Referat APS Obsgyn

Embed Size (px)

DESCRIPTION

obsgyn

Citation preview

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga berhasil menyelesaikan referat ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul Sindrom Antibodi AntifosfolipidReferat ini berisikan tentang informasi Sindrom Antibodi Antifosfolipid. Membahas tentang definisi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang sampai penatalaksanaan. Diharapkan referat ini dapat memberikan pengetahuan kepada kita semua tentang Sindrom Antibodi Antifosfolipid.Saya menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan referat ini.Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada para nara sumber yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu dan semua pihak yang telah berpartisipasi serta dalam membantu saya menyelesaikan referat ini dari awal sampai akhir. Semoga senantiasa Allah SWT meridhoi segala usaha kita. Amin.

Cirebon, Mei 2013

Penyusun DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................................................................1

Daftar isi.....................................................................................................................................2

BAB I

Pendahuluan...............................................................................................................................3

BAB II

Tinjauan pustaka........................................................................................................................5Definisi...................................................................................................................................5Patogenesis.................................................................................................................................5Kriteria Klasifikasi APS.............................................................................................................7.Manifestasi Klinis......................................................................................................................9Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................................16Penatalaksanaan........................................................................................................................17Prognosis..................................................................................................................................20

BAB III

Kesimpulan...............................................................................................................................21Daftar Pustaka..........................................................................................................................22SINDROM ANTIFOSFOLIPIDBAB IPENDAHULUAN

Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih berturut-turut. Pada umumnya penderita tidak sukar hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu. Angka kejadian jenis abortus ini ialah 0,4% dari semua kehamilan.Wanita yang mengalami peristiwa tersebut, umumnya tidak mendapat kesulitan untuk menjadi hamil, akan tetapi kehamilannya tidak dapat berlangsung terus dan terhenti sebelum waktunya, biasanya pada trimester pertama tetapi kadang-kadang pada kehamilan yang lebih tua. Banyak hal yang mendasari terjadinya abortus habitualis, mulai dari kelainan genetik, anatomis, infeksi, dan penyakit autoimun. Antifosfolipid sindrom merupakan salah satu penyebab abortus habitualis yang terjadi pada 2-4% kasus. Penanganan yang tepat diharapkan akan memberikan hasil kehamilan yang baik.3,4Sindroma antifosfolipid (APS) dikenal juga sebagai sindrom Hughes, Sindroma antifosfolipid pertama kali dijelaskan pada tahun 1986 oleh Hughes,Harris dan Gharavi. Sindroma antifosfolipid merupakan kelainan trombofilia yang didapat. Pada sindroma ini ditemukan autoantibodi yang dihasilkan oleh fosfolipid dan protein yang terikat fosfolipid.2 Sindrom antibodi antifosfolipid ( Antiphospholipid syndrome =APS) adalah gangguan yang ditandai antibodi multiple yang berbeda yang timbul bersama antibodi antifosfolipid dengan trombosis arteri dan vena. APS dikenal juga sebagai sindrom Hughes.5

Trombosis telah diketahui secara luas sebagai salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas kehamilan. Di Indonesia, tombosis berperan dalam tingginya angka kematian ibu. APS adalah penyebab utama trombosis dalam kehamilan yang bertanggung jawab atas morbiditas dan mortalitas janin serta ibu seperti preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat, kematian janin dalam rahim, persalinan preterm dan bahkan gangguan proses implantasi mudigah ke dalam endometrium.6

