36
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi. (infeksi dan inflamasi). Sepsis dibagi dalam derajat Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, sepsis berat, sepsis dengan hipotensi, dan syok septik. Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal. Sepsis, syok sepsis, dan kegagalan multipel organ (MOF) mengenai hampir 750. 0000 penduduk di Amerika Serikat dan menyebabkan kematian sebanyak 215.000 orang. Angka kematian oleh karena sepsis berkisar 9,3 % dari seluruh penyebab kematian di Amerika Serikat, setara dengan angka kematian yang disebabkab oleh infark miokardial dan jauh lebih tinggi dari kematian oleh karena AIDS dan kanker payudara. Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi 1

Referat Dr.peni Yusfa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

Page 1: Referat Dr.peni Yusfa

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin

dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi. (infeksi dan

inflamasi). Sepsis dibagi dalam derajat Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS),

sepsis, sepsis berat, sepsis dengan hipotensi, dan syok septik.

Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik dapat

disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya

disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari

infeksi lokal.

Sepsis, syok sepsis, dan kegagalan multipel organ (MOF) mengenai hampir 750. 0000

penduduk di Amerika Serikat dan menyebabkan kematian sebanyak 215.000 orang. Angka

kematian oleh karena sepsis berkisar 9,3 % dari seluruh penyebab kematian di Amerika

Serikat, setara dengan angka kematian yang disebabkab oleh infark miokardial dan jauh

lebih tinggi dari kematian oleh karena AIDS dan kanker payudara.

Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan

rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi

makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga

terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang

menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ

multipel.

Oleh karena itu, sangatlah penting untuk dapat memahami Sepsis dan Syok Sepsis

mulai dari definisi, penyebab hingga penatalaksanaannya.

1

Page 2: Referat Dr.peni Yusfa

1.2. Batasan Masalah

Dalam referat ini membahas tentang Sepsis dan Syok Sepsis mencakup definisi,

epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan

prognosis.

1.3. Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami tentang Sepsis dan Syok Sepsis

sekaligus sebagai syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit

Dalam RS Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung

1.4. Metode Penulisan

Penulisan referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada

beberapa literatur.

2

Page 3: Referat Dr.peni Yusfa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan

rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi

aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil,

sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit

yang menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ

multipel.

Nomenklatur mengenai sepsis telah banyak dilakukan, salah satu yangpaling sering

digunakan ialah sepsis merupakan kelanjutan dari sebuah sindrom respons inflamasi

sistemik / Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) atau yang sering disebut

sindrom sepsis ditandai dengan 2 dari gejala berikut :3

a. Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)

b. Tachypneu (resp >20/menit)

c. Tachycardia (pulse >100/menit)

d. Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm

e. 10% >cell imature

Sepsis merupakan SIRS yang disertai dengan dugaan ataupun bukti adanya sumber

infeksi yang jelas.Sepsis dapat berlanjut menjadi sepsis berat yaitu sepsis yang disertai

dengan kegagalan organ multipel /Multiple Organ Dysfunction / Multiple Organ Failure

(MODS/MOF). Sepsis berat dengan hipotensi ialah sepsis dengan tekanan sistolik <90

mmHg atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg.

Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan hyperthermia/hypothermia (>38°C;

<35,6°C), Tachypneu (respiratory rate >20/menit), Tachycardia (pulse >100/menit), >10%

cell immature, Suspected infection. Biomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin

(PcT); Creactive Protein (CrP).

3

Page 4: Referat Dr.peni Yusfa

2.2 Derajat Sepsis

1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan .2 gejala sebagai

berikut:

a. Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)

b. Takipnea (respiratori >20/menit)

c. Tachycardia (nadi >100/menit)

d. Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm

e. >10% cell imature

2. Sepsis : Infeksi disertai SIRS

3. Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oliguria bahkan anuria.

4. Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg atau

penurunan tekanan sistolik >40 mmHg).

5. Syok septik: Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai

hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan

disertai hipoperfusi jaringan (Guntur, 2008).

