Upload
tarash-burhanuddin-hassan
View
18
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Referat Eritroskuamosa
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatosis Eritroskuamosa
Dermatosis eritroskuamosa merupakan penyakit kulit yang ditandai terutama oleh adanya eritema
dan skuama. Eritema merupakan kelainan pada kulit berupa kemerahan yang disebabkan oleh
pelebaran pembuluh darah kapiler yang bersifat reversibel. Skuama merupakan lapisan dari
stratum korneum yang terlepas dari kulit. Maka, kelainan kulit yang terutama terdapat pada
dermatosis eritroskuamosa adalah berupa kemerahan dan sisik/terkelupasnya kulit.
Dermatosis eritroskuamosa terdiri dari beberapa penyakit kulit yang digolongkan di dalamnya,
antara lain: psoriasis, parapsoriasis, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, dan eritroderma.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PSORIASIS
Definisi
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, dimana bersifat kronik dan residif,
ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan seperti mika; disertai dengan fenomena tetesan lilin,Auspitz, dan
Kobner. Psoriasis termasuk juga dalam sejenis penyakit kulit yang penderitanya mengalami
proses pergantian kulit yang terlalu cepat. Kemunculan penyakit ini terkadang untuk jangka
waktu lama dan berulang (kronik residif), penyakit ini secara klinis sifatnya tidak mengancam
jiwa, tidak menular tetapi karena timbulnya dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja sehingga
dapat menurunkan kualitas hidup serta menggangu kekuatan mental seseorang bila tidak dirawat
dengan baik.1
Berbeda dengan pergantian kulit pada manusia normal yang biasanya berlangsung selama
tiga sampai empat minggu (±27 hari), proses pergantian kulit pada penderita psoriasis
berlangsung secara cepat yaitu sekitar 3-4 hari, (bahkan bisa terjadi lebih cepat) pergantian sel
kulit yang banyak dan menebal.
Sampai saat ini penyakit Psoriasis belum diketahui penyebabnya secara pasti, sehingga
belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan secara total penyakit ini.
Epidemiologi
Psoriasis dapat dijumpai di seluruh belahan dunia dengan angka kesakitan (insiden rate)
yang berbeda. Pada orang kulit putih lebih tinggi dibanding kulit berwarna. Di Eropa dilaporkan
sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di Jepang 0,6%. Insidens pada pria agak
lebih banyak daripada wanita Sedangkan dari segi umur, Psoriasis dapat mengenai semua usia,
namun biasanya lebih kerap dijumpai pada orang dewasa.1
Etiologi
Penyebab Psoriasis hingga kini belum diketahui secara pasti. Diduga beberapa faktor
2
sebagai pencetus timbulnya Psoriasis, antara lain:1,2
Faktor herediter (genetik).
Disebutkan bahwa seseorang beresiko menderita Psoriasis sekitar 34-39% jika salah satu orang
tuanya menderita Psoriasis, dan sekitar 12% jika kedua orang tuanya tidak menderita Psoriasis.
Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe psoriasis yaitu tipe I dengan awitan dini bersifat
familial, psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyokong
adanya faktor genetik ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I
berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6, sedangkan psoriasis tipe II berkaitan
dengan HLA-B27 dan Cw2.
Faktor psikis.
Sebagian penderita diduga mengalami Psoriasis karena dipicu oleh faktor psikis. Sedangkan
stress, gelisah, cemas dan gangguan emosi lainnya berperan menimbulkan kekambuhan.
Padahal penderita Psoriasis pada umumnya stress lantaran melihat bercak di kulitnya yang tak
kunjung hilang.
Faktor infeksi fokal.
Beberapa infeksi menahun (kronis) diduga berperan pada timbulnya Psoriasis. Infeksi fokal
mempunyai hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis ialah psoriasis gutata yang
umumnya disebabkan oleh streptococcus.
Penyakit metabolik (misalnya diabetus melitus laten).
Faktor cuaca.
Pada beberapa penderita mempunyai kecenderungan membaik saat musim panas dan kambuh
pada musim hujan.
Silang pendapat seputar faktor-faktor pemicu timbulnya Psoriasis masih berlangsung.
Karenanya tak perlu heran jika kita mendengar berbagai perbedaan terkait pencetus Psoriasis.
Gambaran klinis
Pada tahap permulaan, mirip dengan penyakit-penyakit kulit dermatosis eritroskuamosa
(penyakit kulit yang memberikan gambaran bercak merah bersisik). Namun gambaran klinis akan
makin jelas seiring dengan waktu lantaran penyakit ini bersifat menahun (kronis).1
Gejala-gejala Psoriasis adalah sebagai berikut sebagian penderita hanya mengeluh gatal
ringan. Tempat predileksi di kulit, terutama di siku, lutut, daerah tulang ekor (lumbosakral).
3
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama di
atasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema yang
di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna
putih seperti mika serta trasnparan. Besar kelainan bervariasi : lentikular, nummular atau plakat
dan dapat berkonfluensi., jika seluruhnya atau sebagian besar lentikular disebut dengan psoriasis
gutata.1,2
Gambar 1. Tempat predileksi pada penyakit psoriasis
4
Gambar 2. Tampak Plak Eritema dan Skuama Kasar pada kedua lutut pasien psoriasis
Pada Psoriasis terdapat fenomena tetesan lilies, Auspitz dan Kobner. Kedua fenomena
yang disebut lebih dahulu dianggap khas,sedangkan fenomena kobner dianggap tak khas.
Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih seperti lilin yang
digores disebabkan oleh karena berubahnya indeks bias. Cara menggores dapat menggunakan
pinggir gelas alas. Fenomena Auspitz tampak seperti serum atau darah berbintik-bintik yang
disebabkan oleh papilomatosis, caranya : skuama yang berlapis-lapis dikerik dengan
menggunakan pinggir gelas alas. Setalah skuamanya habios, pengerokan dilakukan perlahan-
lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan yang berbintik-bintik melainkan
perdarahan yang merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis misalnya akibat garukan, dapat
menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang disebut fenomena kobner. 1
5
Gambar 3. Tanda dan Gejala pada Psoriasis
Selain di kulit, psoriasis dapat mengenai kuku yang disebut pitting nail atau nail pit berupa
lekukan-lekukan miliar dan kelainan pada sendi (jarang).
Bentuk klinis
Berdasarkan bentuk klinis, psoriasis dibedakan menjadi beberapa macam, yakni:1
1. Psoriasis vulgaris
Bentuk ini ialah yang lazim ditemukan, karena itu disebut vulgaris. Dinamakan juga tipe plak
karena lesinya pada umumnya berbentuk plak. Tempat predileksinya seperti yang telah
diterangkan di atas.
2. Psoriasis gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbul mendadak dan diseminata,
umumnya setelah infeksi streptococcus di saluran napas bagian atas sehabis influenza atau
morbili, terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu juga dapat timbul setelah infeksi
6
yang lain, baik bakterial maupun viral
3. Psoriasis inversa
Disebut juga psoriasis fleksural karena mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor
sesuai dengan namanya.
4. Psoriasis eksudativa
Bentuk ini sangat jarang dan kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut
5. Psoriasis seboroik
Gambaran klinis bentuk ini merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis seboroik,
skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak.
6. Psoriasis pustulosa
Ada 2 pendapat mengenai psoriasis jenis ini, pertama dianggap sebagai penyakit tersendiri,
kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa, bentuk
lokalisata dan generalisata. Bentuk lokalisata, contohnya psoriasis pustulosa palmo-plantar
(Barber). Sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis pustulosa generalisata akut
(von Zumbusch).
a. Psoriasis pustulosa palmo-plantar (Barber)
Penyakit ini bersifat kronik dan residif, mengenai telapak tangan atau telapak kaki
atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustul kecil steril dan dalam,
di atas kulit yang eritematosa, disertai rasa gatal.
b. Psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch)
Sebagai faktor provokatif banyak, misalnya obat yang tersering karena
penghentian kortikosteroid sistemik. Obat lain contohnya, penisilin dan derivatnya
(ampisilin dan amoksisilin) serta antibiotik betalaktam yang lain, hidroklorokuin, kalium
jodida, morfin, sulfapiridin, sulfonamida, kodein, fenilbutason dan salisilat. Faktor lain
selain obat, ialah hipokalsemia, sinar matahari, alkohol, stres emosional, serta infeksi
bakterial dan virus.
