Upload
ayoe-curly
View
44
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kulkel
Citation preview
AKNE VULGARIS
i. PENDAHULUAN
Akne vulgaris adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan
menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul,
dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas,
dada, dan punggung.1
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85%
terjadi pada remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan
frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis
kelamin. Pada umumnya, perjalanan penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun.2
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti
belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat
menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic
factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis,
pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan
kimia lainnya.3
Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni,
peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan
(inflamasi).2,3
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk
beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan
tipe (komedoal/papular, pustular/noduokistik) dan atau beratnya penyakit
(ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai
inflamasi dan non-inflamasi.4
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara
lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.2,5
Penatalaksanaan akne vulgaris berupa terapi sistemik, topikal, fisik, dan
diet. Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya
1
dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari
sekuele yang bersifat permanen.2,5,6
ii. EPIDEMIOLOGI
Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch.
Pada saat itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak
pada anak perempuan dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar 13% pada
anak usia 6 tahun dan 32% pada anak usia 7 tahun. Sejak saat itu tidak ada
evolusi yang signifikan mengenai usia timbulnya jerawat. Menurut studi yang
berbeda dari literatur berbagai negara, usia awal rata-rata 11 tahun pada anak
perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki.5
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85%
terjadi pada remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi dengan
frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis
kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun.
Bagaimanpun, terdapat variabilitas yang besar pada usia saat onset dan resolusi
12% perempuan dan 3% laki-laki akan berlanjut secara klinis sampai usia 44
tahun. Sebagian kecil akan menjadi papul dan nodul inflamasi sampai usia
dewasa akhir.7
Akne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi oleh
karena stimulasi folikular oleh kelenjar androgen adrenal yang berlanjut pada
periode neonatal. Akne juga biasanya bermanifestasi awal pada pubertas, dengan
komedo sebagai lesi predominan pada pasien yang sangat muda. Jumlah kasus
terbanyak terjadi pada periode pertengahan sampai akhir remaja, setelah itu
insidennya akan menurun. Namun pada wanita dapat terus berlanjut sampai lebih
dari dekade ketiga.2
Pada seorang gadis akne vulgaris dapat terjadi premenarke. Namun pada
penelitian diketahui gejala akne vulgaris yang berat biasanya terjadi pada pria.
Diketahui pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita
akne vulgaris disbanding dengan ras kaukasia (Eropa, Amerika), dan lebih sering
terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada negro. Dari sebuah penelitian
2
diketahui bahwa mereka yang bergenotip XYY mendapat akne vulgaris yang lebih
berat.1
iii. ETIOPATOGENESIS
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti
belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic
factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim,
infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.3
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne
terjadi peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada
akne, tetapi dapat juga pada penyakit parkinson dan akromegali.3
2. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Propionibacterium
aknes, Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba
ini yang terpenting yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan
bakteri komensal pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk
koloni pada duktus pilosebasea yang menstimulasi trigliserida untuk melepas
asam lemak bebas, memproduksi substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi,
dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi.3
3. Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas
kelenjar sebasea (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai
parut bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.3
4. Hormon
Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal.
Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi
sebum meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan.1
3
Hormon androgen merupakan stimulus utama pada sekresi sebum oleh
kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar sebasea berespon sangat
cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin
disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5α-reductase yang lebih tinggi pada
kelenjar sebasea dibanding kelenjar lain dalam tubuh.3
5. Diet
Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis
makanan, seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan.1
6. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah
hebat pada musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya
matahari langsung.1
7. Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan
keratinisasi duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin
dapat menginduksi akne pada dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula
menginduksi terjadinya akne.1
Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor dan
kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang berhubungan
dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi
folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).2
1. Peningkatan sekresi sebum
Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah peningkatan
produksi sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne akan memproduksi
lebih banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne meskipun kualitas sebum
pada kedua kelompok tersebut adalah sama. Produksi sebum yang meningkat
yang menyebabkan peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik
penyebab terjadinya lesi akne. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida
mungkin berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam
lemak bebas oleh P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea.
