12
5/21/2018 ReferatGejalaPutusAlkohol-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/referat-gejala-putus-alkohol 1/12 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang  Tidak dapat dipungkiri bahwa konsumsi alkohol telah menjadi tren pada kehidupan masa kini. Di Amerika Serikat, 90% dari seluruh populasinya mengonsumsi alkohol dan sebagian besar dimulai dari masa remaja. 80% dari seluruh siswa SMA pernah mencoba mengonsumsi alkohol dan lebih dari 60% telah terintoksikasi alkohol. 1  Di Indonesia sendiri,  prevalensi peminum alkohol tercatat cukup tinggi disamping adanya undang-undang yang mengatur tentang produksi, peredaran dan penjualan minuman beralkohol. 2  Bentuk dari minuman beralkohol sangat beragam, termasuk di dalamnya minuman beralkohol tradisional dan masing-masing individu mempunyai preferensi terhadap beberapa jenis dari sediaan tersebut. Perlu diketahui bahwa dalam jumlah yang besar, konsumsi alkohol menjadi sumber dari kerusakan berbagai macam organ di dalam tubuh yang bahkan dapat berujung pada kematian. Selain itu, konsumsi alkohol yang berlebihan juga dapat menyebabkan ketergantungan terhadap alkohol. 3  Salah satu tanda dari ketergantungan terhadap suatu zat adalah adanya sindrom putus zat yang ditandai dengan munculnya beberapa gejala tertentu akibat tidak mengonsumsi zat yang bersangkutan dalam jangka waktu tertentu. Kejadian sindrom putus alkohol cenderung tidak tinggi, namun menimbulkan gejala- gejala yang serius. Gejala-gejala yang muncul pada gejala putus alkohol sangat luas antara lain tremor, kejang, delirium, hiperaktivitas otonom ataupun munculnya gejala psikotik seperti adanya waham dan halusinasi. Mengingat banyaknya dan seriusnya gejala-gejala yang ditimbulkan oleh karena putus alkohol, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang gejala putus alkohol. Oleh karena itu, referat ini akan membahas alkohol secara umum dan gejala putus alkohol secara lebih spesifik. 1.2. Rumusan Masalah Apa yang dimaksud dengan sindrom putus alkohol? 1.3. Tujuan 1.3.1.  Tujuan umum Untuk mengetahui tentang alkohol dan sindrom putus alkohol

Referat Gejala Putus Alkohol

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangTidak dapat dipungkiri bahwa konsumsi alkohol telah menjadi tren pada kehidupan masa kini. Di Amerika Serikat, 90% dari seluruh populasinya mengonsumsi alkohol dan sebagian besar dimulai dari masa remaja. 80% dari seluruh siswa SMA pernah mencoba mengonsumsi alkohol dan lebih dari 60% telah terintoksikasi alkohol.1 Di Indonesia sendiri, prevalensi peminum alkohol tercatat cukup tinggi disamping adanya undang-undang yang mengatur tentang produksi, peredaran dan penjualan minuman beralkohol.2 Bentuk dari minuman beralkohol sangat beragam, termasuk di dalamnya minuman beralkohol tradisional dan masing-masing individu mempunyai preferensi terhadap beberapa jenis dari sediaan tersebut.Perlu diketahui bahwa dalam jumlah yang besar, konsumsi alkohol menjadi sumber dari kerusakan berbagai macam organ di dalam tubuh yang bahkan dapat berujung pada kematian. Selain itu, konsumsi alkohol yang berlebihan juga dapat menyebabkan ketergantungan terhadap alkohol.3 Salah satu tanda dari ketergantungan terhadap suatu zat adalah adanya sindrom putus zat yang ditandai dengan munculnya beberapa gejala tertentu akibat tidak mengonsumsi zat yang bersangkutan dalam jangka waktu tertentu.Kejadian sindrom putus alkohol cenderung tidak tinggi, namun menimbulkan gejala-gejala yang serius. Gejala-gejala yang muncul pada gejala putus alkohol sangat luas antara lain tremor, kejang, delirium, hiperaktivitas otonom ataupun munculnya gejala psikotik seperti adanya waham dan halusinasi. Mengingat banyaknya dan seriusnya gejala-gejala yang ditimbulkan oleh karena putus alkohol, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang gejala putus alkohol. Oleh karena itu, referat ini akan membahas alkohol secara umum dan gejala putus alkohol secara lebih spesifik.

