37
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) yang juga dikenal sebagai ‘club-foot’ adalah suatu gangguan perkembangan pada ekstremitas inferior yang sering ditemui, tetapi masih jarang dipelajari. CTEV dimasukkan dalam terminologi “sindromik” bila kasus ini ditemukan bersamaan dengan gambaran klinik lain sebagai suatu bagian dari sindrom genetik. CTEV dapat timbul sendiri tanpa didampingi gambaran klinik lain, dan sering disebut sebagai CTEV “idiopatik”. CTEV sindromik sering menyertai gangguan neurologis dan neuromuskular, seperti spina bifida maupun spinal muskular atrofi. Tetapi bentuk yang paling sering ditemui adalah CTEV “idiopatik”, dimana pada bentuk yang kedua ini ekstremitas superior dalam keadaan normal. Club-foot ditemukan pada hieroglif Mesir dan dijelaskan oleh Hipokrates pada 400 SM. Hipokrates menyarankan perawatan dengan cara memanipulasi kaki dengan lembut untuk kemudian dipasang perban. Sampai saat ini, perawatan modern juga masih mengandalkan manipulasi dan immobilisasi. Manipulasi dan immobilisasi secara serial yang dilakukan secara hati- hati diikuti pemasangan gips adalah metode perawatan 1

Referat CTEV

Embed Size (px)

DESCRIPTION

CTEV

Citation preview

Page 1: Referat CTEV

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) yang juga dikenal sebagai

‘club-foot’ adalah suatu gangguan perkembangan pada ekstremitas inferior yang

sering ditemui, tetapi masih jarang dipelajari. CTEV dimasukkan dalam

terminologi “sindromik” bila kasus ini ditemukan bersamaan dengan gambaran

klinik lain sebagai suatu bagian dari sindrom genetik. CTEV dapat timbul sendiri

tanpa didampingi gambaran klinik lain, dan sering disebut sebagai CTEV

“idiopatik”. CTEV sindromik sering menyertai gangguan neurologis dan

neuromuskular, seperti spina bifida maupun spinal muskular atrofi. Tetapi bentuk

yang paling sering ditemui adalah CTEV “idiopatik”, dimana pada bentuk yang

kedua ini ekstremitas superior dalam keadaan normal.

Club-foot ditemukan pada hieroglif Mesir dan dijelaskan oleh Hipokrates

pada 400 SM. Hipokrates menyarankan perawatan dengan cara memanipulasi

kaki dengan lembut untuk kemudian dipasang perban. Sampai saat ini, perawatan

modern juga masih mengandalkan manipulasi dan immobilisasi. Manipulasi dan

immobilisasi secara serial yang dilakukan secara hati-hati diikuti pemasangan gips

adalah metode perawatan modern non operatif. Kemungkinan mekanisme

mobilisasi yang saat ini paling efektif adalah metode Ponseti, dimana penggunaan

metode ini dapat mengurangi perlunya dilakukan operasi. Walaupun demikian,

masih banyak kasus yang membutuhkan terapi operatif.

Menurut data yang didapat dari US kelainan ini diderita 1-2 bayi per 1000

kelahiran hidup, di Indonesia belum ada pencatatan tentang penyakit ini. Penyakit

ini terkadang tidak disadari oleh orang tua yang baru melahirkan bayi dan

akhirnya seringkali terapi dilakukan terlambat atau bahkan sampai terbengkalai.

1

Page 2: Referat CTEV

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi2,4,9

Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau sering disebut Clubfoot

adalah fiksasi dari kaki pada posisi adduksi, supinasi dan varus. Tulang

calcaneus, navicular dan cuboid terrotasi ke arah medial terhadap talus, dan

tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh ligamen dan tendon. Sebagai

tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fleksi terhadap daerah plantar.

2.2. Epidemiologi1,2,4,6

Insiden dari CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin.

Insiden CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup.

Perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Keterlibatan bilateral

didapatkan pada 30-50% kasus.

CTEV dapat bersifat unilateral dan bilateral dengan presentasi unilateral

sebanyak 29% pada kaki kanan, 22% pada kaki kiri dan bilateral sebanyak 49%.

CTEV dapat bersifat idiopatik atau syndrome yang disertai dengan gejala

neurologis lain seperti spina bifida, dll. Pada bayi kembar monozygot, jika salah

satu bayi menderita idiopatik CTEV, maka bayi yang lain hanya 32%

kemungkinan menderita kelainan yang sama.