Penyakit ini dapat timbul pada penderita yang sedang atau telah menderita
psoriasis. Dapat pula muncul pada penderita yang belum pernah menderita psoriasis.
Gejala awalnya ialah kulit yang nyeri, hiperalgesia disertai gejala umum berupa
demam, malaise, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin eritematosa.
Setelah beberapa jam timbul banyak plak edematosa dan eritematosa pada kulit yang
7
normal. Dalam beberapa jam timbul banyak pustul milier pada plak-plak tersebut. Dalam
sehari pustul-pustul berkonfluensi membentuk “lake of pus” berukuran beberapa cm.
Kelainan-kelainan semacam itu akan berlangsung terus menerus dan dapat
menjadi eritroderma. Pemeriksaan laboratorium menunjukan leukositosis (dapat mencapai
20.000/μl), kultur pus dari pustul steril.
7. Psoriasis eritroderma
Dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri
yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat
eritema dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi psoriasis masih tampak samar-samar,
yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih meninggi.
Histopatologi
Psoriasis memberikan gambaran histopatologi yang khas yasitu parakeratosis dan
akantosis. Pada stratum spinosum terdapat kelompok leukosit yang disebut abses Munro. Selain
itu terdapat juga papilomatosis dan vasodilatasi subepidermal.1
Diagnosis banding
Pada diagnosis banding hendaknya selalu diingat, bahwa pada psoriasi terdapat tanda-
tanda yang khas yakni skuama yang kasar, transparan dan berlapis-lapis,fenomena tetesan lilin
dan Auspitz.
Pada stadium penyembuhan telah dijelaskan bahwa eritema dapat terjadi, hanya di
pinggir, hingga menyerupai Dermatofitosis. Perbedaannya ialah pada dermatofitosis gatal sekali
dan ditemukan jamur pada sediaan langsung.1
Dermatitis seboroik, berbeda dengan psoriasis karena skuamanya berminyak dan
kekuningan serta bertempat predileksi di tempat yang seboroik.
Penatalaksanaan
Mengingat bahwa hingga kini belum dapat diberikan pengobatan kausal (menghilangkan
penyebabnya), maka pengobatan yang dilakukan adalah upaya untuk meminimalisir keluhan,
yakni:1,2
1. Menekan atau menghilangkan faktor pencetus (stress, infeksi fokal, menghindari gesekan
mekanik, dll).
8
2. Mengobati bercak-bercak psoriasis.
Pengobatan topikal (obat luar: salep, krim, pasta, larutan) merupakan pilihan utama untuk
pengobatan psoriasis. Obat-obat yang lazim digunakan, antara lain:
- Kortikosteroid topical memberikan hasil yang baik. Potensi dan vehikulum
bergantung pada lokasi. Pada scalp, daerah muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih
potensi sedang. Pada batang tubuh dan ekstremitas digunakan salap dengan potensi
kuat atau sangat kuat bergantung pada lama penyakit. Jika telah terjadi perbaikan
maka potensinya dan frekuensinya diturunkan perlahan-lahan.
- Ter (misalnya, LCD 2-5%). Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5%, dimulain dengan
konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan. Asam salisilat
dapat ditambahkan untuk meningkatkan daya penetrasi supaya pengobatan lebih
efektif.
- Antralin dikatakan efektif. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8%, dalam
pasta, salap atau krim. Lama pemakaian hanya ¼ - ½ jam sehari sekali untuk
mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.
- Pengobatan penyinaran dengan ultraviolet. Sinar ultraviolet mempunyai efek
menghambat mitosis, sehingga digunakan untuk pengobatan psoriasis. Sinar UV yang
digunakan diantaranya sinar A yang dikenal dengan UVA.
Pengobatan sistemik (obat minum, suntikan). Cara ini dilakukan dengan berbagai
pertimbangan karena adanya kemungkinan efek samping yang ditimbulkannya pada
pemakaian jangka panjang. Obat-obat yang biasa digunakan diantaranya:1
- Kortikosteroid dapart mengontrol psoriasis. Dosisi ekuivalen dengan prednisone 30
mg perhari. Setelah membaik dosisi diturunkan perlahan-lahan, kemudian diberikan
dosis pemeliharaan.
- Metotreksat (MTX) adalah obat sitostatik yang biasa digunakan. Indikasinya adalah
psoriasis, psoriasis pustulosa. Cara penggunaan metotreksat ialah mula-mula diberikan
tes dosis inisial 5 mg per os untuk mengetahui apakah ada gejala sensitivitas atau
gejala toksik. Jika tidak terjadi efek yang tidak dikehendaki diberikan dosis 3 x 2,5 mg
dengan interval 12 jam dalam seminggua dengan dosis total 7,5 mg. jika tidak tampak
perbaikan dosis dinaikkan 2,5 mg – 5 mg per minggu.
- Retinoid digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain
9
mengingat efek sampingnya. Dosisnya bervariasi; pada bulan pertama diberikan 1
mg/kgBB, jika belum terjadi perbaiakn dosis dapat dinaikkan menjadi 1½ mg/kgBB.
- Siklosporin berefek imunosupresif. Dosisnya 6 mg/kgBB sehari. Bersifat nefrotoksik
dan hepatotoksik.
Pengobatan kombinasi , cara ini meliputi: kombinasi psoralen dengan penyinaran
ultraviolet (PUVA), kombinasi obat topikal dan sistemik.
Prognosis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, namun penyakit ini bersifat kronik
residif. Belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan secara total karena penyebab pasti
psoriasis belum diketahui. Namun, psoriasis dapat dikendalikan agar tidak mudah kambuh
dengan cara menghindari faktor-faktor pencetusnya.2
PARAPSORIASIS
Definisi
Parapsoriasis merupakan penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, pada
umumnya tanpa keluhan, kelainan kulit ditandai dengan adanya eritema dan skuama, pada
umumnya tanpa keluhan dan berkembang secara perlahan-lahan dan kronik. Tahun 1902, Brock
pertama kali menggambarkan 3 tanda utama yaitu Pitiriasis lichenoides (akut dan kronik),
Parapsoriasis plak yang kecil dan Parapsoriasis plak yang luas (parapsoriasis dan plak).1
Epidemiologi
Diagnosis parapsoriasis jarang dibuat dikarenakan criteria diagnosis masih controversial.
Di Eropa lebih banyak dibuat diagnosis parapsoriasis daripada di Amerika Serikat.
Klasifikasi
Pada umumnya parapsoriasis dibagi menjadi 3 bagian yaitu :1
Parapsoriasis gutata
Parapsoriasis variegata
Parapsoriasis en plaque
10
Gambaran klinis
Parapsoriasis Gutata
Bentuk ini terdapat pada dewasa muda terutama pada pria dan relative paling sering
ditemukan. Ruam terdiri atas papul miliar serta lentikular, ertiema dan skuama dapat
hemoragik, kadang-kadang berkonfluensi, dan umumnya simetrik. Penyakit ini sembuh
spontan tanpa meninggalkan sikatriks. Tempat predileksi pada badan, lengan atas dan paha,
tidak tedapat pada kulit kepala, muka dan tangan.1
Bentuk ini biasanya kronik, tetapi dapat akut dan disebut parapsoriasis gutata akut
( penyakit Mucha-Habermann). Gambaran klinisnya mirip varisela, kecuali ruam yang telah
disebutkan dapat ditemukan vesikel, papulonekrotik dan krusta. Jika sembuh meninggalkan
sikatriks seperti variola, karena itu dinamakan pula psoriasis varioliformis akuta atau pitiriasis
likenoides et varioliformis akuta atau pitiriasis likenoides et varioliformis.1
ParapsoriasisVariegata
Kelainan ini terdapat pada badan, bahu dan tungkai, bentuknya seperti kulit zebra; terdiri
atas skuama dan eritema yang brgaris-garis.