4

Page 5: Referat Dr.peni Yusfa

Diagram hubungan SIRS, Sepsis dengan Infeksi5

Kriteria Bones untuk Pengenalan Sepsis Berat

2.3 Epidemiologi

Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri gram

negatif di AS yaitu antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi sekarang insiden ini

meningkat menjadi sekitar 300.000-500.000 kasus pertahun. Syok akibat sepsis terjadi

karena adanya respon sistemik pada infeksi yang seirus. Walaupun insiden syok septik ini

tak diketahui pasti namun dalam beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini

disebabkan cukup banyak faktor predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes

5

Page 6: Referat Dr.peni Yusfa

melitus, sirhosis hati, alkoholisme, leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis dan

imunosupresan, nutrisi parenteral dan sonde, infeksi traktus urinarius dan gastrointestinal.

Di AS syok sepsik adalah penyebab kematian yang sering di ruang ICU.

Sebuah studi oleh selama 16 melaporkan angka kejadian 2 kasus per 100 penerimaan

rumah sakit di AS, dengan distribusi 55% terjadi di ICU,12% di bagian gawat darurat dan

33% pada non-ICU.3.Data yang lebih baru menunjukkan bahwa insiden tahunan sepsis

terjadi sekitar 50-95 per 100.000 kasus. Selain itu, insiden sepsis tersebut telahtumbuh

sebesar 9% setiap tahunnya4.Bakteri Gram-negatif biasanya menjadisalah satu etiologi

tebanyak dengan proporsi 35 hingga 40% pada kasus sepsis akan tetapi telah menurun

menjadi 25-30% pada 2000.6Bakteri Gram-positif menyebabkan 30-50% kasus, dan infeksi

polimikrobial menyumbang sekitar 25% 6.

Sekitar 50% dari pasien sepsis berkembang menjadi syok septik, dengan angka

kematian 45%.7Tempat yang paling sering mengalami infeksi adalah paru-paru, abdomen,

dan saluran kemih.Komplikasi dari syok septik meliputiAcute Respiratory Distress

Syndrome / ARDS (18%), Disseminated Intravascular Coagulation / DIC (38%) dan gagal

ginjal(50%).8 Pria maupun orang dewasa yang lebih tua menjadi faktor

predisposisiberkembangnya syok septik bila dibandingkan dengan perempuan

2.4 Etiologi

Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik

dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya

disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari

infeksi lokal.

Umumnya disebabkan kuman gram negatif. Insidensnya meningkat, antara lain

karena pemberian antibiotik yang berlebihan, meningkatnya penggunaan obat sitotoksik

dan imunosupresif, meningkatnya frekuensi penggunaan alat-alat invasive seperti kateter

intravaskuler, meningkatnya jumlah penyakit rentan infeksi yang dapat hidup lama, serta

meningkatnya infeksi yang disebabkan organisme yang resisten terhadap antibiotik.

Infeksi traktus repiratorius merupakan penyebab sepsis yang tersering diikuti infeksi

abdomen dan jaringan lunak. Setiap sistem organ memiliki patogen yang berbeda, seperti

di antaranya :10

6

Page 7: Referat Dr.peni Yusfa

Infeksi traktur repiratorius bawah yang menyebabkan syok septik pada sekitar 25%

pasien, patogen yang umum

o Streptococcus pneumoniaeo Klebsiella pneumoniaeo Staphylococcus aureuso Escherichia colio Legionella specieso Haemophilus specieso Anaerobeso Gram-negative bacteriao Fungi

Infeksi traktus urinarius yang menyebabkan syok septik pada sekitar 25% pasien, patogen yang umum : o E colio Proteus specieso Klebsiella specieso Pseudomonas specieso Enterobacter specieso Serratia species

Infeksi jaringan lunak yang menyebabkan syok septik pada sekitar 15% pasien, patogen yang umu :

o S aureuso Staphylococcus epidermidiso Streptococcio Clostridiao Gram-negative bacteriao Anaerobes

Infeksi traktus gastro-intestinal yang menyebabkan syok septik pada 15% pasien, patogen yang umum :

o E colio Streptococcus faecaliso Bacteroides fragiliso Acinetobacter specieso Pseudomonas specieso Enterobacter specieso Salmonella species

Infeksi saluran reproduktif laki-laki dan perempuan yang menyebabkan syok septik pada sekitar 10% pasien, patogen yang umum :

o Neisseria gonorrhoeaeo Gram-negative bacteriao Streptococci

7

Page 8: Referat Dr.peni Yusfa

o AnaerobesBenda asing yang mengakibatkan infeksi berkontribusi 5% pada syok septik. S

aureus, S epidermidis, adan fungi/yeasts (eg, Candida species) merupakan patogen yang umum.

