Upload
melifitriyani
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas anak di dunia
yang menyebakan 1,6 - 2,5 juta kematian pada anak tiap tahunnya. Survei Kesehatan Rumah
Tangga di Indonesia menunjukkan penurunan angka kematian bayi akibat diare dari 15,5%
(2006) menjadi 13,95% (2010). Penurunan angka kematian akibat diare juga didapatkan pada
kelompok balita berdasarkan survey serupa, yaitu 40% (2004), menjadi 16% (2007) dan 7,5%
(2010). Tetapi, penurunan angka mortalitas akibat diare tidak sebanding dengan penurunan
angka morbiditasnya.1
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di negara
berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus
penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit,
akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma
malabsorpsi. Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai
dengan asidosis metabolic karena kehilangan basa.1
Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode diare dapat
menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan berkurangnya kemampuan
menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya berkepanjangan akan berdampak terhadap
pertumbuhan dan kesehatan anak.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diare
Diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung
kurang dari 14 hari. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-
4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal.
Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan
intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk
bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi
buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak
seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali per hari,
tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.1
2.1.1 Etiologi diare(1,2)
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-kuman pathogen telah
dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80% pada kasus yang datang di sarana kesehatan
dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini telah dapat diidentifikasikan tidak kurang
dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi
utama timbulnya diare umumnya dalah golongan virus, bakteri, dan parasit. Dua tipe dasar diare oleh
karena infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh
bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan atau
translokasi dari bakteri. Sebaliknya, indlammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang
menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitokin.
2
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah:
GOLONGAN BAKTERI GOLONGAN VIRUS GOLONGAN PARASIT
Aeromonas Astrovirus Balantidiom coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Blastocystis homonis
Clostridium perfringens Corona virus Entamoeba histolytica
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lamblia
Eschercia colli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas shigeloides Herpes simplek virus Strongyloides stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
2.1.2 Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau
barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat.Singkatnya,
dapat dikatakan melalui “4F” yakni finger (jari), flies (lalat), fluid (cairan), dan field
(lingkungan).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:
Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4- 6 bulan pertama kehidupan bayi
Gizi buruk
Imunodefisiensi
Berkurangnya asam lambung
menurunnya motilitas usus
Faktor genetic
3
Faktor lainnya:
Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi
terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI.
Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibody ibu, kurangnya
kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri.
Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi
atau penyakit yang berulang yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit
pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.
Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini meningkat
setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik
yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus,
bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berperan
penting dalam penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari
adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan, dan berpindah-pindah dari suatu tempat ke
tempat yang lain.
Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah subtropik,
diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus
terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Di daerah tropik (termasuk
Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan
peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung
meningkat pada musim hujan.
4
2.1.3 Patogenesis Diare(1,3)
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan diare
pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada
usus halus. Biopsi usus halus menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel
bundar pada lamina propia. Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak berkorelasi
dengan keparahan gejala-gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare.
Mukosa lambung tidak terkena walaupun biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”,walaupun
pengosongan lambung tertunda telah didokumentasikan selama infeksi virus Norwalk.
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di usus
halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang
rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya
belum baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap atau tercerna akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan
beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare
osmotic dari penyerapan air dan nutrient yang tidak sempurna.
Pada usus halus, enterosit vilus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi, yang
mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan seperti
transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam amino.
Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim hidrofilik
tepi bersilia dan merupakan pansekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan demikian infeksi
virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan
usus terhadap sekresi dan malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa.
Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestinal sangat jarang, walaupun penderita
terganggu imun dapat mengalami keterlibatan hari dan ginjal. Kenaikan kerentanan bayi
(disbanding dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa) sampai morbiditas berat dan
mortalitas gastroenteritis virus dapat berkaitan dengan sejumlah faktor termasuk penurunan
fungsi cadangan usus, tidak ada imunitas spesifik, dan penurunan mekanisme pertahanan hospes
nonspesifik seperti asam lambung dan mukus. Enteritis virus sangat memperbesar permeabilitas
usus terhadap makromolekul lumen dan telah dirumuskan menaikkan risiko alergi makanan.
5
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan
pengaturan transport ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis
terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E. coli agak berbeda dengan pathogenesis diare oleh
virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa
usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat masuk ke
dalam serabut otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat
menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.
