33
BAB I PENDAHULUAN Kecemasan merupakan pengalaman emosional yang berlangsung singkat dan merupakan respon yang wajar pada saat individu menghadapi suatu tekanan atau peristiwa yang mengancam hidupnya. Istilah kecemasan dalam psikiatri muncul untuk merujuk suatu respon mental dan fisik terhadap situasi yang mengancam dan menakutkan. Kecemasan secara mendasar lebih merupakan respon fisiologis sehingga seorang yang cemas tidak harus abnormal dalam perilakunya (Semiun, 2006). Respon kecemasan yang berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan kecemasan. Dari aspek klinis kecemasan dapat dijumpai pada orang yang menderita stres, sakit fisik (berat, lama dan kronik), orang dengan gangguan psikiatrik berat (skizofrenia, gangguan bipolar dan depresi), dan pada penyakit yang berdiri sendiri yang dinamakan gangguan kecemasan (Wiramihardja, 2005). Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus (berlebihan), tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan 1

Referat Blok Mental Health 2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Blok Mental Health 2

BAB I

PENDAHULUAN

Kecemasan merupakan pengalaman emosional yang berlangsung singkat

dan merupakan respon yang wajar pada saat individu menghadapi suatu tekanan

atau peristiwa yang mengancam hidupnya. Istilah kecemasan dalam psikiatri

muncul untuk merujuk suatu respon mental dan fisik terhadap situasi yang

mengancam dan menakutkan. Kecemasan secara mendasar lebih merupakan

respon fisiologis sehingga seorang yang cemas tidak harus abnormal dalam

perilakunya (Semiun, 2006).

Respon kecemasan yang berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan

kecemasan. Dari aspek klinis kecemasan dapat dijumpai pada orang yang

menderita stres, sakit fisik (berat, lama dan kronik), orang dengan gangguan

psikiatrik berat (skizofrenia, gangguan bipolar dan depresi), dan pada penyakit

yang berdiri sendiri yang dinamakan gangguan kecemasan (Wiramihardja, 2005).

Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan

tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus (berlebihan), tidak

menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik seperti nyeri kepala,

berkeringat, palpitasi, gelisah dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang

ditemui selama kecemasan berlangsung cenderung bervariasi pada setiap orang

(tidak sama). Gangguan kecemasan merupakan salah satu penyakit tersering

dalam ilmu kejiwaan (Nasional Institute of Mental Health, 2009).

Terdapat beberapa jenis gangguan kecemasan, diantaranya adalah

gangguan panik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress pasca trauma, fobia

sosial atau gangguan kecemasan sosial, fobia spesifik dan gangguan kecemasan

menyeluruh. Dari beberapa jenis gangguan kecemasan tersebut, yang mempunyai

prevalensi terbanyak adalah Diffuse Anxiety Disorder (gangguan kecemasan

menyeluruh) (Nasional Institute of Mental Health, 2009).

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) –

IV yang termasuk Diffuse Anxiety Disorder (DAD) atau gangguan kecemasan

menyeluruh adalah suatu keadaan ketakutan atau kecemasan yang berlebihan dan

1

Page 2: Referat Blok Mental Health 2

menetap sekurang-kurangnya selama enam bulan dan mengenai sejumlah kejadian

atau aktivitas disertai berbagai gejala somatik yang menyebabkan gangguan

bermakna pada fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi-fungsi lainnya (Hazlett, 2008).

Gangguan cemas merupakan kelompok gangguan psikiatri yang paling

sering ditemukan. National Comorbiloty Study (NCS) melaporkan bahwa satu

diantara empat orang memenuhi kriteria untuk sedikitnya satu gangguan cemas

dan terdapat angka prevalensi 12 bulan sebesar 17,7%. Perempuan (prevalensi

seumur hidup 30,5%) lebih cenderung mengalami gangguan cemas daripada laki-

laki (prevalensi seumur hidup 19,2%). Prevalensi gangguan ansietas menurun

dengan meningkatnya status sosio-ekonomi. (Hoge, 2004).

Tingkat DAD dilaporkan dalam studi prevalensi di negara-negara lain

telah bervariasi tetapi umumnya sama dengan yang dilaporkan dalam NCS. Di

Belanda, tingkat lalu-bulan 0,8% dan tingkat seumur hidup sebesar 2,3%

dilaporkan untuk DAD seperti yang didefinisikan oleh kriteria DSM-III-R

(Wittchen, 1994). Di Australia, 2,8% dari subyek wawancara di masyarakat

umum memenuhi kriteria DSM-IV untuk Diffuse Anxiety Disorder dalam 30 hari

sebelumnya (Hunt, 2002).

Kebanyakan dari penderita tidak mengetahui bahwa dirinya menderita

DAD. Dampak DAD sendiri cukup besar dalam kehidupan sehari-hari dan sangat

mengganggu aktivitas bagi penderitanya. DAD secara tidak langsung juga

memiliki dampak yang besar secara ekonomi dan mempengaruhi pengeluaran.

Pembuatan referat mengenai “Diffuse Anxiety Disorder” ini diharapkan dapat

memberikan gambaran, wawasan, dan pengetahuan bagi para pembaca.

