36
REFERAT ANESTESI UMUM Pembimbing : dr. Sabur, Sp. An dr Ucu, Sp. An Penyusun : Endah tri puspitasari 030.07.081 Kepanitraan Klinik Ilmu Anestesi Rumah Sakit Umum Daerah Karawang Periode 30 Januari – 2 Februari 2012

REFERAT anestesi umum

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: REFERAT anestesi umum

REFERAT

ANESTESI UMUM

Pembimbing :

dr. Sabur, Sp. An

dr Ucu, Sp. An

Penyusun :

Endah tri puspitasari

030.07.081

Kepanitraan Klinik Ilmu Anestesi

Rumah Sakit Umum Daerah Karawang

Periode 30 Januari – 2 Februari 2012

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Page 2: REFERAT anestesi umum

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya

saya dapat menyelesaikan referat berjudul anestesi umum ini tepat pada waktunya. Shalawat

serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW semoga rahmat dan hidayah-Nya selalu

tercurah kepada kita.

Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepanitraan klinik di bagian Anestesi

RSUD Karawang. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada dr. Sabur Nugraha, Sp.An dan dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An selaku dokter pembimbing

dalam kepanitraan klinik Anestesi ini dan rekan-rekan koas yang ikut membantu memberikan

semangat dan dukungan moril.

Saya menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,

saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga referat

ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang Anestesi khususnya dan bidang

kedokteran yang lain pada umumnya.

Karawang, Februari 2012

Penulis

Page 3: REFERAT anestesi umum

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………….

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………..

BAB III KESIMPULAN …………………………………………………………….

BAB 1V DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………

Page 4: REFERAT anestesi umum

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi secara umum adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan

pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Namun,

obat-obat anestesi tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan

kesadaran. Selain itu, juga dibutuhkan relaksasi otot yang optimal agar operasi dapat berjalan

lancer.

Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai dengan

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi yang ideal (trias

anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Praktek anestesi umum juga

termasuk mengendalikan pernapasanpemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur

anestesi. Tahapannya mencakup induksi, maintenance, dan pemulihan.

Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk memahami anestesi umum, penggunaan

anestesi umum, teknik anestesi umum, jenis-jenis anestesi umum dan obat-obatan yang

digunakan untuk anestesi umum.

Page 5: REFERAT anestesi umum

BAB II

PEMBAHASAN

ANESTESI UMUM

Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai

dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi memungkinkan

pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan,

mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak

menyenangkan.

Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran

2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri

3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka

Pilhan cara anestesi

Umur

o Bayi dan anak paling baik dengan anestesi umum

o Pada orang dewasa untuk tindakan singkat dan hanya dipermudahkan dilakukan

dengan anestesi local atau umum

Status fisik

o Riwayat penyakit dan anestesia terdahulu. Untuk mengetahui apakah pernah

dioperasi dan anestesi. Dengan itu dapat mengetahui apakah ada komplikasi

anestesia dan pasca bedah.

Page 6: REFERAT anestesi umum

o Gangguan fungsi kardiorespirasi berat sedapat mungkin dihindari penggunaan

anestesia umum.

o Pasien gelisah, tidak kooperatif, disorientasi dengan gangguan jiwa sebaikmya

dilakukan dengan anestesia umum.

o Pasien obesitas, bila disertai leher pendek dan besar, sering timbul gangguan

sumbatan jalan napas atas sesudah dilakukan induksi anestesia. Pilihan anestesia

adalah regional, spinal, atau anestesi umum endotrakeal.

Posisi pembedahan

o Posisi seperti miring, tungkurap, duduk, atau litotomi memerlukan anestesis

umum endotrakea untuk menjamin ventilasi selama pembedahan.demikian juga

pembedahan yang berlangsung lama.

Keterampilan dan kebutuhan dokter pembedah

o Memilih obat dan teknik anestesi juga disesuaikan dengan keterampilan dan

kebutuhan dokter bedah antara lain teknik hipotensif untuk mengurangi

perdarahan, relaksasi otot pada laparotomi, pemakaian adrenalin pada bedah

plastik dan lain-lain.

