32
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama. Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer. Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik 1

Referat CRF

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hhhhh

Citation preview

Page 1: Referat CRF

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable

diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan

penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable

diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama.

Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler

sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum

pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit

jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.

Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan

terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal

kronik biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler,

penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan otot

serta anemia.

Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis

dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab

penyakit ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi

gagal ginjal. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal

kronik, tidak bergantung pada etiologi, dapat dicegah atau dihambat jika

dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus

1

Page 2: Referat CRF

dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif terhadap

penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor

risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.

B. TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan referat ini adalah:

1. Mengetahui definisi, etiologi dan patofisiologi penyakit gagal ginjal

kronik.

2. Mengetahui klasifikasi dan gejala klinik dari penyakit gagal ginjal

kronik.

3. Mengetahui cara penegakan diagnostik, terapi dan prognosis dari

penyakit gagal ginjal kronik.

C. MANFAAT PENULISAN

Penulisan ini diharapkan dapat memberi informasi tentang upaya pengelolaan

dan pencegahan penyakit gagal ginjal kronik beserta komplikasinya

berdasarkan batasan, klasifikasi, dan diagnosa dini terhadap penyakit gagal

ginjal kronik.

2

Page 3: Referat CRF

BAB IIPEMBAHASAN

A. DEFINISI GAGAL GINJAL KRONIK

Definisi konseptual dari gagal ginjal kronik:

Gagal ginjal kronik (GGK) : ketidak mampuan ginjal untuk

mempertahankan keseimbangan dan itergritas tubuh yang mncul secara

bertahap sebelum terjun ke fase penurunan faal ginjal tahap akhir.

Gagal ginjal kronik : penurunan semua faal ginjal secara bertahap, diikuti

penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit.

Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal atau penurunan

faal ginjal lebih atau sama dengan 3 bulan sebelum diagnosis ditegakkan.

Sesuai rekomendasi dari NKF-DOQI tahun 2002 (Sukandar, 2006).

Ada beberapa pengertian gagal ginjal kronik yang dikemukakan oleh

beberapa ahli yaitu :

Menurut Hudak & Gallo tahun 1996, Gagal ginjal kronik merupakan

kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung pelahan-lahan

karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan

penumpukan sisa metabolit (toksin uremik) sehingga ginjal tidak dapat

memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.

Menurut Long tahun 1996, Gagal ginjal kronik adalah ginjal sudah tidak

mampu lagi mempertahankan lingkugan internal yang konsisten dengan

kehidupan dan pemulihan fungsi sudah tidak ada.

3

Page 4: Referat CRF

Menurut Suparman tahun 1990, Gagal ginjal kronik merupakan

penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnyatidak riversibel dan

cukup lanjut.

Menurut Lorraine M Wilson tahun 1995, Gagal ginjal kronik merupakan

perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya

berlangsung dalam beberapa tahun (Sukandar, 2006).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik

adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang

menahun dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan

internalnya yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif

dan lambat yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap

sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik)

berakibat ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi

yang menimbulkan respon sakit (Sukandar, 2006).

B. ETIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK

Umumnya gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsic difus dan

menahun. Tetapi hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir

dengan gagal ginjal kronik. Umumnya penyakit diluar ginjal, missal nefropati

obstruktif dapat menyebabkan kelainan ginjal intrinsic dan berakhir dengan

gagal ginjal kronik (Sukandar, 2006).

Glomerulonefritis, hipertensi essensial dan pielonefritis merupakan penyebab

paling sering dari gagal ginjal kronik kira-kira 60%. Gagal ginjal kronik yang

berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya

15 – 20 %. Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal

progresif dan difus, seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Laki-laki

lebih sering dari wanita, umur 20 – 40 tahun. Sebagian besar pasien relatif

muda dan merupakan calon utama untuk transplantasi ginjal.

4

Page 5: Referat CRF

Glomerulonefritis mungkin berhubungan dengan penyakit-penyakit system

(Glomerulonefritis sekunder) seperti Lupus Eritomatosus Sitemik,

Poliarthritis Nodosa, Granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis

(Glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes melitus

(Glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan gagal

ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amiloidosis sering

dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit menahun sperti tuberkolosis,

lepra, osteomielitis, dan arthritis rheumatoid, dan myeloma (Sukandar, 2006).

Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nefrosklerosis) merupakan salah satu

penyebab gagal ginjal kronik. Insiden hipertensi essensial berat yang berekhir

dengan gagal ginjal kronik kurang dari 10 %. Kira-kira 10 -15% pasien-

pasien dengan gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjalcongenital

seperti Sindrom Alport, penyakit Fabbry, Sindrom Nefrotik Kongenital,

penyakit ginjal polikistik, dan amiloidosis (Sukandar, 2006).

Pada orang dewasa, gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan infeksi

saluran kemih dan ginjal (Pielonefritis) tipe uncomplicated jarang dijumpai,

kecuali tuberculosis, abses multiple, nekrosis papilla renalis yang tidak

mendapatkan pengobatan adekuat (Sukandar, 2006).

Seperti diketahui,nefritis interstisial menunjukkan kelainan histopatologi

berupa fibrosis dan reaksi inflamasi atau radang dari jaringan interstisial

dengan etiologi yang banyak. Kadang dijumpai juga kelainan-kelainan

mengenai glomerulus dan pembuluh darah, vaskuler. Nefropati asam urat

menempati urutan pertama dari etiolgi nefrotis interstisial (Sukandar, 2006).

C. PATOFISIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun

penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan

5

Page 6: Referat CRF

adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang

sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan

adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama

pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun.

Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal

akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih

lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang

berakhir dengan gagal ginjal terminal (Guyton & Hall, 2006).

D. KLASIFIKASI GAGAL GINJAL KRONIK

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh

nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai

laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah, seperti terlihat pada tabel 2.

Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.

Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal,

stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium

3 kerusakan ginjal dengan penurunan sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan

ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal

(Sukandar, 2006).

Stadium Fungsi Ginjal Laju Filtrasi Glomerulus (ml/menit/1,73m2 )

Resiko Meningkat Normal >90 (ada faktor resiko)Stadium 1 Normal/Meningkat >90 (ada kerusakan ginjal,

proteinuriaStadium 2 Penurunan ringan 60-89Stadium 3 Penurunan sedang 30-59Stadium 4 Penurunan berat 15-29Stadium 5 Gagal ginjal <15

6

Page 7: Referat CRF

E. GEJALA KLINIK GAGAL GINJAL KRONIK

Pada gagal ginjal kronis, gejala-gejalanya berkembang secara perlahan. Pada

awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat

diketahui dari pemeriksaan laboratorium.Pada gagal ginjal kronis ringan

sampai sedang, gejalanya ringan meskipun terdapat peningkatan urea dalam

darah. Pada stadium ini terdapat nokturia dan hipertensi (Sukandar, 2006).

Sejalan dengan perkembangan penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi

peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi.Pada stadium ini, penderita

menunjukkan gejala-gejala:

letih, mudah lelah, dan sulit konsentrasi

nafsu makan turun, mual dan muntah, cegukan.

tungkai lemah, parastesi, keram otot-otot, insomia.

libido menurun, nokturai, atau oligouria

sesak nafas, sembab, batuk, nyeri perikardial

malnutrisi, penurunan berat badan letih.

Pada stadium yang sudah sangat lanjut, penderita bisa menderita ulkus dan

perdarahan saluran pencernaan. Kulitnya berwarna kuning kecoklatan dan

kadang konsentrasi urea sangat tinggi sehingga terkristalisasi dari keringat

dan membentuk serbuk putih di kulit (bekuan uremik). Beberapa penderita

merasakan gatal di seluruh tubuh (Sukandar, 2006).

Manifestasi klinik yang muncul pada pasien dengan gagal ginjalkronik yaitu:

Gangguan pada sistem gastrointestinal

- Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan

metaboslime protein dalam usus.

- Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air

liur.

- Cegukan (hiccup)

- Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik

7

Page 8: Referat CRF

Kulit

- Kulit berwarna pucat akibat anemia. Gatal dengan ekskoriasi akibat

toksin uremik.