Ada dua macam antibodi antifosfolipid yang telah dikenal yaitu : Lupus Anticoagulant ( LA ), dan Anticardiolipin Antibody ( ACA ). Sedangkan klasifikasi APS terdiri dari APS tanpa penyebab lain disebut sebagai APS primer, sedangkan APS karena penyakit lain seperti SLE dinamakan APS sekunder.5,7Berdasarkan sejarah antibodi antifosfolipid ditemukan pertama kali pada pasien yang mempunyai test sipilis positif tanpa tanda-tanda infeksi, kemudian gangguan pembekuan ditemukan pada 2 pasien dengan SLE pada tahun 1952. Pada tahun 1957, ditemukan hubungan antara abortus berulang dan APS yang dikenal sekarang dengan Lupus Antikoagulan. Tahun 1983, Dr. Graham Hughes membuktikan adanya hubungan antara antibodi antifosfolipid dengan trombosis arteri dan vena.5Frekuensi pada populasi umum tidak diketahui, namun antibodi-antibodi APS dapat ditemukan 50 % pada penderita SLE dan sekitar 1 5 % pada populasi orang sehat. Pada penelitian lain frekuensi ACA cenderung meningkat pada orang tua. Pada literatur yang terbaru didapatkan APS pada penderita SLE 34 42 %. Pada penelitian 100 pasien dengan trombosis vena dan tidak menderita riwayat SLE, 24 % memiliki ACA dan 4 % mempunyai LA.8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKADEFINISISindroma antifosfolipid merupakan sindroma dengan karakteristik adanya trombosis vaskuler ( arterial atau vena) dan /atau morbiditas kehamilan yang berhubungan dengan tingginya antibodi terhadap plasma protein yang berikatan dengan fosfolipid anion ( antibodi antifosfolipid aPL).9Pustaka lain mendefinisikan sindroma antifosfolipid sebagai penyakit autoimun non inflamasi ditandai adanya antibodi antifosfolipid pada plasma penderita dengan trombosis vena dan/atau arteri dan/atau komplikasi kehamilan berulang.10Sebenarnya sindroma antifosfolipid merupakan istilah yang kurang tepat , karena autoantibodi yang timbul bukan suatu antibodi tehadap fosfolipid, tetapi suatu antibodi terhadap protein plasma yang mempunyai afinitas untuk fosfolipid anion.10PATOGENESIS

Dalam kehamilan, morbiditas dan mortalitas yang dihubungkan dengan APS terutama disebabkan olegh reaksi autoimun (trombosis) pada jaringan pembuluh darah plasenta. Manifestasi kinik APS terjadi akibat adanya trombosis dan emboli yang tersebar pada pembuluh darah besar dan kecil yang menyebabkan kelainan multidimensi berupa iskemia dan infark jaringan, stroke, penyakit jantung koroner pada sisi maternal dan ancaman abortus, gangguan tumbuh kembang janin hingga kematian maternal.11

Mekanisme trombosis karena antibodi antifosfolipid dalam kehamilan belum diketahui secara pasti, namun yang jelas membran fosfolipid mempunyai banyak fungsi dan bekerja setiap saat sehingga tidak mengherankan bila suatu waktu dapat menjadi antigen. Istilah sindrom masih dipakai untuk kondisi klinik tersebut dan bukan disease.12,13

Ada beberapa mekanisme yang diduga dapat menyebabkan trombosis tersebut, antara lain penurunan produksi prostasiklin. Pada sel endotel pembuluh darah terjadi metabolisme asam arakidonat melalui cyclooxigenase pathway untuk menghasilkan prostasiklin. Sebaliknya terjadi metabolisme asam arakidonat untuk menghasilkan tromboksan A2 (TXA2), pada sel-sel platelet. Prostasiklin merupakan vasodilator yang poten dan menghambat agregasi platelet, sedangkan tromboksan berefek sebaliknya. Dengan demikian penurunan prostasikin oleh karena kerusakan endotel berpotensi menimbulkan trombosis melalui agregasi platelet dan vasokontriksi pembuluh darah.12,13

Berbagai mekanisme yang dapat diduga adalah antara lain penurunan protein C yang teraktivasi, peningkatan pelepasan tissue faktor, penurunan anti trombin III, penurunan fibrinolisis dan peningkatan agregasi platelet.12

Protein C diaktivasi pada membran endotel oleh kompleks trombin dan suatu glikoprotein yaitu trombomodulin. Reaksi ini termasuk reaksi yang tergantung dari adanya fosfolipid dan kalsium. Diduga antibodi antifosfilipid merintang reaksi ini. Protein C teraktivasi ini dan dibantu dengan adanya protein S sebagai ko faktor akan menghambat kerja dari factor VIIIa dan Va dalam sistim pembekuan darah sehingga akan menurunkan pembentukan trombin. Dengan demikian bila terjadi penurunan protein C teraktivasi maka akan menimbulkan trombosis.12,13

