44
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang terbanyak pada daerah anorektal. Insidensinya adalah 1 dari 4000 hingga 5000 kelahiran hidup. Isidensi pada laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan perempuan. Pada laki-laki paling sering didapatkan fistula rektouretra, sedangkan pada perempuan paling sering didapatkan fistula rektovestibuler. Sampai sekarang atresia ani masih dalam perdebatan, baik mengenai klasifikasi maupun penatalaksanaannya. Beberapa ahli mencoba mengklasifikasikan atresia ani serta memperkenalkan teknik operasi terbaik. Klasifikasi Wingspread pada pasien atresia ani, yaitu atresia ani letak tinggi, intermediet, dan rendah saat ini banyak ditinggalkan karena tidak mempunyai aspek terapetik dan prognostik. 1

REFERAT Atresia Ani

  • Upload
    wagigtn

  • View
    672

  • Download
    31

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ATRESIA ANI

Citation preview

Page 1: REFERAT Atresia Ani

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang terbanyak pada

daerah anorektal. Insidensinya adalah 1 dari 4000 hingga 5000 kelahiran

hidup. Isidensi pada laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan perempuan.

Pada laki-laki paling sering didapatkan fistula rektouretra, sedangkan pada

perempuan paling sering didapatkan fistula rektovestibuler.

Sampai sekarang atresia ani masih dalam perdebatan, baik mengenai

klasifikasi maupun penatalaksanaannya. Beberapa ahli mencoba

mengklasifikasikan atresia ani serta memperkenalkan teknik operasi terbaik.

Klasifikasi Wingspread pada pasien atresia ani, yaitu atresia ani letak tinggi,

intermediet, dan rendah saat ini banyak ditinggalkan karena tidak mempunyai

aspek terapetik dan prognostik.

Klasifikasi Pena yang membagi atresia ani letak tinggi dan rendah

lebih banyak dipakai karena mempunyai aspek terapi. Penatalaksanaan atresia

ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan

kolostomi sebagai tindakan bedah awal untuk diversi dan dekompresi, pada

tahap berikutnya dilakukan anoplasti. Prosedur abdominoperineal

pullthrough yang beberapa waktu lalu dikembangkan dengan tujuan untuk

memudahkan identifikasi dan melindungi otot levator, saat ini banyak

ditinggalkan karena menimbulkan inkontinensia feses dan prolap mukosa

usus.

1

Page 2: REFERAT Atresia Ani

Pena dan de Vries pada tahun 1982 memperkenalkan metode dengan

pendekatan posterosagittal anorectoplasty yaitu dengan cara membelah

muscle complex dan parasagittal fibre untuk memudahkan mobilisasi

kantong rektum dan pemotongan fistula. Sejak saat itu posterosagittal

anorectoplasty menjadi metode operasi pilihan para dokter bedah di seluruh

dunia, karena hasil operasi yang baik dan hampir semua bentuk kelainan

anorektal dapat dikerjakan dengan metode operasi pilihan ini.

B. Perumusan Masalah

Beberapa permasalahan yang akan dirumuskan adalah:

1. Berapa jumlah pasien atresia ani dan bagaimana distribusinya berdasarkan

usia dan jenis kelamin di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

periode Januari 2008 - Desember 2012?

2. Bagaimana penatalaksanaan pasien atresia ani di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2008 – Desember 2012?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui jumlah pasien atresia ani dan distribusinya berdasarkan usia

dan jenis kelamin di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

periode Januari 2008 – Desember 2012.

2. Mengetahui penatalaksanaan pasien atresia ani di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2008 – Desember 2012.

2

Page 3: REFERAT Atresia Ani

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi data ilmiah terkait dengan

jumlah pasien atresia ani dan distribusinya menurut umur dan jenis kelamin

serta penatalaksanaan pasien atresia ani di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto periode Januari 2008 – Desember 2012.

3

Page 4: REFERAT Atresia Ani

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus

tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan

atresia rektum. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma

VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla,

2009).