- Ekimosis akibat gangguan hematologis

- Urea frost akibat kristalisasi urea

- Bekas-bekas garukan karena gatal

Sistem Hematologi

- Anemia

- Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia

- Gangguan fungsi leukosit

Sistem saraf dan otot

- Restles leg syndrome

- Burning feet syndrome

- Ensefalopati metabolic

- Miopati

- Sistem Kardiovaskuler

- Hipertensi

- Akibat penimbunan cairan dan garam.

- Nyeri dada dan sesak nafas

- Gangguan irama jantung

- Edema akibat penimbunan cairan

Sistem Endokrin

- Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki.

- Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, dan gangguan

sekresi insulin.

- Gangguan metabolisme lemak.

- Gangguan metabolisme vitamin D.

Gangguan sistem lain

- Tulang : osteodistrofi renal

- Asidosis metabolik (Sukandar, 2006).

8

Page 9: Referat CRF

F. PENDEKATAN DIAGNOSIS GAGAL GINJAL KRONIK

Sasarannya yaitu :

Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat di koreksi

Mengidentifikasi semua factor pemburuk faal ginjal ( reversible factors )

Menentukan strategi terapi rasional

Meramalkan prognosis

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang

berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi dan

perjalanan penyakit termasuk semua factor yang dapat memperburuk faal

ginjal (LFG).

Gambaran klinik mempunyai spectrum klinik luas dan melibatkan

banyak dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal dan lebih makin

nyata bila pasien sudah terjun ke fase terminal dari gagal ginjal terminal

(GGT) dengan melibatkan banyak organ seperti system hemopoiesis,

saluran cerna yang lebih berat, saluran nafas, mata, kulit, selaput serosa

(pluritis dan perikarditis), system kardiovaskuler, dan neuropsikatri

(Sukandar, 2006).

Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik harus dapat mengungkapkan

etiologi GGK yang dapat dikoreksi maupun yang tidak dapat dikoreksi.

Semua factor etiologi yang mungkin dapat dikoreksi biasanya sulit

terungkap pada anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis tetapi

informasi ini sangat penting sebagai panduan pengejaran diagnosis

dengan memakai sarana penunjang laboratorium dan pemeriksaan yang

lebih spesifik (Sukandar, 2006).

9

Page 10: Referat CRF

2. Pemeriksaan Laboratorium

Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK,

menentukan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi.

Blood ureum nitrogen (BUN)/kreatinin meningkat, kalium meningkat,

magnesium meningkat, kalsium menurun, protein menurun. Tujuan

pemeriksaan laboratorium yaitu (1) memastikan dan menentukan derajat

penurunan faal ginjal LFG, (2) identifikasi etiologi, (3) menentukan

perjalanan penyakit termasuk semua factor pemburuk faal ginjal yang

sifatnya terbalikan (reversible) (Sukandar, 2006).

a. Pemeriksaan faal ginjal (LFG)

Salah satu cara menegakkan diagnosis gagal ginjal adalah dengan

menilai kadar ureum dan kreatinin serum, karena kedua senyawa ini

hanya dapat diekskresi oleh ginjal. Kreatinin adalah hasil

perombakan keratin, semacam senyawa berisi nitrogen yang

terutama ada dalam otot

- Pemeriksaan ureum dan kreatinin serum dan asam urat serum

sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal

(LFG). Pemeriksaan klirens kreatinin dan radionukleotida

( gamma camera imaging ) hamper mendekati faal ginjal yang

sebenarnya. Setiap pasien penyakit ginjal kronik (PGK) disertai

atau tidak penurunan LFG harus ditentukan derajat (stadium)

sesuai dengan rekomendasi NKF-DOQI (2002) (Sukandar,

2006).

Rumus LFG Kockroft-Gault :

(140 – umur) X berat badan

LFG (ml/mnt.1,73m2) = *)

72 X Kreaatinin plasma

* pada perempuan dikalikan 0,85 (Suyono, 2006).

10

Page 11: Referat CRF

b. Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)

- Analisis urin rutin

Albuminuria lebih dari 3,5 gram per hari dan non selektif

disertai kelainan sedimen (eritrosit uria, leukosituria, dan

silinderuria) lebih sering ditemukan pada glomerulopati

(idiopati) eksresi protein (proteinuria) cenderung berkurang

pararel dengan memburuknya faal ginjal (LFG).