4
Asam lemak bebas ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong
terjadinya inflamasi dan dapat menjadi komedogenik.1,2
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan
aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan
dan mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne memiliki kadar
serum androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena
akne. 5α-reduktase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah testosteron
menjadi DHT poten memiliki aktifitas yang meningkat pada bagian tubuh yang
menjadi predileksi timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan punggung.1,2
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti.
Dosis estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih
besar jika dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat
ovulasi. Mekanisme dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara
langsung melawan efek androgen dalam glandula sebacea, menghambat
produksi androgen dalam jaringan gonad melalui umpan balik negatif pelepasan
hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang menekan pertumbuhan
glandula sebacea atau produksi lipid.2
P
a b c d
Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul (pustul) d) Nodul
Sumber : Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2007. p: 690-
703.
5
2. Keratinisasi folikel
Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi
primer akne yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu
infundibulum menjadi hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari
keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan kohesinya menyebabkan pembentukan
plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian menyebabkan konsentrasi keratin,
sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal tersebut kemudian
menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian membentuk
mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan daya
adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga
menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan
asam linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1α.2
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk
menyebabkan hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen
yang poten yang memegang peranan terhadap timbulnya akne. 17β-
hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-reduktase merupakan enzim yang
berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron (DHEAS) menjadi DHT. Jika
dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit follikular menunjukkan
peningkatan aktifitas 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-reduktase yang
pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi proliferasi
keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam
patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen
komplet tidak terkena akne.1,2
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleic.
Asam linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun
pada orang-orang yang terkena akne. Kuantitas asam linolic akan kembali
normal setelah penanganan dengan isotretinoin. Kadar asam linoleic yang tidak
normal dapat menyebabkan hiperproliferasi keratinosit follikular dan
memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa asam linoleic
diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring
dengan meningkatnya produksi sebum.2
6
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit
follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan
mikrokomedo ketika diberikan IL-1. Antagonis reseptor IL-1 dapat menghambat
pembentukan mikrokomedo.2
3. Bakteri
Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga memiliki
peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes merupakan bakteri
gram-positif, anaerobik, dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea.
Remaja dengan akne memiliki konsentrasi P.aknes yang lebih tinggi dibanding
orang yang normal. Bagaimanapun tidak terdapat korelasi antara jumlah P.aknes
yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya penyakit yang diderita.2
Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang
menstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling berat
memiliki titer antibodi yang paling tinggi pula. Antibodi Propionibacterium
meningkatkan respon inflamasi dengan mengaktifkan komplemen, yang pada
akhirnya mengawali kaskade proses pro-inflamasi. P.aknes juga memfalisitasi
inflamasi dengan merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat dengna
memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan faktor kemotaktik. Disamping
itu, P.aknes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan dengan Toll-
like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang mengelilingi folikel
sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin proinflamasi
seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-α dilepaskan.2
4. Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses
pembentukan komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal
sesungguhnya mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit
yang tidak memiliki komedo dan cenderung menjadi akne menunjukkan
peningkatan inflamasi dermal dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit dari
komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh lebih
hebat.1,2
7
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih
terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang
mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri
ke dalam dermis mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang
dominan pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit
ditemukan di sekitar unit pilosebasea dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah
perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah ruptur komedo, neutrofil menjadi sel
yang predominan yang mengelilingi mikrokomedo.2
Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi keratinosit
follikular, seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-langkah yang
saling berkaitan dalam pembentukan akne.1,2
iv. GEJALA KLINIS
Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel pilosebasea
yang memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul. Komedo merupakan
lesi primer dari akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai papul yang datar atau
sedikit meninggi dengan pembukaan sentral yang melebar berisi keratin hitam
(komedo terbuka). Komedo tertutup biasanya berupa papul kekuningan berukuran
1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit untuk dapat terlihat.
Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4 mm. Papul dan
pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu
pasti terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut dapat membesar dan
membentuk nodul dan bergabung membentuk plak yang terindurasi mengandung
traktus sinus dan cairan apakan itu serosaginosa atau pus kekuningan.7-9
Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien
dengan kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan
sampai keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan
warna kulit yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan
sampai beberapa bulan. Skar dari akne memiliki penampakan yang heterogen.