1.2. Rumusan MasalahApa yang dimaksud dengan sindrom putus alkohol?

1.3. Tujuan1.3.1. Tujuan umumUntuk mengetahui tentang alkohol dan sindrom putus alkohol1.3.2. Tujuan khusus Untuk mengetahui definisi, epidemiologi dan efek-efek alkohol terhadap tubuh Untuk mengenali gejala-gejala yang timbul pada sindrom putus alkohol dan mendiagnosisnya secara tepat Untuk mengetahui komplikasi-komplikasi yang dapat muncul pada sindrom putus alkohol Untuk mengetahui tatalaksana sindrom putus alkohol

1.4. Manfaat Bidang akademikMenambah pengetahuan seputar alkohol dan gejala putus alkohol Bidang penelitianReferat ini diharapkan mampu membahas secara mendalam mengenai alkohol dan gejala putus alkohol dan dapat dijadikan sumber ataupun acuan untuk penelitian ataupun pembahasan mendatang. MasyarakatMemberikan informasi dan pemahaman yang baik bagi masyarakat tentang alkohol dan gejala putus alkohol.

BAB IIISI

2.1. DefinisiPada umumnya, orang awam mengartikan alkohol sebagai minuman beralkohol, namun definisi dari alkohol itu sendiri adalah suatu zat organik yang mengandung gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan atom karbon.4 Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 74 tahun 2013 pasal 1 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, definisi dari minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi. Minuman beralkohol umumnya mengandung 3-40% etanol.5

2.2. EpidemiologiDi Amerika Serikat, 90% dari seluruh populasi pernah mengonsumsi alkohol dan 10% dari seluruh pria dan 5% dari seluruh wanita dari seluruh populasi menderita alkoholisme, yaitu ketergantungan terhadap alkohol.1 Diantara seluruh populasi, kurang dari 5% peminum minuman beralkohol mengalami gejala putus alkohol.6Menurut ras dan etnis, diketahui bahwa orang kulit putih lebih banyak mengonsumsi alkohol. Diketahui pula bahwa laki-laki mempunyai kecenderungan untuk menjadi peminum yang berat dibandingkan dengan wanita. Suatu fakta yang menarik bahwa peminum alkohol lebih banyak ditemukan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi namun ditemukan merata pada seluruh tingkat sosioekonomi.1