Infeksi lain-lain menyebabkan 5% syok septik. Neiserriameningitidis merupakan enyebab tersering pada golongan ini.

2.5 Patofisologi

Skema Infeksi - Sepsis

Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada

bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam

plasma, dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh

hepatosit, diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam

sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein,

kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP

sehingga mempercepat ikatan dengan CD14.1,2 Kompleks CD14-LPS menyebabkan

transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK),

protein kinase C (PKC), suatu  faktor transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA

8

Page 9: Referat Dr.peni Yusfa

sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel

melalui toll like receptor-2 (TLR2) (Widodo, 2004).

Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid

(LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif

menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan komponen

dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas

II dari antigen presenting cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T, kemudian akan

mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang

berlebih (Calandra, 2003).

a. Peran Sitokin pada Sepsis

Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi

dan invasi mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator

inflamasi yang berlebih, yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik,

aktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi

kaskade protein plasma seperti komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid,

oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator

antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut,

inhibitor proteinase dan berbagai hormon (Widodo, 2004).

Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting

adalah TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai

antiinflamasi. Pengaruh TNF-α dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas

endotel meningkat, ekspresi TF, penurunan regulasi trombomodulin sehingga

meningkatkan efek prokoagulan, ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-

CAM1, PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1, PGE2 dan PGI2,

pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan mediator

primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder seperti prostaglandin E2 (PGE2),

tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF), peptida vasoaktif seperti

bradikinin dan angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti histamin dan serotonin

di samping zat-zat lain yang dilepaskan yang berasal dari sistem komplemen (Nelwan,

2004). 

9

Page 10: Referat Dr.peni Yusfa

Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi

pada sepsis berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi (Hotckin, 2003).

b. Peran Komplemen pada Sepsis

Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi

respons imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi

dari sirkulasi. Pada sepsis, aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif,

selain jalur klasik. Potongan fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a

(anafilatoksin) akan berikatan pada reseptor di sel menimbulkan respons inflamasi

berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi pembentukan radikal oksigen,

ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan permeabilitas kapiler dan ekspresi faktor

jaringan (Widodo, 2004).

c. Peran NO pada Sepsis

NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular.

Pada sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan

hemodinamik berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi

karena dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan

menghambat agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan

dengan renjatan septik yang tidak responsif dengan vasopresor (Widodo, 2004).

d. Peran Netrofil pada Sepsis

Pada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan

pengaruh mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi

umumnya meningkat, walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun.

(Widodo, 2004). Netrofil seperti pedang bermata dua pada sepsis. Walaupun netrofil

penting dalam mengeradikasi kuman, namun pelepasan berlebihan oksidan dan

protease oleh netrofil dipercaya bertanggungjawab terhadap kerusakan organ.

(Hotckin, 2003). Terdapat 2 studi klinis yang menyatakan bahwa menghambat fungsi

netrofil untuk mencegah komplikasi sepsis tidak efektif, dan terapi untuk

meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil pada pasien dengan sepsis juga tidak efektif

(Hotckin, 2003).

10

Page 11: Referat Dr.peni Yusfa

Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang

menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan

vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer.

Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler

karena vasodilatasi perifer meyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan

peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskular ke

interstisial yang terlihat sebagai edema.

Pada syok sepsis hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi

jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin

kuman (anonim, 2008).

Berlanjutnya proses inflamasi yang maladaptive akan menyebabkan gangguan fungsi

berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multiple (MODS/MOF). Proses

MOF merupakan kerusakan (injury) pada tingkat seluler (termasuk disfungsi endotel),

gangguan perfusi ke organ/jaringan sebagai akibat hipoperfusi, iskemia reperfusi, dan

mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang ikut berperan adalah terdapatnya faktor humoral

dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori-protein, translokasi

toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan (Khei

Chen, 2006).