- Mikrobiologi urin (CFU per ml urin)

Bila CFU per ml urin lebih dari dari 105 dari bahan UTK

walaupun tanpa keluhan harus dicurigai ISK dengan komplikasi

sebagai etiologi GGK atau faktor pemburuk faal ginjal (LFG).

- Kimia darah

Pada sindrom nefrotik primer (idiopati) dan sekunder (diabetes

dan SLE) elektoforesis protein memperlihatkan gambaran yang

patognomonis. Hiperkolosterolemia sering ditemukan pada

sindrom nefrotik idiopatik (primer); sebaliknya

normokolesterolemia pada diabetes dan lupus sistemik dan

dikenal sebagai pseudonephrotic syndrome.

- Elektrolit

Pemeriksaan elektrolit (serum dan urin) penting untuk diagnosis

GGK yang berhubungan dengan nefropati (hipokalsemia dan

hiperkalemia) dan nefrokalsinosis.

- Imunodiagnosis

Beberapa pemeriksaan imunodiagnosis untuk glomerulopati

antara lain:

o ACB (antibody coated baciluria)

o ANA (anti nuclear antibody)

o HBsAg

o Krioglobulin

o Circulating immune complex (CICx)

o Pemeriksaan komplemen serum (C)

o Imunofluoresen jaringan (Sukandar, 2006).

11

Page 12: Referat CRF

c. Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit

- Progresivitas penurunan faal ginjal

• Ureum dan kreatinin serum

• Klirens kreatini

- Hemopoiesis

• Hb (PCV)

• Trombosit

• Fibrinogen

• Faktor pembekuan

- Elektrolit

• Serum Na+, K +, HC03-, Ca++, Po4--, Mg+

- Endokrin

• PTH & T3, T4

- Pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor

pemburuk faal ginjal (LFG) Misalnya Infark miokard

(Sukandar, 2006).

3. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya,

yaitu:

a. Diagnosis etiologi GGK

- Etiologi yang dapat dikoreksi medikamentosa

- Etiologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan

- Etiologi yang tidak mungkin dikoreksi

- Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainan ginjal dengan

mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biopsi ginjal

diperlukan bila pasien direncanakan untuk program

transplantasi ginjal.

Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis :

a. Foto polos abdomen (BNO)

b. USG

12

Page 13: Referat CRF

c. Nefrotomogram

d. Pielografi retrograde

e. Pielografi antegrade

f. Micturatingcysto urography(MCU)

b. Diagnosis pemburuk faal ginjal (LFG)

a. Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renoram)

b. Ultrasonografi (Sukandar, 2006).

G. TERAPI GAGAL GINJAL KRONIK

1. Terapi konservatif

Sebagian besar pasien GGK harus menjalani program terapi simtomatik

untuk mencegah atau mengurangi populasi gagal ginjal terminal

(GGT).Banyak faktor perlu dikendalikan untuk mencegah/memperlambat

progresivitas penurunan faal ginjal (LFG) (Sukandar, 2006).

Protein hewani, hiperkolesterolemia, hipertensi sistemik, gangguan

elektrolit (hipokalsemia & hipokalemia) merupakan faktor-faktor yang

memperburuk faal ginjal. Kelainan hemodinamik intrarenal (hipertensi

intraglomerulus) seperti terdapat pada hipertensi essensial dan nefropati

diabetik merupakan faktor yang harus diantisipasi dan dikendalikan

untuk mencegah penyakit ginjal terminal. Intervensi terhadap perubahan-

perubahan patogenesis dan patofisiologi ini merupakan kunci

keberhasilan upaya untuk mencegah/ mengurangi penurunan faal ginjal

(LFG) yang berakhir dengan penyakit ginjal terminal (Sukandar, 2006).

Perubahan faal ginjal (LFG) bersifat individual untuk setiap pasien GGK,

lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun. Tujuan terapi

konservatif, yaitu:

a. mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif

b. meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia

13

Page 14: Referat CRF

c. mempertahankan dan memperbaiki metabolisma secara optimal

d. memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).

