36
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK LAPORAN KASUS INI DIBUAT UNTUK MELENGKAPI PERSYARATAN KEPANITERAAN KLINIK SENIOR DEPARTEMEN SMF ILMU KESEHATAN PULMONOLOGI RSUD ACEH TAMIANG OLEH Sarah Fazilla 09171063 DOKTER PEMBIMBING dr. Rosniar Nasution Sp.P FAKULTAS KEDOKTERAN

Refarat PPOK

Embed Size (px)

Citation preview

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

LAPORAN KASUS INI DIBUAT UNTUK MELENGKAPI

PERSYARATAN KEPANITERAAN KLINIK SENIOR DEPARTEMEN

SMF ILMU KESEHATAN PULMONOLOGI

RSUD ACEH TAMIANG

OLEH

Sarah Fazilla

09171063

DOKTER PEMBIMBING

dr. Rosniar Nasution Sp.P

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ABULYATAMA

2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia, rahmat

kesehatan dan keselamatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan laporan kasus ini.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dokter pembimbing, dr.Rosniar

nasution Sp.P yang telah memberikan dukungan dan bimbingan dalam penulisan laporan

kasus ini.

Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian pembelajaran

dalam kepaniteraan klinik senior. Penulisan kasus ini merupakan salah satu untuk melengkapi

persyaratan Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Langsa.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini masih memiliki kekurangan

dan jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun menyempurnakan laporan kasus ini.

Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat kepada semua

orang.

Aceh Tamiang, September 2013

Penulis

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN................................................................................

BAB II KAJIAN TEORITIS............................................................................

1. DEFINISI..............................................................................................

2. EPIDEMIOLOGI.............................................................................

3. ANATOMI PULMO

4. PATOFISIOLOGI

5. ETIOLOGI

6. GEJALA KLINIS

7. KLASIFIKASI

8. DIAGNOSIS

9. DIAGNOSIS BANDING

10. PENATALAKSANAAN

11. PROGNOSIS...........................................................

BAB III DAFTAR PUSTAKA.........................................................................

BAB IV LAPORAN KASUS...........................................................................

BAB V DISKUSI ............................................................................................

BAB VI KESIMPULAN..................................................................................

BAB VI DAFTAR PUSTAKA........................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

            Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang ditandai dengan

hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran

udara ini bersifat progresif dan behubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel

atau gas yang beracun/ berbahaya. Istilah penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau

Chronic Obstructif Pulmonary Disease (COPD) ditujukan untuk mengelempokkan penyakit-

penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan. Istilah ini

mulai dikenal pada akhir 1950an dan permulaan tahun 1960an. Masalah yang menyebabkan

terhambatmya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan maupun pada

parenkim paru. Kelompok penyakit yang dimasksud adalah Bronkitis Kronik (masalah dalam

saluran pernapasan), emfisema (masalah dalam parenkim). Ada beberapa ahli yang

menambahkan ke dalam kelompok ini yaitu Asma Bronkial Kronik, Fibrosis Kistik dan

Bronkiektasis. Secara logika penyakit asma bronkial seharusnya dapat digolongkan ke dalam

golongan arus napas yang terhambat, tetapi pada kenyataannya tidak dimasukkan ke dalam

golongan PPOK.1,2,3,4

            Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai PPOK bila

obstruksi aliran udara ekspirasi tersebut cenderung progresif. Kedua penyakit tadi (bronkitis

kronik, emfisema) hanya dapat dimasukkan ke dalam kelompok PPOK jika keparahan

penyakitnya telah berlanjut dan obstruksinya bersifat progresif. Pada fase awal, kedua

penyakit ini belum dapat digabungkan ke dalam PPOK.3,5

            Patofisiologi terjadinya obstruksi adalah peradangan pada saluran pernapasan kecil.

Pada PPOK yang stabil, ciri peradangan yang dominan adalah banyaknya sel neutrofilik yang

ditarik oleh IL-8. Walaupun jumlah limfosit juga meningkat, namun yang meningkat hanya

sel T CD8 helper tipe 1. Berbeda pada asma, yang dominan adalah eosonofi, sel mast, dan sel

T CD4 helper tipe 2. Ketika terjadi eksaserbasi akut pada PPOK maka jumlah eosonofil

meningkat tiga puluh kali lipat. Perbedaan jenis sel yang menginfilttrasi inilah yang

menyebabkan perubahan respon terhadap pengobatan kortikosteroid.3

BAB II

KAJIAN TE0RIORITIS

A. DEFINISI

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara

disaluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri

dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

Bronkitis kronik adalah

Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan

dalam setahun,sekurang-kurangnya dua tahun berturut -turut, tidak disebabkan penyakit

lainnya.