Hipotesis mutakhir mengaitkan antibodi antifosfolipid dengan annexin V atau placental anticoagulant protein-1, suatu regulator dan inhibitor koagulasi alamiah di plasenta. Anneksin V berikatan dengan fosfolipid di permukaan membran sel yang bermuatan negatif (anion), sehingga mencegah terikatnya faktor-faktor pembekuan darah yang tergantung fosfolipid anionik. Namun pada sindrom antibodi antifosfilipid, antibodi antifosfolipid menggantikan anneksin V di permukaan membran sehingga jalur koagulasi tidak tercegah dan terjadilah trombosis.13

Tabel 1. Patogenesis dan patofisiologi sindroma antifosfolipid dalam kehamilan11

Kondisi selReaksi imunologiEfek biologi selGejala klinik

Ag-AbAktifasiSistem MolekulFungsi

Sel cedera(-GPI

Antibodi aPL

Fosfatidil-serin

Annexin-VTrombofilik

Non-trombotik (inflamasi)Koagulasi intravaskuler

Sitokin

Eiscosanoid

Adhesi molekulX-ase Protrombonase

IL-3, VEGF

Prostaglandin, tromboxan

Integrins, CadherinsFormasi trombosis

Proliferasi trofoblas

Invasi trofoblas

Vasospasme vaskulerKegagalan implantasi, Abortus dini,

Kematian mudigah / janin

Pertumbuhan janin terhambat

Preeklampsia

Solusio plasenta

Asfiksia neonatorum

Lahir hidup normal

Sel sehat(2-GPI

Antibodi aPL

Annexin-V

Fosfatidil- serinNon-trombotik (normal/ inflamasi)---Lahir hidup normal

KRITERIA KLASIFIKASI APSDiagnosis pasti dari sindroma antifosfolipid membutuhkan setidaknya 1 kriteria klinis dan 1 kriteria laboratorium.15Kriteria klinis:

1. Trombosis : 1 atau lebih episode trombosis vena, arterial atau pembuluh darah kecil.152. morbiditas kehamilan :

a. satu atau lebih kematian fetus dengan morfologi normal pada usia > 10 minggu kehamilan.15b. satu atau lebih kelahiran prematur sebelum usia 34 minggu karena eklampsi, preeklamsi atau insufisiensi plasenta.15c. tiga atau lebih kematian embrio (< 10 minggu) , tanpa adanya kelainan kromosom ayah dan ibu atau kelainan anatomi ibu atau penyebab hormonal.15Kriteria laboratorium:

1. Pemeriksaan Anticardiolipin Antibody (ACA)

Ditemukan ACA isotipe IgG dan/atau IgM di dalam darah dengan kadar sedang atau tinggi pada 2 kali pemeriksaan dengan interval waktu 6 minggu menggunakan pemeriksaan standar ELISA untuk b2-glycoprotein I dependent anticardiopilin antibodies.152. Pemeriksaan Lupus Anticoagulant (LA)

Ditemukan LA di dalam plasma pada 2 kali pemeriksaan dengan interval waktu 6 minggu, yang berdasarkan panduan the International Society on Thrombosis and Hemostasis ditetapkan melalui tahapan pemeriksaan :

Uji penyaring koagulasi bergantung fosfolipid yang memanjang, seperti activated partial tromboplastin time ( APTT), kaolin clotting time, dilute Russels viper venom time, dilute prothrombin time, textarin time. Pemanjangan waktu koagulasi pada uji penyaring tidak dapat diperbaiki dengan pemberian plasma normal rendah trombosit.Pemanjangan waktu koagulasi pada uji penyaring dapat dikoreksi atau dipersingkat dengan pemberian fosfolipid berlebihan. menyingkirkan penyebab koagulai lainnya seperti inhibitor faktor VIII dan heparin.15MANIFESTASI KLINIS

Diagram 1. Presentasi diagram manifestasi klinis dari 1000 pasien yang terdiagnosis antiphospholipid sindrom.14

Secara klinis, sindroma antifosfolipid terdiri dari 2 jenis :

