Click here to load reader
Upload
cw-nur-hajar-saimi
View
21
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
BETTER
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Dari seluruh kondisi nyeri yang dialami oleh manusia, tidak diragukan lagi kalau
cephalgia atau nyeri kepala adalah yang paling sering dialami (bersaing dengan nyeri punggung)
sebagai alasan utama seseorang pergi untuk mencari pertolongan kesehatan. Faktanya, banyak
sekali klinik nyeri kepala yang didirikan di banyak pusat kesehatan. Selain banyaknya frekuensi
pada praktik umum, banyak nyeri kepala disebabkan oleh penyakit umum dibanding dengan
penyakit neurologis, dan perlu menjadi perhatian tenaga kesehatan. Meskipun demikian, selalu
ada pertanyaan mengenai penyakit intrakranial, sehingga pendekatan kepada pasien sangat sulit
dilakukan tanpa mengetahui pengobatan neurologi. Mengapa begitu banyak nyeri yang berpusat
di kepala masih menjadi pertanyaan. Beberapa penjelasan yang mungkin karena wajah dan
kepala kaya akan reseptor nyeri dibanding banyak bagian tubuh lain, mungkin untuk melindungi
organ-organ penting dari tulang tengkorak. Juga, hidung dan mulut, mata, telinga (organ halus
dan sangat sensitive) semua di kepala dan harus dilindungi, ketika dipengaruhi oleh penyakit,
mampu menciptakan nyeri dengan caranya tersendiri. 1
Dalam referat ini, diharapkan penulis dan pembaca mampu mengerti mengenai cephalgia
itu sendiri dalam definisinya sendiri, epidemiologi, fisiologi nyeri kepala, patofisiologi nyeri
kepala, anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, klasifikasi nyeri kepala,cephalgia
primer, cephalgia sekunder, trigeminal neuralgia, dan tanda bahaya nyeri kepala. Dengan
demikian, manajemen dalam menangani pasien dengan cephalgia dapat dilakukan dengan tepat.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Cephalgia
Nyeri kepala adalah suatu rasa nyeri atau rasa yang tidak enak pada daerah kepala
termasuk meliputi daerah wajah dan tengkuk leher.2 Rasa nyeri ini timbul dari struktur yang
sensitif nyeri. Struktur yang sensitive nyeri terbagi atas organ intrakranial dan ekstrakranial.
Organ yang sensitif nyeri pada intrakranial meliputi sinus venous, vena kortikal, arteri basal,
anterior dura, fossa tengah dan belakang. Organ ekstrakranial yang sensitive nyeri adalah
pembuluh darah dan otot kepala, organ-organ mata, membrane mukosa hidung dan sinus
paranasal, telinga luar dan tengah, gigi dan gusi.3
Gambar 1. Organ-organ yang sensitive nyeri.3
Epidemiologi
Hampir setiap orang pernah mengalami sakit kepala dalam hidupnya. Sekitar 99% orang
pernah mengalami sakit kepala dalam hidupnya. Sekitar 90% orang sekurangnya pernah
mengalami nyeri kepala dalam satu tahun. Sekitar 40% keluhan nyeri kepala tersebut membuat
seseorang mengalami gangguan fungsi dan aktivitas sehari - hari. Pada sebagian besar kasus
nyeri kepala penyebabnya tidak serius, tidak merusak otak dan tidak mengancam nyawa. 4
Penelitian pada masyarakat mengenai angka kejadian nyeri kepala didapatkan bahwa
78% nyeri kepala berupa tension type headache, dan didapatkan migrain sebanyak 16 %. Lebih
dari 90% penderita nyeri kepala yang diperiksa di suatu klinik didapatkan nyeri kepala primer,
2
yaitu migren, nyeri kepala-tegang atau nyeri kepala klaster. Sisanya menderita nyeri kepala
sekunder.4
Pada kelompok nyeri kepala sekunder didapatkan bahwa penyebab terseringnya adalah
rasa lapar 19%, gangguan hidung atau sinus 15%, trauma kepala 4% dan penyakit intrakranial
non vaskular termasuk tumor 0.5 %.4
Pada suatu penelitian di unit gawat darurat didapatkan bahwa dari 3799 penederita yang
diperiksa selama satu tahun, 86% merupakan penderita nyeri kepala primer dan 61% didiagnosis
mengidap migren. Hanya 6,4% mengalami nyeri kepala sekunder dan sinusitis merupakan
penyebab paling sering, diikuti oleh nyeri kepala pasca trauma sebesar 1,5% bocornya cairan
serebrospinal sebanyak 0,5 % dan gangguan vaskular sebanyak 0,5%.4
Peneliti metaanalisis mendapatkan bahwa hanya 0,18% pasien dengan migren
mempunyai gangguan neurologi abnormal yang berarti. Dari penelitian-penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa pasien yang datang dengan keluhan nyeri kepala berat lebih besar
kemungkinannya menderita nyeri kepala primer dibanding dengan nyeri kepala sekunder.
kemungkinan nyeri kepala sekunder sebagai keadaan kegawatan maupun sebagai keadaan
darurat sangatlah rendah.4
Menurut Lindsay dan Bone, bahwa pada suatu praktek dokter umum 45% nyeri kepala
berupa TTH ,diikuti 30% jenis migren dan nyeri kepala klaster sebesar 1% ,dan neuralagia
didapatkan kurang dari 1%.4
Fisiologi Nyeri
Nyeri merupakan mekanisme primer yang bermaksud untuk memberikan kesadaran
bahwa terdapat gangguan jaringan yang terjadi atau akan terjadi. Lebih jauh lagi, pengalaman
dari rasa nyeri ini membantu menghindari hal-hal yang berbahaya di kemudian hari.5
Terdapat tiga kategori dari reseptor nyeri (atau nosiseptor) yaitu mekanik yang
bertanggug jawab atas trauma mekanik seperti terpotong, terbentur, atau terjepit; termal yang
bertanggung jawab atas temperature ekstrim, terutama panas; dan polimodal yang bertanggung
3
jawab kepada semua jenis stimulus yang merusak termasuk iritasi bahan kimia. Karena
fungsinya untuk bertahan, nosiseptor tidak beradaptasi terhadap stimulasi yang berulang.5
Nyeri diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain dirasakan
dalam waktu 0,1 detik setelah stimulus nyeri terjadi, sedangkan slow pain mulai hanya setelah 1
detik atau lebih dan bertambah perlahan-lahan detik demi detik dan kadang-kadang beberapa
menit.6
Fast pain juga dideskripsikan dengan banyak nama alternative, seperti sharp pain,
pricking pain, acute pain, dan electric pain. Tipe nyeri ini dirasakan ketika jarum menusuk kulit,
ketika kulit terpotong pisau, atau ketika kulit terbakar. Nyeri ini dirasakan juga ketika kulit
terkena sengatan listrik. Fase-sharp-pain tidak dirasakan pada kebanyakan organ yang lebih
dalam pada tubuh.6
Slow pain juga memiliki banyak nama, seperti slow burning pain, aching pain, throbbing
pain, nauseous pain, dan chronic pain. Tipe nyeri ini biasanya dikaitkan dengan rusaknya
jaringan. Hal ini dapat menyebabkan nyeri berkepanjangan, nyeri yang tidak tertahankan. Nyeri
ini dapat terjadi pada kulit dan hampir di tiap jaringan dalam dan organ.6
Tabel 1. Karakteristik Nyeri.5
Fast Pain Slow Pain
Terjadi pada stimulasi nosiseptif mekanik dan
termal
Terjadi pada stimulasi nosiseptor polimodal
Dibawa oleh serabut kecil A-delta yang
bermielin
Dibawa oleh serabut kecil C yang tidak
bermielin
Menghasilkan sensasi nyeri yang tajam dan
menjepit
Menghasilkan sensasi tumpul, pegal, dan
membakar
Mudah dilokalisasi Sulit dilokalisasi
Terjadi terlebih dahulu Terjadi dalam durasi waktu yang lebih panjang
Impuls nyeri berasal di nosiseptor ditransmisikan menuju CNS melewati satu dari dua
tipe serabut aferen. Timbulnya sinyal dari nosiseptor mekanikal dan termal ditransmisikan
4
melalui serabut kecil A-delta yang bermielin dengan kecepatan 30 m/detik (dalam jalur fast
pain). Impuls dari nosiseptor polimodal dibawa oleh serabut kecil C yang tidak bermielin dengan
kecepatan 12 m/detik (dalam jalur slow pain). Saat ada nyeri terpotong atau terbakar di jari,
tentunya merasakan tusukan dari nyeri pertama kali, dengan lebih difus, sakit yang tidak
menyenangkan dimulai segera sesudahnya. Nyeri yang dipersepsikan sebagai sensasi nyeri
singkat, tajam, dan jepitan lebih mudah dilokalisasi, ini merupakan jalur cepat dari nosisepor
spesifik mekanik dan panas. Perasaan ini diikuti oleh sensasi nyeri tumpul, pegal, dan sulit
dilokalisasi yang bertahan dalam jangka waktu yang lama dan lebih tidak enak, ini merupakan
jalur slow pain, yang diaktifkan oleh bahan kimia, terutama bradikinin, substansi yang
normalnya inaktif yang diaktifkan oleh enzim yang terlepas menuju ECF dari jaringan yang
rusak. Bradikinin dan komponen lainnya tidak hanya menghasilkan nyeri, tetapi juga mungkin
oleh nosiseptor polimodal, tetapi mereka juga berkontribusi menghasilkan respons inflamasi
menuju ke jaringan yang terluka. Keberadaan bahan kimia ini menjelaskan nyeri yang bertahan
lama dan pegal yang berlanjut setelah berakhirnya stimulus mekanik dan termal yang
mengakibatkan rusaknya jaringan.5
Saat memasuki medulla spinalis, sinyal nyeri menuju ke otak melalui dua traktus yaitu
traktus neospinotalamikus dan traktus paleospinotalamikus.6
Serabut A-delta berakhir terutama pada kornu dorsalis, yang bereksitasi pada neuron
kedua pada traktus neospinothalamus. Hal ini menimbulkan serat panjang yang menyilang
dengan cepat ke arah berlawanan dari medulla spinalis melalui komisura anterior dan kemudian
berbalik ke atas, menuju otak melalui kolumna anterolateral.6
Beberapa serat dari traktus neospinothalamikus berakhir pada area retikuler batang otak,
tetapi kebanyakan melewati thalamus tanpa hambatan, berakhir sepanjang kompleks ventrobasal
dengan traktus lemniskal kolum-medial dorsal untuk sensasi taktil. Sedikit dari serat ini juga
berakhir dalam nucleus posterior thalamus. Dari area thalamus, sinyal ditransmisikan menuju
area basal otak lainnyamenuju ke korteks somatosensori.6
Dipercaya bahwa glutamat merupakan neurotransmitter yang disekresi pada medulla
spinalis pada akhir serat saraf A-delta. Ini satu dari kebanyakan neurotransmitter eksitasi pada
CNS, biasanya memiliki durasi kerja hanya beberapa mili detik.6
5
Gambar 2. Transmisi dari sinyal fast pain dan slow pain menuju dan melewati medulla spinalis
pada jalannya menuju otak.6
Jalur paleospinotalamus merupakan sistem yang lebih tua dan mentransmisikan nyeri dari
serat saraf perifer lambat tipe C, meskipun juga mentransmisi beberapa sinyal dari tipe A-delta.