Morofologi yang dibentuk termasuk skar yang dalam, narrow ice-pick yang terlihat
kebanyakan pada dahi dan pipi, lesi canyon-type atrophic pada wajah, skar
8
papular putih kekuningan pada badan dan dagu, skar tipe anetoderma pada
badan, serta skar hipertrofik dan keloidal yang meninggi pada badan dan leher.7
Predileksi akne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan lengan
atas. Pada wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan sebagian kecil
pada hidung, dahi, dan dagu. Telinga dapat terlibat, dengan komedo yang besar
pada concha, kista pada lobus, dan kadang-kadang komedo dan kista pre dan
retro-aurikuler. Pada leher khususnya pada daerah nuchae, lesi kistik yang besar
dapat mendominasi.7
Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan
tanda awal dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul pada
usia 8-12 tahun, yang tampak biasanya berupak komedo yang utamanya muncul
pada dahi dan pipi. Hal tersebut dapat tetap menjadi ringan dalam ekspresinya
dengan papul inflamasi yang kadang-kadang terjadi. Bagaiman pun, sebagaimana
kadar hormon meningkat pada usia-usia pertengahan remaja, pustul dan nodul
inflamasi yang lebih berat dapat terjadi yang dapat menyebar pada tempat lainnya.
Laki-laki muda cenderung memiliki kompleks yang lebih berminyak dan
penyebaran penyakit yang lebih berat dibanding perempuan usia muda.
Perempuan dapat mengalami perjalanan penyakit yang berat dari lesi
papulopustular seminggu sebelum mensturasi. Akne juga dapat muncul pada
perempuan usia 20-35 tahun yang belum mendapatkan akne pada saat remaja.
Akne ini kebanyakan bermanifestasi sebagai papul, pustul, dan nodul dalam
persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher bagian atas.7
v. KLASIFIKASI
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk
beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan
tipe (komedoal/papular, pustular/noduokisitk) dan/atau beratnya penyakit
(ringan/sedang/sedang-berat/ berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai
inflamasi dan non-inflamasi.4
1. Klasifikasi sederhana
9
Akne ringan (Mild akne) : Komedo merupakan lesi utama. Papul dan
pusutl mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit
(umumnya < 10 ).4
Akne sedang (Moderate akne): Jumlah papul dan pustul yang cukup
banyak (10-40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada. Kadang-
kadang disertai penyakit yang ringan pada badan.4
Akne sedang berat (Moderately severe akne): Jumlah papul dan pustul
yang sangat banyak (40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan
kadang-kadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi
(mencapai 5). Area yang luas biasanya melibatkan wajah, dada, dan
punggung.4
Akne sangat berat (Very severe akne) : Akne nodulokistik dan akne
konglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan besar dan
nyeri bersama dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo yang lebih
kecil.4
2. FDA global grade
Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi
dengan sangat sedikit lesi inflamasi yang ada (papul/pustul, tidak ada lesi
nodular)
Grade 3 :Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan
mungkin terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi
nodular
Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan
inflamasi, dengna sedikit lesi nodular.4
10
Gambar.2 Akne vulgaris grade 1 Gambar.3 Akne vulgaris grade 2
Gambar.4 Akne vulgaris grade 3 Gambar.5 Akne konglobata
Sumber: Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2007. p. 690-703.
vi. DIAGNOSIS
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. 1,2,4
Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris biasanya terjadi pada saat pubertas,
tetapi gejala klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin
11
memperhatikan bentuk yang berfluktuasi berdasarkan siklus mensturasinya. Akne
fulminan merupakan subtipe akne yang jarang dan terjadi pada berbagai
manifestasi sistemik, termasuk demam, arthralgia, myalgia, hepatosplenomegaly,
dan lesi tulang osteolitik.4
Pada pemeriksaan fisik akne non-inflamasi tampak sebagai komedo
terbuka dan tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi
dapat berkembang menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi
ditemukan pada area dengan glandula sebacea yang banyak.4
Pemeriksaan ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum
dengan komedo ekstraktor (sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak
sebagai massa padat seperti lilin atau massa lunak bagai nasi yang ujungnya
kadang berwarna hitam.1
Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik
berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan massa
sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan
jaringan ikat pembatas massa cair sebum yang bercampur dengan darah, jaringan
mati, dan keratin yang lepas.
Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien
dengan akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme,
evaluasi hormonal untuk testosteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat
(DHEA-S), lutenizing hormone (LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi rutin
tidak perlu pada evaluasi dan dan penanganan pasien dengan akne. Jika lesi
terpusat pada peri oral dan area nasal dan tidak responsif terhadap penanganan
akne konvensional, tes kultur dan sensitivitas bakteri untuk mengevaluasi follikulitis
gram-negatif dapat dilakukan.4
vii. DIAGNOSIS BANDING
Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, akne vulgaris didiagnosis
dengan adanya beberapa variasi dari lesi akne (komedo, pustul, papul, dan nodul)
yang erdapat pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosis banding akne vulgaris
antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.2,8
12
1. Erupsi akneiformis
Erupsi akneiformis merupakan akne yang disebabkan oleh induksi obat,
seperti kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida, difenilhidantoin,
dan ACTH. Klinis erupsi berupa papul di berbagai tempat tanpa komedo,
timbul mendadak tanpa disertai demam.8
2. Rosasea
Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui secara
pasti, dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan leher.
Penyakit ini terdiri atas dua komponen klinik, yakni perubahan vaskuler yang
terdiri atas eritema intermiten dan persisten serta erupsi akneiform yang terdiri
atas papul, pustul, kista, dan hiperplasia sebasea. Pada rosasea tidak
terdapat hubungan antara eksresi sebum dengan beratnya gejala rosasea.2,8,10
3. Dermatitis perioral
Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik papul dan
pustul kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan predominan di
sekitar mulut. Dermatitis perioral biasanya pada wanita muda, sering
ditemukan di sekitar mulut, namun dapat pula di sekitar hidung dan mata.
Etiologinya belum diketahui secara pasti, namun diduga penyebabnya oleh
karena: candida, iritasi pasta gigi berflouride, dan kontrasepsi oral.2,8,10
Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mulut,
dan dagu, yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa
dengan diameter kurang dari 2 mm. Penyebab pasti belum diketahui, namun
terdapat beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab antara lain faktor
hormonal, emosional, sensitif terhadap kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen
infektif, dan kortikosteroid topikal.12
viii. PENATALAKSANAAN
Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan diet.2,5,6
1. Terapi Sistemik
a. Antibiotik oral
13
Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang mansih
meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin (tetrasiklin,
doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin.
Antibiotik ini mengurangi peradangan akne dengan menghambat
pertumbuhan dari P.Aknes.2,5,13
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin
klorida) merupakan obat yang sering digunakan unutk akne. Obat ini
digunakan sebagai terapi lini pertama karena manfaat dan harganya yang
murah, walaupun angka kejadian resistensinya cukup tinggi. Dalam 6
minggu pengobatan menurunkan reaksi peradangan 50% dan biasa
diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg diberikan dalam 2 kali), setelah
beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari. Karena absorpsinya
dihambat oleh makanan, maka obat ini diberika 1 jam sebelum makan
dengan air untuk absorpsi yang optimal. 2,5,13
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan
100mg-200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai dosis rumatan, (minosiklin)
biasanya diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi
larut lemak dan diabsorbsi lebih baik di saluran pencernaan. 2,5,13
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternatif. Obat
ini sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang
tinggi terhadap P.aknes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi. 2,5,13
Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan tetapi
tidak baik digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan
perimembranous colitis. Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim,
160/800mg, dua kali sehari) direkomendasikan untuk pasien dengan respon
yang tidak adekuat dengan antibiotik yang lain dan untuk pasien dengan
gram negatif folikulitis. 2,5,13
b. Isotretionin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupresif paling efektif dan
diberikan untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin
mngurangi komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga
14
90% dengan menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan
produksi sebum invivo dan menghambat diferensiasi termina sebocyte.
