Upload
santogold1991
View
88
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat amoebiasis hepar
Citation preview
REFERAT AMOEBIASIS HEPAR
BLOK TROPICAL MEDICINE
Pembimbing:
dr. Dwi Adi Nugroho
Kelompok 6
Eviyanti Ratna S. G1A010063
Meta Mukhsinina P. G1A010064
Mey Harsanti G1A010065
Nurvynda Pratiwi G1A010066
Agista Khoirul M. G1A010067
Atep Lutpia P. G1A010069
Mochamad Riski K. G1A010071
Sarah Shafira A. G1A010072
Yuni Purwati G1A010059
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
pertolongan-Nya kami dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul
AMOEBIASIS HEPAR ini tepat pada waktunya. Penulisan referat ini bertujuan
meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai salah satu penyakit yang
berkaitan dengan kondisi tropis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Dwi Adi Nugroho selaku dosen pembimbing yang telah berkenan
membimbing kami selama proses penyusunan laporan referat ini.
2. Seluruh dosen dan staf pengajar Jurusan Kedokteran, Universitas Jenderal
Soedirman khususnya kepada dosen dan pengajar blok Tropical Medicine.
3. Orang tua yang telah membantu dalam bentuk dana dan doa.
4. Teman-teman angkatan 2010.
5. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, sehingga laporan referat ini
bisa diselesaikan.
Kami sadar bahwa dalam penulisan referat ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan ini merupakan referat pertama yang kami susun. Namun, referat ini
dapat membantu terutama dalam kasus medis amoebiasis. Walaupun demikian,
“tiada gading yang tak retak” sehingga kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar penyusunan laporan referat ini bisa mencapai
sempurna.
Kami berharap, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca
maupun penyusun.
Purwokerto, September 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman judul
Kata pengantar
Daftar isi
Pendahuluan
Tinjauan pustaka
Pembahasan
Kesimpulan
Daftar pustaka
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amoebiasis hepar merupakan komplikasi ekstra intestinal dari infeksi
Entamoeba hystolitica. Penyakit ini masih sering dijumpai terutama di negara
tropis. Dahulu penyakit ini lebih dikenal sebagai abese tropik, karena disangka
hanya terdapat di daerah tropik atau subtropik saja. Ternyata hal tersebut
tidaklah benar, karena kemudian ditemukan juga tersebar di seluruh dunia
(Hadi, 2002).
Entamoeba hystolitica sangat endemis di daerah India, Afrika,
Meksiko, Amerika Selatan dan Tengah, dan Asia. Penularan terjadi melalui
rute fekal-oral, dan status sosio-ekonomi yang lebih rendah dengan sanitasi
yang tidak layak merupakan faktor predisposisi terhadap infeksi. Praktik
seksual oral-anal dan penyakit psikiatrik atau retardasi mental telah ditetapkan
sebagai faktor risiko. Perjalanan atau imigrasi dari wilayah endemik sering kali
menjadi faktor yang menyebabkan orang-orang di negara maju terinfeksi oleh
parasit ini (Cook, 2002).
Insidensi amoebiasis hepar terutama terdapat di negara tropik dan
subtropik dengan sanitasi yang masih buruk seperti India, Pakistan, Indonesia,
Asia Afrika, dan Meksiko. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang
dewasa pria daripada wanita dengan perbandingan 4:1. Pada kurang lebih 5%
penderita amoebiasis timbul komplikasi pada hati (Hadi, 2002).
B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi, penyebab, juga tanda dan gejala
Amoebiasis Hepar.
2. Mahasiswa dapat mengetahui struktur organ secara fisiologis, anatomi,
dan histologi dari hepar.
3. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologis dan patogenesis Amoebiasis
Hepar.
4. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang untuk penegakkan
diagnosis Amoebiasis Hepar.
5. Mahasiswa dapat mengetahui prognosis dan terapi Amoebiasis Hepar.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri,
parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal
yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam
parenkim hati (Price, 2006).
B. Etiologi
Abses hati dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses
hati pyogenik.
1. Abses hati amoeba
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non
patogen dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang
dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi
Enteremoeba histolytica yang memberi gejala invasif, sehingga di duga ada
dua jenis E. Histolytica yaitu starin patogen dan non patogen. Bervariasinya
virulensi strain ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi
pada hepar (Sudoyo, 2006).
