
teraba serviks di belakang simfisis, maka kemungkinan hal tersebut
disebabkan oleh massa yang berukuran besar. 6
Diagnosis mioma uteri menjadi semakin jelas jika kontur uteri
yang teraba membulat hingga irreguler, permukaan rata, berbatas tegas. 6,8 Namun, temuan ini masih harus diperkuat lagi dengan pemeriksaan
radiologi mengingat sulit untuk menentukan apakah massa yang
didapatkan tersebut benar-benar berasal dari uteri atau bukan. 6
C. Laboratorium
11
Anemia paling sering didapatkan menyertai mioma uteri
disebabkan karena perdarahan uteri yang berlebihan dan penurunan
penyimpanan zat besi. Namun, pada beberapa pasien didapatkan
eritrositosis. Peninggian eritropoietin dilaporkan pada beberapa kasus.
Leukositosis dan peningkatan laju endap darah (LED) juga dapat
ditemukan dengan adanya degenerasi akut mioma atau infeksi. 6
D. Radiologi
1. Foto Polos Abdomen
Mioma berukuran besar yang khas akan terlihat sebagai massa
jaringan lunak di regio bawah abdomen pada pemeriksaan x-ray.
Kadang-kadang ditemukan gambaran mioma dengan kalsifikasi.6
Gambar 4. Foto Polos abdomen. Gambaran massa yang besar, berlobus-lobus, dengan
kalsifikasi yang kasar pada pelvis wanita yang menderita mioma uteri dengan
komplikasi.
(dikutip dari kepustakaan 10)
12
Gambar 5. Foto polos abdomen menunjukkan gambaran kalsifikasi granular yang
sangat banyak akibat mioma multipel.
(dikutip dari kepustakaan 11)
Gambar 6. Foto polos abdomen memperlihatkan kalsifikasi yang tidak teratur pada
mioma uteri terkalsifikasi.
(dikutip dari kepustakaan 12)
13
2. Hysterosalpingongraphy (HSG)
Standar baku untuk mengevaluasi patensi tuba adalah laparoskopi,
meskipun beberapa institusi lebih sering menggunakan
hysterosalpingography (HSG). Fungsi utama dari pemeriksaan ini
adalah mengevaluasi infertilitas. 13
HSG juga efektif untuk menilai kontur dari kavum endometrium
dan patensi dari tuba fallopi pada pasien infertil yang memiliki mioma
uteri dan pada wanita sebelum menjalani fertilisasi in vitro.
Hysterosalpingography mampu menggambarkan lokasi, perluasan dan
resektabilitas dari mioma submukosa untuk persiapan operasi pada
wanita noninfertil. Kadang-kadang, distribusi media kontras peritoneum
dapat membuat gambaran silhoutte dari mioma bertangkai yang
berukuran besar.4
Gambar 7. HSG menunjukkan gambaran filling defect yang besar akibat mioma
submukosa soliter.
(dikutip dari kepustakaan 1)
14
Gambar 8. HSG menunjukkan gambaran kavum uteri yang normal. Pada tuba fallopi
kiri terbentuk gambaran bulat dari mioma tangkai besar yang berasal dari dinding uteri
bagian kiri.
(dikutip dari kepustakaan 1)
3. Ultrasonography (USG)
USG adalah modalitas pencitraan yang paling banyak digunakan
untuk mendiagnosis tumor jinak uteri.14 Modalitas USG yang
digunakan adalah USG transvaginal (TVUS) yang dilakukan pada saat
palpasi bimanual atau USG transabdominal pada saat pemeriksaan
fisis.2 TVUS adalah modalitas radiologi utama diagnosis wanita dengan
mioma uteri. TVUS membantu untuk mendiagnosis mioma yang kecil
dan mioma submukosa.14
Pada USG, gambaran uteri yang normal adalah lapisan serosa
memiliki densitas echoik dan hipoechoik homogen pada lapisan
miometrium. Mioma memiliki pola dengan lamella yang homogen,
dengan batas yang jelas, permukaan yang rata/halus, tetapi dapat juga
disertai kalsifikasi atau nekrosis sentral. Ukuran mioma harus selalu
diukur dan dikontrol dengan pemeriksaan serial untuk mengetahui
adanya transformasi menjadi sarkoma yang ditandai dengan adanya
pembesaran yang sangat cepat dari mioma.15
15
Gambar 9. Potongan transversal USG memperlihatkan massa hipoechoik homogen
pada uteri (tanda panah) yang merupakan gambaran mioma uteri (B=buli-buli)
(dikutip dari kepustakaan 14)
Gambar 10. Potongan longitudinal USG memperlihatkan beberapa massa
hipoechoik yang berukuran kecil pada uteri (tanda panah) yang merupakan gambaran
mioma uteri (B=buli-buli)
(dikutip dari kepustakaan 14)
16
Gambar 11. Gambaran TVUS memperlihatkan mioma subserosa (tanda panah) yang
mengaburkan kontur luar dinding uteri. Mioma terlihat hipoechoik yang homogen bila
dibandingkan dengan miometrium dan endometrium.
