Upload
novita-ningtyas
View
63
Download
21
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ReferatHematemesis Melena
Citation preview
Referat
HEMATEMESIS MELENA
Oleh :
Novita Ningtyas
NIM. I1A010004
Pembimbing :
dr. Abimanyu, Sp.PD, KGEH FINASIM
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAMFK UNLAM – RSUD ULIN
BANJARMASIN
Juni, 2014
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
BAB II ISI
Definisi…………………………………………………………...........5
Etiologi…………………………………………………………….......5
Diagnosis……………………………………………………………....8
Penatalaksanaan……………………………………………………….10
Komplikasi…………………………………………………………….12
BAB III PENUTUP 13
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses
atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya
perdarahan saluran cerna bagian atas. Hematemesis melena merupakan suatu
keadaan gawat darurat di dalam bidang penyakit dalam. Insidensi terjadinya kasus
ini berkisar antara 100-150 per 100.000 di Amerika. Angka kematian 8-10 % dan
bertahan dalam 40 tahun terakhir (1).
Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak
sedangkan di Indonesia perdarahan karena ruptur varises gastroesofagus
merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50%-60%, gastritis erosifa
hemoragika sekitar 25% - 30%, tukak peptik sekitar 10% - 15% dan karena sebab
lainnya <5%. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa perdarahan yang
terjadi karena pemakaian jamu rematik menempati urutan terbanyak sebagai
penyebab perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) yang dating ke Unit
Gawat Darurat (UGD) RS Hasan Sadikin. Mortalitas secara keseluruhan masih
tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bias mencapai
60% sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9%-12% (1,2).
Angka kematian di berbagai belahan dunia menunjukkan jumlah yang
cukup tinggi, terutama di Indonesia yang wajib menjadi perhatian khusus.
Berdasarkan hasil penelitian di Jakarta didapati bahwa jumlah kematian akibat
perdarahan saluran cerna atas berkisar 26%. Insiden perdarahan SCBA dua kali
3
lebih sering pada pria dari pada wanita dalam seluruh tingkatan usia; tetapi jumlah
angka kematian tetap sama pada kedua jenis kelamin. Angka kematian meningkat
pada usia yang lebih tua (>60 tahun) pada pria dan wanita (2).
Faktor utama yang berperan dalam tingginya angka kematian adalah
kegagalan untuk menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan
kesalahan diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan. Untuk memeriksa
perdarahan saluran cerna atas dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk
menegakkan diagnosa tentang penyebab yang dapat menimbulkan perdarahan
saluran cerna bagian atas (1,2).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hematemesis melena merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan
adanya perdarahan pada saluran cerna bagian atas. Batas antara saluran cerna
bagian atas dengan saluran cerna bagian bawah adalah Ligamentum Treitz
yang terdapat pada bagian distal duodenum (3).
Hematemesis adalah muntah darah (darah yang dimuntahkan lewat mulut),
warna dari darah yang dimuntahkan akan bervariasi tergantung dari konsentrasi
asam hipoklorik dalam lambung dan percampuran dengan darah. Demikian
juga, jika muntah darah terjadi tidak lama setelah onset perdarahan, muntahan
akan berwarna merah; jika terjadi lebih lambat, darah yang keluar akan
berwarna merah kehitaman, kecoklatan atau hitam. Gumpalan darah yang
terdapat dalam muntahan darah akan berbentuk seperti suatu gambaran “ladang
kopi” (3).
Sementara itu, melena adalah keluarnya feses yang berwarna kehitaman
dengan konsistensi yang lembek. Fesesnya dapat terlihat seperti mengkilat,
berbau busuk, dan lengket (3).
B. Etiologi
1. Penyakit-Penyakit Ulcerativa (4, 5)
a. Peptic Ulcer
5
Di Amerika Serikat, PUD (Peptic Ulcer Disease) dijumpai pada sekitar
4,5 juta orang pada tahun 2011. Kira-kira 10% dari populasi di Amerika
Serikat memiliki PUD. Dari sebahagian besar yang terinfeksi H pylori,
prevalensinya pada orang usia tua 20%. Hanya sekitar 10% dari orang muda
memiliki infeksi H pylori; proporsi orang-orang yang terinfeksi meningkat
secara konstan dengan bertambahnya usia.
Secara keseluruhan, insidensi dari duodenal ulcers telah menurun pada
3-4 dekade terkahir. Walaupun jumlah daripada simple gastric ulcer
mengalami penurunan, insidensi daripada complicated gastric ulcer dan
opname tetap stabil, sebagian dikarenakan penggunaan aspirin pada
populasi usia tua. Jumlah pasien opname karena PUD berkisar 30 pasien per
100,000 kasus.
