81
Referat Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok DISFONIA Disusun oleh: Rubinetta 07120070024 Florencia Irene 07120070028 Dian Yosie Monica 07120070046 Darien Alfa Cipta 07120070070 Pembimbing: dr. Chippy Ahwil, Sp. THT-KL

Referat Disfonia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat Disfonia - THT

Citation preview

Referat Ilmu Penyakit Telinga Hidung

Tenggorok

DISFONIA

Disusun oleh:

Rubinetta 07120070024

Florencia Irene 07120070028

Dian Yosie Monica 07120070046

Darien Alfa Cipta 07120070070

Pembimbing:

dr. Chippy Ahwil, Sp. THT-KL

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok

RS Bhayangkara Tk. I Raden Said Sukanto

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Periode 12 Desemmber 2011 – 13 Januari 2012

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................i

PENDAHULUAN...............................................................................................................1

1. EMBRIOLOGI...........................................................................................................3

2. ANATOMI LARING.................................................................................................3

Kartilago...........................................................................................................................4

Ligamentum...................................................................................................................10

Otot.................................................................................................................................13

Persendian......................................................................................................................16

Persarafan.......................................................................................................................16

Vaskularisasi..................................................................................................................18

Sistem Limfatik..............................................................................................................19

Struktur Laring...............................................................................................................19

3. FISIOLOGI LARING.............................................................................................21

4. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI....................................................................26

5. DIAGNOSIS.............................................................................................................28

Anamnesa.......................................................................................................................28

Pemeriksaan Klinik........................................................................................................31

Pemeriksaan Penunjang.................................................................................................31

6. DIAGNOSIS DIFERENSIAL.................................................................................36

6.1 Lesi Laring Jinak (Benign Laryngeal Lesions) 1,5..............................................36

6.2 Lesi Laring Ganas (Malignant Laryngeal Lesions)5..........................................41

6.3 Paralisis Pita Suara (Vocal Cord Paralysis)1.....................................................42

6.4 Disfonia Spasmodik (Spasmodic Dysphonia)1...................................................43

6.5 Disfonia Fungsional (Functional Dysphonia)1..................................................43

6.6 Trauma Laring (Laryngeal Trauma)5.................................................................44

7. TATALAKSANA.....................................................................................................45

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan i

8. PENCEGAHAN.......................................................................................................49

KESIMPULAN.................................................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................52

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan ii

PENDAHULUAN

Disfonia adalah istilah umum untuk setiap gangguan suara yang disebabkan kelainan

organik atau fungsional organ-organ fonasi.3 Organ fonasi yang paling sering

terganggu sehingga menyebabkan disfonia adalah laring. Berdasarkan definisi ini,

disfonia bukan entitas penyakit melainkan gejala penyakit.

Produksi suara adalah proses perilaku rumit yang melibatkan berbagai sistem

organ yaitu sistem respirasi, fonasi, dan artikulasi, serta dipengaruhi oleh teknik

vokal dan kondisi emosional seseorang. Produksi suara merefleksikan ketiga sistem

tersebut yang bekerja secara terhubung satu sama lain.

Keluhan yang umum dikeluhkan oleh pasien dalam praktik klinis sehubungan

dengan disfonia antara lain suara parau (roughness), suara lemah (hipofonia), hilang

suara (afonia), suara tegang dan susah keluar (spastik), suara terdiri dari beberapa

nada (diploofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia), atau ketidakmampuan mencapai

nada atau intensitas tertentu.

Tidak ada data epidemiologis yang pasti mengenai gangguan suara. Terdapat

kesulitan untuk menbuat definisi disfonia fungsional yang dapat diterima secara

umum. Di Amerika Serikat, dibuat perkiraan bahwa jumlah penderita disfonia

berkisar antara 1,2-23,4% dari seluruh populasi.

Penyebab disfonia bervariasi, antara lain proses radang, neoplasma, paralisis

otot laring, sikatriks, atau kelainan sendi. Selain penyebab organik, disfonia juga bisa

disebabkan penyebab fungsional yang sering berkaitan dengan kondisi psikologis

pasien. Disfonia dapat menjadi pertanda awal dari proses penyakit yang serius pada

laring, khususnya bila prosesnya progresif kronik pada pasien usia tua terlebih jika

ditambah riwayat merokok. Karsinoma sel skuamosa adalah penyebab utama

keganasan pada laring.

Anamnesa mendetail untuk mengetahui kualitas vokal pasien yang

terganggu, onset, dan progresifitas penyakit diperlukan untuk diagnosis. Riwayat

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 1

pekerjaan sangat penting mengingat kemungkinan besar pasien memiliki profesi

yang berkaitan dengan penggunaan suara seperti penyanyi atau guru. Riwayat

penyakit sebelumnya dan pemakaian obat-obatan juga amatlah penting untuk

diselidiki. Pemakaian laringoskop direk, indirek, dan stroboskopi diperlukan untuk

menilai gangguan baik secara struktural dan fungsional.

Terapi berfokus pada konservasi suara dan edukasi teknik penggunaan suara

yang benar pada pasien. Medikamentosa digunakan secara konservatif, dan

diutamakan pada pasien yang memang profesinya menuntut penggunaan suara.

Intervensi bedah bergantung pada jenis penyebab disfonia, dan perlu didahului terapi

suara untuk mencegah komplikasi trauma sekunder paska operasi. Tindakan

pencegahan disfonia yang umum adalah anjuran untuk banyak minum dengan tujuan

memberi hidrasi laring dan mengatasi penyakit GERD atau laringotrakeal refluks.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 2

1. EMBRIOLOGI

Faring, laring, trakea dan paru merupakan derivat foregut embrional yang

terbentuk sekitar 18 hari setelah terjadi konsepsi. Tidak lama sesudahnya akan

terbentuk alur faring median yang berisi awal sistem pernafasan dan benih laring.

Sulkus atau alur laringotrakeal mulai nyata sekitar hari ke 21 kehidupan embrio. Alur

menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung dan kemudian menjadi dua lobus pada

hari ke 27 atau 28. Bagian yang paling proksimal dari tuba akan menjadi laring.

Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali pada hari ke 33. Kartilago,

otot, dan sebagian besar pita suara terbentuk dalam 3-4 minggu berikutnya.2

2. ANATOMI LARING

Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan suatu

rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong. Laring menghubungkan

laringopharynx superior dan inferior dengan trakea yang terletak pada garis tengah

anterior leher pada vertebra cervicalis 4-6. Laring berbentuk piramida triangular

terbalik dengan dinding kartilago tiroid di sebelah atas dan kartilago krikoid di

sebelah bawahnya.

Tulang hyoid dihubungkan dengan laring oleh membrana tiroidea. Tulang ini

merupakan tempat melekatnya otot-otot dan ligamen serta akan mengalami osifikasi

sempurna pada usia 2 tahun. Laring dibentuk oleh beberapa kartilago, ligamentum

dan otot. Tulang hyoid terdiri dari body, dua tanduk yang besar serta dua tanduk

kecil. Tulang ini tidak berartikulasi dengan tulang lainnya, berbentuk U dan

bergantung pada ujung proses styloid dari tulang temporal oleh ligamen stylohyoid.

Tulang hyoid terhubung ke kartilagi tiroid dan didukung oleh otot-otot suprahyoid

dan infrahyoid dan otot konstriktor faring tengah. Tulang hyoid mendukung akar

lidah.

Laring tersusun atas 9 kartilago. Lokasi laring dapat ditentukan dengan

inspeksi dan palpasi dimana didapatkannya kartilago tiroid (merupakan kartilago

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 3

terbesar yang berbentuk seperti kapal). Pada pria dewasa bagian depannya lebih

menonjol kedepan dan disebut Prominensia Laring atau disebut juga Adam’s apple

atau jakun. Kartilago yang terdapat pada laring yaitu: Kartilago Tiroidea (1 buah),

Kartilago Krikoidea (1 buah), Kartilago Aritenoidea (2 buah), Kartilago Kornikulata

Santorini (2 buah), Kartilago Kuneiforme Wrisberg (2 buah), Kartilago Epiglotis (1

buah).

Batas-batas laring berupa sebelah kranial terdapat Aditus Laringeus yang

berhubungan dengan Hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior

kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah posterior dipisahkan

dari vertebra cervicalis oleh otot-otot prevertebral, dinding dan cavum laringofaring

serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia, jaringan lemak, dan kulit. Sedangkan di

sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus

kelenjar tiroid.

Cavum laring dapat dibagi menjadi sebagai berikut :

1. Supraglotis (vestibulum superior) yaitu ruangan diantara permukaan atas pita

suara palsu dan inlet laring.

2. Glotis (pars media) yaitu ruangan yang terletak antara pita suara palsu dengan

pita suara sejati serta membentuk rongga yang disebut ventrikel laring Morgagni.

3. Infraglotis (pars inferior) yaitu ruangan diantara pita suara sejati dengan tepi

bawah kartilago krikoidea.

KartilagoKartilago Tiroidea

Kartilago tiroid adalah yang terbesar dari sembilan kartilago yang

membentuk kerangka laring, suatu kartilago hyalin yang membentuk dinding

anterior dan lateral laring. Terdiri dari 2 (dua) sayap (ala tiroidea) berbentuk

seperti perisai yang terbuka di belakangnya tetapi bersatu di bagian depan dan

membentuk sudut sehingga menonjol ke depan disebut Adam’s apple. Sudut ini

pada pria dewasa kira-kira 90 derajat dan pada wanita 120 derajat.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 4

Pada bagian atas terdapat lekukan yang disebut thyroid notch atau incisura

thyroidea, di belakang atas membentuk kornu superior yang dihubungkan

dengan tulang hyoid oleh ligamentum thyroidea lateralis. Pada bagian bawah

membentuk kornu inferior yang berhubungan dengan permukaan posterolateral

dari kartilago krikoidea dan membentuk artikulasio krikoidea. Pada bagian

dalam perisai kartilago thyroidea terdapat bagian dalam laring, yaitu : plika

vokalis, ventrikel, otot-otot dan ligament, kartilago aritenoidea, kuneiforme serta

kornikulata.