E.histolytica di dlam feces dapat di temukan dalam dua bentuk vegetatif
atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh
manusia. Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana
kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana kering dan asam.
Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit,
mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang
mampu mengakibatkan destruksi jaringan (Sudoyo, 2006).
2. Abses hati piogenik
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang
terbanyak adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah streptococcus
faecalis, Proteus vulgaris, dan Salmonellla Typhi. Dapat pula bakteri anaerob
seperti bakteroides, aerobakteria, akttinomesis, dan streptococcus anaerob.
Untuk penetapannya perlu dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab
secara anaerob maupun aerob (Sudoyo, 2006).
C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada amebiasis hepar dapat bermacam-macam. Gejala dapat timbul mendadak atau perlahan-lahan. Pada stadium akut gejalanya lebih nyata dan biasanya timbul dalam 2 minggu infeksi atau tertunda selama beberapa bulan. Mulainya dengan sedikit demi sedikit nyeri kolik perut dengan gerakan usus yang sering (6-8 gerakan/24 jam). Diare disertai dengan tenesmus dan tinja bercampur dengan darah dan cukup banyak mengandung lendir dengan sedikit leukosit. Demam hanya dikeluhkan oleh sebagian penderita dan berkeringat di malam hari. Rasa nyeri bagian perut kanan atas terasa seperti tertusuk dan panas. Selain itu pasien juga merasakan anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah dan penurunan berat badan (Sylvia, 2006).
Dapat juga timbul rasa nyeri pada bagian dada kanan bawah akibat iritasi pada
pleura diagfragma dan akhirnya dapat timbul tanda-tanda pleuritis. Rasa nyeri
tersebut menjalar kepunggung atau scapula kanan. Selain itu juga dapat disertai
batuk saat nyeri perut (Djaenudin, 2009).
D. Patomekanisme
Amebiasis hati disebabkan oleh entamoeba hystolitica. Hanya sebagian
kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala amebiasis
invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain patogen dan non
patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain E.hystolitica ini berbeda
berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati. Patogenesis amebiasis
hati belum dapat diketahi secara pasti. Ada beberapa mekanisme yang telah
dikemukakan antara lain: faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin,
ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu,
berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated
(Mansjoer, 2001).
Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme( Mansjoer, 2001):
1. Strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
2. Secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada
interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna
terutama pada flora bakteri.
Mekanisme terjadinya amebiasis hati:
1. penempelan E.hystolitica pada mukus usus.
2. pengerusakan sawar intestinal.
3. lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cell-
mediated yand disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat karena
penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.
4. penyebaran ameba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati sebagian besar
melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai
nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma
diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis
seperti jaringan fibrosa.
Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya
amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat
disentri amebiasis. Masa inkubasi dapat terjadi dalam beberapa hari hingga
beberapa bulan. E.histolytica terdapat dalam dua bentuk yaitu kista dan trofozoit
yang bergerak. Penularan terjadi melalui bentuk kista yang tahan suasana asam.
Di dalam lumen usus halus, dinding kista pecah mengeluarkan trofozoit yang akan
menjadi dewasa dalam lumen kolon. Trofozoit menginvasi dinding usus dengan
cara mengeluarkan enzim proteolitik, pelepasan bahan toksik menyebabkan reaksi
inflamasi dan terjadi destruksi mukosa. Selanjutnya timbul ulkus dengan
kedalaman mencapai submukosa atau lapisan muskularis, tepi ulkus menebal dan
sedikit reaksi radang. Akibat invasi amuba ke dinding usus, timbul reaksi imunitas
humoral dan imunitas cell-mediated amebisidal berupa makrofag lymphokine-
activated serta limfosit sitotoksik CD8. Invasi yang mencapai lapisan muskularis
dinding kolon dapat menimbulkan jaringan granulasi dan terbentuk massa yang
disebut ameboma, sering terjadi di sekum atau kolon asenden (Sudoyo, 2006).