2.3. Klasifikasi12

Beberapa jenis klasifikasi yang dapat ditemukan antara lain :

1. Typical Clubfoot

Ini merupakan jenis Clubfoot yang klasik hanya menderita kaki pengkor saja

yang sering ditemukan. Umumnya dapat dikoreksi dengan lima casting dan

manajemen dari Ponseti mengatakan hasil jangka panjangnya baik dan

sempurna. Yang dimasukkan jenis clubfoot ini diantaranya:

2

Page 3: Referat CTEV

a. Positional Clubfoot Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga

akibat jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan

satu atau dua kali pengegipan.

b. Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.

c. Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya

ditangani dengan metode Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps

lebih jarang terjadi dengan metode Ponseti dan umumnya diakibatkan

pelepasan brace yang terlalu dini. Rekurensi supinasi dan equinus paling

sering terjadi. Awalnya bersifat dinamik namun dengan berjalannya waktu

menjadi fixed.

d. Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor yang

ditangani secara operatif atau pengegipan dengan metode non-Ponseti.

2. Atypical Clubfoot

Clubfoot jenis ini biasanya diartikan sebagai penyakit lain. Dengan

ponsenti manajemen maslah yang timbul biasanya sulit dikoreksi. Yang

dimasukkan dalam kategori ini antara lain:

a. Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk. Kasus

dengan kaki yang gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya

kaku, pendek, gemuk dengan lekukan kulit yang dalam pada telapak kaki

dan dibagian belakang pergelangan kaki, terdapat pemendekan metatarsal

pertama dengan hiperekstensi sendi metatarsophalangeal.

b. Deformitas ini terjadi pada bayi yang menderita kaki pengkor saja tanpa

disertai kelainan yang lain.

c. Syndromic clubfoot. Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan

kongenital lain. Jadi kaki pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma.

Metode Ponseti tetap merupakan standar penanganan, tetapi mungkin

lebih sulit dengan hasil kurang dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan

lebih ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya daripada kaki pengkor

nya sendiri.

d. Tetralogic clubfoot, seperti pada congenital tarsal synchondrosis.

3

Page 4: Referat CTEV

e. Neurogenic clubfoot, berhubungan dengan kelainan neurologi seperti

meningomyelocele.

f. Acquired clubfoot, seperti pada Streeter dysplasia.

2.4. Etiologi1,2,4,6

Etiologi yang sebenarnya dari CTEV tidak diketahui dengan pasti. akan

tetapi banyak teori mengenai etiologi CTEV, antara lain :

a. Faktor mekanik intra uteri

Adalah teori tertua dan diajukan pertama kali oleh Hipokrates. Dikatakan

bahwa kaki bayi ditahan pada posisi equinovarus karena kompresi eksterna

uterus. Parker (1824) dan Browne (1939) mengatakan bahwa adanya

oligohidramnion mempermudah terjadinya penekanan dari luar karena

keterbatasan gerak fetus.

b. Defek neuromuskular

Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu dikarenakan adanya defek

neuromuskular, tetapi banyak penelitian menyebutkan bahwa tidak ditemukan

adanya kelainan histologis dan eektromiografik.

c. Defek plasma sel primer

Irani & Sherman telah melakukan pembedahan pada 11 kaki dengan CTEV

dan 14 kaki normal. Ditemukan bahwa pada kasus CTEV leher dari talus

selalu pendek, diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar.

Mereka mengemukakan hipotesa bahwa hal tersebut dikarenakan defek dari

plasma sel primer.

d. Perkembangan fetus yang terhambat

Atlas dkk (1980), menemukan adanya abnormalitas pada vaskulatur kasus-

kasus CTEV. Didapatkan adanya bloking vaskular setinggi sinus tarsalis.

Pada bayi dengan CTEV didapatkan adanya muskulus yang tidak berfungsi

(muscle wasting) pada bagian ipsilateral, dimana hal ini kemungkinan

dikarenakan berkurangnya perfusi arteri tibialis anterior selama masa

perkembangan.

e. Herediter

4

Page 5: Referat CTEV

Wynne dan Davis mengemukakan bahwa adanya faktor poligenik

mempermudah fetus terpapar faktor-faktor eksterna (infeksi Rubella,

penggunaan Talidomide).

f. Hipotesis vaskular

Atlas dkk (1980), menemukan adanya abnormalitas pada vaskulatur kasus-

kasus CTEV. Didapatkan adanya bloking vaskular setinggi sinus tarsalis.

Pada bayi dengan CTEV didapatkan adanya muscle wasting pada bagian

ipsilateral, dimana hal ini kemungkinan dikarenakan berkurangnya perfusi

arteri tibialis anterior selama masa perkembangan.

2.5. Patofisiologi12

Jaringan Lunak

1. Otot gastrocnemius mengecil

2. Tendon Achiles memendek dengan arah mediokaudal dan menyebabkan

varus; begitu pula tendon halucis longus dan digitorum komunis

3. Tendon tibialis anterior dan posterior memendek, sehingga kaki bagian depan

(forefoot) menjadi aduksi

4. Ligament antara talus, kalkaneus, naviculare menebal dan memendek. Fasia

plantaris menebal dan memendek, yang dengan kuat menahan kaki pada

posisi equines dan membuat navicular dan calcaneus dalam posisi adduksi

dan inversi

Tulang

Sebagian besar deformitas terjadi di tarsus. Pada saat lahir, tulang tarsal, yang

hampir seluruhnya masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi,

adduksi, dan inversi yang berlebihan. Talus dalam posisi plantar fleksi hebat,

collumnya melengkung ke medial dan plantar, dan kaputnya berbentuk baji.