1. Sindroma antifosfolipid primer

Adanya antibodi antifosfolipid pada penderita dengan trombosis idiopatik tanpa

adanya penyakit autoimun atau faktor lain seperti infeksi, keganasan, hemodilisis

atau antibodi antifosfolipid yang diinduksi oleh obat-obatan.12. Sindroma antifosfolipid sekunder

Adanya antibodi antifosfolipid dan trombosis pada penderita dengan penyakit

autoimun , terutama lupus eritematosus sistemik dan artritis rematoid.1Spektrum klinis sindroma antifosfolipid dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

Bagan 1. Spektrum klinis sindroma antifosfolipid.1Dari 1000 kasus sindroma antifosfolipid , presentasi klinis yang ditemukan adalah9 :

1. Trombosis vena dalam (32%)

2. Trombositopenia (22%)

3. Livido retikularis (20%)

4. Stroke (13%)

5. Tromboflebitis superfisialis (9%)

6. Emboli pulmonal (9%)

7. Kematian fetus (8%)

8. Transient ischemic attack (7%)

9. Anemia hemolitik (7%)

Catastrophic APS : sebagian kecil (0.8%) penderita sindroma antifosfolipid dapat mengalami trombosis luas dengan gagal organ mltiple pada 3 atau lebih organ/sistem. Catastrophic APS sering berakibat fatal dengan angka mortalitas 44-48%, meskipun telah diberikan terapi antikoagulan dan imunosupresif.9Manifestasi klinis lain yang dapat ditemukan pada sindroma antifosfolipid adalah sebagai Berikut1 :

1. Trombosis pada pembuluh darah besar :

a. Neurologik

Transient ischemic attack, stroke iskemi, chorea, kejang, dementia, mielitis transversa, ensefalopati, migren, pseudotumor serebri, trombosis vena serebral, mononeuritis multipleks.b. Optalmik

Trombosis arteri/vena retina, amaurosis fugax.c. Kulit

Flebitis superfisial, ulkus di kaki, iskemi distal, blue toe syndrome.d. Jantung

Infark miokardial, vegetasi valvular, trombi intrakardiak, aterosklerosis.e. Paru-paru

Emboli paru, hipertensi pulmonal, trombosis arteri pulmonal, perdarahan alveolar.f. Arteri

Trombosis aorta, trombosis arteri besar dan kecil.g. Ginjal

Trombosis vena/arteri renalis, infark ginjal, gagal ginjal akut, proteinuria, hematuria , sindroma nefrotik.h. Gastrointestinal

Sindroma Budd-Chiari, infark hati, infark kandung empedu, infark usus, infark limpa, pankreatitis, asites, perforasi esofagus, kolitis iskemi.

i. Endokrin

Infark dan kegagalan fungsi adrenal, infark testis, infark prostat, infark dan kegagalan fungsi pituitari.j. Vena

Trombosis vena ekstremitas, adrenal, hepatik, mesenterik, lien, vena cava.

k. Komplikasi obstetrik

Keguguran, gangguan pertumbuhan janin intrauterin ; anemia hemolitik, peningkatan enzim hati, trombositopeni (sindroma HELLP); oligohidramnion, preeklampsi.l. Hematologi

Trombositopenia, anemia hemolitik, sindroma hemolitik uremik, purpura trombotik trombositopeni.m. Lain-lain

Perforasi septum nasal, nekrosis avaskular tulang.

Gambar 1.trombosis vena pada leher dan trombosis yang menyebeabkan nekrosis dan gangren pada jari kaki.14

2. Trombosis mikrovaskuler1 :

a. Mata

Retinitis.

b. Kulit

Livido retikularis, gangren superfisial, purpura, ekimosis, nodul subkutan.

c. Jantung

Infark miokardial, mikrotombi miokardial, miokarditis, abnormalitas katup.

d. Paru-paru

Acute respiratory distress syndrome, perdarahan alveoler.

e. Ginjal

Gagal ginjal akut, mikroangiopati trombotik, hipertensi.

f. Gastrointestinal

Infark atau gangren usus, hati, limpa.

g. Hematologi

Koagulasi intravaskuler diseminata (pada sindroma antifosfolipid katastropik)

h. Lain-lain

Mikrotrombi, mikroinfark.

