36
AKNE VULGARIS i. PENDAHULUAN Akne vulgaris adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung. 1 Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, perjalanan penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. 2 Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya. 3 Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni, peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi). 2,3 Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya akne yang diderita. Akne pada 1

Referat Akne Vulgaris

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kulkel

Citation preview

AKNE VULGARIS

i. PENDAHULUAN

Akne vulgaris adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan

menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul,

dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas,

dada, dan punggung.1

Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85%

terjadi pada remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan

frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis

kelamin. Pada umumnya, perjalanan penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun.2

Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti

belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat

menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic

factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis,

pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan

kimia lainnya.3

Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni,

peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan

(inflamasi).2,3

Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk

beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan

tipe (komedoal/papular, pustular/noduokistik) dan atau beratnya penyakit

(ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai

inflamasi dan non-inflamasi.4

Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara

lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.2,5

Penatalaksanaan akne vulgaris berupa terapi sistemik, topikal, fisik, dan

diet. Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya

1

dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari

sekuele yang bersifat permanen.2,5,6

ii. EPIDEMIOLOGI

Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch.

Pada saat itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak

pada anak perempuan dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar 13% pada

anak usia 6 tahun dan 32% pada anak usia 7 tahun. Sejak saat itu tidak ada

evolusi yang signifikan mengenai usia timbulnya jerawat. Menurut studi yang

berbeda dari literatur berbagai negara, usia awal rata-rata 11 tahun pada anak

perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki.5

Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85%

terjadi pada remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi dengan

frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis

kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun.

Bagaimanpun, terdapat variabilitas yang besar pada usia saat onset dan resolusi

12% perempuan dan 3% laki-laki akan berlanjut secara klinis sampai usia 44

tahun. Sebagian kecil akan menjadi papul dan nodul inflamasi sampai usia

dewasa akhir.7

Akne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi oleh

karena stimulasi folikular oleh kelenjar androgen adrenal yang berlanjut pada

periode neonatal. Akne juga biasanya bermanifestasi awal pada pubertas, dengan

komedo sebagai lesi predominan pada pasien yang sangat muda. Jumlah kasus

terbanyak terjadi pada periode pertengahan sampai akhir remaja, setelah itu

insidennya akan menurun. Namun pada wanita dapat terus berlanjut sampai lebih

dari dekade ketiga.2

Pada seorang gadis akne vulgaris dapat terjadi premenarke. Namun pada

penelitian diketahui gejala akne vulgaris yang berat biasanya terjadi pada pria.

Diketahui pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita

akne vulgaris disbanding dengan ras kaukasia (Eropa, Amerika), dan lebih sering

terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada negro. Dari sebuah penelitian

2

diketahui bahwa mereka yang bergenotip XYY mendapat akne vulgaris yang lebih

berat.1

iii. ETIOPATOGENESIS

Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti

belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat

menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic

factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim,

infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.3

1. Sebum

Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne

terjadi peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada

akne, tetapi dapat juga pada penyakit parkinson dan akromegali.3

2. Bakteri

Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Propionibacterium

aknes,  Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba

ini yang terpenting yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan

bakteri komensal pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk

koloni pada duktus pilosebasea yang menstimulasi trigliserida untuk melepas

asam lemak bebas, memproduksi substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi,

dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi.3

3. Herediter

Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas

kelenjar sebasea (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai

parut bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.3

4. Hormon

Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal.

Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi

sebum meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan.1

3

Hormon androgen merupakan stimulus utama pada sekresi sebum oleh

kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar sebasea berespon sangat

cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin

disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5α-reductase yang lebih tinggi pada

kelenjar sebasea dibanding kelenjar lain dalam tubuh.3

5. Diet

Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis

makanan, seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan.1

6. Iklim

Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah

hebat pada musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya

matahari langsung.1

7. Faktor iatrogenik

Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan

keratinisasi duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin

dapat menginduksi akne pada dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula

menginduksi terjadinya akne.1

Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor dan

kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang berhubungan

dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi

folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).2

1. Peningkatan sekresi sebum

Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah peningkatan

produksi sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne akan memproduksi

lebih banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne meskipun kualitas sebum

pada kedua kelompok tersebut adalah sama. Produksi sebum yang meningkat

yang menyebabkan peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik

penyebab terjadinya lesi akne. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida

mungkin berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam

lemak bebas oleh P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea.