2.1.4 Manifestasi klinis(1,2,3)
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi
komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologic. Gejala gastrointestinal berupa
diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida,
dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air
juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan
hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskuler, dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik pathogen antara lain:
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis, pneumonia,
hepatitis, peritonitis, dan septic trombophlebitis. Gejala neurologic dari infeksi usus bisa berupa
paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat), hipotoni dan kelemahan otot (C.
botulinum).
6
Gejala klinik Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 47-72 jam Panas + ++ ++ - ++ - Mual muntah Sering Jarang Sering + - - Nyeri perut Tenesmus Tenesmus
kramp Tenesmus kolik
- Tenesmus kramp
Sering kramp
Nyeri kepala - + + - - - Lamanya sakit
5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
Sifat tinja Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10 /hari
> 10x/hari Sering sering Sering Terus menerus
Konsistensi Cair Lembek sering
Lembek Cair Lembek Cair
Darah - ± Kadang - + -
Gejala khas diare oleh berbagai penyebab :
2.1.5 Klasifikasi diare(2,4)
Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi
Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu
1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik
Secara umum, terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac sprue, atau
karena:
a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya lactase defisien pada anak yang lebih besar
7
c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian
proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan
osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable, air
akan mengalir kea rah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul dalam lumen usus.
Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi
kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat
diserap seperti Mg, glukose, sukrose, laktose, maltose, di segmen ileum dan melebihi kemampuan
absorpsi kolon sehingga terjadilah diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah atau bahan
yang mengandung sorbitol dalam jumlah yang berlebihan akan memberikan dampak yang sama.
2. Malabsorpsi umum
Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptide, tepung, asam amino, dan
monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotic pada lumen usus. Kerusakan sel (yang
secara normal akan menyerap natrium dan air) dapat disebabkan virus atau kuman, seperti
Salmonella, Shigella, atau Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak karena inflammatory
bowel disease idiopatik, akibat toksin atau obat-obatan tertentu. Gambaran karakteristik penyakit
yang menyebabkan malabsorbsi usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme
tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E. coli) menyebabkan
malabsorbsi nutrien dengan meribah faal membran brush border trigliserid diakibatkan
insuffisiensi eksokrin pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan
diare osmotic.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan
kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan maldigesti, malabsorbsi dan
akhirnya menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorbsi protein dan
karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan diare
osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi klorida sehingga diare tersebut dapat
disebabkan malabsorpsi karbihidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa,
isomaltosa, dan defisiensi congenital lactase, pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian Mg
hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas
pada kolon iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan
kekambuhan diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah mengalami diare,
8
menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan mukosa sehingga
menyebabkan gangguan sekresi enzim lactase, menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi laktose.
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik
Hiperplasia kripta
Teoritis adanya hyperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebakan sekresi
intestinal dan diare. Pada umumnya, penyakit ini menyebabkan atrofi vili.
Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan bahan
kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihydroxy, serta
asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase.
Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosfolirasi membran protein sehingga
mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi
lain terjadi peningkatan pompa natrium dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama
Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase. Beberapa
diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler, meningkatkan permeabilitas
intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat menyebabkan
sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan penyakit Crihn dapat
menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan konsentrasi garam
empedu dan lemak.
Blood-Borne Secretagogues
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya disebabkan oleh
enterotoksin E. coli atau Cholera. Berbeda dengan negara berkembang, di negara maju,
diare sekretorik jarang ditemukam, apabila ada kemungkinan disebakan oleh obat atau
9
tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan hormone seperti
VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma pankreas, sel non-
beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida pankreas, hormone sekretorik lainnya
(sindroma watery diarrhea hypokalemia achlorhydria (WDHA)). Diare yang disebabkan
tumor ini termasuk jarang. Semua kelainan mukosa usus, berakibat sekresi air dan
mineral berlebihan pada vilus dan kripta serta semua enterosit terlibat dan dapat terjadi
mukosa usus dalam keadaan normal.
4. Diare akibat gangguan peristaltik
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan
motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri
tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan
meningkatkan absorbs. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal
berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik
pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon
irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan berbagai penyakit lain.
5. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh
darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein, dan seringkaili sel darah merah
dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan
dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.