B. Embriologi

Usus belakang membentuk sepertiga distal kolon transversum, kolon

desendens, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani. endodern usus belakang

ini juga membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra. Bagian akhir

usus belakang bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang dilapisi

endoderm yang berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan. Daerah

pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk membran kloaka

(Sadler T.W, 1997).

Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu

septum urorektal, pada sudut antara allantois dan usus belakang. Sekat ini

tumbuh kearah kaudal, karena itu membagi kloaka menjadi bagian depan,

yaitu sinus uroginetalis primitif, dan bagian posterior, yaitu kanalis

anorektalis. Ketika mudigah berumur 7 minggu, septum urorektal mencapai

membran kloaka, dan di daeraah ini terbentuklah korpus parienalis. Membran

4

Page 5: REFERAT Atresia Ani

kloakalis kemudian terbagi menjadi membran analis di belakang, dan

membran urogenitalis di depan (Sadler T.W, 1997).

Sementara itu, membran analis dikelilingi oleh tonjol-tonjol

mesenkim, yang dikenal sebagai celah anus atau proktodeum. Pada minggu

ke-9, membran analis koyak, dan terbukalah jalan antara rektum dan dunia

luar. Bagian atas kanalis analis berasal dari endoderm dan diperdarahi oleh

pembuluh nasi usus belakang, yaitu arteri mesentrika inferior. Akan tetapi,

sepertiga bagian bawah kanalis analis berasal dari ektoderm dan ektoderm

dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah kolumna analis.

Pada garis ini, epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis gepeng

(Sadler T.W, 1997).

Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut

dan hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian

bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta

pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum,

appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut

meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari

endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk

mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan

perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali

letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra

levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada

anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal.

5

Page 6: REFERAT Atresia Ani

Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau

rudimenter (Faradilla, 2009).

C. Etiologi

Atresia ani dapat disebabkan karena:

1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi

lahir tanpa lubang dubur

2. Gangguan organogenesis dalam kandungan

3. Berkaitan dengan sindrom down

Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya

adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko

malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan

atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum

sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya

hubungan antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's

syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-

macam gen yang berbeda dapat menyebabkan atresia ani atau dengan kata

lain etiologi atresia ani bersifat multigenik (Levitt M, 2007).

D. Patofisilogi

Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada

kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan

adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi

cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel

menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis

hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius

6

Page 7: REFERAT Atresia Ani

menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk

fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan

fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki

umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila

kelainan merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra

(rektouretralis) (Faradilla, 2009).

E. Klasifikasi

Menurut klasifikasi Wingspread (1984) yang dikutip Hamami, atresia

ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki

– laki golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia

rektum, perineum datar, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm

dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 5 kelainan yaitu kelainan fistel

perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada

invertogram: udara < 1 cm dari kulit.

Gambar 2.1 Gambaran Atresia Ani pada lali-laki (Levitt M, 2007)

Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 6 kelainan

yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rektum,

fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II

7

Page 8: REFERAT Atresia Ani

pada perempuan dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis

anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit (Levitt

M, 2007).

Gambar 2.2 Gambaran Atresia Ani pada perempuan (Levitt M, 2007)

F. Manifestasi Klinis

Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu

24-48 jam. Gejala itu dapat berupa :

1. Perut kembung.

2. Muntah.

3. Tidak bisa buang air besar.

4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat

dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan (FK UII, 2009).

Atresia ani sangat bervariasi, mulai dari atresia ani letak rendah

dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga

feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana

ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak tinggi

dimana anus sama sekali tidak ada (Departement of Surgery University of

Michigan, 2009).

8

Page 9: REFERAT Atresia Ani

Sebagian besar bayi dengan atresia ani memiliki satu atau lebih

abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% -

60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang

lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan

tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan

kardiovaskuler (Grosfeld J, 2006).

