53
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas proses pengangkutan berbagai substansi dari, dan ke sel-sel tubuh. Sistem ini terdiri dari organ penggerak yang disebut jantung, dan sistem saluran yang terdiri dari arteri yang mergalirkan darah dari jantung, dan vena yang mengalirkan darah menuju jantung. Jantung manusia merupakan jantung berongga yang memiliki 2 atrium dan 2 ventrikel. Jantung merupakan organ berotot yang mampu mendorong darah ke berbagai bagian tubuh. Jantung manusia berbentuk seperti kerucut dan berukuran sebesar kepalan tangan, terletak di rongga dada sebalah kiri. Jantung dibungkus oleh suatu selaput yang disebut perikardium. Jantung bertanggung jawab untuk mempertahankan aliran darah dengan bantuan sejumlah klep yang melengkapinya. Untuk mejamin kelangsungan sirkulasi, jantung berkontraksi secara periodik.

Referat CHF

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat CHF

Citation preview

Page 1: Referat CHF

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas proses

pengangkutan berbagai substansi dari, dan ke sel-sel tubuh. Sistem ini

terdiri dari organ penggerak yang disebut jantung, dan sistem saluran yang

terdiri dari arteri yang mergalirkan darah dari jantung, dan vena yang

mengalirkan darah menuju jantung.

Jantung manusia merupakan jantung berongga yang memiliki 2 atrium

dan 2 ventrikel. Jantung merupakan organ berotot yang mampu

mendorong darah ke berbagai bagian tubuh. Jantung manusia berbentuk

seperti kerucut dan berukuran sebesar kepalan tangan, terletak di rongga

dada sebalah kiri. Jantung dibungkus oleh suatu selaput yang disebut

perikardium. Jantung bertanggung jawab untuk mempertahankan aliran

darah dengan bantuan sejumlah klep yang melengkapinya. Untuk mejamin

kelangsungan sirkulasi, jantung berkontraksi secara periodik.

Otot jantung berkontraksi terus menerus tanpa mengalami kelelahan.

Kontraksi jantung manusia merupakan kontraksi miogenik, yaitu kontaksi

yang diawali kekuatan rangsang dari otot jantung itu sendiri dan bukan

dari syaraf.

Gagal jantung sangat sering ditemukan. Penyakit ini termasuk salah

satu dari urutan tertinggi dalam daftar penyebab kematian dikebanyakan

negara-negara Barat, tetapi di negara tropis penyakit ini juga merupakan

penyebab sangat penting dari invaliditas dan bahkan kematian

Page 2: Referat CHF

Anatomi Jantung :

1. Bentuk Serta Ukuran Jantung

Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung

dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan

dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung panjangnya kira-

kira 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-

15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan

tangan.

Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium

dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awam, atrium dikenal dengan

serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik.

Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena

rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel

mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang

mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan.

Kedua atrium dipisahkan oleh sekat antar atrium (septum

interatriorum), sementara kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat antar

ventrikel (septum inter- ventrikulorum). Atrium dan ventrikel pada

masing-masing sisi jantung berhubungan satu sama lain melalui suatu

penghubung yang disebut orifisium atrioventrikuler. Orifisium ini dapat

terbuka atau tertutup oleh suatu katup atrioventrikuler (katup AV). Katup

AV sebelah kiri disebut katup bikuspid (katup mitral) sedangkan katup

AV sebelah kanan disebut katup trikuspid.

Page 3: Referat CHF

2. Katup-Katup Jantung

Diantara atrium kanan dan ventrikel kanan ada katup yang

memisahkan keduanya yaitu katup trikuspid, sedangkan pada atrium kiri

dan ventrikel kiri juga mempunyai katup yang disebut dengan katup

mitral/ bikuspid. Kedua katup ini berfungsi sebagai pembatas yang dapat

terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke ventrikel.

Katup Trikuspid

Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila

katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju

ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran

darah menuju atrium kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi

Page 4: Referat CHF

ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid terdiri dari 3 daun

katup.

Katup pulmonal

Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam ventrikel

kanan melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang

menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan

jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat

katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup yang terbuka bila

ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel kanan relaksasi,

sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan menuju

arteri pulmonalis.

Katup bikuspid

Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri

menuju ventrikel kiri.. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup

pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.

Katup Aorta

Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta.

Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga

darah akan mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup

pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk

kembali kedalam ventrikel kiri.

Jantung adalah salah satu organ tubuh yang vital. Jantung kiri

berfungsi memompa darah bersih (kaya oksigen/zat asam) ke seluruh

tubuh, sedangkan jantung kanan menampung darah kotor (rendah

oksigen, kaya karbon dioksida/zat asam arang), yang kemudian dialirkan

ke paru-paru untuk dibersihkan. Jantung normal besarnya segenggam

tangan kiri pemiliknya. Jantung berdenyut 60-80 kali per menit, denyutan

bertambah cepat pada saat aktifitas atau emosi, agar kebutuhan tubuh

akan energi dapat terpenuhi. Andaikan denyutan jantung 70 kali per

Page 5: Referat CHF

menit, maka dalam 1 jam jantung berdenyut 4200 kali atau 100.800 kali

sehari semalam. Tiap kali berdenyut dipompakan darah sekitar 70 cc, jadi

dalam 24 jam jantung memompakan darah sebanyak kira-kira 7000 -

7.571 liter.

Jantung mempunyai dua fungsi :

1. Jantung harus menyediakan darah yang cukup mengandung oksigen dan

nutrisi untuk organ-organ dari tubuh, darah ini harus mempunyai tekanan

yang cocok untuk perfusi dan pemberian makanan. Pada saat yang sama

jantung juga harus memompakan darah yang mengandung bahan-bahan

sisa ke organ- organ ekskresi misalnya hati dan ginjal dan memompakan

darah yang suhunya berlebihan ke sistem pendingin dari tubuh, yaitu

pembuluh darah di kulit. Semua hal ini dapat dilakukan oleh jantung

sebelah kiri.

2. Fungsi lain dari jantung ialah mengisi darah dengan oksigen yang segar

dari udara dan pada saat yang bersamaan mengekskresi salah satu hasil

akhir metabolisme yaitu karbondioksida. Pertukaran kedua gas ini dengan

udara dari alveoli paru berlangsung melaui membran alveolus yang

sangat tipis. Jika tekanan sama tingginya dengan tekanan di bilik kiri atau

aorta, cairan darah segera akan mengisi alveoli dengan cara filtrasi dan

penderita akan mati oleh karena edema paru.

1.2. Epidemiologi

Gagal jantung adalah merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa

penyakit. Sindrom gagal jantung kongestif (Chronic Heart Failure/ CHF)

juga mempunyai prevalensi yang cukup tinggi pada lansia dengan

prognosis yang buruk. Prevalensi CHF adalah tergantung umur/age-

dependent. Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah

Page 6: Referat CHF

45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 – 84 tahun. Dengan semakin

meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati prevalensi dari CHF

yang meningkat juga. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya lansia yang

mempunyai hipertensi akan mungkin akan berakhir dengan CHF. Selain

itu semakin membaiknya angka keselamatan (survival) post-infark pada

usia pertengahan, menyebabkan meningkatnya jumlah lansia dengan

resiko mengalami CHF.

Angka kejadian PJPD (Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah) di

Amerika Serikat pada tahun 1996 dilaporkan hampir mencapai 60 juta

penderita, ternyata dari 5 orang Amerika 1 diantaranya menderita PJPD.

Macam-macam PJPD di negeri itu dapat dilihat pada tabel 1. Tekanan

darah tinggi paling sering dijumpai, disusul dengan Penyakit Jantung

Koroner dan Stroke. Gagal Jantung Kongestif merupakan komplikasi

Tekanan Darah Tinggi yang tak terkontrol dengan baik, atau PJK yang

luas, cukup sering ditemukan.

JENIS PENYAKIT JUMLAH PENDERITA

1. Tekanan Darah Tinggi 50.000.000

2. Penyakit Jantung Koroner 12.000.000

3. Infark Miokard 7.000.000

4. Iskemia Miokard 6.200.000

5. Stroke 4.400.000

6. Gagal Jantung Kongestif 4.000.000

7. Penyakit Jantung Reumatik 1.800.000

8. Penyakit Jantung Bawaan 1. 000.000

Tabel 1. Jenis Penyakit Jantung dan pembuluh Darah serta angka

kejadiannya di USA

Page 7: Referat CHF

Gagal jantung merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat Indonesia yang

banyak dijumpai dan menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas utama baik

di negara maju maupun di negara sedang berkembang. (6)

Data yang diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit RK Charitas diperoleh

data prevalensi penderita CHF pada tahun 2008 sebanyak 114 orang,

sedangkan pada tahun 2009 meningkat menjadi 135 orang, dan pada periode

bulan Januari sampai dengan Juni 2010 berjumlah sebanyak 72 orang. 10

Page 8: Referat CHF

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. DEFINISI

Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi

dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul

dengan atau tanpa penyakit jantung.

Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik,

gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan

ini dapat menyebabkan kematian pada pasien.2

Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal

jantung kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut,

gagal jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis.

Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam

pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara

lain pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut,

klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson

dan NYHA.2

Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut,

dengan pembagian:

Derajat I : tanpa gagal jantung

Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3

galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis

Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan

paru.

Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik

_ 90 mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan

diaforesis)

Page 9: Referat CHF

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda

kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea,

distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara

jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure

pada manuver valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan

nadi yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin

dan penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah

(wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut

dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut

penderta dibagi menjadi empat kelas, yaitu:

Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)

Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)

Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)

Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)

II.2. ETIOLOGI

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi

cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung, di Negara

berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab

terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak

adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi.4 Pada

beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung.

Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita.

Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai

Penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.4 Faktor

risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat

berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan

serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan

sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.

Page 10: Referat CHF

Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal

jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal

jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri.

Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan

diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta

memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia

ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri

berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.4

Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang

bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung

kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan

menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif

dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana

terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi

ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada

jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.

Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal

dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan

adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi

septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta

(kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan

kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dan

dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolic (relaksasi) yang menghambat

pengisian ventrikel.4,5 Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit

jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di

negara maju.

Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan

stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan

kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta

menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).

Page 11: Referat CHF

Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan

dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada

penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul

bersamaan.

Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan

gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial

fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan

kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol

menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat

menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat

menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat

antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek

toksik langsung terhadap otot jantung.

Terdapat sejumlah factor yang berperan dalam perkembangan dan

bertnya gagal jantung :

1. Meningkatnya laju metabolisme (misalnya, demam dan tirotoksikosis)

2. Hipoksia dan anemia : memerlukan peningkatan cairan jantung untuk

memenuhi kebutuhan oksigen sistemik ; menurunkan suplai oksigen ke

jantung.

3. Asidosis (respiratori atau metabolik)

4. Abnormalitas elektrolit : menurunkan kontrktilitas jantung.

5. Disritmia jantung : terjadi denga sendirinya atau secara sekunder

akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungus jantung.

II.3. PATOFISIOLIGI

Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi

gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf

simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi

Page 12: Referat CHF

sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya

penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme

kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (system

RAA) serta kadar asopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk

memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.6,7

Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga

cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan

kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila

hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi

jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya

apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.6

Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin,

angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan

vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang

merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat

tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan

menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium.

Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi

endotel pada gagal jantung.6,7

Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama

yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.

Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap

peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain

Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada

ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas

pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap

natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide

meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan

dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi

ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan

Page 13: Referat CHF

natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang

menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah

digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung.2,6

Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya

pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada

pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.2

Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan

merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek

vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas

retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat

sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan

tekanan pulmonary artery capillary wedge pressure, perlu perawatan dan

kematian. Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat

kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya remodelling vaskular

dan miokardial akibat endotelin.2,6

Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard,

dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel

kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab

tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi

ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti

infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial,

dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel

yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi

sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.

Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada

jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh

karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka

volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan

meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik,

Page 14: Referat CHF

menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat (hukum Starling pada jantung).

Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada

saat istirahat masih bisa baik, tetapi peningkatan tekanan diastolik yang

berlangsung lama/ kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan ke sirkulasi

pulmoner dan sirkulasi sistemik.