Bakteri enteral pathogen akan mempengaruh struktur dan fungsi tight junction, menginduksi
sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek infeksi bacterial
pada tight junction akan mempengaruhi susunan protein. Penelitian oleh Berkes J. dkk 2003
menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral pathogen pada diare terletak pada perubahan barrier
10
tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton dan
spesifik tight junction. Pengaruh itu bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu
komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi chloride yang akan diikuti natrium dan
air. Sebagai contoh C. difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun protein,
Bacteroides fragilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight junction, V. cholera
mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi
protein cytoskeleton.
6. Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III, dan IV. Reaksi
tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan allergen makanan. Reaksi tipe III
misalnya pada penyakit gastroenteropatu, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac disease
dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe I, allergen yang masuk tubuh menimbulkan respon
imun dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada
permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi akibat pajanan berulang dengan antigen
yang spesifik, sel mast akan melepaskan mediator seperti histamin, ECF-A, PAF, SRA-A, dan
prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi komplek antigen-antibodi dalam jaringan atau
pembuluh darah yang mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian
melepaskan Macrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil
melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, di sini tidak terdapat
peran antibody. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC (Antigen Presenting Cell) ke sel Th1
yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasan berbagai sitokin seperti MIF, MAF, dan IFN- oleh
Th1. Sitokin tersebut akan mengaktifasi makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan.
Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat
kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.
11
Diare berdasarkan Derajat dehidrasinya:
- Diare dengan tanpa dehidrasi
- Diare dengan dehidrasi ringan sedang dan
- Diare dengan dehidrasi berat.
Diare berdasarkan jenis dehidrasinya :
- Diare isotonik
- Diare hipertonik
- Diare hipotonik
2.2 Dehidrasi(1,2,4)
Dehidrasi dideskripsikan sebagai suatu keadaan keseimbangan cairan yang negatif atau
terganggu yang bisa disebabkan oleh berbagai jenis penyakit.Dehidrasi terjadi karena kehilangan
air (output) lebih banyak daripada pemasukan air (input).Cairan yang keluar biasanya disertai
dengan elektrolit.
Pada dehidrasi gejala yang timbul berupa rasa haus, berat badan turun, kulit bibir dan
lidah kering, saliva menjadi kental. Turgor kulit dan tonus berkurang, anak menjadi apatis,
gelisah kadang-kadang disertai kejang. Akhirnya timbul gejala asidosis dan renjatan dengan nadi
dan jantung yang berdenyut cepat dan lemah, tekanan darah menurun, kesadaran menurun, dan
pernapasan kussmaul.
2.2.1. Klasifikasi Dehidrasi 5
1. Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, dehidrasi dapat dibagi menjadi dehidrasi
ringan, sedang dan berat seperti pada tabel di bawah ini:
12
Gejala/tanda ringan (3-5%) Sedang (6-9%) Berat (10% atau lebih)
Tingkat kesadaran Sadar Letargi Tidak sadar Pengisian kembali kapiler
2 detik 2-4 detik Lebih dari 4 detik
Membrane mukosa Normal Kering Sangat kering Denyut jantung Sedikit meningkat Meningkat Sangat meningkat
Laju pernapasan Normal Meningkat Meningat dan hiperapnea
Tekanan darah Normal Normal; ortostatik Menurun Denyut nadi Normal Cepat dan lemah Sangat lemah/ samar
atau tidak teraba
Turgor kulit Kembali normal Kembali lambat Tidak segera kembali
Fontanella Normal Agak cekung Cekung Mata Normal Cekung Sangat cekung Keluaran urin Menurun Oliguria Anuria
Tabel Klasifikasi Dehidrasi Berdasarkan Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik6
Penilaian A B C
Lihat :
- Keadaan umum
- Mata
- Air mata
- Mulut dan lidah
- Rasa haus
Baik, sadar
Normal
Ada
Basah
Minum biasa, tidak haus
*Gelisah, rewel
Cekung
Tidak ada
Kering
*haus ingin minum banyak
*lesu, lunglai/letargis
Sangat cekung
Kering
Sangat kering
*malas minum atau tidak bisa minum
Periksa : turgor kulit Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/sedang
Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih tanda lain.