Parapsoriasis en Plaque
Insidens penyakit ini pada orang kulit berwarna rendah. Umumnya mulai pada usia
pertengahan, dapat terus-menerus atau mengalami remisis, lebih sering pada pria daripada
wanita. Tempat predileksi pada badan dan ektremitas. Kelainan kulit berupa bercak
eritematosa, permukaan datar, bukat atau lonjong dengan diameter 2,5 cm dengan sedikit
skuama yang berwarna merah jambu, coklat atau agak kuning. Bentuk ini sering berkembang
menjadi mikosis fungoides.3
Gambar 4. Tanda dan Gejala Klinis pada parapsoriasis
Histopatologi
Parapsoriasis gutata
11
Terdapat sedikit infiltrat limfohistiositik di sekitar pembuluh darah superficial, hyperplasia
epidermal yang ringan dan sedikit spongiosis setempat.1
Parapsoriasis variegata
Epidermis tampak meinipis disertai keratosis setempat-setempat. Pada dermis terdapat infiltrat
menyerupai pita terutama terdiri atas limfosit.1
Parapsoriasis en plaque
Gambarannya tak khas, mirip dermatitis kronik.
Diagnosis banding
Sebagai diagnosis banding adalah ptiriasis rosea dan psoriasis. Psoriasis berbeda dengan
parapsoriasis, karena pada psoriasis skuamanya tebal,kasar, berlapis-lapis, dan terdapat fenomena
tetesan lilin dan Auspitz. Selain itu gambaran histopatologiknya berbeda.1
Ruam pada pitiriasis rosea juga terdiri atas eritema dan skuama, tetapi perjalanannya tidak
menahun seperti pada parapsoriasis. Perbedaan lain adalah pada pitiriasis rosea susunan ruam
sejajar dengan lipatan kulit dan kosta. Pitiriasis rosea ditandai dengan suatu lesi yang berukuran
2-10 cm. Biasanya pitiriasis rosea berawal sebagai suatu bercak tunggal dengan ukuran yang
lebih besar, yang disebut herald patch atau mother patch. Beberapa hari kemudian akan muncul
bercak lainnya yang lebih kecil. Bercak sekunder ini paling banyak ditemukan di batang tubuh,
terutama di sepanjang tulang belakang dan penyebabnya tidak diketahui.1
Penatalaksanaan
Penyinaran dengan lampu ultraviolet merupakan terapi yang paling sering mendatangkan
banyak manfaat dan dapat membersihkan sementara ataupun menetap, atau bahkan hanya
meninggalkan scar yang minimal. Penyakit ini juga dapat membaik dengan pemberian
kortikosteroid topikal seperti yang digunakan pada pengobatan psoriasis. Meskipun demikian
hasilnya bersifat sementara dan sering kambuh. Obat yang digunakan diantaranya : kalsiferol,
preparat ter, obat antimalaria, derivat sulfon, obat sitostatik, dan vitamin E.1
Adapun pengobatan parapsoriasis gutata akut dengan eritromisin (40 mg/kg berat badan)
dengan hasil baik juga dengan tetrasiklin. Keduanya mempunyai efek menghambat kemotaksis
12
neutrofil.
Prognosis
Parapsoriasis secara khusus memiliki perjalanan penyakit yang kronik dan lama, kecuali
parapsoriasis en plaque yang berpotensi untuk menjadi mikosis fungoides, yang berpotensi lebih
fatal.1
PITIRIASIS ROSEA
Definisi
Pitiriasis rosea adalah salah satu penyakit kulit yang digambarkan oleh Camille Melchior
Gilbert (tahun 1860) sebagai penyakit kulit papulosquamous (Robert A Allen, MD), yakni
penyakit kulit dengan tanda bercak bersisik halus, berbentuk oval dan berwarna kemerahan.
Sementara Richard Lichenstein, MD, menyebutkan bahwa Pitiriasis rosea sudah dikenal sejak
lebih dari 2 abad yang lalu. Pitiriasis rosea bersifat self limited atau sembuh sendiri dalam 3-8
minggu.1
Etiologi
Penyebab pitiriasis rosea masih belum pasti, tetapi banyak gambaran klinis dan
epidemiologi yang menunjukkan bahwa agen penginfeksi bisa terlibat. Epidemik sejati belum
dilaporkan, dan kemungkinan bahwa pengalaman klinis terbaru dengan penyakit ini dapat
meningkatkan kecenderungan untuk mendiagnosa kasus-kasus selanjutnya bisa mengarah pada
kesan yang keliru bahwa penyakit ini menular. Akan tetapi, bukti epidemiologi yang dilaporkan
untuk keterlibatan infeksi (meskipun rendah) mencakup perjangkitan yang jarang dalam keluarga
atau rumah tangga, dengan fluktuasi musiman dan dari tahun ke tahun, bukti statistik untuk
pengelompokan dalam ruang dan waktu, dan kejadian yang lebih tinggi diantara para ahli
dermatologi dibanding para juru bedah telinga, hidung dan tenggorokan dan ahli-dermatologi
pra-spesialisasi.4
Riwayat alami penyakit, yakni lesi utama yang bisa terdapat pada tempat inokulasi, erupsi
sekunder menular setelah interval tertentu dan tidak seringnya serangan kedua, menunjukkan ciri-
ciri yang sama dengan banyak penyakit yang penyebabnya telah dipastikan infeksi. Gejala-gejala
konstitusional ringan yang sesekali telah dilaporkan dan bisa mendukung keterlibatan infeksi
13
pada penyakit ini, tetapi tidak sering ditemukan pada 108 pasien yang mengalami pitiriasis rosea
dibanding dengan kontrol yang jumlahnya sama. Perburukan kondisi yang menyertai terapi
steroid oral ditemukan pada beberapa kasus dan erupsi-erupsi mirip pitiriasis rosea telah
dilaporkan setelah transplantasi sumsum tulang, walaupun beberapa efek etiologi bisa terlibat
pada situasi seperti ini.5
Ada beberapa laporan yang mengkaitkan erupsi-erupsi mirip pitiriasis rosea dengan obat.
Ruam-ruam yang disebabkan oleh arsenik, bismuth, emas dan metopromazin tampaknya lebih
besar kemungkinannya memiliki reaksi lichenoid atipikal. Obat-obat lain yang terlibat mencakup
antara lain metronidazol, barbiturat, klonidin, captopril dan ketotifen. Pada beberapa laporan,
kemiripan erupsi dengan pityriasis rosea tidak terlalu dekat, dan pada beberapa laporan lainnya
kemiripan yang kebetulan ini bisa menjelaskan hubungan tersebut. Sehingga, meskipun beberapa
erupsi obat bisa menyerupai kondisi ini, belum ada bukti meyakinkan bahwa pityriasis rosea
tipikal bisa disebabkan oleh obat.
Sementara ahli yang lain mengaitkan dengan berbagai faktor yang diduga berhubungan dengan
timbulnya Pitiriasis rosea, diantaranya:4
Faktor cuaca hal ini karena Pitiriasis rosea lebih sering ditemukan pada musim semi dan
musim gugur.
Faktor penggunaan obat-obat tertentu seperti bismuth, barbiturat, captopril, merkuri,
methoxypromazine, metronidazole, D-penicillamine, isotretinoin, tripelennamine
hydrochloride, ketotifen, dan salvarsan.
Diduga berhubungan dengan penyakit kulit lainnya (dermatitis atopi, seborrheic dermatitis,
acne vulgaris) dikarenakan Pitiriasis rosea dijumpai pada penderita penyakit dengan
dermatitis atopik, dermatitis seboroik, acne vulgaris dan ketombe.
Gejala klinis
Tahap awal Pitiriasis rosea ditandai dengan lesi (ruam) tunggal (soliter) berbentuk oval,
berwarna pink dan di bagian tepi bersisik halus. Diameter sekitar 1-3 cm. Kadang bentuknya
tidak beraturan dengan variasi ukuran 2-10 cm. Tanda awal ini disebut herald patch yang
berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu. Rasa gatal ringan dialami oleh sekitar 75 %
14
penderita dan 25 % mengeluh gatal berat.1
Tahap berikutnya timbul sekitar 1-2 minggu (rata-rata 4-10 hari) setelah lesi awal,
ditandai dengan kumpulan lesi (ruam) yang berbentuk seperti pohon cemara terbalik (Christmas
tree pattern). Tempat tersering (predileksi) adalah badan, lengan atas dan paha atas. Pada tahap
ini Pitiriasis rosea berlangsung selama beberapa minggu. Selanjutnya akan sembuh sendiri dalam
3-8 minggu.1,5
Selain bentuk ruam kemerahan bersisik halus, variasi bentuk yang tidak khas (atipik)
dapat dijumpai pada sebagian penderita Pitiriasis rosea, terutama pada anak-anak, berupa
urtikaria, vesikel dan papul.4
Gambar 5. Tanda dan gejala klinis pada Pitiriasis Rosea
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan penemuan klinis. Pemeriksaan darah rutin tidak
dianjurkan karena biasanya memberikan hasil yang normal.