Prevalensi kemunculan PUD berpindah dari yang predominant pada pria ke
frekuensi yang sama pada kedua jenis kelamin. Prevalensi berkisar 11-14 %
pada pria dan 8-11 % pada wanita. Sedangkan kaitan dengan usia, jumlah
kemunculan ulcer mengalami penurunan pada pria usia muda, khususnya
untuk duodenal ulcer, dan jumlah meningkat pada wanita usia tua.
b. Stress Ulcer
Hingga saat ini masih belum dipahami bagaimana terjadinya stress ulcer,
tetapi banyak dikaitkan dengan hipersekresi daripada asam pada beberapa
pasien, mucosal ischemia, dan alterasi pada mucus gastric.
c. Medication-Induced Ulcer
6
Berbagai macam pengobatan berperan penting dalam perkembangan
daripada penyakit peptic ulcer dan perdarahan saluran cerna bahagian atas
akut. Paling sering, aspirin dan NSAIDs dapat menyebabkan erosi
gastroduodenal atau ulcers, khususnya pada pasien lanjut usia.
2. Mallory-Weiss Tear (4,5).
Mallory- Weiss Tear muncul pada bagian distal esophagus di bagian
gastroesophageal junction. Perdarahan muncul ketika luka sobekan telah
melibatkan esophageal venous atau arterial plexus. Pasien dengan hipertensi
portal dapat meningkatkan resiko daripada perdarahan oleh Mallory-Weiss
Tear dibandingkan dengan pasien hipertensi non-portal.
Sekitar 1000 pasien di University of California Los Angeles datang ke ICU
dengan perdarahan saluran cerna bahagian atas yang berat, Mallory-Weiss Tear
adalah diagnosis keempat yang menyebabkan perdarahan saluran cerna
bahagian atas, terhitung sekitar 5 % dari seluruh kasus.
3. Varises Esofagus (4,6)
Esophageal varices dan gastric varices adalah vena collateral yang
berkembang sebagai hasil dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi
segmental portal. Beberapa penyebab dari hipertensi portal termasuk
prehepatic thrombosis, penyakit hati, dan penyakit postsinusoidal. Hepatitis B
dan C serta penyakit alkoholic liver adalah penyakit yang paling sering
menimbulkan penyakit hipertensi portal intrahepatic di Amerika Serikat.
4. Pengaruh obat NSAID (5)
7
Penggunaan NSAIDs merupakan penyebab umum terjadi tukak gaster.
Penggunaan obat ini dapat mengganggu proses peresapan mukosa, proses
penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan cedera. Sebanyak 30% orang
dewasa yang menggunakan NSAIDs mempunyai GI yang kurang baik. Faktor
yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster dari penggunaan
NSAIDs adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang tinggi atau
kombinasi dari NSAIDs, penggunaan NSAIDs dalam jangka waktu yang lama,
penggunaan disertai antikoagulan, dan severe comorbid illness.
Penyebab lain dari hematemesis melena antara lain, gastric atau duodenal
erosions (20-30 %), erosive esophagitis (5-10 %), angioma (5-10 %),
arteriovenous malformation (< 5 %), dan gastrointestinal stromal tumor (5,6).
Penyakit Usus Halus: tumor jinak dan ganas, Syndrome Peutz-Jegher,
divertikulum Meckel. Penyakit Kolon Proksimal: tumor jinak dan ganas,
divertikulosis, ulserasi dan kolitis granulomatosa, tuberkulosis, disentri amuba,
aneurisma sirsoid. Kelainan Darah: Polisitemia vera, limfoma, leukemia, anemia
pernisiosa, hemofilia, hipoprotrombinemia, multiple mieloma, trombositopenia
purpura, non-trombositopenia purpura. Penyakit Pembuluh darah: telangiektasis
hemoragik herediter, hemangioma kavernosum. Penyakit Sistemik : amiloidosis,
sarkoidosis, penyakit jaringan ikat, uremia. Penyakit Infeksi: DHF, leptospirosis.
(5,6).
C. Diagnosis
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan inspeksi muntahan pasien atau
pemasangan selang nasogastric (NGT, nasogastric tube) dan deteksi darah
8
yang jelas terlihat; cairan bercampur darah, atau “ampas kopi”’ Namun, aspirat
perdarahan telah berhenti, intermiten, atau tidak dapat dideteksi akibat spasme
pilorik (7).