Skema bagan Terjadinya Amoebiasis hepar (Suzzane, 2001):
(Bagan terjadinya amoebiasis hepar. Suzzane, 2001)
Skema bagan Pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan dasar manusia:
(Bagan pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan manusia. Suzzane, 2001)
E. Penegakan diagnosis
Untuk diagnosis amoebiasis hati dapat dilihat dari Anamnesis,
Pemeriksaan Fisik, dan Pemeriksaan Penunjang dan dapat digunakan
menggunakan kriteria Sherlock, kriteria Ramachandran atau criteria Lamont dan
Pooler (Grendel et al, 2003):
1. Anamnesis
Gejalanya dapat berupa diare yang hilang-timbul dan sembelit, banyak
buang gas (flatulensi) dan kram perut. Bila disentuh perut akan terasa nyeri
dan tinja bisa mengandung darah serta lendir. Bisa terjadi demam ringan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan didapatkan penderita tampak kesakitan. Kalau jalan
membungkuk ke depan kanan sambil memegang perut kanan atas yang sakit,
badan teraba panas, hati membesar dan bengkak. Pada tempat abses teraba
lembek dan nyeri tekan. Di bagian yang di tekan dengan satu jari terasa nyeri,
berarti tempat tersebutlah tempatnya abses. Rasa nyeri tekan dengan satu jari
mudah diketahui terutama bila letaknya di interkostal bawah lateral. Ini
menunjukkan tanda Ludwig positif dan merupakan tanda khas abses hepatis.
Lokalisasi abses yang terbanyak ialah di lobus kanan, jarang di lobus kiri.
Batas paru-paru hati meninggi. Ikterus jarang sekali ditemukan.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan tinja jarang sekali ditemukan ameba. Menurut beberapa
kepustakaan ditemukan sekitar 4 – 10%. Ditemukannya ameba dalam tinja.
Jumlah lekosit meninggi sekitar 10 - 20 ribu/mm3. Pada bentuk akut sering
jumlah. Lekosit melebihi 16.000/mm3, sedang pada bentuk kronik terdapat
sekitar 13.000/mm3. Tes faal hati menunjukkan batas-batas normal. Pada
keadaan yang berat dapat ditemukan penurunan kadar albumin dan sedikit
peninggian kadar globulin, dengan protein total dalam batas normal.
4. Pemeriksaan Rontgen
Pada foto Toraks terlihat diafragma kanan meninggi. Apabila dengan
pemeriksaan sinar tembus jelas Nampak bahwa diafragma kanan selain
meninggi juga tak bergerak, bentuk diafragma melengkung ke atas atau
bagian tengah diafragma kanan meninggi, berarti adanya abses hati. Pada
abses di lobus kiri hati, gambaran seperti tersebut di atas tidak nyata. Abses di
lobus kiri hati sering memberikan penekanan pada lambung, yang dapat
dilihat pada foto lambung dengan kontras barium.
5. Fotopolos abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara
bebas di atas hati
6. Ultrasonografi
Gambaran ultrasonografi yaituakan terlihat suatu daerah kosong atau
daerah sonolusen di hati dengan dinding ireguler. Bila intensitas atau gain
ditinggikan, akan terlihat sedikit pengisian internal ekho. Cara pemeriksaan
ultrasonografi ini mudah dikerjakan, tidak menimbulkan efek sampingan atau
merusak jaringan.
7. Pemeriksaan serologi
Menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.
Terdapat juga beberapa kriteria-kriteria yang bisa digunakan dalam menegakan
diagnosis abses hepar, yaitu:
1. Kriteria Sherlock
Gejala klinis yang timbul berupa hepatomegali yang nyeri tekan, respon baik
terhadap obat amoebisid, leukositosis, peninggian diafragma kanan dan
pergerakan yang kurang, aspirasi pus, pada USG didapatkan rongga dalam
hati, dan tes hemaglutinasi positif.
2. Kriteria Ramachandran
Diagnosis abses hepar dapat ditegakkan bila ditermukan minimal 3 hal sebagai
berikut: hepatomegali yang nyeri, riwayat disentri, leukositosis, kelainan
radiologis, respon terhadap terapi amoebisid.
3. Kriteria Lamont dan Pooler
Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan minimal 3 hal berikut:
hepatomegali yang nyeri, kelainan hematologis, kelainan radiologis, pus
amoebik, tes serologik positif, kelainan sidikan hati, dan respon baik dengan
terapi amoebisid.