Skema Syok Septik akibat Infeksi Kuman Gram Negatif

11

Page 12: Referat Dr.peni Yusfa

Skema Gangguan Hemodinamik pada Pasien Sepsis

2.6 Gejala Klinik

a. Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan kering.

b. Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi keras

dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan

ekstremitas hangat.

c. Disertai tanda-tanda sepsis.

d. Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari, perubahan

status mental.

Bila ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak toksik,

takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya sepsis

(tersangka sepsis).

Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis keadaan tersangka

sepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis atau lekopenia,

12

Page 13: Referat Dr.peni Yusfa

trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+), LED meningkat

dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).

Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda

syok (nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan

penurunan tekanan darah).

Gejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok

hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam, tekanan

darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume

intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat,

tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar. (anonim, 2008)

Perubahan hemodinamik

Tanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada awal adalah hipovolemia, baik

relatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan).

Kejadian ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehingga

apabila volume intravaskule adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis berat

kemampuan kontraksi otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung intrinsik

(sistolik dan diastolik) terganggu.

Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia daripada peningkatan

volume sekuncup), tetapi aliran darah perifer tetap berkurang. Status hemodinamika pada

sepsis berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik (vasodilatasi dan meningkatnya

aliran darah), pada stadium lanjut kenyataannya lebih mirip status hipodinamik

(vasokonstriksi dan aliran darah berkurang).

Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik adalah gangguan ekstraksi

oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga

kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO2

(pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok septic

dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan.

Karakteristik lain sepsis berat dan syok septik adalah terjadinya hiperlaktataemia,

mungkin hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dys-oxia jaringan

(produksi energi dalam keterbatasan oksigen) (Guntur, 2008).

13

Page 14: Referat Dr.peni Yusfa

Korelasi Gejala Klinis Syok dengan Mekanisme dalam Tubuh

Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi, dekompensasi

(sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).2

Fase I : kompensasiPada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui mekanisme

kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya resistensi sistemik

dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke organ vital seperti

jantung, paru dan otak. Tekanan darah diastolik tetap normal sedangkan tekanan darah sistolik

meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi menyempit).

Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara temporer dengan

meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi vasopressin dan

renin – angiotensin – aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air

dalam sirkulasi.

Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan dingin

dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.

14

Page 15: Referat Dr.peni Yusfa

Fase II : Dekompensasi.Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung yang

adekuat dan sistem sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang buruk tidak

lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara anaerobic yang

tidak efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-asam lainnya

yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan terbentuknya asam

karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.

Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons terhadap

katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme energi

dependent pompa Na/K ditingkat selular, akibatnya integritas membran sel terganggu, fungsi

lisosom dan mitokondria akan memburuk yang dapat berakhir dengan kerusakan sel. Lambatnya

aliran darah dan kerusakan reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat memperburuk

keadaan syok dengan timbulnya agregasi tombosit dan pembentukan trombos disertai tendensi

perdarahan.

Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin, serotonin,

sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1), xanthin, oxydase yang dapat

membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator oleh

makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada keadan syok

yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi arteriol dan

peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang kembali kejantung

(venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.

Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah mulai

turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refilling bertambah lama),

oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan depresi susunan syaraf

pusat (penurunan kesadaran).

Fase III : IrreversibleKegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus berlanjut, sehingga

terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi sistem multi organ lainnya. Cadangan fosfat

15

Page 16: Referat Dr.peni Yusfa

berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar, sintesa ATP yang baru hanya

2% / jam dengan demikian tubuh akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi walaupun system

sirkulasi dapat dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur, nadi

tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-tanda kegagalan

sistem organ lain.

