Referat Anestesi Regional

Embed Size (px)

DESCRIPTION

anesttessi

Citation preview

Fakultas Kedokteran UkridaAnestesi RegionalStase Ilmu Anestesi RS Bayukarta

Di susun oleh :Syaiful Anuar Rahmat

Pembimbing :dr. Imam Sudrajat, Sp. An

Bab 1PENDAHULUANMeskipun dunia medis tidak dapat mengobati segala penyakit, pengendalian rasa sakit untuk memastikan kenyamanan pasien adalah salah satu aspek penting dalam memberikan terapi kepada. Pada tahun 1860, kokain, obat anestesi tertua, diekstrak dari daun Erythroxylon coca. Pada tahun 1884, Sigmund Freud dan Karl Koller berhasil menggunakannya sebagai agen anestesi selama prosedur operasi ophthalmologi. Prokain, alternatif sintetis untuk kokain, dikembangkan pada tahun 1904. Prokain adalah ester dari para-aminobenzoic acid (PABA). Metabolism prokain menghasilkan PABA, suatu alergen. Potensi reaksi alergi yang parah membatasi penggunaan prokain dan agen anestesi ester-jenis lainnya. Tetrakain, satu lagi anestesi golongan ester, diperkenalkan pada tahun 1930. Tetrakain lebih poten daripada prokain, dan menyebabkan reaksi alergi yang sama. Pada tahun 1943, anestesi alternatif ditemukan ketika Lofgren dikembangkan lidokain. Agen anestesi ini merupakan turunan amida asam diethylaminoacetic, bukan PABA; oleh karena itu, memiliki kelebihan potensi alergi yang rendah. Sejak itu, beberapa anestesi jenis amida telah diperkenalkan dalam klinis. Perubahan kimia sedikit pada senyawa anestesi memberikan keuntungan, termasuk peningkatan durasi dan potensi, masing-masing. Senyawa ini menawarkan ahli bedah lebih banyak pilihan, dan anestesi dapat tepat dicocokkan dengan prosedur yang berbeda.Anestesi regional adalah anestesi yang mempengaruhi sebagian besar tubuh, seperti anggota tubuh atau bagian bawah tubuh. Teknik anestesi regional dapat dibagi menjadi teknik sentral dan periferal. Teknik anestesi regional sentral meliputi blokade neuraaksial ( seperti anestesi epidural dan anestesi spinal). Teknik anestesi regional periferal dapat dibagi lagi menjadi blok plexus seperti blok plexus brachialis, dan blok saraf tunggal. Anestesi regional dapat diberikan dengan satu suntikan atau dengan kateter di mana obat diberikan terus menerus selama jangka waktu yang lama, misalnya pada continuous peripheral nerve block (CPNB). Anestesi regional dapat diberikan dengan menyuntikkan anestesi lokal langsung ke pembuluh darah lengan (dengan syarat aliran darah vena dihambat oleh tourniquet.) Ini disebut teknik anestesi regional intravena atau Bier block. Anestesi regional berbeda dari anestesi lokal, yaitu anestesi dari bagian kecil dari tubuh seperti gigi atau area kulit, dan anestesi konduksi yaitu istilah komprehensif yang meliputi berbagai macam teknik anestesi lokal dan regional .Anestesi lokal memberikan kehilangan sensasi yang reversibel. Anestesi lokal lebih aman daripada anestesi umum atau sistemik; Oleh karena itu, ianya lebih banyak digunakan bila mungkin. Selain itu, ianya relatif mudah untuk diberikan. Anestesi lokal telah mengalami perkembangan selama berabad-abad. Anestesi lokal mengurangi rasa sakit, sehingga memfasilitasi prosedur bedah. Teknik pengiriman memperluas penerapan klinis anestesi lokal. Teknik-teknik ini termasuk anestesi topikal, anestesi infiltrasi, blok cincin, dan blok saraf perifer.

Bab 2ANESTESI REGIONAL

Anestesi blok regional mencakup semua anestesi yang menggunakan blok saraf untuk mendapatkan penghilang nyeri menyeluruh. Dengan sedikit gangguan impuls saraf aferen (deafrensiasi) anestesi regional sangat mendekati konsep anestesi ideal atau bebas stress; tetapi digunakan lebih jarang dari yang diperkirakan karena beberapa keterbatasan.1. Blok saraf membutuhkan waktu lebih lama untuk indusi dan waktu pemulihan antara kasus kasus operasi tidak perlu diperpanjang.2. Ada risiko bahawa blok saraf tidak benar-benar efektif, pada keadaan ini, pasien mungkin membutuhkan suntikan ulang (bila masih dalam batas dosis keamanan untuk anestesi local tertentu) atau anestesi umum. Kedua tindakan tersebut akan lebih memperpanjang waktu sebelum operasi, juga menambah rasa tidak enak bagi pasien.3. Selalu ada kemungkinan bahwa blok saraf dapat menimbulkan komplikasi neurologi atau bila mengenai bagian lapangan vascular tertentu, dapat menimbulkan efek ketidak stabilan hemodinamik yang berbahaya pada pasien tua, atersklerosis, penderita trauma atau hipovolemik.4. Penerimaan pasien yang bulurk selalu menimbulkan kesulitan karena banyak pasien yang takut tetap terjaga dan tidak ingin mendengar berbagai bunyi dalam ruan operasi.Walaupun dianggpa bahawa anestesi regional lebih aman dari anestesi umum karena kurang menimbulkan gangguan fisiologi yang berhubungan dengan blok saraf, belum ada penelitian terdahulu untuk membuktikan konsep ini. Tetapi data akhir dari kepustakaan menunjukkan bahwa pada kasus tertentu, terutama pada pasien tua, komplikasi operasi seperti thrombosis vena yang besar dan emboli paru, dapat mengurangai penggunaan anestesi regional. Dewasa ini anestesi regional yang dilakukan dengan baik dan ahli akan memberi hasil memuaskan seperti anestesi umum yang baik.

PatofisologiMeninjau fisiologi konduksi saraf adalah penting sebelum mendiskusikan anestesi lokal. Saraf mengirimkan sensasi akibat dari propagasi impuls listrik; propagasi ini dicapai akibat perpindahan gradien ion melintasi dinding sel saraf, atau axolemma. gDalam keadaan istirahat, saraf memiliki potensial membran negatif -70 mV. Potensial istirahat ini ditentukan oleh gradien konsentrasi 2 ion utama, Na+ dan K+, dan permeabilitas membran relatif terhadap ion ini. Gradien konsentrasi dipelihara oleh pompa ATP natrium/kalium (dalam proses yang bergantung pada energi) yang mengangkut ion natrium keluar dari sel dan ion kalium ke dalam sel. Transpor aktif ini menciptakan gradien konsentrasi yang memungkinkan difusi ion kalium ekstraseluler. Selain itu, karena membran saraf permeabel terhadap ion kalium dan tidak permeable terhadap ion natrium, 95% dari pengeluaran ion dalam sel disebabkan oleh K + ion dalam bentuk fluks luar, yang menyebabkan potensial istirahat negatif. Ketika saraf dirangsang, depolarisasi saraf terjadi, dan propagasi impuls berlangsung. Awalnya, ion natrium secara bertahap masuk ke dalam sel melalui membran sel saraf. Masuknya ion natrium menyebabkan potensial listrik transmembran meningkat dari potensial beristirahat. Setelah potensial mencapai ambang batas sekitar -55 mV, influks cepat ion natrium akan terjadi. Saluran natrium dalam membran menjadi aktif, dan permeabilitas ion natrium meningkat; membran saraf tederpolarisasi ke level +35 mV. Setelah depolarisasi membran selesai, membran menjadi tidak permeabel kepada ion natrium lagi, dan kemasukan ion kalium ke dalam sel meningkat. Proses ini mengembalikan kelebihan kalium intraselulerdan natrium ekstraseluler dan mengembalikan potensial istirahat yang negative. Perubahan dalam potensial membran sel saraf yang disebut potensial aksi. Mekanisme kerja Anestesi lokal menghambat depolarisasi membran saraf dengan mengganggu arus Na + dan K +. Potensial aksi tidak dapat dipropagasikan karena ambang batas tidak tercapai. Meskipun mekanisme tepat dimana anestesi lokal menghambat masuknya ion natrium ke dalam sel tidak diketahui, 2 teori telah diajukan. Teori ekspansi membran menduga bahwa anestesi lokal diserap ke dalam membran sel, memperluas membran dan menyebabkan penyempitan saluran natrium. Teori ini mengusulkan bahwa anestesi lokal berdifusi melintasi membran sel dan berikatan dengan reseptor spesifik pada pembukaan saluran natrium. Afinitas anestesi lokal terhadap saluran Na + meningkat tajam sesuai dengan tingkat eksitasi neuron. Ini menyebabkan perubahan dalam struktur atau fungsi saluran dan menghambat perpindahan ion natrium. Blokade kebocoran arus K + dengan anestesi lokal kini juga dipercaya untuk berkontribusi terhadap blok konduksi dengan mengurangi kemampuan saluran untuk mengatur potensial membran. Berdasarkan diameter, serabut saraf dikategorikan menjadi 3 jenis. Serabut saraf tipe A adalah yang terbesar dan bertanggung jawab untuk sensasi motorik. Serat jenis B adalah bermyelin dan berukuran sedang. Serat tipe C, yang mengirimkan sensasi sakit dan suhu berukuran kecil dan tidak bermyelin Akibatnya, anestesi blok serat tipe C lebih mudah dilakukan daripada jenis serat A. Oleh karena itu, pasien yang telah diblokir sensasi nyeri masih merasa tekanan dan memiliki mobilitas karena jenis serat A yang tidak diblokir. Semua anestesi lokal memiliki struktur kimia yang mirip, yang terdiri dari 3 komponen: porsi aromatik, rantai tengah, dan gugus amine. Bagian aromatik, biasanya terdiri dari cincin benzena, yang lipofilik, sedangkan bagian amine anestesi bertanggung jawab atas sifat hidrofilik. Tingkat kelarutan lipid setiap anestesi adalah sifat penting karena kelarutan lipid yang memungkinkan difusi melalui membran saraf yang sangat lipofilik. Potensi lipofilik suatu obat bius yang secara langsung berkaitan dengan potensi efeknya.Anestesi lokal adalah basa lemah yang membutuhkan penambahan garam hidroklorida untuk menjadi larut dalam air dan bias disuntikkan. Garam menyeimbangkan antara bentuk tidak terionisasi dan bentuk terionisasi dalam larutan air. Equilibrium sangat penting karena, meskipun bentuk terionisasi bias disuntikkan, basa tidak terionisasi memiliki sifat lipofilik yang bertanggung jawab untuk difusi ke dalam membran sel saraf. Durasi anestesi atau periode di mana obat anestesi tetap efektif ditentukan oleh kemampuan mengikat protein karena reseptor anestesi sepanjang membran sel saraf adalah protein. Rantai tengah yang menghubungkan bagian-bagian aromatik dan amina bisa terdiri dari ester atau amida. Rantai menengah ini digunakan dalam mengklasifikasikan anestesi lokal.