Beberapa prinsip terapi konservatif

a. Mencegah buruknya faal ginjal (LFG)

• hati-hati pemberian obat yang bersifat nefrotoksik

• hindari keadaan yang menyebabkan deplesi volume cairan

ekstraseluler dan hipotensi

• hindari gangguan keseimbngan elektrolit

• hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani

• hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi

• hindari insttrumentsasi (keteterisasi dan sistoskopi) tanpa

indikasi medik yang kuat

• hindari pemeriksaan radiologi dengan media kontras tanpa

indikasi medik yang kuat

b. Program memperlambat penurunan progresif faal ginjal

• kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular

• kendalikan terapi ISK

• diet protein yang proporsional

• kendalikan hiperfosfatemia

• terapi hiperurikemia bila asam urat serum > 10 mg%

• terapi keadaan asidosis metabolik

• kendalikan keadaan hiperglikemia (Sukandar, 2006).

Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP). Terapi diet rendah protein

menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksik azotemia tetapi

untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan

negatif nitrogen. Tujuan program diet rendah protein(DRE)

a. mempertahankan kkeadaan nutrisi optimal

b. mengurangi atau mencegah akumulasi toksin azotemia

14

Page 15: Referat CRF

c. mencegah menbruknyafaal ginjal (LFG) akibat proses

glomerulosklerosis (Sukandar, 2006).

Jumlah protein hewani perhari untuk pasien gagal ginjal kronik

Terapi diet rendah proteun (DRP) berdasrkan rekomendasi dari

Raimund (1988) tergantung dari beberapa faktor antara lain :

• derajat penurunan faal ginjal (LFG)

• penurunan faal ginjal secara progresif (mild renal insufficiency)

• sindrom nefrotik

• pasien dengan terapi korkosteroid

• disertai penyakit katabolik sistemik

Konsumsi protein hewani tergantung dari LFG

GGK ringan (LFGlebih dari 70 ml per min per1.73 m2)

• Tanpa penurunan progresi LFG Jumlah protein hewani yang

dianjurkan antara 1,0-1,2 gram per kg BB per hari.

• Disertai penurunan progresi LFG. Jumlah protein yang

dianjurkan antara 0,55-0,60 gr per kg BB per hari dan lebih dari

0,35 gram per kg BB per hari terdiri dari protein hewani dengan

nilai biologis tinggi.

GGK moderat (LFG antara 25-70 ml per min per1.73 m2)

Jumlah protein yang dianjurkan 0,550-0,60 gr per kg BB per hari

lebih dari 0,35 gram per kg BB perhari protein nilai biologis tinggi

atau 0,28 gram protein per kg BB per hari dengan 10-20 gram

perhari asam amino esensial atau asam keto.

GGK tingkat lanjut (LFG antara 5-25 ml per min per 1.73 m2)

Jumlah protein yang dianjurkan antara 0,55-0,60 gram per kg BB

per hari lebih dari 0,35 gram per kg BB per hari protein nilai

biologis tinggi atau 0,28 gram protein per kgBB per hari dengan 10

gram per hari asam amino esensial per keto.

Suplemen asam amino esensial & asam keto

Tujuan utama untuk mencegah keseimbangan negatif nitrogen.

Nitrogen free amino acid analog (keto acid) mengalami transaminase

15

Page 16: Referat CRF

dalam berbagi organ tubuh seperti otot skelet, hati, usus dan ginjal,

menjadi asam amino esesnsial yang bebas dari nitrogen.

Kebutuhan Jumlah Kalori

Jumlah kalori yang diperlukan bersifat individual tergantung dari

penurunan faal ginjal (LFG) :

Pasien dengan LFG > 70 ml per min 1.73 m2

Tanpa penurunan progresi LFG

- jumlah kalori tidak dibatasi

- karbohidrat dan lemak (sumber energi) tidak batasi seperti orang

normal

Dengan penurunan progresi LFG

- Jumlah kalori > 35 kcal per kg BB per hari

- Kebutuhan karbohidrat 50% berupa primary complex

carbohydrate

- Kebutuhan lemak jumlah sisa kalori (non protein)

- Ratio polyunsaturated/saturated = 1.0

Pasien dengan LFG < 70 ml per min 1.73 m2

(kelompok pasien GGK tingkat sedang dan stadium terminal/ gagal

ginjal terminal)

• Jumlah kalori > 35 kcal per kg BB per hari

• kebutuhan karbohidrat 50% berupa primary complex

carbohydrate

• kebutuhan lemak jumlah sisa kalori

• Ratio polyunsaturated/saturated = 1.0 (Sukandar, 2006).