Navicular bergeser jauh ke medial, mendekati malleolus medialis, dan

berartikulasi dengan permukaan medial caput talus. Calcaneus adduksi dan inversi

dibawah talus. Bentuk sendi-sendi tarsal relatif berubah karena perubahan posisi

tulang tarsal. Forefoot yang pronasi, menyebabkan arcus plantaris menjadi lebih

5

Page 6: Referat CTEV

konkaf (cavus). Tulang-tulang metatarsal tampak fleksi dan makin kemedial

makin bertambah fleksi.

Gambar 1 CTEV secara anatomis

Secara histologi dibawah mikroskop, berkas serabut kolagen menunjukkan

gambaran bergelombang yang dikenal sebagai crimp (kerutan). Kerutan ini

menyebabkan ligament mudah diregangkan. Peregangan ligament pada bayi, yang

dilakukan dengan gentle, tidak membahayakan. Kerutan akan muncul lagi

beberapa hari berikutnya, yang memungkinkan dilakukan peregangan lebih lanjut.

Inilah sebabnya mengapa koreksi deformitas secara manual mudah dilakukan.

Gambar 2 foto mikrografi ligament tibionaviculare

2.6. Gambaran Klinik1,3,4

Cari riwayat adanya CTEV atau penyakit neuromuskuler dalam keluarga.

Lakukan pemeriksaan keseluruhan agar dapat mengidentifikasi ada tidaknya

kelainan lain. Periksa kaki dengan bayi dalam keadaan tengkurap, sehingga dapat

terlihat bagian plantar. Periksa juga dengan posisi bayi supine untuk mengevaluasi

adanya rotasi internal dan varus.

6

Page 7: Referat CTEV

Deformitas yang serupa dapat ditemui pada myelomeningocele dan

arthrogryposis. Pergelangan kaki berada dalam posisi equinus dan kaki berada

dalam posisi supinasi (varus) serta adduksi.

Tulang navicular dan kuboid bergeser ke arah lebih medial. Terjadi

kontraktur pada jaringan lunak plantar pedis bagian medial. Tulang kalkaneus

tidak hanya berada dalam posisi equinus, tetapi bagian anteriornya mengalami

rotasi ke arah medial disertai rotasi ke arah lateral pada bagian posteriornya.

Tumit tampak kecil dan kosong. Pada perabaan tumit akan terasa lembut

(seperti pipi). Sejalan dengan terapi yang diberikan, maka tumit akan terisi

kembali dan pada perabaan akan terasa lebih keras (seperti meraba hidung atau

dagu).

Karena bagian lateralnya tidak tertutup, maka leher talus dapat dengan

mudah teraba pada sinus tarsalis. Normalnya leher talus tertutup oleh navikular

dan badan talus. Maleolus medial menjadi susah diraba dan pada umumnya

menempel pada navikular. Jarak yang normal terdapat antara navikular dan

maleolus menghilang. Tulang tibia sering mengalami rotasi internal.

2.7. Gambaran Radiologis6,8,13,14

2.7.1 Radiographi

Gambaran radiologis dari CTEV adalah adanya kesejajaran antara tulang

talus dan kalkaneus. Posisi kaki selama pengambilan foto radiologis memiliki arti

yang sangat penting. Posisi anteroposterior (AP) diambil dengan kaki fleksi

terhadap plantar sebesar 30º dan posisi tabung 30° dari keadaan vertikal. Posisi

lateral diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar 30º.

Gambaran AP dan lateral juga dapat diambil pada posisi kaki dorsofleksi

dan plantar fleksi penuh. Posisi ini penting untuk mengetahui posisi relatif talus

dan kalkaneus.

Mengukur sudut talokalkaneal dari posisi AP dan lateral. Garis AP

digambar melalui pusat dari aksis tulang talus (sejajar dengan batas medial) serta

melalui pusat aksis tulang kalkaneus (sejajar dengan batas lateral). Nilai

7

Page 8: Referat CTEV

normalnya adalah antara 25-40°. Bila ditemukan adanya sudut kurang dari 20°

maka dikatakan abnormal.

Tiga komponen utama dari kelainan bentuk yang akan jelas tampak pada

radiographi:

A. Fleksi plantar anterior kalkaneus sedemikian rupa sehingga sudut antara

sumbu panjang tibia dan sumbu panjang kalkaneus (tibiocalcaneal sudut)

lebih besar dari 90 °

Gambar 3 fleksi plantar anterior

B. Talus diasumsikan tetap fix terhadap tibia. Kalkaneus dianggap yang berputar

menjadi varus posisi (ke arah garis tengah). Pada tampilan lateral, sudut

antara sumbu panjang sumbu panjang kalkaneus (talocalcaneal sudut) adalah

kurang dari 25°, dan 2 tulang hampir sejajar dalam kondisi normal (Gambar

4-5).