Pada jalur ini, serat perifer berakhir pada medulla spinalis hampir sepenuhnya di lamina II dan II
dari kornu dorsalis, dimana dinamakan substansia gelatinosa, yang ditunjukkan lateral
kebanyakan serat saraf dorsal tipe C. Kebanyakan sunyal melalui satu atau lebih serat neuron
pendek dalam kornu dorsalis itu sendiri sebelum memasuki lamina V, juga pada kornu dorsalis.
Disini, neuron terakhir memberikan bangkitan ke akson panjang yang kebanyakan bergabung
dengan serat dari jalur fast pain, awalnya melewati komisura anterior ke sisi berlawanan dari
medulla spinalis, kemudian naik ke otak lewat jalur anterolateral.6
Eksperimen mengatakan bahwa serat saraf terminal tipe C memasuki medulla spinalis
menghasilkan transmitter glutamate dan substansi P. Transmitter glutamate melakukan tugasnya
dengan instan dan berakhir hanya beberapa mili detik. Substansi P dihasilkan lebih lambat,
membangun konsentrasi pada periode beberapa detik atau bahkan beberapa menit. Faktanya, ini
telah dikemukakan bahwa transmitter glutamate memberikan sensasi nyeri yang lebih cepat,
sedangkan substansi P memberikan sensasi yang lambat. Karena itu substansi P dikaitkan dengan
slow pain.6
Jalur paleospinothalamus berakhir kebanyakan di batang otak, dalam area gelap yang
besar. Hanya sepersepuluh hingga seperempat serat yang melalui thalamus. Sebagai gantinya,
kebanyakan berakhir di tiga area: (1) nucleus retikuler medulla, pons, dan mesensefalon; (2) area
tektal dari mesensefalon dalam menuju kolikuli superior dan inferior; atao (3) area abu-abu
6
periaqueductal mengelilingi aquaduktus Sylvii. Regio bawah dari otak ini timbul penting untuk
merasakan tipe nyeri yang menyakitkan ini, karena hewan dengan otak yang dipotong di atas
mesensefalon untuk menghambat sinyal nyeri dari serebrum masih merasakan nyeri ketika
bagian tubuhnya diberikan trauma. Dari area nyeri batang otak, serat pendek neuron multiple
menggilir sinyal nyeri ke atas menuju nukleus intralaminar dan ventrolateral dari thalamus dan
menuju beberapa bagian dari hipotalamus dan area basal lain di otak.6
Gambar 3. Transmisi sinyal nyeri menuju batang otak, thalamus, dan korteks serebri pada jalur
fast pain dan slow pain.6
Pemotongan total dari area sensoris somatic dari korteks serebri tidak menghancurkan
kemampuan hewan untuk menerima nyeri. Oleh karena itu, kemungkinan impuls nyeri
memasuki formation retikularis batang otak, thalamus, dan bagian bawah pusat otak yang
menyebabkan persepsi nyeri disadari. Ini tidak berarti bahwa korteks serebri tidak melakukan
apapun terhadap nyeri; stimulasi listrik area korteks somatosensori menyebabkan manusia
mempersepsikan nyeri ringan sekitar 3% dari stimulasi. Namun, dipercaya bahwa korteks
mempunyai peran penting dalam melakukan interpretasi kualitas nyeri, meskipun melalui
persepsi nyeri mungkin terutama fungsi dari pusat bawah.6
Patofisiologi Cephalgia
Dalam rongga tengkorak terdapat struktur-struktur yang relatif peka akan nyeri.
Struktur-struktur itu sendiri dapat berupa sinus vena anterior ,dan cabang kortikalnya, arteri besar
7
di dasar otak, lapisan duramater pada fossa anterior dan posterior, saraf kranialis n.V, n.IX, dan
n.X, serta ketiga saraf spinal bagian atas.4
Bangunan-bangunan diatas ini mengandung ujung saraf yang sensitif terhadap rasa nyeri
yang dapat distimulasi oleh suatu traksi (tarikan), inflamasi, tekanan, infiltrasi neoplasma, dan
zat biokimiawi yang dilepas pada jenis nyeri kepala tertentu. Stimulasi struktur yang peka nyeri
yang berada di atas tentorium serebri cenderung menimbulkan rasa nyeri pada daerah fronto-
temporal atau daerah parietal. Stimulasi pada struktur yang terdapat pada daerah fossa posterior
mengakibatkan rasa nyeri di daerah oksipital dan suboksipital.4
Nyeri kepala dapat terjadi sebagai suatu gejala pada penyakit-penyakit di organ lain,
seperti pada gangguan di daerah orbita, rongga nasal, gangguan sinus paranasal, gangguan gigi,
gangguan telinga bagian luar dan tengah juga dapat menimbulkan gejala sakit kepala.4
Nyeri kepala sendiri secara umum dapat disebabkan oleh:4
1. Traksi atau trombosis atau peranjakan vena sinus atau cabang kortikalnya.
2. Traksi, dilatasi atau inflamasi yang melibatkan dura fossa anterior dan fossa posterior
atau arteri intrakranial atau ekstrakranial.
3. Traksi, peranjakan, atau penyakit pada saraf kranial N.V, N. IX,dan N.X dan tiga saraf
spinal servikal bagian pertama (saraf spinal C1, C2, dan C3).
4. Perubahan tekanan intrakranial.
5. Penyakit di jaringan kulit kepala, wajah, mata, hidung, telinga, dan leher kuduk.
Berdasar mekanisme dan asalnya sakit kepala dapat dibagi menjadi:4
1. Vaskular
2. Kontraksi otot
3. Kelainan pada struktur maupun inflamasi ekstrakranial atau intracranial
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, sakit kepala dapat dibedakan menjadi:4
Nyeri kepala yang telah berlangsung menahun atau kronis seperti migren, tension type
headache, nyeri di daerah tulang servikal leher, sinusitis, penyakit gigi dan nyeri kepala
klaster.
8
Nyeri kepala yang timbul mendadak
Penyebab yang sering dapat berupa pendarahan subarachnoid, penyakit pembuluh
darah di otak (serebrovaskular) lainnya, radang selaput otak (meningitis) atau radang
otak (ensefalitis), dan penyakit mata (glaucoma).
Penyebab yang kurang sering seperti bangkitan kejang dan ensefalopati hipertensif.
Nyeri kepala yang berlangsung subakut seperti massa di rongga intracranial, neuralgia
trigeminal dan neuralgia glosofaringeal.
Pada penderita nyeri kepala, mengingat penyebabnya yang banyak, harus dilakukan
pendekatan atau pemeriksaan yang sangat teliti dan sistematis. pemeriksa dan penderita harsus
menelusuri keluhan yang didelita dengan seksama. Evaluasi mencangkup riwayat keluhan,
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.4
Anamnesis Cephalgia
Perlu dilakukan anamnesis yang teliti untuk menilai gejala nyeri kepala dengan hati-hati
mencoba mencapai diagnosis kausal yang tepat, dan menentukan adakah tanda yang
menunjukkan penyebab nyeri kepala yang berbahaya.7
Pertanyaan yang dapat diajukan pertama mengenai apakah yang dimaksud pasien dengan
nyeri kepala, adakah rasa nyeri, dan bagaimana rasanya (misalnya berdenyut, menusuk, atau
sakit). Kemudian ditanyakan pula bagaimana awal nyerinya, apakah timbul bertahap atau
mendadak, dan apa yang memicunya. Lalu, apakah pernah ada gejala penyerta (seperti gangguan
penglihatan, muntah, mual, demam, fotofobia, kaku leher, atau defisit neurologis). Selanjutnya,
apakah rasa nyeri saat ini sama dengan nyeri kepala sebelumnya, seberapa sering pasien
mengalami nyeri kepala. Tanyakan mengenai pemicu nyeri kepala, apakah ketegangan,
kecemasan, dan sebagainya. Riwayat trauma perlu ditanyakan juga. Tanyakan mengenai nyeri
kepala tersebut apakah diperberat oleh batuk atau ketegangan, apakah nyeri membangunkan
pasien. Gejala penyerta seperti kaku leher, fotofobia, demam, dan mengantuk juga hal yang perlu
menjadi perhatian. Riwayat onset nyeri kepala yang sangat mendadak yang menunjukkan
perdarahan subaraknoid, gejala neurologis penyerta, perubahan kepribadian, kemunduran
kemampuan mental, dan lainnya juga menjadi informasi yang dapat membantu mengarahkan
diagnosis.7
9
Pada riwayat penyakit dahulu, dapat ditanyakan mengenai nyeri kepala sebelumnya yang
terinci, menanyakan mengenai kondisi neurologis sebelumnya dan apakah ada riwayat
hipertensi. Selain itu, perlu juga ditanyakan mengenai riwayat konsumsi obat untuk nyeri kepala.
Pada riwayat keluarga, tanyakan apakah ada riwayat nyeri kepala di keluarga khususnya migren.