4

Asam lemak bebas ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong

terjadinya inflamasi dan dapat menjadi komedogenik.1,2

Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan

aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan

dan mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne memiliki kadar

serum androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena

akne. 5α-reduktase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah testosteron

menjadi DHT poten memiliki aktifitas yang meningkat pada bagian tubuh yang

menjadi predileksi timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan punggung.1,2

Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti.

Dosis estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih

besar jika dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat

ovulasi. Mekanisme dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara

langsung melawan efek androgen dalam glandula sebacea, menghambat

produksi androgen dalam jaringan gonad melalui umpan balik negatif pelepasan

hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang menekan pertumbuhan

glandula sebacea atau produksi lipid.2

P

a b c d

Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul (pustul) d) Nodul

Sumber : Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2007. p: 690-

703.

5

2. Keratinisasi folikel

Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi

primer akne yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu

infundibulum menjadi hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari

keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan kohesinya menyebabkan pembentukan

plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian menyebabkan konsentrasi keratin,

sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal tersebut kemudian

menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian membentuk

mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan daya

adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga

menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan

asam linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1α.2

Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk

menyebabkan hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen

yang poten yang memegang peranan terhadap timbulnya akne. 17β-

hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-reduktase merupakan enzim yang

berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron (DHEAS) menjadi DHT. Jika

dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit follikular menunjukkan

peningkatan aktifitas 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-reduktase yang

pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi proliferasi

keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam

patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen

komplet tidak terkena akne.1,2

Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleic.

Asam linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun

pada orang-orang yang terkena akne. Kuantitas asam linolic akan kembali

normal setelah penanganan dengan isotretinoin. Kadar asam linoleic yang tidak

normal dapat menyebabkan hiperproliferasi keratinosit follikular dan

memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa asam linoleic

diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring

dengan meningkatnya produksi sebum.2

6

IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit

follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan

mikrokomedo ketika diberikan IL-1. Antagonis reseptor IL-1 dapat menghambat

pembentukan mikrokomedo.2

3. Bakteri

Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga memiliki

peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes merupakan bakteri

gram-positif, anaerobik, dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea.

Remaja dengan akne memiliki konsentrasi P.aknes yang lebih tinggi dibanding

orang yang normal. Bagaimanapun tidak terdapat korelasi antara jumlah P.aknes

yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya penyakit yang diderita.2

Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang

menstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling berat

memiliki titer antibodi yang paling tinggi pula. Antibodi Propionibacterium

meningkatkan respon inflamasi dengan mengaktifkan komplemen, yang pada

akhirnya mengawali kaskade proses pro-inflamasi. P.aknes juga memfalisitasi

inflamasi dengan merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat dengna

memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan faktor kemotaktik. Disamping

itu, P.aknes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan dengan Toll-

like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang mengelilingi folikel

sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin proinflamasi

seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-α dilepaskan.2

4. Inflamasi

Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses

pembentukan komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal

sesungguhnya mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit

yang tidak memiliki komedo dan cenderung menjadi akne menunjukkan

peningkatan inflamasi dermal dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit dari

komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh lebih

hebat.1,2

7

Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih

terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang

mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri

ke dalam dermis mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang

dominan pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit

ditemukan di sekitar unit pilosebasea dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah

perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah ruptur komedo, neutrofil menjadi sel

yang predominan yang mengelilingi mikrokomedo.2

Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi keratinosit

follikular, seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-langkah yang

saling berkaitan dalam pembentukan akne.1,2

iv. GEJALA KLINIS

Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel pilosebasea

yang memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul. Komedo merupakan

lesi primer dari akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai papul yang datar atau

sedikit meninggi dengan pembukaan sentral yang melebar berisi keratin hitam

(komedo terbuka). Komedo tertutup biasanya berupa papul kekuningan berukuran

1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit untuk dapat terlihat.

Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4 mm. Papul dan

pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu

pasti terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut dapat membesar dan

membentuk nodul dan bergabung membentuk plak yang terindurasi mengandung

traktus sinus dan cairan apakan itu serosaginosa atau pus kekuningan.7-9

Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien

dengan kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan

sampai keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan

warna kulit yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan

sampai beberapa bulan. Skar dari akne memiliki penampakan yang heterogen.