Gambar 4 Clubfoot 25o Gambar 5 Clubfoot

C. Talocalcaneal sudut kurang dari 15°, dan 2 tulang tampak tumpang tindih

lebih dari biasanya. Sumbu longitudinal melalui tengah landaian (midtalar

8

Page 9: Referat CTEV

line) melalui lateral ke dasar metatarsal pertama, karena adalah medial kaki

depan menyimpang (Gambar 6-7).

Gambar 6 Talocalcaneal 15o Gambar 7 Talocalcaneal 15o

D. Kaki depan supinasi Varus dan meningkatkan konvergensi dari basis

metatarsal, dibandingkan dengan sedikit normal konvergensi (Gambar 8).

Pada pandangan lateral, tampak gambaran seperti tangga dari tulang

metatarsal pada forefoot varus (Gambar 9).

Gambar 8 Kaki depan supinasi Varus Gambar 9 tampak gambaran seperti tangga dari

tulang metatarsal

9

Page 10: Referat CTEV

2.8. Scoring CTEV15

Gambar 10 Klasifikasi CTEV

Gambar 11 Perhitungan klasifikasi CTEV

10

Page 11: Referat CTEV

Grade 1 ® Benign (score < 5)

Grade 2 ® Moderat (score 5-10)

Grade 3 ® Considerable reducibility (score 10-15)

Grade 4 ® Resistant and partially reducible (score 15-20)

2.9. Terapi2,3,4,5,9

2.9.1. Terapi Medis

Tujuan dari terapi medis adalah untuk mengoreksi deformitas yang ada

dan mempertahankan koreksi yang telah dilakukan sampai terhentinya

pertumbuhan tulang.

Secara tradisional, CTEV dikategorikan menjadi dua macam, yaitu :

CTEV yang dapat dikoreksi dengan manipulasi, casting dan pemasangan

gips.

CTEV resisten yang memberikan respon minimal terhadap penata

laksanaan dengan pemasangan gips dan dapat relaps ccepat walaupun

sepertinya berhasil dengan terapi manipulatif. Pada kategori ini dibutuhkan

intervensi operatif.

Saat ini terdapat suatu sistem penilaian yang dirancang oleh prof. dr. Shafiq

Pirani, seorang ahli ortopaedist di Inggris. Sistem ini dinamakan The Pirani

Scoring System. Dengan menggunakan sistem ini, kita dapat mengidentifikasi

tingkat keparahan dan memonitor perkembangan suatu kasus CTEV selama

koreksi dilakukan.

Sistem ini terdiri dari 6 kategori, masing-masing 3 dari hindfoot dan midfoot.

Untuk hindfoot, kategori terbagi menjadi tonjolan posterior/posterior crease (PC),

kekosongan tumit/emptiness of the heel (EH), dan derajat dorsofleksi yang

terjadi/degree of dorsiflexion (DF). Sedangkan untuk kategori midfoot, terbagi

menjadi kelengkungan batas lateral/curvature of the lateral border (CLB), tonjolan

di sisi medial/medial crease (MC) dan tereksposnya kepala lateral

talus/uncovering of the lateral head of the talus (LHT).

11

Page 12: Referat CTEV

Cara untuk menghitung Pirani Score adalah sebagai berikut :

A. Curvature of the Lateral Border of the foot (CLB)

Batasan lateral dari kaki normalnya lurus. Adanya batas kaki yang nampak

melengkung menandakan terdapatnya kontraktur medial.

Lihat pada bagian plantar pedis dan letakkan batangan/penggaris di bagian

lateral kaki. Normalnya, batas lateral kaki nampak lurus, mulai dari tumit sampai

ke kepala metatarsal kelima. Apabila didapatkan batas lateral kaki lurus, maka

skor yang diberikan adalah 0.

12

Page 13: Referat CTEV

Pada kaki yang abnormal, batas lateral nampak menjauhi garis lurus

tersebut. Batas lateral yanng nampak melengkung ringan diberi nilai 0,5

(lengkungan terlihat di bagian distal kaki pada area sekitar metatarsal).

Kelengkungan batas lateral kaki yang nampak jelas diberi nilai 1

(kelengkungan tersebut nampak setinggi persendian kalkaneokuboid).

B. Medial crease of the foot (MC)

Pada keadaan normal, kulit pada daerah telapak kaki akan memperlihatkan

garis-garis halus. Lipatan kulit yang lebih dalam dapat menandakan adanya

kontraktur di daerah medial. Pegang kaki dan tarik dengan lembut saat

memeriksa.

13

Page 14: Referat CTEV

Lihatlah pada lengkung dari batas medial kaki. Normalnya akan terlihat

adanya garis-garis halus pada kulit telapak kaki yang tidak merubah kontur dari

lengkung medial tersebut. Pada keadaan seperti ini, maka nilai dari MC adalah 0.