2.7 Diagnosis

Diagnosis awal sepsis atau syok septik tergantung pada kepekaan dokter untuk

menilai pasien dengan dan tanda awal yang tidak spesifik seperti takipnnea, dispnea,

takikardia dengan keadaan hiperdinamik, vasodilatasi perifer, instabilitas tempratur, dan

perubahan keadaan mental. Keadaan seperti ini penting di perhatikan pada seperti pada

wanita – wanita dengan resiko tinggi seperti pyelonefritis, korioamnionitis, endometritis,

abortus septik, atau telah menjalani prosudur operasi emergensi. Diagnosa dan penanganan

awal ini sangat menentukan keberhasilan hidup pasien.

Tanda yang tampak tergantung dari fase syok septik dan tipe kerusakan organ yang

terjadi, tetapi hipotensi selalu ditemukan. Kebanyakan pasien mengalami peningkatan

temperatur dan lekosit dengan pergeseran ke kiri, tetapi pada beberapa pasien terjadi

penurunan temperatur dan kadar leukosit dibawah normal. Sebagai akibat dari keadaan

hiperdinamik jantung, terjadi gejala gejala pada jantung seperti iskemia, gagal jantung kiri,

atau aritmia. Konsekuansi klinik dari DIC adalah perdarahan, trombosis dan hemolisis

mikroangiopati. Karena pada syok sepsis potensi terjadinya disfungsi ginjal dan

hipovulemia, manifestasi klinik dapat berupa oligouria, hematuria dan proteinuria.

Dalam hal membantu menegakkan diagnosa sepsis atau syok septik, selain melalui

pemeriksaan fisik, juga diperlukan pemeriksaan rongen dan kultur. Dua kuman yang sangat

virulen dengan angka mortalitas yang tinggi adalah Streptokokus pyogens ( group A

streptokokus ) dan Clostridium Sordeli.

2.8 Penatalaksanaan

Dalam melakukan evaluasi pasien sepsis, diperlukan ketelitian dan pengalaman

dalam mencari dan menentukan sumber infeksi, menduga patogen yang menjadi penyebab

(berdasarkan pengalaman klinis dan pola kuman di RS setempat), sebagai panduan dalam

memberikan terapi antimikroba empirik.1,5,6

16

Page 17: Referat Dr.peni Yusfa

Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi,

mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi

antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor

dan inotropik,  terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi

imunologi bila terjadi respons imun maladaptif host terhadap infeksi.

a. Resusitasi

Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi,

terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila

diperlukan. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami

hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine

>0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi

oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg,

maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian

dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit).6

b. Banyak pasien syok sepsis terjadi penurunan volume intravaskuler, sebagai respon

pertama harus diberikan cairan jika terjadi penurunan tekanan darah. Untuk

mencapai cairan yang adekuat pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2 jam.

Jika tekanan darah tidak membaik dengan pemberian cairan maka perlu

dipertimbangkan pemberian vasopressor seperti dopamin dengan dosis 5-10

ug/kgBB/menit. Dopamin diberikan bila sudah tercapai target terapi cairan, yaitu

MAP 60mmHg atau tekanan sistolik 90-110 mmHg. Dosis awal adalah 2-5 μmg/Kg

BB/menit. Bila dosis ini gagal meningkatkan MAP sesuai target, maka dosis dapat di

tingkatkan sampai 20 μg/ KgBB/menit. Bila masih gagal, dosis dopamine

dikembalikan pada 2-5 μmg/Kg BB/menit, tetapi di kombinasi dengan levarterenol

(noreepinefrin). Bila kombinasi kedua vasokonstriktor masih gagal, berarti

prognosisnya buruk sekali. Dapat juga diganti dengan vasokonstriktor lain (fenilefrin

atau epinefrin)      

c. Eliminasi sumber infeksi

Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya

tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan

17

Page 18: Referat Dr.peni Yusfa

implan prostesis yang terinfeksi.1 Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti

resusitasi yang adekuat.6

d. Terapi antimikroba

Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi

antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis

berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki

aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang

diduga sumber sepsis.6 Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram

negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti

karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses

inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan

gagal multi organ.1  

Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data

mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti

bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi.

Indikasi terapi kombinasi yaitu:

Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui

Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni

Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen (pseudomonas

aureginosa, enterokokus)

e. Terapi suportif

1) Oksigenasi

Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan

penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera

dilakukan.