2.3. Absorpsi dan metabolisme alkohol10% dari alkohol yang dikonsuumsi diabsorpsi di lambung, dan sisanya akan diabsorpsi di usus halus. Konsentrasi puncak pada darah akan tercapai dalam 30 90 menit, tergantung pada kondisi kekosongan lambung dimana lambung yang kosong dapat menyerap alkohol lebih cepat. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi waktu untuk tercapainya konsentrasi puncak adalah kecepatan mengonsumsi minuman beralkohol dan kandungan alkohol dalam minuman yang bersangkutan dimana absorpsi menjadi sangat cepat jika minuman mengandung 15-30% alkohol. Saat alkohol mencapai peredaran darah, alkohol akan didistribusi ke seluruh jaringan tubuh secara tidak merata. Alkohol akan lebih banyak mencapai daerah-daerah tubuh yang banyak mengandung air oleh karena sifatnya yang larut dalam air.90% dari alkohol yang diserap akan dimetabolisme di hati, dan 10% sisanya akan diekskresi melalui ginjal dan paru-paru. Tubuh dapat memetabolisme 10 - 34 mg/dL/jam. Alkohol dimetabolisme oleh 2 enzim yaitu alkohol dehidrogenase dan aldehid dehidrogenase. Alkohol dehidrogenase akan mengubah alkohol menjadi asetaldehida yang bersifat toksik bagi tubuh, yang akan diubah lagi oleh aldehid dehidrogenase menjadi asam asetat. Konsentrasi dari enzim-enzim ini mempengaruhi kecepatan metabolisme dari alkohol. Orang-orang dengan konsentrasi enzim alkohol dehidrogenase dan aldehid dehidrogenase yang rendah, yang cenderung lebih banyak ditemukan pada wanita dan ras Asia, mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami intoksikasi alkohol.72.4. Efek alkohol terhadap organ tubuh.2.4.1. OtakSecara molekular, alkohol mempengaruhi membran dari neuron-neuron di otak yaitu meningkatkan fluiditas dari membran pada konsumsi alkohol jangka pendek. Namun pada konsumsi alkohol jangka panjang, membran dari neuron-neuron tersebut menjadi lebih kaku. Keadaan fluiditas membran sangat penting dalam mempertahankan fungsi reseptor, kanal ion dan protein-protein membran. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada pengonsumsi alkohol, reseptor-reseptor asetilkolin nikotinik, serotonin dan GABAA meningkat dan reseptor-reseptor glutamat dan kalsium dihambat.Di sisi lain, alkohol juga berfungsi sebagai depresan. Kadar 0.05 % alkohol dalam darah dapat menyebabkan gangguan pikiran dan penilaian dimana kadar 0.1 % dapat menganggu fungsi motorik. Kadar 0.1 - 0.15 % alkohol dalam darah merupakan kadar intoksikasi alkohol. Penekanan fungsi otak pada seluruh area motorik dan sebagian area yang mengatur emosi terjadi pada konsentrasi 0.2 % alkohol dalam darah. Stupor ditemukan pada konsentrasi 0.3 % alkohol dalam darah, dan koma ditemukan pada konsentrasi 0.4 0.5 % alkohol dalam darah. Jika kadar alkohol dalam darah melebihi 0.5 %, maka bagian otak yang mengatur sistem pernapasan dan kardiovaskular akan dihambat dan dapat berakhir pada kematian.1,82.4.2. HatiKonsumsi alkohol sangat berkaitan dengan penyakit hati. Akumulasi lemak dan protein yang disebabkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan perlemakan hati. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan bahwa terjadi hepatomegali, yang juga dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan penunjang berupa USG. Dalam perjalanan penyakit yang berkelanjutan, hal ini berujung pada sirosis hati.12.4.3. Sistem gastrointestinalDidapatkan bahwa konsumsi alkohol berkepanjangan berkaitan dengan terbentuknya esophagitis, gastritis dan ulkus ventrikuli. Terbentuknya varises esofageal merupakan efek tidak langsung dari sirosis hati yang terjadi akibat konsumsi alkohol berlebih. Tidak hanya di organ pencernaan bagian atas, kerusakan-kerusakan pada organ pencernaan bagian bawah seperti pankreatitis, ca pankreas dan gangguan penyerapan pada usus halus juga sering ditemukan. Gangguan penyerapan ini dapat menyebabkan defisiensi vitamin, terutama vitamin B kompleks.92.4.3. Sistem kardiovaskularKonsumsi alkohol yang berlebihan juga berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan gangguan metabolisme lipoprotein dan trigliserida yang meningkatkan risiko infark miokard dan penyakit cerebrovaskular. Selain itu, konsumsi oksigen oleh otot jantung dan frekuensi denyut jantung meningkat pada orang-orang yang mengonsumsi alkohol secara berlebihan.12.5. AdiksiKetergantungan, atau yang disebut juga sebagai adiksi didefinisikan sebagai suatu penggunaan yang berulang dan mengalami peningkatan dalam penggunaannya, yang menimbulkan hendaya dan keinginan yang tidak bisa ditolak untuk menggunakan zat tersebut yang mengarah pada penurunan fungsi fisik ataupun mental. Seseorang dapat dikatakan mengalami ketergantungan terhadap suatu zat apabila memenuhi kriteria diagnosis yang tercantum pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV (DSM-IV-TR), yaitu:10Suatu pola maladaptif terhadap penggunaan zat, yang mengarah pada gangguan atau hendaya yang signifikan secara klinis, dan ditandai oleh tiga atau lebih dari gejala berikut yang berlangsung secara bersamaan dalam periode 12 bulan:1. Toleransi, yang ditandai oleh salah satu dari kriteria berikut:a. Peningkatan kebutuhan dalam mengonsumsi obat untuk mencapai efek yang dibutuhkanb. Penunran pengaruh pada konsumsi jumlah zat yang sama2. Withdrawal atau gejala putus zat, yang ditandai oleh salah satu dari kriteria berikuta. Tanda-tanda dari gejala putus obat (mengacu pada kriteria A atau B dari kumpulan kriteria gejala putus zat terhadap suatu zat tertentu)b. Zat yang sama ataupun mirip dikonsumsi untuk meredakan atau menghindari gejala putus zat3. Zat dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar atau lebih lama daripada yang diinginkan4. Keinginan yang menetap atau usaha yang gagal untuk mengendalikan penggunaan zat5. Banyak waktu yang dihabiskan untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang dibutuhkan untuk memperoleh zat, menggunakan zat atau sembuh dari pengaruh zat tersebut6. Pengurangan atau melepaskan kegiatan sosial, pekerjaan ataupun rekreasi karena penggunaan zat7. Zat terus digunakan meskipun mengetahui dirinya mempunyai masalah fisik ataupun psikologis yang menetap atau rekuren yang disebabkan karena at yang bersangkutan.