Pada kaki yang abnormal, maka akan nampak adanya satu atau dua lipatan

kulit yang dalam. Apabila hal ini tidak terlalu banyak mempengaruhi kontur

lengkung medial, maka nilai MC adalah sebesar 0,5.

14

Page 15: Referat CTEV

Apabila lipatan ini tampak dalam dan dengan jelas mempengaruhi kontur

batas medial kaki, maka nilai MC adalah sebesar 1.

C. Posterior crease of the ankle (PC)

Pada keadaan normal, kulit pada bagian tumit posterior akan memperlihatkan

lipatan kulit multipel halus. Apabila terdapat adanya lipatan kulit yang lebih

dalam, maka hal tersebut menunjukkan adanya kemungkinan kontraktur posterior

yang lebih berat. Tarik kaki dengan lembut saat memeriksa.

Pemeriksa melihat ke tumit pasien. Normalnya akan terlihat adanya garis-

garis halus yang tidak merubah kontur dari tumit. Lipatan-lipatan ini

menyebabkan kulit dapat menyesuaikan diri, sehingga dapat meregang saat kaki

dalam posisi dorsofleksi. Pada kondisi ini, maka nilai untuk PC adalah 0.

15

Page 16: Referat CTEV

Pada kaki yang abnormal, maka akan didapatkan satu atau dua lipatan

kulit yang dalam. Apabila lipatan ini tidaak terlalu mempengaruhi kontur dari

tumit, maka nilai dari PC adalah sebesar 0,5.

Apabila pada pemeriksaan ditemukan lipatan kulit yang dalam di daerah

tumit dan hal tersebut merubah kontur tumit, maka nilai dari PC adalah sebesar 1.

D. Lateral part of the Head of the Talus (LHT)

Pada kasus CTEV yang tidak diterapi, maka pemeriksa dapat meraba kepala

Talus di bagian lateral. Dengan terkoreksinya deformitas, maka tulang navikular

akan turun menutupi kepala talus, kemudian hal tersebut akan membuat menjadi

lebih sulit teraba, dan pada akhirnya tidak dapat teraba sama sekali. Tanda

“turunnya navikular menutupi kepala talus” adalah pengukur besarnya kontraktur

di daerah medial.

16

Page 17: Referat CTEV

2.9.2. Penatalaksanaan Non-operatif

Dengan penatalaksanaan tradisional non operatif, maka pemasangan splint

dimulai pada bayi berusia 2-3 hari. Urutan dari koreksi yang akan dilakukan

adalah sebagai berikut :

1. Adduksi dari forefoot

2. Supinasi forefoot

3. Equinus

Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi equinus di awal masa koreksi

dapat mematahkan kaki pasien, dan mengakibatkan terjadinya rockerbottom foot.

Tidak boleh dilakukan pemaksaan saat melakukan koreksi. Tempatkan kaki pada

posisi terbaik yang bisa didapatkan, kemudian pertahankan posisi ini dengan cara

menggunakan “strapping” yang diganti tiap beberapa hari sekali, atau

dipertahankan menggunakan gips yang diganti beberapa minggu sekali. Hal ini

dilanjutkan hingga dapat diperoleh koreksi penuh atau sampai tidak dapat lagi

dilakukan koreksi selanjutnya.

Posisi kaki yang sudah terkoreksi ini kemudian dipertahankan selama

beberapa bulan. Tindakan operatif harus dilakukan sesegera mungkin saat nampak

adanya kegagalan terapi konservatif, yang antara lain ditandai dengan deformitas

yang menetap, deformitas berupa rockerbottom foot atau kembalinya deformitas

segera setelah koreksi dihentikan.

17

Page 18: Referat CTEV

Setelah pengawasan selama 6 minggu biasanya dapat diketahui jenis

deformitas CTEV, apakah termasuk yang mudah dikoreksi atau tipe yang resisten.

Hal ini dikonfirmasi dengan menggunakan X-ray dan dilakukan perbandingan

penghitungan orientasi tulang. Dari laporan didapatkan bahwa tingkat kesuksesan

dengan menggunakan metode ini adalah sebesar 11-58%.

Metode Ponseti

Metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa.

Metode ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan observasi klinik yang

dilakukan oleh dr. Ponseti. langkah-langkah yang harus diambil adalah sebagai

berikut :

1. Deformitas utama yang terjadi pada kasus CTEV adalah adanya rotasi

tulang kalkaneus ke arah intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki

berada dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami fleksi pada sendi

subtalar. Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam posisi abduksi dan

dorsofleksi. Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal pada kasus

CTEV, maka tulang kalkaneus harus bisa dengan bebas dirotasikan kebawah

talus. Koreksi dilakukan melalui lengkung normal dari persendian subtalus.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara meletakkan jari telunjuk operator di

maleolus medialis untuk menstabilkan kaki dan kemudian mengangkat ibu

jari dan diletakkan di bagian lateral dari kepala talus, sementara kita

melakukan gerakan abduksi pada forefoot dengan arah supinasi.