Morofologi yang dibentuk termasuk skar yang dalam, narrow ice-pick yang terlihat

kebanyakan pada dahi dan pipi, lesi canyon-type atrophic pada wajah, skar

8

papular putih kekuningan pada badan dan dagu, skar tipe anetoderma pada

badan, serta skar hipertrofik dan keloidal yang meninggi pada badan dan leher.7

Predileksi akne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan lengan

atas. Pada wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan sebagian kecil

pada hidung, dahi, dan dagu. Telinga dapat terlibat, dengan komedo yang besar

pada concha, kista pada lobus, dan kadang-kadang komedo dan kista pre dan

retro-aurikuler. Pada leher khususnya pada daerah nuchae, lesi kistik yang besar

dapat mendominasi.7

Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan

tanda awal dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul pada

usia 8-12 tahun, yang tampak biasanya berupak komedo yang utamanya muncul

pada dahi dan pipi. Hal tersebut dapat tetap menjadi ringan dalam ekspresinya

dengan papul inflamasi yang kadang-kadang terjadi. Bagaiman pun, sebagaimana

kadar hormon meningkat pada usia-usia pertengahan remaja, pustul dan nodul

inflamasi yang lebih berat dapat terjadi yang dapat menyebar pada tempat lainnya.

Laki-laki muda cenderung memiliki kompleks yang lebih berminyak dan

penyebaran penyakit yang lebih berat dibanding perempuan usia muda.

Perempuan dapat mengalami perjalanan penyakit yang berat dari lesi

papulopustular seminggu sebelum mensturasi. Akne juga dapat muncul pada

perempuan usia 20-35 tahun yang belum mendapatkan akne pada saat remaja.

Akne ini kebanyakan bermanifestasi sebagai papul, pustul, dan nodul dalam

persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher bagian atas.7

v. KLASIFIKASI

Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk

beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan

tipe (komedoal/papular, pustular/noduokisitk) dan/atau beratnya penyakit

(ringan/sedang/sedang-berat/ berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai

inflamasi dan non-inflamasi.4

1. Klasifikasi sederhana

9

Akne ringan (Mild akne) : Komedo merupakan lesi utama. Papul dan

pusutl mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit

(umumnya < 10 ).4

Akne sedang (Moderate akne): Jumlah papul dan pustul yang cukup

banyak (10-40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada. Kadang-

kadang disertai penyakit yang ringan pada badan.4

Akne sedang berat (Moderately severe akne): Jumlah papul dan pustul

yang sangat banyak (40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan

kadang-kadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi

(mencapai 5). Area yang luas biasanya melibatkan wajah, dada, dan

punggung.4

Akne sangat berat (Very severe akne) : Akne nodulokistik dan akne

konglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan besar dan

nyeri bersama dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo yang lebih

kecil.4

2. FDA global grade

Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi

Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi

Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi

dengan sangat sedikit lesi inflamasi yang ada (papul/pustul, tidak ada lesi

nodular)

Grade 3 :Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan

mungkin terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi

nodular

Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan

inflamasi, dengna sedikit lesi nodular.4

10

Gambar.2 Akne vulgaris grade 1 Gambar.3 Akne vulgaris grade 2

Gambar.4 Akne vulgaris grade 3 Gambar.5 Akne konglobata

Sumber: Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds. Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2007. p. 690-703.

vi. DIAGNOSIS

Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. 1,2,4

Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris biasanya terjadi pada saat pubertas,

tetapi gejala klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin

11

memperhatikan bentuk yang berfluktuasi berdasarkan siklus mensturasinya. Akne

fulminan merupakan subtipe akne yang jarang dan terjadi pada berbagai

manifestasi sistemik, termasuk demam, arthralgia, myalgia, hepatosplenomegaly,

dan lesi tulang osteolitik.4

Pada pemeriksaan fisik akne non-inflamasi tampak sebagai komedo

terbuka dan tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi

dapat berkembang menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi

ditemukan pada area dengan glandula sebacea yang banyak.4

Pemeriksaan ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum

dengan komedo ekstraktor (sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak

sebagai massa padat seperti lilin atau massa lunak bagai nasi yang ujungnya

kadang berwarna hitam.1

Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik

berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan massa

sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan

jaringan ikat pembatas massa cair sebum yang bercampur dengan darah, jaringan

mati, dan keratin yang lepas.

Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien

dengan akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme,

evaluasi hormonal untuk testosteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat

(DHEA-S), lutenizing hormone (LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi rutin

tidak perlu pada evaluasi dan dan penanganan pasien dengan akne. Jika lesi

terpusat pada peri oral dan area nasal dan tidak responsif terhadap penanganan

akne konvensional, tes kultur dan sensitivitas bakteri untuk mengevaluasi follikulitis

gram-negatif dapat dilakukan.4

vii. DIAGNOSIS BANDING

Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, akne vulgaris didiagnosis

dengan adanya beberapa variasi dari lesi akne (komedo, pustul, papul, dan nodul)

yang erdapat pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosis banding akne vulgaris

antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.2,8

12

1. Erupsi akneiformis

Erupsi akneiformis merupakan akne yang disebabkan oleh induksi obat,

seperti kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida, difenilhidantoin,

dan ACTH. Klinis erupsi berupa papul di berbagai tempat tanpa komedo,

timbul mendadak tanpa disertai demam.8

2. Rosasea

Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui secara

pasti, dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan leher.

Penyakit ini terdiri atas dua komponen klinik, yakni perubahan vaskuler yang

terdiri atas eritema intermiten dan persisten serta erupsi akneiform yang terdiri

atas papul, pustul, kista, dan hiperplasia sebasea. Pada rosasea tidak

terdapat hubungan antara eksresi sebum dengan beratnya gejala rosasea.2,8,10

3. Dermatitis perioral

Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik papul dan

pustul kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan predominan di

sekitar mulut. Dermatitis perioral biasanya pada wanita muda, sering

ditemukan di sekitar mulut, namun dapat pula di sekitar hidung dan mata.

Etiologinya belum diketahui secara pasti, namun diduga penyebabnya oleh

karena: candida, iritasi pasta gigi berflouride, dan kontrasepsi oral.2,8,10

Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mulut,

dan dagu, yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa

dengan diameter kurang dari 2 mm. Penyebab pasti belum diketahui, namun

terdapat beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab antara lain faktor

hormonal, emosional, sensitif terhadap kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen

infektif, dan kortikosteroid topikal.12

viii. PENATALAKSANAAN

Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan diet.2,5,6

1. Terapi Sistemik

a. Antibiotik oral

13

Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang mansih

meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin (tetrasiklin,

doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin.

Antibiotik ini mengurangi peradangan akne dengan menghambat

pertumbuhan dari P.Aknes.2,5,13

Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin

klorida) merupakan obat yang sering digunakan unutk akne. Obat ini

digunakan sebagai terapi lini pertama karena manfaat dan harganya yang

murah, walaupun angka kejadian resistensinya cukup tinggi. Dalam 6

minggu pengobatan menurunkan reaksi peradangan 50% dan biasa

diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg diberikan dalam 2 kali), setelah

beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari. Karena absorpsinya

dihambat oleh makanan, maka obat ini diberika 1 jam sebelum makan

dengan air untuk absorpsi yang optimal. 2,5,13

Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan

100mg-200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai dosis rumatan, (minosiklin)

biasanya diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi

larut lemak dan diabsorbsi lebih baik di saluran pencernaan. 2,5,13

Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternatif. Obat

ini sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang

tinggi terhadap P.aknes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi. 2,5,13

Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan tetapi

tidak baik digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan

perimembranous colitis. Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim,

160/800mg, dua kali sehari) direkomendasikan untuk pasien dengan respon

yang tidak adekuat dengan antibiotik yang lain dan untuk pasien dengan

gram negatif folikulitis. 2,5,13

b. Isotretionin oral

Isotretinoin oral merupakan obat sebosupresif paling efektif dan

diberikan untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin

mngurangi komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga

14

90% dengan menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan

produksi sebum invivo dan menghambat diferensiasi termina sebocyte.