( dikutip dari kepustakaan 2)
4. Computed Tomography (CT)
CT dengan kontras jaringan lunak yang kurang bagus merupakan
modalitas radiologi yang terbatas untuk mendiagnosis perubahan yang
bersifat jinak pada uteri. CT tidak mampu menunjukkan perbedaan
antara lapisan-lapisan pada uteri, dengan demikian tidak dapat
menunjukkan lokasi spesifik dari mioma. Pemakaian medium kontras
intravena dapat meningkatkan diferensiasi organ-organ yang
berbatasan, tetapi tidak mampu untuk menetapkan diagnosis banding.
Pada CT scan, mioma uteri memiliki densitas isodens, yang sama
dengan otot, dan dapat diidentifikasi secara tepat dengan adanya
kalsifikasi yang khas.2
17
Gambar 12. CT dengan media kontras pada pelvis wanita 39 tahun dengan mioma
uteri. Terlihat massa oval yang besar dengan pembesaran yang heterogen (tanda
bintang), menggeser ovarium kanan yang hipodens dan menyebabkan pembesaran
abdomen (dikutip dari kepustakaan 2)
5. Magnetik Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah modalitas diagnosis yang paling akurat untuk menilai
mioma uteri. MRI mampu melakukan penilaian uteri dalam orientasi
multiplanar dan tanpa gangguan struktur yang berada di atasnya. MRI
tidak hanya menyediakan informasi akurat mengenai jumlah dan ukuran
dari mioma, tetapi juga lokasi mioma di uteri (serviks, korpus, fundus)
dan di lapisan dinding uteri (submukosa, intramural, subserosa), juga
keterkaitan mioma dengan struktur di sekitarnya seperti tuba dan
ovarium. MRI juga mampu menilai perubahan degeneratif sekunder
yang terjadi pada mioma uteri. 2
Indikasi dilakukan MRI jika hasil yang didapatkan
pada USG negatif atau inkonklusif dalam membedakan
antara uteri atau massa adneksa atau antara mioma
uteri dan adenomiosis, dan melacak adanya mioma
submukosa pada perdarahan yang abnormal atau
keadaan infertilitas. 15
18
Pada gambar MR T2WI, mioma uteri terlihat jelas sebagai massa
yang bulat atau oval dengan intensitas rendah. Mioma
dikarakteristikkan dengan pertumbuhan yang meluas tetapi tidak
menginfiltrasi struktur disekitarnya dan oleh sebab itu mioma
mengubah bentuk uteri, sesuai dengan ukuran dan lokasi mioma
tersebut. 2
Gambar 13. Gambaran transaxial T2WI menunjukkan mioma multipel, yang
didominasi oleh mioma subserosa. Terdapat penggeseran ringan pada kavum uteri
oleh mioma transmural (tanda panah).
(dikutip dari kepustakaan 2)
19
Gambar 14. Gambaran koronal T2WI dari multipel mioma uteri. Mioma subserosa
bertangkai (panah putih) diidentifikasi dengan mudah dari intensitas sinyal yang
rendah dan bersambung secara langsung dengan fundus uteri bagian kanan. Tampak
lesi tidak dapat dipisahkan dari ovarium kanan (panah hitam).