2. Cavus kaki akan meningkat bila forefoot berada dalam posisi pronasi.

Apabila ditemukan adanya cavus, maka langkah pertama dalam koreksi kaki

adalah dengan cara mengangkat metatarsal pertama dengan lembut, untuk

mengoreksi cavusnya. Setelah cavus terkoreksi, maka forefoot dapat

diposisikan abduksi seperti yang tertulis dalam langkah pertama.

3. Saat kaki diletakkan dalam posisi pronasi, hal tersebut dapat menyebabkan

tulang kalkaneus berada di bawah talus. Apabila hal ini terjadi, maka tulang

kalkaneus tidak dapat berotasi dan menetap pada posisi varus. Seperti tertulis

pada langkah kedua, cavus akan meningkat. Hal ini dapat menyebabkan

18

Page 19: Referat CTEV

tejadinya bean-shaped foot. Pada akhir langkah pertama, maka kaki akan

berada pada posisi abduksi maksimal tetapi tidak pernah pronasi.

4. Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah kaki

dimanipulasi, maka langkah selanjutnya adalah memasang long leg cast

untuk mempertahankan koreksi yang telah dilakukan. Gips harus dipasang

dengan bantalan seminimal mungkin, tetapi tetap adekuat. Langkah

selanjutnya adalah menyemprotkan benzoin tingtur ke kaki untuk melekatkan

kaki dengan bantalan gips. Dr. Ponsetti lebih memilih untuk memasang

bantalan tambahan sepanjang batas medial dan lateral kaki, agar aman saat

melepaskan gips menggunakan gunting gips. Gips yang dipasang tidak boleh

sampai menekan ibu jari kaki atau mengobliterasi arcus transversalis. Posisi

lutut berada pada sudut 90° selama pemasangan gips panjang. Orang tua bayi

dapat merendam gips ini selama 30-45 menit sebelum dilepas. Dr. Ponsetti

memilih melepaskan gips dengan cara menggunakan gergaji yang berosilasi

(berputar). Gips ini dibelah menjadi dua dan dilepas, kemudian disatukan

kembali. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan abduksi forefoot,

selanjutnya hal ini dapat digunakan untuk mengetahui dorsofleksi serta

megetahui koreksi yang telah dicapai oleh kaki ekuinus.

5. Adanya usaha untuk mengoreksi CTEV dengan paksaan melawan tendon

Achilles yang kaku dapat mengakibatkan patahnya midfoot dan berakhir

dengan terbentuknya deformitas berupa rockerbottom foot. Kelengkungan

kaki yang abnormal (cavus) harus diterapi secara terpisah, seperti yang

digambarkan pada langkah kedua, sedangkan posisi ekuinusnya harus dapat

dikoreksi tanpa menyebabkan patahnya midfoot..

Secara umum dibutuhkan 4-7 kali pemasangan gips untuk mendapatkan

abduksi kaki yang maksimum. Gips tersebut diganti tiap minggu. Koreksi

yang dilakukan (usaha untuk membuat kaki dalam posisi abduksi) dapat

dianggap adekuat bila aksis paha dan kaki sebesar 60°.

Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal, kebanyakan kasus membutukan

dilakukannya tenotomi perkutaneus pada tendon Achilles. Hal ini dilakukan

dalam keadaan aspetis. Daerah lokal dianestesi dengan kombinasi antara

19

Page 20: Referat CTEV

lignokain topikal dan infiltrasi lokal minimal menggunakan lidokain.

Tenotomi dilakukan dengan cara membuat irisan menggunakan pisau Beaver

(ujung bulat). Luka post operasi kemudian ditutup dengan jahitan tunggal

menggunakan benang yang dapat diabsorbsi. Pemasangan gips terakhir

dilakukan dengan kaki yang berada pada posisi dorsofleksi maksimum,

kemudian gips dipertahankan hingga 2-3 minggu.

6. Langkah selanjutnya setelah pemasangan gips adalah pemakaian sepatu

yang dipasangkan pada lempengan Dennis Brown. Kaki yang bermasalah

diposisikan abduksi (rotasi ekstrim) hingga 70°. with the unaffected foot set

at 45° of abduction. Sepatu ini juga memiliki bantalan di tumit untuk

mencegah kaki terselip dari sepatu. Sepatu ini digunakan 23 jam sehari

selama 3 bulan, kemudian dipakai saat tidur siang dan malam selama 3 tahun.

7. Pada kurang lebih 10-30% kasus, tendon dari titbialis anterior dapat

berpindah ke bagian lateral Kuneiformis saat anak berusia 3 tahun. Hal ini

membuat koreksi kaki dapat bertahan lebih lama, mencegah adduksi

metatarsal dan inversi kaki. Prosedur ini diindikasikan pada anak usia 2-2.5

tahun, dengan cara supinasi dinamik kaki. Sebelum dilakukan operasi

tersebut, pasangkan long leg cast untuk beberapa minggu.