Lalu, tanyakan pula apakah ada riwayat perdarahan otak, perdarahan subaraknoid, atau
meningitis dalam keluarga.7
Pemeriksaan Fisik
Perhatikan keadaan umum yang mencangkup keadaan mental, gangguan gejala vital.
lakukan inspeksi terhadap keadaan kulit ( rash atau pigmentasi).4
Periksa dengan teliti bentuk kepala, dan besar kepala. Lakukan palpasi pada tulang-
tulang kepala, adakah tonjolan atau lekukan. Pada beberapa tempat dilakukan palpasi dan
auskultasi. Arteri karotis, temporal, dan oksipital dipalpasi dan auskultasi. Diperhatikan juga ada
tidaknya bising pada daerah orbita. Pemeriksaan mata juga dilakukan. Perhatikan persendian di
temporo mandibular joint adakah fraktur atau dislokasi. Perhatikan adakah nyeri tekan pada ke
empat sinus paranasal. Perhatikan juga mobilitas kepala terhadap leher, fleksi, ekstensi, rotasi,
gerak miring.4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pencitraan, seperti pemeriksaan radiologi, bergantung kepada data yang
diperoleh dari pemeriksaan klinik, juga dipengaruhi apakah kelainan bersifat akut, subakut, atau
kronis.4
Keadaan akut lebih baik dievaluasi dengan CT-scan, karena sensitivitasnya yang lebih
tinggi terhadap hemoragi dini. Di samping itu lebih mudah melakukan CT-scan pada pasien
parah yang menggunakan alat bantu monitor. Lama pemeriksaan lebih singat daripada
pemeriksaan MRI.4
10
Nyeri kepala kronis lebih baik dievaluasi dengan MRI, yang sensitivitasnya lebih baik
terhadap penyakit vascular, tumor, infeksi, perubahan pasca trauma. MRI lebih baik mendeteksi
gliositis dan demielinisasi.4
Klasifikasi Cephalgia
Secara garis besar, nyeri kepala dibagi atas:2
(1) Nyeri kepala primer
a. Migren
b. Tension type headache
c. Nyeri kepala klaster dan sefalgia trigeminal-otonomik yang lain
d. Nyeri kepala primer lainnya.
(2) Nyeri kepala sekunder
a. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher
b. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler kranial atau servikal
c. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan nonvaskuler intracranial
d. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withrawalnya
e. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi
f. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis
g. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan kranium,
leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur fasial atau cranial
lainnya
h. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatri.
(3) Neuralgia kranial, sentral, atau nyeri fasial primer dan nyeri kepala lainnya
a. Neuralgia kranial dan penyebab sentral nyeri fasial
b. Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, sentral atau nyeri fasial primer
Cephalgia Primer
1. Migren
11
Migren sendiri memiliki dua pembagian besar yaitu migren tanpa aura dan migren
dengan aura. Migren tanpa aura adalah sindrom klinik yang khas dimana nyeri kepala dengan
gejala spesifik dan gejala asosiasi. Migren dengan aura dikarakteristikkan dengan gejala
neurologis fokal sementara yang biasanya mendahului atau kadang-kadang menemani sakit
kepala. Beberapa pasien juga merasakan fase premonitory, terjadi beberapa jam atau beberapa
hari sebelum sakit kepala, dan fase resolusi sakit kepala. Gejala premonitory dan resolusi
termasuk hiperaktivitas, hipoaktivitas, depresi, menyusun beberapa makanan, menguap
berulang, kelelahan dan kekakuan leher dan atau nyeri.8
Epidemiologi
Biasanya onset terjadinya migren ini pada masa anak-anak atau dewasa muda.
Insidensnya mempengaruhi 5-10% populasi dengan rasio perempuan dibandingkan laki-laki
adalah 2:1. Riwayat keluarga mempengaruhi sekitar 70% dari seluruh penderita.3
Etiologi
Beberapa makana dan adisi makanan dapat memicu migren pada individu yang rentan.
Secara khusus, nitrat dan nitrit yang digunakan dalam pemrosesan daging (contoh: hot dog)
dapat memicu migraine. Coklat, keju, dan beberapa jenis kacang dan wine dapat juga
menimbulkan migren, diperkirakan karena feniletalamin. Namun ada satu studi yang sudah
mendemonstrasikan feniletalamin dan tiramin yang diberikan intravena pada penderita
migren, tidak memicu nyeri kepala. Sumber makanan lain sudah termasuk buah sitrus, prodak
susu, dan kerang-kerang. Kafein dan substansi yang berkaitan terutama masalah pasien
migren yang ditriger sakit kepalanya oleh keadaan tertentu (seperti pada pagi hari sebelum
mengonsumsi makanan). Makanan Asia dan banyak makanan siap saji mengandung
monosodium glutamate, yang dapat mentriger nyeri kepala.9
Cahaya yang terang, bising, dan bau sudah diketahui memberatkan migren. Gejala
gastrointestinal (nausea dan muntah), gejala yang paling sering dikeluhkan penderita migren
selama serangan adalah fotofobia, sonofobia, dan osmofobia. Olahraga berat dapat memicu
migren pada beberapa individu, hubungan dengan beratnya nyeri kepala dan frekuensinya
bervariasi, tetapi dapat berkurang dengan olahraga ringan dan sedang serta terjadwal. Stres
yang memicu tension type headache dapat mentriger migren.
12
Patofisiologi
Sensitivtias sensorik yang merupakan karakteristik migren mungkin dikarenakan
disfungsi kontrol sistem sensorik monoaminergik berlokasi di batang otak dan thalamus.
Aktivasi dari sel di nukleus trigeminus menghasilkan lepasnya neuropeptida vasoaktif, pada
terminasi vaskuler dari nervus trigeminus dan meliputi nukleus trigeminus. Antagonis reseptor
CGRP sekarang sudah ditunjukkan efektif dalam penatalaksanaan migren akut. Pada pusat,
neuron trigeminal kedua menyilang garis tengah dan terproyeksi menuju ventrobasal dan
nukleus posterior thalamus lebih jauh untuk melakukan proses. Ada proyeksi menuju
periaquaduktus abu-abu dan hipotalamus, dari sistem desendens resiprokal sudah dibentuk
efek antinosiseptif. Regio batang otak lain nampaknya juga terlibat dalam modulasi desendens
untuk nyeri trigeminal termasuk nukleus lokus coeruleus di pons dan restoventromedial
medulla.10
Neurotransmitter yang terlibat dalam migren adalah 5-hydroxytryptamine (5-HT atau
dikenal sebagai serotonin). Data juga mendukung peran dopamine pada patofisiologi migren.
Kebanyakan gejala migren dihasilkan oleh stimulasi dopaminergik. Lebih jauh, ada
hipersensitivitas reseptor dopamine pada penderita migren, didemonstrasikan oleh induksi
rasa ngantuk, nausea, muntah, hipotensi, dan gejala lain pada serangan migren oleh agonis
dopaminergik pada dosis yang tidak mempengaruhi orang yang tidak migren.10
Gambaran gejala yang paling sering dijumpai adalah:4
o Nyeri kepala berulang, jenis vaskular ( berdenyut), nyerinya meningkat bila penderita
membungkuk atau mengedan, diperburuk oleh keadaan yang mengakibatkan
vasodiolatasi pembuluh darah, seperti bergerak badan, alkohol dan demam, dan nyeri
berkurang pada keadaan yang mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah.
o Keluhan sering ditemui pada usia muda, dan anak-anak, 25% didapatkan pada usia
dasarwasa pertama, 55% pada usia 20 tahun,dan lebih dari 90% telah mengalami
serangan sebelumm usia 40 tahun.
o Biasanya nyeri hanya pada kepala sesisi (hemikranial)
o Biasa disertai rasa tidak nyaman di saluran gastro intestinal, rasa mual ataupun muntah
o Terdapat riwayat keluarga yang menderita migren pada sekitar 60 % penderita
13
o Sering serangan migren muncul di pagi hari dan berlangsung hingga berberapa jam.
Secara umum pada migren dapat diidentifikasi 4 fase, namun tidak tiap pasien dapat
mengalaminya. Keempat fase tersebut adalah:4
1. Fase prodomal, terdapat 1-24 jam sebelum nyeri kepala
2. Fase aura terjadi 0-60 menit sebelum atau bersamaan dengan timbulnya nyeri kepala.
3. Fase nyeri kepala yang berlangsung 4-72 jam
4. Fase pasca drom, dapat berlangsung berberapa jam atau hari setelah fase nyeri kepala.
Fase prodom ini tidak biasanya dialami pasien, sehingga harus ditanyakan secara
seksama. Pada fase ini mungkin pasien merasa mudah tersinggung, depresif, berkurang
aktivitas, ingin memperoleh makanan tertentu, atau sering menguap. Secara umum migren
dapat di bagi menjadi migren tanpa aura dan migren dengan aura.4
Migren tanpa Aura
Migren tanpa aura adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72
jam. Karakteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intesitas sedang atau berat, bertambah
berat dengan aktivitas yang rutin dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia.2
Kriteria Diagnostik:2
A. Sekurang-kurangnya nyeri kepala berlangsung Antara 4-72 jam (tidak diobati atau sudah
diobati tetapi belum berhasil)
B. Nyeri kepala yang terjadi sedikitnya dua dari karakteristik sebagai berikut :
1. Lokasi unilateral
2. Sifatnya berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan diperberat dengan aktivitas fisik atau di luar kebiasaan aktivitas fisik rutin
(seperti berjalan atau naik tangga).
C. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut dibawah ini :
1. Mual dan atau muntah
2. Fotofobia atau dan fonofobia
D. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
14
Migren dengan Aura
Migren dengan aura adalah suatu serangan nyeri kepala berulang yang didahului gejala
neurologi fokal yang reversible secara bertahap 5-20 menit dan berlangsung kurang lebih dari
60 menit. Gambaran nyeri kepala yang menyerupai migren tanpa aura biasanya timbul
sesudah gejala aura.2
Kriteria Diagnostik:8
A. Minimal 2 serangan yang memenuhi kriteria B dan C
B. Satu atau lebih dari gejala aura reversible:
1. Visual
2. Sensori
3. Tutur dan atau bahasa
4. Motor
5. Batang otak
6. Retina
C. Minimal 2 dari 4 karakteristik:
1. Minimal satu gejala aura menyebar bertahap hingga > 5 menit, dan/atau dua atau
lebih gejala terjadi penggantian
2. Setiap gejala aura individual berakhir 5-60 menit
3. Minimal satu gejala aura unilateral
4. Aura ditemani atau diikuti dalam 60 menit oleh sakit kepala
D. Tidak masuk dalam diagnosis ICHD-3 lain, dan transient ischaemic attack sudah
dieksklusi
Penatalaksanaan Migren
Sasaran pengobatan tergantung pada lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta, derajat
disabilitas serta respons awal dari pengobatan yang mungkin pula ditemukan penyakit lain
seperti epilepsi, ansietas, stroke, infark miokard. Oleh karena itu harus hati-hati memberikan
obat. Bila ada gejala mual/muntah, obat uang diberikan rektal, nasal, subkutan atau intravena.2
Tatalaksana pengobatan migren dibagi menjadi 3 kategori:2
15
1. Langkah umum
Perlu menghindari pencetus nyeri seperti perubahan pola tidur, makanan, stress
dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap-kelip, perubahan cuaca berada di tempat
yang tinggi seperti gunung atau di pesawat udara.
2. Terapi abortif
Abortif non spesifik: Pada serangan ringan sampai sedang atau serangan berat atau
berepons baik terhadap obat yang sama daoat dipakai: analgetik OTCs (Over The
Counters), NSAID (oral). Obat-obatan yang dapat diberikan:
Parasetamol 500-1000 mg / 6-8 jam
Aspirin 500-1000 mg /4-6 jam, dosis maksimal 4 g/hari
Ibuprofen 400-800 mg/6 jam, dosis maksimal 2,4 g/hari
Naproxen sodium 275-550 mg / 2-6 jam / hari, dosis maksimal 1,5 g/hari
Diklofenak potasium (powder) 50 mg-100 mg/hari dosis tunggal
Metoclopramide 10 mg i.v. atau oral 20-30 menit sebelum atau bersamaan dengan
pemberian analgetik, NSAID atau ergotamine derivate menghilangkan nyeri disertai
mual, muntah, dan memperbaiki motilitas gastrik, mempertinggi absorpsi obat dalam
usus dan efektif dikombinasikan dengan dihidroergotamin i.v.
Ketorolac 60 mg i.m./15-30 menit. Dosis maksimal: 120 mg/hari. Tidak lebih dari 5
hari
Butorphanol spray (1 mg) sediaan nostril, dapat diulang 1 jam lagi. Maksimal 4
spray/hari. Penggunaan terbatas 2 kali seminggu
Prochlorperazine 25 mg oral atau suppose. Dosis maksimal 3 dosis per 24 jam
Steroid merupakan "drug of choice" untuk status migrainosus seperti deksametason,
metilprednisolon
o Abortif spesifik: Bila tidak berespon terhadap analgetik/NSAID, dipakai obat spesifik
seperti: triptans (naratripants, rizatriptan, sumatriptan, zolmatriptan). Dihidroergotamin
(DHE), obat golongan ergotamin.
Definisi pengobatan akut migren dianggap berhasil jika memenuhi kriteria di bawah ini:2
1. Bebas nyeri sesudah 2 jam pengobatan
16
2. Perbaikan nyeri dari skala nyeri kepala 2 (sedang) atau 3 (berat) menjadi skala nyeri
kepala 1 (ringan) atau skala 0 (tidak ada nyeri kepala) sesudah 2 jam
3. Efikasi pengobatan konsisten pada 2-3 kali serangan.
4. Tidak ada nyeri kepala rekuren/berulang dan tidak ada pemakaian obat lagi dalam waktu
atau pada 24 jam sesudah pengobatan berhasil.
Berikut obat-obatan yang digunakan untuk terapi migren:2
1. Analgetik: Obat pilihan pertama untuk serangan migren ringan dan sedang adalah
analgetik. Untuk mencegah drug overuse headache penggunaan analgetik tunggal
sebaiknya tidak lebih dari 15 hari per bulan dan penggunaan analgetik kombinasi tidak
lebih dari 10 hari dalam sebulan.
2. Antiemetik: Penggunaan antiemetik pada serangan migren akut direkomendasikan untuk
pengobatan nausea dan potensial emesis karena diasumsikan bahwa obat-obat antiemetik
ini meningkatkan resorpsi analgetik. Metoklopramid 20 mg direkomendasikan untuk
dewasa dan remaja. Untuk anak anak sebaiknya diberikan domperidon 10 mg karena
kemungkinan timbulnya efek samping ekstrapiramidal pada penggunaan metoklopramid.
3. Alkaloid ergot: Penelitian komperatif melaporkan bahwa triptan memiliki efikasi yang
lebih baik daripada alkaloid ergot. Keuntungan penggunaan alkaloid ergot adalah angka
rekurensinya lebih rendah pada beberapa pasien. Oleh karena itu, obat golongan ini
sebaiknya penggunaan terbatas pada pasien dengan serangan migren yang sangat panjang
atau dengan rekurensi yang reguler. Senyawa satu-satunya yang memiliki bukti efikasi
yang cukup adalah ergotamin tartrat dan dihidroergotamin 2 mg (oral dan suppositoria).
Alkaloid ergot dapat menginduksi drug overuse headache sangat cepat pada dosis yang
sangat rendah. Oleh karena itu, panggunaannya harus dibatasi hanya sampai 10 hari saja
perbulan. Efek samping terutama adalah nausea, muntah, parestesi dan ergotisme.
Kontraindikasi pemberian obat ini pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler dan
serebrovaskuler, penyakit Raynaud, hipertensi, gagal ginjal, kehamilan, dan masa laktasi.
4. Triptans (5-HT1B/1D-agonists): Untuk migren sedang sampai berat atau migren ringan
sampai sedang yang tidak responss terhadap analgesik atau NSAIDs. Sumatriptan s.c.
lebih efektif karena cepat mencapai terapeutik efek (±15 menit) pada 70-82% penderita.
Penderita harus mencoba satu macam obat untuk 2-3 kali serangan sebelum ingin menukar
obat dengan jenis triptan lain.3
17
Tabel 2. Obat-obat untuk terapi simtomatis migren.2
Nama Obat Dosis (mg) Keterangan
5HTIB/ID agonist
Sumatriptan
Subkutan 6 Onsetnya cepat dibandingkan dengan
formulasi lainnya
Tablet 50-100
Suppositoria 25 Bermanfaat apabila pemberian peroral tidak
memungkinkan karena mual
Nasal Spray 20 Bermanfaat apabila pemberian per oral tidak
memungkinkan karena mual
Zolmitriptan Onsetnya cepat
Tablet 2,5
Oral disintegrating tablet 2,5
Nasal spray 2,5-5
Rizatriptan Onsetnya cepat, dosis optimal adalah 10 mg
Tablet 5-10
Oral disintegrating tablet 10 Dosis yang direkomendasikan 5 mg pada
pasien-pasien yang mendapat pengobatan
propanolol yang mana meningkatkan kadar
rizatriptan plasma.
Electriptan
Tablet 20,40 Dosis optimal adalah 40 mg (rasio efikasi /
tolerabilitas terbaik)
Dosis 20 mg direkomendasikan pada kasus
gagal ginjal atau gagal hati
Almotriptan
Tablet 12,5 Profil tolerabilitas baik
Frovatriptan
Tablet 2,5 Waktu paruh panjang, profil tolerabilitas
18
baik
Ergot derivatives
Ergotamine oral, rectal,
subkutan
1-2 Diindikasikan pada kasus serangan migren
infrequent. Risiko terjadinya abuse dan
nyeri kepala kronis. Penggunaan berlebihan
dapat mengakibatkan ergotisme
NSAID
Asam asetil salisilat (ASA)
oral
500-1000 Profil efikasi/tolerabilitas baik, efek yang
tak diinginkan pada gastrointestinal
Lisin asetilsalisilat oral 500-1000 Profil efikasi/tolerabilitas baik, efek yang
tak diinginkan pada gastrointestinal
Lisin asetilsalisilat i.v. 1000 Digunakan di rumah sakit. Risiko terjadinya
perdarahan
Diclofenac-K+oral (powder) 100 Pada kasus-kasus serangan migren frequent
dapat terjadi risiko abuse dan nyeri kepala
kronis
Diclofenac-Na+i.m. 75
Flurbiprofen oral 100-300
Ibuprofen oral 400-1200
Ibuprofen oral 200
Ketoprofen i.m. 100
Ketorolac i.m. atau i.v. 30-60 Uji klinis telah dilakukan pada tempat
khusus (ruang emergensi)
Metamizole (dipirone) i.v. atau
oral
1000 Berpotensi terjadinya agranulocytosis
>0,1% dan hipotensi (formilasi i.v)
Naproksen oral 500-1500
Na+Naproksen oral 550-1500
Asam mefenamat per os 500 Efektif pada serangan migren menstrual
Analgesik kombinasi
Parasetamol + asetil salisilat +
kafein suppositoria
500+500+130 Digunakan untuk serangan intensitas
sedang. Efektif juga pada pengobatan
19
migren menstrual. Pada kasus serangan
migren frequent, risiko terjadinya abuse dan
nyeri kepala kronis
Indometasin +
prochlorperazine + kafein oral
25+2+75 Pada kasus serangan migraine frequent,
risiko terjadinya abuse dan nyeri kepala
kronis
Indometasin +
prochlorperazine + kafein
suppositoria
25-50 + 4-8 +
75-150
Parasetamol + kodein per os 400-650 + 6-
25
Antiemetik
Metoclopramide i.v. 0,1/kg 1-3
kali
Digunakan di rumah sakit
Terdapat juga cara melakukan profilaksis terhadap migren, tujuan terapi profilaksis
migren mencakup:2
1. Mengurangi frekuensi, berat dan lamanya serangan
2. Meningkatkan respons pasien terhadap pengobatan akut
3. Meningkatkan fungsi aktivitas sehari-hari serta mengurangi disabilitas
4. Mencegah penggunaan analgesik yang berlebihan dan transformasi menjadi chronic
daily headache
5. Mengurangi biaya pengobatan.
Indikasi kriteria pemberian terapi profilaksis berdasarkan:2
1. Apabila serangan migren mempunyai dampak sangat buruk pada kehidupan sehari
harinya, meskipun pasien telah mendapat pengobatan akut maupun perubahan pola hidup
dan menghindari faktor pencetus.