2) Terapi cairan

Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9%

atau ringer laktat) maupun koloid.1,6

Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik

melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.

Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar

Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan

18

Page 19: Referat Dr.peni Yusfa

renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih

kontroversi antara 8-10 g/dL.

3) Vasopresor dan inotropic

Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan

pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor

diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60

mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamin

>8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit, phenylepherine

0.5-8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat

digunakan: dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin

0.1-0.5 μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone).1

4) Bikarbonat

Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat

<9 mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.1

5) Disfungsi renal akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien

hipovolemik/hipotensi, segera diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat,

vasopresor dan inotropik bila diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3

μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal pada

sepsis, namun secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi pengganti

gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.1

6) Nutrisi

Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,

glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi dan

penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin.

Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme protein.

Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan

mineral perlu diberikan sedini mungkin.1

7) Kontrol gula darah

Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan

mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin

untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada

kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL.

19

Page 20: Referat Dr.peni Yusfa

Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam

praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.

8) Gangguan koagulasi

Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi

dan DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di

sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas

antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus menumpuk

di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan, berupa

heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan dapat

diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.

Untuk masa mendatang pengobatan dengan antibodi monoklonal

merupakan harapan dan diharapkan dapat menurunkan biaya pengobatan dan

dapat meningkatkan efektifitas. Pada binatang percobaan pemberian TNF

antibodi hanya efektif bila diberikan sebagai profilak. Suatu studi preklinik

dengan antibodi CB0006 dan TNF antibodi lainnya dapat digunakan sebagai

profilak dan mungkin juga dapat digunakan untuk pengobatan walaupun

terapeutic window-nya sempit. Pemberian HA-1A Human monoclonal

antibody sebaiknya dipertimbangkan pada pasien sepsis yang penyebabnya

dicurigai bakteri Gram negative, terutama pada sumber infeksi saluran cerna

dan saluran kemih yang sering disebabkan kuman Gram negatif (Mansjoer,

2001).

9) Kortikosteroid

Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison

dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan

septik menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan

tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.6

Pemberian kortikosteroid pada binatang percobaan yang dibuat sepsis

dapat menurunkan angka mortalitas. Pada suatu studi prospektif pada manusia

pemberian dosis tinggi 30 mg metil prednisolon/kgBB dan diikuti 5

mg/kgBB/jam sampai 9 jam pada ke dua studi ini tidak didapatkan peningkatan

angka mortalitas (Root, 1991). Pada penelitian yang lain juga didapatkan hasil

yang sama dan hanya dapat memperbaiki keadaan shock tetapi tidak

20

Page 21: Referat Dr.peni Yusfa

memperbaiki angka mortalitas (Sprung,1984; Bone, 1987; Hinshaw 1987;

Cohen, 1991).

f. Modifikasi respons inflamasi

Anti endotoksin (imunoglobulin poliklonal dan monoklonal, analog

lipopolisakarida); antimediator spesifik (anti-TNF, antikoagulan-antitrombin, APC,

TFPI; antagonis PAF; metabolit asam arakidonat (PGE1), antagonis bradikinin,

antioksidan (N-asetilsistein, selenium), inhibitor sintesis NO (L-NMMA);

imunostimulator (imunoglobulin, IFN-γ, G-CSF, imunonutrisi); nonspesifik

(kortikosteroid, pentoksifilin, dan hemofiltrasi). Endogenous activated protein C

memainkan peranan penting dalam sepsis: inflamasi, koagulasi dan fibrinolisis.

Drotrecogin alfa (activated) adalah nama generik dari bentuk rekombinan dari human

activated protein C yang diindikasikan untuk menurunkan mortalitas pada pasien

dengan sepsis berat dengan risiko kematian yang tinggi.