(dikutip dari kepustakaan 2)
E. Histopatologi
Pada penampakan, permukaan mioma uteri terlihat seperti
kumparan/ pusaran air yang berputar. Secara histologi, mioma terdiri atas
jalinan sel-sel otot polos yang tersusun dalam bentuk fasikulus sehingga
membentuk pola seperti kumparan. Sel-sel otot polos tersebut tertanam
dalam stroma serat-serat kolagen. Secara mikroskopik, sel-sel tersebut
bersifat uniform, memiliki nukleus lonjong, sitoplasma eosinofilik, dan
membran sel yang berbatas jelas. Pada umumnya mioma terlihat sebagai
kumpulan sel-sel dengan densitas lebih tinggi dibandingkan dengan
jaringan miometrium yang ada di sekitarnya. Mitosis dan apitia tidak
ditemukan di dalam fibroid. 2
20
Gambar 15. Histopatologi dari mioma uteri. Pewarnaan H&E pada spesimen
memperlihatkan sel-sel otot polos yang monomorfik tersusun dalam fasikulus-
fasikulus membentuk pola kumparan.
(dikutip dari kepustakaan 2)
VII. DIAGNOSIS BANDING
A. Adenomiosis
Pada analisis histologi, karakteristik dari adenomiosis adalah
adanya kelenjar endometrial ektopik dan stroma pada miometrium yang
berhubungan dengan hipertrofi reaktif otot polos di sekitar miometrium.
Pada umumnya adenomiosis terlihat sebagai invasi langsung lapisan
basal endometrium ke miometrium meskipun penyebab hal ini tidak
diketahui secara pasti. Gejala klinisnya adalah dismenore dan
menoragia yang memiliki kesamaan dengan mioma uteri. 16
Sangat penting secara klinis untuk dapat membedakan antara
adenomiosis dan mioma uteri. Tidak seperti mioma uteri yang
membutuhkan miomektomi, ademiosis ditangani dengan histerektomi.
Gambaran MRI memberikan petunjuk yang sangat mudah untuk
membedakan adenomiosis dan mioma uteri. Pada adenomiosis difus,
21
akan terlihat penebalan junctional zone pada T2WI. Jika penebalan
junctional zone 12 mm atau lebih, maka dapat dipastikan lesi tersebut
adalah adenomiosis. Pada bentuk tunggal, adenomiosis menunjukkan
gambaran yang tidak spesifik, batas yang tidak jelas dengan intensitas
sinyal yang rendah pada gambaran T2WI. Sedangkan mioma uteri
terlihat sebagai massa yang berbentuk bulat, dengan batas yang jelas. 16
TVUS juga digunakan untuk mendiagnosis adenomiosis karena
tingkat sensitivitasnya yang tinggi. Kriteria sonografi untuk
adenomiosis adalah bentuk uteri yang globuler, terdapat kista
miometrium (diameter 2-6 mm), batas massa tidak jelas, nodul
miometrium yang bersifat hiperechoik, dan penebalan dinding anterior
atau posterior uteri yang asimetris.17
B. Leiomiosarkoma Uteri
Leiomiosarkoma dapat berkembang dari lesi jinak mioma uteri
yang telah ada sebelumnya (transformasi sarkomatosa) atau tumbuh
secara langsung dari sel-sel otot polos uteri. Walaupun ada teori yang
menyatakan bahwa gambaran MRI mioma yang memiliki batas yang
tidak beraturan adalah leiomiosarkoma, gambaran spesifik
leiomiosarkoma sendiri belum ditentukan. Gambaran MRI belum dapat
membedakan antara mioma uteri dan leiomiosarkoma. Kedua lesi ini
baru dapat dibedakan dengan pemeriksaan histopatologi setelah operasi
pengangkatan tumor. 16
22
VIII. TATA LAKSANA
Pilihan pengobatan tergantung dari gejala-gejala yang timbul,
umur, paritas, status kehamilan, rencana kehamilan, kesehatan umum,
dan juga ukuran serta lokasi dari mioma.6
A. Terapi Hormonal
Tujuan dari tata laksana medis adalah untuk menyembuhkan atau
mengurangi gejala. Walaupun tidak ada terapi definitif yang tersedia
untuk mioma uteri, agonis gonadotropin-releasing hormon (GnRH)
terbukti berguna untuk membatasi pertumbuhan atau secara temporer
menurunkan ukuran tumor. Agonis GnRH menekan hipogonadisme
melalui desensitisasi pituitari, menurunkan regulasi reseptor, dan
menghambat gonadotropin. Terapi GnRH untuk mioma uteri dilakukan
selama tiga bulan. Efek samping terapi GnRH adalah keadaan
hipoestrogenik dan kehilangan mineral tulang, terutama terapi yang
berlangsung lebih dari enam bulan. Agonis GnRH juga berguna untuk
mengatasi perdarahan, meningkatkan level hematokrit preoperasi. 6
Agen progestasional juga dilaporkan dapat mempengaruhi
perkembangan mioma. Norethindrone, medrogestone, dan
medroxyprogesterone asetat berhasil menurunkan ukuran dari mioma
uteri. Komponen obat ini bekerja untuk menghasilkan efek hipoestrogen
dengan menghambat sekresi gonadotropin dan menekan fungsi ovarium.