Walaupun tidak berefek langsung terhadap P.aknes, ini menghambat efek

dari produksi sebum dan menurunkan jumlah P. aknes yang

mengakibatkan inflamasi. 2,13

Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian (1gram/kgBB/hari

atau 50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis untuk

pengobatan jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan

memerlukan pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang

diberikan untuk akn yang berat. 2,6

Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama,

dan diturunkan 0.5 mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2

untuk 3-9 bulan tambahan untuk mengoptimalkan hasil terapi. 2,13

Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih cepat

untuk lesi inflamasi dibandingkan dengan komedo. Pustul menghilang lebih

cepat daripada papul atau nodul, dan lesi yang berlokasi di wajah, lengan

atas, dan kaki daripada di punggung dan badan.2,5

c. Hormonal

Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai

respon terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal

ini secara sistemik mengurangi kadar testosteron dan

dehidroepiandrosterone, yang pada akhirnya dapat mengurangi produksi

sebum dan mengurangi terbentuknya komedo. Ada tiga jenis terapi

hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon, estrogen

dengan cyproterone acetate (Diane, Dianette) dan spironolakton. Terapi

hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus

melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-

obat hormonal juga lambat, dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan

perubahan dan perubahan kadang-kadang baru dapat terlihat pada bulan

ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata.

Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan

15

tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 µg

ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30

tahun) dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang

mengandung estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan

penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-200 mg. 2,5

Anti androgen hormon dapat diberikan pada pasien perempuan

dengan target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-

65%. Jika keputusan untuk hormonal terapi telah dibuat, ada berbagai

macam pilihan disekitar androgen reseptor blocker dan penghambat

sintesis androgen pada ovarium dan glandula adrenal.2

2. Topikal

Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara

yang banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan

terapi ini adalah untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah

terbentuknya spot yang baru dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat).

Terapi topikal diberikan untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari

tingkat keparahan akne. Obat-obatan topikal tidak hanya dioleskan pada

daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah disekitarnya.8,13

Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:

a. Retinoid topikal.

Mekanisme kerja dari retinoid topikal:

- Mengeluarkan komedo yang telah matur.

- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.

- Menghambat reaksi inflamasi.

- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk

rumatan terapi.13

b. Tretinoin

Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh

Stuttgen dan Beer.Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi

16

peradangan akne.Hal ini ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu

menurunkan 32-81% untuk non-inflamnatory lesi dan 17-71% untuk

inflammatory lesi. Tretinoin tersedian dalam galanic formulation: cream

0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%) dan dalam solution (0.05%). Formula

topical gel ini mengandung polyoprepolymer-2, tretinoin prenetration.11,13

c. Isotretinoin

Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang

sama dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan lesi inflamasi

24 dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.13

d. Adapalene

Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel,

cream, atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan

1000 pasien ditunjukkan bahwa adapalene 0.1% gel mempunya efikasi

yang sama dengan tretinoin 0.025%.13

e. Tazarotene

Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai terapi

untuk akne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream. 13

f. Antibiotik Topikal

Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical

adalah rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang

resisten terhadap P.aknes dan S. aureus. Untuk mengatasi masalah ini,

klindamisin dan eritromisin ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi 4%

dan formulasi baru dengan zinc atau kombinasi produk dengan BPOs atau

retinoid. 2,5,13

Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne.

Mekanisme kerja antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba.

Hal ini telah terbukti pada efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah

P.aknes baik dipermukaan atau dalam saluran kelenjar sebasea. Lebih

efektif diberikan pada pustul dan lesi papulopustular yang kecil. Eritromisin

3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5% tersedia dalam bentuk gel.

Thomas dkk melakukan penelitian dengan membandingkan eritromisin

17

1,5% dengan klindamisin 1% mendapatkan hasil yang sama-sama efektif,

dua pertiga pasien mendapatkan respon yang sangat baik dalam waktu 12

minggu, tetapi penggunaan eritromisin secara tunggal tidak

direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi. Penggunaan

eritromisin kombinasi dengan benzoil peroksida lebih direkomendasikan. 2,5,13

Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme

kerja dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang

panjang. Bakteri dapat timbul di mana-mana dan tidak secara langsung

menyebabkan akne. Pada keadaan di mana kelenjar sebasea

memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit juga akan lebih mudah

terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan berkembang.

Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar

sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka bakteri tidak mudah

masuk ke dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi

masalah utama dalam akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena

tidak mengatasi masalah dalam jumlah produksi sebum. 2,5,13

g. Asam Salisilat

Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan

konsentrasi dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek

bakteriostatik dan bakteriosidal. 2,5,13

h. Anti-androgen

Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang

berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis

dan industri farmakologi mengembangkan anti androgen topikal sebagai

salah satu terapi akne yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang

dikembangkan adalah tentang penggunaan topikal dari 17α-

propylmesterolone, akan tetapi preparat ini belum tersedia secara

komersial. 2,5,13

3. Terapi Fisik

18

Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan

dengan menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:

a. Ekstraksi komedo

Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan

menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne.