Diagnosis banding
o Tinea korporis
15
Gambaran klinis mirip yaitu berupa eritema dan skuama di pinggir serta bentuknya anular.
Perbedaanny yaitu pada pitiriasis rosea rasa gatal tidak begitu berat jika dibandingkan dengan
tinea korporis, dan skuama pada tinea korporis lebih kasar. Untuk memastikan diagnosis
dapat dilakukan pemeriksaan KOH.1
Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan bersifat simptomatis, untuk gatal dapat diberikan sedativa,
sedangkan sebagai obat topical dapat diberikan bedak asam salisilat yang dibubuhi mentol 1/2 – 1
%.
Edukasi
Walaupun Pitiriasis rosea bersifat self limited ( sembuh sendiri ), bukan tidak mungkin
penderita merasa risau dan sangat terganggu. Untuk itu diperlukan penjelasan kepada penderita
tentang penyakit yang dideritanya, antara lain:4,5
Menjelaskan kepada penderita dan keluarganya bahwa Pitiriasis rosea akan sembuh dalam
waktu lama.
Lesi kedua rata-rata berlangsung 2 minggu, kemudian menetap selama sekitar 2 minggu,
selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 minggu. Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa
Pitiriasis rosea berlangsung hingga 3-4 bulan.
ERITRODERMA
Eritroderma dianggap sinonim dengan Dermatitis Eksfoliativa, meskipun sebenarnya
mempunyai pengertian yang agak berbeda. Kedua istilah tersebut (keduanya boleh digunakan)
dipakai untuk menggambarkan keadaan dimana sebagian besar kulit berwarna merah, meradang
dan berskuama.
Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritem universalis (90-
100%), biasanya disertai skuama. Bila ertiemanya antara 50-90% dinamakan pre-eritroderma.
Pada definisi tersebut mutlak harus ada ialah eritema, sedangkan skuama tidak selalu terdapat,
misalnya pada eritroderma karena aleri obat sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, baru
16
kemudian pada stadium penyembuhan timbul skuama. Pada eritroderma yang kronik, eritema
tidak begitu jela karena bercampur dengan hiperpigmentasi.1
Patofisiologi
Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum (lapisan kulit yang paling
luar) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler, hipoproteinemia dan keseimbangan
nitrogen yang negatif. Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas, sejumlah besar panas akan
hilang jadi dermatitis eksfoliativa memberikan efek yang nyata pada keseluruh tubuh.1,6
Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama (pelepasan lapisan tanduk dari permukaan
kulit sel-sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel-sel yang baru terbentuk
bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik/plak jaringan epidermis.
Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non-imunologik dan
imunologik(alergi). Tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada mekanisme
imunoligik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah tersensitasi dengan
obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya berperan sebagai antigen yang
tidak lengkap (hapten). Obat/metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkojugasi dahulu
dengan protein misalnya jaringan, serum/protein dari membrane sel untuk membentuk antigen
obat dengan berat molekul yang tinggi daoat berfungsi langsung sebagai antigen lengkap.1,6
Manifestasi klinik
Eritroderma akibat alergi obat, biasanya secara sistemik. Biasanya timbul secara akut dalam
waktu 10 hari. Lesi awal berupa eritema menyeluruh, sedangkan skuama baru muncul saat
penyembuhan.
Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit yang tersering addalah psoriasis dan dermatitis
seboroik pada bayi (Penyakit Leiner). 1,6
- Eritroderma karena psoriasisDitemukan eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi
psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninngi daripada
sekitarnya dengan skuama yang lebih kebal. Dapat ditemukan pitting nail.
- Penyakit Leiner (eritroderma deskuamativum)Usia pasien antara 4-20 minggu keadaan
umum baik biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit berupa eritama seluruh tubuh disertai
skuama kasar.
17
- Eritroderma akibat penyakit sistemik, termasuk keganasan. Dapat ditemukan adanya
penyakit pada alat dalam, infeksi dalam dan infeksi fokal.
Gambar 6. Tanda dan Gejala pada Eritroderma
Pengobatan
1. Hentikan semua obat yang mempunyai potensi menyebabkan terjadinya penyakit ini.
2. Rawat pasien di ruangan yang hangat.
3. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misalnya dehidrasi, gagal
jantung, dan infeksi).
4. Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti.
5. Berikan steroid sistemik jangka pendek (bila pada permulaan sudah dapat didiagnosis adanya
psoriasis, maka mulailah mengganti dengan obat-obat anti-psoriasis.
6. Mulailah pengobatan yang diperlukan untuk penyakit yang melatarbelakanginya.
Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang
disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednison 3 x 10 mg- 4 x 10 mg. Penyembuhan
terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari – beberapa minggu.
Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid. Dosis
18
mula prednison 4 x 10 mg- 4 x 15 mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan
dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika
eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis, maka obat tersebut harus
dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan etretinat. Lama penyembuhan
golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak secepat seperti
golongan I.6
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortokosteroid memberi hasil yang baik. Dosis
prednison 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrome Sezary pengobatannya terdiri atas kortikosteroid dan
sitostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.
Pada eritroderma yang lama diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya skuama
mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien untuk mengurangi
radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema, misalnya dengan salep lanolin 10%. 6
Prognosis
Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara sistemik,
prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan golongan yang
lain.
Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid
hanya mengurangi gejalanya, penderita akan mengalami ketergantungan kortikosteroid.1
DERMATITIS SEBOROIK
Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi kronik yang mengenai daerah kepala
dan badan di mana terdapat glandula sebasea. Prevalensi dermatitis seboroik sebanyak 1% - 5%
populasi. Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Penyakit ini dapat mengenai bayi
sampai dengan orang dewasa. Umumnya pada bayi terjadi pada usia 3 bulan sedangkan pada
dewasa pada usia 30-60 tahun.
Dermatitis seboroik dan Pityriasis capitis (cradle cap) sering terjadi pada masa kanak-
kanak. Berdasarkan hasil suatu survey terhadap 1116 anak-anak yang mencakup semua umur
didapatkan prevalensi dermatitis seboroik adalah 10% pada anak laki-laki dan 9,5% pada anak
perempuan. Prevalensi tertinggi pada anak usia tiga bulan, semakin bertambah umur anaknya
prevalensinya semakin berkurang. Sebagian besar anak-anak ini menderita dermatitis seboroik
19
ringan.1
Secara internasional frekuensinya sebanyak 3-5%. Ketombe yang merupakan bentuk
ringan dari dermatitis ini lebih umum dan mengenai 15 - 20% populasi.
Definisi
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah tubuh
berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan superfisial, didasari oleh
faktor konstitusi.1
Etiologi
Etiologi dermatitis seboroik masih belum jelas, meskipun demikian berbagai macam
faktor seperti faktor hormonal, infeksi jamur, kekurangan nutrisi, faktor neurogenik diduga
berhubungan dengan kondisi ini. Menurut Djuanda (1999) faktor predisposisinya adalah kelainan
konstitusi berupa status seboroik.1
Keterlibatan faktor hormonal dapat menjelaskan kenapa kondisi ini dapat mengenai bayi,
menghilang secara spontan dan kemudian muncul kembali setelah pubertas. Pada bayi dijumpai
kadar hormon transplansenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan
membaik bila kadar hormon ini menurun.
Faktor lain yang berperan adalah terjadinya dermatitis seboroik berkaitan dengan
proliferasi spesies Malassezia yang ditemukan di kulit sebagai flora normal. Ragi genus ini
dominan dan ditemukan pada daerah seboroik tubuh yang mengandung banyak lipid sebasea
(misalnya kepala, tubuh, punggung). Selden (2005) menyatakan bahwa Malassezia tidak
menyebabkan dermatitis seboroik tetapi merupakan suatu kofaktor yang berkaitan dengan depresi
sel T, meningkatkan kadar sebum dan aktivasi komplemen.