Dehidrasi berat
Bila ada 1 tanda* ditambah lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Tabel Penetuan derajat dehidrasi menurut WHO 19956
2. Berdasarkan gambaran elektrolit serum, dehidrasi dapat dibagi menjadi :
13
a. Dehidrasi Hiponatremik atau Hipotonik
Dehidrasi hiponatremik merupakan kehilangan natrium yang relatif lebih besar daripada
air, dengan kadar natrium kurang dari 130 mEq/L. Apabila terdapat kadar natrium serum kurang
dari 120 mEq/L, maka akan terjadi edema serebral dengan segala akibatnya, seperti apatis,
anoreksia, nausea, muntah, agitasi, gangguan kesadaran, kejang dan koma. Kehilangan natrium
dapat dihitung dengan rumus :
S Na bearti konsentrasi natrium serum yang terukur, sedangkan 135 adalah nilai normal rendah
natrium serum. Pada dehidrasi hipotonik atau hiponatremik, cairan ekstraseluler relatif hipotonik
terhadap cairan intraseluler, sehingga air bergerak dari kompartemen ekstraseluler ke
intraseluler. Kehilangan volume akibat kehilangan eksternal dalam bentuk dehidrasi ini akan
makin diperberat dengan perpindahan cairan ekstraseluler ke kompartemen intraseluler. Hasil
akhirnya adalah penurunan volume ekstraseluler yang dapat mengakibatkan kegagalan sirkulasi.
Dehidrasi hiponatremik dapat disebabkan oleh penggantian kehilangan cairan dengan cairan
rendah solut.
b. Dehidrasi Isonatremi atau Isotonik
Dehidrasi isonatremik (isotonik) terjadi ketika hilangnya cairan sama dengan konsentrasi
natrium dalam darah. Kehilangan natrium dan air adalah sama jumlahnya/besarnya dalam
kompartemen cairan ekstravaskular maupun intravaskular. Kadar natrium pada dehidrasi
isonatremik 130-150 mEq/L. Tidak ada perubahan konsentrasi elektrolit darah pada dehidrasi
isonatremik.
c. Dehidrasi Hipernatremik atau Hipertonik
14
Defisit natrium (mEq) = (135 - S Na) air tubuh total (dalam L) (0,6 x berat badan dalam kg)
Dehidrasi hipernatremik (hipertonik) terjadi ketika cairan yang hilang mengandung lebih
sedikit natrium daripada darah (kehilangan cairan hipotonik), kadar natrium serum > 150 mEq/L.
Kehilangan natrium serum lebih sedikit daripada air, karena natrium serum tinggi, cairan di
ekstravaskular pindah ke intravaskular meminimalisir penurunan volume intravascular.Dehidrasi
hipertonik dapat terjadi karena pemasukan (intake) elektrolit lebih banyak daripada air. Cairan
rehidrasi oral yang pekat, susu formula pekat, larutan gula garam yang tidak tepat takar
merupakan faktor resiko yang cukup kuat terhadap kejadian hipernatremia. Terapi cairan untuk
dehidrasi hipernatremik dapat sukar karena hiperosmolalitas berat dapat mengakibatkan
kerusakan serebrum dengan perdarahan dan trombosis serebral luas, serta efusi subdural. Jejas
serebri ini dapat mengakibatkan defisit neurologis menetap.
Seringkali, kejang terjadi selama pengobatan bersamaan dengan kembalinya natrium
serum ke kadar normal. Selama masa dehidrasi, kandungan natrium sel-sel otak meningkat,
osmol idiogenik intraselular, terutama taurine, dihasilkan. Dengan penurunan cepat osmolalitas
cairan ekstraselular akibat perubahan natrium serum dan kadang-kadang disertai penurunan
konsentrasi subtansi lainnya yang serasa osmotik aktif misalnya glukosa, dapat terjadi
perpindahan berlebihan air ke dalam sel otak selama rehidrasi dan menimbulkan udem serebri.
Pada beberapa penderita, udem otak ini dapat ireversibel dan bersifat mematikan. Hal ini dapat
terjadi selama koreksi hipernatremia yang terlalu tergesa-gesa atau dengan penggunaan larutan
hidrasi awal yang tidak isotonis. Terapi disesuaikan untuk mengembalikan kadar natrium serum
ke nilai normal tetapi tidak lebih cepat dari 10 mEq/L/24 jam.
15
Gejala Hipotonik Isotonic Hipertonik
Rasa haus - + +
Berat badan Menurun sekali Menurun Menurun
Turgor kulit Menurun sekali Menurun Tidak jelas
Kulit/selaput lendir Basah Kering Kering sekali
Gejala SSP Apatis Koma Irritabel, apatis, hiperrefleksi
Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relative masih baik
Nadi Sangat lemah Cepat dan lemah Cepat dan keras
Tekanan darah Sangat rendah Rendah Rendah
Banyaknya kasus 20-30% 70% 10-20%
Terapi NaCl 0,9% disertai Dekstrosa 5% dalam NaCl 0,225%Atau
Fase I : 20 ml/kg 0,9% NaCl atau RL
Fase II : Tambahkan deficit natrium
NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dalam NaCl 0,225%
20ml/kg NaCl 0,9% atau RL.