2

Page 3: Referat Blok Mental Health 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Cemas (anxiety) merupakan pengalaman yang bersifat subjektif, tidak

menyenangkan, tidak menentu, menakutkan, dan mengkhawatirkan akan

adanya kemungkinan bahaya atau ancaman bahaya, dan seringkali disertai

oleh gejala-gejala atau reaksi fisik tertentu akibat peningkatan aktivitas

otonomik. Ansietas adalah perasaan yang difus, yang sangat tidak

menyenangkan, agak tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan

terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah yang

khas dan yang akan datang berulang bagi seseorang tertentu. Perasaan ini

dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat

berlebihan,s akit kepala atau rasa mau kencing atau buang air besar. Perasaan

ini disertai dengan rasa ingin bergerak dan gelisah (Hoge, 2004).

Ketidakmampuan seseorang untuk beradaptasi menghadapi kecemasan

akibat peristiwa di masa lalu dapat menyebabkan kecemasan yang menetap

dan menyeluruh. Hal inilah yang dinamakan dengan Diffuse Anxiety Disorder

(DAD) (Maramis, 2005).

B. Epidemiologi

Gangguan cemas merupakan kelompok gangguan psikiatri yang paling

sering ditemukan. National Comorbiloty Study (NCS) melaporkan bahwa satu

diantara empat orang memenuhi kriteria untuk sedikitnya satu gangguan

cemas dan terdapat angka prevalensi 12 bulan sebesar 17,7%. Perempuan

(prevalensi seumur hidup 30,5%) lebih cenderung mengalami gangguan

cemas daripada laki-laki (prevalensi seumur hidup 19,2%). Prevalensi

gangguan ansietas menurun dengan meningkatnya status sosio-ekonomi.

(Hoge, 2004).

Prevalensi DAD pada populasi umum adalah 1,2% -6,4%, meskipun

kriteria diagnostik yang berubah selama bertahun-tahun mempersulit

3

Page 4: Referat Blok Mental Health 2

interpretasi angka-angka ini. Pada 1980-an, Epidemiology Catchment Area

(ECA), dengan menggunakan kriteria DSM-III dalam kuesioner tersebut,

melaporkan temuan rinci seperti tingkat prevalensi berdasarkan gender.

Namun, pengukuran ECA terhadap DAD telah dikritik berupa agak tidak bisa

diandalkan karena hanya tiga dari lima situs yang membahas gangguan, dan

alat penilaian yang mereka gunakan untuk DAD bervariasi. Dalam studi

ECA, prevalensi saat ini rata-rata adalah 1,3% di seluruh situs, dan prevalensi

seumur hidup adalah 5,8% (Maier, 2000).

Validitas tingkat prevalensi ECA didukung oleh temuan yang serupa

dengan NCS yaitu 1,6% untuk saat ini dan tingkat seumur hidup sebesar 5,1%

(Maier, 2000), yang menggunakan kriteria DSM-III-R untuk DAD. Di NCS,

diagnosis Diffuse Anxiety Disorder diizinkan dengan suasana bersamaan atau

gangguan psikotik, hal ini merupakan faktor penting mengingat

ketidakpastian sebelumnya tentang apakah tingginya tingkat komorbiditas

psikiatri menunjukkan bahwa DAD bukanlah gangguan yang terpisah. Ketika

kasus DAD yang terjadi selama suasana hati atau episode psikotik

dikeluarkan, prevalensi seumur hidup menurun hanya 0,03%, menunjukkan

bahwa komorbiditas dengan gangguan lain tidak memperhitungkan kehadiran

DAD. Selain itu, hanya 8% dari individu dengan DAD melaporkan bahwa

DAD mereka terjadi secara eksklusif selama suasana hati atau gangguan

psikotik. Diantara individu dengan DAD, 9,6% melaporkan bahwa itu hanya

gangguan kejiwaan seumur hidup mereka, dan 12,2% melaporkan bahwa

timbulnya DAD mendahului dari setiap gangguan lain, ini proporsi yang

relatif tinggi baik menunjukkan DAD yang memang ada sebagai terpisah

maupun didiagnosis gangguan. Menurut NCS, prediktor DAD diantaranya

yaitu usia 24 tahun atau lebih, yang dipisahkan, janda, atau bercerai, menjadi

pengangguran, dan menjadi ibu rumah tangga (Hunt, 2002).

Tingkat DAD dilaporkan dalam studi prevalensi di negara-negara lain

telah bervariasi tetapi umumnya sama dengan yang dilaporkan dalam NCS.

Di Belanda, DAD berdasarkan kriteria DSM-III-R, memiliki prevalensi

tingkat lalu-bulan sebesar 0,8% dan tingkat seumur hidup sebesar 2,3%

4

Page 5: Referat Blok Mental Health 2

(Wittchen, 1994). Di Australia, 2,8% dari subyek wawancara di masyarakat

umum memenuhi kriteria DSM-IV untuk DAD dalam 30 hari sebelumnya

(Hunt, 2002).

Seperti dengan gangguan kejiwaan lainnya, DAD ditemukan pada tingkat

lebih tinggi dalam pengaturan medis. Ini jelas ditunjukkan di 14 negara

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam studi perawatan primer. Hal ini

berarti ditemukan prevalensi 1 bulan sebesar 7,9% untuk DAD berdasarkan

kriteria International Classification of Disease 10 (ICD-10) (Maier, 2000).

C. Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya DAD diantaranya :

1. Jenis kelamin

DAD terjadi lebih umum di kalangan perempuan, dengan

prevalensi seumur hidup hampir 7% sedangkan untuk laki-laki sebesar 4%.

Tingkat DAD terutama meningkat di kalangan perempuan 44 tahun dan

lebih tua (Krasucki, 1998). Studi pada 14 negara WHO menemukan

prevalensi saat ini rata-rata 9,2% pada wanita dan 5,7% untuk pria,

meskipun tingkat spesifik gender bervariasi secara substansial di antara

lokasi penelitian. Di Brasil, misalnya, prevalensi DAD adalah 26% untuk

perempuan dan 14% laki-laki, sedangkan di China 2,1% untuk perempuan

dan 1,7% untuk laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa budaya dan/ atau

faktor genetik dapat berkontribusi untuk diagnostik prevalensi (Krasucki,

1998).

2. Usia

`Tingkat prevalensi DAD tampaknya agak berbeda berdasarkan usia.

Diagnosis DAD baru-baru ini telah diperluas untuk mencakup anak-anak.

Berdasarkan kriteria DSM-III-R, anak-anak yang memiliki kekhawatiran

yang berlebihan, kekhawatiran tentang kompetensi, keluhan somatik,

kesadaran diri, kebutuhan yang berlebihan untuk jaminan, dan ketegangan

5

Page 6: Referat Blok Mental Health 2

yang berlangsung selama minimal 6 bulan diberi diagnosis gangguan

terlalu cemas. Dalam DSM-IV, diagnosis ini dikombinasikan dengan

DAD. Studi gangguan terlalu cemas pada anak-anak telah menemukan

tingkat prevalensi berkisar antara 2,9% sampai 4,6% pada anak usia 11

tahun dan di bawah, dan 3,6% menjadi 7,3% di kalangan remaja

(Krasucki, 1998). Di Jerman, Wittchen et al, dengan menggunakan kriteria

diagnostik untuk DAD dengan remaja dan dewasa muda berusia 14 sampai

24 tahun, menemukan tingkat yang lebih rendah. Mereka melaporkan

prevalensi seumur hidup sebesar 0,8% dan prevalensi 1 tahun sebesar

0,5% (Krasucki, 1998). Terdapat hipotesis berupa DAD memiliki onset

lambat gangguan kecemasan lain, kemungkinan karena akumulasi stres

kronis dari waktu ke waktu. DAD juga mungkin memiliki onset pada akhir

dewasa. Studi berbasis komunitas menemukan tingkat prevalensi DAD

sekitar 4% pada individu berusia 65 ke atas (Krasucki, 1998).

D. Klasifikasi

Menurut Binder dan Kielholz dan Galderen kecemasan itu dapat dibagi

menurut sumber sebabnya sebagai berikut (Kaplan, 2010) :

1. Kecemasan Hati Nurani (concience-induced anxiety)

Disini kecemasan timbul karena individu mempunyai kesadaran akan

moralitas. Kecemasan disinipun melindungi individu terhadap perbuatan-

perbuatan yang bersifat amoral.

2. Kecemasan neurotik

Disini kecemasan berasal dari dalam tubuh, dan tidak berhasil

dihilangkan oleh individu, sehingga kecemasan bersembunyi dalam

gangguan lain seperti pada fobia, reaksi obsesif kompulsif, reaksi konversi

dan pada gangguan psikofisiologik. Dalam psikiatri terdapat free-floating

anxiety dan bound anxiety. Free-floating anxiety merupakan kecemasan

yang tidak terdapat pada salah satu gagasan melainkan mengembara

kiankemari. Sedangkan dalam bound anxiety kecemasan terikat pada

gagasan seperti pada fobia dan obsesi. Free floating anxiety merupakan

inti dan gejala penting menentukan pada kecemasan neurotik.

3. Kecemasan psikotik

6

Page 7: Referat Blok Mental Health 2

Kecemasan disini bukanlah merupakan gejala inti atau yang

menentukan. Melainkan sebagai gejala biasa, yang kadang-kadang

merupakan penjelmaan dari segala depresi dan ganagitasi. Kecemasan

dapat juga dirasakan begitu hebat sehingga penderita tidak dapat berbuat

apa-apa selain diam saja. Biasanya kecemasan ini disertai dengan waham-

waham, halusinasi dan perbuatan-perbuatan yang destruktif.

4. Kecemasan sosial

Kecemasan sosial ini akan dirasakan individu, kalau ia takut atau

pendapat umum atau pendapat lingkungannya mengenai perbuatannya

dikenal :

a. Kecemasan memperlihatkan diri di depan umum.

b. Cemas kalau-kalau kehilangan kontrol atas dirinya.

c. Cemas kalau-kalau memperlihatkan ketidakmampuannya.

E. Etiologi

F. Faktor Biologis

Faktor biologis yang berperan pada gangguan ini adalah

neurotransmitter. Ada tiga neurotransmitter utama yang berperan pada

gangguan ini yaitu, norepinefrin, serotonin, dan gamma amino butiric acid

atau GABA. Namun neurotransmitter yang memegang peranan utama

pada gangguan cemas adalah serotonin, sedangkan norepinefrin terutama

berperan pada gangguan panik (Kaplan, 2010).