F. Penatalaksanaan
1. Terapi Obat
Abses hati ameba tanpa komplikasi lain dapatmenunjukan penyembuhan
yang besar biladiterapi hanya dengan antiameba. Pengobatanyang dianjurkan
adalah (Wijaya, 2004):
a. Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole. Dosis yang dianjurkan
untuk kasus abses hati ameba adalah 3 x 750 mg per hari selama 7 –
10hari. Derivat nitroimidazole lainnya yang dapat digunakan adalah
tinidazole dengan dosis 3 x 800mg perhari selama 5 hari.
b. Dehydroemetine(DHE)
Merupakan derivat diloxaninefuroate. Dosis yang direkomendasikan untuk
mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg per hari selama 10 hari.
c. Chloroquin
Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan di ikuti 500
mg/hari selama 20 hari.
2. Tindakan Aspirai terapeutik
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di atas
tidak berhasil (72 jam) atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan kontra
indikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi (Thompson, 2003).
3. Drainase Perkutan
Drainase perkutan abses dilakukan dengan tuntunan USG abdomen atau CT
scan abdomen. Penyulit yang dapat terjadi: perdarahan, perforasi organ intra
abdomen, infeksi, ataupun terjadi kesalahan dalam penempatan kateter untuk
drainase (Thompson, 2003).
4. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil
membaik dengan cara yang lebih konservatif. Juga diindikasikan untuk
perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau
tanpa adanya ruptur abses. Penderita dengan septikemia karena abses amuba
yangmengalami infeksi sekunder juga direncanakan untuk tindakan bedah,
khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil. Laparoskopi juga di
dahulukan untuk kemungkinan dalam mengevaluasi tcrjadinya ruptur abses
amuba intraperitoneal (Thompson, 2003).
Berdasarkan kesepakatan PEGI (Perhimpunan Endoskopi astrointestinal
Indonesia) dan PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia) dapat digunakan
suatu algoritma berdasarkan diameter dari abses sebagai berikut (Andri, 2004):
1. Abses hati dengan diameter 1-5 cm: terapi medikamentosa bila respon negatif
maka dilakukan aspirasi.
2. Abses hati dengan diameter 5-8 cm: terapi aspirasi berulang.
3. Abses hati dengan diameter ≥ 8cm: drainase perkutan
G. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5 – 15,6%,
perforasi abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium, usus,
intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama
setelah aspirasi atau drainase (Rasjid, 2004).
H. Prognosis
Prognosis dari abses hati dipangaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut
(Friedman, 2003):
1. Virulensi parasit.
2. Status imunitas dan keadaan nutrisi.
3. Usia penderita, prognosis akan baik bila usia dewasa muda.
4. Cara timbulnya penyakit serta letak dan jumlah abses, prognosis akan
memburuk bila terjadi abses di lobus kiri atau multiple.
KESIMPULAN
1. Amoebiasis hepar merupakan komplikasi ekstra intestinal dari infeksi
Entamoeba hystolitica.
2. Untuk diagnosis amoebiasis hati dapat dilihat dari Anamnesis,
Pemeriksaan Fisik, dan Pemeriksaan Penunjang.
3. Terapi yang dapat digunakan berupa terapi obat, tindakan aspirasi,
drainase perkutan, dan drainase bedah
DAFTAR PUSTAKA
Andri LA, Rasjid HA. 2004. Abses amuba pada hepar. DexaMedica 2004; 21-6 .
Aru W, Sudoyo, dkk. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi Empat.
Balai Penerbitan FK-UI: jakarta
Cook, G. C. 2002. Problem Gastroenterologi Daerah Tropis. Jakarta: EGC.
Friedman SL, Quaid KR, Grendel JH. Infection of the liver, parasitic infection of
the liver. Cur- rent, Diagnosis & Treatment in Gastroenterology. 2nd ed. New
York: McGraw - Hill Companies, toe; 2003.p.586-7.
Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Bandung: Alumni.
Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi Ketiga. Media
Aesculapius: Jakarta. Halaman 512.
Price, Sylvia a. 2006. Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku
Patofiologi, Jilid 1, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta :EGC
Santoso M, Wijaya. 2004. Diagnostik dan penatalaksanaan abses amebiasis hati.
DexaMedica
Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal –
Bedah Brunner &Suddarth, Edisi 8. Jakarta : EGC
Sylvia a. Price, 2006. Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku
Patofisiologi Jilid 1 Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
Thompson JE, Forlenza S, Verma R. 2003. Amebic liver abcess: a therapeutic
approach. Rev Infection Diseases