Bab 3Obat ANESTESI REGIONALAnestesi lokal diklasifikasikan menjadi 2 kelompok: kelompok ester dan amida. Klasifikasi ini didasarkan pada struktur kimia dari rantai tengah. Perbedaan struktural ini mempengaruhi jalur dimana anestesi lokal dimetabolisme dan potensi alerginya.Anestesi jenis ester dimetabolisme secara hidrolisis, yang tergantung pada pseudokolinesterase enzim plasma. Beberapa pasien memiliki cacat genetik terhadap struktur enzim ini dan mungkin tidak dapat memetabolisme anestesi ester. Ketidakmampuan ini meningkatkan kemungkinan mereka memiliki reaksi toksik dan peningkatan kadar anestesi dalam darah. Selain itu, 1 dari produk metabolisme yang dihasilkan oleh hidrolisis anestesi ester adalah PABA, yang menghambat sulfonamid dan merupakan alergen. Pada pasien dengan alergi terhadap anestesi ester, penggunaan semua agen anestesi ester-jenis lain harus dihindari. Anestesi jenis amida dimetabolisme oleh enzim mikrosomal di hati. Enzim mikrosomal spesifik yang bertanggung jawab untuk penghapusan lidocaine adalah sitokrom P-450 3A4. Oleh karena itu, anestesi jenis amida harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan penyakit hati yang berat dan pasien yang memakai obat yang mengganggu metabolisme anestesi, dan pasien harus dimonitor untuk tanda-tanda toksisitas. Sitokrom P-4503A4 terdapat dalam usus kecil dan hati. Inhibitor spesifik sitokrom P-4503A4 yang telah dikaitkan dengan interaksi klinis yang relevan termasuk itraconazole, ketoconazole (antijamur azol), eritromisin, klaritromisin, siklosporin (makrolida), amprenavir, indinavir, nelfinavir, ritonavir (PI), diltiazem, mibefradil (calcium channel blockers), dan nefazodone. Jus anggur juga merupakan inhibitor poten dari P-4503A4 tetapi tampaknya hanya mempengaruhi enzim enterik, yang tidak berperan dalam metabolisme anestesi lokal. Jika enzim dihambat karena penggunaan bersamaan obat, enzim itu tidak tersedia untuk memetabolisme obat bius dan tingkat yang berpotensi beracun dari anestesi dapat terjadi. Selain itu, beta-blocker juga dapat menurunkan aliran darah ke hati; Oleh karena itu, ianya juga dapat menurunkan metabolisme anestesi jenis dan dapat menyebabkan kadar serum obat bius meningkat.Perbedaan yang utama dari kedua klasifikasi obat anastesi antara amida dan ester adalah dimana kedua obat tersebut dibawa untuk mengalami pemecahan metabolisme. Metabolisme (atau biotransformasi) dari anastesi lokal sangat penting, karena hampir semua toksisitas obat tergantung dari keseimbangan antara kadar absorpsi ke dalam pembuluh darah di tempat injeksi and kadar penghilangan obat dari darah dari proses pemasukan ke dalam jaringan dan metabolisme.Anastesi lokal dihidrolisis di dalam plasma oleh enzim pseudocholinesterase. Kadar hidrolisis akan berdampak pada potensi toksisitas dari anastesi obat. Chloropocaine, adalah obat yang paling cepat dihidrolisis, sedangkan, tetracaine 16 kali lebih lama dibanding chloropocaine, yang menyebabkan sifatnya paling bersifay toksik. Procaine dihidrolisis ke asam para-aminobenzoat (PABA), yang akan diekresi lewat urin tanpa mengalami perubahan, dan ke diethylamino alcohol, yang dirubah terlebih dahulu untuk diekresi. Reaksi alergi bisa terjadi akibat respon dari obat anastesi golongan ester yang biasanya tidak berhubungan dengan PABA, yang sebagain besar produk dari metabolisme anastesi lokal golongan ester.Kira-kira satu dari 2800 orang memiliki atipikal bentuk enzim pseudocholineterase, yang menyebabkan terjadinya ketidakmampuan dihidrolisa ester dan obat kimia yang berhubungan. Dan mengakibatkan terjadinya perpanjangan dari level obat dalam darah yang akan meningkatkan tingkat toksisitas obat. Atipikal pseudocholinetase merupakan sifat herediter. Riwayat keluarga yang lain penghambat selama general anastesi harus menjadi perhatian evaluasi baik oleh dokter maupun dokter gigi. Pasien yang telah diketahui maaupun sebagai suspect dari riwayat keluarga di pasien atau keluarga biologis dari atipikal pseudocholinetase berasal merupakan suatu kontraindikasi yang relatif untuk digunakan anastesi lokal golongan ester.Metabolisme dari golongan amida lebih kompleks dibandingkan dengan golongan ester. Daerah utama untuk biotranformasi amida adalah di hati. Hampir seluruh proses metabolik terjadi di hati untuk obat lidocaine, mepivacaine, articaine, etidocaine. Prilokaine dimetabolisme di hati, dan beberapa kemungkinan di paru.Derajat biotranformasi dari lidocaine, mepivacaine, articaine, atidocaine, dan bupivacaine hampir semuanya sama. Prilocaine lebih cepat dibiotranformasi dari semua golongan amida. Kira-kira 70 % dosis dari injeksi lidocaine dibiotransformasikan di pasien dengan fungsi hati yang normal. Pasien dengan aliran darah yang lebih lambat dari normal (hipotensi, kerusakan hati kongestif) atau penurunan fungsi hari (sirosis) tidak bisa me-biotransformasikan amida secara normal. Biotranformasi yang lebih lambat dari normal dapat menyebabkan peningkatan level obat dalam darah dan berpotensi terjadinya peningkatan toksisitas.Produk biotranformasi dari seluruh anastesi lokal berkemampuan untuk mempengaruhi aktivitas klinis jika dibiarkan terakumulasi di dalam darah. Hal ini terlihat di ginjal atau kerusakan jantung dan selama perpanjangan periode pelaksanaan obat. Contoh klinis adalah produksi methemoglobinemia ini pasien yang menerima prilocaine dan articaine dalam dosis besar. Prilocaine, secara langsung tidak dapat menyebabkan methemoglobin. Tetapi hasil produk utama dari prilocaine, yaitu orthotoluidine, bisa menginduksi terjadinya pembentukan methemoglobin, yang bertanggung jawab terjadinya methemoglobnimenemia. Jika kadar methemoglobin di dalam darah naik, tanda klinis dan simptom akan menjadi nampak.Obat anestesi regionalAmidaTopikalInfiltrasiBlok sarafARIVEpiduralSpinal Intratekal