Dugaan akan peranan norepinefrin pada gangguan cemas didasarkan

percobaan pada hewan primata yang menunjukkan respon kecemasan pada

perangsangan locus sereleus yang ditunjukan pada pemberian obat-obatan

yang meningkatkan kadar norepinefrin dapat menimbulkan tanda-tanda

kecemasan, sedangkan obat-obatan menurunkan kadar norepinefrin akan

menyebabkan depresi (Kaplan, 2010).

Peranan Gamma Amino Butiric Acid pada gangguan ini berbeda

dengan norepinefrin. Norepinefrin bersifat merangsang timbulnya

kecemasan, sedangkan Gamma Amino Butiric Acidatau GABA bersifat

7

Page 8: Referat Blok Mental Health 2

menghambat terjadinya kecemasan ini. Pengaruh dari neutronstransmitter

ini pada gangguan kecemasan didapatkan dari peranan benzodiazepin pada

gangguan tersebut. Benzodiazepin dan GABA membentuk GABA

Benzodiazepin complex´ yang akan menurunkan anxietas atau kecemasan

(Kaplan, 2010).

Satu penelitian tomografi emisi positron (PET; positron emission

tomography) melaporkan suatu penurunan kecepatan metabolik di ganglia

basalis dan substansia alba pada pasien Diffuse Anxiety Disorder atau

gangguan cemas menyeluruh dibandingkan kontrol normal. Satu penelitian

menemukan bahwa hubungan genetika mungkin terjadi antara gangguan

cemas menyeluruh dan gangguan depresif berat pada wanita. Penelitian

lain menemukan adanya komponen yang terpisah tetapi sulit untuk

ditentukan pada Diffuse Anxiety Disorder. Kira-kira 25 persen sanak

saudara derajat pertama dari pasien dengan Diffuse Anxiety Disorder

umum juga terkena gangguan. Sanak saudara laki-laki lebih sering

menderita suatu gangguan penggunaan alkohol. Beberapa laporan

penelitian pada anak kembar menyatakan suatu angka kesesuaian 50

persen pada kembar monozigotik dan 15 persen pada kembar

dizigotik(Kaplan, 2010).

G. Faktor Psikososial

Dua bidang pikiran utama tentang faktor psikososial yang

menyebabkan perkembangan Diffuse Anxiety Disorder adalah bidang

kognitif perilaku dan bidang psikoanalitik. Bidang kognitif perilaku

menghipotesiskan bahwa pasien dengan Diffuse Anxiety Disorder

berespon secara tidak tepat dan tidak akurat terhadap bahaya yang

dihadapi, ketidakteraturan tersebut disebabkan oleh perhatian selektif

terhadap perincian negatif didalam lingkungan oleh distorsi pemrosesan

informasi, dan oleh pandangan yang terlalu negatif tentang kemampuan

seseorang untuk mengatasinya. Bidang psikoanalitik menghipotesiskan

bahwa kecemasan adalah suatu gejala konflik bawah sadar yang tidak

terpecahkan. Suatu hierarki kecemasan adalah berhubungan dengan

berbagai tingkat perkembangan. Pada tingkat yang paling primitif,

8

Page 9: Referat Blok Mental Health 2

kecemasan mungkin berhubungan dengan ketakutan akan penghancuran

atau fusi dengan orang lain. Pada tingkat perkembangan yang lebih matur,

kecemasan adalah berhubungan dengan perpisahan dari objek yang

dicintai. Kecemasan kastrasi adalah berhubungan dengan fase oedipal dari

perkembangan dan dianggap merupakan satu tingkat tertinggi dari

kecemasan (Kaplan, 2010).

9

Page 10: Referat Blok Mental Health 2

H. Patogenesis

Sistem limbik

Traktus

dorsalis

enterosepsi

enterosepsi

(Maramis, 2005)

Penderita Diffuse Anxiety Disorder menunjukkan kecemasan sebagai

gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu

sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada

keadaan situasi khusus tertentu (Maramis, 2005).

Peristiwa yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan kecemasan yang

kemudian akan memobilisasi daya pertahanan individu. Seseorang secara

sadar maupun tidak sadar akan bereaksi ketika menghadapi kecemasan

(Maramis, 2005).

10

Pengaruh genetik

Pengalaman masa lalu

Stimulus dari luar

Alam sadar

Penilaian ancaman

Alam tidak sadar

Perubahan fisiologis perifer

Susunan saraf pusat

(korteks)

Emosi/afek

Laporan verbal

Dorongan dari dalam

Perantara Otonomik

Page 11: Referat Blok Mental Health 2

I. Etiologi

J. Penegakan Diagnosis

Kriteria diagnostik gangguan kecemasan menyeluruh (Diffuse Anxiety

Disorder) menurut DSM IV-TR (DSM-IV, 2007):

1. Kecemasan dan kekhawatiran berlebihan (harap-harap cemas) pada

berbagai kejadian atau kegiatan (seperti disekolah, tempat kerja) yang

berlangsung lebih dari 6 bulan.