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan

malformasi anorektal adalah

1. Kelainan kardiovaskuler.

Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan

yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus

arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.

2. Kelainan gastrointestinal.

Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%),

obstruksi duodenum (1%-2%).

3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis.

Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan

lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan

hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah

myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.

4. Kelainan traktus genitourinarius.

Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan

pada atresia ani. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan

urogeital dengan atresia ani letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan

9

Page 10: REFERAT Atresia Ani

atresia ani letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut dapat berdiri

sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal,

Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae,

Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb

abnormality) ( Oldham K, 2005).

G. Diagnosa

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.

Pada anamnesis dapat ditemukan :

1. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir.

2. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula.

3. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan

kelainan adalah letak rendah (Faradilla, 2009).

Menurut Pena yang dikutipkan Faradilla untuk mendiagnosa menggunakan

cara:

1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :

a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran

berarti atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital

Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi

b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi

terlebih dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan

definitif. Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan

invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut

letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-

10

Page 11: REFERAT Atresia Ani

laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan

rektoperinealis.

2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel.

Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP

tanpa kolostomi. Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan

kolostomi terlebih dahulu. Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram:

apabila akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti,

apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostom terlebih dahulu.

Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menyatakan bila mekonium

didadapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel perianal maka

kelainan adalah letak rendah . Bila Pada pemeriksaan fistel (-) maka

kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen

setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis\ udara, dengan cara

Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan

kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar

udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan

fistulografi (Faradilla, 2009).

Pada pemeriksan klinis, pasien atresia ani tidak selalu menunjukkan

gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada

pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal

dan dengan memasukkan termometer melalui anus. (Levitt M, 2007).

Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan

fistula rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan

selama beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa

11

Page 12: REFERAT Atresia Ani

keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini

dikarenakan bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur

otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps dan kosong.

Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus

otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-

24 jam untuk menentukan jenis atresia ani pada bayi untuk menentukan

apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty (Levitt M, 2007).

Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum,

ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan

bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini

berhubungan dengan atresia ani letak tinggi dan harus dilakukan colostomy

(Levitt M, 2007).

Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan atresia ani

letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle"

(skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada anus

(tempat keluarnya mekonium) (Levitt M, 2007).

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani

letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu

lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal

pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan

prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982

yang dikutip oleh Faradillah memperkenalkan metode operasi dengan

pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah

12

Page 13: REFERAT Atresia Ani

muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan

mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel (Faradilla, 2009).

Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara

jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik

serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus

ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan

berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.

Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena

kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,

keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang

serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi

penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum

dan ada tidaknya fistula (Faradilla, 2009).

Menurut Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menganjurkan pada :

a. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau

TCD dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif

(PSARP).

b. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya

dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas

otot sfingter ani ekternus.

c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion.

d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena

dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi. (Faradilla, 2009).

13

Page 14: REFERAT Atresia Ani

Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan

intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan

diversi. Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling

banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baikminimal, limited

atau full postero sagital anorektoplasti (Faradilla, 2009).

Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus, karena seringnya

ditemukan vital ke vetibulum atau vagina (80-90%). Golongan I Pada fistel

vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak

lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum,

muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama

penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai

makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam

keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara

traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna.

Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat

dilakukan kolostomi. Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada

pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak

ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila

tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera

dilakukan kolostomi. Golongan II. Lubang fistel perineum biasanya terdapat

diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang

buntu ada di posteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi.

Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi

sangat sempit.

14

Page 15: REFERAT Atresia Ani

Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan

terapi definitif. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara < 1 cm dari

kulit. Dapat segera dilakukan pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi

tidak ada, sehingga perlu segera dilakukan kolostomi (Hamami A.H, 2004).