Lidokain++++++

Etidokain-++-+-

Prilokain-++++-

Mepivakain-++-+-

Bupivakain-++-++

Ropivakain-++-++

Levobupivakain-++-++

Tabel 1 menunjukkan penyesuaian obat anestesi dengan teknik anestesiDibukain Derivat kuinon ini merupakan anestetik local yang paling kuat, paling toksik dan mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira-kira 15 kali lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3 kali lebih panjang. Dibukain HCl digunakan untuk anesthesia suntikan pada kadar 0,05-0,1%; untuk anesthesia topical telinga 0,5-2%; dan untuk kulit berupa salep 0.5-1%. Dosis total dibukain pada anesthesia spinal ialah 7,5-10mg LidokainLidokain (Xilokain) adalah anestetik local yang kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topical dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Lidokain merupakan aminoetilamid. Pada larutan 0,5% toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2% lebih toksik daripada prokain. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anesthesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk anesthesia blok dan topical. Anesthesia ini efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbs dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap prokain dan juga epinefrin. Sediaan berupa larutan 0,5%-5% dengan atau tanpa epinefrin. (1:50.000 sampai 1: 200.000). Mepivakain HClDerivat amida dari xylidide ini cukup populer sejak diperkenalkan untuk tujuan klinis pada akhir 1950-an.Anestetik lokal golongan amida ini sifat farmakologiknya mirip lidokain. Mepivakain digunakan untuk anesthesia infiltrasi, blockade saraf regional dan anesthesia spinal. sediaan untuk suntikan merupakan larutan 1,0; 1,5 dan 2%.Kecepatan timbulnya efek, durasi aksi, potensi, dan toksisitasnya mirip dengan lidokain. Mepivakain tidak mempunyai sifat alergenik terhadap agen anestesi lokal tipe ester. Agen ini dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan untuk anestesi infiltrasi atau regional namun kurang efektif bila digunakan untuk anestesi topikal. Mepivakain dapat menimbulkan vasokonstriksi lebih ringan daripada lignokain tetapi biasanya mepivacain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan adrenalin 1: 80.000. maksimal 5 mg/kg berat tubuh. Satu buah cartridge biasanya sudah cukup untuk anestesi infiltrasi atau regional.Prilokain HClWalaupun merupakan derivat toluidin, agen anestesi lokal tipe amida ini pada dasarnya mempunyai formula kimiawi dan farmakologi yang mirip dengan lignokain dan mepivakain. Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama daripada lidokain. Prilokain juga menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik ialah prilokain dapat menimbulkan methemoglobinemia; hal ini disebabkan oleh kedua metabolit prilokain yaitu orto-toluidin dan nitroso- toluidin. Walaupun methemoglobinemia ini mudah diatasi dengan pemberian biru-metilen intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB larutan 1 % dalam waktu 5 menit; namun efek terapeutiknya hanya berlangsung sebentar, sebab biru metilen sudah mengalami bersihan, sebelum semua methemoglobin sempat diubah menjadi Hb.Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia disuntikan dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0 dan 3,0%. Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk garam hidroklorida dengan nama dagang Citanest dan dapat digunakan untuk mendapat anestesi infiltrasi dan regional. Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk mendapat efek anestesi topikal.Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lignokain namun anastesi yang ditimbulkannya tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga kurang mempunyai efek vasodilator bila dibanding dengan lignokain dan biasanya termetabolisme dengan lebih cepat. Obat ini kurang toksik dibandingkan dengan lignokain tetapi dosis total yang dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400 mg.Salah satu produk pemecahan prilokain adalah ortotoluidin yang dapat menimbulkan metahaemoglobin. Metahaemoglobin yang cukup besar hanya dapat terjadi bila dosis obat yang dipergunakan lebih dari 400 mg. metahaemoglobin 1 % terjadi pada penggunaan dosis 400 mg, dan biasanya diperlukan tingkatan metahaemoglobin lebih dari 20 % agar terjadi simtom seperti sianosis bibir dan membrane mukosa atau kadang-kadang depresi respirasi.Bupivakain (marcainStruktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan butyl piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukan bahwa bupivakain dapat mengurangi dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada pascapembedahan Caesar. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain dan bupivakain, keduanya menghambat saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels) selama sistolik.Namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolik. Manifestasi klinik berupa aritma ventrikuler yang berat dan depresi miokard. Keadaan ini dapat terjadi pada pemberian bupivakain dosis besar. Toksisitas jantung yang disebabkan oleh bupivakain sulit diatasi dan bertambah berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia, dan hipoksemia.Ropivakain juga merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja panjang, ddengan toksisitas terhadap jantung lebih rendah daripada bupivakain pada dosis efektif yang sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam menimbulkan anestesia dibandingkan bupivakain.Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah sekitar 2 mg/KgBB.Ropivakain HClSifat-sifat naropin injeksi Naropin injeksi mengandung ropivakain HCl, yaitu obat anestetik lokal golongan amida. Naropin injeksi adalah larutan isotonik yang steril, mengandung bahan campuran obat (etantiomer) yang murni yaitu Natrium Klorida (NaCl) agar menjadi larutan isotonik dan aqua untuk injeksi. Natrium Hidroksida (NaOH) dan/ atau asam Hidroklorida (HCl) dapat ditambahkan untuk meyesuaikan pHnya (keasamannya). Naropi injeksi diberikan secara parentral.Nama kimia ropivakain HCl adalah molekul S-(-)-1-propil-2,6-pipekoloksilida hidroklorida monohidrat. Zat bat berupa bubuk kristal berwarn putih dengan rumus molekul C17H26N2O-R-HCl-H2O dan berat molekulnya 328,89. Struktur molekulnya adalah sebagai berikut:Pda suhu 250C, kelarutan ropivakain HCl dalam air adalah 53,8 mmg/mL dengan rasio distribusi antara n-oktanol dan fosfat bufer pada pH 7,4 adalah 14:1 dan pKanya 8,07 dalam larutan KCl 1 M. pKa ropivakain hampir sama denganbupivkain (8,1) dan mendekati pKa mepivakain (7,7) . akan tetapi kelarutan ropivakain dalam lemak (lipid) berada diantar kelarutan bupivakain dan mepivakain. Naropin injeksi tidak mengandung bahan pengawet dan tersedia dalam bentuk sediaan dosis tunggal dengan konsentrasi masing-masing 2,0 mg/mL (o,2%), 5,0 mg/mL (0,5%), 7,5 mg/mL (0,75%), dan 10 mg/mL (1,0%). Gravitas (berat) larutan Naropin injeksi berkisar antara 1,002 sampai 1,005 pada suhu 24oC.

Bab 4teknik blokade Nervus periferBlok pleksus brachialisBlok pleksus brakialis adalah teknik anestesi regional perifer yang kadang-kadang digunakan sebagai alternatif anestesi umum untuk operasi bahu, lengan, lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan. Teknik ini melibatkan penyuntikan obat anestesi lokal di dekat pleksus brakialis, memblokir sementara sensasi dan kemampuan untuk menggerakkan ekstremitas atas. Pasien dapat tetap terjaga selama prosedur bedah berikutnya, atau bisa disedasi jika perlu. Ada beberapa teknik untuk memblokir saraf pleksus brakialis. Teknik-teknik ini diklasifikasikan berdasarkan lokasi di mana jarum atau kateter dimasukkan untuk menyuntikkan anestesi lokal - blok interscalene di leher, blok supraclavicular tepat di atas klavikula, blok infraklavikula bawah klavikula dan blok aksila di aksila.AnatomiPleksus brakialis dibentuk oleh rami ventral C5-C6-C7-C8-T1, dengan kontribusi kecil oleh C4 dan T2. Ada beberapa pendekatan untuk blokade pleksus brakialis, dimulai proksimal dengan blok interscalene dan dilanjutkan ke distal dengan blok supraklavikula, infraklavikula, dan aksila. Konsep di balik semua pendekatan ini terhadap pleksus brakialis adalah adanya selubung meliputi jaringan neurovaskular yang terbentang dari fasia servikal yang dalam ke perbatasan luar axilla.