2. Yang bersangkutan menyadari tidak dapat kekhawatiran diatas.

3. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala

berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi

dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir).

Catatan : hanya 1 saja untuk diagnosa pada anak-anak.

a. Kegelisahan

b.    Merasa mudah lelah

c.    Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong

d.    Iritabilitas

e.    Ketegangan otot

f.    Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, tidak

memuaskan)

4. Inti kecemasan dan kekhawatiran berlebihan ini mengambang, tidak jelas

seperti gambaran gangguan axis I. Contohnya  kecemasan dan

kekhawatiran bukan tentang akan mengalami serangan panik (gangguan

panik), akan dipermalukan dimuka umum (phobia sosial), tercemar

(OCD), jauh dari rumah atau saudara dekat (gangguan cemas

perpisahan), menjadi gemuk (anorexia nervosa), mengalami berbagai

gangguan somatis (gangguan somatisasi), memiiliki suatu penyakit serius

(hipokondriasis) dan tidak terjadi hanya selama gangguan cemas pasca

trauma.

11

Page 12: Referat Blok Mental Health 2

5. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan

yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial,

pekerjaan, atau fungsi penting lain.

6. Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat

(medikasi, penyalahgunaan obat, atau terapi lainnya) atau kondisi medis

umum (misal hipertiroid) dan tidak terjadi hanya selama gangguan mood,

psikotik atu suatu gangguan perkembangan pervasif.

Penegakan diagnosis gangguan kecemasan menyeluruh (Diffuse Anxiety

Disorder) berdasarkan PPDGJ-III sebagai berikut (Maslim, 2003):

1. Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang

berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa

bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi

khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”)

2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut

a. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung

tanduk, sulit konsentrasi, dan sebagainya);

b. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat

santai); dan

c. Overaktivitas  otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung

berdebar-debar, seska napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut

kering dan sebagainya).

3. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk

ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang

menonjol.

4. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),

khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan

Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria

lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-),

gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).

K. Terapi Lama

1. Hipnoterapi

12

Page 13: Referat Blok Mental Health 2

Hipnosis adalah perubahan status kesadaran, di mana seseorang

menjadi sangat santai tapi sadar akan semua yang dikatakan dan yang

terjadi di sekitarnya (Gerard, 2011). Hipnosis juga didefinisikan sebagai

keadaan memusatkan perhatian dengan kemampuan penerimaan yang

tinggi untuk menerima sugesti. Dalam keadaan ini, kritik dari seseorang

atau alam skeptis dilewati, yang memungkinkan mereka untuk menerima

saran. Sebuah prosedur hipnosis terdiri dari induksi, yang membuat pasien

ke dalam keadaan trans, dan kemudian pengiriman dari sugesti yang dapat

diterima, yang disampaikan kepada pasien untuk membantu mencapai

tujuan dari sesi terapi tersebut (Saadat, 2006).

Pada tahun 1990, hipnoterapi digunakan untuk membantu

meringankan gejala pasien dengan kecemasan. Hipnoterapi juga terbukti

bermanfaat pada fobia, gangguan stress pasca trauma (post traumatic

stress disorders) (Smith, 2008). Pada sebuah studi, hipnoterapi tidak hanya

meringankan kecemasan, tetapi juga dapat menurunkan tekanan darah

(Davidson, 1978). Selain itu, hipnoterapi juga dapat meningkatkan kondisi

fisik (O’Neill, 1999).

2. Eliminasi kafein

Bagi sebagian orang, kecemasan dapat dikurangi dengan

menghilangkan konsumsi kafein (Brucea, 1989). Akan tetapi kecemasan

dapat timbul sementara pada pengurangan kafein yang mendadak (Prasad,

2005; Nehlig, 2004; Juliano, 2004).

3. Acceptance and Commitment Therapy (ACT)

Pendekatan ACT baik untuk mengatasi masalah ini karena

mengajarkan klien bagaimana menerima dan hidup dengan gejala yang

tidak menyenangkan dari kecemasan (misalnya, kekhawatiran, sensasi

tubuh, mengganggu pikiran, dll) daripada mencoba untuk menghilangkan

atau menekan mereka (Hayes et al., 1999). Dengan demikian, ACT

menumbuhkan kemauan untuk memahami semua pengalaman manusia,

meningkatkan fleksibilitas psikologis dan mengurangi upaya, yang

dimaksudkan untuk menghindari fenomena psikologis dan emosional

(Sharp, 2012).

13

Page 14: Referat Blok Mental Health 2

4. Cognitive Behavior Therapy (CBT)

CBT umumnya digunakan untuk mengobati pasien dengan Diffuse

Anxiety Disorder. Perawatan tersebut meliputi relaksasi, restrukturisasi

kognitif dari disfungsional keyakinan, dan eksposur kognitif akan

kekhawatiran (Mitte, 2005).

5. Benzodiazepin

Dari penelitian yang telah ada, memiliki manfaat besar dalam

memperbaiki dampak jangka pendek dari Diffuse Anxiety Disorder

(Barlow, 1988; Brown et al., 1992). Benzodiazepin bekerja dengan

meningkatkan efek dari GABA reseptor, yang sifatnya ingibitorik, dengan

meningkatkan masukan ion Cl kedalam sel sehingga terjasi hiperpolarisasi,

menurunkan kemampuan untuk menghasilkan potensial aksi.