Dermatitis seboroik juga dicurigai berhubungan dengan kekurangan nutrisi tetapi belum
ada yang menyatakan alasan kenapa hal ini bisa terjadi.
Pada penderita gangguan sistem syaraf pusat (Parkinson, cranial nerve palsy, major
truncal paralysis) juga cenderung berkembang dermatitis seboroik luas dan sukar disembuhkan.
Menurut Johnson (2000) terjadinya dermatitis seboroik pada penderita tersebut sebagai akibat
peningkatan timbunan sebum yang disebabkan kurang pergerakan.
Faktor genetik dan lingkungan dapat merupakan predisposisi pada populasi tertentu,
20
seperti penyakit komorbid, untuk berkembangnya dermatitis seboroik. Meskipun dermatitis
seboroik hanya terdapat pada 3% populasi, tetapi insidensi pada penderita AIDS dapat mencapai
85%. Mekanisme pasti infeksi virus AIDS memacu onset dermatitis seboroik (ataupun penyakit
inflamasi kronik pada kulit lainnya) belum diketahui.
Berbagai macam pengobatan dapat menginduksi dermatitis seboroik. Obat-obat tersebut
adalah auranofin, aurothioglucose, buspirone, chlorpromazine, cimetidin, ethionamide,
griseofulvin, haloperidol, interferon alfa, lithium, methoxsalen, methyldopa, phenothiazines,
psoralens, stanozolol, thiothixene, dan trioxsalen.
Klasifikasi dan Manifestasi Klinik
Dermatitis seboroik umumnya berpengaruh pada daerah kulit yang mengandung kelenjar
sebasea dalam frekuensi tinggi dan aktif. Distribusinya simetris dan biasanya melibatkan daerah
berambut pada kepala meliputi kulit kepala, alis mata, kumis dan jenggot. Adapun lokasi lainnya
bisa terdapat pada dahi, lipatan nasolabial, kanalis auditoris external dan daerah belakang telinga.
Sedangkan pada tubuh dermatitis seboroik dapat mengenai daerah presternal dan lipatan-lipatan
kulit seperti aksila, pusar, inguinal, infra mamae, dan anogenital.7
Menurut usia dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Pada remaja dan dewasa
Dermatitis seboroik pada remaja dan dewasa dimulai sebagai skuama berminyak ringan
pada kulit kepala dengan eritema dan skuama pada lipatan nasolabial atau pada belakang
telinga. Skuama muncul pada kulit yang berminyak di daerah dengan peningkatan kelenjar
sebasea (misalnya aurikula, jenggot, alis mata, tubuh (lipatan dan daerah infra mamae),
kadang-kadang bagian sentral wajah dapat terlibat. Dua tipe dermatitis seboroik dapat
ditemukan di dada yaitu tipe petaloid (lebih umum ) dan tipe pityriasiform (jarang).
Bentuknya awalnya kecil, papul-papul follikular dan perifollikular coklat kemerah-merahan
dengan skuama berminyak. Papul tersebut menjadi patch yang menyerupai bentuk daun
bunga atau seperti medali (medallion seborrheic dermatitis). Tipe pityriasiform umumnya
berbentuk makula dan patch yang menyerupai pityriasis rosea. Patch-patch tersebut jarang
menjadi erupsi.7
Pada masa remaja dan dewasa manifestasi kliniknya biasanya sebagai scalp scaling (ketombe)
atau eritema ringan pada lipatan nasolabial pada saat stres atau kekurangan tidur.
21
2. Pada bayi
Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak pada verteks kulit
kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada bayi sebagaimana pada anak-
anak atau dewasa. Pada umumnya tidak terdapat dermatitis akut (dengan dicirikan oleh
oozing dan weeping). Skuama dapat bervariasi warnanya, putih atau kuning. Gejala klinik
pada bayi dan berkembang pada minggu ke tiga atau ke empat setelah kelahiran. Dermatitis
dapat menjadi general. Lipatan-lipatan dapat sering terlibat disertai dengan eksudat seperti
keju yang bermanifestasi sebagai diaper dermatitis yang dapat menjadi general. Dermatitis
seboroik general pada bayi dan anak-anak tidak umum terjadi, dan biasanya berhubungan
dengan defisiensi sistem imun. Anak dengan defisiensi sistem imun yang menderita
dermatitis seboroik general sering disertai dengan diare dan failure to thrive (Leiner’s disese).
Sehingga apabila bayi menunjukkan gejala tersebut harus dievaluasi sistem imunnya.
Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dibagi tiga: 1,7
1. Seboroik kepala
Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuning-
kuningan sehingga rambut saling melengket; kadang-kadang dijumpai krusta yang disebut
Pitriasis Oleosa (Pityriasis steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering dan berlapis-lapis
dan sering lepas sendiri disebut Pitiriasis sika (ketombe). Pasien mengeluhkan gatal di kulit
kepala disertai dengan ketombe. Pasien berpikir bahwa gejala-gejala itu timbul dari kulit
kepala yang kering kemudian pasien menurunkan frekuensi pemakaian shampo, sehingga
menyebabkan akumulasi lebih lanjut. Inflamasi akhirnya terjadi dan kemudian gejala makin
memburuk. Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi
alopesia dan rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga. Bila meluas, lesinya dapat
sampai ke dahi, disebut Korona seboroik. Dermatitis seboroik yang terjadi pada kepala bayi
disebut Cradle cap.
Selain kulit kepala terasa gatal, pasien dapat mengeluhkan juga sensasi terbakar pada
wajah yang terkena. Dermatitis seboroik bisa menjadi nyata pada orang dengan kumis atau
jenggot, dan menghilang ketika kumis dan jenggotnya dihilangkan. Jika dibiarkan tidak
diterapi akan menjadi tebal, kuning dan berminyak, kadang-kadang dapat terjadi infeksi
bakterial.
2. Seboroik muka
22
Pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabialis, dagu, dan lain-lain terdapat makula
eritem, yang diatasnya dijumpai skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Bila
sampai palpebra, bisa terjadi blefaritis. Sering dijumpai pada wanita. Bisa didapati di daerah
berambut, seperti dagu dan di atas bibir, dapat terjadi folikulitis. Hal ini sering dijumpai pada
laki-laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya. Seboroik muka di daerah jenggot
disebut sikosis barbae.
3. Seboroik badan dan sela-sela
Jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak, inframama, umbilicus, krural
(lipatan paha, perineum). Dijumpai ruam berbentuk makula eritema yang pada permukaannya
ada skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Pada daerah badan, lesinya bisa
berbentuk seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral. Di daerah intertrigo, kadang-
kadang bisa timbul fisura sehingga menyebabkan infeksi sekunder.
Diagnosis 1,7
1. Anamnesis
Bentuk yang banyak dikenal dan dikeluhkan pasien adalah ketombe/dandruft. Walaupun
demikian, masih terdapat kontroversi para ahli. Sebagian mengganggap dandruft adalah
bentuk dermatitis seboroik ringan tetapi sebagian berpendapat lain.
2. Pemeriksaan fisik
Secara klinis kelainan ditandai dengan eritema dan skuama yang berbatas relatif tegas.
Skuama dapat kering, halus berwarna putih sampai berminyak kekuningan, umumnya tidak
disertai rasa gatal.
Kulit kepala tampak skuama patch ringan sampai dengan menyebar, tebal, krusta keras.
Bentuk plak jarang. Dari kulit kepala dermatitis seboroik dapat menyebar ke kulit dahi,
belakang leher dan belakang telinga.
Distribusi mengikuti daerah berambut pada kulit dan kepala seperti kulit kepala, dahi, alis
lipatan nasolabial, jenggot dan belakang telinga. Perluasan ke daerah submental dapat terjadi.
3. Histologis
Pemeriksaan histologis pada dermatitis seboroik tidak spesifik. Dapat ditemukan
hiperkeratosis, akantosis, spongiosis fokal dan paraketatosis.
Biopsi kulit dapat efektif membedakan dermatitis seboroik dengan penyakit sejenis. Pada
23
dermatitis seboroik terdapat neutrofil dalam skuama krusta pada sisi ostia follicular. AIDS
berkaitan dengan dermatitis seboroik tampak sebagai parakeratosis, nekrotik keratinosites
dalam epidermis dan sel plasma dalam dermis. Ragi kadang tampak dalam keratinosites
dengan pengecatan khusus.