Gambar 1 menunjukkan lokasi blok pleksus brakialis.IndikasiAnestesi umum dapat menyebabkan tekanan darah menjadi rendah, penurunan curah jantung yang tidak diinginkan, depresi sistem saraf pusat, depresi pernafasan, hilangnya refleks jalan napas(seperti batuk), membutuhkan intubasi trakea dan ventilasi mekanik, dan efek anestesi residual. Keuntungan paling penting dari block plexus brachial adalah ianya memungkinkan anestesi umum untuk dihindari dan komplikasi dan efek samping yang menyertainya. Meskipun block plexus brachial bukan tanpa resiko, ianya kurang invasif dan mempengaruhi sedikit sistem organ berbanding dari anestesi umum. Blokade pleksus brakialis mungkin menjadi pilihan yang wajar ketika semua kriteria berikut dipenuhi: 1. Operasi diperkirakan akan terbatas pada wilayah antara titik tengah bahu dan jari-jari 2. Tidak ada kontraindikasi untuk blok seperti infeksi di tempat suntikan yang dituju, gangguan perdarahan yang signifikan, kecemasan, alergi atau hipersensitivitas terhadap anestesi lokal 3. Tidak akan ada kebutuhan untuk melakukan pemeriksaan fungsi saraf yang diblokir segera setelah prosedur bedah selesai4. Pasien lebih suka teknik ini atas pendekatan lain yang tersedia Teknik blok pleksus brakialisBlok pleksus brakialis biasanya dilakukan oleh ahli anestesi. Untuk mencapai blok yang optimal, ujung jarum harus mendekati saraf pleksus selama injeksi anestesi lokal. Teknik yang umum digunakan untuk memperoleh posisi jarum tersebut termasuk transarterial, memulai dengan paresthesia, dan penggunaan stimulator saraf perifer atau alat sanning ultrasound yang portabel. Jika jarum dekat atau berkontak saraf, pasien dapat mengalami paresthesia (kesemutan tiba-tiba, sering digambarkan sebagai perasaan seperti "kesemutan" atau seperti sengatan listrik) di lengan, tangan, atau jari. Injeksi dekat dengan titik elisitasi dari paresthesia tersebut dapat mengakibatkan blok yang baik. Sebuah stimulator saraf perifer yang dihubungkan ke jarum yang tepat dapat memungkinkan emisi arus listrik dari ujung jarum. Ketika ujung jarum dekat atau berkontak dengan saraf motorik, kontraksi otot yang karakteristik dapat ditimbulkan. Alat ultrasound portabel yang modern memungkinkan ahli anestesi untuk memvisualisasikan anatomi internal, termasuk saraf yang akan diblokir, struktur anatomi sekitar dan jarum saat ianya mendekati saraf. Observasi anestesi lokal di sekitar saraf selama injeksi dipandu USG adalah prediktif dari blok yang berhasil.Blok interscaleneBlok interscalene dilakukan dengan menyuntikkan anestesi lokal pada saraf pleksus brakialis yang melewati alur antara anterior dan titik tengah otot scalenus, pada tingkat kartilago krikoid. Blok ini sangat berguna dalam memberikan anestesi dan analgesia pasca operasi untuk operasi yang melibatkan klavikula, bahu, dan lengan. Keuntungan dari blok ini meliputi blokade yang cepat dari daerah bahu, dan anatomi yang relatif mudah teraba. Kekurangan dari blok ini termasuklah anestesi yang mungkin tidak memadai dalam distribusi saraf ulnaris, yang membuat blok ini tidak dapat digunakan untuk operasi yang melibatkan lengan bawah dan tangan. Efek samping blok intersceleneParesis sementara (gangguan fungsi) dari diafragma thoraks dapat terjadi pada hampir semua orang yang telah menjalani blok plekuss brakialis interscalene atau supraklavikula. Gangguan pernapasan yang signifikan dapat terjadi pada orang-orang ini dengan fungsi paru yang tidak baik. Pada pasien tertentu - seperti pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik yang parah - hal ini dapat mengakibatkan kegagalan pernapasan yang membutuhkan intubasi trakea dan ventilasi mekanik sampai menghilang blok. Sindrom Horner dapat diterjadi jika solusi anestesi local bergerak ke cephal dan memblokir ganglion stellata. Hal ini dapat disertai dengan kesulitan menelan dan paresis pita suara. Tanda-tanda dan gejala ini bersifat sementara namun, dan sering tidak mengakibatkan masalah jangka panjang.Kontraindikasi blok interscaleneKontraindikasi meliputi penyakit berat seperti penyakit paru obstruktif kronik, dan paresis saraf frenikus di sisi berlawanan sebagai blok.Blok supraklavikula Blok supraclavicular sangat ideal untuk operasi yang melibatkan lengan atas dan bawah, dari humerus rendah turun menjadi tangan karena ianya menyediakan onset yang cepat anestesi pada lengan dengan injeksi tunggal. Pleksus brakialis paling padat di tingkat trunkus brakialis yang dibentuk oleh akar saraf C5-T1, sehingga blok saraf pada tingkat ini memiliki kemungkinan terbesar untuk memblokir semua cabang pleksus brakialis. Halini menyebabkan onset yang cepat dan tingkat keberhasilan yang tinggi untuk operasi dan analgesia dari ekstremitas atas, termasuk bahu.Tanda pada permukaan kulit dapat digunakan untuk mengidentifikasi lokasi yang sesuai untuk injeksi anestesi lokal, biasanya diluar atau batas lateral dari otot sternokleidomastoid dan di atas tulang klavikula, dengan rusuk pertama umumnya dianggap mewakili batas bawah yang jarum tidak harus diarahkan (rongga pleura dan teratas bagian dari paru-paru berada pada tingkat ini). Palpasi atau visualisasi USG dari arteri subklavia tepat di atas klavikula memberikan tanda anatomis yang berguna untuk mencari pleksus brakialis, yang lateral arteri pada tingkat ini. Jarak ke pleksus brakialis dapat ditentukan dengan menggunakan munculnya paresthesia dengan penggunaan stimulator saraf perifer, atau bimbingan USG. Dibandingkan dengan blok interscalene, blok supraclavicular - meskipun memunculkan blok yang lebih lengkap dari saraf medianus, ulnaris dan radialis - tidak menyebabkan analgesia pascaoperasi. Namun, blok supraclavicular sering lebih cepat untuk dilakukan dan dapat mengakibatkan efek samping yang lebih sedikit daripada blok interscalene. Dibandingkan dengan blok infraklavikula dan blok aksila, keberhasilan pencapaian anestesi yang memadai untuk operasi dari ekstremitas atas adalah sama dengan blok supraklavikula. Berbeda dengan blok interscalene yang menghasilkan hemiparesis diafragma pada semua pasien - hanya setengah dari pasien yang menjalani blok supraklavikula mengalami efek samping ini. Kekurangan dari blok supraklavikula termasuklah risiko pneumotoraks, yang diperkirakan antara 1% -4% bila menggunakan paresthesia atau stimulator saraf perifer. Bimbingan USG memungkinkan operator untuk memvisualisasikan rusuk pertama dan pleura, sehingga membantu untuk memastikan bahwa jarum tidak menusuk pleura; ini mungkin mengurangi risiko pneumotoraks.Blok aksilaBlok aksila sangat berguna dalam memberikan anestesi dan analgesia pasca operasi untuk operasi ke siku, lengan bawah, pergelangan tangan, dan tangan. Blok aksila juga merupakan pendekatan paling aman dari empat pendekatan utama untuk pleksus brakialis, karena tidak mempunyai risiko paresis saraf frenikus, disamping tidak memiliki potensi untuk menyebabkan pneumotoraks. Di aksila, saraf plexus brakialis dan arteri aksilaris tertutup bersama dalam selubung fibrosa yang merupakan kelanjutan dari fasia serviks yang mendalam. Arteri aksilaris mudah teraba sehingga berfungsi sebagai tanda anatomi yang dapat digunakan untuk blok ini, dan suntikan anestesi lokal dekat dengan arteri ini sering menghasilkan blok baik dari pleksus brakialis. Blok aksila blok umumnya dilakukan karena kemudahan kinerja dan tingkat keberhasilan yang relatif tinggi. Kekurangan dari blok aksila termasuklah anestesi yang tidak memadai dalam distribusi saraf. Saraf musculocutaneous ini berfungsi sebagai saraf motorik ke otot bisep, otot brakialis, dan otot coracobrachialis dan salah satu cabang dari saraf ini memberikan sensasi kepada kulit lengan bawah. Jika saraf muskulokutan tidak ikut dianestesi, mungkin perlu untuk memblokir saraf ini secara terpisah. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan stimulator saraf perifer untuk mengidentifikasi lokasi saraf yang melewati otot coracobrachialis. Saraf intercostobrachial (yang merupakan cabang dari saraf interkostal kedua dan ketiga) juga sering tidak tercapai dengan blok aksila. Karena saraf ini memberikan sensasi pada kulit medial dan posterior dari lengan, penggunaan tourniquet pada lengan mungkin tidak dapat ditoleransi dalam kasus tersebut.Teknik injeksi tunggal memberikan blockade yang kurang berguna pada daerah yang disuplai oleh saraf muskulokutan dan radial. Bukti saat ini menunjukkan bahwa teknik suntikan tiga kali (triple shot technique) - dengan suntikan pada saraf muskulokutan, median dan radial - adalah teknik terbaik untuk blok aksila.Komplikasi blok pleksus brakialisSeperti prosedur lain yang melibatkan gangguan integritas kulit, blok pleksus brakialis dapat dikaitkan dengan infeksi atau perdarahan. Pada orang yang menggunakan agen antikoagulan, ada risiko yang lebih besar dari komplikasi yang berhubungan dengan perdarahan.Komplikasi yang terkait dengan brakialis blok pleksus meliputi injeksi intraarteri atau intravena, yang dapat menyebabkan toksisitas dari anestesi lokal. Hal ini dapat dicirikan oleh masalah sistem saraf pusat yang serius seperti kejang epilepsi, depresi sistem saraf pusat, dan koma. Efek kardiovaskular dari toksisitas anestesi lokal termasuk denyut jantung yang melambat dan penurunan kemampuan jantung untuk memompa darah melalui sistem peredaran darah, yang dapat menyebabkan kolaps sirkulasi. Dalam kasus yang lebih parah, detak jantung tidak beraturan, serangan jantung dan kematian dapat terjadi komplikasi yang jarang namun serius lain dari brakialis blok pleksus termasuk pneumotoraks dan paresis terus-menerus dari saraf frenikus.Komplikasi yang terkait dengan interscalene dan blok supraklavikula termasuk injeksi kedalam ruang subarachnoid atau epidural anestesi lokal, yang dapat mengakibatkan kegagalan pernafasan. Karena dekatnya jarak dari paru-paru ke pleksus brakialis di tingkat klavikula, komplikasi yang paling sering dikaitkan dengan blok ini adalah pneumotoraks - dengan risiko setinggi 6,1%. Komplikasi lebih lanjut dari blok supraklavikula termasuk arteri subklavia yang tertusuk, dan penyebaran anestesi lokal menyebabkan paresis dari ganglion stellata, saraf frenikus dan saraf laringeus rekurens.Anestesi regional blok digitalBlok saraf digital adalah alat penting bagi dokter pada pengobatan darurat. Cedera atau infeksi dari bagian jari sangat sering terjadi. Analgesia yang memadai sangat penting mengatasi nyeri dan meminimalkan ketidaknyamanan pasien. Blok digital berguna dalam banyak skenario di mana anestesi infiltrasi lokal akan memerlukan beberapa suntikan ke dalam bagian jari sudah sedia sakit akibat cedera. Selain itu, infiltrasi lokal di sekitar luka dapat menciptakan peningkatan pembengkakan pada tempat cedera membuat perbaikan lebih sulit. Beberapa teknik tersedia untuk melakukan blok digital. Setiap jari dipersarafi oleh 4 saraf digital. Pada ekstremitas atas, saraf digital muncul dari saraf medianus, ulnaris dan radial. 2 saraf digital palmar menginervasi palmar dari jari dan kuku, sedangkan saraf dorsal menginervasi dorsum digit. Saraf tibialis dan peroneal bercabang ke saraf digital dari ekstremitas bawah, yang mengikuti pola distribusi analog dengan saraf dari ekstremitas atas.

Gambar 2 menunjukkan persarafan palmar dan dorsum dari digiti.

Indikasi Blok digital diindikasikan untuk setiap operasi kecil digiti. Ini termasuk, namun tidak terbatas pada, sebagai berikut: 1. Laserasi digital2. Laserasi melibatkan kuku atau kuku 3. Kuku yang tumbuh ke dalam 4. Paronychia 5. Dislokasi atau fraktur digitiKontraindikasi 1. Hambatan sirkulasi pada jari 2. Tempat suntikan yang terinfeksi 3. Alergi terhadap anestesiAnestesi lokal dapat digunakan tanpa epinefrin pada jari untuk menghindari vasokonstriksi arteri yang berdekatan, yang dapat menyebabkan iskemia atau infark jaringan lokal. Meskipun studi menunjukkan epinephrine aman pada situasi seperti ini epinefrin secara tradisional dihindari pada jari. Sebuah studi oleh Sonohata et al menunjukkan bahwa suntikan tunggal (seperti di blok transthecal) dari 3 mL anestesi dengan epinefrin efektif dalam mencapai analgesia yang memadai. Selain itu, waktu untuk mencapai analgesia lebih pendek dan efek yang lebih lama. Cedera iskemik tidak dilaporkan pada studi ini. Blok harus dilakukan dengan hati-hati di daerah di mana fungsi saraf mungkin terganggu. Volume kecil anestesi harus digunakan untuk meminimalkan pembengkakan lokal, terutama dalam kasus di mana sindrom kompartemen mungkin terjadi.Teknik anestesi blok digital1. Web space blockSangat efektif untuk memperoleh anestesi yang adekuat dan paling sedikit rasa sakitnya ketika injeksi. Volume obat anestesi yang dibutuhkan lebih banyak dan durasi pengaruh anestesinya bisa lebih panjang. Teknik: Posisikan tangan pasien dalam keadaan pronasi Arahkan jarum suntik tegak lurus jari dan suntikkan jarum ke celah antar jari, yaitu di bagian distal sendi metacarpal-phalangeal (MP). Masukkan obat anestesi perlahan ke bagian dorsal dari celah antar jari/web-space tersebut. Perlahan arahkan jarum lurus ke arah volar celah antar jari, menuju jaringan di dalamnya. Apabila obat anestesi sudah masuk, keluarkan jarum suntik dan ulangi prosedur tersebut di celah antar jari lain yang juga memerlukan anestesi

Gambar 3 teknik web-space blok2. Transtechal blockTeknik ini juga dikenal dengan teknik digital block pada selubung tendon flexor. Rasa sakit pada injeksi dengan teknik ini akan lebih terasa karena tempatTeknik: Insersi jarumnya merupakan bagian sensitif dari palmar. Posisikan tangan pasien di medan operasi steril dalam keadaan supinasi. Tentukan tendon flexor digitorum dengan palpasi daerah lipatan palmar distal. Insersikan jarum di tempat tersebut dengan kemiringan jarum 45 derajat. Injeksikan obat anestesi.