Dextrosa 5% dalam NaCl 0,45% atau 5%,atau
Fase I : 20 ml/kg NaCl 0,9 % atau RL
Fase II : Dextrosa 5% dalam NaCl 0,45% diberikan ≥ 48 jam agar tidak terjadi edema otak dan kematian.
Tabel gejala dehidrasi berdasarkan jenis dehidrasinya
2.3 Penatalaksanaan(1,2,4,5)
16
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana Pengobatan diare
pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia, dengan merujuk pada
panduan WHO. Tata laksana ini sudah mulai diterapkan di rumah sakit- rumah sakit. Rehidrasi
bukan satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Departemen
Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita
anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Dukungan nutrisi
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
Rehidrasi denga oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit formula lama
dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang terutama disebabkan karena
disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama natrium.
Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih
banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adalah disebakan oleh
karena virus. Diare karena virus tersebut tidak menyebakan kekurangan elektrolit seberat pada
disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat
osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma,
sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
17
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit ini sama dengan
oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada oralit formula lama.
Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan
mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga
30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare
akut non-kolera pada anak
Tabel Komposisi Oralit Baru
Ketentuan pemberian oralit formula baru
a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk persediaan 24 jam
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan:
o Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB
o Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200ml tiap BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus
dibuang.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturur-turut
18
Oralit Baru Osmolaritas Rendah
Mmol/liter
Natrium 75 Klorida 65 Glucose, anhydrous
75
Kalium 20 Sitrat 10 Total Osmolaritas
245
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan
anak. Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memilik evidence
based yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian zinc yang dilakukan
di awal masa diare selam 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan
mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita
kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan Zinc termasuk
mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang optimal. Meski dalam
jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan
sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta
nafsu makan. Zinc juga berperan dalam system kekebalan tubuh dan meripakan mediator
potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya
terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses
perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan
absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat
pembersihan pathogen dari usus. Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara
berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di
dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai.
Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.
Dosis zinc untuk anak-anak
Anak di bawah umur 6 bulan : 10mg (½ tablet) per hari
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare. Untuk
bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI atau oralit, Untuk anak-anak yang lebih
besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.
3. Dukungan nutrisi
19
ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak
sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisis yang hilang. Pada diare
berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase
kesembuhan.
4. Antibiotik selektif
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera. Pemberian
antibiotic yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan megganggu
keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare
sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotic yang tidak rasional akan mempercepat
resistensi kuman terhdao antibiotic, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada
penelitian multiple ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap antibiotic yang
sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan trimetoprim sulfametoksazole
dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui mekanisme berikut inaktivasi
obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang menjadi target
antibiotik dan perubahan permeabilitas membran terhadap antibiotic.
5. Nasihat kepada orang tua
Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika demam, tinja berdarah,
berulang, makan atau minum sedikit, sangat halus, diare makin sering, atau belum membaik
dalam 3 hari.
Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat membantu penyembuhan
pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat memperpendek lamanya sakit dan memberantas
organism penyebabnya. Dalam merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat beberapa
pertimbangan terapi:
1. Terapi cairan dan elektrolit
20
2. Terapi diet
3. Terapi non spesifik dengan antidiare
4. Terapi spesifik dengan antimikroba
Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia dan negara berkembang
lainnya, diketahui bahwa sebagian besar penderita diare biasanya masih dalam keadaan dehidrasi
ringan atau belum dehidrasi. Hanya sebagian kecil dengan dehidrasi lebih berat dan memerlukan
perawatan di sarana kesehatan. Perkiraan secara kasar menunjukkan dari 1000 kasus diare yang
ada di masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam keadaan dehidrasi sedang dan
10 dalam keadaan dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai komplikasi serta penyakit penyerta yang
penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data diatas, sesuai dengan panduan WHO,
pengobatan diare akut dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu dengan terapi cairan dan
elektrolit per oral serta melanjutkan pemberian makanan, sedangkan terapi non-spesifik dengan
anti diare tidak direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi.
Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat.