Yang harus diperhatikan ialah adanya fitel atau kenormalan bentuk

perineum dan tidak adanya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pada

anak laki dapat dibuat kelompok dengan atau tanpa fistel urin dan fistel

perineum. Golongan I. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari

orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke

vesika urinaria.

Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter

urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena

fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka

fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita

memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rektum tindakannya sama pada

perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm

dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.

Golongan II. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat

anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak

bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada

sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama

dengan wanita, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan

udara < 1cm dari kulit pada invertogram, perlu juga segera dilakukan

pertolongan bedah (Hamami A.H, 2004).

15

Page 16: REFERAT Atresia Ani

I. Komplikasi post operasi PSARP

Kematian pascaoperasi PSARP pada atresia ani jarang, biasanya

disebabkan oleh kelainan kongenital mayor yang menyertai. Komplikasi

mayor membutuhkan reoprasi dan kasus yang paling sering adalah repair

kloaka. Komplikasi minor yang sering terjadi adalah infeksi perineal,

dehisensi luka operasi, trauma uretra atau vagina, dan trauma pada saraf

daerah pelvis. Komplikasi lanjut yang sering terjadi adalah stenosis ani,

prolaps mukosa rektum, dan fistula yang rekuren.

J. Penatalaksanaan post operasi PSARP

Pemberian antibiotik intravena selama 3 hari, salep antibiotik

diberikan selama  8 – 10 hari. 10 hari post operasi dilakukan anal

dilatasi dengan heger dilatation,  2x sehari dan tiap minggu dilakukan

anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai mencapai ukuran

ynag sesuai dengan umurnya. Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14

mudah masuk. Dilatasi anus bisa dilakukan oleh orang tua di rumah,

mula-mula dengan jari kelingking kemudian dengan jari telunjuk

selama 2–3 bulan berikutnya. Penutupan kolostomi dapat dilakukan 2–3

bulan setelah pembedahan definitif (Saxena, 2004).

Umur Ukuran Frekuensi Dilatasi1-4 bulan 12 Tiap 1 hari 1 x dalam 1 bulan4-12 bulan 13 Tiap 3 hari 1 x dalam 1 bulan

8 – 12 bulan 14 Tiap 1 minggu 2 x dalam 1 bulan1-3 tahun 15 Tiap 1 minggu 1 x dalam 1 bulan3-12 tahun 16 Tiap 1 bulan 1x dalam 3 bulan

16

Page 17: REFERAT Atresia Ani

Untuk menilai fungsi anus , digunakan sistem skroring Klotz yaitu :

Variabel Kondisi Skor1. Defekasi 1-2 x sehari 1

2 hari sekali 13-5 x sehari 23 hari sekali 2

> 4 hari sekali 32. Kembung Tidak pernah 1

Kadang – kadang 2Terus menerus 3

3. Konsistensi Normal 1Lembek 2Encer 3

4. Perasaan ingin BAB Terasa 1Tidak terasa 3

5. Soiling Tidak pernah 1Terjadi bersama flatus 2

Terus menerus 36. Kemampuan menahan feses

yang akan keluar>1 menit 1

<1 menit 2Tidak bisa menahan 3

7. Komplikasi Tidak ada 1Komplikasi minor 2Komplikasi mayor 3

Nilai skoring 7 – 21

7 = Sangat baik

8-10 = Baik

11-13 = Cukup

>14 = Kurang

K. Pencegahan komplikasi post operasi PSARP

Tindakan pencegahan timbulnya komplikasi paska tidakan defenitif

PSARP adalah perawatan luka secara baik dan benar sehingga mengurangi

resiko infeksi, melalukan dilatasi rutin pada anus dengan cara colok dubur,

konsumsi makanan bergizi dan menghindari makanan yang mudah

menyebabkan konstipasi.