Komponen progestasional mampu menghasilkan efek antiestrogenik
pada level seluler.1
B. Tindakan Pembedahan
Indikasi operasi pada kasus mioma uteri adalah1:
1. Kecurigaan yang tinggi ke arah keganasan
23
2. Mioma yang tumbuh setelah menopause
3. Infertilitas yang diakibatkan pergeseran kavum endometrium atau
obstruksi tuba
4. Keguguran yang berulang (dengan distorsi dari kavum
endometrium)
5. Gejala pada traktus urinarius
6. Nyeri atau gejala penekanan (yang menganggu kualitas hidup)
7. Anemia defisiensi besi yang diakibatkan karena perdarahan kronis
Miomektomi
Miomektomi adalah pilihan bagi pasien yang mengalami berbagai
gejala simptomatis mioma dan tetap ingin dalam keadaan fertil atau ingin
mempertahankan uteri. Kekurangan tindakan ini adalah tingginya angka
rekuren mioma di masa mendatang. Lima tahun setelah miomektomi, 50-
60% pasien akan memiliki mioma baru yang dideteksi dengan USG, dan
hingga 25% membutuhkan operasi yang kedua. 6
Miomektomi biasa dilakukan bersamaan dengan histeroskopi pada
kasus-kasus mioma submukosa dan bersamaan dengan laparoskopi untuk
mioma subserosa atau intramural dalam jumlah sedikit. Apabila pasien
menginginkan prosedur yang minimal invasif, maka miomektomi dapat
menjadi pilihan utama. 6
Histerektomi
Mioma uteri menjadi indikasi yang terbanyak untuk tindakan
histerektomi. Histerektomi dapat mengeliminasi gejala-gejala dan juga
resiko rekurensi. Uteri dengan mioma yang kecil dapat dihilangkan
dengan tindakan histerektomi total vagina, terutama jika pengendoran
vagina memerlukan perbaikan dari kelainan seperti sistokel, rektokel,
atau enterokel. Ketika terdapat beberapa tumor besar (terutama mioma
intraligamen), maka total abdomen histerektomi sangat dianjurkan. 6
24
Embolisasi Arteri Uteri
Oklusi emboli arteri uteri adalah alternatif untuk operasi mayor
pada wanita pramenopause yang tidak mementingkan fertilitas tetapi
ingin mempertahankan uteri atau menghindari efek negatif dari terapi
medis. Pada prosedur ini, dilakukan arteriogram untuk mengidentifikasi
suplai darah ke mioma. Kateter kemudian digerakkan ke bagian distal
arteri uteri dibawah tuntunan floroskop. Arteri kemudian diinfus dengan
bahan embolisasi (polyvinil alkohol atau tris-acryl gelatin) hingga
alirannya berhenti. Prosedur ini memakan waktu 1 jam. Follow up
dilakukan hingga lima tahun, dan 95% pasien menunjukkan adanya
perbaikan gejala dan kualitas hidup. Frekuensi rekurensi dari embolisasi
(10-15%) lebih rendah dibandingkan dengan miomektomi (20-50%).6
Ablasi Endometrium
Tindakan ini diindikasikan untuk pasien yang tidak
mempermasalahkan fertilitas. Tindakan ini dapat mengontrol perdarahan.
Prosedur ini menjadi efektif jika dikombinasikan dengan miolisis.6
Miolisis
Teknik ini adalah teknik laparoskopi dengan koagulasi termal,
sinar laser atau krioterapi.3,6 Tindakan ini tidak membutuhkan suturing
dan mudah dilakukan. Destruksi jaringan lokal yang timbul pada
tindakan ini dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya ruptur saat
kehamilan.6
25
IX. PROGNOSIS
Histerektomi dengan pengangkatan seluruh mioma adalah
pengobatan kuratif. Dengan miomektomi, uteri dan kavumnya akan
kembali pada kontur yang normal. Penelitian terbaru memperkirakan 2-
3% per tahun terjadi mioma rekuren yang simptomatis setelah
miomektomi.6
X. KOMPLIKASI
Perdarahan berat yang disertai anemia adalah komplikasi terbanyak
dari mioma. Obstruksi traktus urinarius atau usus akibat massa mioma
yang besar atau mioma parasitik hanya dijumpai pada beberapa kasus.