2.9.3. Terapi Operatif2,8

A. Insisi

Beberapa pilihan untuk insisi, antara lain:

a. Cincinnati: jenis ini berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial

(persendian navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi anterolateral

(bagian distal dan medial sinus tarsal), dilanjutkan ke bagian belakang

pergelangan kaki setinggi sendi tibiotalus.

b. Insisi Turco curvilineal medial atau posteromedial: insisi ini dapat

menyebabkan luka terbuka, khususnya pada sudut vertikal dan medial

kaki. Untuk menghindari hal ini, beberapa operator memilih beberapa

jalan, antara lain:

20

Page 21: Referat CTEV

Tiga insisi terpisah, insisi posterior arah vertikal, medial, dan

lateral

Dua insisi terpisah, Curvilinear medial dan posterolateral

Banyak pendekatan bisa dilakukan untuk bisa mendapatkan terapi operatif

di semua kuadran. Beberapa pilihan yang dapat diambil, antara lain:

a. Plantar: Plantar fascia, abductor hallucis, flexor digitorum brevis, ligamen

plantaris panjang dan pendek

b. Medial: struktur-struktur medial, selubung tendon, pelepasan

talonavicular dan subtalar, tibialis posterior, FHL, dan pemanjangan FDL

c. Posterior: kapsulotomi persendian kaki dan subtalar, terutama pelepasan

ligamen talofibular posterior dan tibiofibular, serta ligamen kalkaneofibular

d. Lateral: struktur-struktur lateral, selubung peroneal, persendian

kalkaneokuboid, serta pelepasan ligamen talonavikular dan subtalar

Pendekatan manapun yang dilakukan harus bisa menghasilkan paparan

yang adekuat. Struktur-struktur yang harus dilepaskan atau diregangkan adalah

sebagai berikut:

a. Tendon Achilles

b. Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar.

c. Kapsul pergelangan kaki posterior dan ligamen Deltoid.

d. Ligamen tibiofibular inferior

e. Ligamen fibulocalcaneal

f. Kapsul dari sendi talonavikular dan subtalar.

g. Fasia plantar pedis dan otot-otot intrinsik

Aksis longitudinal dari talus dan kalkaneus harus dipisahkan sekitar 20°

dari proyeksi lateral. Koreksi yang dilakukan kemudian dipertahankan dengan

pemasangan kawat di persendian talokalkaneus, atau talonavikular atau keduanya.

Hal ini juga dapat dilakukan menggunakan gips. Luka paska operasi yang terjadi

tidak boleh ditutup dengan paksa. Luka tersebut dapat dibiarkan terbuka agar

membentuk jaringan granulasi atau bahkan nantinya dapat dilakukan cangkok

kulit.

21

Page 22: Referat CTEV

Penatalaksanaan dengan operasi harus mempertimbangkan usia dari

pasien:

a. Pada anak kurang dari 5 tahun, maka koreksi dapat dilakukan hanya

melalui prosedur jaringan lunak.

b. Untuk anak lebih dari 5 tahun, maka hal tersebut membutuhkan

pembentukan ulang tulang/bony reshaping (misal, eksisi dorsolateral dari

persendian kalkaneokuboid [prosedur Dillwyn Evans] atau osteotomi tulang

kalkaneus untuk mengoreksi varus).

c. Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun, maka dapat dilakukan tarsektomi

lateralis atau arthrodesis.).

Harus diperhatikan keadaan luka paska operasi. Apabila penutupan kulit

paska operasi sulit dilakukan, maka lebih baik luka tersebut dibiarkan terbuka

agar dapat terjadi reaksi ganulasi, untuk kemudian memungkinkan terjadinya

penyembuhan primer atau sekunder. Dapat juga dilakukan pencangkokan kulit

untuk menutupi defek luka paska operasi. Perban hanya boleh dipasang longgar

dan harus diperiksa secara reguler.

2.10. Diagnosa Banding2,3,4,8

1. Postural clubfoot disebabkan karena posisi fetus dalam uterus. Jenis

abnormalitas kaki seperti ini dapat dikoreksi secara manual oleh

pemeriksa. Postural clubfoot memberi respon baik dengan pemasangan

gips serial dan jarang relaps.

2. Metatarsus adductus (varus) adalah suatu deformitas dari tulang

metatarsal saja. Forefoot mengarah pada garis tengah tubuh, atau berada

pad aposisi addkutus. Abnormalitas ini dapat dikoreksi dengan manipulasi

dan pemasangan gips serial.

3. Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang

belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa

vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh pada masa

perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan dan

gangguan fusi tuba neural.