2. Frekuensi Serangan migren terlampau sering sehingga pasien berisiko jatuh pada
ketergantungan obat migren akut yang bisa menjadi drug overused.
3. Serangan nyeri kepala migren moderate-severe lebih dari 3 hah per bulan, dengan
20
pengobatan akut tidak efektif.
4. Serangan nyeri kepala migren lebih dari 8 kali sehari, meskipun pengobatan akutnya
efektif (Hal ini bisa jatuh ke drug overused headache).
5. Serangan berulang > 2x/minggu yang mengganggu aktivitas, meskipun telah diberikan
pengobatan akut yang adekuat.
6. Nyeri kepala migren yang sering atau berlangsung > 48 jam.
7. Pengobatan akut gagal/tidak efektif.
8. Ada kontraindikasi obat, efek samping obat akut muncul.
9. Munculnya gejala-gejala dan kondisi yang luar biasa, contohnya nigren basiler
hemiplegik, aura yang memanjang.
10. Keinginan permintaan penderita sendiri.
Formula Profilaksis Migren:2
o Pemakaian obat dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan (start low go slow)
sampai dosis efektif. Efek klinis setelah 2-3 bulan.
o Pendidikan terhadap penderita.
o Teratur memakai obat, perlu diskusi rasional tentang pengobatan, efek samping
Evaluasi: Headache diary merupakan suatu gold standard evaluasi serangan, frekuensi,
lama, beratnya serangan, disabilitas dan respons obat.2
Terapi profilaksis migren dianggap berhasil bila frekuensi serangan migren menurun
setidaknya 50% perbulan selama 3 bulan.2
Kriteria pengehentian pengobatan profilaksis migren:2
Adanya efek samping obat
Obat tidak menunjukkan efikasi yang nyata dalam 1 bulan pemberian, dapat diganti
dengan jenis obat lain
Pasien menunjukkan pengurangan nyeri, frekuensi serangan dan waktu harinya sebanyak
50% atau lebih
Jika pengobatan profilaksis berhasil selama 6-12 bulan maka pengobatan profilaksis
dihentikan secara tappering off.
21
Tabel 3.Obat-obatan yang direkomendasikan untuk terapi profilaksis migren.2
Nama Obat Dosis
Level A: Terbukti efektif, sebaiknya ditawarkan kepada pasien yang
membutuhkan terapi profilaksis migren
Divalproex/sodium valproate 400-1000 mg/hari
Metoprolol 47,5-200 mg/hari
Petasites (butterbur) 50-75 mg dua kali sehari
Propanolol 120-240 mg/hari
Timolol 10-15 mg dua kali sehari
Topiramat 25-200 mg/hari
Level B: Probably effective , sebaiknya dipertimbangkan untuk pasien yang
membutuhkan terapi profilaksis migren
Amiltriptilin 25-150 mg/hari
Fenoprofen 200-600 mg tiga kali sehari
Feverfew 50-300 mg dua kali sehari; 2,08-18,75 mg
tiga kali sehari untuk sediaan MIG-99
Histamin 1-10 ng subkutan 2 kali seminggu
Ibuprofen 200 mg dua kali sehari
Ketoprofen 50 mg tiga kali sehari
Magnesium 600 mg trimagnesium dicitrate setiap hari
Naproxen/naproxen sodium 500-1100 mg/hari untuk naproxen
550 mg dua kali sehari untuk naproxen
sodium
Riboflavin 400 mg/hari
Venlafaxine 150 mg extended release / hari
Atenolol 100 mg/hari
2. Tension Type Headache (TTH)
TTH dipanggil dalam banyak nama lain seperti sakit kepala kontraksi otot, sakit kepala
stres, sakit kepala biasa, sakit kepala psikogenik, dan sakit kepala tension.8
22
Epidemiologi
TTH merupakan tipe sakit kepala yang sering, dengan prevalensi dalam hidup pada laki-
laki 69% dan 88% pada perempuan. Dalam studi longitudinal di Denmark, tingkat insidens
TTH terhitung 14,2 per 1000 populasi dengan rasio perempuan:laki-laki = 2,6:1. TTH juga
diagnosis paling sering untuk pasien di ruang emergensi dengan nyeri kepala akut
nontraumatik.9
Etiologi
Hanya sedikit bukti yang mendukung teori bahwa kontraksi otot perikranial
menyebabkan sakit kepala. Tidak ada bukti yang mendukung mengatakan bahwa TTH
disebabkan oleh stress fisik atau emosional. Ketika TTH berakhir, bisa saja terjadi migren,
merespon dengan terapi migren.11
Patofisiologi
Patofisiologi TTH sampai saat ini belum terungkap dengan baik. Abnormalitas kontraksi
otot leher, servikal, dan temporal di jumpai bersamaan, namun sifatnya atau perannya yang
tepat belum diketahui. Kontraksi otot kuduk dan kulit kepala mungkin merupakan gejala
penyerta, gejala sekunder. Terapi relaksasi hampir selalu dapat meringkan nyeri kepala tipe
TTH. Terapi relaksasi dapat berupa tirah baring atau massage.4
Tension-type headache episodik yang infrequent
Nyeri kepala episodik yang infrequent berlangsung beberapa menit sampai beberapa hari.
Nyeri bilateral, rasa menekan atau mengikat dengan intensitas ringan sampai sedang. Nyeri
tidak bertambah pada aktivitas fisik rutin, tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau
fonofobia.2
Kriteria Diagnostik:2
A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata-rata < 1 hari/bulan (< 12
hari/tahun) dan memenuhi kriteria B-D.
B. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
C. Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas:
23
1. Lokasi bilateral
2. Menekan/mengikat (kualitas tidak berdenyut)
3. Intensitasnya ringan atau sedang
4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga.
D. Tidak didapatkan:
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Lebih dari satu keluhan: foto fobia atau fonofobia,
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
Tension-type headache episodik yang frequent
Nyeri kepala berlangsung beberapa menit sampai beberapa hari. Nyeri kepala bilateral
menekan atau mengikat, tidak berdenyut. Intensitas ringan atau sedang, tidak bertambah berat
dengan aktivitas fisik rutin, tidak ada mual/muntah, tetapi mungkin terdapat
fotofobia/fonofobia.2
Kriteria Diagnostik:2
A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dalam 1-15 hari/bulan selama paling tidak 3
bulan (12-180 hari/tahun) dan memenuhi kriteria B-D.
B. Nyeri kepala berlangsung selama 30 menit sampai 7 hari.
C. Nyeri kepala yang memiliki paling tidak 2 dari karakteristik, berikut:
1. Lokasinya bilateral
2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut)
3. Intensitas ringan atau sedang
4. Tidak bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin seperti berjalan atau naik
tangga.
D. Tidak didapatkan:
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Fotofobia dan fonofobia secara bersamaan.
E. Tidak berkaitan dengan penyakit lain
Tension-type headache kronis
24
Nyeri kepala yang berasal dari tension type headache episodik dengan serangan tiap hari
atau serangan episodik nyeri kepala yang lebih sering yang berlangsung beberapa menit
sampai beberapa hari. Nyeri kepala bersifat bilateral, menekan atau mengikat dalam kualitas
dan intensitas ringan atau sedang, dan nyeri. Tidak bertambah berat dengan aktivitas fisik
yang rutin. Kemungkinan terdapat mual, fotofobia atau fonofobia ringan.2
Kriteria Diagnostik:2
A. Nyeri kepala timbul ≥ 15 hari/bulan, berlangsung > 3 bulan ( ≥180 hari/ tahun) dan juga
memenuhi kriteria B-D.
B. Nyeri kepala berlangsung beberapa jam atau terus-menerus.
C. Nyeri kepala memiliki paling tidak 2 karakteristik berikut:
1. Lokasi bilateral.
2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut).
3. Ringan atau sedang.
4. Tidak memberat dengan aktivitas fisik yang rutin.
D. Tidak didapatkan:
1. Lebih dari satu: fotofobia, fonofobia atau mual yang ringan.
2. Mual yang sedang atau berat, maupun muntah.
E. Tidak ada kaitan dengan penyakit lain.
Penatalaksanaan Tension Type Headache
Penatalaksanaan TTH dibagi menjadi tiga yaitu:2
1. Terapi farmakologis
2. Terapi nonfarmakologis
3. Terapi preventif
Prinsip penanganan tension type headache: 2
1. Terapi tension-type headache meliputi modifikasi gaya hidup untuk mengurangi
kekambuhan nyeri kepala, modalitas terapi non farmakologis, dan terapi farmakologis
akut maupun profilaksis.
2. Tahap awal penting pada tata laksana tension-type headache adalah edukasi mengenai
25
faktor pencetus dan implementasi tatalaksana stres dan latihan untuk
mencegah/mengurangi tension-type headache.
3. Tension-type headache akut membaik dengan sendirinya atau dikeiola dengan analgetik
yang dijual bebas seperti asetaminofen, NSAID atau asam asetilsalisilat. Kombinasi
dengan kafein juga efektif.
4. Terapi non farmakologis meliputi terapi relaksasi, cognitive-behavioral therapy dan
pemijatan.
5. Terapi profilaksis diberikan bila nyeri kepala frequent, berhubungan dengan pekerjaan,
sekolah dan kualitas hidup, dan/atau penggunaan analgetik yang dijual bebas meningkat
(>10—15 hari per bulan). Pilihan terapi profilaksis meliputi antidepresan trisiklik seperti
amitriptyline dan nortriptilin.
I. Terapi Farmakologis
Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 minggu:2
1. Analgetik: aspirin 1000 mg/hari, asetaminofen 1000 mg/hari, NSAIDs (Naproxen 660-
750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, tolfenamic 200-400 mg/hari, asam mefenamat,
fenoprofen, ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari). Pemberian analgetik
dalam waktu lama dapat menyebabkan iritasi gastrointestinal, penyakit ginjal dan hepar,
gangguan fungsi platelet.
2. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
3. Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein.