Terdapat dua lamina yang membentuk lateral utama yang menutupi kedua sisi

trakea.  Tepi posterior dari lamina setiap berartikulasi dengan tulang rawan

krikoid inferior pada sendi yang disebut sendi krikotiroid. Gerakan tulang rawan

pada sendi ini menghasilkan perubahan dalam ketegangan di lipatan vokal ,

yang pada gilirannya menghasilkan variasi suara . Kartilago tiroidea membentuk

sebagian besar dinding anterior laring, dan berfungsi untuk melindungi plika

vokalis ("pita suara"), yang terletak tepat di belakangnya.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 5

Gambar 1. Kartilago tiroidea

A. Kartilago Krikoidea

Terletak pada bagian terbawah dari dinding laring. Merupakan kartilago hialin

yang berbentuk cincin stempel (signet ring) dengan bagian alsanya terdapat di

belakang. Kartilago ini berhubungan dengan kartilago tiroidea tepatnya dengan

kornu inferior melalui membrana krikoidea (konus elastikus) dan melalui

artikulasio krikoaritenoidea. Di sebelah bawah melekat dengan cincin trakea

melalui ligamentum krikotiroidea.

Pada keadaan darurat dapat dilakukan tindakan trakeostomi emergensi atau

krikotomi atau koniotomi pada konus elastikus. Kartilago krikoidea pada dewasa

terletak setinggi vertebra servikalis VI – VII dan pada anak-anak setinggi

vertebra servikalis III – IV. Kartilago ini mengalami osifikasi setelah kartilago

tiroidea. Fungsi tulang rawan krikoid adalah untuk memberikan lampiran untuk

berbagai otot , tulang rawan, dan ligamen yang terlibat dalam membuka dan

menutup saluran napas dan dalam produksi suara.

B. Kartilago Aritenoidea

Merupakan kartilago hyalin yang terdiri dari sepasang kartilago berbentuk

piramid 3 sisi dengan basis berartikulasi dengan kartilago krikoidea, sehingga

memungkinkan pergerakan ke medio lateral dan gerakan rotasi. Dasar dari

piramid ini membentuk 2 tonjolan yaitu prosesus muskularis yang merupakan

tempat melekatnya m. krikoaritenoidea yang terletak di posterolateral. Pada

bagian anterior terdapat prosesus vokalis tempat melekatnya ujung posterior pita

suara. Pada tepi posterosuperior dari konus elastikus melekat ke prosesus

vokalis.

Plika vokalis merupakan dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di

atas ligamentum vokal, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam

kartilago thyroidea bagian depan dan kartilago arytenoidea bagian belakang.

Plika vokalis palsu memiliki dua lipatan membrana mukosa tepat di atas plica

vokalis sejati. Bagian ini tidak terlibat di dalam produksi suara. Ligamentum

vokalis terbentuk dari setiap prosesus vokalis dan berinsersi pada garis tengah

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 6

kartilago tiroidea membentuk tiga per lima bagaian membranosa atau vibratorius

pada pita suara. Tepi dan permukaan atas dari pita suara ini disebut glotis.

Kartilago aritenoidea dapat bergerak ke arah dalam dan luar dengan sumbu

sentralnya tetap, karena ujung posterior pita suara melekat pada prosesus vokalis

dari aritenoid maka gerakan kartilago ini dapat menyebabkan terbuka dan

tertutupnya glotis.

Permukaan antero-lateral agak cembung dan kasar. Di atasnya, dekat puncak

tulang rawan, adalah elevasi bulat (colliculus) dari mana punggungan (crista

arcuata) kurva pada mundur pertama dan kemudian ke bawah dan maju

ke proses vokal.  Permukaan medial sempit, halus, dan diratakan, ditutupi

oleh selaput lendir, dan membentuk batas lateral bagian intercartilaginous

dari glottidis Rima. Fungsinya yaitu membuat plika vokalis menjadi tegang atau

santai.

C. Kartilago Epiglotis

Bentuk kartilago epiglotis seperti bet pingpong dan membentuk dinding anterior

aditus laringeus. Tangkainya disebut petiolus dan dihubungkan oleh ligamentum

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 7

Gambar 2. Anatomi pita suara

tiroepiglotika ke kartilago tiroidea di sebelah atas plika vokalis. Kartilago

epiglotis mempunyai fungsi sebagai pembatas yang mendorong makanan ke

sebelah menyebelah laring.

D. Kartilago Kornikulata

Merupakan kartilago fibroelastis, disebut juga kartilago Santorini dan

merupakan kartilago kecil di atas aritenoid serta di dalam plika ariepiglotika.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 8

Gambar 3. Kartilago yang menyusun laring.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 9

Gambar 4. Anatomi laring yang tersusun dari kartilago, tulang,dan ligamen.

LigamentumMembran Tirohyoid

Membran ekstrinsik yang menghubungkan kartilago tiroidea pada tulang hyoid,

sehingga memperkuat laring. Dipisahkan dari permukaan posterior tubuh hyoid

oleh bursa. Tebal bagian median disebut ligamentum tirohyoid medial dan

bagian lateral disebut ligamen tirohyoid lateral. Ligamen lateral yang

menghubungkan ujung tanduk superior dari kartilago tiroid ke ujung tanduk yang

lebih besar dari tulang hyoid.

A. Ligamentum krikotiroid dan krikotrakeal

Ligamen ini menghubungkan lengkungan kartilago krikoid dengan kartilago

tiroid dan cincin trakea. Ligamentum krikotiroid yang berserat pada bagian

medial menghasilkan soft spot inferior pada kartilago tiroid. Pada titik ini, jalan

napas yang paling dekat dengan kulit dan paling dapat diakses.

B. Ligamentum vokal, plika vokalis dan Konus Elastikus

Ligamentum vokal elastis memanjang dari persimpangan dari lamina kartilago

tiroid anterior untuk proses vokal dari posterior tulang rawan aritenoid. Ligamen

vokal membentuk kerangka plika vokalis dan bagian tepi bebas dari elasticus

konus (ligamen krikotiroid), yang merupakan membran elastis yang memanjang

superior dari kartilago krikoid pada ligamentum vokal.

Catatan: krikotiroid ligamen atau membran = ligamentum krikovokal = 1 / 2

konus elastikus

C. Membran quadrangular dan ligamentum vestibular

Merupakan lembaran tipis jaringan ikat submukosa. Memanjang dari kartilago

aritenoid ke kartilago epiglottis. Ligamentum krikotiroid dan membran

quadrangularis, meskipun terpisah oleh interval antara ligamentum vokal dan

vestibular disebut sebagai membran fibroelastik laring.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 10

D. Ligamentum epiglotis

Epiglotis melekat pada tulang hyoid oleh ligamentum hyoepiglottic. Bagian

posterior lidah oleh lipatan glossoepiglottic median. Untuk sisi faring oleh

lipatan glossoepiglottic lateral. Untuk kartilago tiroid oleh ligamentum

thyroepiglottic. Selaput lendir yang menutupi epiglottis dipantulkan ke bagian

posterior lidah sebagai salah satu lipatan medial dan dua glossoepiglottic

lateral. Antara lipatan terdapat bagian yang rendah disebut valleculae epiglottic.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 11

Gambar 5. Ligamentum dan membran yang menyokong laring.

Gambar 6. Ligamentum dan membran yang menyokong laring.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 12

Otot Otot-otot pada laring terbagi menjadi dua kelompok yang memiliki fungsi berbeda. Yang pertama yaitu otot ekstrinsik. Otot ini memiliki fungsi untuk menghubungkan laring dengan struktur disekitarnya. Kelompok otot ini menggerakkan laring secara keseluruhan. Otot ini terdiri

dari :Otot-otot suprahioid / otot-otot elevator laring, yaitu :

M. Stilohioideus

M. Milohioideus

M. Geniohioideus

M. Digastrikus

M. Genioglosus

M. Hioglosus

1. Otot-otot infrahioid / otot-otot depresor laring, yaitu :

M. Omohioideus

M. Sternokleidomastoideus

M. Tirohioideus

Kelompok otot-otot depresor dipersarafi oleh ansa hipoglossi C2 dan C3 dan

penting untuk proses menelan (deglutisi) dan pembentukan suara (fonasi). Muskulus

konstriktor faringeus medius termasuk dalam kelompok ini dan melekat pada linea

oblikus kartilago tiroidea. Otot-otot ini penting pada proses deglutisi.

Yang kedua yaitu otot intrinsik. Otot ini menghubungkan kartilago satu

dengan yang lainnya. Berfungsi untuk menggerakkan struktur yang ada di dalam

laring terutama untuk membentuk suara dan bernafas. Otot-otot pada kelompok ini

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 13

Gambar 7. Otot-otot ekstrinsik

berpasangan kecuali m. interaritenoideus yang serabutnya berjalan transversal dan

oblik. Fungsi otot ini dalam proses pembentukkan suara, proses menelan dan

bernafas. Bila m. interaritenoideus berkontraksi, maka otot ini akan bersatu di garis

tengah sehingga menyebabkan adduksi pita suara.

Yang termasuk dalam kelompok otot intrinsik adalah :

1. Otot-otot adduktor berfungsi untuk menutup pita suara

M. Interaritenoideus transversal dan oblik

M. Krikotiroideus

M. Krikotiroideus lateral

2. Otot-otot abduktor berfungsi untuk membuka pita suara

M. Krikoaritenoideus posterior

3. Otot-otot tensor :

Tensor Internus : M. Tiroaritenoideus dan M. Vokalis

Tensor Eksternus : M. Krikotiroideus

Berfungsi untuk menegangkan pita suara. Pada orang tua, m. tensor internus

kehilangan sebagian tonusnya sehingga pita suara melengkung ke lateral

mengakibatkan suara menjadi lemah dan serak.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 14

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 15

Gambar 8. Otot-otot intrinsik pada laring.

Persendian Artikulasio Krikotiroidea

Merupakan sendi antara kornu inferior kartilago tiroidea dengan bagian posterior

kartilago krikoidea. Sendi ini diperkuat oleh 3 (tiga) ligamentum, yaitu :

ligamentum krikotiroidea anterior, posterior, dan inferior. Sendi ini berfungsi

untuk pergerakan rotasi pada bidang tiroidea, oleh karena itu kerusakan atau

fiksasi sendi ini akan mengurangi efek m. krikotiroidea yaitu untuk

menegangkan pita suara

Artikulasio Krikoaritenoidea

Merupakan persendian antara fasies artikulasio krikoaritenoidea dengan tepi

posterior cincin krikoidea. Letaknya di sebelah kraniomedial artikulasio

krikotiroidea dan mempunyai fasies artikulasio yang mirip dengan kulit silinder,

yang sumbunya mengarah dari mediokraniodorsal ke laterokaudoventral serta

menyebabkan gerakan menggeser yang sama arahnya dengan sumbu tersebut.

Pergerakan sendi tersebut penting dalam perubahan suara dari nada rendah

menjadi nada tinggi.