Benzodiazepine dimetabolisme melalui oksidasi hepatic dan

glucoronidase. Benzodiazepine memiliki keunggulan dalam mekanisme

kerja yang cepat, namun memiliki beberapa efek samping antara lain

sedasi, hambatan motorik, gangguan memori, dan gangguan kognisi.

Golongan benzodiazepine yang paling sering digunakan adalah

clonazepam, diazepam, lorazepam, dan aprazolam (Hoge, 2004).

L. Terapi Baru

Sejumlah agen baru memberi janji pilihan pengobatan farmakoterapi

untuk Diffuse Anxiety Disorder. Pregabalin adalah analog GABA lipofilik,

mekanisme non-GABA-ergik yang saat ini sedang dikembangkan sebagai

agen antikonvulsan, analgesik untuk nyeri neuropatik, dan anxiolytic. Pada

jangka pendek studi double-blind pasien dengan Diffuse Anxiety Disorder

yang telah diobati dengan pregabalin, lorazepam, atau plasebo mendukung

keamanan dan kemanjuran pregabalin dibandingkan dengan plasebo, dengan

manfaat tercatat sebagai awal minggu pertama. Pregabalin tampaknya

memiliki khasiat sebanding dengan benzodiazepin tetapi tanpa

ketergantungan fisiologis. Efek samping yang paling umum dilaporkan

dengan pregabalin adalah mengantuk dan pusing (Hoge, 2004).

14

Page 15: Referat Blok Mental Health 2

Tiagabine, selektif inhibitor reuptake GABA yang tersedia sebagai

antikonvulsan saat ini,dan juga mungkin memiliki efek anxiolytic. Dalam

sebuah penelitian, tiagabin dengan 40 pasien yang mengalami Diffuse Anxiety

Disorder menunjukkan penurunan kecemasan, gejala depresi komorbiditas,

dan kesulitan tidur. Efek samping yang paling umum dari tiagabine adalah

sedasi, pusing, koordinasi yang buruk, mual, dan tremor. Hydroxyzine,

antihistamin, juga telah terbukti efektif dan ditoleransi dengan baik dalam

pengobatan Diffuse Anxiety Disorder. Sebuah uji coba 12-minggu terbaru

yang dilakukan di Perancis dengan 334 pasien dengan dibandingkan

hydroxyzine Diffuse Anxiety Disorder, bromazepam benzodiazepine, dan

plasebo. Hydroxyzine dan bromazepam sama-sama unggul dengan plasebo,

meskipun bromazepam dikaitkan dengan lebih mengantuk (Hoge, 2004).

Selain farmakoterapi yang diresepkan, tampaknya ada perkembangan

signifikan dalam populasi AS dalam pendekatan pengobatan alternatif atau

pelengkap untuk pengobatan kecemasan dan depresi. Misalnya, dalam sebuah

survei terbaru, 57% dari 2.055 responden yang melaporkan serangan

kecemasan telah mencoba terapi komplementer dan alternatif . Beberapa dari

agen-agen alternatif telah menjalani penilaian awal untuk digunakan dalam

mengobati Diffuse Anxiety Disorder. Dalam sebuah penelitian di Brazil kecil,

misalnya, ekstrak valerian, diazepam, dan plasebo semua menghasilkan

pengurangan signifikan dalam total skor kecemasan, meskipun hanya

kelompok yang mengkonsumsi diazepam dan ekstrak valerian mengalami

penurunan yang signifikan dalam gejala psikis bagian. Sebuah studi double-

blind, terkontrol plasebo homeopati dengan 44 pasien dengan Diffuse Anxiety

Disorder tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara homeopati dan

kelompok plasebo setelah 5 minggu dan 10 minggu pengobatan (Hoge,

2004).

Singkatnya, beberapa pilihan pengobatan farmakologis untuk Diffuse

Anxiety Disorder tersedia. SSRI (Selective serotonin reuptake inhibitors) dan

venlafaxine adalah yang paling baik dipelajari, dengan uji coba terkontrol

plasebo besar mendukung keamanan dan kemanjuran mereka dalam

15

Page 16: Referat Blok Mental Health 2

pengobatan Diffuse Anxiety Disorder. Benzodiazepin dan buspirone mungkin

sangat berguna untuk pembesaran farmakoterapi lain, baik untuk

mempercepat timbulnya efek menguntungkan atau untuk meningkatkan

respon. Keputusan tentang farmakoterapi untuk pasien individu harus

mencakup pertimbangan komorbiditas psikiatri dan medis gangguan,

pengalaman pengobatan sebelumnya, riwayat keluarga respon, dan

karakteristik gejala individu dan situasi kehidupan (Hoge, 2004).

M. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi oleh karena terlambat atau

ketidakadekuat penanganan dapat mengakibatkan peningkatan resiko bunuh

diri pada pasien ansietas (Barlow, 2002). Bunuh diri ini dapat disertai atau

tidak disertai gangguan mood sekunder (depresi). Stres akut juga dapat

memproduksi perilaku bunuh diri pada ansietas (Sareen, et al., 2005).