Keterampilan dan pengalaman dokter anestesiologi

Keinginan pasien

Bahaya kebakaran dan ledakan

o Pemakaian obat anestesia yang tidak terbakar dan tidak eksplosif adalah pilah

utama pada pembedahan dengan alat elektrokauter.

Faktor-faktor yang mempengaruhi anestesi umum:

Faktor respirasi

Page 7: REFERAT anestesi umum

Pada setiap inspirasi sejumlah zat anestesika akan masuk ke dalam paru-paru

(alveolus). Dalam alveolus akan dicapai suatu tekanan parsial tertentu. Kemudian zat

anestesika akan berdifusi melalui membrane alveolus. Epitel alveolus bukan

penghambat disfusi zat anestesika, sehingga tekanan parsial dalam alveolus sama

dengan tekanan parsial dalam arteri pulmonarsi. Hal- hal yang mempengaruhi hal

tersebut adalah:

Konsentrasi zat anestesika yang dihirup/ diinhalasi; makin tinggi konsentrasinya,

makin cepat naik tekanan parsial zat anestesika dalam alveolus.

Ventilasi alveolus; makin tinggi ventilasi alveolus, makin cepat meningginya

tekanan parsial alveolus dan keadaan sebaliknya pada hipoventilasi.

Faktor sirkulasi

Terdiri dari sirkulasi arterial dan sirkulasi vena

Factor-faktor yang mempengaruhi:

1. Perubahan tekanan parsial zat anestesika yang jenuh dalam alveolus dan darah

vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestesika diserap jaringan dan sebagian

kembali melalui vena.

2. Koefisien partisi darah/ gas yaitu rasio konsentrasi zat anestesika dalam darah

terhadap konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan seimbang.

3. Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung. Makin banyak aliran

darah yang melalui paru makin banyak zat anestesika yang diambil dari alveolus,

konsentrasi alveolus turun sehingga induksi lambat dan makin lama waktu yang

dibutuhkan untuk mencapai tingkat anesthesia yang adekuat.

Page 8: REFERAT anestesi umum

Faktor jaringan

1. Perbedaan tekanan parsial obat anestesika antara darah arteri dan jaringan.

2. Koefisien partisi jaringan/darah: kira-kira 1,0 untuk sebagian besar zat anestesika,

kecuali halotan.

3. Aliran darah terdapat dalam 4 kelompok jaringan:

a) Jaringan kaya pembuluh darah (JKPD) : otak, jantung, hepar, ginjal.

Organ-organ ini menerima 70-75% curah jantung hingga tekanan parsial

zat anestesika ini meninggi dengan cepat dalam organ-organ ini. Otak

menerima 14% curah jantung.

b) Kelompok intermediate : otot skelet dan kulit.

c) Lemak : jaringan lemak

d) Jaringan sedikit pembuluh darah (JSPD) : relative tidak ada aliran darah :

ligament dan tendon.

Faktor zat anestesika

Bermacam-macam zat anestesika mempunyai potensi yang berbeda-beda. Untuk

menentukan derajata potensi ini dikenal adanya MAC (minimal alveolar

concentration atau konsentrasi alveolar minimal) yaitu konsentrasi terendah zat

anestesika dalam udara alveolus yang mampu mencegah terjadinya tanggapan

(respon) terhadap rangsang rasa sakit. Makin rendah nilai MAC, makin tinggi potensi

zat anestesika tersebut.

TAHAPAN TINDAKAN ANESTESI UMUM

Page 9: REFERAT anestesi umum

I. Penilaian dan persiapan pra anestesia

Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya

kecelakaan dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan

pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan

bugar. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi angka kesakitan

operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

I.1 Penilaian pra bedah

Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah

penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian

khusus,misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca

bedah, sehingga dapat dirancang anestesia berikutnya dengan lebih baik. Beberapa

penelitit menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah dimasa lampau

sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam

waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga jangan

diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting

untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher

pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.

Page 10: REFERAT anestesi umum

Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh

dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua system organ tubuh

pasien.

Pemeriksaan laboratorium

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan

penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan

darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada

usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.

Kebugaran untuk anestesia

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar

pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu

harus dihindari.

Klasifikasi status fisik

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalah

yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik

ini bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena dampaksamping anestesia tidak

dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.

Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.

Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.

Page 11: REFERAT anestesi umum

Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas

rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.

Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan

hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

Masukan oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung

dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-

pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien

yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari

masukan oral (puasa) selamaperiode tertentu sebelum induksi anestesia.

Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-

4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebeluminduksi anestesia.

Minuman bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minumobat

air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.

I.2 Premedikasi

Page 12: REFERAT anestesi umum

Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah dilakukan

premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia diberi dengan tujuan

untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:

1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien

a. Menghilangkan rasa khawatir melalui:

i. Kunjungan pre anestesi

ii. Pengertian masalah yang dihadapi

iii. Keyakinan akan keberhasilan operasi

b. Memberikan ketenangan (sedative)

c. Membuat amnesia

d. Mengurangi rasa sakit (analgesic non/narkotik)

e. Mencegah mual dan muntah

2. Memudahkan atau memperlancar induksi

a. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik

3. Mengurangi jumlah obat-obat anestesi

a. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik

4. Menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan (muntah/liur)

5. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambung

a. Pemberian antikolinergik atropine, primperan, rantin, H2 antagonis

6. Mengurangi rasa sakit

Waktu dan cara pemberian premedikasi:

Page 13: REFERAT anestesi umum

Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam1 jam, secara

intramuscular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat

dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan secara

intravena. Obat akan sangat efektif sebelum induksi. Bila pembedahan belum dimulai

dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi intramuscular, subkutan tidak

dianjurkan. Semua obat premedikasi bila diberikan secara intravena dapat

menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin. Hal ini dapat dikurangi

dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.

Obat-obat yang sering digunakan:

1. Analgesik narkotik

a. Petidin ( amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB

b. Morfin ( amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB

c. Fentanyl ( fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3µgr/kgBB

2. Analgesik non narkotik

a. Ponstan

b. Tramol

c. Toradon

3. Hipnotik

a. Ketamin ( fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB

b. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB

4. Sedatif

a. Diazepam/valium/stesolid ( amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBB

b. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB

Page 14: REFERAT anestesi umum

c. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB

d. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB

5. Anti emetic

a. Sulfas atropine (anti kolinergik) (amp 1cc = 0,25 mg),dosis 0,001

mg/kgBB

b. DBP

c. Narfoz, rantin, primperan.

II. INDUKSI ANASTESI

Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,

sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat

dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien tidur

akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai

tindakan pembedahan selesai.

Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan ‘STATICS’:

S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-

Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.

Lampu harus cukup terang.

T : Tube Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan >

5 tahun dengan balon (cuffed).

Page 15: REFERAT anestesi umum

A : Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring

(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak

sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.

T : Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah

dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah

dimasukkan.

C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia

S : Suction penyedot lender, ludah danlain-lainnya.

Induksi intravena

o Paling banyak dikerjakan dan digemari. Indksi intravena dikerjakan dengan

hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan

dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan

pasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan selalu diberikan oksigen.

Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.

o Obat-obat induksi intravena:

Tiopental (pentotal, tiopenton) amp 500 mg atau 1000 mg

sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai

kepekatan 2,5% ( 1ml = 25mg). hanya boleh digunakan untuk intravena

dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-

60 detik.

Page 16: REFERAT anestesi umum

Bergantung dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan

menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia

atau depresi napas. Tiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan

likuor, tekanan intracranial dan diguda dapat melindungi otak akibat

kekurangan O2 . Dosis rendah bersifat anti-analgesi.

Propofol (diprivan, recofol)

Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat

isotonic dengan kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan intravena sering

menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan

lidokain 1-2 mg/kg intravena.

Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia

intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif

0.2 mg/kg. pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak

dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.

Ketamin (ketalar)

Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia,

hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan

mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Sebelum pemberian

sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam

(valium) dengan dosis0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salvias

diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg.

Page 17: REFERAT anestesi umum

Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin dikemas

dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml = 50 mg),

10% ( 1ml = 100 mg).

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)

Diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular, sehingga

banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelianan jantung. Untuk

anestesia opioid digunakan fentanil dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan dosis

rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.

Induksi intramuscular

Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara

intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

Induksi inhalasi

o N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)

berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya

1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat

anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk

mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang

digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain

seperti halotan.