Persarafan

Laring dipersarafi oleh cabang saraf vagus yaitu saraf Laringeal Superior dan saraf

Laringeal Inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.

Nervus laringeal superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga memberikan sensasi

pada mukosa laring di bawah pita suara. Nervus laringeal inferior merupakan

lanjutan dari saraf rekuren setelah bercabang. Nervus rekuren merupakan cabang

dari n.vagus. (Nn. Laringeal Rekuren) kiri dan kanan.

1. Nn. Laringeal Superior.

Meninggalkan N. vagus tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke depan

dan medial di bawah A. karotis interna dan eksterna yang kemudian akan

bercabang dua, yaitu : Cabang Interna bersifat sensoris, mempersarafi

vallecula, epiglotis, sinus pyriformis dan mukosa bagian dalam laring di atas pita

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 16

suara sejati. Cabang Eksterna bersifat motoris, mempersarafi m. Krikotiroid

dan m. Konstriktor inferior.

2. Nn. Laringeal Inferior (N. Laringeus Rekuren).

Berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus, mencapai laring tepat di

belakang artikulasio krikotiroidea. N. laringeal yang kiri mempunyai perjalanan

yang panjang dan dekat dengan Aorta sehingga mudah terganggu.

Merupakan cabang N. vagus setinggi bagian proksimal A. subklavia dan berjalan

membelok ke atas sepanjang lekukan antara trakea dan esofagus, selanjutnya

akan mencapai laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea dan memberikan

persarafan : sensoris mempersarafi daerah subglotis dan bagian atas trakea,

Motoris mempersarafi semua otot laring kecuali M. Krikotiroidea

Vaskularisasi

Laring mendapat perdarahan dari cabang A. Tiroidea Superior dan Inferior sebagai

A. Laringeal Superior dan Inferior.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 17

Gambar 9. Persarafan Laring

1. Arteri Laringeal Superior

Berjalan bersama ramus interna N. Laringeal Superior menembus membrana

thyrohioid menuju ke bawah diantara dinding lateral dan dasar sinus

pyriformis. 4

2. Arteri Laringeal Inferior

Berjalan bersama N. Laringeal Inferior masuk ke dalam laring melalui area

Killian Jamieson yaitu celah yang berada di bawah M. Konstriktor Faringeus

Inferior, di dalam laring beranastomose dengan A. Laringeal Superior dan

memperdarahi otot-otot dan mukosa laring

Darah vena dialirkan melalui V. Laringeal Superior dan Inferior ke V. Tiroidea

Superior dan Inferior yang kemudian akan bersatu pada V. Jugularis Interna.

Sistem Limfatik

Laring mempunyai 3 (tiga) sistem penyaluran limfe, yaitu :

1. Daerah bagian atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk

saluran yang menembus membrana tiroidea menuju kelenjar limfe cervical

superior profunda. Limfe ini juga menuju ke superior dan middle jugular

node.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 18

Gambar 10. Vaskularisasi laring

2. Daerah bagian bawah pita suara sejati bergabung dengan sistem limfe trakea,

middle jugular node, dan inferior jugular node.

3. Bagian anterior laring berhubungan dengan kedua sistem tersebut dan sistem

limfe esofagus. Sistem limfe ini penting sehubungan dengan metastase

karsinoma laring dan menentukan terapinya.

Struktur Laring

1. Aditus Laringeus

Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior oleh epiglotis, lateral

oleh plika ariepiglotika, posterior oleh ujung kartilago kornikulata dan tepi

atas m. aritenoideus.

2. Rima Vestibuli Merupakan celah antara pita suara palsu.

3. Rima glottis Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di

belakang antara prosesus vokalis dan basis kartilago aritenoidea.

4. Vallecula Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis

lidah, dibentuk oleh plika glossoepiglotika medial dan lateral.

5. Plika Ariepiglotika Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare

yang berjalan dari kartilago epiglotika ke kartilago aritenoidea dan kartilago

kornikulata.

6. Sinus Pyriformis (Hipofaring) Terletak antara plika ariepiglotika dan

permukaan dalam kartilago tiroidea

7. Incisura Interaritenoidea Suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum

kornikulatum kanan dan kiri.

8. Vestibulum Laring Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana

kuadringularis, kartilago aritenoid, permukaan atas proc. vokalis kartilago

aritenoidea dan m.interaritenoidea.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 19

9. Plika Ventrikularis (pita suara palsu) pita suara palsu yang bergerak

bersama-sama dengan kartilago aritenoidea untuk menutup glottis dalam

keadaan terpaksa, merupakan dua lipatan tebal dari selaput lendir dengan

jaringan ikat tipis di tengahnya. Pada saat kelahiran sampai 6 bulan pertama

kehidupan pita suara palsu dilapisi oleh sel kolumnar bersilia, yang seiring

pertumbuhan akan muncul sedikit bagian yang akan dilapisi sel skuamosa

bertingkat.

10. Ventrikel Laring Morgagni (sinus laringeus) ruangan antara pita suara

palsu dan sejati. Dekat ujung anterior dari ventrikel terdapat suatu

divertikulum yang meluas ke atas diantara pita suara palsu dan permukaan

dalam kartilago tiroidea, dilapisi epitel berlapis semu bersilia dengan

beberapa kelenjar seromukosa yang fungsinya untuk melicinkan pita suara

sejati, disebut appendiks atau sakulus ventrikel laring.

11. Plika Vokalis (pita suara sejati) Terdapat di bagian bawah laring. Tiga per

lima bagian dibentuk oleh ligamentum vokalis dan celahnya disebut

intermembranous portion, dan dua per lima belakang dibentuk oleh prosesus

vokalis dari kartilago aritenoidea dan disebut intercartilagenous portion.

Plika vokalis terlindungi oleh suatu lapisan tipis epitel squamous bertingkat,

berlainan dari lapisan epitel dari permukaan lain dari larynx dan trakea.

Dibawahnya terdapat lamina propria, yang dikenal sebagai Reinke’s space,

adalah suatu lapisan lembut yang terdiri dari protein termasuk elastin,

kolagen dan elemen ekstraseluler lainnya.9

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 20

Lamina propria dari pita suara sejati adalah jaringan ikat longgar atau padat

yang terletak di antara ligamentum vokal dan epitel skuamosa. Lamina

propria pada pita suara sejati yang disebut juga sebagai Reinke’s space berisi

beberapa sedikit pembuluh darah kapiler retapi hampir tidak memiliki saluran

limfatik dan hanya jarang memiliki sedikit kelenjar seromusinosa. Karena

akses vaskular terbatas, karsinoma terbatas pada pita suara sejati dan

cenderung tetap terlokalisasi sehingga radiasi atau eksisi lokal sangat

dimungkinkan. Drainase limfatik Reinke’s space yang jumlahnya secara

histologis memang sedikit juga mungkin memberikan kontribusi terhadap

perkembangan nodul pita suara dan polip ketika sejumlah cairan abnormal

mengumpul di wilayah ini. Penyalahgunaan vokal atau infeksi saluran

pernapasan atas sering menghasilkan edema pada wilayah ini dan

bermanifestasi klinis sebagai suara serak atau disfonia.10

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 21

1.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 22

2. FISIOLOGI LARING

Laring memiliki 3 fungsi utama yaitu fonasi, respiratori dan proteksi disamping

beberapa fungsi lainnya.

1. Fungsi fonasi

Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya

interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh

adanya tekanan udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya

ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea,

faring, dan hidung.

Terdapat dua teori mengenai pembentukan suara yaitu :

Teori Myoelastik – Aerodinamik.

Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis dan secara tidak

langsung menggetarkan plika vokalis. Akibat kejadian tersebut, otot-

otot laring akan memposisikan plika vokalis (adduksi, dalam berbagai

variasi) dan menegangkan plika vokalis. Selanjutnya, kerja dari otot-

otot pernafasan dan tekanan pasif dari proses pernafasan akan

menyebabkan tekanan udara ruang subglotis meningkat, dan

mencapai puncaknya melebihi kekuatan otot sehingga celah glotis

terbuka. Plika vokalis akan membuka dengan arah dari posterior ke

anterior. Secara otomatis bagian posterior dari ruang glotis yang

pertama kali membuka dan yang pertama kali pula kontak kembali

pada akhir siklus glotal. Setelah terjadi pelepasan udara, tekanan

udara ruang subglotis akan berkurang dan plika vokalis akan kembali

ke posisi saling mendekat (kekuatan myoelastik plika vokalis

melebihi kekuatan aerodinamik). Kekuatan myoelastik bertambah

akibat aliran udara yang melewati celah sempit menyebabkan tekanan

negatif pada dinding celah (efek Bernoulli). Plika vokalis akan

kembali ke posisi semula (adduksi) sampai tekanan udara ruang

subglotis meningkat dan proses seperti di atas akan terulang kembali.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 23

Teori Neuromuskular.

Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan bahwa awal

dari getaran plika vokalis adalah saat adanya impuls dari sistem saraf

pusat melalui N. Vagus, untuk mengaktifkan otot-otot laring. Menurut

teori ini jumlah impuls yang dikirimkan ke laring mencerminkan

banyaknya / frekuensi getaran plika vokalis. Analisis secara fisiologi

dan audiometri menunjukkan bahwa teori ini tidaklah benar (suara

masih bisa diproduksi pada pasien dengan paralisis plika vokalis

bilateral).

2. Fungsi respiratori

Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar

rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga

kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh

tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan

menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 24

Gambar 12. Siklus glottal

merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring

mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan peningkatan

pO2 arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring. Tekanan

parsial CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara.

3. Fungsi proteksi

Laring berfungsi untuk mencegah adanya benda asing masuk ke dalam trakea

dengan adanya refleks dari otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima

glotis tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat

adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika

ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui serabut

afferen N. Laringeal Superior sehingga sfingter dan epiglotis menutup.

Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring

tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral

menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.

4. Fungsi lainnya

Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat

berlangsungnya proses menelan, yaitu : pada waktu menelan faring bagian

bawah (M. Konstriktor Faringeus Superior, M. Palatofaringeus dan M.

Stilofaringeus) mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan

kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian

makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal.

Laring menutup untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran

pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan laring

oleh epiglotis. Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan

penutup aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke

lateral menjauhi aditus laring dan masuk ke sinus piriformis lalu ke hiatus

esofagus.