2.6. IntoksikasiMenurut kamus kedokteran Dorland, intoksikasi adalah sindrom reversibel yang disebabkan oleh suatu zat spesifik, dalam hal ini alkohol, yang mempengaruhi satu atau lebih fungsi mental yakni memori, orientasi, mood, daya nilai, dan fungsi perilaku, sosial dan okupasi. Jika ditinjau dari kadar alkohol di dalam darah, seseorang dapat dikatakan mengalami intoksikasi alkohol apabila kadar alkohol dalam darah mencapai 0.1 0.15 % atau 80 100 mg/dL.1 Selayaknya mendiagnosis penyakit kejiwaan lainnya, kriteria diagnosis pada (DSM-IV-TR) juga digunakan untuk mendiagnosis seseorang dengan intoksikasi alkohol..1Menurut DSM-IV-TR, kriteria diagnosis dari intoksikasi alkohol adalah sebagai berikut:10A. Konsumsi alkohol dalam waktu dekatB. Perubahan perilaku dan psikologis maladaptif yang signifikan (contoh: perilaku agresif, mood yang labil, gangguan daya nilai, gangguan fungsi sosial ataupun pekerjaan) yang muncul pada saat, atau segera setelah konsumsi alkohol.C. Satu atau lebih dari gejala-gejala berikut yang muncul pada saat, atau segera setelah konsumsi alkohol:1. Bicara yang tidak jelas2. Inkoordinasi3. Gait4. Nystagmus5. Gangguan atensi dan memori6. Stupor atau komaD. Gejala-gejala yang timbul bukan karena kondisi medis umum dan tidak disebabkan karena gangguan mental lainnya.