Gambar 4 transthecal blok

Bier blok

Gambar 5 menunjukkan teknik Bier block.Anestesi regional intravena (IVRA) atau Bier blok anestesi adalah teknik anestesi regiona untuk prosedur bedah pada ekstremitas tubuh dimana bius lokal disuntikkan secara intravena. Teknik ini biasanya melibatkan exsanguinasi, yang memaksa darah keluar dari ekstremitas, diikuti dengan pemakaian torniket yang aman untuk menghentikan aliran darah. Agen anestesi dimasukkan ke lengan dan diatur supaya diserap sementara torniket mempertahankan agen dalam area yang diinginkan. Setelah beberapa waktu, tekanan dari tourniquet ini dihilangkan untuk memulihkan sirkulasi. Teknik bier blockProsedur bervariasi tergantung pada ekstremitas yang dioperasi. Sebagian besar ahli anestesi memulainya dengan menghentikan aliran darah pada tungkai seperti yang dilakukan Bier dengan perban elastis, dengan memompa darah proksimal menuju jantung. Torniket pneumatik kemudian dipakaikan pada anggota badan untuk menutup jalan semua pembuluh darah. Anestesi lokal, biasanya lidocaine atau prilocaine, secara perlahan disuntikkan sedistal mungkin ke ekstremitas tadi. Efek anestesi dicapai setelah sekitar 20 menit, di mana titik torniket dapat didefleasikan dan operasi dapat dimulai. Waktu menunggu anestesi untuk benar benar bekerja penting untuk menghindari toksisitas anestesi ke dalam aliran darah sistemik. Torniket juga dapat tetap digunakan untuk mempertahankan aliran darah yang tidak mengalir ke jantung.

Blok saraf peronealBlok saraf peroneal adalah salah satu dari 2 blok saraf dalam pada tingkat pergelangan kaki. Blok saraf peroneal mudah untuk dilakukan dan merupakan bagian dari blok pergelangan kaki. Blok saraf peroneal berguna untuk anestesi dan analgesia pasca operasi pada kaki. Hal ini juga dapat digunakan untuk mengobati kondisi sakit kronis seperti sindroma tarsal tunnel.

Bab 5teknik blokade neuroaxialAnestesi spinal

Gambar 6 menunjukkan lokasi anestesi spinal dan epidural.Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5Indikasi anestesi spinal1. Bedah ekstremitas bawah2. Bedah panggul3. Tindakan sekitar rektum perineum4. Bedah obstetrik-ginekologi5. Bedah urologi6. Bedah abdomen bawah7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengananesthesia umum ringanKontra indikasi absolut anestesi spinal1. Pasien menolak2. Infeksi pada tempat suntikan3. Hipovolemia berat, syok4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan5. Tekanan intrakranial meningkat6. Fasilitas resusitasi minim7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.Kontra indikasi relative anestesi spinal1. Infeksi sistemik2. Infeksi sekitar tempat suntikan3. Kelainan neurologis4. Kelainan psikis5. Bedah lama6. Penyakit jantung7. Hipovolemia ringan8. Nyeri punggung kronikPersiapan anestesi spinalPada dasarnya persiapan untuk anestesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:1. Informed consentKita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal2. Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya scoliosis atau kifosis. 3. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.Pemeriksaan laboratorium anjuran Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pemeriksaan pre-op yang meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan status fisik ASA & risiko. Diputuskan kondisi fisik pasien termasuk ASA.Peralatan anestesi spinalTindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan tindakan resusitasi.Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G sampai dengan 30G. obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Pada suhu 37oC cairan serebrospinal memiliki berat jenis 1,003-1,008.Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alcohol, dan duk steril juga harus disiapkan.Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal.Teknik anestesi spinalPosisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3mlCara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6cm.Tinggi blok anestesi spinalTerdapat beberapa factor yang mempengerahi blok anestesi spinal.1. Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia2. Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia3. Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah analgetik.4. Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.5. Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.6. Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung menyebar ke cranial.7. Berat jenis larutan: hiper,iso atau hipo barik8. Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas analgesia yang lebih tinggi.9. Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar dosis yang diperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat)10. Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien.Anastetik lokal untuk analgesia spinalBerat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut isobaric. Anastetik local dengan berat jenis lebih besar dari css disebut hiperbarik. Anastetik local dengan berat jenis lebih kecil dari css disebut hipobarik. Anastetik local yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.Anestetik local yang paling sering digunakan:1. Lidokaine(xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobaric, dosis 20-100mg (2-5ml)2. Lidokaine(xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat hyperbaric, dose 20-50mg(1-2ml)3. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis 5-20mg4. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15mg(1-3ml)BupivacaineObat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan.Bupivacaine adalah obat anestetik lokal yang termasuk dalam golongan amino amida. Bupivacaine di indikasi pada penggunaan anestesi lokal termasuk anestesi infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidura dan anestesi intratekal. Bupiivacaine kadang diberikan pada injeksi epidural sebelum melakukan operasi athroplasty pinggul. Obat tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas operasi untuk mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah operasi.Bupivacaine dapat diberikan bersamaan dengan obat lain untuk memperpanjang durasi efek obat seperti misalnya epinefrin, glukosa, dan fentanil untuk analgesi epidural. Kontraindikasi untuk pemberian bupivacaine adalah anestesi regional IV (IVRA) karena potensi risiko untuk kegagalan tourniket dan adanya absorpsi sistemik dari obat tersebut.Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal.Komplikasi anestesia spinalKomplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi delayed.1. Hipotensi beratAkibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan.2. BradikardiaDapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-23. HipoventilasiAkibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas4. Trauma pembuluh saraf5. Trauma saraf6. Mual-muntah7. Gangguan pendengaran

Komplikasi pasca tindakan1. Nyeri tempat suntikan2. Nyeri punggung3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor4. Retensio urine5. MeningitisKomplikasi kardiovaskularInsiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%. Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, yang menyebabkan terjadi penurunan tekanan arteriola sistemik dan vena, makin tinggi blok makin berat hipotensi. Cardiac output akan berkurang akibat dari penurunan venous return. Hipotensi yang signifikan harus diobati dengan pemberian cairan intravena yang sesuai dan penggunaan obat vasoaktif seperti efedrin atau fenilefedrin. Cardiac arrest pernah dilaporkan pada pasien yang sehat pada saat dilakukan anestesi spinal. Henti jantung bisa terjadi tiba-tiba biasanya karena terjadi bradikardia yang berat walaupun hemodinamik pasien dalam keadaan yang stabil. Pada kasus seperti ini, hipotensi atau hipoksia bukanlah penyebab utama dari cardiac arrest tersebut tapi ia merupakan dari mekanisme reflek bradikardi dan asistol yang disebut reflek Bezold-Jarisch. Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infuse cairan kristaloid(NaCl,Ringer laktat) secara cepat sebanyak 10-15ml/kgbb dlm 10 menit segera setelah penyuntikan anesthesia spinal. Bila dengan cairan infuse cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin intravena sebanyak 19mg diulang setiap 3-4menit sampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki. Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok simpatis,dapat diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV.Blok spinal tinggi atau totalAnestesi spinal tinggi atau total terjadi karena akibat dari kesalahan perhitungan dosis yang diperlukan untuk satu suntikan. Komplikasi yang bisa muncul dari hal ini adalah hipotensi, henti nafas, penurunan kesadaran, paralisis motor, dan jika tidak diobati bisa menyebabkan henti jantung. Akibat blok simpatetik yang cepat dan dilatasi arterial dan kapasitas pembuluh darah vena, hipotensi adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada anestesi spinal. Hal ini menyebabkan terjadi penurunan sirkulasi darah ke organ vital terutama otak dan jantung, yang cenderung menimbulkan sequel lain. Penurunan sirkulasi ke serebral merupakan faktor penting yang menyebabkan terjadi henti nafas pada anestesi spinal total. Walau bagaimanapun, terdapat kemungkinan pengurangan kerja otot nafas terjadi akibat dari blok pada saraf somatic interkostal. Aktivitas saraf phrenik biasanya dipertahankan. Berkurangnya aliran darah ke serebral mendorong terjadinya penurunan kesadaran. Jika hipotensi ini tidak di atasi, sirkulasi jantung akan berkurang seterusnya menyebabkan terjadi iskemik miokardiak yang mencetuskan aritmia jantung dan akhirnya menyebakan henti jantung. Pengobatan yang cepat sangat penting dalam mencegah terjadinya keadaan yang lebih serius, termasuk pemberian cairan, vasopressor, dan pemberian oksigen bertekanan positif. Setelah tingkat anestesi spinal berkurang, pasien akan kembali ke kedaaan normal seperti sebelum operasi. Namun, tidak ada sequel yang permanen yang disebabkan oleh komplikasi ini jika diatasi dengan pengobatan yang cepat dan tepat.Komplikasi respirasi1. Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi paru-paru normal.2. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal tinggi.3. Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi berat dan iskemia medulla.4. Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan tanda-tanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan.Komplikasi gastrointestinalNausea dan muntah karena hipotensi,hipoksia,tonus parasimpatis berlebihan,pemakaian obat narkotik,reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal serta komplikasi delayed,pusing kepala pasca pungsi lumbal merupakan nyeri kepala dengan ciri khas terasa lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsi lumbal,dengan kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat.Nyeri kepalaKomplikasi yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri kepala. Nyeri kepala ini bisa terjadi selepas anestesi spinal atau tusukan pada dural pada anestesi epidural. Insiden terjadi komplikasi ini tergantung beberapa faktor seperti ukuran jarum yang digunakan. Semakin besar ukuran jarum semakin besar resiko untuk terjadi nyeri kepala. Selain itu, insidensi terjadi nyeri kepala juga adalah tinggi pada wanita muda dan pasien yang dehidrasi. Nyeri kepala post suntikan biasanya muncul dalam 6 48 jam selepas suntikan anestesi spinal. Nyeri kepala yang berdenyut biasanya muncul di area oksipital dan menjalar ke retro orbital, dan sering disertai dengan tanda meningismus, diplopia, mual, dan muntah. Tanda yang paling signifikan nyeri kepala spinal adalah nyeri makin bertambah bila pasien dipindahkan atau berubah posisi dari tiduran/supinasi ke posisi duduk, dan akan berkurang atau hilang total bila pasien tiduran. Terapi konservatif dalam waktu 24 48 jam harus di coba terlebih dahulu seperti tirah baring, rehidrasi (secara cairan oral atau intravena), analgesic, dan suport yang kencang pada abdomen. Tekanan pada vena cava akan menyebabkan terjadi perbendungan dari plexus vena pelvik dan epidural, seterusnya menghentikan kebocoran dari cairan serebrospinal dengan meningkatkan tekanan extradural. Jika terapi konservatif tidak efektif, terapi yang aktif seperti suntikan salin kedalam epidural untuk menghentikan kebocoran.Nyeri punggungKomplikasi yang kedua paling sering adalah nyeri punggung akibat dari tusukan jarum yang menyebabkan trauma pada periosteal atau ruptur dari struktur ligament dengan atau tanpa hematoma intraligamentous. Nyeri punggung akibat dari trauma suntikan jarum dapat di obati secara simptomatik dan akan menghilang dalam beberapa waktu yang singkat sahaja.Komplikasi neurologikInsidensi defisit neurologi berat dari anestesi spinal adalah rendah. Komplikasi neurologik yang paling benign adalah meningitis aseptik. Sindrom ini muncul dalam waktu 24 jam setelah anestesi spinal ditandai dengan demam, rigiditas nuchal dan fotofobia. Meningitis aseptic hanya memerlukan pengobatan simptomatik dan biasanya akan menghilang dalam beberapa hari.Sindrom cauda equina muncul setelah regresi dari blok neuraxial. Sindrom ini mungkin dapat menjadi permanen atau bisa regresi perlahan-lahan setelah beberapa minggu atau bulan. Ia ditandai dengan defisit sensoris pada area perineal, inkontinensia urin dan fekal, dan derajat yang bervariasi pada defisit motorik pada ekstremitas bawah.Komplikasi neurologic yang paling serius adalah arachnoiditis adesif. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu atau bulan setelah anestesi spinal dilakukan. Sindrom ini ditandai oleh defisit sensoris dan kelemahan motorik pada tungkai yang progresif. Pada penyakit ini terdapat reaksi proliferatif dari meninges dan vasokonstriksi dari vasculature korda spinal.Iskemia dan infark korda spinal bisa terjadi akibat dari hipotensi arterial yang lama. Penggunaan epinefrin didalam obat anestesi bisa mengurangi aliran darah ke korda spinal. Kerusakan pada korda spinal atau saraf akibat trauma tusukan jarum pada spinal maupun epidural, kateter epidural atau suntikan solution anestesi lokal intraneural adalah jarang, tapi tetap berlaku.Perdarahan subaraknoid yang terjadi akibat anestesi regional sangat jarang berlaku karena ukuran yang kecil dari struktur vaskular mayor didalam ruang subaraknoid. Hanya pembuluh darah radikular lateral merupakan pembuluh darah besar di area lumbar yang menyebar ke ruang subaraknoid dari akar saraf. Sindrom spinal-arteri anterior akibat dari anesthesia adalah jarang. Tanda utamanya adalah kelemahan motorik pada tungkai bawah karena iskemia pada 2/3 anterior bawah korda spinal. Kehilangan sensoris biasanya tidak merata dan adalah sekunder dari nekrosis iskemia pada akar posterior saraf dan bukannya akibat dari kerusakan didalam korda itu sendiri. Terdapat tiga penyebab terjadinya sindrom spinal-arteri : kekurangan bekalan darah ke arteri spinal anterior karena terjadi gangguan bekalan darah dari arteri-arteri yang diganggu oleh operasi, kekurangan aliran darah dari arteri karena hipotensi yang berlebihan, dan gangguan aliran darah sama ada dari kongesti vena mahu pun obstruksi aliran. Anestesi regional merupakan penyebab yang mungkin yang menyebabkan terjadinya sindrom spinal-arteri anterior oleh beberapa faktor. Contohnya anestesi spinal menggunakan obat anestesi lokal yang dicampurkan dengan epinefrin. Jadi kemungkinan epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi pada arteri spinal anterior atau pembuluh darah yang memberikan bekalan darah. Hipotensi yang kadang timbul setelah anestesi regional dapat menyebabkan kekurangan aliran darah. Infeksi dari spinal adalah sangat jarang kecuali dari penyebaran bacteria secara hematogen yang berasal dari fokal infeksi ditempat lain. Jika anestesi spinal diberikan kepada pasien yang mengalami bakteriemia, terdapat kemungkinan terjadi penyebaran ke bakteri ke spinal. Oleh yang demikian, penggunaan anestesi spinal pada pasien dengan bakteremia merupakan kontra indikasi relatif. Jika infeksi terjadi di dalam ruang subaraknoid, akan menyebabkan araknoiditis. Tanda dan symptom yang paling prominen pada komplikasi ini adalah nyeri punggung yang berat, nyeri lokal, demam, leukositosis, dan rigiditas nuchal. Oleh itu, adalah tidak benar jika menggunakan anestesi regional pada pasien yang mengalami infeksi kulit loka pada area lumbar atau yang menderita selulitis. Pengobatan bagi komplikasi ini adalah dengan pemberian antibiotik dan drenase jika perlu.Retentio urine / Disfungsi kandung kemihDisfungsi kandung kemih dapat terjadi selepas anestesi umum maupun regional. Fungsi kandung kencing merupakan bagian yang fungsinya kembali paling akhir pada analgesia spinal,umumnya berlangsung selama 24 jam. Kerusakan saraf pemanen merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi.Pencegahan komplikasi anestesi spinal1. Pakailah jarum lumbal yang lebih halus2. Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramater3. Hidrasi adekuat,minum/infuse 3L selama 3 hari