Pada tipe kronis, terapi yang digunakan:2
o Antidepresan:
Jenis trisiklik: amitriptyline, sebagai obat terapeutik maupun sebagai pencegahan
tension-type headache. Obat ini mempunyai efek analgetik dengan cara mengurangi
firing rate of trigeminal nucleus caudatus. Dalam jangka lama semua trisiklik dapat
menyebabkan penambahan berat badan (merangsang nafsu makan), mengganggu
jantung, hipotensi ortostatik dan efek antikolinergik seperti mulut kering, mata kabur,
tremor dan dysuria, retensi urin, konstipasi.
26
o Antiansietas:
Baik pada pengobatan kronis dan preventif terutama pada penderita dengan komorbid
ansietas. Golongan benzodiazepin dan butalbutal sering dipakai. Kekurangan obat ini
bersifat adiktif, dan sulit dikontrol sehingga dapat memperburuk nyeri kepalanya.
Tabel 4. Obat-obat untuk TTH.2
Obat Dosis Level
Rekomendas
i
Keterangan
Ibuprofen 200-800 mg A Efek samping gastrointestinal,
risiko perdarahan
Ketoprofen 25 mg A Efek samping seperti ibuprofen
Aspirin 500-1000 mg A Efek samping seperti ibuprofen
Naproxen 375-550 mg A Efek samping seperti ibuprofen
Diklofenak 12,5-100 mg A Hanya dosis 12,5-25 mg yang
diuji pada TTH
Parasetamol 1000 mg (oral) A Efek samping gastrointestinal
lebih sedikit dibanding NSAIDs
Kombinasi kafein 65-200 mg B ** Kombinasi dengan kafein 65-200 mg meningkatkan efikasi ibuprofen dan parasetamol,
namun juga berisiko terjadinya medication-overuse headache
II. Terapi Nonfarmakologis:2
1. Kontrol diet
2. Terapi fisik (latihan postur dan posisi; masase, ultrasound, manual terapi, kompres
panas/dingin; akupuntur TENS / transcutaneus electrical stimulation)
3. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin
4. Behaviour Treatment: Bisa dilakukan biofeedback, stress management therapy,
reassurance, konseling, terapi relaksasi, cognitive-behavioural therapy. Harus diberikan
penerangan yang jelas mengenai patofisiologi sederhana dan pengobatannya serta
tension-type headache bukanlah penyakit yang serius seperti tumor otak, perdarahan otak
27
dan sebagainya sehingga dapat mengurangi ketegangan penderita.
III. Terapi preventif farmakologis
Terapi ini perlu diberikan pada penderita yang sering mendapat serangan nyeri kepala
pada Tension-type headache episodik dan serangan yang lebih dari 15 hari dalam satu bulan
(Chronic tension-type headache).2
Indikasi terapi preventif:2
1. Terapi preventif direkomendasikan pada kasus disabilitas akibat nyeri kepala > 4
hari/bulan atau tidak ada respons terhadap terapi simtomatis, bahkan bila frekuensi nyeri
kepalanya rendah
2. Terapi dinyatakan efektif bila mengurangi frekuensi serangan dan/atau derajat keparahan
minimal 50%
3. Identifikasi faktor pencetus dan yang mengurangi nyeri kepala, jika memungkinkan juga
berperan dalam mengurangi frekuensi serangan
4. Penyakit komorbid yang lain ikut menentukan pemilihan terapi (missal: penggunaan
amiltripyline dikontraindikasikan pada hipertrofi prostat dan glaukoma)
5. Perhatian khusus terhadap adanya interaksi obat
6. Terapi preventif seharusnya berbasis obat tunggal yang dititrasi pada dosis rendah yang
efektif dan ditoleransi dengan baik
7. Pasien harus dilibatkan dalam pemilihan terapi dan sedapat mungkin dianjurkan untuk
tidak mengonsumsi obat dalam jumlah banyak (kepatuhan minum obat berkebalikan
dengan jumlah obat yang dikonsumsi)
8. Pasien harus diinformasikan mengenai bagaimana dan kapan obat seharusnya diminum,
efikasi dan efek sampingnya. Pasien disarankan untuk mencatat serangan nyeri kepala
pada diary nyeri kepala untuk mengetahui frekuensi dan durasi nyeri kepala, gangguan
fungsional, jumlah obat simtomatis yang diminum, efikasi terapi prevensi dan efek
samping yang mungkin muncul.
Prinsip-prinsip pemilihan pengobatan:2
1. Obat berdasarkan efektivitas lini pertama, efek samping dan komorbid penderita.
2. Mulai dengan dosis rendah, dinaikkan sampai efektif atau tercapai dosis maksimal.
28
3. Obat diberikan dalam jangka waktu seminggu atau lebih.
4. Bisa diganti dengan obat lain bila obat pertama gagal,
5. Sedapat mungkin monoterapi.
Tabel 5. Rekomendasi terapi profilaksis utuk pasien tension-type headache.2
Obat Dosis Harian Level Rekomendasi
Obat Lini Pertama
Amiltriptilin 30-75 mg A
Obat Lini Kedua
Mirtazapin 30 mg B
Venafaxine 150 mg B
Obat Lini Ketiga
Clomipramin 75-150 mg B
Maprotilin 75 mg B
Mianserin 30-60 mg B
3. Nyeri Kepala Klaster
Istilah terdahulu dari nyeri kepala klaster adalah neuralgia siliaris, erythromelalgia dan
kepala, erythroprosopalgia dari Bing, hemikrania angioparalitika, hemikrania neuralgiformis
kronisa, sefalgia histaminik, nyeri kepala Horton, penyakit Harris-Horton, neuralgia
migrenous (dari Harris), neuralgia petrosal (dari Gardner).2
Nyeri kepala klaster merupakan nyeri kepala yang hebat, nyeri selalu unilateral di orbita,
supraorbita, temporal atau kombinasi dari tempat-tempat tersebut, berlangsung 15-180 menit
dan terjadi dengan frekuensi dari sekali tiap dua hari sampai 8 kali sehari. Serangan-
serangannya disertai satu atau lebih sebagai berikut, semua ipsilateral, injeksi konjungtiva,
lakrimasi, kongesti nasal, rhinorrhoea, berkeringat di kening dan wajah, miosis, ptosis, edema
palpebra. Selama serangan sebagian besar pasien gelisah atau agitasi.2
Epidemiologi
29
Nyeri kepala klaster adalah satu dari bentuk nyeri kepala yang berat yang dikenal oleh
laki-laki. Berbeda dengan migren, nyeri kepala klaster lebih predominan menyerang pria,
dengan rasio laki-laki : perempuan adalah 4,5:1. Nyeri kepala ini memiliki persentase yang
kecil dibanding nyeri kepala lain, dan tidak seperti migren, sangat sedikit bukti adanya faktor
genetik. Insidens tertinggi pada pria usia 40-49 tahun dan wanita pada usia 60-69 tahun. Bila
usia dan gender disesuaikan makan insidensnya 9,8 per 100.000 orang per tahun.9
Patofisiologi
Patogenesis nyeri kepala klaster tidak jelas. Ini merupakan salah satu nyeri yang sangat
hebat dan dapat diderita oleh manusia. Pada pemeriksaan MRI fungsional sewaktu serangan
didapatkan aktivasi masa kelabu hipotalamus sisi ipsilateral. Diduga migren dan nyeri kepala
klaster disebabkan oleh neurotransmisi serotonergik yang lokasinya berbeda.
Kriteria Diagnosis
Berikut merupakan kriteria diagnosis dari nyeri kepala klaster:2
A. Paling sedikit 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Nyeri hebat atau sangat hebat di orbita, supra orbita dan/atau temporal yang unilateral,
berlangsung 15-180 menit bila tak diobati.
C. Nyeri kepala disertai setidak-tidaknya satu dari:
1. Injeksi konjungtiva dan atau lakrimasi ipsilateral.
2. Kongesti nasal dan atau rhinorrhoea ipsilateral.
3. Edema palpebra ipsilateral.
4. Dahi dan wajah berkeringat ipsilateral.
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral.
6. Perasaan gelisah atau agitasi.
D. Serangan-serangan mempunyai frekuensi: dari 1 kali setiap 2 hari sampai 8 kali per hari.
E. Tidak berkaitan dengan gangguan lain.
Penanganan nyeri kepala klaster:2
Faktor-faktor psikologis tidak memengaruhi perjalanan nyeri kepala klaster.
30
Penyesuaian gaya hidup tidak memberi respons.
Menghindari alkohol dan lain lain selama periode klaster (periode serangan) bermanfaat.
Tujuan pengobatan medis:
o Menekan periode klaster (periode serangan).
o Menghentikan serangan akut.
o Mengurangi frekuensi.
o Mengurangi berat/intensitasnya.
Harus dipertimbangkan: adakah lesi struktural yang mendasari
Pengobatan behavioral: terapi relaksasi, manajemen stress.
Terapi pada serangan akut (terapi abortif):2
1. Inhalasi oksigen (masker muka): oksigen 100% 7 liter/menit selama 15 menit
2. Dihidroergotamin (DHE) 0,5-1,5 mg i.v. akan mengurangi nyeri dalam 10 menit;
pemberian i.m. dan nasal lebih lama.
3. Sumatriptan injeksi subkutan 6 mg akan mengurangi nyeri dalam waktu 5-15 menit;
dapat diulang setelah 24 jam. Kontraindikasi: penyakit jantung iskemik, hipertensi tidak
terkontrol. Sumatriptan nasal spray 20 mg (kurang efektif dibanding subkutan). Efek
samping: pusing, letih, parestesia, kelemahan di muka.
4. Zolmitriptan 5 mg atau 10 mg per oral.
5. Anestesi lokal: 1 ml Lidokain intranasal 4%.
6. Indometasin (rectal suppositoria).
7. Opioids (rektal, Stadol nasal spray) hindari pemakaian jangka lama.
8. Ergotamine aerosol 0,36-1,08 mg (1-3 inhalasi) efektif 80%.
9. Gabapentin atau Topiramat.
10. Methoxyflurane (rapid acting analgesic): 10-15 tetes pada saputangan dan inhalasi selama
beberapa detik.