Akhirnya, tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan

transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik. Penurunan

cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau

penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan sistem

humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi

miokardium, frekuensi denyut jantung dan tons vena; perubahan terakhir ini

akan menimbulkan peningkatan volume darah central. Yang selanjutnya

menimbulkan peningkatan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang

untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu

tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium

dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien-pasien dengan penyakit arteri

koroner sebelumnya, dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti

pulmoner. Aktivasi sistem saraf simpatis juga meningkatkan resistensi perifer;

adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital,

tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran darah ke

ginjal dan jaringan. Resistensi vaskuler perifer juga merupakan determinan

utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis yang berlebihan dapat

menekan fungsi jantung itu sendiri.

II.3.1. Gagal jantung kiri

Gagal jantung kiri terjadi bila curah (output) ventrikel kiri kurang dari

volume total darah yang diterima dari jantung kanan melalui sirkulasi pulmoner.

Akibatnya terjadi bendungan di sirkulasi paru, dan tekanan darah sistemik

turun. Penyebab paling umum dari gagal ventrikel kiri adalah infark miokard.

Page 15: Referat CHF

Penyebab lain meliputi hipertensi sistemik, stenosis atau insufisiensi aorta, dan

kardiomiopati. Stenosis mitral dan insufisiensi mitral juga dapat menyebabkan

gejala gagal jantung kiri.

Pada tahap awal gagal jantung kiri dispnea terlihat bila cadangan jantung

berlebihan. Pada saat awitan mulai mengumpul dalam kapiler pulmonal,

pembentukan edema interstisial menyebabkan defek pada oksigenasi. Saturasi

oksigen darah menurun, menyebabkan kemoreseptor merangsang pusat

pernapasan. Pada awalnya frekuensi pernapasan meaingkat selama latihan dan

selanjutnya bahkan pada saat istirahat. Napas pendek pada aktivitas fisik

(dispnea pada aktivitas fisik) adalah gejala umum dan relatif dini. Individu ini

dapat mengeluh sesak napas bila berjalan atau setelah makan banyak.

Ketidakmampuan bernapas dalam posisi telentang disebut ortopnea. Pada

gagaljantung kiri kronis, edema pulmonal interstisial dan alveolar mungkin ada

setiap waktu; posisi duduk tegak dipilih sehingga cairan turun ke dasar paru,

yang membuat bernapas lebih mudah.

II.3.2. Gagal jantung kanan.

Gagal jantung kanan terjadi bila curah ventrikel kanan kurang dari

masukan dan sirkulasi vena sistemik. Sebagai akibatnya, sirkulasi vena sistemik

terbendung, dan curah ke paru-paru menurun. Penyebab utama adalah gagal

jantung kiri, yang menyebabkan tekanan pulmoner naik, sehingga ventrikel

kanan bertambah bebannya. Tanda dan gejala dari gagal jantung kanan

dikarakteristikkan oleh edema dependen dan pitting dapat dilihat pada sternum

atau sakrum pada individu yang berbaring serta pada kaki dan tungkai individu

yang duduk. Pembesaran limpa dan hati dapat menyebabkan tekanan pada

organ sekitar, keterlibatan pemapasan, dan disfungsi organ. Asites juga terjadi

bila gagal jantung kanan berat dan dapat menyebabkan restriksi pemapasan dan

Page 16: Referat CHF

tekanan abdomen. Efusi pleural juga dapat terlihat karena peningkatan tekanan

kapiler distensi vena jugularis terjadi dan dapat diukur di tempat tidur.

Pada gagal jantung murni (tidak dicetuskan oleh gagaljantung kiri), gejala

pulmonal minimal sampai tidak ada. Edema perifer mungkin masif dan secara

bertahap mempengaruhi kebanyakan jaringan tubuh, suatu kondisi yang disebut

anasarka.

II.4. MANIFESTASI KLINIS

Meningkatnya volume intravaskuler

Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat

Edema paru akibat peningkatan tekanan vena pulmolalis sehingga

cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, yang dimanifestasikan

dengan batuk dan napas pendek

Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat tekan

sistemik

Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai jaringa

dan organ

Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan renin

dari ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi

aldostoron, retensi natrium dan cairan serta peningkatan volume

intravaskuler.

Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur

pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung

yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat

gangguan penampilan jantung.

Pasien dengan kelainan jantung yang dalam kompensasi karena

pemberian obat gagal jantung, dapat menunjukkan gejala akut gagal jantung

Page 17: Referat CHF

bila dihadapkan kepada stress, misalnya penyakit infeksi akut. Pada gagal

jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri yang terjadi karena adanya

gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri, biasanya ditemukan keluhan

berupa perasaan badan lemah, berdebar-debar, sesak, batuk, anoreksia,

keringat dingin.