2.7. Sindrom putus alkoholPerlu dibedakan antara intoksikasi alkohol dengan sindrom putus alkohol. Gejala putus zat didefinisikan sebagai sindrom yang muncul akibat pemberhentian atau pengurangan jumlah suatu zat yang telah dikonsumsi dalam jangka waktu lama. Gejala putus zat disebut juga sebagai withdrawal atau abstinence syndrome. Pada sindrom putus alkohol, gejala umumnya muncul dalam kurun waktu 24-48 jam setelah konsumsi alkohol terakhir.Patofisiologi atas terjadinya sindrom putus alkohol melibatkan neurotransmiter yang ada di otak. Konsumsi alkohol secara berkepanjangan akan meningkatkan regulasi reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) dan menurunkan regulasi reseptor gamma-aminobutyric acid type-A (GABAA) yang menyebabkan terjadinya toleransi, namun pada saat terjadi abstinensia, proses yang berkebalikan akan terjadi pada kedua reseptor ditambah dengan peningkatan regulasi sistem dopaminergik sehingga timbullah gejala sindrom putus obat. Mekanisme tertentu pada GABAA dan GABAB diyakini memiliki peran terhadap munculnya perilaku cemas. Perubahan jumlah dan fungsi reseptor NMDA dan GABAA menghasilkan kejang pada sindrom putus obat. Peningkatan transmisi dopaminergik terlibat dalam pembentukan halusinasi.6Untuk mendiagnosis sindrom putus alkohol, dunia kedokteran kembali mengacu pada kriteria diagnosis yang tertulis dalam DSM-IV-TR yaitu:10A. Penghentian atau pengurangan penggunaan alkohol yang berat dan dalam jangka waktu lamaB. Dua atau lebih gejala berikut yang muncul dalam waktu beberapa jam hingga beberapa hari setelah kriteria A:1. Hiperaktivitas otonom (berkeringat atau peningkatan denyut jantung lebih dari 100 kali per menit)2. Tremor pada tangan3. Insomnia4. Mual atau muntah5. Halusinasi visual, taktil dan auditorik ataupun ilusi yang bersifat transien6. Agitasi psikomotor7. Kecemasan8. Bangkitan grand malC. Gejala-gejala pada kriteria B menyebabkan hendaya atau gangguan yang signifikan di bidang sosial, pekerjaan ataupun fungsi penting lainnya.D. Gejala-gejala yang muncul bukan disebabkan oleh kondisi medis umum dan bukan karena gangguan mental lainnya.Sangatlah penting untuk mengetahui riwayat konsumsi alkohol termasuk di dalamnya jenis minuman yang dikonsumsi, volume, frekuensi dan pola konsumsinya serta menyelidiki masalah-masalah kesehatan yang pernah muncul akibat konsumsi alkohol baik dalam bidang sosial, emosi, dan pekerjaan. Diperlukan juga pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan teliti untuk membedakan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh intoksikasi alkohol dan sindrom putus alkohol.Dalam menatalaksana sindrom putus obat, dapat digunakan beberapa obat. BenzodiazepinBenzodiazepin telah digunakan sebagai lini pertama untuk sindrom putus obat dan sebagai pencegahan kejang yang disebabkan karena sindrom putus obat. Benzodiazepin yang bersifat long-acting seperti diazepam dan klordiazepoksid mempunyai efektivitas yang baik dan menunjukkan perjalanan penyembuhan yang lebih teratur jika dibandingkan dengan benzodiazepin yang memiliki T1/2 yang lebih pendek seperti lorazepam (10-20 jam). Pemberian diazepam umumnya dilakukan secaa intramuskular. Perlu diingat juga bahwa pemberian diazepam akan menibulkan efek sedatif yang berkepanjangan serta kurang aman bagi pasien yang memiliki disfungsi hatiMenurut penelitian, pemberian lorazepam dengan dosis 6 mg yang dilakukan tappering off menjadi 2 mg selama 4 hari sama efektifnya dengan pemberian diazepam ataupun klordiazepoksid. Anti-epileptikBeberapa penelitian yang membandingkan benzodizepin dan obat-obatan anti epileptik menyatakan bahwa gejala-gejala sekunder seperti gangguan cemas ataupun depresi lebih efektif ditangani dengan obat-obatan anti-epileptik. Agen yang paling banyak diteliti adalah karbamazepin, yang menunjukkan dosis 600-800 mg/hari memiliki efektivitas yang sama dengan lorazepam dengan dosis 6-8 mg/hari.Terdapat beberapa komplikasi yang dapat timbul apabila sindrom putus alkohol tidak ditangani secara benar. Komplikasi-komplikasi tersebut antara lain: KejangKejang umumnya muncul dalam kurun waktu 48 jam setelah berhenti mengonsumsi alkohol yang telah dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan waktu yang berkepanjangan. Namun dalam mengidentifikasi etiologi kejang, perlu dilakukan neuroimaging dengan CT ataupun MRI untuk memastikan tidak adanya kontusio ataupun perdarahan intrakranial yang disebabkan oleh trauma, tumor ataupun abnormalitas struktural lainnya.Apabila terjadi kejang yang disebabkan oleh putus alkohol, benzodiazepin adalah lini pertama dalam menatalaksananya. Delirium tremensDelirium tremens dapat terjadi sebagai akibat tatalaksana sindrom putus alkohol yang tidak adekuat. Hal ini ditandai dengan gangguan kesadaran yang berfluktuatif dan perubahan kognitif dalam jangka waktu pendek. Dapat disertai dengan gejala-gejala otonom seperti berkeringat, mual, palpitasi dan tremor serta gejala-gejala psikologis seperti rasa cemas. Benzodiazepin kembali menjadi obat pilihan untuk komplikasi ini. Lorazepam dianggap lebih aman dibandingkan dengan diazepam dengan mempertimbangkan efek sedasi dan disfungsi hati yang dapat ditimbulkan oleh diazepam karena delirium tremens lebih sering muncul pada pasien usia lanjut. Gangguan elektrolit dan dehidrasiHiponatremia sering ditemukan pada pasien yang mengonsumsi alkohol secara kronis. Dalam hal ini diperlukan penatalaksanaan secara suportif yaitu dengan rehidrasi dan pemberian cairan elektrolit. Koreksi yang terlalu cepat dapat menyebabkan central pontine myelinolysis (CPM) yang ditandai dengan disartria, disfagia dan spastik kuadriparesis yang bersifat ireversibel. Oleh sebab itu, koreksi yang perlahan yang berkisar antara 8-10 mmol/l dalam 24 jam lebih dianjurkan untuk mencegah munculnya CPM.