Kriteria terapi preventif nyeri kepala klaster:2
o Nyeri kepala klaster sulit dihilangkan dengan terapi abortif (gagal terapi abortif)
o Nyeri kepala klaster terjadi setiap hari dan lebih lama dari 15 menit
31
o Pasien nyeri kepala klaster bersedia minum obat setiap hari dan mau menerima
kemungkinan efek samping obat.
Cephalgia Sekunder
Ketika seorang pasien memiliki nyeri kepala pertama kalinya, atau tipe nyeri kepala yang
baru, dan pada waktu yang sama terdapat tumor otak yang berkembang, secara langsung
disimpulkan bahwa nyeri kepala tersebut adalah sekunder karena tumor. Pasien seperti itu akan
diberikan hanya satu diagnosis nyeri kepala (yaitu nyeri kepala karena neoplasia intracranial),
walaupun nyeri kepala tersebut identik dengan migren, TTH, ataupun klaster. Dengan kata lain,
nyeri kepala baru terjadi ketika ada gejala lain yang disadari mampu menyebabkan hal tersebut
selalu didiagnosis sebagai nyeri kepala sekunder.8
Berikut merupakan kriteria diagnosis cephalgia sekunder:8
A. Nyeri kepala apapun yang memenuhi kriteria C
B. Gangguan lain yang secara ilmiah didokumentasi menjadi penyebab nyeri kepala yang
sudah didiagnosis.
C. Bukti kausa didemonstrasikan oleh setidaknya dua gejala berikut:
1. Nyeri kepala sudah berkembang pada relasi temporal menuju onset dari kausa
terduga
2. Satu atau kedua dari:
i. Nyeri kepala secara signifikan berkembang parallel seiring dengan
perkembangan kausa terduga
ii. Nyeri kepala sudah secara signifikan berkembang parallel dengan
berkembangnya kausa terduga
3. Nyeri kepala mempunyai karakteristik tipikal untuk kelainan dikarenakan kausa
tersebut
4. Bukti lain yang berwujud kausa
D. Tidak dihitung lebih baik oleh diagnosis ICHD-3 lain.
1. Nyeri Kepala Akut Pascatrauma
32
Nyeri kepala akut pascatrauma merupakan nyeri kepala kurang dari 3 bulan disebabkan
oleh trauma kepala.2
Kriteria diagnostik pada nyeri kepala akut pasca trauma yang berkaitan dengan trauma
kapitis sedang atau berat:2
A. Nyeri kepala, tidak khas, memenuhi kriteria C dan D
B. Terdapat trauma kepala dengan sekurang-kurangnya satu keadaan dibawah ini:
1. Hilang kesadaran selama > 30 menit
2. GCS <13
3. Amnesia pascatrauma berlangsung > 48 jam
4. Imaging menggambarkan adanya suatu lesi otak trumatik.
C. Nyeri kepala terjadi 7 hari setelah trauma kepala atau sesudah kesadaran penderita
pulih kembali.
D. Terdapat satu atau lebih keadaan di bawah ini:
1. Nyeri kepala hilang dalam 3 bulan setelah trauma kepala
2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan sejak trauma kepala.
Kriteria diagnostik pada nyeri akut pascatrauma berkaitan dengan trauma kapitis ringan:2
A. Nyeri kepala tidak khas, memenuhi kriteria C dan D.
B. Trauma kepala dengan semua keadaan berikut ini:
1. Tidak disertai hilangnya kesadaran, atau kesadaran menurun <30 menit
2. GCS > 13
3. Gejala dan/atau tanda-tanda diagnostik dari trauma kapitis ringan
C. Nyeri kepala timbul dalam tujuh hari setelah trauma kepala
D. Terdapat satu atau lebih keadaan di bawah ini:
1. Nyeri kepala menghilang dalam 3 bulan setelah trauma kepala
2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan setelah trauma
kepala
2. Nyeri Kepala akibat Kelainan Vascular yang Berkaitan dengan Stroke Iskemik dan TIA
33
Awitan nyeri kepala akibat stroke iskemik dapat mendadak atau gradual, biasanya
unilateral atau fokal, disertai dengan tanda-tanda neurologik fokal dan/atau perubahan-
perubahan dalam kesadaran yang biasanya memudahkan diferensiasinya dari nyeri kepala
primer. Derajat keparahan nyeri kepala tidak berhubungan dengan ukuran atau lokasi infark.2
Kriteria diagnosis pada nyeri kepala yang berkaitan dengan stroke iskemik (infark serebri):2
A. Nyeri kepala akut baru yang memenuhi kriteria C.
B. Tanda-tanda neurologis dan/atau bukti neuroimaging dari stroke iskemik yang baru,
C. Nyeri kepala yang berkembang bersama/hampir bersamaan dengan tanda-tanda atau
bukti lain dari stroke iskemik.
Kriteria diagnosis pada berkaitan dengan TIA:2
A. Nyeri kepala akt baru yang memenuhi kriteria C dan D.
B. Defisit neurologis fokal dari stroke iskemik yang berlangsung < 24 jam
C. Nyeri kepala berkembang secara stimulan dengan awitan defisit fokal
D. Nyeri kepala menghilang 24 jam.
3. Nyeri Kepala yang Disebabkan oleh Meningitis Bakterial
Kriteria diagnosisnya:2
A. Nyeri kepala yang ditandai dengan paling sedikit satu dari gejala di bawah ni serta
karakteristik memenuhi kriteria C dan D.
1. Nyeri kepala diffuse
2. Intensitasnya meningkat sampai berat
3. Disertai dengan mual, fotofobi, dan atau fonofobia
B. Adanya meningitis bacterial dibuktikan dengan pemeriksaan LCS
C. Nyeri kepala timbul selama meningitis
D. Satu atau lain tanda yang mendukung adalah
1. Nyeri kepala membaik 3 bulan setelah sembuh dari meningitis
2. Nyeri kepala menetap, tetapi 3 bulan tidak diderita setelah sembuh dari
meningitis.
4. Nyeri Kepala yang Berkaitan dengan Hipertensi Arterial
34
Hipertensi arterial kronik baik ringan (140-159/90-99 mmHg) atau sedang (160-179/100-
109 mmHg) dikatakan tidak menyebabkan nyeri kepala. Ada pendapat bahwa hipertensi
sedang cenderung menimbulkan nyeri kepala, tetapi belum cukup bukti atau masih sedikit
sekali. Pemantauan tekanan darah secara ambulatoir pada pasien dengan hipertensi ringan dan
sedang menunjukkan tidak ada korelasi tekanan darah yang berfluktuasi lebih dari 24 jam
dengan ada atau tidaknya nyeri kepala. Nyeri kepala karena hipertensi berat biasanya:2
- Berdenyut
- Bioksipital, dapat menyeluruh (generalized) atau di daerah frontal
5. Nyeri Kepala yang Berkaitan dengan Glaukoma Akut
Kriteria diagnostiknya:2
A. Nyeri pada mata dan di belakang atau di atasnya yang memenuhi kriteria C dan D
B. Peninggian tekanan intraokuler, disertai dengan paling tidak salah satu di bawah ini:
1. Injeksi konjungtival
2. Kornea berkabut
3. Gangguan visus
C. Nyeri timbul simultan dengan glaucoma
D. Nyeri berkurang dalam 72 jam sesudah pengobatan efektif dari glaukoma
6. Nyeri Kepala yang Berkaitan dengan Kelainan Refraksi
Kriteria diagnostik:2
A. Nyeri kepala ringan rekuren, frontal dan di bola mata yang memenuhi kriteria C dan D.
B. Gangguan refraksi yang tidak terkoreksi atau kesalahan koreksi (mis. Hiperopia,
astigmatisme, presbiopia, pemakaian yang salah dari kacamata)
C. Nyeri kepala dan nyeri pada mata yang pertama timbul erat kaitannya dengan gangguan
refraksi mata, tidak timbul pada saat bangun tidur dan diperberat dengan pemaksaan
melihat sesuatu pada suatu jarak atau sudut yang terganggu pada waktu yang lama.
D. Nyeri kepala dan nyeri pada mata yang akan menghilang sembuh tanpa ada berulang
sesudah dilakukan koreksi gangguan refraksi.
35
7. Nyeri Kepala yang Berkaitan dengan Rhinosinusitis
Kriteria diagnostik:2
A. Nyeri kepala frontal disertai nyeri di satu atau lebih daerah wajah, telinga atau gigi dan
memenuhi kriteri C dan D
B. Klinis, endoskopi hidung, CT dan/atau MRI dan/atau bukti laboratorium akut.
C. Nyeri kepala dan nyeri wajah timbul bersamaan dengan serangan atau eksaserbasi akut
rhinosinusitis.
D. Nyeri kepala dan/atau nyeri wajah sembuh dalam waktu 7 hari setelah remisi atau
penobatan akut atau acute-on-chronic rhinosinusitis berhasil.
8. Nyeri Kepala yang Berkaitan dengan Kelainan Gigi, Rahang, dan Struktur Sekitarnya
Kelainan pada gigi biasanya menyebabkan sakit gigi dan/atau nyeri wajah, dan jarang
menyebabkan nyeri kepala. Rasa nyeri dari gigi dapat menjalar, bagaimanapun juga dapat
menyebabkan nyeri kepala menyeluruh. Penyebab paling umum sakit kepala adalah
periodontitis atau perikoronitis sebagai akibat infeksi atau iritasi traumatik, erupsi gigi.2
Kriteria Diagnostik:2
A. Nyeri kepala disertai nyeri gigi dan/atau rahang dan memenuhi kriteria C dan D
B. Bukti kelainan gigi, rahang atau struktur terkait
C. Nyeri kepala dan nyeri gigi dan/atau rahang timbul erat kaitannya dengan kelainan gigi,
rahang dan struktur sekitarnya.
D. Nyeri kepala dan nyeri di gigi dan/atau rahang sembuh dalam waktu 3 bulan setelah
pengobatan berhasil dari kelainan gigi, rahang dan struktur sekitarnya.
Trigeminal Neuralgia
Trigeminal neuralgia (tic douloureux) merupakan sebuah kelainan sistem saraf.