Diagnosis Banding
1. Psoriasis
Pada psoriasis dijumpai skuama yang lebih tebal, kasar, berlapis-lapis, putih seperti mutiara
dan tak berminyak. Selain itu ada gejala yang khusus untuk psoriasis. Tanda lain dari psoriasi
seperti pitting nail atau onycholysis distal dapat untuk membantu membedakan.
2. Kandidosis
Pada Kandidosis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan stelit-satelit di
sekitarnya. Pada pemeriksaan histologis kandidiasis menghasilkan pseudohifa.
3. Otomikosis
Pada otomikosis terlihat elemen jamur pada sediaan langsung
4. Otitis Eksterna
Pada Otitis Eksterna terdapat tanda-tanda radang dan jika akut terdapat pus.
Penatalaksanaan
Terapi yang efektif untuk dermatitis seboroik yaitu obat anti inflamasi, keratolitik, anti
jamur dan pengobatan alternatif.1,7
1. Obat anti inflamasi
Terapi konvensional untuk dermatitis seboroik dewasa pada kulit kepala dengan steroid
topikal atau inhibitor calcineuron. Terapi tersebut pemberiannya dapat berupa shampo seperti
fluocinolon (Synalar), solusio steroid topikal, losio yang dioleskan pada kulit kepala atau
krim pada kulit.
Kortikosteroid merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh korteks adrenal yang
pembuatan bahan sintetik analognya telah berkembang dengan pesat. Efek utama penggunaan
kortikosteroid secara topikal pada epidermis dan dermis ialah efek vasokonstriksi, efek anti
inflamasi, dan efek antimitosis. Adanya efek vasokonstriksi akan mengakibatkan
24
berkurangnya eritema. Adanya efek anti inflamasi yang terutama terhadap leukosit akan
efektif terhadap berbagai dermatoses yang didasari oleh proses inflamasi seperti dermatitis.
Sedangkan adanya efek antimitosis terjadi karena kortikosteroid bersifat menghambat sintesis
DNA berbagai jenis sel.
Terapi dermatitis seboroik pada dewasa umumnya menggunakan steroid topikal satu
atau dua kali sehari, sering diberikan sebagai tambahan ke shampo. Steroid topikal potensi
rendah efektif untuk terapi dermatitis seboroik pada bayi terletak di daerah lipatan atau
dewasa pada persisten recalcitrant seborrheic dermatitis. Topikal azole dapat dikombinasikan
dengan regimen desonide (dosis tunggal perhari selama dua minggu). Akan tetapi
penggunaan kortikosteroid topikal ini memiliki efek samping pada kulit dimana dapat terjadi
atrofi, teleangiectasi dan dermatitis perioral.
Topikal inhibitor calcineurin (misalnya oinment tacrolimus (Protopix), krim pimecrolimus
(Elidel)) memiliki efek fungisidal dan anti inflamasi tanpa resiko atropi kutaneus. Inhibittor
calcineurin juga baik untuk terapi dimana wajah dan telinga terlibat, tetapi efeknya baru bisa
dilihat setelah pemberian tiap hari selama seminggu.
2. Keratolitik
Terapi lain untuk dermatitis seboroik dengan menggunakan keratolitik. Keratolitik yang
secara luas dipakai untuk dermatitis seboroik adalah tar, asam salisiklik dan shampo zinc
pyrithion. Zinc pyrithion memliki efek keratolitik non spesifik dan anti fungi, dapat diberikan
dua atau tiga kali per minggu. Pasien sebaiknya membiarkan rambutnya dengan shampo
tersebut selama lima menit agar shampo mencapai kulit kepala. Pasien dapat
menggunakannya juga untuk tempat lain yang terkena seperti wajah.
3. Anti fungi
Sebagian besar anti jamur menyerang Malassezia yang berkaitan dengan dermatitis
seboroik. Dosis satu kali sehari gel ketokonazol (Nizoral) dalam dua minggu, satu kali sehari
regimen desonide (Desowan) dapat berguna untuk dermatitis seboroik pada wajah. Shampo
yang mengandung selenium sulfide (Selsun) atau azole dapat dipakai. Shampo tersebut dapat
diberikan dua sampai tiga kali seminggu. Ketokonazole (krim atau gel foaming) dan terbinfin
(Lamisil) oral dapat berguna. Anti jamur topikal lainnya seperti ciclopirox (Loprox) dan
flukonazole (Diflucan) mempunyai efek anti inflamasi juga. Anti jamur (selenium sulfide,
pytrithion zinc, azola, sodium sulfasetamid dan topical terbinafin) dapat menurunkan
25
kolonisasi oleh ragi lipopilik.
4. Pengobatan Alternatif
Terapi alami menjadi semakin popular. Tea tree oil (Melaleuca oil) merupakan minyak
essensial dari seak belukar Australia. Terapi ini efektif dan ditoleransi dengan baik jika
digunakan setiap hari sebagai shampo 5%.
Penatalaksanaan dermatitis seboroik pada kulit kepala dan daerah jenggot 7
Banyak kasus dermatitis seboroik di kulit kepala dapat diterapi secara efektif dengan
memakai shampo tiap hari atau berselang satu hari dengan shampo anti ketombe yang
mengandung 2,5 persen selenium sulfide atau 1-2 persen pyrithione zinc. Alternatif lain shampo
ketoconazole dapat dipakai. Shampo sebaiknya mengenai kulit kepala dan daerah jenggot selama
5 sampai 10 menit sebelum dibilas. Shampo moisturizing dapat dipakai setelah itu untuk
mencegah kerontokan rambut. Setelah penyakit dapat dikendalikan frekuensi memakan shampo
dapat dikurangi menjadi dua kali seminggu atau seperlunya. Solusio topical terbinafin 1 % efektif
untuk terapi dermatitis seboroik pada kulit kepala.
Jika kulit kepala tertutupi oleh skuama difus dan tebal, skuama dapat dihilangkan dengan
memberikan minyak mineral hangat atau minyak zaitun pada kulit kepala dan dibersihkan dengan
deterjen seperti dishwashing liquid atau shampoo tar beberapa jam setelahnya.
Skuama ekstensif dengan peradangan dapat diterapi dengan moistening kulit kepala dan
kemudian memberikan fluocinolone asetonid 0,01% dalam minyak pada malam hari diikuti
dengan shampo pada pagi harinya. Terapi ini dilakukan sampai dengan peradangan bersih,
kemudian frekuensinya diturunkan menjadi satu sampai tiga kali seminggu. Solusio
kortikostreroid, losion atau ointment dipakai satu atau dua kali sehari di tempat fluocinolon
acetonid dan dihentikan pada saat gatal dan eritema hilang. Pemberian kortikosteroid dapat
diulang satu sampai tiga minggu sampai gatal dan eritemanya hilang dan kemudian dipakai lagi
jika diperlukan. Pemeliharaan dengan shampo anti ketombe dapat secara adekuat. Pasien
dianjurkan agar memakai steroid topikal poten dengan hemat sebab pemakaian yang berlebihan
dapat menyebabkan atrofi dan telangiectasi pada kulit.
Bayi sering terkena dermatitis seboroik, disebut “cradle cap”. Dapat mengenai kulit
26
kepala, wajah dan intertrigo. Daerah yang terkena dapat luas tetapi kelainan ini dapat sembuh
secara spontan 6-12 bulan dan tidak kambuh sampai dengan pubertas. Terapinya dapat dengan
memakai shampo antiketombe. Jika skuama mencakup daerah luas pada kepala, skuama dapat
dilembutkan dengan minyak yang disikan ke sikat rambut bayi kemudian dibilas.
Penatalaksanaan pada wajah 7
Daerah pada wajah yang terkena dapat sering di cuci dengan shampo yang efektif untuk
seborik. Alternatif lain dapat dipakai kream ketokonazone 2%, diberikan 1-2 kali. Hidrokortison
1% sering kali diberikan 1-2 kali dan akan menghasilkan proses resolusi eritema dan gatal.
Losion Sodium sulfacetamide 10% juga efektif sebagai agen topikal untuk dermatitis seboroik.