Tanda obyektif yang tampak berupa takikardi, dispnea, ronki basah

paru di bagian basal, bunyi jantung III (diastolic gallop)atau terdengar bising

apabila terjadi dilatasi bilik, pulsus alternan. Pada gagal jantung kanan yang

dapat terjadi karena gangguan atau hambatan daya pompa bilik kanan

sehingga isi bilik kanan menurun, tanpa didahului oleh adanya Gagal jantung

kiri, biasanya gejala yang ditemukan berupa edema tumit dan tungkai bawah,

hepatomegali, lunak dan nyeri bila ditekan; edema pada vena perifer (vena

jugularis), gangguan gastrointestinal dan asites. Keluhan yang timbul berat

badan bertambah akibat penambahan cairan badan, kaki bengkak, perut

membuncit, perasaan tidak enak di epigastrium.

Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :

Gejala paru berupa : dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal

dyspnea.

Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual,

muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.

Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk

sampai delirium.

Pada kasus akut, gejala yang khas ialah gejala edema paru yang meliputi :

dyspnea, orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa, kadang-

kadang hemoptisis, ditambah gejala low output seperti : takikardi, hipotensi

dan oliguri beserta gejala-gejala penyakit penyebab atau pencetus lainnya

seperti keluhan angina pectoris pada infark miokard akut. Apabila telah terjadi

Page 18: Referat CHF

gangguan fungsi bilik jantung yang berat, maka dapat ditemukan pulsus

alternan. Pada keadaan yang sangat berat dapat terjadi syok kardiogenik.

Tempat kongestif tergantung dari ventrikal yang terlibat :

Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri

Gagal jantung sebelah kiri ; menyebabkan pengumpulan cairan di dalam

paru- paru (edema pulmoner), yang menyebabkan sesak nafas yang hebat.

Pada awalnya sesak nafas hanya dirasakan saat seseorang melakukan

aktivitas, tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit maka sesak nafas

juga akan timbul pada saat penderita tidak melakukan aktivitas. Sedangkan

tanda lainnya adalah cepat letih (fatigue), gelisah/cemas (anxity), detak

jantung cepat (tachycardia), batuk-batuk serta irama degub jantung tidak

teratur (Arrhythmia).

Tanda dan gejala :

a. Dispnea : akibat penimbuan cairan dalam alveoli yang mengganggu

pertukaran gas, dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan

yang minimal atau sedang.

b. Ortopnea : kesulitan bernapas saat berbaring

Patofisiologi orthopnoea adalah sebagai berikut :

pada waktu pasien berbaring, terjadi redistribusi cairan dari jaringan

perifer ke paru-paru sehingga terjadi peningkatan tekanan kapiler

pulmonary. Hal ini kemudian men-stimulasi ujung saraf pada paru-

paru sehingga terjadilah orthopnoea.

c. Paroximal : nokturna dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk

lama dengan posisi kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke

tempat tidur)

d. Batuk : bias batuk kering dan basah yang menghasulkan sputum

berbusa dalam jumlah banyak kadang disertai banyak darah.

Page 19: Referat CHF

e. Mudah lelah : akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat

cairan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya

pembuanggan sisa hasil kataboliame.

f. Kegelisahan : akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat

kesakitan bernapas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi

dengan baik.

Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan

Sedangkan Gagal jantung sebelah kanan ; cenderung mengakibatkan

pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan jantung. Sehingga hal

ini menyebabkan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, perut

(ascites) dan hati (hepatomegaly). Tanda lainnya adalah mual, muntah,

keletihan, detak jantung cepat serta sering buang air kecil (urin) dimalam

hari (Nocturia).

Tanda dan gejala :

a. Edema ekstremitas bawah atau edema dependen

b. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen

c. Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena

didalam rongga abdomen

d. Nokturna : rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi

renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring.

e. Lemah : akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan

pembuanggan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari

jaringan.

Page 20: Referat CHF

Perubahan-perubahan yang terlihat pada gagal jantung :

1 2 3

Keterangan :

Gambar 1 : Jantungnormal

Gambar 2 : Dinding jantung merentang dan bilik-

bilik jantung membesar, dinding jantung merentang

untuk menahan lebih banyak darah

Gambar 3 : Dinding-dinding jantung menebal,

dinding otot jantung menebal untuk memompa lebih

kuat.