Pada semua pasien dengan perdarahan saluran gastrointestinal (GIT) perlu
dimasukkan pipa nasogastrik dengan melakukan aspirasi isi lambung. Hal ini
terutama penting apabila perdarahan tidak jelas. Tujuan dari tindakan ini adalah
(7,8):
1. Menentukan tempat perdarahan.
2. Memperkirakan jumlah perdarahan dan apakah perdarahan telah berhenti.
Angiography dapat digunakan untuk mendiagnosa dan menatalaksana
perdarahan berat, khususnya ketika penyebab perdarahan tidak dapat
ditentukan dengan menggunakan endoskopi atas maupun bawah (7).
Conventional radiographic imaging biasanya tidak terlalu dibutuhkan
pada pasien dengan perdarahan saluran cerna tetapi adakalanya dapat
memberikan beberapa informasi penting. Misalnya pada CT scan; CT Scan
dapat mengidentifikasi adanya lesi massa, seperti tumor intra-abdominal
ataupun abnormalitas pada usus yang mungkin dapat menjadi sumber
perdarahan (8).
Endoskopi merupakan pemeriksaan yang paling bagus untuk melihat
adanya perdarahan pada saluran pencernaan bagian atas. Namun, pemeriksaan
ini termasuk ke dalam kategori invasif (8).
9
D. Penatalaksanaan
Pada perdarahan saluran cerna dianggap terdapat gangguan hemostasis
berupa defisiensi kompleks protrombin sehingga diberikan vitamin K 10 mg
atau IV atau IM dengan lambat, dan dapat juga diberikan plasma segar beku,
seperti penderita dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati. Bila diduga
terdapat fibrinolisis sekunder dapat diberikan asam traneksamat parenteral (9).
Produksi asam lambung yang meningkat karena “stress” psikis maupun
fisik dapat ditekan dengan pemberian antasida dan antagonis reseptor H2
(ranitidine, famotidin atau roksatidin). Antasida diharapkan dapat menekan
asam lambung yang sudah berada di lambung, sedangkan antagonis reseptor
H2 diharapkan dapat menekan produksi asam lambung. Ranitidine yang
diberikan sebanyak 50 mg dicairkan 50 ml D5W setiap 6 jam/IV, simetidin 300
mg dicairkan dalam dosis intermitten 50 mg D5W setiap 6 jam/IV atau sebagai
infus IV continue 50 mg/jam, hasil terbaik tercapai bila pH asam lambung = 4.
Selain itu, dengan pertimbangan proses koagulasi akan terganggu oleh suasana
asam, maka diberikan antisekresi asam lambung yang berupa penghambat
pompa proton (omeprazol, lanzoprazol, pantoprazol) (10).
Pemberian obat yang vasoaktif akan mengurangi aliran darah splanknikus
sehingga diharapkan proses perdarahan dapat berkurang atau berhenti. Dapat
dipakai vasopressin, somatostatin atau okreotid. Vasopressin bekerja sebagai
vasokonstriktor pembuluh splanknik dengan dosis 0,2-0,6 unit/menit, serta hati-
hati karena dapat terjadi hipersensitif dan mempengaruhi output urine karena
sifat antidiuretik-nya. Sedangkan somatostatin dan okreotid melalui efek
10
menghambat sekresi asam lambung dan pepsin yang akan menurunkan aliran
darah di lambung dan merangsang sekresi mucus lambung (11).
Salah satu yang dikhawatirkan pada pasien sirosis hepatis yang
mengalami perdarahan varises esofagus adalah terjadinya koma hepatik akibat
pencernaan darah pasien di dalam kolon, sehingga diberikan neomisin
4x500mg untuk mensterilisasi usus agar bakteri yang mencerna darah dapat
mati, tetapi sekarang penggunaan neomisin sudah ditinggalkan. Selain itu dapat
diberikan juga pencahar atau laksan 4x1 sendok makan agar darah yang ada
dalam saluran pencernaan pasien dapat dikeluarkan dengan segera (9, 10).
Pemasangan Sengstaken-Blakemore tube (SB tube) dapat dikerjakan pada
kasus yang diduga terdapat varises esophagus. SB tube terdiri dari 2 balon
(lambung dan esophagus). Balon lambung berfungsi sebagai jangkar agar SB
tube tidak keluar saat balon esophagus dikembangkan. Balon esophagus
tersebut secara mekanik menekan langsung pembuluh darah varises yang robek
dan berdarah (10,11).