Page 18: REFERAT anestesi umum

o Halotan (fluotan)

Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya

cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4%

atau 10% sekitar faring laring.

Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi

hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard,

dan inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat.

Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan kadar gula darah.

o Enfluran (etran, aliran)

Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif

disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, tetapi

lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik

disbanding halotan.

o Isofluran (foran, aeran)

Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran

darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi

hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak.

Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari

untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan

gangguan koroner.

Page 19: REFERAT anestesi umum

o Desfluran (suprane)

Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat

simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya

seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan

untuk induksi anestesi.

o Sevofluran (ultane)

Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya

tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk

induksi anestesi inhalasi disamping halotan.

Induksi per rectal

Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam.

Induksi mencuri

Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa hanya

sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan jarak

beberapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita tempelkan.

Pelumpuh otot nondepolarisasi Tracurium 20 mg (Antracurium)

o Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkna

depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga

asetilkolin tidak dapat bekerja.

Page 20: REFERAT anestesi umum

o Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasi selama 20-

45 menit, kecepatan efek kerjanya -2 menit.

o Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot:

Cegukan (hiccup)

Dinding perut kaku

Ada tahanan pada inflasi paru

III. RUMATAN ANESTESI (MAINTAINANCE)

Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan

inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi.

Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur rinan (hypnosis)

sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak

menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.

Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50

µg/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup,

sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga

menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-

12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot dan

ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau

N2O + O2.

Page 21: REFERAT anestesi umum

Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan

perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4

vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu atau

dikendalikan.

IV. TATALAKSANA JALAN NAPAS

Hubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2 jalan:

1. Hidung

Menuju nasofaring

2. Mulut

Menuju orofaring

Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan

palatum molle dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju

esophagus dan laring dipisahkan oleh epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri

dari tulang rawan tiroid, krikoid, epiglotis dan sepasang aritenoid, kornikulata dan

kuneiform.

A. Manuver tripel jalan napas

Terdiri dari:

1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.

2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula

3. Mulut dibuka

Page 22: REFERAT anestesi umum

Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas

atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.

B. Jalan napas faring

Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut-

faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung (naso-

pharyngeal airway).

C. Sungkup muka

Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan

napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk

bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke

trakea lewat mulut atau hidung.

D. Sungkup laring (Laryngeal mask)

Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang

dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan

seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa kerasdari polivinil

atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.

Dikenal 2 macam sungkup laring:

1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas

2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa

tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esophagus.

Page 23: REFERAT anestesi umum

E. Pipa trakea (endotracheal tube)

Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan

standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut (orotracheal

tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).

F. Laringoskopi dan intubasi

Fungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop merupakan

alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat

memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua

macam laringoskop:

1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa

2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.

Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal dan

lidah dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi menjadi 4 gradasi.

Gradasi Pilar faring Uvula Palatum Molle

1 + + +

2 - + +

3 - - +

4 - - -

Indikasi intubasi trakea

Page 24: REFERAT anestesi umum

Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui

rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita

suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai

berikut:

1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.

Kelainan anatomi, bedah kasus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas,

dan lain-lainnya.

2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi

Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien,

ventilasi jangka panjang.

3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

Kesulitan intubasi

1. Leher pendek berotot

2. Mandibula menonjol

3. Maksila/gigi depan menonjol

4. Uvula tak terlihat

5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas

6. Gerak vertebra servikal terbatas

Komplikasi intubasi

1. Selama intubasi

a. Trauma gigi geligi

Page 25: REFERAT anestesi umum

b. Laserasi bibir, gusi, laring

c. Merangsang saraf simpatis

d. Intubasi bronkus

e. Intubasi esophagus

f. Aspirasi

g. Spasme bronkus

2. Setelah ekstubasi

a. Spasme laring

b. Aspirasi

c. Gangguan fonasi

d. Edema glottis-subglotis

e. Infeksi laring, faring, trakea

Ekstubasi

1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:

a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan

b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi

2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan catatan tak

akan terjadi spasme laring.

3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan cairan

lainnya.

Page 26: REFERAT anestesi umum

BAB III

KESIMPULAN