II.5. PEMERIKSAAN FISIK

Merupakan prosedur untuk memperoleh data, mengetahui tubuh dan

keadaan fisik klien dalam menentukan diagnostik dan kondisinya, serta

pengobatannya. Prosedur pemeriksaan : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.

II.5.1. Pemeriksaan fisik umum :

a. Keadaan umum pasien

Page 21: Referat CHF

Kelainan

Umur pasien

Tampak sakit atau tidak

Kesadaran dan keadaan emosi dalam keadaan nyaman atau distres

Sikap dan tingkah laku

b. Tanda vital

Pernapasan

Nadi

Tekanan darah

Suhu

c. Posture tubuh

Berat badan

Tinggi badan

Bentuk keseluruhan

Tekstur kulit

Pemeriksaan fisik dilakukan setelah pengambilan anamnesis, perhatikan

kepala, leher, torso badan, ekstremitas kiri dan kanan.

II.5.2. Kerangka pemeriksaan fisik system kardiovaskuler

a. Pada waktu anamnesa, perhatikan wajah pasien, apakah terlihat cemas,

tertekan, sesak napas atau tanda-tanda khas penyakit tertentu.

b. Periksalah tangan pasien, apakah terasa hangat, berkeringat atau

cyanosis perifer; periksalah adanya clubbing atau splinter

haemorrhages pada kuku .

c. Palpasi arteri radialis, hitung frekwensi denyut dan tentukan iramanya.

d. Tentukan lokasi dan palpasi arteri brachialis, tentukan sifatnya. Ukur

tekanan darah. Bila ada kecurigaan ada masalah pada arcus aorta, maka

bandingkan denyutnyapada kedua lengan.

Page 22: Referat CHF

e. Pasien berbaring 45°, tentukan tekanan vena jugularis dan bentuk

denyut-nya.

f. Perhatikan wajah pasien, periksa konjunctiva, lidah dan mulut.

g. Palpasi arteri carotis dan tentukan sifatnya.

h. Perhatikan dada pasien, inspeksi pericardium dan tentukan jenis

pernapasannya,serta perhatikan apakah ada pulsasi yang abnormal

i. Palpasi precordium, tentukan lokasi denyut apex dan sifatnya.

Perhatikan precordium saat istirahat, apakah ada vibrilasi atau trill

yang abnormal.

j. Dengarkan dengan stethoschope dan periksalah suara jantung, apakah

ada murmur. Bila memungkinkan, dengarkan arteri carotis untuk

mencari radiasi murmur atau bruit.

k. Perkusi dan auskultasi dada di depan dan belakang, carilah apakah ada

efusi pleura. Dengarkan, apakah ada krepitasi pada dasar paru.

II.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. EKG : hipertropi atrial atau ventrikel, penyimpangan aksis, iskemia

dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia (takikardi, fibrilasi

atrial)

2. Rontgen Dada : menunjukan pembesaran jantung, banyaknya

mencerminkan dilatasi/ hipertropi bilik. Perubahan dalam pembuluh

darah mencerminkan peningkatan pulmonal (edema pulmonal)

3. Sonogram : dapat menunjukan dimensi perbesaran bilik, perubahan

dalam fungsi/ struktur katup atau area penurunan kontrktilitas

ventrikuler. (Echokardiogram)

4. Scan Jantung : penyuntikan fraksi dan perkiraan gerakan dinding

(Multigated Acuquistion/ MUSA)

Page 23: Referat CHF

5. Kateterisasi Jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan

membantu membedakan gagal jantung kanan dan kiri serta stenosis

katup atau insufisiensi.