Walaupun tidak berefek langsung terhadap P.aknes, ini menghambat efek
dari produksi sebum dan menurunkan jumlah P. aknes yang
mengakibatkan inflamasi. 2,13
Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian (1gram/kgBB/hari
atau 50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis untuk
pengobatan jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan
memerlukan pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang
diberikan untuk akn yang berat. 2,6
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama,
dan diturunkan 0.5 mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2
untuk 3-9 bulan tambahan untuk mengoptimalkan hasil terapi. 2,13
Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih cepat
untuk lesi inflamasi dibandingkan dengan komedo. Pustul menghilang lebih
cepat daripada papul atau nodul, dan lesi yang berlokasi di wajah, lengan
atas, dan kaki daripada di punggung dan badan.2,5
c. Hormonal
Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai
respon terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal
ini secara sistemik mengurangi kadar testosteron dan
dehidroepiandrosterone, yang pada akhirnya dapat mengurangi produksi
sebum dan mengurangi terbentuknya komedo. Ada tiga jenis terapi
hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon, estrogen
dengan cyproterone acetate (Diane, Dianette) dan spironolakton. Terapi
hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus
melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-
obat hormonal juga lambat, dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan
perubahan dan perubahan kadang-kadang baru dapat terlihat pada bulan
ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata.
Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan
15
tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 µg
ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30
tahun) dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang
mengandung estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan
penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-200 mg. 2,5
Anti androgen hormon dapat diberikan pada pasien perempuan
dengan target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-
65%. Jika keputusan untuk hormonal terapi telah dibuat, ada berbagai
macam pilihan disekitar androgen reseptor blocker dan penghambat
sintesis androgen pada ovarium dan glandula adrenal.2
2. Topikal
Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara
yang banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan
terapi ini adalah untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah
terbentuknya spot yang baru dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat).
Terapi topikal diberikan untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari
tingkat keparahan akne. Obat-obatan topikal tidak hanya dioleskan pada
daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah disekitarnya.8,13
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:
a. Retinoid topikal.
Mekanisme kerja dari retinoid topikal:
- Mengeluarkan komedo yang telah matur.
- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.
- Menghambat reaksi inflamasi.
- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk
rumatan terapi.13
b. Tretinoin
Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh
Stuttgen dan Beer.Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi
16
peradangan akne.Hal ini ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu
menurunkan 32-81% untuk non-inflamnatory lesi dan 17-71% untuk
inflammatory lesi. Tretinoin tersedian dalam galanic formulation: cream
0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%) dan dalam solution (0.05%). Formula
topical gel ini mengandung polyoprepolymer-2, tretinoin prenetration.11,13
c. Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang
sama dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan lesi inflamasi
24 dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.13
d. Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel,
cream, atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan
1000 pasien ditunjukkan bahwa adapalene 0.1% gel mempunya efikasi
yang sama dengan tretinoin 0.025%.13
e. Tazarotene
Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai terapi
untuk akne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream. 13
f. Antibiotik Topikal
Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical
adalah rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang
resisten terhadap P.aknes dan S. aureus. Untuk mengatasi masalah ini,
klindamisin dan eritromisin ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi 4%
dan formulasi baru dengan zinc atau kombinasi produk dengan BPOs atau
retinoid. 2,5,13
Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne.
Mekanisme kerja antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba.
Hal ini telah terbukti pada efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah
P.aknes baik dipermukaan atau dalam saluran kelenjar sebasea. Lebih
efektif diberikan pada pustul dan lesi papulopustular yang kecil. Eritromisin
3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5% tersedia dalam bentuk gel.
Thomas dkk melakukan penelitian dengan membandingkan eritromisin
17
1,5% dengan klindamisin 1% mendapatkan hasil yang sama-sama efektif,
dua pertiga pasien mendapatkan respon yang sangat baik dalam waktu 12
minggu, tetapi penggunaan eritromisin secara tunggal tidak
direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi. Penggunaan
eritromisin kombinasi dengan benzoil peroksida lebih direkomendasikan. 2,5,13
Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme
kerja dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang
panjang. Bakteri dapat timbul di mana-mana dan tidak secara langsung
menyebabkan akne. Pada keadaan di mana kelenjar sebasea
memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit juga akan lebih mudah
terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan berkembang.
Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar
sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka bakteri tidak mudah
masuk ke dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi
masalah utama dalam akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena
tidak mengatasi masalah dalam jumlah produksi sebum. 2,5,13
g. Asam Salisilat
Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan
konsentrasi dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek
bakteriostatik dan bakteriosidal. 2,5,13
h. Anti-androgen
Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang
berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis
dan industri farmakologi mengembangkan anti androgen topikal sebagai
salah satu terapi akne yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang
dikembangkan adalah tentang penggunaan topikal dari 17α-
propylmesterolone, akan tetapi preparat ini belum tersedia secara
komersial. 2,5,13
3. Terapi Fisik
18
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan
dengan menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:
a. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan
menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne.