17

Page 18: REFERAT Atresia Ani

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian non-eksperimental

menggunakan metode survei deskriptif dengan pendekatan cross

sectionaluntuk mengetahui distribusi frekuensi dan penatalaksanaan atresia

ani di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Subjek penelitian

adalah pasien dengan diagnosis atresia ani yang masuk ke RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto, periode Januari 2008 sampai Desember 2012.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

a. Populasi target

Populasi yang menjadi target penelitian adalah semua pasien dengan

atresia ani

b. Populasi terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalalah pasien dengan atresia

ani yang mengunjungi RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo

Purwokerto.

2. Sampel

Sampel penelitian merupakan populasi terjangkau yaitu pasien

dengan atresia ani yang mengunjungi RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo

Purwokerto yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

18

Page 19: REFERAT Atresia Ani

a. Kriteria inklusi dan eksklusi

1) Kriteria inklusi meliputi:

Pasien atresia ani yang mengunjungi RSUD Prof. Dr. Margono

Soekardjo Purwokerto

2) Kriteria eksklusi

Pasien yang menolak dilakukan tindakan operasi dan data rekam

mediknya tidak ditemukan

b. Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling, yaitu

pengambilan seluruh sampel pada populasi terjangkau (Budiarto,

2003).

c. Besar sampel

Berdasarkan informasi dari rekam medik, diperoleh data bahwa

populasi terjangkau sebesar 91 pasien

C. Pengumpulan Data

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan

cara melihat data sekunder dari rekam medik pasien atresia ani yang masuk

ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama periode Januari

2008 sampai Desember 2012. Data rekam medik pasien diambil dari bagian

Rekam Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Pengambilan

data dilakukan pada bulan Mei 2013. Rekam medis dikumpulkan, dianalisis,

dan dilakukan tabulasi sehingga dapat diketahui distribusi frekuensi umur,

jenis kelamin, dan penatalaksanaan.

19

Page 20: REFERAT Atresia Ani

D. Tata Urutan Kerja

1. Pengambilan data sekunder pasien dengan diagnosis trauma thoraks di

rekam medik pasien di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

2. Tahap pengolahan dan analisis data.

3. Tahap penyusunan laporan.

E. Analisis Data

Data yang telah terkumpul dari bagian rekam medik akan diolah dan

dianalisis secara deskriptif. Analisis data yang digunakan adalah metode

analisis univariat. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan

masing-masing variabel berupa distribusi frekuensi dan persentase pada

setiap variabel seperti umur, jenis kelamin, dan penatalaksanaan. Analisa data

secara deskriptif disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.

F. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei 2013 di bagian Rekam

Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

20

Page 21: REFERAT Atresia Ani

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Jumlah Tolal Kasus Atresia Ani

Sampel penelitian ini berasal dari pasien atresia ani di RSUD

Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto. Penelitian dilakukan selama

9 hari. Penelitian dimulai pada tanggal 2 Mei 2013 sampai dengan 10

Januari 2013. Jumlah yang diambil dari pasien atresia ani di RSUD

Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto adalah 91 sampel. Jumlah

pasien yang dieksklusi sebanyak 17 sampel, 7 sampel karena data

rekam mediknya tidak ditemukan, 6 sampel karena bukan merupakan

pasien atresia ani dan 4 lainnya karena menolak operasi sehingga

diperoleh 74 sampel penelitian.

Dari data rekam medis didapatkan jumlah total kasus atresia ani

di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2008

sampai Desember 2012 seperti pada tabel 4.1 berikut

Tabel 4.1 Jumlah total Kasus Pasien Atresia Ani di RSMS Purwokerto Periode

Januari 2008 – Desember 2012

Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Total

Jumlah Kasus 17 16 16 16 9 74

Dari tabel di atas di ketahui bahwa jumlah total pasien atresia

ani sebanyak 74 pasein dan yang terkecil adalah pada tahun 2012.