Pengobatan komplikasi anestesi spinal1. Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam2. Hidrasi adekuat3. Hindari mengejanBila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni penyuntikan darah pasien sendiri 5-10ml ke dalam ruang epidural.Epidural anesthesiaAnestesia epidural dihasilkan dengan menyuntikkan obat anestesi local kedalam ruang epidural. Blok saraf terjadi pada akar nervus spinalis yang berasal dari medula spinalis dan melintasi ruang epidural. Anestetik local melewati duramater memasuki cairan cerebro spinal sehingga menimbulkan efek anestesinya. Efek anesthesia yang dihasilkan lebih lambat dari anesthesia spinal dan terbentuk secara segmental. Anesthesia epidural dapat digunakan mulai dari analgesia dengan blok motorik minimal sampai anesthesia dengan blok motorik penuh. Variasi ini dapat dikontrol dengan pemilihan obat, konsentrasi dan dosis. Pengunaan analgesia post operasi secara kontinu dengan narkotik atau local anestesi melalui kateter epidural semakin popular saat ini. Anatomi Daerah epidural tersusun atas bagian dasar oleh membran sacrococcygeal, bagian posterior dibatasi oleh ligamentum flavum dan daerah anterior dari lamina dan processus articularis, bagian anterior dibatasi oleh ligamentum longitudinal posterior yang membungkus tulang vertebra dan discus intervertebralis. Bagian lateral dibatasi oleh foramen intervertebralis dan pedikelRuang epidural berisi lemak dan jaringan limphatik maupun vena epidural. Vena tidak memiliki katub dan berhubungan langsung dengan vena intracranial. Vena juga berhubungan dengan vena thorasik dan vena abdominal. Vena pada foramen intervertebralis, berlanjut pada pelvis yaitu pada pleksus vena sacralis. Daerah paling luas didaerah tengah dan runcing pada bagian lateralnya. Pada daerah lumbal luasnya 5-6 mm dan pada daerah thoraks luasnya 3-5 mm.Fisiologi1. Blokade neural.Anestesi local yang ditempatkan didaerah epidural bereaksi secara langsung pada akar nervus spinalis yang terdapat dibagian lateral dari ruang epidural. Akar nervus tersebut dibungkus dengan lapisan dural dan anestesi local mencapai cairan serebrospinal dengan menyerap pada dura. 0nset blok lebih lama dibandingkan dengan anestesi spinal, dan intensitas blok sensoris dan motorik rendah. 2. Kardiovaskuler.Hipotensi akibat dari blokade simpatik mirip seperti yang digambarkan pada anestesi spinal. Dosis yang besar dari anestesi local yang digunakan dapat diabsorbsi secara sistemik, mengakibatkan terjadinya depresi miokard. Epinefrin yang ditambahkan pada anestesi local dapat diabsorbsi dan akan memberikan efek sitemik seperti takikardi dan hipertensi.3. Anesthesia epidural mengurangi terjadinya thrombosis vena dan embolisme pulmoner pada pembedahan ortopedi. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan perfusi keanggota gerak bagian bawah. Selain itu terdapat kecenderungan terjadinya penurunan koagulasi, penurunan agregasi platelet, dan perbaikan fungsi fibrinolitik selama anestesi epidural.