Fungsi sirkulasi Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan

penurunan dan peninggian tekanan intratorakal yang berpengaruh pada

venous return. Perangsangan dinding laring terutama pada bayi dapat

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 25

menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini dapat karena

adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor dari reflek ini adalah

baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui N. Laringeus

Rekurens dan Ramus Komunikans N. Laringeus Superior. Bila serabut ini

terangsang terutama bila laring dilatasi, maka terjadi penurunan denyut

jantung.

3. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Faktor penyebab suara serak sangat banyak (Tabel 1). Hilangnya suara secara total

dengan onset tiba-tiba disebut aphonia, yang lebih mungkin disebabkan oleh

kelainan neurologis atau psikogenik daripada lesi organik. Lesi dari pita suara (vocal

folds) lebih sering menghasilkan gejala vokal dengan onset bertahap, sering dimulai

sebentar-sebentar dan kemudian menjadi konstan dan kadang-kadang memburuk

seiring berjalannya waktu. Pasien mungkin mengalami kesulitan memproyeksikan

suara mereka karena adanya lesi pada pita suara atau kelumpuhan yang mengganggu

penutupan glotis. Pada pasien dengan pemeriksaan laring yang normal, kesulitan

meningkatkan intensitas suara mungkin juga mencerminkan dorongan aliran

pernapasan yang tidak memadai karena penyakit utama pada paru-paru, gangguan

neurologis, atau teknik yang tidak sesuai. Produksi suara yang jelas membutuhkan

koordinasi antara respirasi, fonasi, dan artikulasi. Teknik yang tidak tepat (misalnya,

berbicara sambil menahan nafas atau dengan regangan otot yang berlebihan di

daerah leher) dapat mengakibatkan disfonia. Selain itu, gangguan pencernaan adalah

penyebab umum dari keluhan gangguan suara. Tanda laryngotracheal reflux yaitu

suara serak yang lebih buruk pada waktu bangun di pagi hari dan berhubungan

dengan peningkatan dahak, heartburn, dan seringnya membersihkan tenggorokan.1

Tabel 1. Singkatan untuk etiologi disfonia: VINDICATE

Vaskular (thoracic aneurysm)

Inflamasi

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 26

Neoplasma ( kanker laring dan kanker hilum kiri pada paru)

Degeneratif (amyotrophic lateral sclerosis)

Intoksikasi (merokok, alkohol)

Congenital (laryngeal web)

Alergi (angioedema)

Trauma dan operasi kelenjar tiroid

Endokrin (reidel’struma)

Gejala vokal (yaitu, kelelahan, penurunan artikulasi, atau hypernasality)

dapat merupakan indikasi dari gangguan neurologis. Secara umum, hypernasality

sering disebabkan oleh etiologi neurologis. Hypernasality iatrogenik dapat terjadi

setelah prosedur bedah yang menciptakan pembukaan antara rongga mulut dan

hidung atau mengganggu persarafan neurologis. Pola perkembangan gejala mungkin

menunjukkan peristiwa neurologis statis seperti sebagai kecelakaan serebrovaskular,

penurunan progresif seperti pada penyakit neuromuskular, atau kesulitan intermiten,

yang mungkin bisa konsisten dengan gangguan seperti multiple sclerosis atau

myasthenia gravis.

Ketidakseimbangan hormon mempengaruhi produksi vokal dengan

menyebabkan akumulasi cairan di lapisan superfisial dari lamina propria, yang

mengubah kemampuan getaran. Pasien dengan hipotiroidisme dapat hadir dengan

suara bernada rendah yang abnormal. Pasien wanita mungkin mengalami gangguan

vokal sementara ketika menjelang menstruasi, yang mungkin berhubungan dengan

beban cairan (fluid loading). Peningkatan massa menyebabkan pita suara bergetar

lebih lambat sehingga menghasilkan nada rendah. Peningkatan penggunaan obat

anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) selama menstruasi juga dapat mempengaruhi

pasien untuk mengalami perdarahan akut pita suara. Periode pertumbuhan pubertas

mempengaruhi baik laki-laki dan perempuan, sehingga tingkat lapangan produksi

suara lebih rendah. Perubahan hormonal yang dialami selama menopause juga dapat

menghasilkan penurunan dalam frekuensi dasar.1

Kondisi medis kronis juga dapat mempengaruhi suara. Pasien yang

mengalami penurunan kesehatan fisik akibat penyakit jantung atau penyakit utama

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 27

lainnya mungkin tidak memiliki dukungan paru yang cukup untuk mempertahankan

dan memproyeksikan suara mereka. Tergantung pada etiologi yang mendasari, gejala

mungkin dapat diperbaiki dengan latihan. Selain itu, arthritis dapat mempengaruhi

sendi krikoaritenoid, yang mengakibatkan rasa sakit saat berbicara, suara serak, dan

variasi nada (pitch) terbatas.

Saluran vokal membutuhkan pelumasan yang baik. Setiap agen yang

mengeringkan lapisan mukosa mungkin mengganggu produksi vokal yang normal.

Kekeringan ini akan menyebabkan sekret menjadi lebih kental, membuat sekret

menempel dan memberikan sensasi pada pasien untuk perlu membersihkan

tenggorokan. Beberapa obat dan zat dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir

saluran vokal.

Gangguan psikologis sering tercermin dalam suara dan mungkin menjadi

penyebab utama dari gangguan suara. Sebagai contoh, suara pasien depresi biasanya

berkurang dalam kenyaringan. Stres juga memainkan peranan penting. Kemampuan

untuk mengatasi tekanan hidup sehari-hari dapat memicu atau mengabadikan

gangguan suara yang ada. Secara umum, stres tampaknya memperburuk semua

masalah tetapi seharusnya tidak akan overgeneralized sebagai penyebab yang

mendasari.

4. DIAGNOSIS

Evaluasi penilaian suara serak meliputi penilaian faktor anatomi, fisiologis, dan

perilaku yang mempengaruhi produksi vokal secara keseluruhan. Penilaian dimulai

dengan deskripsi dari suara, simtomatologi, dan riwayat medis dan sosial. Visualisasi

laring diperlukan untuk menentukan status dari pita suara. Secara umum,

pemeriksaan laring harus dilakukan setiap kali suara serak berlangsung lama lebih

dari 2 minggu6. Pada kasus-kasus khusus, prosedur diagnostik yang lebih canggih

dapat diindikasikan.

Kualitas vokal dapat dideskripsikan menggunakan berbagai istilah subjektif

termasuk serak, parau , keras, atau desah.. Namun, tidak ada dari seluruh istilah ini

merupakan diagnostik. Sebaliknya, tingkat keparahan disfonia dapat dinilai dengan

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 28

mengamati abnormalitas pada pitch, kenyaringan, atau fluktuasi dalam kualitas

vokal.1

Anamnesa

Evaluasi pasien dengan disfonia dimulai dengan anamnesa yang cermat. Anamnesa

yang rinci sangat membantu untuk menggambarkan secara spesifik karakteristik

suara dan faktor sosial dan medis yang berkontribusi. Hampir setiap sistem tubuh

dapat menyebabkan keluhan suara; karena itu, anamnesa harus menyelidiki seluruh

bidang. Persepsi pasien mengenai suara serak sebagai perubahan dalam kualitas

suara mungkin sama sekali berbeda dari pemahaman dokter mengenai gejala

tersebut. Minta pasien untuk menggambarkan perubahan kualitas suara sespesifik

mungkin, karena kualitas vokal mungkin menunjukkan etiologi spesifik (Tabel 2)6.

Pastikan onset, durasi, dan waktu perubahan suara, serta apakah ada fluktuasi vokal

dan kelelahan suara. Gejala akut lebih mungkin terkait dengan penyalahgunaan

vokal, infeksi atau inflamasi, atau cedera akut.

Tanyakan pasien tentang pola pengunaan suara dan permintaan vokal dalam

pekerjaan dan lingkungan. Pasien dapat menggunakan suara mereka cukup berbeda

di tempat kerja dibandingkan dengan ketika bersosialisasi atau berada di rumah.

Berbicara lebih dari kebisingan latar belakang yang berlangsung dalam waktu lama,

bekerja atau merawat anak-anak muda, bersorak di acara olahraga, atau bernyanyi

tanpa menggunakan teknik yang optimal dapat menyebabkan gangguan suara

hiperfungsional1.

Menanyakan informasi mengenai segala obat atau zat yang dapat

berkontribusi untuk pengeringan selaput lendir saluran vokal adalah penting. Zat-zat

ini termasuk antihistamin, diuretik, obat psikotropika, tembakau, produk yang

mengandung kafein (kopi, teh, soda, dan cokelat), alkohol, dan dosis tinggi vitamin

C. Selain itu, obat anti-inflamasi nonsteroidal (NSAID) seperti ibuprofen atau aspirin

dapat berkontribusi untuk terjadinya perdarahan pita suara karena sifat antikoagulan

dari agen ini1.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 29

Semua pasien dengan suara serak yang menetap selama lebih dari dua

minggu yang tidak disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, memerlukan

evaluasi. Anamnesa dapat menghasilkan informasi penting untuk mempersempit

diagnosis banding. Setiap pasien dengan suara serak dan riwayat penggunaan

tembakau, diagnosis pertama yang perlu dipertimbangkan adalah kanker kepala dan

leher, karena suara serak sering menjadi satu-satunya gejala yang muncul7.

Tanyakan mengenai gejala lain yang menyertai seperti nyeri, sulit menelan,

batuk atau sesak napas, gejala gastroesophageal reflux, seperti rasa asam di mulut di

pagi hari; penyakit sinonasal yang berkaitan (rhinitis alergi atau sinusitis kronis).

Pasien juga harus ditanya tentang riwayat operasi di kepala dan leher sebelumnya

atau operasi lain yang membutuhkan intubasi7.