21

Page 22: REFERAT Atresia Ani

2. Karakteristik sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Variabel Jenis

Kelamin

Jenis Kelamin / Tahun

2008 2009 2010 2011 2012 Total

Laki laki10 10 12 9 6 47

58,8% 62,5% 75% 56,3% 66,7% 63,5%

Perempuan7 6 4 7 3 27

41,2% 37,5% 25% 43,7% 33,3% 36,5%

Jumlah17 16 16 16 9 74

100% 100% 100% 100% 100% 100%

Dari tabel diatas diketahui bahwa proporsi pasien atresia ani

berdasarkan jenis kelamin lebih di dominasi oleh laki-laki sebayak 47

pasien (64%).

3. Karakteristik sampel berdasarkan Usia

Tabel 4.3 Karakteristik Sampel Berdasarkan Variabel Usia

Usia/Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Total

< 1 Tahun15 16 15 15 6 67

88,2% 100% 93,8% 93,8% 66,7% 90, 6%

1-5 Tahun2 0 1 1 1 5

11,8% 0% 6,2% 6,2% 11,1% 6,7%

6-12 Tahun0 0 0 0 2 2

0% 0% 0% 0% 22,2% 2,7%

Jumlah17 16 16 16 9 74

100% 100% 100% 100% 100% 100%

Dari tabel di atas diketahui bahwa proporsi pasien atresia ani

berdasarkan usia dengan jumlah tertinggi di dominasi oleh usia <1

tahun sebanyak 67 pasien (90,6%). Sedangkan untuk jumlah terendah

terdapat pada usia 6-12 tahun sebanyak 2 pasien (2,7%).

22

Page 23: REFERAT Atresia Ani

4. Jenis Atresia Ani

Tabel 4.4 Jenis Atresia Ani

Jenis/Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 TotalAtresia Ani Letak Rendah1. Tanpa fistel 3 1 2 0 3 9

17, 7% 6,2% 12,5% 0% 33,3% 12,3%2. Dengan fistel

a. Retrovagina1 0 1 1 0 3

5,8% 0% 6,2% 6,2% 0% 4,1%

b. Retroperineal0 1 0 0 0 1

0% 6,2% 0% 0% 0% 1,3%Atresia Ani Letak Tinggi1. Tanpa fistel 11 13 10 14 4 52

64,7% 81,2% 62,5% 87,5% 44,4% 70,3%2. Dengan fistel

a. Retrovagina0 1 1 0 1 3

0% 6,2% 6,2% 0% 11,1 4,1%

b. Retrovestibular2 0 2 1 1 6

11,7% 0% 12,5% 6,2% 11,1 8,1%

Jumlah17 16 16 16 9 74

100% 100% 100% 100% 100% 100 %

Dari tabel di atas didapatkan data bahwa pada tahun 2008,

jumlah pasien terbanyak didominasi oleh pasien dengan atresia ani letak

tinggi tanpa fistel, yaitu sebanyak 11 pasien (64,7% dari jumlah total

pasien atresia ani tahun 2008), pada tahun 2009 sebanyak 13 pasien

(81,2% dari jumlah total pasien atresia ani tahun 2009), pada tahun

2010 sebanyak 10 pasien (62,5% dari jumlah total pasien atresia ani

tahun 2010), pada tahun 2011 sebanyak 14 pasien (87,5% dari jumlah

total pasien atresia ani tahun 2011) dan pada tahun 2012 sebanyak 4

pasien (44,4% dari jumlah total pasien atresia ani tahun 2012).

23

Page 24: REFERAT Atresia Ani

Secara umum, dari seluruh pasien atresia ani tahun 2008-2012,

kasus terbanyak merupakan kasus atresia ani tanpa disertai fistel, yaitu

sebanyak 52 pasien (70,3%).