Bick mengklasifikasikan sindroma trombosis yang berhubungan dengan antibodi antifosfolipid menjadi 6 tipe sindroma yaitu15,16:

1.Sindroma tipe I

aTrombosis vena dalam dengan atau tanpa emboli paru.2.Sindroma tipe II

aTrombosis arteri koroner.bTrombosis arteri perifer.cTrombosis aorta.dTrombosis arteri karotis.3.Sindroma tipe III

aTrombosis arteri retina.bTrombosis vena retina.cTrombosis serebrovaskuler.dTransient cerebral ischemic attacks.4.Sindroma tipe IV

aCampuran sindroma tipe I,II dan III.5.Sindroma tipe V (Fetal wastage sndrome)

aTrombosis vaskuler plasenta.bFetal wastage( sering pada trimester 1, dapat pada trimester 2 dan 3)cTrombositopeni maternal.6.Sindroma tipe VI

aAntibodi antifosfolipid tanpa manifestasi klinis.Keadaan-keadaan lain yang berhubungan dengan antibodi antifosfolipid :

1. Sistemik eritematosis lupus

Lupus antikoagulan didapatkan pada 31% penderita lupus, pada 23-47% didapatkan antikardiolipin antibodi dan 20% didaptkan b2-glikoprotein antibodi.9

2. Lupus antikoagulan dan antikardiolipin antibodi dapat ditemukan pada penyakit-penyakit autoimun dan rematik lainnya yaitu9. :

a. Anemi hemolitik.b. Trombositopeni purpura imun (30%).c. Juvenile arthritis.d. Artritis rematoid (7-50%).e. Artritis psoriatik (28%).f. Skleroderma (25%).g. Sindroma Behcet (7-20%).h. Sindroma Sjogren (25-42%).i. Mixed connective tissue disease (22%).j. Polimiositis dan dermatomiositis.k. Polimialgia rematika (20%).l. Osteoartritis (< 14%).m. Gout.n. Mltipel sklerosis.o. Vaskulitis.p. Penyakit tiroid autoimun.

Gambar 2. Antiphospholipid sindrom menyerang sistem tubuh yang bisa menyerang organ.14

3. Infeksi.Pada infeksi tertentu dapat ditemukan antifosfolipid antibodi, biasanya IgM aCL dan kadang-kadang menyebabkan trombosis.9a. bakteri : septikemi, leptospirosis, sfilis, lyme disease (borreliosis), tuberkulosis, lepra, endokarditis infektif, demam rematik post infeksi streptokokus, infeksi klebsiella.9b. virus : hepatitis A, B dan C, mumps, HIV, HTLV-1, sitomegalovirus, varicella-zoster, Epstein-Barr, adenovirus, parvovitus, rubela.9c. Parasit : malaria, pneumocystic carinii, leishmaniasis.94. Neoplasma.Antifosfolipid antibodi dilaporkan ditemukan pada kanker paru, kolon, seviks, prostat, ginjal, ovarium , payudara , tulang, linfoma Hodgkin dan non Hodgkin, mielofibrosis, polisitemia vera, leukemi mieloid dan limfositik.95. Keadaan-keadaan lain

Antifosfolipid antibodi juga ditemukan pada sickle cell anemia, anemia pernisiosa,ndiabetes melitus, inflammatory bowel disease, terapi pengganti ginjal dialisis dan sindroma Klinefelter.9PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. IgG dan IgM antikardiolipin antibodi.172. IgG dan IgM anti-beta2-glikoprotein .17,183. Test lupus antikoagulan.17

Gambar 3. Gambaran mikroskopis plasenta pada antiphospholipid sindrom ditemukan plasenta vili tidak berkembang baik dan terdapat trombus pada vena plasenta.14PENATALAKSANAAN