TABEL 2. Petunjuk klinis yang menunjukkan penyebab spesifik dari suara serak

Kualitas vokal Kemungkinan penyebab

Desah Arthritis, disfonia spasmodik atau fungsional, masa pada pita suara, paralisis pita suara

Ragu-ragu. tercekik Disfonia spasmodik

Parau, serak, teredam, atau sengau

Parkinson disease

Serak memburuk pada pagi hari

Laryngopharyngeal reflux(LPR)

Serak memburuk pada akhir hari (sore)

Myasthenia gravis, penyalahgunaan vokal

Seperti klakson (Honking)

Sarkoidosis

Bernada rendah Hipotiroid, laryngopharyngeal reflux, leukoplakia, muscle tension dysphonia, edema Reinke, edema pita suara, paralisis pita suara

Keras (raspy) Laryngopharyngeal reflux, muscle tension dysphonia, lesi pita suara

Scanning speech dan disartria

Multiple sclerosis

Lemah (volume suara menurun)

Paralisis pita suara, Parkinson disease

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 30

Suara menghilang, tetapi suara bisikan baik

Conversion aphonia

Tegang, artikulasi dipaksakan

Muscle tension dysphonia

Tegang Laryngopharyngeal reflux, muscle tension dysphonia, disfonia spasmodik

Tebal, suara dalam dan berbicara lamban

Akromegali

Kelelahan vokal Muscle tension dysphonia, myasthenia gravis, Parkinson disease, penyalahgunaan vokal

Pemeriksaan Klinik

Pemeriksaan klinik pada pasien dengan disfonia meliputi pemeriksaan umum (status

generalisata) dan pemeriksaan THT (Telinga, Hidung, dan Tenggorok). Pemeriksaan

fisik dilakukan secara teliti dengan perhatian khusus pada bagian kepala dan leher,

dilanjutkan dengan penilaian ketajaman pendengaran, mukosa saluran napas atas,

mobilitas lidah dan fungsi saraf kranial. Jika kecurigaan klinis tinggi, pasien juga

harus diperiksa untuk tanda-tanda penyakit sistemik seperti hipotiroidisme, atau

disfungsi neurologis, seperti tremor, penyakit Parkinson atau multiple sclerosis7,8.

Pemeriksaan Penunjang

A. Visualisasi laring

Visualisasi laring memungkinkan penilaian pita suara dan melihat apakah

terdapat lesi, atau eritema, atau edema mukosa, serta gerakan abnormal yang

mungkin menunjukkan masalah sistemik yang mendasari.

Laringoskopi tidak langsung (indirek). Visualisasi laring dapat dilakukan

melalui pemeriksaan laringoskopi tidak langsung dengan menggunakan kaca

laring.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 31

Laringoskopi langsung (direk). Apabila diperlukan visualisasi yang lebih

detail, pencahayaan, dan pembesaran, dapat dilakukan laringoskopi langsung

dengan menggunakan teleskop laring baik yang kaku (rigid telescope) atau serat

optik (fiberoptic telescope atau nasofaringoskopi fleksibel) atau mikroskop

(mikrolaringoskopi). Pada laringoskopi langsung dapat juga dilakukan biopsi

tumor dan menentukan perluasannya (staging) atau bila diperlukan tindakan

(manipulasi) bagian tertentu pada laring seperti aritenoid, plika vokalis, plika

ventrikularis, daerah komisura anterior atau subglotik. Pengunaan teleskop ini

dapat dihubungkan dengan alat video (video-laringoskopi) sehingga akan

memberikan visualisasi laring yang lebih jelas baik dalam keadaan diam (statis)

maupun pada saat bergerak (dinamis).1,8

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 32

Gambar 13. Laringoskopi indirek menggunakan kaca laring.

Gambar 12. Gambar A menunjukkan laringoskopi direk menggunakan laringoskop dan teleskop laring kaku (rigid). Gambar B menunjukkan laringoskopi direk menggunakan

nasofaringoskopi fleksibel atau fiber optic.A B

Video-stroboskopi (Strobovideolaryngoscopy). Pita suara biasanya bergetar

selama berbicara, bernyanyi atau bersenandung pada tingkat 80 sampai 400 kali

per detik. Getaran ini terlalu cepat untuk dapat dilihat dengan mata telanjang,

karena itu, tidak dapat sepenuhnya dievaluasi dengan laringoskopi tidak langsung

(kaca laring).Visualisasi laring dan pita suara secara dinamis akan lebih jelas

dengan menggunakan video-stroboskopi dimana gerakan pita suara dapat

diperlambat (slowmotion) sehingga dapat dilihat getaran (vibrasi) pita suara dan

gelombang mukosanya (mucosal wave). Video-stroboskopi dilakukan dengan

menggunakan teleskop yang kaku dengan sudut 700 atau nasofaringoskopi

fleksibel. Video-stroboskopi ini penting terutama dalam mengevaluasi kasus lesi

halus yang mempengaruhi getaran pita suara. Mode ini memungkinkan untuk

penemuan lesi kecil seperti bekas luka pada pita suara, perdarahan, kista

intracordal, atau invasi epitelial pada awal karsinoma glotis.7,8

B. Penilaian Suara dan Aliran Udara

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 33

ABGambar 14. Gambar A menunjukkan laringoskopi direk menggunakan laringoskop dan teleskop laring kaku (rigid). Gambar B menunjukkan laringoskopi direk menggunakan

nasofaringoskopi fleksibel atau fiber optic.

1. Penilaian Suara Objektif

Selain secara anatomis fungsi laring dan pita suara juga dapat dinilai dengan

menganalisa produk yang dihasilkannya yaitu suara. Analisa suara dapat

dilakukan secara perseptual yaitu dengan mendengarkan suara dan meilai

derajat (grade), kekasaran (roughness), keterengahan (breathyness),

kelemahan (astenitas), dan kekakuan (strain). Penilaian suara secara objektif

mendokumentasikan status suara pada saat evaluasi dan menetapkan dasar

untuk perbandingan lebih lanjut setelah pengobatan. Hasilnya juga dapat

dibandingkan dengan data normatif yang telah ditentukan. Cara sederhana

mendokumentasikan suara adalah melalui rekaman suara. Namun,

perekaman (audiotape) masih bersifat subjektif. Perubahan halus dalam

produksi suara sulit untuk dinilai. Analisis yang lebih canggih meliputi

analisis akustik dan aerodinamis1,8.

2. Analisis akustik

Analisis akustik memeriksa energi dalam sinyal listrik yang mewakili suara.

Pengukuran spesifik dapat diambil untuk mengukur keteraturan getaran pita

suara. Istilah frekuensi dasar mengacu pada jumlah getaran pita suara per

detik dan berkorelasi dengan persepsi pitch. Pita suara pria dewasa bergetar

antara 100 dan 130 Hz, sedangkan pita suara perempuan bergetar antara 200

dan 230 Hz. Tingkat nada tinggi abnormal untuk usia dan jenis kelamin

mungkin berhubungan dengan hiperkontraksi dari otot krikotiroid dan

mungkin merupakan disfonia fungsional atau kompensasi. Rentang pitch

dapat diukur dan berkorelasi dengan fleksibilitas dari otot intrinsik laring.

Orang dewasa sehat mampu menghasilkan rentang tiga oktaf, meskipun

biasanya hanya empat sampai lima nada yang digunakan dalam percakapan

umum. Sekarang ini analisis akustik dilakukan dengan menggunakan

program komputer seperti CSL (Computerized Speech Laboratory),

Multyspeech, ISA (Intelegence Speech Analysis), dan MDVP (Multi

Dimensional Voice Programe). Hasil pemeriksaan ini berupa parameter-

parameter akustik dan spektrogram dari gelombang yang dianalisis, yang

kemudian dapat dibandingkan antara suara yang normal dan yang

mengalami gangguan.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 34

3. Analisis aerodinamika

Suara tergantung pada dukungan napas yang konstan, dengan demikian,

bahkan masalah pernapasan halus dapat mengakibatkan disfungsi suara.

Pengukuran aerodinamika berguna dalam mengukur aliran udara selama

respirasi dan fonasi. Skrining fungsi paru dapat dilakukan untuk

menyingkirkan segala masalah yang mendasari pada paru-paru yang

mungkin mencegah kapasitas yang memadai untuk aliran udara yang teratur

selama mengeluarkan suara. Waktu fonasi maksimum (Maximum Phonation

Time - MPT) adalah ukuran jumlah waktu pasien dapat mempertahankan

suara vokal pada satu napas. Orang dewasa sehat biasanya dapat

memperpanjang vokal untuk antara 15 dan 25 detik. Penurunan nilai MPT

biasanya berhubungan dengan penutupan glotis yang tidak sempurna dan

kehilangan udara dan/atau penggunaan yang tidak efisien (yaitu, suatu

kelainan) dalam mendukung paru-paru. Penyanyi, pelari jarak jauh, dan

perenang sering mampu mempertahankan suara yang lebih lama dari 25

detik; namun nilai tersebut masih berada dalam batas normal dan merupakan

penurunan fungsi saat pasien ini hadir dengan gangguan suara.

4. Penilaian aliran udara glotal (glottal airflow)

Penilaian aliran udara glotal adalah pengukuran sensitif yang menangkap

jumlah udara yang melewati pita suara selama fonasi. Aliran udara glotal

(cc/detik) yang diukur dengan membagi total volume udara yang melewati

pita suara selama fonasi oleh jumlah waktu dalam detik. Aliran glotal

memberikan informasi mengenai fungsi sumber daya dan efisiensi pita suara

dalam mengendalikan aliran udara. Peningkatan aliran udara glotal biasanya

dikaitkan dengan penutupan glotis yang tidak sempurna. Pasien biasanya

datang dengan suara desah atau bisikan. Peningkatan aliran udara glotal

sering terlihat pada pasien dengan kelumpuhan pita suara unilateral.

Penurunan aliran udara glotal lebih biasanya ditemukan pada pasien

denganhiperaduksi pita suara (disfonia spasmodik).

C. Pemeriksaan penunjang lainnya

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 35

Ketika imobilitas pita suara terdeteksi, diferensial diagnosis termasuk cedera

denervasi atau fiksasi krikoaritenoid. Ketika dilakukan dalam 6 bulan dari

cedera, elektromiografi (EMG) mungkin dapat menjelaskan etiologi: cedera

denervasi biasanya menunjukkan tanda-tanda denervasi pada EMG, dan fiksasi

krikoaritenoid menunjukkan aktivitas listrik normal.1

Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan meliputi pemeriksaan

laboratorium, pemeriksaan radiologi, mikrobiologi dan patologi anatomi.8

1. DIAGNOSIS DIFERENSIAL

1.1 Lesi Laring Jinak (Benign Laryngeal Lesions) 1,5

a. Sering

- Laryngitis

Laringitis (akut atau kronis) mungkin etiologi yang paling umum dari

suara serak. laringitis akut biasanya virus dan bersifat self-limiting.

Tatalaksananya ialah dengan peningkatan hidrasi dan konservasi suara.

Ketika gejala laringitis disertai dengan infeksi saluran pernapasan bagian

atas, dekongestan sangat membantu. Nilai antihistamin terbatas karena

mereka efek pengeringan, yang kontraproduktif dengan yang diperlukan

pelumasan laring. Laringitis kronis lebih mungkin berhubungan dengan

hyperfungsi kronis dan paparan iritasi. Dalam beberapa kasus, radang

tenggorokan bisa menjadi prekursor untuk pengembangan nodul pita

suara.