Ansietas kronik dapat pula menimbulkan komplikasi berupa

memperburuknya hipertensi, hipoglikemia, jantung koroner, kelelahan yang

meningkat, peningkatan disabilitas, dan sebagainya (Gellis dan McCracken,

2006).

N. Prognosis

Prognosis gangguan ansietas sulit untuk diperkirakan. Menurut

definisinya, gangguan ansietas adalah suatu keadaan kronis yang mungkin

seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik,

juga dapat mengalami gangguan depresi mayor (Kaplan, et al., 2010). Faktor

yang mempengaruhi prognosis pada gangguan ansietas berupa usia, problem

fisik, situasi dalam kehidupan berserta fungsi sosial, serta komorbiditas

(Gellis dan McCracken, 2006).

16

Page 17: Referat Blok Mental Health 2

Komorbiditas pada gangguan ansietas sangat berpengaruh pada

morbiditas dan mortalitas. Semakin tinggi komorbiditas maka prognosis

semakin buruk (Lochner, et al., 2003). Komorbiditas yang tinggi pada

gangguan ansietas dapat disebabkan karena penyakit medis (diabetes,

demensia, kanker), gejala somatis, dan depresi (Blazer, 2003; Beck dan

Averill, 2004). Komorbiditas oleh karena depresi berhubungan dengan respon

penanganan yang buruk serta tindakan putus obat (Lenze, et al., 2003).

Selain faktor tersebut, kepribadian premorbid juga mempengaruhi

prognosis. Apabila penderita sebelumnya menunjukkan kepribadian yang

baik dalam interaksinya di kehidupan sosial, maka prognosisnya lebih baik

daripada penderita yang sulit berinteraksi dan menghindarkan diri dalam

pergaulan. Onset yang terlalu dini dan pasien yang terlambat terdiagnosis

dapat memperburuk prognosis (Sadock, 2008). Indikator lain yang dapat

memperburuk prognosis dapat berupa tingkat gejala yang parah serta durasi

yang lama, komorbiditas tinggi, terdapat riwayat keluarga yang sama, serta

karakter penderita yang temperamental. Semakin cepat terapi dan faktor

predisposisi yang relatif ringan dan dukungan kondusif dari lingkungan

sekitar memberikan prognosis yang baik (Rynn, et al., 2012).

17

Page 18: Referat Blok Mental Health 2

BAB III

KESIMPULAN

1. Diffuse anxiety disorder adalah suatu keadaan ketakutan atau kecemasan

yang berlebih-lebihan, dan menetap sekurang-kurangnya selama enam

bulan mengenai sejumlah kejadian atau aktivitas disertai berbagai gejala

somatik yang menyebabkan gangguan bermakna pada fungsi sosial,

pekerjaan, dan fungsi-fungsi lainnya.

2. Etiologi Diffuse Anxiety Disorder yaitu faktor biologis dan faktor

psikososial.

3. Penegakan diagnosis Diffuse Anxiety Disorder berpedoman pada DSM IV-

TR dan PPDGJ-III.

4. Terapi baru untuk Diffuse Anxiety Disorder adalah farmakoterapi dengan

menggunakan pregabalin dan tiagabine, disertai dengan pendekatan

pengobatan alternatif.

5. Prognosis dari gangguan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor berupa usia,

problem fisik, situasi dalam kehidupan berserta fungsi sosial, serta

komorbiditas.

18

Page 19: Referat Blok Mental Health 2

DAFTAR PUSTAKA

Barlow, David H. 2002. Anxiety and It’s Disorders : the Nature and Treatment of

Anxiety and Panic. New York : The Guilford Press.

Barlow, D. H. (1988). Anxiety and its disorders: The nature and treatment of

anxiety and panic. New York: Guilford Press.

Brown, T. A, Barlow, D. H. (1992). Comorbidity among anxiety disorders:

Implications for treatment and DSM-IV. Journal of Consulting and

Clinical Psychology, 60, 835–844.

Brucea, M. S., Lader, M. (February 1989). "Caffeine abstention in the

management of anxiety disorders". Psychological Medicine 19 (1): 211–

214.

Beck, J. G., P. M. Averill. 2004. Generalized Anxiety Disorder : Advances in

Research and Practice. New York : The Guilford Press.

Blazer, D. G. 2003. The American Psychiatric Publishing Textbook of Clinical

Psychiatry. Washington : American Psychiatric Publishing.

Davidson, G. P., Farnbach, R. W.; Richardson, B. A. (July 1978). "Self-hypnosis

training in anxiety reduction". Australian family physician 7: 905–10.

DSM IV : American Psychiatric Association. 2007. Diagnostic and Statistical

Manual for Mental Disorder. Washington DC: American Psychiatric

Association.

Gellis, Zvi D., Stanley G. McCracken. 2006. Mental Health and Older Adults :

Anxiety Disorders in Older Adults. Council on Social Network Education.

Hal : 1-18.

Gerard, Stan. 2011. Hypnotherapy in Anxiety, Depression and Happiness: an

audit. Downloaded from http://www.hypnotherapyarticles.com/ on May 1st

2013.

Hazlett, Holly and Stevens. 2008. Psychological Approaches to Generalized

Anxiety Disorder. A clinician’s Guide to Assessment and Treatment.

Department of Psychology University of Nevada: USA.