Kebutuhan cairan

Bila ureum serum >150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat

supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. Tujuan panduan

kebutuhan cairan penting untuk:

• mencegah dehidrasi osmotik yang akan memperburuk faal ginjal

(LFG) terutama pada kelompok pasien GGK dengan

16

Page 17: Referat CRF

kecenderungan natriuresis misalnya penyakit ginjal polikistik,

scarring pyelonephritis, dan nefropati urat kronik.

• memelihara status optimal

• mengeliminasi toksin azotemia.

Pasien kelompok GGK dengan LFG ≤ 5 ml per hari dan sindrom

nefrotik dapat diberikan diuretika untuk memperlancar diuresis,

misal furosemide. Takaran furosemide 40-80 mg per hari, dapat

dinaikkan 40 mg per hari (interval 2 hari) sampai jumlah takaran

maksimal 3 gram per hari (Sukandar, 2006).

Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual

bergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar.

a. Natrium Na+(garam dapur)

Pembatasan asupan garam dapur (20 mEq=3gr).

• Hipertensi berat

• Glomerulopati

• Gagal ginjal terminal tanpa ginjal (anephric)

• Penyakit jantung kongesti

GGK yang tidak membutuhkan pembatasan garam dapur:

• Chronic scarring pyelonephritis

• Cronic urate nephropathy

• Polycystic kidney disease

b. Kalium K +

- Hiperkalemi jarang ditemukan pada GGK

- Tindakan profilaktik

- Tindakan terapeutik (Sukandar, 2006).

2. Terapi simptomatik

a. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium

(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik

17

Page 18: Referat CRF

dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat)

harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤

20 mEq/L.

b. Anemia

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu

pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi

darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.

c. Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering

dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan

utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain

adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang

harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan

simtomatik.

d. Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

e. Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis

reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal

paratiroidektomi.

f. Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

g. Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang

diderita (Sukandar, 2006).

3. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,

yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa

hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Sukandar, 2006).

a. Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala

toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu

18

Page 19: Referat CRF

cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal

ginjal (LFG).

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi

elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu

perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan

kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi

refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120

mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan

8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai

sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya

dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah

kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas

hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi

sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal

(Sukandar, 2006).

b. Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal

Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi

medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65

tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem

kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami

perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV

shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)

dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai

co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan

pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri

(mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).

19

Page 20: Referat CRF

c. Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan

faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

- Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh

(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-

80% faal ginjal alamiah

- Kualitas hidup normal kembali

- Masa hidup (survival rate) lebih lama

- Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan

obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

- Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

H. PROGNOSIS GAGAL GINJAL KRONIK

Prognosis gagal ginjal kronis umumnya buruk. Umumnya terjadi karena

komplikasi lanjut dari penyakit tersebut (Suyono,2006).

20

Page 21: Referat CRF

BAB IIIPENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari penulisan ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Penyakit ginjal kronik dapat menggambarkan kondisi sistem vaskular

sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini dan

komplikasinya.

2. Penting untuk mengetahui batasan, klasifikasi, dan stratifikasi penyakit

ginjal kronik untuk melakukan upaya pengelolaan dan pencegahan secara

cepat dan tepat.

3. Pemeriksaan penunjang penyakit ginjal kronik penting untuk memastikan

diagnosis penyakit ginjal dan derajat penurunan fungsi ginjal, dalam hal ini

nilai laju filtrasi glomerulus yang diukur dengan kadar kreatinin serum

merupakan parameter terbaik ukuran fungsi ginjal.

4. Dalam melakukan pengelolaan dan pencegahan penyakit ginjal kronik

secara cepat dan tepat perlu diperhatikan adanya faktor risiko penyakit ginjal

kronik.

21

Page 22: Referat CRF

DAFTAR PUSTAKA

Guyton and Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbitan Dep. IPP. FKUI.

Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK.UNPAD.

22