- Nodul dan polyp pita suara (Vocal cord nodules and polyps)

Lesi jinak yang paling umum dijumpai pada orang dewasa adalah polip.

Nodul, polip, dan kista intracordal biasanya terkait dengan hiperfungsi

vokal dan paparan iritan. Lesi ini mengganggu penutupan glottic dan

memungkinkan udara melarikan diri selama fonasi sehingga

menghasilkan suara serak. Nodul dan polip terbentuk di persimpangan

dari dua pertiga anterior vibrating edge pita suara, yang merupakan titik

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 36

kekuatan maksimal dengan menyuarakan. Granuloma prosesus vokalis

(Vocal process granuloma/intubation granuloma)

Granuloma dan ulkus kontak ditemukan di bagian posterior dari laring

sekitar proses vokal dan arytenoids. Granuloma dan ulkus kontak sering

berkaitan dengan penyakit refluks laryngotracheal dan berkaitan dengan

pembersihan tenggorokan kronis dan kebiasaan nada rendah. Baik

granuloma dan ulkus kontak mengakibatkan stress berlebih pada bagian

tulang rawan pita suara, sehingga terjadi ulserasi traumatis dan

pembentukan granuloma sekunder.

- Edema Reinke (Reinke Edema)

Meskipun mekanisme pasti edema Reinke belum teridentifikasi, ada

hubungan yang sangat kuat antara merokok dengan perkembangan

edema Reinke. Fitur yang membedakan dari kondisi ini adalah sifat

berdifusi pembengkakan, yang merupakan akumulasi cairan di lapisan

superfisial lamina propria dari lipatan vokal. Pasien hadir dengan

pembengkakan difus dari pita suara, yang biasanya bilateral. Pita merasa

berlumpur ketika dimanipulasi selama microlaryngoscopy, dan

pembengkakan dapat digulung di bawah instrumen.

- Kista Intrakordal

Kista Intracordal dapat berupa kista retensi lendir atau kista sederhana

yang mengandung keratin epidermoid. Laringoskopi menunjukkan kista

unilateral biasanya dari sepertiga tengah pita suara dengan luas sesuai

hiperkeratosis pada pita suara yang berlawanan. Stroboscopy

menunjukkan hilangnya gelombang mukosa di lokasi lesi.

- Kista Sakular

Kista sakular laring muncul sebagai divertikulum dari ujung anterior

ventrikel laring. Ini memanjang ke atas antara lipat vokal palsu dan

permukaan bagian dalam kartilago tiroid dan mengandung kelenjar

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 37

mukus. Sebuah kista sakular terjadi sebagai akibat dari obstruksi kelenjar

ini, yang mungkin sekunder dari sebuah anomali kongenital atau didapat.

Pemeriksaan menunjukkan perluasan lipatan aryepiglottic oleh kista di

dalamnya, yang dapat meluas ke leher melalui membran thyrohyoid. CT-

Scan menunjukkan kista memperluas ke supraglottis, dan tidak adanya

udara di dalam lesi membedakannya dari suatu laryngocele. Jaringan

mesodermal mungkin tidak terlihat di dinding kista sakular kongenital

dan dapat mempengaruhi pendekatan bedah.

- Laryngocele

Laryngocele adalah ekspansi abnormal dari ventrikel laring, yang dapat

dibatasi oleh kartilago tiroid (internal laryngocele) atau meluas melalui

membran krikotiroid ke leher (eksternal laryngocele). Perkembangan

laryngocele sering dikaitkan dengan aktivitas yang menyebabkan

peningkatan tekanan intralaryngeal –secara klasik adalah bermain

terompet-tetapi dapat terjadi sekunder diakibatkan keganasan dalam

ventrikel laring, yang harus disingkirkan.

- Papilomatosis

Recurrent Respiratory Papilomatosis (RRP) ditandai dengan

perkembangan lesi berkutil eksofitik, terutama dalam laring, tetapi yang

dapat ditemukan di hidung, faring, dan trakea. Kondisi ini jinak tetapi

terkait dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Ada distribusi

bimodal; RRP onset remaha umumnya didiagnosis antara usia 2 dan 4

tahun dan lebih agresif dari onset RRP dewasa, yang puncak pada dekade

ketiga.

RRP disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV), subtipe 6 dan 11,

dan kurang sering oleh subtipe 16 dan 18. HPV 6 dan 11 juga merupakan

penyebab paling umum dari papilomatosis genital, dan transmisi dari

saluran genital diyakini menjadi penyebab utama dari RRP. Transmisi

vertikal virus dari ibu ke anak terjadi baik sebagai infeksi rahim

ascending atau melalui kontak langsung di jalan lahir. Namun, risiko

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 38

seorang anak berkembang RRP setelah melahirkan per vaginam

bersamaan kehadiran acuminatum kondiloma diperkirakan hanya 1 dari

400. Faktor yang menimbulkan kerentanan masih berada dalam

penyelidikan.

b. Jarang5

- Kondroma

Kondroma adalah tumor jinak dari kartilago laring sering mempengaruhi

laki-laki di dekade keempat dekade keenam. Pasien hadir dengan

disfonia perlahan progresif, dispnea, dan disfagia, karena itu,

pertumbuhan ini bisa meniru neoplasma jinak ganas dalam presentasi

mereka. Kondroma biasanya muncul sebagai firm lesion yang halus dari

laring subglottic atau salah satu kartilago lainnya. Kadang-kadang,

mereka hadir sebagai benjolan di leher. CT scan berguna dalam

menggambarkan tingkat neoplasma sedangkan laser CO2 berguna dalam

melakukan biopsi. Namun, pengobatan definitif bergantung pada bedah

eksisi tumor total melalui pendekatan terbuka. Eksisi endoskopik

dipergunakan untuk tumor berukuran kecil.

- Neoplasma Neuronal : Schwanomma dan Neurofibroma

Neoplasma Neurogenik adalah tumor langka dan biasanya entah

schwannomas atau Neurofibroma. Ini telah dikonfirmasi bahwa

neoplasma sel granular juga berasal dari selubung saraf. Schwannoma

berasal dari sel Schwann yang menutupi serat saraf di luar sistem saraf

pusat. Lesi ini soliter, neoplasma dibungkus kapsul yang jinak dan,

meskipun mereka dapat tumbuh lambat mengalami perubahan

sarkomatous. Neurofibroma adalah proliferasi jinak serabut saraf dan

sering multipel (misalnya, dalam penyakit von Recklinghausen). Berbeda

dengan schwannomas, mereka tidak dibungkus kapsul.

Karena neoplasma neurogenik yang tumbuh dengan lambat, pasien

datang dengan perubahan suara, kliring tenggorokan, dan sensasi

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 39

benjolan di tenggorokan. Batuk dan gangguan pernapasan akan

mengikuti.

Neoplasma neurogenik terletak di submukosa dan seringkali berada di

lipatan aryepiglottic. CT scan secara akurat dapat menentukan luasnya

lesi sebelum perawatan. Tumor kecil mungkin direseksi dengan

endoskopi, tetapi tumor yang lebih besar memerlukan pendekatan bedah

terbuka.

- Amyloidosis

Laring adalah situs yang paling umum di saluran pernapasan untuk

deposisi amiloid. Presentasi pasien ditandai oleh adanya massa

submukosa, yang mungkin timbul di mana saja di laring dan dapat

mengganggu mobilitas pita suara. Diagnosis dikonfirmasi oleh kehadiran

birefringence "hijau apel" dilihat dengan mikroskop polarisasi setelah

pewarnaan dengan pewarna merah Kongo. Pengobatan melibatkan

reseksi lokal, biasanya dilakukan endoskopi. Amiloid laring biasanya

primer dan lokal, tetapi telah dikaitkan dengan keterlibatan jantung dan

evaluasi sistemik menyeluruh sangat penting.

- Sarcoidosis

Satu sampai lima persen pasien dengan sarkoidosis hadir dengan lesi

dalam laring. Epiglottis adalah situs pada organ fonasi yang paling sering

terlibat. Umumnya granuloma kecil dan non-caseating yang nampak

secara histologis, tapi kondisi granulomatosa lain seperti infeksi jamur

atau mikobakteri harus disingkirkan. Remisi spontan terjadi, sehingga

pengobatan umumnya simtomatik, reseksi endoskopik dan steroid

sistemik hanya digunakan dalam kasus khusus.

- Granulomatosis Wegener (Wegener’s Granulomatosis)

Wegener granulomatosis adalah penyakit autoimun multisistemik yang

mungkin melibatkan granulomata nekrotik pada saluran pernapasan,

vaskulitis luas, dan glomerulonefritis. Penyakit fokal mungkin timbul

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 40

pada seluruh pohon laryngotracheobronchial, tetapi sangat terkait dengan

wilayah subglottic. Presentasi biasanya dengan gejala obstruktif,

meskipun disfonia mungkin hadir. Penyakit sistemik diatasi dengan agen

imunosupresif. Penyakit lokal tanpa keterlibatan sistemik secara optimal

dikelola dengan pengobatan lokal, termasuk kortikosteroid intralesi.

1.2 Lesi Laring Ganas (Malignant Laryngeal Lesions)5

- Karsinoma Sel Skuamosa (KSS)

Setiap tahun, 11.000 kasus baru kanker laring didiagnosis di Amerika

Serikat (1% dari diagnosa kanker baru), dan sekitar sepertiga akan

meninggal karenanya. Rasio laki-laki dibandingkan perempuan untuk

kanker laring adalah 4:1, namun persentase relatif wanita yang menderita

kanker laring telah meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Kanker

laring paling umum ditemukan pada dekade keenam dan ketujuh dalam

kehidupan dan lebih umum di antara kelompok sosial ekonomi rendah,

yang sering mengalami keterlambatan diagnosis. Lebih dari 90% kanker

laring adalah karsinoma sel skuamosa (KSS) dan secara langsung terkait

dengan tembakau dan penggunaan alkohol yang berlebihan. Karena sifat

kompleks dan beragam penyakit ini, rencana perawatan yang terbaik

disampaikan melalui format papan tumor multidisiplin.