Sedangkan transformasi ke arah keganasan sangat jarang ditemukan.
Komplikasi yang dapat terjadi pada mioma yang berkembang pada masa
kehamilan adalah inersia uteri, malpresentasi janin, atau obstruksi jalan
lahir.6
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Wallach EE, Vlahos N: Uterine Myomas: An Overview of Development, Clinical Features, and Management [online]. Obstet Gynecol 2004; 104: 393-406 [cited on December 21, 2011]. Available from: URL: http:// www.utilis.net/Morning%20Topics/Gynecology/Myomas.pdf
2. Kroncke TJ: Benign Uterine Lesion. In: MRI and CT of The Female Pelvis. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2007. p. 61-74.
3. Evans P, Brunsells S: Uterine Fibroid Tumor: Diagnosis and Treatment [online]. Am Fam Physicians 2007 May 15;75(10): 1503-1508 [cited on December 21, 2011]. Avalaible from: URL: http://www.aafp.org/afp/2007/0515/p1503.html
4. Seeley, Stephens, Tate: Anatomy of the Female Reproductive System. In: Essential of Anatomy and Physiology 6th Ed. New York: McGraw-Hill; 2004. p. 1033-7.
5. Guyton AC, Hall JE: Female Physiology Before Pregnancy and Female Hormones. In: Textbook of Medical Physiology 11th Ed. Philadelphia: Elsevier; 2006. p. 1018-9.
6. Aghajanian P, Ainbinder SW, Akhter MW, et al: Leiomyoma of The Uterus (Fibromyoma, Fibroid, Myoma). In: Current Diagnosis & Treatment in Obstetrics & Gynecology 10th ed. United State of America: McGraw-Hill; 2006. p.1-7.
7. Hamilton-Fairley D: Pelvic Pain. In: Lecture Notes Obstetrics and Gynaecology 2nd Ed. United State Of America: Blackwell Publishing; 2004. p. 231.
8. Pernoll ML: Benign Uterine Neoplasms. In: Benson & Pernoll’s Handbook of Obstetrics and Gynecology. New York: Mc Graw-Hill; 2001. p. 621-2.
9. Lefebvre G, Vilos G, Allaire C, et al: The Management of Uterine Leiomyomas [online]. J Obstet Gynaecol Can 2003; 25(5): 396-405 [cited on January 1, 2012]. Available from: URL: www.sogc.org/guidelines/public/128E-CPG-May2003.pdf
10. Gunderman RB: The Reproductive System. In: Essential Radiology: Clinical Presentation, Pathophysiology, and Imaging 2nd Ed. New York: Thieme; 2006. p. 208.
27
11. Begg JD: The Female Abdomen. In: Abdominal X-Rays Made Easy. Edinburgh: Churchill livingstone; 1999. p. 155
12. Shing KK, Wong KT, Antonio GE, et al: Genitourinary System. In: Case Studies In Medical Imaging. New York: Cambridge University Press; 2006. p. 346-7
13. Skucas J: Female Reproductive Organs. In: Advanced Imaging of The Abdomen. United State of America: Springer-Verlag London; 2006. p. 719
14. Eisenberg RL, Margulis AR: Leiomyoma (fibroid) of the Uterus. In: The Right Imaging Study A Guide for Physician 3rd Edition. New York: Springer; 2008. p. 528-9
15. Hofer M, Reihs T: Female Genital Organs. In: Ultrasound Teaching Manual. New York: Thieme; 1999. p. 60.
16. Murase E, Seigelman ES, Outwater EK, et al: Uterine Leiomyomas: Histopathologic Features, MR Imaging Findings, Differential Diagnosis, and Treatment [online]. RadioGraphics 1999; 19: 1179-1197 [cited on December 21, 2011]. Available from: URL: http://radiographics.rsna.org/content/19/5/1179.long
17. Hill LM: Sonographic Evaluation of Uterine Leiomyomas dan Adenomyosis [online]. 2009 [cited on January 1, 2012] Available from: URL: https://iame.com/online/leiomyomas/leiomyomas.html
28
LAMPIRAN
29
30