Merupakan serangan nyeri wajah unilateral dan bersifat spontan, episodic, menusuk, seperti
tersengat listrik, melibatkan cabang N. trigeminus (N. V) bagian atas V1 (N. Ophtalmikus)
meliputi persarafan pada kulit kepala, dahi, dan kepala bagian depan, cabang bagian tengah V2
36
(N. Maxillaris) meliputi pipi, rahang atas, bibir atas, gigi dan gusi, dan sisi hidung, cabang
bagian bawah wajah V3 (N. Mandibular) menyarafi rahang bawah, gigi, bibir bawah, gigi, dan
gusi.2
Gambar 4. Tiga divisi sensori mayor dari nervus trigeminus.10
Etiologi
Faktor pencetus nyeri antara lain sentuhan, berbicara, makan, minum, mengunyah,
menyikat gigi, menyisir rambut, bercukur rambut, air saat mandi. Terdapat trigger area pada
plica nasolabialis. Nyeri umumnya menghilang dalam jangka waktu bervariasi.2
Epidemiologi
Estimasi insidens trigeminal neuralgia adalah 4,5 per 100.000 orang. Insidens tertinggi
pada usia 60-70 tahun dengan rasio laki-laki dibandingkan perempuan 1:2.
Patofisiologi
Gejala adalah hasil dari generasi ektopik potensial aksi dalam serabut aferen yang sensitif
nyeri akar N. V sebelum memasuki permukaan lateral pons. Kompresi atau patologi lainnya
dalam nervus memicu demielinisasi dari serabut myelin lebar yang tidak membawa sensasi
nyeri itu sendiri tetapi menjadi hipereksitasi dan listiknya berpasangan dengan serabut saraf
yang tidak bermielin atau sedikit mielin dalam jarak dekat; ini mungkin menjelaskan kenapa
stimulus taktil, disampaikan via serabut besar bermielin, dapat menstimulasikan nyeri secara
tiba-tiba. Kompresi serabut nervus trigeminus oleh pembuluh darah, paling sering a.
cerebellar superior atau pada vena yang berliku-liku, merupakan sumber trigeminal neuralgia
pada proporsi substansial pasien. Pada kasus kompresi vascular, penurunan otak yang
37
berhubungan dengan usia dan meningkatnya ketebalan vascular dan lekukan-lekukan
pembuluh darah mungkin menjelaskan prevalensi trigeminal neuralgia pada usia lanjut.10
Trigeminal Neuralgia Klasik
Trigeminal neuralgia klasik biasanya berawal pada cabang kedua atau ketiga nervus
trigeminus yang mempersarafi pipi dan dagu. Kurang dari 5% pasien mengenai cabang
pertama nervus trigeminus. Rasa nyeri tidak pernah menjalar ke sisi berlawanan, tetapi nyeri
dapat terjadi bilateral walaupun jarang, dan penyebab sentral seperti sklerosis multiple harus
dipertimbangkan. Di antara serangan biasanya tanpa gejala, tetapi nyeri tumpul dapat bertahan
lama pada beberapa kasus. Sesudah serangan nyeri biasanya terdapat periode refrakter saat
nyeri tidak dapat dipicu.2
Pada beberapa kasus serangan nyeri dapat dipicu rangsangan somatosensori di luar area
trigeminal, seperti anggota gerak, atau oleh stimulasi sensorik lainnya seperti lampu terang,
suara keras atau taste.
Nyeri sering membangkitkan spasme otot wajah pada sisi yang terkena. Dengan MRI
sebagian besar menunjukkan adanya kompresi akar saraf trigeminal oleh pembuluh darah
yang berkelok-kelok atau aberrant vessels. Neuralgia trigeminal klasik biasanya responsive
terhadap farmakoterapi.2
Kriteria Diagnostik:2
A. Serangan nyeri paroksismal beberapa detik sampai dua menit melibatkan 1 atau lebih
cabang N. trigeminus dan memenuhi kriteria B dan C.
B. Nyeri paling sedikit 1 memenuhi karakteristik sebagai berikut:
1. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam
2. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus
C. Jenis serangan stereotyped pada setiap individu
D. Tidak ada defisit neurologis
E. Tidak berkaitan dengan gangguan lain
Penatalaksanaan Trigeminal Neuralgia Klasik
38
Terapi:
1. Informasi dan edukasi
2. Terapi farmakologi
Tabel 6. Terapi Farmakologi pada Trigeminal Neuralgia.2
Obat Dosis
(mg/hari)
Carbamazepin 100-600
Pregabalin 150-300
Baclofen 60-80
Phenytoin 200-400
Lamotrigine 100-400
Topiramat 150-300
Oxcarbazepine 300-2400
Gabapentin 1200-3600
3. Terapi bedah: indikasinya adalah nyeri intractable efek samping obat yang tidak dapat
diterima. Ada lima prosedur terapi pembedahan pada trigeminal neuralgia yaitu: Gamma
Knife Radiosurgery, radiofrequency electrocoagulation, gliserol injeksi, balon
microcompression, mikrovaskuler dekompresi.
Trigeminal Neuralgia Simtomatis
Nyeri sama dengan trigeminal neuralgia klasik akan tetapi ini disebabkan oleh kelainan
structural (yang nyata dibuktikan pada pemeriksaan canggih) selain dari kompresi pembuluh
darah.
Kemungkinan terdapat gangguan sensorik pada distribusi cabang saraf trigeminus yang
sesuai. Pada trigeminal neuralgia simtomatis tidak didapatkan periode refrakter setelah
serangan tiba-tiba, tidak seperti trigeminal neuralgia klasik.
Kriteria Diagnostik:2
39
A. Serangan nyeri paroksismal selama beberapa detik sampai dua menit dengan atau tanpa
nyeri persisten di antara serangan peroksismal, melibatkan satu atau lebih cabang/divisi
nervus trigeminus
B. Memenuhi paling sedikit satu karakteristik nyeri berikut:
a. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam
b. Depresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus
C. Jenis serangan stereotyped pada setiap individu
D. Lesi penyebab adalah selain kompresi pembuluh darah, juga kelainan structural yang
nyata terlihat pada pemeriksaan canggih dan atau eksplorasi fossa posterior.
Penatalaksanaan Trigeminal Neuralgia Simtomatis
Terapi:
1. Kausal
2. Terapi farmakologis: sama dengan neuralgia trigeminal idiopatik
3. Terapi bedah: menghilangkan kausal seperti angkat tumor
Tanda Bahaya Nyeri Kepala
Berikut merupakan gejala nyeri kepala yang perlu penanganan serius:10
- Nyeri kepala terberat selama ini
- Nyeri kepala berat pertama kalinya
- Nyeri subakut yang semakin memburuk selama berhari-hari atau berminggu-minggu
- Hasil pemeriksaan neurologi abnormal
- Demam atau gejala sistemik yang tidak bisa dijelaskan
- Muntah yang mendahului nyeri kepala
- Nyeri yang diinduksi oleh membungkuk, mengangkat, batuk
- Nyeri yang mengganggu tidur atau muncul sesaat setelah bangun
- Diketahui ada penyakit sistemik
- Mulai setelah usia 55 tahun
- Nyeri diasosiasikan dengan nyeri tekan setempat, misalnya area arteri temporal
40
Tabel 7. Cephalgia.
Jenis Sifat Lokasi Durasi Intensitas dan
Frekuensi
Gejala
Ikutan
Migren
tanpa aura
Berdenyut Unilateral 4-72 jam Sedang-berat,
mengganggu
aktivitas
Nausea,
vomitus,
fotofobia,
fonofobia
Migren
dengan
aura
Berdenyut Unilateral 4-72 jam
Aura 5-60
detik
Sedang-berat,
mengganggu
aktivitas
Gangguan
sensorik
reversible
Klaster Tajam,
menusuk
Unilateral 15-180 detik Sangat berat Lakrimasi,
rhinorrea
TTH Tumpul,
menekan
Bilateral 30 menit – 7
hari
Ringan-sedang,
mengganggu
aktivitas
Depresi,
cemas
Trigeminal
Neuralgia
Panas, seperti
tersengat
listrik
Sepanjang
inervasi N.
V
Beberapa detik
– 2 menit
Ringan-sedang Gangguan
sensorik pada
N. V
Gambar 5. Ilustrasi cephalgia.
41
BAB III
PENUTUP
Cephalgia merupakan gejala yang sering sekali ditemukan pada pasien untuk datang
mencari pertolongan medis. Sangat penting bagi tenaga kesehatan untuk mengenali menggali
mengenai apa karakteristik dari cephalgia itu sendiri lewat anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Perlu untuk tenaga kesehatan mengetahui tentang klasifikasi cephalgia
berdasarkan International Headache Society III 2013 atau Konsensus Nasional IV PERDOSSI
tahun 2013 yaitu cephalgia primer; sekunder; dan neuralgia kranial, sentral atau nyeri fasial
primer dan nyeri kepala lainnya. Dengan melakukan diagnosis dari masing-masing penyakitnya,
maka penanganan dari cephalgia ini dapat menjadi tepat dan efektif.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Rooper AH, Samuel MA, Klein JP. Adams and Victor’s principles of neurology. 10 th
edition. New York: McGraw-Hill; 2014.
2. PERDOSSI. Diagnostik dan penatalaksanaan nyeri kepala Konsensus nasional IV.
Surabaya: Pusat Penerbitan FK UNAIR.
3. Lindsay KW, Bone I, Callander R, Gijn JV. Neurology and neurosurgery illustrated.
Edinburgh: Churchill Livingstone; 1997.
4. Lumbantobing SM. Nyeri kepala, nyeri punggung bawah, nyeri kuduk. Jakarta: Balai
penerbit FKUI; 2008.
5. Sherwood L. Human physiology: from cell to systems. 7th edition. Belmont: Brooks/Cole
Cengage Learning; 2010.
6. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medica; physiology. 11 th edition. Philadelphia: Elsevier
Saunder; 2006.
7. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006.
8. IHS. International Classification of Headache Disorders 3rd edition. Sage 2013:33(9):629.
9. Corey-Bloom J, David RB. Clinical adult neurology. 3rd edition. New York:
demosMedical; 2009
10. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editors. Harrison;s
neurology in clinical medicine. 3rd edition. New York: McGraw Hill; 2013.
11. Brust JCM. Current diagnosis & treatment neurology. 2nd edition. New York: McGraw
Hill; 2012.
43