 Emfisema adalah

Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal

bronkiolus terminal,disertai kerusakan dindingalveoli.

B. EPIDEMOLOGI

            Penderita pria : wanita = 3-10 : 1. Pekerjaan penderita sering berhubungan erat

dengan faktor alergi dan hiperreaktifitas bronkus. Di daerah perkotaan, insiden PPOM 1 ½

kali lebih banyak daripada pedesaan. Bila seseorang pada saat anak-anak sering batuk,

berdahak, sering sesak, kelak pada masa tua timbul emfisema.9

            Faktor risiko penyakit paru obstruktif (PPOK) adalah hal-hal yang berhubungan dan

atau yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok

tertentu. Faktor risiko tersebut meliputi: 1,2

a. Kebiasaan merokok, merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh

lebih penting dari factor penyebab yang lainnya.

Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :

1. Riwayat merokok

- Perokok aktif

- Perokok pasif

- Bekas perokok

2. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-

rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

- Ringan : 0-200

- Sedang : 200-600

- Berat : >60

b. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

c.   Hipereaktiviti bronkus

d.    Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

C.    ANATOMI PULMO

            Pulmo adalah parenkim yang berada bersama-sama dengan bronchus dan

percabangan-percabangannya. Dibungkus oleh pleura, mengikuti gerakan dinding thorax

pada waktu inspirasi dan expirasi. Bentuknya dipengaruhi oleh organ-organ yang berada

disekitarnya. Pulmo terdiri dari pulmo kiri dan pulmo kanan. Pulmo kiri terdiri dari 2 lobus,

sedangkan pulmo kanan terdiri dari 3 lobus.7,8

Gambar 1 Anatomi Pulmo.6

 

            Vaskularisasi diperoleh dari cabang-cabang arteria intercostalis, arteria mammaria

interna, arteria musculophrenica dan arteria bronchialis. Innervasi dilakukan oleh

n.pherenicus, n.intercostalis, N.vagus dan trunchus sympathicus.5

 

D.    PATOFISIOLOGI

Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas, parenkim

paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian paru dijumpai peningkatan

akrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan

mengeluarkan berbagai mediator seperti Leukotrien B4, IL8, TNF yang mapu merusak struktur

paru dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain

yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan stres oksidatif.1

Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar(central

airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan vaskuler pulmonal. Pada

saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel. Kelenjar-

kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini

menyebabkan hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang

menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini

akan menghasilkan structural remodeling dari dinding saluran napas dengan peningkatan

kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang menyebabkan penyempitan lumen

dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada parenkim paru terjadi destruksi yang khas

terjadi pada emfisema sentrilobuler. Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan

namun bila lanjut bisa terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary

capilary bed. Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh darah

yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang pertama kali

terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding

pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos,

proteoglikan dan kolagen bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal 2,5

Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas.

Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis

kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (< 2mm) menjadi lebih sempit dan

berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga

menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru,

penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.1

           

Gambar 2 Kelainan Paru pada penderita

PPOK6

 

E.     ETIOLOGI

            Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab paling umum dari eksaserbasi PPOK.

Namun, polusi udara, gagal jantung, emboli pulmonal, infeksi nonpulmonal, dan

pneumothorax dapat memicu eksaserbasi akut. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa

setidaknya 80 % dari PPOK eksaserbasi disebabkan oleh infeksi. Infeksi tersebut 40-50% d

disebankan oleh bakteri, 30% oleh virus, dan 5-10% karena bakteri atipikal. Infeksi

bersamaan oleh lebih dari satu patogen menular tampaknya terjadi dalam 10 sampai 20%

pasien. Meskipun ada data epidemiologis menunjukkan bahwa peningkatan polusi yang

berkaitan dengan peningkatan ringan pada eksaserbasi PPOK dan perawatan di rumah sakit,

mekanisme yang terlibat sebagian besar tidak diketahui. Emboli pulmonal juga dapat

menyebabkan eksaserbasi PPOK akut, dan, dalam satu penelitian terbaru, Emboli Pulmonal

sebesar 8,9% menunjukkan pasien rawat inap dengan eksaserbasi PPOK.11,12,13

F. GEJALA KLINIS

Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu sesak napas dan batuk.

Adapun gejala yang terlihat seperti :

1. Sesak Napas

Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan lebih

lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah berat

mendadak menandakan adanya eksaserbasi.

2. Batuk Kronis

Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi hari.

Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi.

3. Sesak napas (wheezing)

Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan

komponen reversibel penyakitnya.Bronkospasme bukan satun-satunya penyebab

wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga (exertion)

mungkin karena udara lewat saluran napas yang sempit oleh radang atau sikatrik.

4. Batuk Darah

Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran napas

yang radang dan khasnya “blood streaked purulen sputum”.

5. Anoreksia dan berat badan menurun

Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek.2

G.     KLASIFIKASI

            Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstruction Lung Disease (GOLD) 2010,

PPOK dibagi atas 4 derajat yaitu :

Stage I: Mild

a. Terdapat hambatan aliran udara ringan:- FEV1/FVC < 0.70 - FEV1 > 80% predicted

b. Terkadang terdapat batuk kronis dan produksi sputum

c. Pasien biasanya belum menyadari keabnormalan fungsi parunya

Stage II: Moderate

a. Hambatan aliran udara sedang- FEV1/FVC < 0.70 - 50% < FEV1 < 80% predicted

b. Nafas memendek atau sesak nafas saat beraktifitas

c. Pada stage ini, pasien mulai mencari pengoba tan karena gejala gangguan respirasi

yang lama atau adanya eksaserbasi penyakitnya

Stage III: Severe

a. Hambatan udara lebih buruk dibanding stage II - FEV1/FVC < 0.70 - 30% < FEV1 <

50% predicted

b. Sesak nafas semakin mengganggu aktifitas

c. c.Eksaserbasi berulang dan berefek pada kualitas hidup penderita

Stage IV: Very Severe

a. Hambatan udara sangat buruk - FEV1/FVC < 0.70 - FEV1 < 30% predicted atau -

FEV1 < 50% predicted + chronic respiratory failure

b. Sangat mengganggu aktfitas sehari-hari sehingga menurunkan kualitas hidup

c. Eksaserbasi dapat mengancam jiwa

H. DIAGNOSA BANDING

1. Asma

2. SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis)

3. Pneumothorak

4. Gagak Jantung Kronik

I.   DIAGNOSIS

            Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan

hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru.

Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :

1. Gambaran klinis

a. Anamnesis

          Keluhan, Riwayat penyakit, Faktor predisposisi

b. Pemeriksaan fisis

2. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan rutin

b. Pemeriksaan khusus

1. Gambaran Klinis

a. Anamnesis

Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan

Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah

(BBLR), infeksisaluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara

Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisis

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

• Inspeksi

Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

Penggunaan otot bantu napas

Hipertropi otot bantu napas

Pelebaran sela iga

Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan

edema tungkai

Penampilan pink puffer atau blue bloater

Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan

pursed – lips breathing

Pursed - lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang

memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2

yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada

gagal napas kronik.

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan

ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer

• Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

• Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar

terdorong ke bawah

• Auskultasi

suara napas vesikuler normal, atau melemah

terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa

ekspirasi memanjang

bunyi jantung terdengar jauh

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rutin

1. Faal paru

• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP (%).

Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK

dan memantau perjalanan penyakit.

Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun

kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi

dan sore, tidak lebih dari 20%

• Uji bronkodilator

Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.

Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian

dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal

dan < 200 ml

Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutin

     Hb, Ht, leukosit

3. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada

emfisema terlihat gambaran :

Hiperinflasi, Hiperlusen, Ruang retrosternal melebar

Diafragma mendatar Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop

appearance)

Pada bronkitis kronik :

Normal

Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

1. Faal paru

Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total

(KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat

DLCO menurun pada emfisema

Raw meningkat pada bronkitis kronik

Sgaw meningkat

Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

2. Uji latih kardiopulmoner

Sepeda statis (ergocycle)

Jentera (treadmill)

Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

3. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat

hipereaktiviti bronkus derajat ringan.

4. Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau

metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1

pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat

kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid

5. Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

Gagal napas kronik stabil

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

6. Radiologi

CT - Scan resolusi tinggi

Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula

yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos

Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru

7. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi

ventrikel kanan

.

8. Ekokardiografi

Menilai fungsi jantung kanan

9. Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan

untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas

berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.1,2

           

J.    PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan :

- Mengurangi gejala

- Mencegah eksaserbasi berulang

- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

- Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi

2. Obat - obatan

3. Terapi oksigen

4. Nutrisi

5. Rehabilitasi 10

1. Edukasi

            Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.

Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit

kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan

aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih

bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi

atau tujuan pengobatan dari asma. Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal

3. Mencapai aktiviti optimal

4. Meningkatkan kualiti hidup

            Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang

pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat

diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di

rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena

memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan

dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan

keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK.

Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit,

tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum

bahan edukasi yang harus diberikan adalah

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK

2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

3. Cara pencegahan perburukan penyakit

4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)

5. Penyesuaian aktivitas

            Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala

priority bahan edukasi sebagai berikut :

1) Berhenti merokok

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan

2) Pengunaan obat – obatan

Macam obat dan jenisnya

Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )

Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selang waku tertentu atau kalau perlu

saja )

Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

3) Penggunaan oksigen

Kapan oksigen harus digunakan

Berapa dosisnya

Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

4) Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

5) Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

Tanda eksaserbasi :

Batuk atau sesak bertambah

Sputum bertambah

Sputum berubah warna

6) Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

7) Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,

langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi

sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada

setiap kali pertemuan.

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :

Ringan

Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel

Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti

merokok

Segera berobat bila timbul gejala

Sedang

Menggunakan obat dengan tepat

Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini

Program latihan fisik dan pernapasan

Berat

Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi

Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan

Penggunaan oksigen di rumah

2. Obat - obatan

a) Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan

disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit . Pemilihan bentuk obat

diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.

Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release ) atau obat

berefek panjang ( long acting ).

Macam - macam bronkodilator :

Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga

mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

Golongan agonis beta – 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan

dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya

digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan

untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka

panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena

keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat

kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka

panjang,terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk

Mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi

ekserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin

darah.

b) Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi

intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metil

prednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan

bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pasca

bronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg

c) Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

Lini I : amoksisilin, makrolid

Lini II :amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid

Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih

Amoksilin dan klavulanat

Sefalosporin generasi II & III /IV injeksi

Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas

Aminoglikose per injeksi

Kuinolon per injeksi

d) Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -

asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak

dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

e) Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat

perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.

Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai

pemberian rutin.

f) Antitusif

Diberikan dengan hati – hati10

3. Terapi Oksigen

            Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan

kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting

untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun

organ - organ lainnya.

Manfaat oksigen

Mengurangi sesak

Memperbaiki aktiviti

Mengurangi hipertensi pulmonal

Mengurangi vasokonstriksi

Mengurangi hematokrit

Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

Meningkatkan kualitas hidup

Indikasi

Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P

pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit

paru lain

Macam terapi oksigen :

Pemberian oksigen jangka panjang

Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas 10

5. Nutrisi

            Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan

energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan

hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

            Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat

penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

- Penurunan berat badan

- Kadar albumin darah

- Antropometri

- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)

- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

          Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi

masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi

akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn

kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal

feedings) dengan pipa nasogaster.

            Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.

Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit

oxygen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada

PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan

kelelahan.Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya

fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan

elektrolit yang terjadi adalah :

- Hipofosfatemi

- Hiperkalemi

- Hipokalsemi

- Hipomagnesemi

            Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi

dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.10

6. Rehabilitasi PPOK

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki

kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi

adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai:

- Simptom pernapasan berat

- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat

- Kualiti hidup yang menurun

Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim

multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program

rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.

Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan fisis

yang baik akan menghasilkan :

- Peningkatan VO2 max

- Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik

- Peningkatan cardiac output dan meningkatan efisiensi distribusi darah

- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery

Endurance exercise

Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan. Latihan ini di programkan

bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot pernapasannya sehingga tidak

dapat menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk melakukan ventilasi maksimum

yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot pernapasam akan mengakibatkan bertambahnya

kemampuan ventilasi maksimum, memperbaiki kualiti hidup dan mengurangi sesak napas.

Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot pernapasan ini

akan besar manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh

penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK

bersifat individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi latihan

otot pernapasan diperbesar, sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan

ventilasi pada waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan. Endurance exercise

Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada penderita PPOK.

Bertambahnya cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar pada orang

sehat.

Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya toleransi latihan

karena meningkatnya toleransi karena meningkatnya kapasiti kerja maksimal dengan

rendahnya konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan resultante dari

efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari toleransi terhadap asam laktat.

Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang menyebabkan penderita PPOMJ

menghenikan latihannya, faktor lain yang mempengaruhi ialah kelelahan otot kaki. Pada

penderita PPOK berat, kelelahan kaki mungkin merupakan faktor yang dominan untuk

menghentikan latihannya.

Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan menyebabkan penurunan fungsi otot

skeletal. Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu akan menyebabkan penurunan kekuatan otot,

diameter serat otot, penyimpangan energi dan activiti enzim metabolik. Berbaring ditempat

tidur dalam jangka waktu yang lama menyebabkan menurunnya oxygen uptake dan control

kardiovaskuler.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan :

Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan

Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan

Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi atau

pusing latihan segera dihentikan

Pakaian longgar dan ringan

Psikososial

Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat

diberikan obat.