Hingga kini etiologi APS belum diketahui, sehingga dasar pengobatan semata berdasarkan upaya mengatasi simtomatik yang terjadi akibat kelainan autoimun ini. Berbagai variasi pengobatan telah dilakukan termasuk penggunaan kortikosteroid dosis tinggi, heparin (baik unfractionized maupun low molecular weight /LMV heparin) maupun imunoglobulin intravena (IVIG). Pengobatan tersebut sering dikombinasikan dengan asam salisilat dosis rendah (low dose aspirin / LDA). Pengamatan metaanalisis dari variasi pengobatan tersebut telah dikaji atas aspek keberhasilan mengatasi berbagai komplikasi obstetrik seperti keberhasilan memperoleh bayi lahir hidup, risiko pertumbuhan janin terhambat, preeklamsia berat, kematian janin intrauteri, risiko perawatan neonatal intensif dan frekuensi persalinan dengan bedah sesaria.11Penatalaksanaan kehamilan dengan APS pada dasarnya meliputi penatalaksanaan dalam kehamilan (pemeriksaan antenatal), persalinan dan masa nifas, dengan tujuan melakukan pemantauan pada risiko terjadinya trombosis, gangguan sirkulasi utero plasenter dan penentuan saat persalinan yang adekuat.19,20 Penatalaksanaan secara profesional dan adekuat memerlukan penanganan tim multidisiplin yang meliputi bidang spesialisasi penyakit dalam ( khususnya konsultan hematology ), spesialis obstetri ( khususnya konsultan fetomaternal ), dan spesialis pediatri ( khususnya konsultan perinatologi ). 19Kunjungan Antenatal

Setiap wanita dengan APS, idealnya memperoleh konseling prakonsepsi terhadap risiko yang akan diperoleh selama kehamilan dan persalinan. Konseling juga meningkatkan risiko kelainan kongenital janin akibat pemberian obat-abatan selama kehamilan bagi dan janin maupun pada bayi masa perinatal. 19Pemeriksaan kehamilan dalam trimester pertama dan kedua dilakukan setiap dua minggu, dan setelah itu setiap minggu mulai kehamilan 32-34 minggu, dimana terjadi peningkatan risiko terjadinya trombosis pada pengobatan yang tidak adekuat. 19,20 Kesejahteraan dan pertumbuhan janin diamati dengan melakukan pengukuran tinggi fundus uteri, deteksi denyut jantung janin maupun pemeriksaan ultrasonografi untuk mendeteksi adanya pertumbuhan janin terhambat, kelainian kongenital yang didapat oleh perjalanan penyakit maupun akibat prosedur pengobatan yang diberikan. 19Penilaian kesejahteraan janin dilakukan dengan pengukuran nilai profil biofisik , dimana pada APS tanpa komplikasi dimulai pada usia gestasi 32 34 minggu, sedangkan dengan komplikasi pada umur kehamilan 24 25 minggu. 19

Pengobatan Medikamentosa

Heparin

Heparin tidak melewati sawar plasenta, sehingga digunakan pada kehamilan untuk pencegahan proses pembentukan tromboemboli vaskuler. Dosis heparin disesuaikan hingga dicapai keadaan tidak terjadi kekambuhan proses trombosis, yaitu apabila ditemukan nilai INR ( the International Normalized Ratio ) 2,6 atau antara 2,0 3,0. 19,20Ada dua jenis heparin yaitu : 19,20,21a. Unfractionated heparin (UHF)

b. Low molecular weight heparin (LMWH)

Penggunaan UHF diketahui berkaitan dengan risiko terjadinya osteporosis sebesar 5 15 %, dibandingkan kasus osteoporosis dengan pemakaian LMWH sebesar 0,2 % dalam kehamilan (Kher, 1999). Penggunaan heparin dapat meningkatkan tercapainya persalinan pada kehamilan aterm yaitu 73 % pada pemakaian UHF dan 88 % pada pemakaian LMWH (Boda dkk,1998). 19,20Aspirin

Dosis rendah aspirin 60 100 mg/hari efektif untuk pengobatan sindrom antibodi antifosfilipid melalui penurunan rasio tromboksan-prostasiklin dan penurunan resistensi protein C (Blumenfed dan Brenner, 1999). 19,20Kombinasi heparin (UFH) dosis 10.000-26.000 U/hari dan aspirin 81 mg/hari meningkatkan keberhasilan kehamilan mencapai 70-80% (Lockshin, 1999), bahkan mencapai lebih dari 90% pada pemakaian LMWH dan aspirin (Boda dkk, 1998; Boda dan Blasko, 1999) 19,20