II.7. DIAGNOSIS

Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan

tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP,

hepatomegali, edema tungkai.8-10

Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis

adanya gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi,

pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes fungsi

paru.2,11,12

Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran

siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena

pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal

lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan

garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg

didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya

udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral,

tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.8,10

Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada

hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal

dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain

gelombang Q, abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch

block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya

menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai

penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.8

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat

berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran

obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan

Page 24: Referat CHF

ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah

bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan

fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark

miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat

mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui

adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.8

Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia

sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit

dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya

kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional,

karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang

berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui

adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila

terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting

enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat

terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretic tanpa

suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada

gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-

inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif tes

fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti

hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai

kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal

jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah

300 pg/ml.2,8,12-14

Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat

mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan

diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan

pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat

mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui

tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui

Page 25: Referat CHF

tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis)

serta pulmonary artery capillary wedge pressure.8,15

II.8. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi

penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis, keduanya

dibutuhkan karena akan saling melengkapi untuk penatlaksaan paripurna

penderita gagal jantung. Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan

kronik ditujukan untuk memperbaiki gejala dan progosis, meskipun

penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya

kondisi. Sehingga semakin cepat kita mengetahui penyebab gagal jantung

akan semakin baik prognosisnya.2,16

Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain

adalah dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan

serta pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti

pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan

kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan

asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal

jantung kongestif berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena

mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel

serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun

efek terhadap kelengsungan hidup belum dapat dibuktikan. Gagal jantung

kronis mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga

vaksinasi terhadap influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan.

Profilaksis antibiotik pada operasi dan prosedur gigi diperlukan terutama pada

penderita dengan penyakit katup primer maupun pengguna katup prostesis.16

Penatalaksanaan gagal jantung kronis meliputi penatalaksaan non

farmakologis dan farmakologis. Gagal jantung kronis bisa terkompensasi

Page 26: Referat CHF

ataupun dekompensasi. Gagal jantung terkompensasi biasanya stabil, dengan

tanda retensi air dan edema paru tidak dijumpai.

Dekompensasi berarti terdapat gangguan yang mungkin timbul adalah

episode udema paru akut maupun malaise, penurunan toleransi latihan dan

sesak nafas saat aktifitas. Penatalaksaan ditujukan untuk menghilangkan gejala

dan memperbaiki kualitas hidup. Tujuan lainnya adalah untuk memperbaiki

prognosis serta penurunan angka rawat.15

Obat – obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara

lain: diuretik (loop dan thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, β-

blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol), digoxin, spironolakton,

vasodilator (hydralazine/nitrat), antikoagulan, antiaritmia, serta obat positif

inotropik.15-17

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2

l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring

jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi

metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan

perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan

diberikan pada penderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik

berat dengan dilatasi ventrikel.16

Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu,

takikardia serta cemas, pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat

dan hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg),

oliguria serta cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam

kondisi syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok

kardiogenik biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap

(fibrilasi atrium maupun ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti

ruptur otot papilari akut maupun defek septum ventrikel pasca infark.2,17

Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana

memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab,

Page 27: Referat CHF

perbaikan hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan

oksigenasi jaringan.2

Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian

oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang

dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat dengan

kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus.

Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah

menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan

merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki asidosis,

pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter.16

Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan

menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum

ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin

vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat

antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan.2,18

Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam

penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan

kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga

menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis

pemberian 2 – 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.2

Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi

preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan

angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator

vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri

termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga

terjadi keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi

jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena

dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 – 24 jam.2,19

Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang

diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung

Page 28: Referat CHF

yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal

ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5 μg/kg/menit.2,19

Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator.

Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan

ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal,

dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar

epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena

menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung,

meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis

pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus

0,01 μg/kg/menit.2

Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut

yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau

vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah

85 – 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau

vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan

akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi

perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg.1,2,16

Pemberian dopamin < 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi

pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan

merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan

curah jantung. Pada pemberian 5 – 15 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor

adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta

vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik β1

dan β2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi)

dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 – 3 μg/kg/mnt, untuk

meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 – 15 μg/kg/mnt. Pada pasien

yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi

yaitu 15 – 20 μg/kg/mnt.2

Page 29: Referat CHF

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP

menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung.

Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone.

Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi

yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif.

Dosis milrinone intravena 25 μg/kg bolus 10 – 20 menit kemudian infus 0,375

– 075 μg/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 – 0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 –

7,5 μg/kg/mnt.2

Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut

yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita

dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau

terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit. Obat

yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan

infus kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5 μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan

dengan dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt.2

Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang

menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang

tersering adalah penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila

penderita datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk

menurunkan preload dan afterload. Tekanan darah diturunkan dengan

menggunakan obat seperti lood diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside

intravena maupun natagonis kalsium intravena (nicardipine). Loop diuretik

diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk

menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner.

Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan

afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal, diterapi sesuai penyakit dasar.

Aritmia jantung harus diterapi.2

Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra

aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator,

ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita

Page 30: Referat CHF

gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon

terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum

interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan

laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel,

diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik dan blok

atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter device bertujuan

untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist

Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi

ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon

terhadap terapi terutama inotropik.1,2

II.9. Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam.

Ad functionam : dubia ad malam.

Ad sanationam : dubia ad malam.

Page 31: Referat CHF

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Gagal jantung merupakan tahap akhir penyakit jantung yang dapat menyebabkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas penderita penyakit jantung. Sangat penting untuk mengetahui gagal jantung secara klinis. Penatalaksanaan meliputi penanganan gagal jantung kronik dan gagal jantung akut, dengan penanganan non medikamentosa, dengan obat – obatan serta dengan menggunakan terapi invasif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Maggioni AP. Review of the new ESC guidelines for the

pharmacological management of chronic heart failure. European Heart

Journal Supplements 2005;7 (Supplement J):J15-J20.

2. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata

S. Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007

3. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. ABC of heart failure: History and

epidemiology. BMJ 2000;320:39-42.

4. Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of heart failure: aetiology.

BMJ 2000;320:104-7.

Page 32: Referat CHF

5. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic,

and restrictive). In: Dec GW, editor. Heart failure a comprehensive

guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker;

2005.p.137-56.

6. Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH.ABC of heart failure:

pathophysiology. BMJ 2000;320:167-70.

7. McNamara DM. Neurohormonal and cytokine activation in heart

failure. In: Dec GW, editors. Heart failure a comprehensive guide to

diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.117-36.

8. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: investigation.

BMJ 2000;320:297-300

9. Hobbs FDR, Davis RC, Lip GYH. ABC of heart failure: heart failure

in general practice. BMJ 2000;320:626-9.

10. Nieminen MS. Guideline on the diagnosis and treatment of acute heart

failure – full text the task force on acute heart failure of the european

society of cardiology. Eur Heart J 2005.

11. Senni M, Tribouilloy CM, Rodeheffer RJ, Jacobsen SJ, Evans JM,

Bailey KR, Redfield NM. Congestive heart failure in the community

trends in incidence and survival in 10-year period. Arch Intern Med

1999;159:29-34.

12. Watson RDS, Gibbs CR, Lip GY H. ABC of heart failure: clinical

features and complications. BMJ 2000;320:236-9.

13. Gillespie ND. The diagnosis and management of chronic heart failure

in the older patient. British Medical Bulletin 2005;75 and 76: 49- 62.

14. Abraham WT, Scarpinato L. Higher expectations for management of

heart failure: current recommendations. J Am Board Fam Pract

2002;15:39-49.

15. Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec

GW, editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and

treatment. New York: Marcel Dekker;2005.p.449-65.

Page 33: Referat CHF

16. Gibbs CR, Jackson G, Lip GYH. ABC of heart failure: non-drug

management. BMJ 2000;320:366-9.

17. Millane T, Jackson G, Gibbs CR, Lip GYH.ABC of heart failure: acute

and chronic management strategies. BMJ 2000;320:559-62.

18. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: management:

diuretics, ACE inhibitors, and nitrates. BMJ 2000;320:428-31.

19. Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. ABC of heart failure Management:

digoxin and other inotropes, _ blockers, and antiarrhythmic and

antithrombotic treatment. BMJ 2000;320:495-8.

1. Doenges, Marilynn E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.

Jakarta: EGC

2. Mansjoer, Arief et all. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3

Jilid 1. Media Aescalapius

3. Prof. dr. H. M. Noer Syaifoellah et all. 1996. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edesi 3 Jilid 1. Jakarta: Balai Penerbit FKM

4. Smeltzer, Suzanne C. Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC

5. Mappahya, A.A. 2004. Dari Hipertensi Ke Gagal Jantung.

Pendidikan Profesional Berkelanjutan Seri II. FKUH. Makassar.

2004.

Page 34: Referat CHF

2. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan

R, Rifqi S, Soerianata S. Diagnosis dan

1. tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007

9.