1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk mencegah
dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-sayuran, dan sebagainya. Pengobatan
dapat dilaukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah
10ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50-100ml, 1-5 tahun adalah 100-200ml, 5-12
tahun adalah 200-300ml dan dewasa adalah 300-400ml setiap BAB.
Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1
sendok setiap 1-2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar
dapat minum langsung dari cangkir atau gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah
hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3
menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairan rumah
tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan. Makanan diberikan sedikit-
sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) serta rendah serat. Buah-buahan diberikan
21
terutama pisang. Makanan yang merangsang (pedas, asam, terlaly banyak lemak) jangan
diberikan dulu karena dapat menyebabkan diare bertambah hebat dan keadaan anak bertambah
berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang, obati dengan cara pengobatan dehidrasi
ringan-sedang.
2. Pengobatan diare dehidrasi ringan-sedang
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harud dirawat di sarana kesehatan dan
segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama
75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui, meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan
kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur < 1
tahun adalah 300ml, 1-5 tahun adalah 600ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan dewasa adalah
2400ml. Rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang sesungguhnya diberikan
ditentukan dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-tanda dehidrasi.
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi. Sebaliknya bila dengan
bolume di atas kelopak nata menjadi bengkak, pemberian oralit harus dihentikan sementara dan
diberikan minum air putih atau air tawar. Bila oedem kelopak mata sudah hilang dapat diberikan
lagi.
Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan secara per-oral,
oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan
20ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau
memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dapat dilanjutkan
di rumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada pengobatan diare
tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh dalam keadaan dehidrasi berat, penderita
tetap dirawat di sarana kesehatan dan pengobatan yang terbaik adalah pemberian cairan
parenteral.
3. Pengobatan diare dehidrasi berat
TRP (Terapi Rehidrasi Parenteral)
22
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di Puskesmas atau Rumah Sakit.
Pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral.
Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit sampai cairan infuse
terpasang. Di samping itu, semua anak harus diberi oralit selama pemberian cairan intravena (±
5ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik, biasanya dalam 3-4jam (untuk bayi) atau 1-
2jam (untuk anak yang lebih besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk member tambahan basa
dan kalium yang mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena.
Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100ml/kgBB. Cara
pemberiannya untuk <1tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 5 jam berikutnya
70cc/kgBB. Di atas 1 tahun ½ jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 2½ jam berikutnya
70cc/kgBB.
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat dipercepat. Setelah 6
jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya
yang sesuai yaitu pengobatan diare dengan dehidrasi ringan sedang atau pengobatan diare tanpa
dehidrasi.
Terapi medikamentosa(6,7)
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare, seperti antibiotika, antidiare,
adsorben, antiemetic, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai
lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan
sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun. Secara umum,,
dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.
Antibiotik
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian besar
diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self-limited dan tidak dapat dibunuh dengan
antibiotika.
Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri pathogen seperti V. cholera,
Shigella, Enterotoksigenik E. coli, Salmonella, Campylobacter, dan sebagainya.
Tabel antibiotika pada diare7
23
Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif Kolera Tetracycline
12,5 mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari
Erythromycin 12,5 mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari
Shigella dysentery Ciprofloxacin 15 mg/kgBB 2x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam 20 mg/kgBB 4x sehari selama 5 hari Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB 1x sehari IM selama 2-5 hari
Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus berat)
Giardiasis Metronidazole 10 mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari
Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan tidak
diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat-obat ini berbahaya.
Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah:
Adsorben
Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya untuk mengikat
dan menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan
mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti
keuntungan praktid dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.
Antimotilitas
Contoh: loperamide, hydrochloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture opii, paregoric,
codein.
Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak
mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat
yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari
organism penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis normal. Tidak satu pun dari obat-
obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare.
24
Bismuth Subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak dengan diare
akut sebanyak 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan.
Kombinasi Obat
Banyak produk kombinasi adsorben, antimikroba, antimotilitas atau bahan lain. Produsen obat
mengatakan bahwa formulasi ini baik untuk digunakan pada berbagai macam diare. Kombinasi
obat semacam ini tidak rasional, mahal dan lebih banyak efek samping daripada bila obat ini
digunakan sendiri-sendiri. Oleh karena itu, tidak ada tempat untuk menggunakan ibat ini pada
anak dengan diare. Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine.
2.4 Komplikasi(1,2,7)
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa diantaranya
membutuhkan pengobatan khusus.