Glukokortikoid

Pemberian kortikosteroid prednison dengan / tanpa heparin dalam jagka panjang dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas maternal, dimana terdapat peningkatan kejadian preeklampsia, ketuba pecah dini.19Penggunaan kortikosteroid sebaiknya dibatasi pada pemakaian jangka pendek, misalnya untuk perangsangan pematangan alveoli dan vaskuler paru apabila pemeriksaan kesejahteraan janin mempertimbangkan janin untuk terminasi persalinan pada usia preterm, atau apabila ditemukan komplikasi lain seperti ketuban pecah, dengan memberikan glukokortikoid betametason dosis sekali 12 mg/hari/im atau deksametason 2 x 6 mg/hari/oral selama 4 hari.19Pengobatan lainnya

Penggunaan Imunoglobulin intravena (IVIG) digunakan untuk pencegahan perburukan janin melalui penekanan kadar ACA dan LA. Dosisnya adalah 400mg/kg selama 5 hari setiap bulan (Spinnato dkk, 1995) menunjukkan keberhasilan kehamilan 62-79%.5,19

Suplemen kalsium (kalsium karbonat dosis 2000mg/hari) serta vitamin D disertai senam ringan, sebaiknya tetap diberikan selama pengobatan dengan heparin. Demikian pula pemberian asam folat 5-10mg/hari dianjurkan untuk pencegahan neural tube defect.19Anti malaria, gold-terapi dan kemoterapi (seperti metotrexate) hanya diberikan bila dijumpai penyerta SLE pada kehamilan dengan sindrom antibodi antifosfolipid yang tidak responsif pada pengobatan diatas.19Persalinan dan Pengawasan Masa Nifas pada Sindrom Antibodi Antifosfilipid

Segera setelah inpartu, pemberian heparin harus dihentikan, dan proses persalinan diawasi. Apabila ada indikasi terminasi kehamilan perabdominam, maka pemberian LMWH harus diganti dua hari sebelumnya dengan UFH dosis 5000-10.000 unit yang dihentikan 6-8 jam sebelum tindakan pembedahan. Apabila hanya digunakan LMWH, tindakan pembedahan dilakukan 24 jam setelah pemberian dosis terakhir. 20Pada masa post partum, Heparinisasi dilanjutkan sampai 4-6 jam lagi untuk mencegah terjadinya sindrom post partum ( flare-up) yang dapat memicu terjadinya trombosis sistemik dengan penyulit kegagalan organ multiple. Pemberian antikoagulan dihentikan secara bertahap untuk mencegah risiko tromboemboli dalam tiga bulan pertama post partum. 20PROGNOSISPrognosis untuk memprediksi perjalanan penyakit, harapan hidup dan kualitas masa depan kehidupan. Pada pasien dengan SLE, terjadi peningkatan angka kematian antara pasien yang memiliki APS sekunder dibandingkan dengan pasien SLE yang tidak memiliki APS, terutama di antara pasien yang memiliki trombositopenia dan arteri trombosis, tetapi juga pada pasien yang memiliki trombosis vena dan hemolitik anemia. seiring kehadiran APS dan lupus dapat memperburuk cedera ginjal, dan juga kerusakan otak permanen. Estimasi prognosis antara pasien APS primer lebih sulit. Di antara pasien yang mengalami keguguran yang berulang, aspirin dan terapi heparin secara signifikan meningkatkan tingkat kelahiran hidup. 10 tahun kematian pada APS primer diperkirakan dalam 10%. Keterlibatan sistem tubuh yang berbeda di APS dapat menyebabkan juga gangguan fungsional.14BAB IIIKESIMPULAN