Secara teori, pengangkatan closed comedos dapat mencegah

pembentukan lesi inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk

mendapatkan hasil yang lebih baik.13

b. Kortikosteroid Intralesi

Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi.

Nodul-nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik

Dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang

biasa digunakan adalah 2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan

spuit 1ml. Jumlah total obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara

0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan

yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi.5,13

Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari

lesi nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamsinolone acetat dengan

suspensi 2.5-10mg/ml direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi

jenis ini sangat bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe

nodular. Akan tetapi harus diulang dalam 2-3 minggu. Manfaat utamanya

adalah menghilangkan lesi nodular tanpa insisi sehingga mengurangi

pembentukan scar.5,13

c. Liquid Nitrogen

Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan

nitrogen cair selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya.

Terapi ini bekerja dengan mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts

sehingga akan terjadi kerusakan pada dinding tersebut. 13

d. Radiasi Ultraviolet

Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan

menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya diberikan

19

secara bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin dicapai.

Fototerapi dapat diberikan dua kali seminggu.Radiasi ultraviolet alami

(UVR) yang didapat dari paparan matahari, 60% dapat digunakan sebagai

terapi tambahan pada akne, tetapi sekarang terapi ini tidak dianjurkan lagi. 2,5,13

4. Diet

Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne

vulgaris. Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan

berlemak dan hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini belum

ada evidence base yang mendukung bahwa eliminasi makanan akan

berdampak pada akne, akan tetapi beberapa pasien akan mengalami

kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan tersebut. 5

5. Bedah kulit

a. Pengelupasan kimiawi (chemical peel)

Chemical peeling berarti proses penerapan kimia pada kulit untuk

menghancurkan lapisan luar yang rusak dan mempercepat proses perbaikan.

Hal ini digunakan untuk mengurangi tanda-tanda penuaan kulit dan untuk

pengobatan lesi kulit serta bekas luka, bekas akne khususnya.15

Gambar 5. Sebelum pengobatan (kiri) dan setelah pengobatan (kanan) 15

b. Dermabrasi / mikrodermabrasi

Dermabrasi dan mikrodermabrasi merupakan teknik re-surfacing wajah yang

mekanis mengikis kulit rusak dalam rangka untuk proses re-epitelisasi.

20

Dermabrasi sepenuhnya menghilangkan epidermis dan menembus ke tingkat

dermis papillary / retikuler, dan merangsang re-modeling protein structural kulit.

Teknik ini sangat efektif dalam pengobatan bekas luka dan menghasilkan

perbaikan klinis yang signifikan.15

c. Terapi laser

Semua pasien dengan bekas luka / bekas akne boxcar atau rolling adalah

kandidat untuk perawatan laser ini. Berbagai jenis laser, termasuk laser ablative

(CO2 dan Erbium YAG) / non-ablative (NdYAG dan Diode) sangat berguna dalam

mengobati bekas luka / bekas akne. Teknik laser ini akan merangsang

pembentukan kolagen baru.15

d. Teknik punch-out

Teknik laser punch-out merupakan metode yang lebih baik. Dengan teknik ini,

bekas akne yang mendalam pun dapat ditarik keluar, bahkan sesuai dengan

jenis-jenis bekas luka akne.15

e. Dermal grafting

Bekas luka akne juga dapat diobati dengan operasi menggunakan prosedur

seperti dermabrasi dan / atau eksisi bekas luka yang sederhana, maupun

mencangkok.15,18

6. Dermaroller (Needling)

Needling adalah teknik baru yang melibatkan roller steril yang terdiri dari

serangkaian jarum halus yang tajam untuk menusuk kulit. Prosedur ini dilakukan

pada daerah kulit bekas akne.