Jika lesi berasal dari pita suara, suara serak persisten adalah tanda

paling awal. Kadang-kadang, pasien datang dengan dispnea, stridor,

disfagia, odinofagia, hemoptisis, penurunan berat badan disebabkan oleh

nutrisi yang buruk, dan halitosis disebabkan oleh nekrosis tumor, yang

menandakan penyakit sudah berada pada tahap lanjut. Pasien juga

mungkin datang dengan massa di leher akibat metastasis ke kelenjar getah

bening regional. Temuan laringoskopik konsisten dengan gambaran tumor

berbentuk jamur yang rapuh dengan tepi yang menumpuk dan penampilan

granular dengan beberapa daerah nekrosis pusat dan / atau daerah

hiperemia (erythroplasia) atau hiperkeratosis (leukoplakia). Trakeostomi

darurat kadang-kadang diperlukan jika tumor cukup besar untuk

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 41

menyebabkan obstruksi saluran napas atas. Pada tahap awal KSS dapat

diobati dengan terapi radiasi atau laser cordectomy dengan persentase

tingkat kesembuhan lebih dari 90%. Pasien dengan penyakit yang lebih

lanjut mungkin menjadi kandidat untuk dikombinasikan kemoterapi /

radiasi terapi (protokol konservasi laring) dan / atau laryngectomy parsial

atau total.

- Keganasan lain pada laring

Dapat berupa karsinoma kelenjar liur (salivary gland carcinoma), sarkoma,

dan neoplasma lain (metastasis, invasi keganasan tiroid, tumor karsinoid,

dan limfoma) yang hadir dalam insidens yang lebih rendah dibandingkan

KSS.

1.3 Paralisis Pita Suara (Vocal Cord Paralysis)1

Dalam kasus paralisis pita suara unilateral, ketiadaan gerak pada salah satu pita

suara dapat diamati pada pemeriksaan. Tergantung pada posisinya, penutupan

glotis yang tidak lengkap dapat mengakibatkan hilangnya udara. Pasien

dengan paralisis pita suara unilateral paling sering mengeluhkan suara

mendesah, kualitas vokal serak dengan volume menurun dan kelelahan jika

berbicara dalam waktu lama. Perlindungan jalan napas saat menelan

merupakan proses yang melibatkan lipat banyak lapis epiglotis, gerakan

anterior dan superior dari seluruh laring, kontak antara kartilago arytenoid dan

epiglotis, penutupan lipat palsu, dan penutupan lipat benar vokal. Penutupan

glotis yang tidak lengkap yang dapat menyebabkan aspirasi cairan. Pasien

kadang-kadang batuk ketika minum cairan karena kesulitan ini melindungi

jalan napas. Etiologi yang paling umum dari paralisis pita suara unilateral

adalah iatrogenik, yaitu operasi toraks, kepala-leher, dan basis kranii dimana di

saraf laring mengalami kompresi, regangan, ataupun terpaksan dikorbankan.

Pada beberapa kasus tidak ditemukan penyebab khusus (idiopatik).

Paralisis pita suara bilateral dapat menyebabkan fiksasi lipat vokal dalam

abduksi atau posisi adduksi. Paralisis pita suara bilateral yang posisinya

terlateralisasi menghasilkan kualitas vokal yang terdengar sangat mendesah

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 42

dan menyebabkan angka aspirasi yang sangat tinggi. Paralisis pita suara

bilateral dalam posisi median menimbulkan bahaya obstruksi jalan nafas yang

perlu ditangani segera, pada kasus ini suara pasien terdengar normal. Etiologi

paralisis pita suara bilateral termasuk penyakit neurologis, trauma, dan

intubasi. Membedakan antara kelumpuhan sebenarnya dan imobilitas

disebabkan oleh dislokasi arytenoid atau proses lain yang mengganggu

mobilitas sendi adalah penting. Laringoskopi direk, palpasi sendi, dan

pemeriksaan EMG berguna selama pengkajian. Pasien dengan onset baru dari

paralisis pita suara bilateral perlu diperiksa dengan CT-Scan untuk

menyingkirkan lesi neoplastik sepanjang perjalanan saraf laringeus rekuren

pada sisi ipsilateral. CT dari dasar tengkorak ke mediastinum biasanya

diperlukan.

1.4 Disfonia Spasmodik (Spasmodic Dysphonia)1

Disfonia spasmodik. Disfonia spasmodik adalah distonia fokal dimana spasme

pita suara dalam posisi aduksi selama fonasi. Kualitas vokal yang dihasilkan

adalah karakteristik tegang dan seolah-olah dicekik. Pasien tampak seperti

sedang mencoba untuk berbicara sementara sedang tersedak. Laring biasanya

normal pada pemeriksaan, meskipun hiperaduksi dari lipatan vokal sejati dan

struktur supralaryngeal dapat dilihat.

Kadang-kadang, pasien mungkin juga hadir dengan distonia yang lebih

umum dalam kelompok otot yang lain dari mulut, wajah, dan / atau leher.

Penyakit ini pernah dianggap gangguan psikogenik, namun kini dianggap

sebagai gangguan suara neurologis, meskipun dapat diperburuk oleh stres.

Disfonia spasmodik paling sering menyerang perempuan di pada dekade

keempat dan kelima dari kehidupan. Belum ada pengobatan untuk

penyembuhan total sampai saat ini. Injeksi toksin botulinum ke dalam otot

thyroarytenoid mengurangi gejala secara temporer dengan menyebabkan

chemodenervation sementara dan melemahnya resultan dari vokal lipat

adduction.12 Hasil -13 biasanya berlangsung rata-rata 4 bulan, dan karena itu

pengobatan harus diulang secara berkala.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 43

1.5 Disfonia Fungsional (Functional Dysphonia)1

Dalam gangguan suara fungsional, kelainan suara pasien tidak sesuai dengan

pengamatan laring. Dalam kebanyakan kasus, pita suara dan gerakan pita suara

mereka normal meskipun terdapat berbagai tingkat disfonia. Gangguan

fungsional dapat disebabkan faktor psikogenik atau teknis. Gangguan konversi

mempengaruhi gangguan bicara dan suara mungkin termasuk aphonia, suara

serak, hembusan nafas berat, nada terlalu tinggi, prosodi yang abnormal, bisu,

batuk kebiasaan, dan paradoks gerakan pita suara. Pemeriksaan laring

menunjukan gambaran normal. Bukti terkuat untuk disfonia fungsional adalah

reversibilitas gejala psikologis dimana tiba-tiba disfonia menghilang dan / atau

berulang tanpa perubahan status medis pasien. Selama evaluasi, pasien-pasien

ini sering diamati melakukan tugas non-fonasi seperti membersihkan

tenggorokan dengan kualitas vokal yang relatif normal meskipun aphonic atau

sangat dysphonic. Dalam kasus ini, pasien biasanya menekan kebutuhan

psikologis yang mendasari, dan keuntungan sekunder sering dijumpai.

1.6 Trauma Laring (Laryngeal Trauma)5

Laring memiliki tiga fungsi penting: perlindungan jalan nafas, pengaturan

pernapasan, dan fonasi. Cedera pada laring yang dihasilkan dari trauma akan

sangat membahayakan. Untungnya, trauma laring jarang terjadi yaitu hanya

dalam persentase kecil dari korban trauma. Standar protokol telah

dikembangkan untuk membantu memandu evaluasi yang akurat dan

identifikasi cedera yang memerlukan intervensi operasi. Diagnosis dini dan

pengobatan sangat penting untuk mencegah konsekuensi yang mengerikan,

termasuk kematian.

Trauma laring dapat disebabkan cedera eksternal, cedera penetrasi, dan

intubasi. Tubuh mempunyai mekanisme refleks untuk melindungi saluran

pernafasan, yaitu refleks menundukan kepala. Selain itu juga terdapat otot-otot

leher, sternum, dan mandibula sehingga relatif sedikit daerah saluran nafas

yang tidak terlindungi. Cedera eksternal dapat terjadi ketika mekanisme tubuh

tidak sanggup melindungi yaitu misalnya pada kecelakaan kendaraan bermotor

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 44

dan kegiatan olah raga yang keras. Cedera penetrasi terjadi pada kasus

penembakan dan seringkali melibatkan kerusakan multistruktur. Cedera

intubasi terjadi pada pemakaian ventilator jangka panjang yang dapat

menyebabkan fibrosis dan/atau stenosis laring, paralisis pita suara, dan

pembentukan granulasi.

1. TATALAKSANA

Penatalaksanaan disfonia atau disebut juga suara serak diawali dengan diagnosis

yang tepat dan terapi yang sesuai dengan diagnosis dan etiologi tersebut. Diagnosis

disfonia berupa anamnesis, pemeriksaan klinik, dan pemeriksaan penunjang. Terapi

dapat berupa medikamentosa, vocal hygiene, terapi suara dan bicara serta tindakan

operatif.3

Peranan Terapi Suara

Kebanyakan gangguan suara memiliki etiologi multifaktorial yang terkait dengan

iritasi dari refluks , alergi, merokok, hidrasi yang tidak memadai, penyalahgunaan

vokal,dan / atau vokal kronis yang berfungsi berlebihan. Nodul pada pita suara

jarang disebabkan oleh episode berteriak ; adapun kombinasi paparan iritasi dan

penyalahgunaan merupakan penyebab lebih sering. Rehabilitasi diarahkan untuk

membangun keseluruhan kebersihan vokal dan mendidik pasien tentang konservasi

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 45

vokal. Komponen utama dari terapi suara melibatkan tentang edukasi pasien tentang

anatomi dasar dan fisiologi mekanisme produksi vokal. Pasien harus memahami

hubungan antara gangguan suara yang spesifik dan faktor penyebab. Pemahaman ini

memfasilitasi kerjasama dengan regimen terapi.

Konservasi Vokal

Pasien dengan gangguan suara yang disebabkan karena fungsi berlebihan harus

dinasehati mengenai metode-metode konservasi vokal. Mengistirahatkan suaranya ,

jarang diperlukan kecuali dalam kasus-kasus perdarahan pita suara akut. Sedangkan

istirahat vokal memungkinkan perbaikan pembengkakan jaringan ,namun perbaikan

suara bersifat sementara dan disfonia dapat kembali sampai perilaku vokal lebih

tepat dipelajari.

Konservasi vokal adalah metode yang lebih praktis dan realistis mengurangi

penggunaan vokal, terutama pada pasien dengan penyalahgunaan vokal perilaku.

Mengurangi sumber yang jelas dari penyalahgunaan vokal (misalnya, berteriak dan

menjerit) hanya bagian dari program. pembersihan tenggorokan berulang seperti

berdeham adalah iritan plika vokalis dan harus dihindari.