BAB IIIKESIMPULAN

Alkohol adalah suatu zat yang dikonsumsi secara luas di masyarakat dalam bentuk minuman. Konsumsi alkohol berlebih dapat menimbulkan efek-efek negatif bagi organ-organ di dalam tubuh. Selain itu, alkohol juga dapat menyebabkan ketergantungan, yang ditandai dengan beberapa gejala, yang termasuk di dalamnya, sindrom putus alkohol.Sindrom putus alkohol ditandai dengan munculnya beberapa gejala tertentu dalam kurun waktu 48 jam akibat setelah konsumsi alkohol yang terakhir. Dalam mendiagnosis sindrom putus alkohol harus mengacu pada kriteria diagnosis yang tertulis pada DSM-IV. Dalam menatalaksana sindrom putus obat dapat digunakan obat-obatan seperti golongan benzodiazepine dan anti-epileptik, namun apabila tidak ditangani secara tepat, sindrom putus obat dapat menimbulkan beberapa komplikasi yang cukup serius.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BA, Sadock VA. Kaplan and Sadocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral Science/Clinical Psychiatry. 10th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. 2. Suhardi. Preferensi Meminum Alkohol Di Indonesia Menurut Riskesdas 2007. Bul. Penetlitian Kesehatan, 4, 39 (November 29, 2011): 15464.3. Health Risks and Benefits of Alcohol Consumption. Alcohol Research & Health: The Journal of the National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism 24, no. 1 (2000): 511.4. IUPAC,Compendium of Chemical Terminology, 2nd ed. (the "Gold Book") (1997). Online corrected version: (2006) "Alcohols".5. Roberts, C., and S. P. Robinson. Alcohol Concentration and Carbonation of Drinks: The Effect on Blood Alcohol Levels. Journal of Forensic and Legal Medicine 14, no. 7 (October 2007): 398405. doi:10.1016/j.jflm.2006.12.010.6. McKeon, A., M. A. Frye, and Norman Delanty. The Alcohol Withdrawal Syndrome. Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry 79, no. 8 (August 2008): 85462. doi:10.1136/jnnp.2007.128322.7. Zakhari, Samir. Overview: How Is Alcohol Metabolized in the Body. Alcohol Research and Health 29, no. 4 (2006): 24554.8. Sullivan, Edith, R. Adron Harris, and Adolf Pfefferbaum. Alcohols Effects on Brain and Behavior. Alcohol Research and Health 33, no. 1 & 2 (2010): 12743.9. Bode, C., and J. C. Bode. Alcohols Role in Gastrointestinal Tract Disorders. Alcohol Health and Research World 21, no. 1 (1997): 7683.10. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000, with permission