Penatalaksaan pada tubuh
Dapat diterapi dengan zinc atau shampo yang mengandung tar batu bara atau dengan
dicuci dengan sabun yang mengandung zinc. Sebagai tambahan dapat dipakai krim ketokonazole
2 % dan atau krim kortikosteroid, losion atau solusion yang dipakai 1-2 kali sehari. Benzoil
peroksida dapat dipakai untuk dermatitis seboroik pada tubuh. Pasien harus membilas secara
menyeluruh setelah pemakaian zat tersebut.
Penatalaksanaan dermatitis seboroik berat 7
Pada pasien dengan dermatitis seboroik berat yang tidak responsif dengan terapi topikal
yang biasa dapat di terapi dengan isotretionoin. Isotretinoin dapat menginduksi pengecilan
glandula sebasea sampai dengan 90% dengan mengurangi produksi sebum. Isotretinoin juga
dapat dipakai sebagai anti inflamasi. Terapi dengan isotretinoin 0,1 – 0,3 mg/ kg BB/ hari dapat
memperbaiki dermatitis seboroiknya. Kemudian dosis pemeliharaan 5-10 mg/ hari efektif untuk
beberapa tahun. Akan tetapi isotretinoin memiliki efek samping serius, yaitu teratogenik,
hiperlipidemia, neutropenia, anemia dan hepatitis. Efek samping mukokutaneus mencakup
khelitis, xerosis, konjungtivitis, uretritis dan kehilangan rambut. Penggunaan jangka panjang
berhubungan dengan perkembangan diffuse idiopathic skeletal hyperostosis (DISH).
Pendekatan lain pada pasien yang sulit dengan mencoba berbagai macam kombinasi yang
27
berbeda dari obat-obat yang biasa dipakai: shampo anti ketombe, anti jamur dan steroid topikal.
Jika ini gagal dapat dipakai steroid topikal poten jangka pendek . Pilihan terapinya mencakup
steroid kelas III non fluorinate seperti mometasone furoate (Elocon) atau menggunakan steroid
ekstra poten kelas I atau steroid topikal kelas II seperti clobetasol propionate (Temovate) atau
fluocinonude (Lidex). Steroid topikal kelas III harus dipakai lebih dulu, tetapi jika masih tidak
resposif dapat menggunakan kelas I. Obat tersebut dapat diberikan satu sampai dua kali sehari,
bahkan untuk wajah, tetapi harus dihentikan setelah dua minggu sebab terjadinya peningkatan
efek samping. Jika pasien respon sebelum dua minggu, obat harus di stop sesegera mungkin.
Sebagian besar kortikosteroid tersedia sebagai solusio, losion, kream dan ointment.
Penggunaan vehikulum ini tergantung pasien dan lokasi terapi. Losion dan kream sering
digunakan pada wajah dan tubuh sedangkan solusio dan ounment sering digunakan pada kulit
kepala. Umumnya pemakaian solusio kulit kepala lebih dipilih pada orang kulit putih dan asia,
untuk orang kulit hitam mungkin terlalu kering, ointment merupakan pilihan yang lebih baik.
Prognosis
Pada sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini agak sukar
disembuhkan.
Edukasi
Penderita harus diberitahu bahwa penyakit berlangsung kronik dan sering kambuh. Harus
dihindari factor pencetus seperti stress emosional, makanan berlemak dan sebagainya.
LUPUS ERITEMATOSUS
Definisi
Lupus eritematosus merupakan penyakit yang menyerang system konektif dan vascular,
dan mempunyai dua varian: lupus eritematosus discoid dan sistemik.
L.E.D ( lupus eritematosus discoid ) bersifat kronik dan tidak berbahaya. L.E.D
menyebabkan bercak di kulit, yang eritematosa dan atrofik tanpa ulserasi. L.E.S ( lupus
eritematosus sistemik ) merupakan penyakit yang biasanya akut dan berbahaya, bahkan dapat
fatal. Penyakit ini bersifat multisistemik dan menyerang jaringan konektif dan vascular.,8,9
28
Etiologi
Lupus eritematosus merupakan penyakit autoimun. Ada banyak anggapan bahwa penyakit
disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor genetic dan imunologik. Selain faktor genetik, ada
faktor infeksi (virus) dan faktor hormonal.
Patogenesis
Kedua bentuk lupus eritematosus dimulai dengan mutasi somatik pada sel asal limfositik
pada orang yang mempunyai predisposisi. Faktor genetik memang ada.
Gejala- gejala pada kedua bentuk member sugesti bahwa keduanya merupakan varian
penyakit yang sama, tanda-tanda klinis dan histologist pada beberapa fase penyakitnya ialah
sama. Kelainan-kelainan hematologik dan imunologik pada L.E.D lebih ringan daripada L.E.S.8,9
Lupus eritematosus diskoid Lupus eritematosus sistemik
Insidensi pada wanita lebih banyak
daripada pria, usia biasanya lebih dari
30tahun
Wanita jauh lebih banyak daripada pria,
umumnya terbanyak sebelum usia 40 tahun
(antara 20-30 tahun)
kira-kira 5 % berasosiasi dengan atau
menjadi L.E.S
Kira-kira 5 % mempunyai lesi-lesi kulit
L.E.D
Lesi mukosa oral dan lingual jarang Lesi mukosa lebih sering terutama pada
L.E.S akut
Gejala konstitusional jarang Gejala konstitusional sering
Kelainan laboratorik dan imunologik
jarang
Kelainan laboratorik dan imunologik sering
Tabel 1. Perbedaan antara L.ED dan L.E.S
LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID (L.E.D)
Gejala klinis
Kelainan biasanya berlokalisasi simetrik di muka (terutama hidung, pipi), telinga atau
leher. Lesi terdiri atas bercak-bercak (makula merah atau bercak meninggi), berbatas jelas dengan
sumbatan keratin pada folikel-folikel rambut. Bila lesi-lesi diatas hidung dan pipi berkonfluensi,
29
dapat berbentuk seperti kupu-kupu ( butterfly erythema ).
Penyakit dapat meninggalkan sikatriks atrofik, kadang-kadang hipertrofik, bahkan distorsi
telinga atau hidung. Hidung dapat berbentuk seperti paruh kaktus. Bagian kedua yang tidak
tertutup pakaian, yang terkena sinar matahari lebih ceoat residif daripada bagian-bagian lain.
Lesi-lesi dapat terjadi di mukoasa, yakni di mukosa oral dan vulva atau di konjungtiva. Klinis
tampak deskuamasi, kadang-kadang ulserasi dan sikatrisasi. Varian klinis L.E.D ialah : 9
1) Lupus eritematosus tumidus
Bercak-bercak eritematosa coklat yang meninggi terlibat di muka, lutut dan tumit.
Gambaran klinik dapat menyerupai erysipelas atau selulitis.
2) Lupus eritematosus profunda
Nodus-nodus terletak dlam, tampak pada dahi, leher, bokong dan lengan atas. Kulit di atas
nodus eritematosa, atrofik atau ulserasi.
3) Lupus eritematosus hipotrofikus
Penyakit sering terlihat di bibir bawah dari mulut, terdiri atas plak yang berindurasi
dengan sentrum yang atrofik.
4) Lupus eritematosus pernio
Penyakitini terdiri atas bercak-bercak eritematosa yang berinfiltrasi di daerah-daerah yang
tidak tertutup pakaian , memburuk pada hawa dingin.
Diagnosis
Diagnosisnya harus dibedakan dengan dermatitis seboroika, psoriasis dan tinea fasialis.
Lesi di kepala yang berbentuk alopesia sikatrisial harus dibedakan dengan liken planopilaris dan
tinea kapitis.
Pada pemeriksaan penunjang, kelainan laboratorik dan imunologik jarang terdapat,
misalnya leukopenia, laju endap darah meninggi, serum globulin naik, reaksi Wasserman positif,
atau percobaan Coombs positif. Pada kurang lebih sepertiga penderita terdapat ANA (antibodi
antinuclear), yakni yang mempunyai pola homogeny dan berbintik-bintik.
Pengobatan
Penderita harus menghindarkan trauma fisik, sinar matahari dan lingkungan sangan dingin
dan stress emosional.