Indikasi anestesi epiduralPada umumnya indikasi epidural anestesi sama dengan spinal anestesi. Sebagai keuntungan epidural anestesi adalah anestesi dapat diberikan secara kontinyu setelah penempatan cateter epidural, oleh karena itu tehnik ini cocok untuk pembedahan yang lama dan analgesia setelah pembedahan.1. Pembedahan sendi panggul dan lutut.Dibandingkan dengan anestesi umum, anestesi epidural untuk pembedahan panggul dan lutut dapat mengurangi insidens trombosis vena. Penyebab kematian pasien yang menjalani pembedahan sendi yang total adalah emboli paru. Lagi pula kehilangan darah selama pembedahan sendi panggul lebih kecil pada pemakaian tehnik anestesi epidural.2. Revaskularisasi ektremitas bawahPenelitian menunjukkan bahwa anestesia epidural pada pasien dengan penyakit pembuluh darah periper , aliran darah kedistal selama rekonstruksi pembuluh darah anggota gerak bagian bawah adalah baik dan penyumbatan cangkokan pembuluh darah setelah operasi adalah kecil dibandingkan dengan anestesi umum. 3. Persalinan.Pasien-pasien obsteric yang takut nyeri melahirkan dapat ditangani dengan epidural anestesi dan memperoleh bayi dengan riwayat biokemia yang baik dari pada bayi dilahirkan pada ibu yang diberikan opioid atau anetestetik lainnya secara intravena.4. Penanganan nyeri post operasi. Anestesi local konsentrasi rendah dan opoid atau kombinasi obat ini dengan analgesik lain adalah manjur pada kontrol nyeri post operasi. Analgesia post operasi ini memudahkan ambulatory dini dan kerja sama yang baik dengan phisio terapi.Kontra indikasi anestesi epidural Kontraindikasi absolut pada anestesi epidural termasuklah:1. Pasien tidak setuju2. Infeksi local pada daerah kulit yang akan ditusuk.3. Sepsis generalisata (seperti septicemia, bacteremia).4. Koagulopathi.5. Alergi terhadap suatu jenis anestetik local.6. Peningkatan tekanan intracranial.Kontraindikasi relative pada anestesi epidural termasuklah:1. Hipovolemia2. Penyakit SSP3. Nyeri punggung kronik.4. Pasien yang mendapat obat penghambat platelet, termasuk aspirin, dripiridamol, dan NSAIDProsedur anestesi epiduralA. Persiapan peralatan dan Jarum epidural.Seperti pada anestesi umum, obat-obatan serta mesin anestesia disiapkan sebelum penderita masuk ruangan; begitu pula dengan monitor standar. Persiapan termasuk vasopressor untuk mencegah hipotensi, oksigen suplemen melalui nasal kanula atau masker untuk mengatasi depresi pernapasan akibat sedatif atau anestetik.Pada umumnya jarum weiss atau tuohy ukuran 17 yang digunakan untuk ideintifikasi ruang epidural. Jarum ini mempunyai stylet dan ujungnya tumpul dengan lubang pada sisi lateral dan mempunyai dinding tipis yang dapat dilalui kateter ukuran 20. Jarum ukuran 22 sering digunakan untuk tehnik dosis tunggal.B. Menentukan posisi pasienPasien dapat diposisikan pada posisi duduk, posisi lateral atau posisi prone dengan pertimbangan yang sama dengan anestesi spinal.C. Identifikasi ruang epidural.Ruang epidural teridentifikasi setelah ujung jarum melewati ligamentum flavum dan menimbulkan tekanan negatif pada ruang epidural. Metode untuk identifikasi ini dibagi dalam dua kategori : loss of resistance tehnik dan hanging drop tehnik.1. Loss of resistence tehnik.Tehnik ini adalah cara yang umum dipakai untuk identifikasi ruang epidural. Cara ini dengan mengarahkan jarum melewati kulit masuk kedalam ligamentum interspinosus, dimana dibuktikan oleh adanya tahanan. Pada saat ini intraduser dikeluarkan dan jarum dihubungkan dengan spoit yang diisi dengan udara atau Nacl 0,9 %, kemudian tusukan dilanjutkan sampai keruang epidural.Ada dua cara mengendalikan kemajuan penempatan jarum. Pertama menempatkan dua jari menggenggam spoit dan jarum dengan tekanan tetap pada pangkalnya sehingga jarum begerak kedepan sampai jarum masuk kedalam ruang epidural. Pendekatan lain dengan menempatkan jarum beberapa millimeter dan saat itu dihentikan dan kendalikan dengan hati-hati. Dorsum tangan non dominan menyokong belakang pasien dengan ibu jari dan jari tengah memegang poros jarum. Tangan non dominan mengontrol masuknya jarum epidural dan setelah itu ibu jari tangan dominan menekan fluger dari spoit. Ketika ujung jarum berada dalam ligamentum fluger tidak bisa ditekan dan dipantulkan kembali, tetapi ketika jarum masuk ruang epidural terasa kehilangan tahanan dan fluger mudah ditekan dan tidak dipantulkan kembali. Cara yang kedua lebih cepat dan lebih praktis tetapi memerlukan pengalaman sebelumnya untuk menghindari penempatan jarum epidural pada lokasi yang salah. Apakah suntikan dengan Nacl 0,9 % atau udara yang dipakai pada loss of resistens tehnik tergantung pada pilihan praktisi. Ada beberapa laporan gelembung udara menyebabkan inkomplet atau blok tidak sempurna; betapapun ini terjadi hanya dengan udara dalam jumlah yang banyak.2. Hanging Drop tehnik.Dengan tehnik ini jarum ditempatkan pada ligamentum intrspinosus , pangkal jarum diisi dengan cairan Nacl 0,9 % sampai tetesan menggantung dari pangkal jarum. Selama jarum melewati struktur ligamen tetesan tidak bergerak; akan tetapi waktu ujung jarum melewati ligamentum flavum dan masuk dalam ruang epidural, tetesan cairan ini terisap masuk oleh karena adanya tekanan negatif dari ruang epidural. Jika jarum menjadi tersumbat, atau tetesan cairan tidak akan terisap masuk maka jarum telah melewati ruang epidural yang ditandai dengan cairan serebrospinal pada pungsi dural. Sebagai konsekuensi tehnik hanging drop biasanya digunakan hanya oleh praktisi yang berpengalaman .

Pilihan tingkat block.Anestesia epidural dapat dilakukan pada salah satu dari empat segmen dari tulang belakang (cervical, thoracic, lumbar, sacral). Anestesia epidural pada segmen sacralis biasanya disebut sebagai anesthesia caudal.1. Lumbar epidural anesthesia.a. Midline approach.Pasien diposisikan, dipersiapkan dan ditutup kain steril dan diidentifikasi interspace L4-5 sejajar Krista iliaka. Interspace dipilih dengan palpasi apakah level L3-4 atau L4-5. Jarum ukuran 25 digunakan untuk anestesi local dengan infiltrasi dari suferfisial sampai kedalam ligamentum interspinosa dan supraspinosa. Jarum ukuran 18 G dibuat tusukan kulit untuk dapat dilalui jarum epidural. Jarum epidural dimasukkan terus pada tusukan kulit dan dilanjutkan kearah sedikit kecephalad untuk memperkirakan lokasi ruang interlaminar dan sebagai dasar adalah pada perocesus spinosus superior. Setelah jarum masuk pada struktur ligamentum , spoit dihubungkan dengan jarum dan tahanan diidentifikasi. Poin utama disini bahwa adanya perasaan jarum masuk pada struktur ligamentum. Apabila perasaan kurang jelas adalah akibat tahanan pada otot paraspinosus atau lapisan lemak mengakibatkan injeksi local anestesi kedalam ruang lain dari pada ruang epidural dan terjadi gagal blok. Apabila ini terjadi penempatan jarum pada ligamentum diperbaiki, kemudian jarum dilanjutkan masuk keruang epidural dan loss of resistensi diidentifikasi dengan hati-hati.b. Paramedian approachBiasanya dipilih pada kasus dimana operasi atau penyakit sendi degeratif sebelumnya ada kontra indikasi dengan median approach. Tehnik ini lebih mudah bagi pemula, karena saat jarum bergerak kedalam ligamen dan perubahan tahanan tidak terjadi, maka jarum masuk ke otot paraspinosus dan tahanan hanya dirasakan bila jarum sampai pada ligamentum flavum.Pasien diposisikan, dipersiapkan dan ditutupi kain streril seperti pada mid line approach. Jarum ditusukkan kira-kira 2-4 cm kelateral garis tengah pada bagian bawah processus spinosus superior. Tusukan kulit dibuat dan jarum epidura langsung diarahkan kecephalad seperti pada median approach dan kemudian jarum dilanjutkan kearah midline. Setelah strukur dermal ditembusi spoit dihubungkan dengan jarum dan selanjutnya jarum masuk masa otot psraspinosus akan terasa tahanan minimal dan kemudian sampai ada peningkatan tahanan yang tiba-tiba ketika jarum sampai pada ligamentum flavum. Jika jarum telah melewati ligamentum flavum dan setelah loss of resiten teridentifikasi maka jarum telah masuk kedalam ruang epidural.2. Thoracic epidural anesthesia.Thoracic epidural anesthesia adalah tehnik yang lebih sulit dari pada lumbar epidural anesthesia , dan kemungkinan untuk trauma pada medulla spinalis adalah besar. Oleh karena itu, yang penting bahwa praktisi sepenuhnya familiar dengan lumbar epidural anesthesia sebelum mencoba thoracic epidural block.a. Midline approachInterspase lebih sering diidentifikasi dengan pasien pada posisi duduk. Pada segmen atas thoracic, sudut processus spinosus lebih miring dan curam kearah kepala. Jarum dimasukkan melewati jarak yang relatif pendek mencapai ligamentum supraspinous dan interspinous, dan ligamentum flavum diidentifikasi biasanya tidak lebih dari 3-4 cm dibawah kulit. Kehilangan tahanan yang tiba-tiba adalah tanda masuk dalam ruang epidural. Semua tehnik epidural anesthesia diatas regio lumbal kemungkinan kontak langsung dengan medulla spinalis harus dipertimbangkan selama mengidentifikasi ruang epidural. Jika didapatkan nyeri yang membakar kemungkinan bahwa jarum epidural kontak langsung dengan medulla spinalis harus dipertimbangkan dan jarum harus dengan segera dipindahkan. Kontak berulang dengan tulang dan tidak didapatkan ligamentum atau ruang epidural adalah indikasi untuk merubah pada pendekatan paramedian.b. Paramedian approach.Pada pendekatan paramedian , interspase diidentifikasi dan jarum ditusukkan kira-kira 2 cm kelateral garis tengah pada pinggir kaudal prosesus spinosus superior. Pada tehnik ini jarum ditempatkan hampir tegak lurus pada kulit dengan sudut minimal 10-15 derajat kearah midline dan dilanjutkan sampai lamina atau pedikle dari tulang belakang disentuh. Jarum ditarik kebelakang dan ditujukan kembali agak kecephalad. Jika tehnik ini sempurna ujung jarum akan kontak dengan ligamentum flavum. Spoit dihubungkan dengan jarum, dan pakai tehnik loss of resistence atau hanging drop untuk mengidentifikasi ruang epidural. Sama dengan paramedian approach pada regio lumbar, jarum harus dilanjutkan sebelum ligamentum flavum dilewati dan ruang epidural didapatkan.3. Cervical epidural anesthesia.Tehnik ini khusus dilakukan dengan pasien pada posisi duduk dan leher difleksikan. Jarum epidural dimasukkan pada midline khususnya pada interspase C5-C6 atau C6-C7 dan ditusukkan secara relatif datar kedalam ruang epidural dengan memakai tehinik loss of resistence dan lebih sering dengan hanging drop.E. Penempatan kateter.Kateter epidural digunakan untuk injeksi ulang anestesi local pada operasi yang lama dan pemberian analgesia post operasi.(1). Kateter radiopaq ukuran 20 disusupkan melalui jarum epidural, ketika bevel diposisikan kearah cephalad. Jika kateter berisi stylet kawat, harus ditarik kembali1-2 cm untuk menurunkan insiden parestesia dan pungsi dural atau vena.(2). Kateter dimasukkan 2-5 cm ke dalam ruang epidural. Pasien dapat mengalami parasthesia yang tiba-tiba dan biasanya terjadi dalam waktu yang singkat. Jika kateter tertahan, kateter harus direposisikan. Jika kateter harus ditarik kembali, maka kateter dan jarum dikeluarkan bersama-sama.(3). Jarak dari permukaan belakang pasien diberi tanda pada pengukuran kateter.(4). Jarum ditarik kembali secara hati-hati melalui kateter dan jarak dari bagian belakang pasien yang diberi tanda pada kateter diukur lagi. Jika kateter telah masuk, kateter ditarik kembali 2-3 cm dari ruang epidural.(5). Bila kateter sudah sesuai kemudian dihubungkan dengan spoit. Aspirasi dapat dilakukan untuk mengecek adanya darah atau cairan serebrospinal, dan kemudian kateter diplester dengan kuat pada bagian belakang pasien dengan ukuran yang besar, bersih dan diperkuat dengan pembalutan.Komplikasi anestesi epidural1. Intra operatifa. Pungsi duralPungsi dural yang tidak disengaja terjadi pada 1 % injeksi epidural. Jika hal ini terjadi, ahli anestesi mempunyai sejumlah pilihan tergantung pada kasusnya. Perubahan keanestesi spinal dapat terjadi oleh injeksi sejumlah anestesi kedalam aliran cairan serebrospinal. Kemudian anestesi spinal dapat dikerjakan dengan menyuntikkan sejumlah anestesi lokal keruang subarachnoid melalui jarum. Jika anestesi epidural diperlukan ( misalnya untuk analgesia post operasi), kateter akan direposisikan keda-lam interspace diatas pungsi dengan demikian ujung dari kateter epidural berada jauh dari tempat pungsi dural. Kemungkinan anestesi spinal dengan injeksi kateter epidural dapat dipertimbangkan.Komplikasi kateterKegagalan pemasangan kateter epidural adalah kesulitan yang lazim.. hal ini lebih sering ditemukan apabila jarum epidural diinsersikan pada bagian lateral dibandingkan apabila jarum diinsersikan pada median atau ketika bevel dari jarum secara cepat ditusukkan kedalam ruang epidural. Hal tersebut dapat juga terjadi apabila bevel dari jarum hanya sebagian yang melewati ligamentum flavum sewaktu penurunan resistensi terjadi. Pada kasus terakhir , pergerakan yang hati-hati dari jarum sejauh 1 mm kedalam ruang epidural dapat memudahkan insersi kateter. Kateter dan jarum sebaiknya ditarik dan direposisikan bersama-sama jika terjadi tahanan.Kateter dapat terinsersi masuk kedalam pembuluh darah epidural sehingga darah teraspirasi oleh kateter atau takikardia ditemukan dengan dosis test. Kateter seharusnya ditarik secara perlahan-lahan sampai darah tidak ditemukan pada aspirasi dari pengetesan. Penarikan penting agar dapat segera dipindahkan dan diinsersikan kembali.Keteter dapat rusak atau menjadi terikat dalam ruang epidural. Jika tidak terjadi infeksi, tetap memakai kateter tidak lebih banyak memberikan reaksi dibandingkan dengan pembedahan. Pasien seharusnya dinformasikan dan diterangkan mengenai masalah yang terjadi. Komplikasi dari eksplorasi bedah serta pengeluaran kateter lebih besar dibandingkan dengan komplikasi dari penanganan secara konservatif.Injeksi subarachnoid yang tidak disengaja . Injeksi dengan sejumlah basar volume anestesi local kedalam ruang subarachnoid dapat menghasilkan anestesi spinal yang total.Injeksi intravaskuler anestesi local kedalam vena epidural menyebabkan toksisitas pada sistim saraf pusat dan kardiovaskuler yang menyebabkan konvulsi dan kardiopulmonary arrest.Overdosis anestesi local. Toksisitas anestesi local secara sistemik kemungkinan disebabkan oleh adanya penggunaan obat yang jumlahnya relatif basar pada anesthesia epidural.Kerusakan spinal cord. Dapat terjadi jika injeksi epidural diatas lumbal 2. Onset parestesia unilateral menandakan insersi jarum secara lateral masuk kedalam ruang epidural. Selanjutnya injeksi atau insersi kateter pada bagian ini dapat menyebabkan trauma pada serabut saraf. Saluran kecil arteri pada arteri spinal anterior juga masuk kedalam area ini dimana melewati celah pada foramen intervertebral. Trauma pada arteri tersebut dapat menyebabkan iskemia spinal cord anterior atau hematoma epidural.Perdarahan. Perforasi pada vena oleh jarum dapat menyebabkan suatu perdarahan yang emergensi dan mematikan. Jarum seharusnya dipindahkan dan direposisikan. Lebih baik mereposisikan jarum pada ruang yang berbeda, dimana jika terdapat perdarahan pada tempat itu maka dapat meyebabkan kesulitan dalam penempatan jarum secara tepat.2. Post Operasi a. Sakit kepala post pungsi dural. Jika dural dipungsi dengan jarum epidural ukuran 17, menyebabkan sebanyak 75 % dari pasien muda untuk menderita sakit kepala post punsi dural.b. Infeksi. Abses epidural adalah suatu komplikasi yang sangat jarang timbul akibat anestesi epidural. Sumber infeksi dari sebagian besar kasus berasal dari penyebaran secara hematogen pada ruang epidural dari suatu infeksi pada bagian yang lain . Infeksi dapat juga timbul dari kontaminasi sewaktu insersi, kontaminasi kateter yang dipergunakan untuk pertolongan nyeri post operasi atau melalui suatu infeksi kulit pada tempat insersi. Pasien akan mengalami demam, nyeri punggung yang hebat dan lemah punggung secara local. Selanjutnya dapat terjadi nyeri serabut saraf dan paralisis. Pada awalnya pemeriksaan laboratorium ditemukan suatu lekosit dari lumbal pungsi. Diagnosa pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Myelography atau Magnetik Resonance Imaging (MRI). Penanganan yang dianggap penting adalah dekompresi laminektomi dan pemberian antibiotik. Penyembuhan neurologik yang baik adalah berhubungan dengan cepatnya penegakan diagnosis dan penanganan. c. Hematoma epidural adalah suatu komplikasi yang sangat jarang dari anestesi epidural. Trauma pada vena epidural menimbulkan koagulophati yang dapat menyebabkan suatu hematoma epidural yang besar. Pasien akan merasakan nyeri punggung yang hebat dan defisit neurologi yang persisten setelah anestesi epidural. Diagnosis dapat segera ditegakkan dengan computered tomographi atau MRI. Decompresi laminektomy penting dilakukan untuk memelihara fungsi neurologi.Anestesi kaudal