Secara teori, pengangkatan closed comedos dapat mencegah
pembentukan lesi inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik.13
b. Kortikosteroid Intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi.
Nodul-nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik
Dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang
biasa digunakan adalah 2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan
spuit 1ml. Jumlah total obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara
0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan
yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi.5,13
Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari
lesi nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamsinolone acetat dengan
suspensi 2.5-10mg/ml direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi
jenis ini sangat bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe
nodular. Akan tetapi harus diulang dalam 2-3 minggu. Manfaat utamanya
adalah menghilangkan lesi nodular tanpa insisi sehingga mengurangi
pembentukan scar.5,13
c. Liquid Nitrogen
Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan
nitrogen cair selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya.
Terapi ini bekerja dengan mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts
sehingga akan terjadi kerusakan pada dinding tersebut. 13
d. Radiasi Ultraviolet
Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan
menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya diberikan
19
secara bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin dicapai.
Fototerapi dapat diberikan dua kali seminggu.Radiasi ultraviolet alami
(UVR) yang didapat dari paparan matahari, 60% dapat digunakan sebagai
terapi tambahan pada akne, tetapi sekarang terapi ini tidak dianjurkan lagi. 2,5,13
4. Diet
Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne
vulgaris. Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan
berlemak dan hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini belum
ada evidence base yang mendukung bahwa eliminasi makanan akan
berdampak pada akne, akan tetapi beberapa pasien akan mengalami
kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan tersebut. 5
5. Bedah kulit
a. Pengelupasan kimiawi (chemical peel)
Chemical peeling berarti proses penerapan kimia pada kulit untuk
menghancurkan lapisan luar yang rusak dan mempercepat proses perbaikan.
Hal ini digunakan untuk mengurangi tanda-tanda penuaan kulit dan untuk
pengobatan lesi kulit serta bekas luka, bekas akne khususnya.15
Gambar 5. Sebelum pengobatan (kiri) dan setelah pengobatan (kanan) 15
b. Dermabrasi / mikrodermabrasi
Dermabrasi dan mikrodermabrasi merupakan teknik re-surfacing wajah yang
mekanis mengikis kulit rusak dalam rangka untuk proses re-epitelisasi.
20
Dermabrasi sepenuhnya menghilangkan epidermis dan menembus ke tingkat
dermis papillary / retikuler, dan merangsang re-modeling protein structural kulit.
Teknik ini sangat efektif dalam pengobatan bekas luka dan menghasilkan
perbaikan klinis yang signifikan.15
c. Terapi laser
Semua pasien dengan bekas luka / bekas akne boxcar atau rolling adalah
kandidat untuk perawatan laser ini. Berbagai jenis laser, termasuk laser ablative
(CO2 dan Erbium YAG) / non-ablative (NdYAG dan Diode) sangat berguna dalam
mengobati bekas luka / bekas akne. Teknik laser ini akan merangsang
pembentukan kolagen baru.15
d. Teknik punch-out
Teknik laser punch-out merupakan metode yang lebih baik. Dengan teknik ini,
bekas akne yang mendalam pun dapat ditarik keluar, bahkan sesuai dengan
jenis-jenis bekas luka akne.15
e. Dermal grafting
Bekas luka akne juga dapat diobati dengan operasi menggunakan prosedur
seperti dermabrasi dan / atau eksisi bekas luka yang sederhana, maupun
mencangkok.15,18
6. Dermaroller (Needling)
Needling adalah teknik baru yang melibatkan roller steril yang terdiri dari
serangkaian jarum halus yang tajam untuk menusuk kulit. Prosedur ini dilakukan
pada daerah kulit bekas akne.