2.9 Komplikasi

Multiple Organ Failure

DIC

Respirotary Distr.Syndrome

Acute Renal Failure

Hepatobilier disfunction

FDP≥ 1:40 atau D-dimers ≥2,0 dengan

rendahnya

platelet

Memanjangnya waktu:

- protrombin

- partial thromboplastin

- Perdarahan

Hipoksemia

Kreatinin > 2,0 ug/dl

Na. Urin 40 mmol/L

Kelainan prerenal sudah disingkirkan

Bil.>34 umol/L (2,0 mg/dL)

21

Page 22: Referat Dr.peni Yusfa

Central Nervous System Disf..

Harga alk. Fosfatase, SGOT, SGPt dua kali

harga

normal

GCS < 15

2.10 Prognosis

Keseluruhan angka kematian pada pasien dengan syok septik menurun dan sekarang

rata-rata 40% (kisaran 10 to 90%, tergantung pada karakteristik pasien). Hasil yang buruk

sering mengikuti kegagalan dalam terapi agresif awal (misalnya, dalam waktu 6 jam dari

diagnosa dicurigai). Setelah laktat asidosis berat dengan asidosis metabolik decompensated

menjadi mapan, terutama dalam hubungannya dengan kegagalan multiorgan, syok septik

cenderung ireversibel dan fatal.

22

Page 23: Referat Dr.peni Yusfa

BAB III

KESIMPULAN

Bila ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak toksik,

takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya sepsis

(tersangka sepsis).

Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis keadaan tersangka

sepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis atau lekopenia,

trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+), LED meningkat

dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).

Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok

(nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan

penurunan tekanan darah).

Keadaan syok sepsis merupakan kegawatdaruratan klinik yang membutuhkan reaksi

cepat untuk menyelamatkan nyawa pasien. Terapi yang diberikan berupa resusitasi, eliminasi

sumber infeksi, terapi antimikroba, dan terapi suportif.

23

Page 24: Referat Dr.peni Yusfa

REFERENSI

1. Widodo D, Pohan HT (editor). Bunga rampai penyakit infeksi. Jakarta: 2004; h.54-88.

2. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.

3. British Journal of Anesthesia.Anesthesic Management in Patients With Severe Sepsis.

[online]. Cited May 2013. Available from : http://bja.oxfordjournals.org/content/105/6/

734/T1. expansion.html

4. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah Tahunan

Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: 2003; h. S15-18

5. Ron Daniels. Tim Nutbeam. ABC of Sepsis.2010. UK : Wiley Blackwell – BMJ books.

6. Sands KE, Bates DW, Lanken PN, Graman PS, Hibberd PL, Kahn KL, et al.

Epidemiology of sepsis syndrome in 8 academic medical centers. JAMA. Jul 16

1997;278(3):234-40. 

7. Kumar A, Roberts D, Wood KE, Light B, Parrillo JE, Sharma S, et al. Duration of

hypotension before initiation of effective antimicrobial therapy is the critical determinant

of survival in human septic shock. Crit Care Med. Jun 2006;34(6):1589-96. 

8. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa SP, Dhainaut JF, Lopez-Rodriguez A, et al.

Efficacy and safety of recombinant human activated protein C for severe sepsis. N Engl J

Med. Mar 8 2001;344(10):699-709. 

9. Bernard GR, Artigas A, Brigham KL, Carlet J, Falke K, Hudson L, et al. The American-

European Consensus Conference on ARDS. Definitions, mechanisms, relevant outcomes,

and clinical trial coordination. Am J Respir Crit Care Med. Mar 1994;149(3 Pt 1):818-

24. 

10. Michael R. Pinsky. Septic Shock. [online] cited May 2013. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/168402

11. Bochud PY, Calandra T. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implication for future

treatment. BMJ 2003;325:262-266. Available at: http://www.bmj.com

12. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah Tahunan

Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: 2003; h. S15-18.

24

Page 25: Referat Dr.peni Yusfa

13. Hotckins RS, Karl I. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J Med

2003;348 (2): 138-150. Available at: http://www.nejm.com

14. Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, Gerlach H, Calandra T, Cohen J, et.al. Surviving

sepsis campaign guidelines for mangement of severe sespis and septic shock. Crit Care

Med 2004;32(3):858-72.

15. Wheeler AP, Bernard G. Treating patient with severe sepsis.[online]. Cited May 2013.

Available at: http://www.nejm.com

25