22

Page 23: Referat CTEV

4. Arthrogryposis, juga dikenal sebagai Arthrogryposis Multiplex

Congenita, adalah kelainan bawaan yang ditandai dengan beberapa sendi

kontraktur dan dapat meliputi kelemahan otot dan fibrosis non-progresif,

namanya berasal dari bahasa Yunani, secara harfiah berarti 'atau doyan

sendi melengkung.

2.11. Komplikasi2,7,8

1. Infeksi (jarang).

2. Kekakuan dan keterbatasan gerak: adanya kekakuan yang muncul di awal

berhubungan dengan hasil yang kurang baik.

3. Nekrosis avaskular talus: sekitar 40% kejadian nekrosis avaskular talus

muncul pada tehnik kombinasi pelepasan medial dan lateralis.

Dapat terjadi overkoreksi yang mungkin dikarenakan :

1. Pelepasan ligamen interoseus dari persendian subtalus.

2. Perpindahan tulang navikular yang berlebihan ke arah lateral.

3. Adanya perpanjangan tendon.

2.12. Prognosis2,5,6

1. Kurang lebih 50% dari kasus CTEV pada bayi baru lahir dapat dikoreksi

tanpa tindakan operatif. dr Ponseti melaporkan tingkat kesuksesan sebesar

89% dengan menggunakan tehniknya (termasuk dengan tenotomi tendon

Achilles). Peneliti lain melaporkan rerata tingkat kesuksesan sebesar 10-35%.

Sebagian besar kasus melaporkan tingkat kepuasan setinggi 75-90%, baik

dari segi penampilan maupun fungsi kaki.

2. Hasil yang memuaskan didapatkan pada kurang lebih 81% kasus. Faktor

utama yang mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang gerakan

pergerakan kaki, dimana hal tersebut dipengaruhi oleh derajat pendataran

kubah dari tulang talus. Tiga puluh delapan persen dari pasien dengan kasus

CTEV membutuhkan tindakan operatif lebih lanjut (hampir 2/3 nya adalah

prosedur pembentukan ulang tulang).

23

Page 24: Referat CTEV

3. Rerata tingkat kekambuhan deformitas mencapai 25%, dengan rentang antara

10-50%.

4. Hasil terbaik didapatkan pada anak-anak yang dioperasi pada usia lebih dari 3

bulan (biasanya dengan ukuran lebih dari 8 cm).

5. Bila berdasarkan usia, maka prognosis metode Ponsetti terhadap keberhasilan

terapi adalah sebagai berikut:

Umur (minggu) Persentasi

keberhasilan

0-6 94%

7-12 66%

13-24 24%

25-36 1%

>36 0,24%

24

Page 25: Referat CTEV

DAFTAR PUSTAKA

1. Meidzybrodzka, Z. 2002. Congenital Talipes Eqinovarus (clubfoot): disorder

of the foot but not the hand. www.anatomisociety.com (13 Januari 2016).

2. Patel, M. 2007. Clubfoot. www.emedicine.com (13 Januari 2016).

3. Harris, E. 2008. Key Insight To Treating Talipes Equinovarus.

www.podiatry.com (13 Januari 2016).

4. Nordin, S. 2002. Controversies In Congenital Clubfoot: Literature Review.

www.mjm.com (13 Januari 2016).

5. Pirani, S. 1991. A Relible & Valid Method of Assesing the Amount of

Deformity in the Congenital Clubfoot Deformity. www.ubc.com (13 Januari

2016).

6. Anonym. 2006. Brith Defect Risk Factor Series: Talipes Equinovarus

(clubfoot). www.statehealth.com (13 Januari 2016).

7. Anonym. 2005. Clubfoot Deformity. www.dubaibone.com (13 Januari 2016).

8. Hussain, S. et al. 2007 Gomal Journal of Medical Sciences July – Dec 2007,

Vol. 5, No. 2. Turco’s Postero – Medial Release for Congenital Talipes

Equinovarus. www.gjm.com (13 Januari 2016).

9. Soule, R. E. 2008. Treatment of Congenital Talipes Equinovarus in Infancy

and Early Chlidhood. www.jbjs.com (13 Januari 2016).

10. Kler, J. et al. 2005 Treatment Methods of Congenital Talipes Equinovarus-

three case reports. www.jpn-online.com (13 Januari 2016).

11. Yeung EHK. et al. 2005 Radiografic Assesment of Congenital Talipes

Equinovarus: Strapping versus Forced Dorsoflexion. www.jos.com (13

Januari 2016).

12. Staheli, Lynn. 2009. Clubfoot : Ponseti Management Third Edition.

www.global-help.org (13 Januari 2016).

13. Shelter, B. 1998. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal

System: Deformities of the foot, 473-476.

14. Solomon, Louis. 2001. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures :

Talipes Equinovarus (idiophatic clubfoot), 488-490

25

Page 26: Referat CTEV

15. Wainwright, A., Auld, T., Benson, M., Theologis, T. 2002. The Classification

of Conginetal Talipes Equinovarus

www.thejournalofboneandjoinsurgery .org.

26