Pertama-tama kulit wajah harus didisinfeksi, lalu dianestesi secara topical

dan dibiarkan selama 60 menit. Jarum kemudian ditusukkan pada daerah kulit

bekas akne secara maju-munjur beberapa tekanan dalam berbagai arah,

menembus sekitar 1,5 – 2 mm ke dalam dermis. Diharapkan kulit akan

menghasilkan produksi kolagen.15

21

.

ix. PROGNOSIS

Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun

dan kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih. Kejadian akne ini

biasanya diikuti oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata

pasien akan mengalami penyembuhan pada usia awal 20an tapi ada juga yang

masih menderita akne hingga decade ketiga sampai dekade keempat.2

Akne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan

biasanya bermunculan sesaat sebelum menstruasi.Kemunculan akne ini tidak

seharusnya berhubungan dengan perubahan aktivitas glandula sebaseus,

dimana tidak terjadi peningkatan produksi sebum pada fase luteal dalam siklus

menstruasi.2

Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup menyenangkan,

pengobatan sebaiknya dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup

agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat permanen.2

Pada kebanyakan kasus, akne biasanya sembh secara spontan ketika

melewati usia remaja dan memasuki usia 20an. Alasan untuk hal ini masih belum

diketahui secara jelas, tidak ada penurunan secara bersama-sama pada

produksi sebum ataupun perubahan komposisi lemak.14

x. KESIMPULAN

Akne vulgaris adalah penyakit radang menahun folikel pilosebasea

dengan gejala klinik : komedo, papul, pustul, kista dan nodus dengan tempat

predileksi di muka, bahu, leher, dada, punggung bagian atas dan lengan atas.

Akne biasanya terdapat pada masa remaja, dan hampir 100% orang pernah

mengalami penyakit ini. Ada 4 penyebab terjadinya akne yaitu : peroduksi

22

sebum yang meningkat, hiperkeratinisasi, peningkatan flora folikel dan

peradangan (inflamasi).

Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka, bahu, dada bagian atas,

dan punggung bagian atas, dapat berupa ; Erupsi kulit polimorfi, komedo, papul

dan pustul, nodus dan kista yang beradang juga dapat disertai rasa gatal.

Diagnosis akne dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis,

pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan lain. Pengobatan akne memerlukan

waktu yang cukup lama serta keteraturan dan kepatuhan berobat. Pengobatan

setiap individu berbeda-beda tergantung pada tipe kulit, jenis akne, serta

kebiasaan dan kepedulian pasien dalam merawat kebersihan wajah. . .

DAFTAR PUSTAKA

1. Wasitaatmadja SM. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima Dalam:

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi V.

Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008; 253 – 259.

2. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and

Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A,

23

Leffell D, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7 th ed. New

York: McGraw-Hill; 2007.p.690-703.

3. Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology 4th ed.

Massachusetts: Blackwell Science, Inc.; 2002.p.148-156.

4. Anonim. Acne Vulgaris. (Cited on 2013 July 18).Available from:

http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html

5. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at

the World Congres of Dermatology Paris July 2002.p.7-9.

6. Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF,

Rawlings AV, eds. Acne and its Therapy. London: Informa Healthcare; 2007.

p.1-5.

7. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston

DM, eds. Andrews’ disease of the skin Clinical Dermatology 10 th ed.

Canada : El Sevier; 2000.p. 231-44.

8. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology

Therapeutics 7th ed. Massachusetts: Lippincot Williams and Wilkins; 2007.

p.4-18.

9. Sheen, Barbara. Diseases and Disorders Acne. Framington Hills: Lucent

Books;2005.p.10-20.

10. Schalock PC. Rosaceae and perioral (periorificial) dermatitis. In: Manual of

Dermatology Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and

Wilkins; 2007.p.175-180.

11. Boothroyd, Steve. Topical therapy and formulation priciples. In: Webster GF,

Rawlings AV, eds. Acne and its Therapy. London: Informa Healthcare; 2007.

p. 253-256.

12. Gupta AK, Swan JE. Perioral dermatitis. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T,

Herxheimer H, Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:

BMJ Books; 2003. p.125-131.

13. Zouboulis, Christos C. Update and Future of Systemic Acne Treatment.

Dermatology, Acne Symposium at the World Congres of Drematology Paris

July 2002.p.37-42.

24

14. Garner SE. Acne vulgaris. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T, Herxheimer

H, Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London: BMJ Books;

2003.p.87-98.

15. Fabbrocini Gabriella, Annunziata M. C., D’Arco V., De Vita V., Lodi G.,

Mauriello M. C., Pastore E., Monfrecola G. Acne Scars: Pathogenesis,

Classification and Treatment. Italy: Division of Clinical Dermatology,

Department of Systematic Pathology, University of Naples Federico II, Via

Sergio Pansini 5, 80133 Napoli. 2010.

25