5. Penatalaksanaan Atresia Ani

Tabel 4.5 Penatalaksanaan Atresia Ani

Jenis/Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Total

1. Anoplasti3 1 2 0 2 8

17,7% 6,2% 12,5% 0% 22,2% 10,8%

2. Colostomi8 7 5 10 3 33

47% 43,7% 31,2% 56,2% 33,3% 44,5%

3. Sigmoidestomi2 2 0 3 0 7

11,7% 12,5% 0% 17,7% 0% 9,4%

4. PSARP0 2 1 0 2 5

0% 12,5% 6,2% 0% 22,2% 6,7%

5. Colostomi, PSARP 2 2 8 3 1 16

11,7% 12,5% 50% 17,7% 11,1% 22,6%6. Sigmoidestomi,

PSARP2 2 0 0 0 4

11,7% 12,5% 0% 0% 0% 5,4%

7. PSARP, Businasi0 0 0 0 1 1

0% 0% 0% 0% 11,1% 1,3%

Jumlah17 16 16 16 9 74

100% 100% 100% 100% 100% 100%

Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar pasien atresia

ani ditangani pembedahan secara colostomy yaitu sebesar 33 pasien

(44,5%) dan pembedahan lengkap (colostomy, PSARP dan tutup

colostomy) yaitu sebanyak 16 pasien (22,6%).

6. Kondisi pasien saat keluar RSMS

Tabel 4.6 kondisi pasien saat keluar RSMS

2008 2009 2010 2011 2012 Total

Hidup17 15 15 11 9 67

100% 93,7% 93,7% 68,7% 100% 90,6%

Meninggal 0 1 1 5 0 7

24

Page 25: REFERAT Atresia Ani

0% 6,3% 6,3% 31,3% 100% 9,4%

Jumlah17 16 16 16 9 74

100% 100% 100% 100% 100% 100%

Dari tabel diatas diketahui bahwa hamper seluruh pasien pulang

dalam keadaan hidup yaitu sebanyak 67 pasien (90,6%), hanya 7 pasien

(9,3%) yang pulang dalam keadaan meninggal dan yang terbanyak pada

tahun 2011 yaitu 5 pasien (31,3%).

B. Pembahasan

Jumlah kasus pasien yang mengalami atresia ani di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto dari Januari 2008 sampai dengan Desember

2012 yang menjadi sampel penelitian ini berjumlah 74 pasien. Jumlah kasus

di tahun 2012 mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan

tahun 2008 sampai dan dengan 2011. Jumlah kasus paling sedikit adalah

pada tahun 2012 sebanyak 9 pasien, sedangkan jumlah terbanyak pada tahun

2008 sebanyak 17 pasien. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak

terkena atresia ani terbukti dengan jumlah penderitanya sebanyak 47 pasien

(63,5%). Sedangkan untuk usia, kisaran usia <1 tahun paling banyak

dilakukan tindakan pembedahan terbukti dengan jumlah pasien sebanyak 67

pasien (90,6%).

Jumlah kasus atresia ani berdasarkan jenisnya maka pasien yang

mengalami atresia ani di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

dari Januari 2008 sampai dan dengan Desember 2012 lebih di dominasi oleh

pasien atresia ani letak tinggi tanpa disertai fistel yaitu sebanyak 52 pasien

25

Page 26: REFERAT Atresia Ani

(70,3%). Jumlah kasus terbanyak 2011 yaitu sebanyak 14 pasein (87,5%)

sedangakan jumlah kasus paling sedikit tahun 2012 yaitu sebanyak 4 pasein

(44,4%).

Secara umum, jumlah sampel yang mendapat penatalaksanaan

pembedahan anoplasti sebanyak 8 pasien (10,8%), colostomi sebanyak 33

pasien (44,5%), sigmoidestomi sebanyak 7 pasien (9,4%), PSARP sebanyak

5 pasein (6,7%), colostomy, PSARP sebanyak 16 pasien (22,6%),

sigmoidestomi, PSARP sebanyak 4 pasien (5,4%,), PSARP, businasi

sebanyak 1 pasien (1,3%).

Dari 74 sampel yang diambil dari tahun 2008- 2012, kondisi pasien

yang keluar RSMS dengan kondisi meninggal sebanyak 7 pasien (9,3%)

dibandingkan dengan yang keluar RSMS dengan konsidi hidup sebanyak 67

pasien (90,6%).