Latihan Pernapasan

Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik

latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan

menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih

ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti.1,2

K.       PROGNOSIS

            Bila sudah terdapat hipoksemia, prognosis biasanya kurang memuaskan dan

mortalitas pada 2 ½ tahun kurang lebih 50%. Namun di samping survival perlu diketahui pula

morbiditas pasien PPOK. Sebagai ilustrasi bahwa Inggris kehilangan 26 juta hari kerja

orang/tahun oleh karena PPOK, sedangkan di Amerika Serikat diperkirakan 3 ½ juta hari

kerja orang/tahun.9

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1. Andika 2009. PPOK dan Nutrisi, PPOK dan Antibiotik,PPOK Eksaserbasi Akut.

Tersedia di : hhtp://www.andikap.wordpress.com/PPOK-eksaserbasi-akut

2. Anonim 2008. Konsensus PPOK. Tersedia di :

http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok

3. Antonio et all 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention

of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.USA,p.16-19 didapat dari

http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp

4. BMJ.ABC of COPD.2006. Didapat dari :

http://www.bmj.com/content/332/7552/1261.full

5. Corwin EJ 2001. Buku Saku Patofisiologi.Jakarta:EGC, p.437-8

6. DMI.2006. Acuan penanganan PPOK Terkini.

www.kalbe.co.id/news/seminar/acuanpenangananppokterkini

7. Rahajeng 2009. Penggunaan Rasional Antibiotica pada pasien

PPOK.http://dokterblog.wordpress.com/2009/05/01/penggunaan- rasional-antibiotik-

pada-pasien-ppok/

8. Rani AA 2006. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen

IPD FKUI,p.105-8

9. Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obtruksi Saluran Pernafasab Akut Buku Ajar Penyakit

Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, p.984-5

10. Slamet H 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta:. p. 1-18.

BAB V

DISKUSI

Jadi dari keluhan, gejala klinis, kelainan fisik dan kelainan

radiologi, pasien ini diduga menderita Penyakit Paru Obstruksi

Kronik eksaserbasi akut.

Pada kasus ini, dijumpai tanda-tanda atau keluhan pasien

berupa sesak nafas. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan

adanya suara pernapasan vesikuler yang melemah. Dari anamnesa

yang dilakukan, pasien mengakui mempunyai riwayat merokok

yang aktif.Dan dari hasil gambaran Radiologi ditemui diafragma

letak rendah. Tanda-tanda tersebut memenuhi kriteria asma

berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan diatas.

Pada pasien mengeluhkan sesak nafas karena udara pada

waktu bernapas tidak dapat mengalir dengan lancar pada saluran

nafas yang sempit , penyempitan saluran nafas yang terjadi dapat

berupa pengerutan dan tertutupnya saluran oleh dahak yang

diproduksi secara berlebihan dan menimbulkan batuk sebagai

respon untuk mengeluarkan dahak tersebut.

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang ditandai

dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible.

Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan behubungan dengan respon inflamasi

paru terhadap partikel atau gas yang beracun/ berbahaya.

Sesuatu yang dapat memicu serangan pada pasien PPOK ini sangat bervariasi

antara satu individu dengan individu yang lain.

BAB VI

KESIMPULAN

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara

disaluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri

dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.Bronkitis kronik adalah

Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam

setahun,sekurang-kurangnya dua tahun berturut -turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.

Emfisema adalah Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara

distal bronkiolus terminal,disertai kerusakan dinding alveoli.

        

Penderita pria : wanita = 3-10 : 1. Pekerjaan penderita sering berhubungan erat

dengan faktor alergi dan hiperreaktifitas bronkus. Di daerah perkotaan, insiden PPOM 1 ½

kali lebih banyak daripada pedesaan. Bila seseorang pada saat anak-anak sering batuk,

berdahak, sering sesak, kelak pada masa tua timbul emfisema.

            Faktor risiko penyakit paru obstruktif (PPOK) adalah hal-hal yang berhubungan dan

atau yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok

tertentu. Faktor risiko tersebut meliputi kebiasaan merokok, riwayat terpajan polusi udara di

lingkungan dan tempat kerja,hipereaktiviti bronkus dan riwayat infeksi saluran napas bawah

berulang.

Gejala klinis dari PPOK adalah sesak napas,batuk kronis, sesak napas (wheezing),

batuk darah,anoreksia dan berat badan menurun.