Pertama-tama kulit wajah harus didisinfeksi, lalu dianestesi secara topical
dan dibiarkan selama 60 menit. Jarum kemudian ditusukkan pada daerah kulit
bekas akne secara maju-munjur beberapa tekanan dalam berbagai arah,
menembus sekitar 1,5 – 2 mm ke dalam dermis. Diharapkan kulit akan
menghasilkan produksi kolagen.15
21
.
ix. PROGNOSIS
Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun
dan kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih. Kejadian akne ini
biasanya diikuti oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata
pasien akan mengalami penyembuhan pada usia awal 20an tapi ada juga yang
masih menderita akne hingga decade ketiga sampai dekade keempat.2
Akne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan
biasanya bermunculan sesaat sebelum menstruasi.Kemunculan akne ini tidak
seharusnya berhubungan dengan perubahan aktivitas glandula sebaseus,
dimana tidak terjadi peningkatan produksi sebum pada fase luteal dalam siklus
menstruasi.2
Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup menyenangkan,
pengobatan sebaiknya dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup
agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat permanen.2
Pada kebanyakan kasus, akne biasanya sembh secara spontan ketika
melewati usia remaja dan memasuki usia 20an. Alasan untuk hal ini masih belum
diketahui secara jelas, tidak ada penurunan secara bersama-sama pada
produksi sebum ataupun perubahan komposisi lemak.14
x. KESIMPULAN
Akne vulgaris adalah penyakit radang menahun folikel pilosebasea
dengan gejala klinik : komedo, papul, pustul, kista dan nodus dengan tempat
predileksi di muka, bahu, leher, dada, punggung bagian atas dan lengan atas.
Akne biasanya terdapat pada masa remaja, dan hampir 100% orang pernah
mengalami penyakit ini. Ada 4 penyebab terjadinya akne yaitu : peroduksi
22
sebum yang meningkat, hiperkeratinisasi, peningkatan flora folikel dan
peradangan (inflamasi).
Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka, bahu, dada bagian atas,
dan punggung bagian atas, dapat berupa ; Erupsi kulit polimorfi, komedo, papul
dan pustul, nodus dan kista yang beradang juga dapat disertai rasa gatal.
Diagnosis akne dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis,
pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan lain. Pengobatan akne memerlukan
waktu yang cukup lama serta keteraturan dan kepatuhan berobat. Pengobatan
setiap individu berbeda-beda tergantung pada tipe kulit, jenis akne, serta
kebiasaan dan kepedulian pasien dalam merawat kebersihan wajah. . .
DAFTAR PUSTAKA
1. Wasitaatmadja SM. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima Dalam:
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi V.
Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008; 253 – 259.
2. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and
Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A,
23
Leffell D, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7 th ed. New
York: McGraw-Hill; 2007.p.690-703.
3. Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology 4th ed.
Massachusetts: Blackwell Science, Inc.; 2002.p.148-156.
4. Anonim. Acne Vulgaris. (Cited on 2013 July 18).Available from:
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html
5. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at
the World Congres of Dermatology Paris July 2002.p.7-9.
6. Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF,
Rawlings AV, eds. Acne and its Therapy. London: Informa Healthcare; 2007.
p.1-5.
7. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston
DM, eds. Andrews’ disease of the skin Clinical Dermatology 10 th ed.
Canada : El Sevier; 2000.p. 231-44.
8. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology
Therapeutics 7th ed. Massachusetts: Lippincot Williams and Wilkins; 2007.
p.4-18.
9. Sheen, Barbara. Diseases and Disorders Acne. Framington Hills: Lucent
Books;2005.p.10-20.
10. Schalock PC. Rosaceae and perioral (periorificial) dermatitis. In: Manual of
Dermatology Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and
Wilkins; 2007.p.175-180.
11. Boothroyd, Steve. Topical therapy and formulation priciples. In: Webster GF,
Rawlings AV, eds. Acne and its Therapy. London: Informa Healthcare; 2007.
p. 253-256.
12. Gupta AK, Swan JE. Perioral dermatitis. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T,
Herxheimer H, Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:
BMJ Books; 2003. p.125-131.
13. Zouboulis, Christos C. Update and Future of Systemic Acne Treatment.
Dermatology, Acne Symposium at the World Congres of Drematology Paris
July 2002.p.37-42.
24
14. Garner SE. Acne vulgaris. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T, Herxheimer
H, Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London: BMJ Books;
2003.p.87-98.
15. Fabbrocini Gabriella, Annunziata M. C., D’Arco V., De Vita V., Lodi G.,
Mauriello M. C., Pastore E., Monfrecola G. Acne Scars: Pathogenesis,
Classification and Treatment. Italy: Division of Clinical Dermatology,
Department of Systematic Pathology, University of Naples Federico II, Via
Sergio Pansini 5, 80133 Napoli. 2010.
25