Gangguan Elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala yang
ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar
natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak.
Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline – 5 %
dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairang menggunakan berat badan tanpa koreksi.
Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila
sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium pasma setelah 8 jam. Untuk
rumatan gunakan 0,18% saline – 5 % dextrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol
KCl pada setiap 500ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet
normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare
berhenti.
25
Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung sedikit
garam, dapat terjadi hipontremia (Na < 130 mol/L). Hipontremia sering terjadi pada anak dengan
Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi
dari hampir semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan
bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai Ringer Laktat atau Normal Saline.
Kadar Natrium koreksi (mEq/L) = 125-kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan
dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam.
Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L.
Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas
10% 0,5-1 ml/kgBB iv pelan-pelan dalam 5-10 menut dengan monitor detak jantung.
Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K : jika kalium 2,5
– 3,5 mEq/L diberikan per oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka
diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 – kadar
K terukur x BB x 0,4 + 2mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam
berikutnya adalah (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal dan
aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan
menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare
berhenti.
2.5 Pencegahan(4,5)
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:
1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare
26
Kuman-kuman pathogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral.
Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya
pencegahan diare yang terbukti efektif, meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Penggunaan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum
makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga.
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat
mengurangi resiko diare, antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan dalam jumlah yang
cukup untuk memperbaiki status gizi anak
c. Imunisasi campak
BAB III
27
KESIMPULAN
1. Diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan
konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang
dari 14 hari.
2. Pembagian diare menurut lamanya diare yaitu diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari,
diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi, dan diare persisten
yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi
3. Diare berdasarkan derajat dehidrasinya: diare dengan tanpa dehidrasi, diare dengan dehidrasi
ringan sedang dan diare dengan dehidrasi berat.
4. Diare berdasarkan jenis dehidrasinya : diare isotonic, diare hipertonik, diare hipotonik
5. Dehidrasi dideskripsikan sebagai suatu keadaan keseimbangan cairan yang negatif atau
terganggu yang bisa disebabkan oleh berbagai jenis penyakit.Dehidrasi terjadi karena
kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan air (input).Cairan yang keluar
biasanya disertai dengan elektrolit.
6. Pada dehidrasi gejala yang timbul berupa rasa haus, berat badan turun, kulit bibir dan lidah
kering, saliva menjadi kental. Turgor kulit dan tonus berkurang, anak menjadi apatis, gelisah
kadang-kadang disertai kejang.
7. Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, dehidrasi dapat dibagi menjadi dehidrasi
ringan, sedang dan berat.
8. Berdasarkan gambaran elektrolit serum, dehidrasi dapat dibagi menjadi : Dehidrasi
Hiponatremik atau Hipotonik, dehidrasi Isonatremi atau Isotonik, dehidrasi Hipernatremik
atau Hipertonik
28
9. Untuk terapi dehidrasi hipotonik dapat diberikan NaCl 0,9% disertai Dekstrosa 5% dalam
NaCl 0,225% atau pada Fase I : 20 ml/kg 0,9% NaCl atau RL dan pada Fase II : Tambahkan
deficit natrium.
10. NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dalam NaCl 0,225% dan 20ml/kg NaCl 0,9% atau RL.
11. Dextrosa 5% dalam NaCl 0,45% atau 5%, atau Fase I : 20 ml/kg NaCl 0,9 % atau RL, Fase II
Dextrosa 5% dalam NaCl 0,45% diberikan ≥ 48 jam agar tidak terjadi edema otak dan
kematian.
12. lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang
dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu: Rehidrasi dengan
menggunakan oralit baru, Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut, Dukungan nutrisi,
Antibiotik selektif , Nasihat kepada orang tua
DAFTAR PUSTAKA
29
1. Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S,
Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK
Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 87-120
2. Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H,
Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid 1. Jakarta :
UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 121-136
3. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds. Nelson textbook
of Pediatrics 17ed. Saunders. 2004 : 1272-6
4. WHO, UNICEF. Oral Rehydration Salt Production of the new ORS. Geneva. 2006
5. WHO. Persistent diarrhea in children in developing countries: memorandum from a WHO
meeting. Bull World Health Organ. 1988; 66: 709-17
6. Bhutta ZA. Persistent diarrhea in developing countries. Ann Nestle. 2006; 64: 39-47
7. Field M. Intestinal ion transport and the pathophysiology of diarrhea. J. Clin Invest. 2003;
111(7): 931-943
30