Harus dipersiapkan jalur intravena yang adekuat untuk transfusi (jangan
dilakukan pada vena yang terlalu kecil). Resusitasi dapat dimulai dengan
larutan NaCl fisiologis dan bila terdapat tanda – tanda gangguan sirkulasi
perifer ( pre-syok / syok ) dapat diberikan volume expander sebelum cairan
definitif (darah) tersedia. Pada perdarahan masif, harus terpasang monitor vena
sentral (CVP). Transfusi diberikan sesuai kebutuhan, antara lain sebagai
pengganti volume intravaskuler, perbaikan kadar hemoglobin atau
suplementasi faktor koagulasi. Pada perdarahan aktif dan masif, darah lengkap
11
(WB) dapat merupakan pilihan utama karena masih mengandung factor
pembekuan, di samping dapat memenuhi kebutuhan koreksi volume
intravaskuler (11).
Bila kebutuhan koreksi volume sudah terpenuhi oleh resusitasi cairan
fisiologis peningkatan kadar hemoglobin dapat dipenuhi melalui transfusi
PRC dan bila masih diperlukan faktor pembekuan, dapat diberikan plasma
beku segar (Fresh Frozen Plasma). Pada umumnya, indikasi melakukan
transfusi jika kadar hemoglobin <10 gr / dl dan hematokrit <30 % yang
disertai dengan adanya gangguan hemodinamik. Parameter keberhasilan
resusitasi adalah terjaminnya tekanan vena sentral antara 7-10 mmHg atau
diuresis lebih dari 0,5-1 ml / kgBB / jam (9, 11).
Penatalaksanaan terakhir bila pendarahan masih terus berlangsung atau
masuk ke dalam keadaan kegawatdaruratan, dan prosedur diatas sudah
dijalankan semua adalah dilakukan pembedahan seperti reseksi lambung
(antrektomi), gastrektomi, gastroentrostomi; vagotomi (10, 11).
E. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan oleh hematemesis melena adalah : syok
hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut, syndrome hepatorenal,
koma hepatikum, dan anemia (12).
12
BAB III
PENUTUP
Hematemesis melena merupakan keadaan yang menandakan terjadinya
perdarah saluran cerna bagian atas. Hematemesis melena dapat menjadi suatu
gawat darurat medik bila tidak didiagnosis dan ditangani secara cepat dan tepat.
Etiologi dari hematemesis melena dapat berasal dari kelainan di esophagus,
lambung, duodenum bagian distal, kelainan darah, maupun kelainan sistemik.
. Diagnosis hematemesis melena ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang
biasa dilakukan berupa OMD, USG abdomen, dan CT scan abdomen. Untuk
mengetahui etiologi pasti dari hematemesis melena dapat dilakukan endoskopi.
Sementara itu, dasar tatalaksana dari hematemesis melena adalah resusitasi
cairan, menghentikan perdarahan, dan mengatasi etiologi penyakit. Tatalaksana
yang baik dan benar pada hematemesis melena sangat penting untuk mencegah
terjadinya komplikasi. Komplikasi hematemesis melena, antara lain syok
hipovolemik dan gagal ginjal akut.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Djumhana A. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian. Bandung: FK UNPAD, 2011.
2. Almi DU. Hematemesis melena et causa gastritis erosive. Medula. 2013; 1:72-78.
3. Ponijan AP. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Medan: FK USU, 2012.
4. Hadi S. Perdarahan saluran makan. Bandung: PT Alumni, 2010.
5. Shah VH. Sleisenger and fordan’s gastrointestinal and liver disease pathophysiology diagnosis/management 9th edition vol.2. USA: Saunder Elsevier, 2010.
6. Vakil N. Dyspepsia, peptic ulcer, and H. pylori: a remembrance of thing past. Am J Gastroenterol. 2010; 105(3):572-574.
7. Katz, J. Peptic ulcer disease. Pennsylvania: Division of Gastroenterology and Hepatology, 2011.
8. John RS. Accute upper gastrointestinal bleeding. USA: McGraw-Hill, 2009.
9. Caestecker JD. Upper gastrointestinal bleeding clinical presentation. Hahnemann University, 2011.
10. Anand BS. Peptic ulcer disease. Baylor college: Department of Internall Medicine, Division of Gastroenterology, 2011.
11. Wanmacher L. Antacids and other untiulcer medicines. Expert Committee on the Selection and Use of Essential medicines, 2011.
12. Friedlander J, Mamula P: Gastrointestinal hemorrhage in Wyllie R, Hyams JS, Kay m (eds) Pediatric gastrointestinal and liver diseases, IVth Ed. Philadelphia PA: Elsevier, 2011.
14