Sindroma antifosfolipid merupakan penyebab trombosis dengan manifestasi klinis dari asimptomatis sampai trombosis yang mengancam jiwa. Berdasarkan ada atau tidaknya penyakit dasar, terbagi menjadi sindroma antifosfolipid primer dan sekunder. Patogenesis dan patofisiologi terjadinya trombosis adalah adanya gangguan fungsi endotel, aktivasi trombosit, inhibisi fibrinolisis Manifestasi klinis utama adalah trombosis vena dan/atau arteri serta morbiditas kehamilan. Untuk kepentingan terapi, sindroma antifosfolipid dibagi ke dalam 6 tipe sindroma. Diagnostik didasarkan pada kriteria International Consensus Statement on an Update of the Classification Criteria for Definite Antiphospholipid Syndrome. Terapi yang diberikan adalah antikoagulan dan anti agregasi trombosit.DAFTAR PUSTAKA

1. Baker WF, Bick RL. The clinical spectrum of antiphospholipid syndrome.Hematol Oncol Clin N Am 2008;22:33-52.2. Levine JS, Branch DW, Rauch J. The antiphospholipid syndrome. N Engl J Med 2002;346:752-63.3. Wiknjosastro H. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan. Dalam : IlmuKebidanan. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007.Hal. 309-10.

4. Wiknjosastro H. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam : IlmuKandungan. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008.Hal. 246-5005. Antiphospholipid antibody syndrome. Available from: http://www.med.uiuc.edu/hematology/PtAPS.htm.

6. Atmakusuma Dj. Pathophysiology of trombosis and anti-phospholipid syndrome (APS). Dalam : Simposium thrombosis in pregnancy. Jakarta : 2001.

7. Cunninghan FG, Gant NF, Levono KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Connective tissue disorders. In : Williams obstetrics. 21th New York : Mc Graw Hill; 2001.p. 1383-94.

8. Carsons S, Belilos E. Antiphospholipid syndrome. Availalable from : http://www.emedicine.com/med/topic2923.htm.

9. Bermas B, Erkan D, Schur PH. Clinical manifestations and diagnosis of antiphospholipid syndrome. Available from : www.uptodate.com10. De Groot PG, Derksen RHWM. Paotphysiology of the antiphospholipid syndrome. J Thromb Haemost 2005;3:1854-60.11. Witjaksono, J. Patofisiologi sindroma antifosfolipid dalam kehamilan : dasar patogenesis dan prinsip pengobatan. Dibawakan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) POGI XIV, Bandung ; 2004.

12. Putra IGND, Suwiyoga K. Abortus berulang pada sindrom antifosfilipid antibodi. SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar : 2000.

13. Wibowo N. Pathogenesis of anti-phospholipid syndrome in pregnancy. Dalam : Simposium thrombosis in pregnancy. Jakarta : 2001.14. Yanif S, Yehuda S. The antiphospholipid syndrome.first edition.2004 Available from: http://www.apsfa.org/docs/APS%20booklet.pdf15. Bick RL.In : Bick RL, ed. Disorders of thrombosis and hemostasis clinical and laboratory practice. 3rd ed. Philadelphia : Lippincot t Williams and Wilkins;2002.p..

16. Bick RL, Baker WF. Treatment optioins for patients who have antiphospholipid syndromes. Hematol Oncol Clin N Am 2008;22:145-53.17. Miyakis S, Lockshin MD, Atsumi T, Branch DW, Brey RL, Cervera R, et al. International consensus statement on an uptodate of the classification criteria for definite antiphospholipid syndrome (APS). Journal of Thrombosis and Hemostasis 2006 ;4:295-306.

18. Pengo W. Anti-b2-glykoprotein I antibody testing in the laboratory diagnosis of antiphospholipid syndrome. J Thromb Haemost 2006;3:1158-9.

19. Witjaksono J, Atmakusuma Dj, Surjana EJ, Tambunan KL. Penatalaksanaan kehamilan dengan Sindroma APS. Disampaikan pada simposium thrombosis in pregnancy. Palembang:2001.

20. Witjaksono J. Management of anti-phospholipid syndrome in pregnancy. Dalam : Simposium thrombosis in pregnancy. Jakarta : 2001

21. Boda Z, Laszlo P, Pfliegler G, Tornai I, Rejto L, Schlammadinger A. Thrombophilia, anticoagulant therapy and pregnancy. Dalam : Boda Z, Laszlo P, Pfliegler G, Tornai I, Rejto L, Schlammadinger A. Orvosi hertilap. Markusovszki : Springer, 1998, 139 (52). p.3113-6.

23