Anestesi ini pertama kali diperkenalkan oleh Stoekel dan Schneider. Blok ini mengenai semua saraf yang datang ke sacrum atau yang muncul dari foramina sakralis sehingga rasa sakit ditiadakan. Indikasi untuk anestesi kaudal 1. Bedah bawah umbilicus seperti perbaikan hernia, operasi ekstremitas bawah, pencangkokan kulit, prosedur pada anus dan rektum dan bedah ortopedi di panggul2. Analgesia kebidanan pada kala 2 dan kelahiran dengan alat bantuan. Penggunaan anestesi kaudal jarang hari ini tidak seperti di masa lalu. Hati-hati kepala janin terletak dekat dengan tempat suntikan Blok kaudal jarang dilakukan pada orang dewasa atas alasan ruang lumbal dan thoraks epidural lebih mudah untuk diakses pada dewasa daripada ruang caudal. Hiatus sakralis juga lebih sulit untuk diidentifikasi dan ruang caudal lebih sulit untuk masuk dengan bertambahnya usia sebagai tulang sakral mulai sekering. Kanula ukuran pendek miring atau jarum diarahkan 45 derajat pada kulit dan dimasukkan sampai satu "klik" dirasakan apabila ligamentum sakro-coccygeal ditusuk. Jarum kemudian dengan hati-hati diarahkan ke sudut mendekati sumbu panjang kanal tulang belakang. Aspirasi, mencari CSF atau darah. Jika tes ini negatif, ini diikuti oleh suntikan dosis tes 3ml anestesi lokal, dengan tangan berada di atas sakrum untuk mendeteksi pembengkakan jaringan akibat malposisi jarum atau kateter baik subperiosteal atau di sepanjang permukaan dorsal sacrum. Jika CSF disedot atau jika darah terus disedot setelah reposisi jarum atau kateter, blok harus ditinggalkan. Setelah tes dosis negatif dan tidak adanya nyeri pada injeksi, dosis definitif dapat disuntikkan perlahan kecil, kenaikan diulang. Jarum tunggal atau kanula ditarik setelah injeksi. Kateter yang ditempelkan konektor dan filter mereka dan difiksasi dalam posisi. Prosedur secara teknis mudah dalam populasi anak-anak. Kalsifikasi ligamen sacrococygeal dapat membuat teknik ini sulit atau tidak mungkin pada orang dewasa yang lebih tua. Pengamatan rutin meliputi skor nyeri, sedasi, tingkat blok, dan pemantauan pernafasan cardio terus menerus. Secara keseluruhan manajemen harus tetap di bawah perawatan ahli anestesi.

Bab 6KesimpulanSpinal, epidural dan caudal blok juga disebut sebagai Neuroaxial anestesi. Setiap blok ini dapat dilakukan dengan suntikan tunggal atau dengan kateter sehingga dapat dilakukan pemberian secara intermiten atau kontinu.Melakukan tusukan lumbal (subarachnoid) harus dibawah L1 pada dewasa (L3 pada anak) untuk menghindari kemungkinan trauma oleh jarum pada medulla spinalis.Tempat kerja utama blok neuroaxial adalah pada nerve root (radiks saraf).Selain blockade saraf neuraxial, terdapat juga blockade saraf perifer. Terdapat beberapa jenis blockade saraf perifer seperti blok pleksus brakialis, blok digiti, blok bier dan blok peroneal. Penggunaan blockade saraf perifer memungkinkan penggunaan anestesi umum yang mempunyai efek depresi pernafasan dan kardiovaskular yang mungkin berbahaya untuk dikurangi. Penggunaan blok saraf perifer juga memungkinkan penggunaan anestesi local berulang kali pada cedera yang multiple untuk dikurangi.

DAFTAR PUSTAKA1. Latief S A, Suryadi K A, Dachlan M R,. Anestetik Inhalasi dalam buku:Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua, hal 48-64, penerbit BagianAnestesiologi dan Terapi Intensif FKUI , Jakarta, 2002. 2. Joenoerham J, Latief S A, Anestesi Umum dalam buku : Anestesiologi,editor: Muhiman M, Thaib R M, Sunatrio S, Dahlan R, hal 93-102,Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI Jakarta, 1989. 3. Mangku G, Diktat Kumpulan Kuliah Buku I, penerbit BagianAnestesiologi dan Reanimasi FK UNUD, hal 74-84, Denpasar, 2002. 4. Mangku G, Anestesi Inhalasi dalam buku Standar Pelayanan danTatalaksana Anestesia-Analgesia dan Terapi Intensif, hal 28, penerbitBagian Anestesiologi dan Reanimasi FK UNUD/RSUP SanglahDenpasar, 2000. 5. .Barash P G, Cullen B F, Stoelting R K, Inhalation Anesthesia on:Clinical Anesthesia, 2002.