Metode konservasi vokal bersifat individu dengan gaya hidup spesifik

pasien. Berbicara melebihi latar belakang suara harus dihindari (imsalnya, musik di

mobil atau televisi) adalah sumber umum dari contoh yang tak perlu. Dalam

beberapa kasus, suara kerja tidak dapat dihindari, namun pasien dapat mengambil

manfaat dari menggunakan ‘ amplifier’ misalkan pada guru sekolah yang harus

mengeluarkan suara mereka untuk mendapatkan perhatian para siswa muda mereka

dapat menggunakan peluit untuk mencapai tujuan yang sama.

Terapi Perilaku Suara

Terapi perilaku suara juga dapat diindikasikan untuk meningkatkan aspek teknis

penggunaan suara. Terapi perilaku mencakup dukungan napas perut, penggunaan

level intensitas ‘pitch’ yang tepat, memperbaiki kalimat, dan teknik khusus lainnya.4

Umpan balik sangat penting untuk proses terapi untuk memberikan pasien

kemampuan untuk membedakan antara target perilaku vokal dan perilaku yang tidak

tepat. Auditori, visual, sensorik, dan isyarat kinestetik semua digunakan untuk

meningkatkan kemampuan pasien untuk memantau suara dalam sesi latihan. Mesin

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 46

‘biofeedback’ yang canggih juga tersedia untuk menyediakan tampilan visual

mewakili sinyal vokal. Tergantung pada dasar etiologi dan keparahan dari gangguan

suara, terapi mungkin memerlukan minggu ke bulan. 

Intervensi Medis

Indikasi untuk penggunaan antibiotik dan / atau antihista-dekongestan pada pasien

dengan suara serak adalah sangat jarang kecuali pasien dengan rinosinusitis

bersamaan atau laryngotrakeitis bakterial, yang dapat menyebabkan atau komplikasi

suara serak pasien. Kortikosteroid harus digunakan konservatif dan hanya pada

pasien yang memiliki yang penting kepentingan berbicara atau bernyanyi dan yang

tidak memiliki kecenderungan untuk penyalahgunaan vokal kronis.4

Kortikosteroid dengan mengurangi edema pada tingkat glotik sehingga

mengurangi tingkat suara serak. Oleh karena itu, perlu diagnosis yang sepatutnya

adalah penting dalam rangka untuk mengobati penyebab suara serak pasien dan

untuk mengurangi kesempatan berulang suara serak. Kortikosteroid harus diresepkan

untuk tidak lebih dari 4 sampai 5 hari di samping konservasi suara. Biasanya, pasien

diberitahu untuk menggunakan suara mereka hanya untuk panggilan suara mereka

selama periode waktu. Selain itu, pentingnya pemanasan sebelum pertunjukan harus

menekankan kepada penyanyi.

Berikut adalah obat-obatan yang dapat menyebabkan suara serak. Penting

pemantauan pasien untuk tidak menggunakan produk yang dapat menyebabkan

disfonia.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 47

Intervensi Bedah

Peran intervensi bedah tergantung pada penyebab suara serak pasien. Pasien dengan

nodul pada plika vokalis atau polip biasanya memiliki riwayat penyalahgunaan

vokal yang harus diatasi. Penghilangan lesi tanpa mengatasi penyalahgunaan vokal

dapat menyebabkan kekambuhan dalam 1 tahun eksisi. Pada pasien yang

membutuhkan intervensi bedah, terapi suara harus dimulai sebelum operasi untuk

meminimalkan penyalahgunaan vokal dantrauma sekunder pada periode pasca

operasi. Teknik phonosurgikal untuk menghilangkan lesi jinak fokus pada

pelestarian mukosa yang normal sementara menghapus daerah yang terkena saja.

Pasien dengan paralisis pita suara dan disfonia yang tidak membaik selama 3 bulan

dan menunjukkan tanda-tanda prognostic miskin pada mungkin ‘reinnervation’ pada

EMG (yaitu fibrillation potentials or absent activity ) adalah kandidat untuk

medialization laryngoplasty (thyroplasty tipe I). Injeksi pita suara dengan lemak,

kolagen, atau polytef tergantung pada preferensi ahli bedah dan pengalaman.

Namun, injeksi polytef kurang dimanfaatkan oleh sebagian laryngologists karena

kesempatan meningkat untuk Granuloman dan distorsi permanen integritas struktur

pita suara.4

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 48

2. PENCEGAHAN

Pasien harus dikonseling tentang pentingnya hidrasi yang memadai dan tindakan

pencegahan antirefluks.

Pencegahan Hidrasi

Lubrikasi saluran vokal sangat penting untuk produksi vokal yang jelas. Oleh karena

itu pasien harus menghilangkan produk yang mengeringkan mukosa termasuk

produk berkafein, alkohol, dan antihistamin. Meskipun pengering atau diuretik obat

tidak dapat dihilangkan, hidrasi meningkat dapat membantu untuk melakukan

serangan balik efek obat itu dehidrasi. Pasien harus disarankan untuk minum cairan

yang memadai sampai warna urine mereka relatif jernih (yaitu, "pee-pale”).

Tindakan Pencegahan Antirefluks

Tindakan pencegahan antirefluks, pasien tidak perlu memiliki bukti terdokumentasi

bahwa pasien memiliki penyakit refluks gastroesofageal untuk menerima

pencegahan konservatif pengobatan. Sebuah rencana pencegahan menekankan pada

pola kebiasaan makanan sehat dan perilaku yang tidak biasanya tidak memfasilitasi

refluks dapat diberikan kepada pasien. Pasien dinasehati tentang pentingnya makan

yang teratur seperti makan siang hari dibandingkan tidak makan dan kemudian

sering kelaparan di malam hari. Selain itu, pasien harus menghindari produk yang

diketahui untuk relaksasi sfingter esophagus (misalnya, kafein dan coklat). Pasien

juga harus menghindari makan atau minum sebelum tidur; pasien harus menunggu 2

sampai 3 jam setelah makan terakhir mereka sebelum pergi tidur. Pada pasien yang

lebih bergejala, mengangkat kepala tempat tidur sekitar 6 sampai 8 membantu untuk

memungkinkan gravitasi untuk menjaga sekresi lambung turun saat pasien sedang

tidur. Selain itu, konsumsi antasida 30 menit setelah makan dan sebelum tidur

membantu untuk menetralisir asam. Kadang-kadang histamin- antagonis seperti

omeprazol dan ranitidine dapatjuga sangat membantu. Praktek konservasi vokal yang

baik juga dapat berfungsi sebagai langkah preventif untuk menjaga baik kualitas

vokal. Pasien harus dianjurkan untuk menghindari jelas sumber penyalahgunaan

vokal seperti berteriak dan menjerit. Selain itu, pasien harus dikonseling sumber-

sumber lain mengenai penggunaan vokal berlebihan termasuk berdeham.4

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 49

KESIMPULAN

Disfonia merupakan suatu gejala dan bukan penyakit. Walaupun tidak diketahui

berapa jumlah pasti orang dengan disfonia, diperkirakan 1,2-23,4 % populasi

mengalami gangguan pada suara. Manifestasi gangguan kualitas suara pada disfonia

dapat bervariasi seperti desahan, parau, tegang, tercekik, tebal, nada menjadi tinggi

atau rendah, tergantung struktur anatomis yang terganggu dan patofisiologi produksi

suara yang disebabkan penyakit yang mendasari disfonia.

Etiologi disfonia bervariasi seperti neoplasma jinak, neoplasma ganas,

trauma, peradangan/infeksi, gangguan saraf, gangguan psikologis/fungsional. Lesi

jinak pada laring yang paling sering ditemukan adalah radang (laringitis), polip,

kista, granuloma, laryngocele, dan papiloma. Lesi ganas yang paling sering

ditemukan adalah KSS.

Untuk mendiagnosa diperlukan anamnesa mendetail untuk mengetahui

kualitas vokal pasien yang terganggu, onset, dan progresifitas penyakit. Riwayat

pekerjaan sangat penting mengingat kemungkinan besar pasien memiliki profesi

yang berkaitan dengan penggunaan suara seperti penyanyi atau guru. Riwayat

penyakit sebelumnya dan pemakaian obat-obatan juga amatlah penting untuk

diselidiki. Pemakaian laringoskop direk, indirek, dan stroboskopi diperlukan untuk

menilai gangguan baik secara struktural dan fungsional.

Terapi berfokus pada konservasi suara dan edukasi teknik penggunaan suara

yang benar pada pasien. Medikamentosa digunakan secara konservatif, dan

diutamakan pada pasien yang memang profesinya menuntut penggunaan suara.

Intervensi bedah bergantung pada jenis penyebab disfonia, dan perlu didahului terapi

suara untuk mencegah komplikasi trauma sekunder paska operasi. Tindakan

pencegahan disfonia yang umum adalah anjuran untuk banyak minum dengan tujuan

memberi hidrasi laring dan mengatasi penyakit GERD atau laringotrakeal refluks.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 50

DAFTAR PUSTAKA

1. Lundy SD, Casiano RR. Diagnosis and Management of Hoarseness. 1999.

[dikutip 2011 Desember 25]. Available from:

http://www.turner-white.com/pdf/hp_oct99_hoarse.pdf.

2. Cohen James . Anatomi dan Fisiologi laring. Boies Buku Ajar Penyakit THT. -6.

Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. h. 369-376.

3. Hermani B. Abdurrahman H. Tumor laring. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta. Balai Penerbit FK U I .

2 0 0 7 . h. 194-198.

4. Surgery, A. A.-H. (2011). Health information : Hoarseness. Retrieved 12 28,

2011, from American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Web

site: http://entmd.org/HealthInformation/hoarseness.cfm

5. Wareing M., Obholzer R. (2008). Chapter 29. Benign Laryngeal Lesions. In A.K.

Lalwani (Ed), CURRENT Diagnosis & Treatment in Otolaryngology—Head &

Neck Surgery, 2e. Retrieved December 27, 2011 from

http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=2827547

6. Feierabend RH, Malik SN. Hoarseness in Adults [Internet]. 2009 [updated 2009

August 15, cited 2011 December 26]. Available from:

www.aafp.org/afp/2009/0815/p363.html

7. Rosen CA, Deborah A, Thomas M. Evaluating Hoarseness: Keeping Your

Patient's Voice Healthy [Internet]. 1998 [Updated 1998 June 1, Cited 2011

December 26]. Available from: www.aafp.org/afp/1998/0601/p2775.html

8. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi ke-6. 2009. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI. Hal: 231-236.

9. Snell, R. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed ke-6. Jakarta: EGC;

2006.

10. Mills, Stacey E. Histology for Pathologist. 3rd Edition. Virginia : Lippincott

Williams &Wilkins;2007.

Referat DisfoniaFK Universitas Pelita Harapan 51