19

Page 20: Referat Blok Mental Health 2

Hayes S.C., Strosahl K.D., & Wilson K.G. 1999. Acceptance and Commitment

Therapy: An experiential approach to behavior change. New York: The

Guilford Press.

Hoge, Elisabeth A, Julie E.opppenheir, Naomi M Simon. 2004. General Axietty

Disorder. FOCUS the jurnal of lifelong learning in psychiatry.vol ll;No.

3:352-5.

Hunt C, Issakidis C, Andrews G. 2002. DSM-IV generalized anxiety disorder in

the Australian National Survey of Mental Health and Well-Being. Psychol

Med ; 32:649—659.

Juliano LM, Griffiths RR. 2004. "A critical review of caffeine withdrawal:

empirical validation of symptoms and signs, incidence, severity, and

associated features". Psychopharmacology (Berl.) 176 (1): 1–

29. doi:10.1007/s00213-004-2000-x. PMID 15448977.

Kaplan, H. I., B. J. Sadock, J. A. Grebb. 2010. Sinopsis Psikiatri : Ilmu

Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta : Bina Rupa Aksara.

Kaplan, Sadock B.J., 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis / Benjamin J.Sadock,

editor edisi Bahasa Indonesia Husny Muttaqin, Retna.N.E.Sihombing, ed.2.

Jakarta: EGC.

Krasucki C, Howard R, Mann A. 1998. The relationship between anxiety

disorders and age. Int J Geriatr Psychiatry; 13:79—99.

Lenze, E., B. Mulsant, M. Dew, K. Shear, et al. 2003. Good treatment outcomes

in late-life depression with comorbid anxiety. Journal of Affective

Disorders. Vol. 77 (3) : 247-54.

Lochner, C., Mogotsi M., du Toit P.L., Kaminer D., et al. 2003. Quality of life in

anxiety disorders: a comparison of obsessive-compulsive disorder, social

anxiety disorder, and panic disorder. Psychopathology. Vol. 36 (5) : 255-62.

Maier W, Gansicke M, Freyberger HJ, Linz M, Heun R, Lecrubier Y. 2000.

Generalized anxiety disorder (ICD-10) in primary care from a cross-cultural

perspective: a valid diagnostic entity? Acta Psychiatr Scand; 101:29—36.

20

Page 21: Referat Blok Mental Health 2

Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga

University Press.

Maslim, Rusdi. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III.

Jakarta : PT. Nuh Jaya.

Mitte, Kristin. 2005. Meta-Analysis of Cognitive–Behavioral Treatments for

Generalized Anxiety Disorder: A Comparison With Pharmacotherapy.

Psychological Bulletin, Vol. 131, No. 5, 785–795.

National Institute of Mental Health. 2009. Anxiety Disorder. U.S Departement of

Health and Human Services.NIH Publication No. 09 3879. Available at:

http://education.ucsb.edu/hosford/documents/AnxietyBrouchure.pdf.

Nehlig, Astrid. 2004. Coffee, Tea, Chocolate, and the Brain. CRC Press.

p. 136. ISBN 0-415-30691-4. Retrieved October 7, 2012.

O'Neill, L.; Barnier, A.; McConkey, K. 1999. "Treating Anxiety with self-

hypnosis and relaxation". Contemporary Hypnosis 16 (2). p. 68.

Prasad, Chandan. 2005. Nutritional Neuroscience. CRC Press. p. 351. ISBN 0-

415-31599-9. Retrieved October 7, 2012.

Rynn, Moira A., Hilary Vidair, Jennifer Blackford. 2012. Child and Adolescent

Psychiatric Clinic of North America : Anxiety Disorders. Philadelphia :

Saunders Elsevier.

Saadat, Haleh, Jacqueline Drummond-Lewis, Inna Maranets, Deborah Kaplan,

Anusha Saadat, Shu-Ming Wang, and Zeev N. Kain. 2006. Hypnosis

Reduces Preoperative Anxiety in Adult Patients. Anesth Analg

2006;102:1394–6.

Sareen, J., Cox B.J., Afifi T.O., de Graff R., et al. 2005. Anxiety disorders and

risk for suicidal ideation and suicide attempts: a population-based

longitudinal study of adults. Archives of General Psychiatry. Vol. 62 (11) :

1249-57.

Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius.

21

Page 22: Referat Blok Mental Health 2

Sharp, Katie. 2012. A Review of Acceptance and Commitment Therapy with

Anxiety Disorders. International Journal of Psychology & Psychological

Therapy, 12, 3, 359-372.

Smith, W. H. 2008. Hypnosis in the Treatment of Anxiety. Bulletin of the

Menninger Clinic 54: 209–16.

Sadock, Benjamin James. Virginia Alcott Sadock. 2008. Kaplan’s & Sadock’s

Concise Textbook of Clinical Psychiatry. Philadelphia : Lippincott Williams

& Wilkins.

Wiramihardja, Sutardjo A. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT.

RefikaAditama.

Wittchen H.U., Zhao S, Kessler R.C., Eaton W,W. 1994. DSM-III-R generalized

anxiety disorder in the National Comorbidity Survey. Arch Gen Psychiatry;

51:355—364.

Web : http://focus.psychiatryonline.org/article.aspx?articleID=49764

22