26

Page 27: REFERAT Atresia Ani

BAB V

KESIMPULAN

1. Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus

tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum

dan atresia rectum

2. Atresia ani dapat disebabkan karena, putusnya saluran pencernaan

di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang

dubur, gangguan organogenesis dalam kandungan, berkaitan dengan

sindrom down.

3. Atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis

kelamin yaitu golongan I dan golongan II.

4. Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani adalah perut

kembung, muntah, tidak bisa buang air besar.

5. Diagnosis atresia ani dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang yang teliti.

6. Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya.

7. Jumlah kasus pasien yang mengalami atresia ani di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto dari Januari 2008 sampai dengan

Desember 2012 yang menjadi sampel penelitian ini berjumlah 74

pasien.

8. Jumlah kasus atesia ani berdasarkan jenis kelamin, lebih didominasi

oleh laki-laki yaitu sebanyak 47 pasien (63,5%).

27

Page 28: REFERAT Atresia Ani

9. Jumlah kasus atresia ani berdasarkan uasia lebih di dominasi oleh

usia kisaran < 1 tahun yaitu sebanyak 67 pasien (90,6%).

10. Jumlah kasus berdasarkan jenis atresia ani lebih didominasi oleh

letak tinggi tanpa disertai fistel, yaitu sebanyak 52 pasien (70,3%).

11. Jumlah kasus berdasarkan jenis pembedahan lebih didominasi oleh

pasien atresia ani dengan pembedahan secara colostomy yaitu

sebesar 33 pasien (44,5%) dan pembedahan lengkap (colostomy,

PSARP dan tutup colostomy) yaitu sebanyak 16 pasien (22,6%).

12. Kondisi pasien setelah keluar RSMS dengan kondisi meninggal

lebih sedikit jika dibandingkan dengan pasien yang pulang dalam

kondisi hidup yaitu sebanyak 7 pasien (9,3%).

28

Page 29: REFERAT Atresia Ani

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Anorectal Malformation A parent’s Guide. Departement of Paediatric Surgery Starship Hospital Auckland, 2006. http://www.starship.org.nz/General%20Surgery%20PDFs/anorect.pdf [diakses 18 Mei 2013]

Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 18 Mei 2013].

Budiarto, E. 2003.Metodologi Penelitian Kedokteran. EGC, Jakarta. 1-230 hal.

Boocock G, Donnai D. Anorectal Malformation: Familial Aspects and Associated Anomalies. Archives of Disease in Childhood, 1987, 62, 576-579.

Faradilla N, Damanik R.R, Mardhiya W.R.2009. Anestesi pada Tindakan Posterosagital Anorektoplasti pada Kasus Malformasi Anorektal. Universitas Riau. Available from: (http://www.Files-of-DrsMed.tk. [diakses 19 mei 2013]

FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006. [diakses18 Mei 2013].

Hamami A.H, Pieter J, Riwanto I, Tjambolang T, Ahmadsyah I. 2004. Buku-ajar ilmu bedah. editor, Peter J,.-Ed.2.-Jakarta : EGC.

Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition. Philadelphia: Mosby elseivier, 2006; 1566-99.

Kella N, Memon S, Qureshi G. Urogenital Anomalies Associated with Anorectal Malformation in Children. World Journal of Medical Sciences 1 (2) 2006; 151-154 http://www.idosi.org/wjms/1(2)2006/20.pdf [diakses 18 Mei 2013]

Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007, 2:33. http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 18 Mei 2013]

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. 79

Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1395-1434

29

Page 30: REFERAT Atresia Ani

Saxena A.K, Morcate J. Schleef J, Reich A, Willital G.H. Rectal atresia, choanal atresia and congenital heart disease: A rare association. Pediatric Surgical University Clinic, M¨unster, Germany, 2004

University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery University of Michigan.http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/a/anorectalmalformation [diakses 18 Mei 2013]

30