30
Sistemik diberikan obat antimalaria, misalnya klorokuin. Dosis inisial ialah 1-2 tablet (@
100mg) sehari selama 3-6 minggu, kemudian 0,5 – 1 tablet selama waktu yang sama. Obat hanya
diberikan maksimal selama 3 bulan agar tidak timbul kerusakan mata. Kerusakan kornea beruba
halo disekita sinar atau visus kabur yang masih reversible. Kerusakan retina yang irreversible,
ialaha perubahan penglihatan warna serta ada gangguan pigmentasi retina. Efek samping lain
ialah nausea, nyeri kepala. Pigmentasi pada palatum, kuku dan kulit tungkai bawah serta rambut
kepala menjadi putih.selain itu terdapat nerupati dan atrofi neuro-muskular. 8,9
Kortikosteroid sistemik hanya diberikan pada L.E.D dengan lesi-lesi yang diseminata.
Dosis kecil diberikan secara intermiten, yakni tiap 2 hari sekali, misalnya prednisone 30 mg.
LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK
Variasi luas pada gambaran klinis dan terserangnya berbagai alat merupakan tanda-tanda
khas. Spektrum klinis bervariasi dari penyebab yang akut, fulminan, dan sangat berat sampai
penyakit kronis, ringan atau seperi api dalam sekum.
Kriteria diagnosis ialah yang diuraikan oleh A.R.A ( the American Rheumatism
Association ) yang telah direvisi pada tahun 1982. Diagnosis L.E.S dibuat, jika paling sedikit
terdapat 4 diantara 11 manifestasi berikut ini: eritema fasial (butterfly rash), lesi diskoid, sikatrik
hipotrofik, fotosensitivitas, ulserasi di mulut dan rinofaring, arthritis (non erosif, mengenai 2 atau
lebih sendi perifer), serositis ( pleuritis, perikarditis), kelainan ginjal (proteinuria >0,5
gr/sehari,cellular casts), kelainan neurologik (kelelahan, psikosis), kelainan darah yakni anemia
hemolitik, leukopenia, limfopenia atau trombositopenian dan gangguan imunologik. Manifestasi
klinis dibagi dalam : 8,9
1. Gejala Konstitusional
Perasaan lelah, penurunan berat badan dan kadang-kadang demam tanpa menggigil
merupaka gejala yang timbul selama berbulan-bulan sebelum ada gejala lain.
2. Kelainan di kulit dan mukosa
a. Kulit : lesi yang tersering ialah (i) lesi seperti kupu-kupu di area malar dan nasal
dengan sedikit edema, eritema,sisik, telangiektasis dan atrofi, (ii) erupsi
makulo=popular, polimorf, dan eritematosa bulosa di pipi, (iii) foto sensitivitas di
daerah yang tidak tertutup pakaian (iv) lesi popular dan urtikarial kecoklatan, (v)
kadang-kadang terdapat lesi L.E.D atau nodus-nodus subkutan yang menetap, (vi)
31
vaskulitis sangat menonjol, (vii) alopesia dan penipisan rambut, (viii) sikatrisasi
dengan atrofi progresif dan hiperpigmentasi,
dan (ix) ulkus tungkai
b. Mukosa: pada mukosa mulut, mata, dan vagian timbul stomatitis dan
keratokonjungtivitis, dan kolpitis dengan petekie, erosi bahkan ulserasi.
3. Kelainan di alar dalam
Yang tersering ialah lupus nefritis. Tanpa nefritis atau nefrosispu seringkali ada
proteinuria. Selain itu timbul peluritis, perikariditis, dan terdapat efusi peritoneum.
Kolpitis ulserativa serta hepatosplenomegali juga ditemukan.
4. Kelainan di sendi, tulang, otot, KGB, dan system saraf
Arthritis biasanya tanpa deformitas, bersifat episodic dan migratorik, nekrosis kepala
femur dan artofi muskulo-skeletal dengan mialgia. Limfadenitis dapat bersifat regional
atau generalisata. Neuritis perifer, ensefalitis, konvulsi dan psikosi dapat terjadi.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Kelainan laboratorium ialah anemia hemolitik dan anemia normositter, leukopenia,
trombositopenia, peninggian laju endap darah, hiperglobulinemia, dan bila terdapat
sindrom nefrotik, albumin akan rendah. Proteinuria biasanya bersifat gross proteinuria
merupakan gejala penting. Faktor rheumatoid positif pada kira-kira 33 % kasus.
Antibodi Antinuklear (ANA)
Pada pemeriksaan imunofluresens tak langsung dapat ditunjukkan (ANA) pada 90%
kasus. Terdapat 4 pola ANA ialah membranosa (anular, perifer), homogeny dan berbintik-
bintik serta nuklear. yang dianggap spesifik untuk L.E.S ialah pola
membranosanya.terutama jika titernya tinggi.
Lupus band test
Pada pemeriksaam imunofloresens langsung dapat dilihat pita terdiri atas deposit granular
immunoglobulin G, M, dan A dan komplemen C3 pada epidermal-dermal yang disebut
lupus band. Caranya disebut lupus band testm specimen di ambil dari kulit yang normal
Anti-ds RNA
Anti – autoantibodi yang lain selain ANA ialah anti-ds-RNA yang spesifik untuk SLE, tetapi
32
hanya ditemukan pada 40 – 50 % penderita. Antibody ini mempunyai hubungan dengan
glomerulonefritis. Adanya antibody tersebut dan kadar komplemen yang renda dapat meramalkan
akan akan terjadinya hematuria dan atau proteinuria.
Anti-Sm
Selain anti-ds-RNA masih ada antibody yang lain yang spesifik ialah anti sm. tetapi hanya terjadi
pada sekitar 20-30% penderita.
Diagnosis
Diagnosis dapat dibuat bila kriteria dari ARA Dipenuhi. Harus diingat bahwa pengumpulan
perbagai gejala di semua alat dan kelainan laboratorik serta imunologik harus diadakn untuk
memastikan LES.
Diagnosis banding
Dengan adanya gejala diberbagai organ, makan harus diinget , diagnosis banding banyak sekali.
Beberapa penyakit yang berasosiasi dengan L.E.S mempunyai gejala-gejala yang dapat
menyerupai LES yaitu arthritis reumatika,sklerosis sistemik, dermatofitosis dan purpura
trombositopenik.
Pengobatan
Kortikosteroid sistemik merupakan indikasi, bila penderita sakit kritis misalnya terdapat lupus
nefritis, pleuritis, perikarditis, atau mengalami banyak hemoragik. Dosis kortikosteroid lebih
banyak bergantung pada gejala klinis daripada hsil laboratorium, dapat diberikan prednisone
1mg/kgBB atau 60-80mg sehari. Kemudian diturunkan 5mg/kgBB dan dicari dosis pemeliharaan
yang diberikan selang sehari.
Obat-obat antibiotic, antiviral dan antifungi harus diberikan, bila terdapat komplikasi
misalnya infeksi sekunder, pneumonia bacterial, atau infeksi viral dan mikosis sistemik. Pada
penderita LES dengan anemia hemolitik atau lupus nefropati seringkali dosis tinggi
kortikosteroid efektif, maka harus diberikan terapi sitostatik, misalnya azatioprin 50-150mg
perhari, dengan dosis maksimal 200mg perhari. Dapat juga diberikan siklofosfamid dengan dosis
33
yang sama 8,9.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 2008. Edisi 8.Adhi Juanda.Dermatosis
Eritroskuamosa.189-202.Balai Penerbit FKUI.Jakarta.
2. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth di unduh pada tanggal 6 Juni 2015
3. http://prematuredoctor.blogspot.com/2010/05/parapsoriasis.html di unduh pada tanggal 6 Juni
2015
4. http://www.pajjakadoi.co.tv/2010/04/pityriasis-rosea.html di unduh pada tanggal 6 Juni 2015
5. http://cakmoki86.wordpress.com/2010/02/08/pityriasis-rosea/ di unduh pada tanggal 6 Juni
2015
6. http://rusari.com/askep_eritroderma.html di unduh pada tanggal 6 Juni 2015
7. http://medlinux.blogspot.com/2007/08/dermatitis-seboroik.html di unduh pada tanggal 6 Juni
2015
8. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH000147 di unduh pada tanggal 6 Juni 2015
9. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.2008. Edisi 8. Adhi Juanda. Lupus Eritematosus. 264-271.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
34