34
1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hepatitis fulminan banyak dikenal sebagai gagal hati fulminan atau gagal hati akut. Hepatitis fulminan didefinisikan sebagai akibat nekrosis hepatosit masif atau gangguan fungsional hepatosit berat pada penderita yang sebelumnya tidak menderita penyakit hati (Suchy, 2000; Liu dkk, 2001; Sass, 2005). Perjalanan fulminan yang ditandai oleh kegagalan hati akut yang terkait dengan nekrosis masif dan submasif sel hati, terjadi pada kira-kira 1% kasus hepatitis B dan hepatitis C, dan lebih terjadi jarang pada hepatitis A. Penderita koinfeksi hepatitis B dan virus delta mempunyai insidensi yang lebih besar dibanding yang dengan hepatitis B saja. Angka kematian jenis ini tinggi. Pasien yang bertahan hidup mengalami regenerasi hati normal dan tidak menderita penyakit hati kronik (Chandrasoma, 2006). Data epidemiologi secara internasional didapatkan hepatitis fulminan yang terjadi pada kasus hepatitis A antara 0,1%-0,4%, hepatitis B 25%- 75%, hepatitis D 50%-70%, hepatitis C dan E jarang sekali terjadi (Suchy, 2000; Whitington, 2001).

Referat Hepatitis Fulminan Tina

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Hepatitis Fulminan Tina

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hepatitis fulminan banyak dikenal sebagai gagal hati fulminan atau

gagal hati akut. Hepatitis fulminan didefinisikan sebagai akibat nekrosis

hepatosit masif atau gangguan fungsional hepatosit berat pada penderita yang

sebelumnya tidak menderita penyakit hati (Suchy, 2000; Liu dkk, 2001; Sass,

2005). Perjalanan fulminan yang ditandai oleh kegagalan hati akut yang

terkait dengan nekrosis masif dan submasif sel hati, terjadi pada kira-kira 1%

kasus hepatitis B dan hepatitis C, dan lebih terjadi jarang pada hepatitis A.

Penderita koinfeksi hepatitis B dan virus delta mempunyai insidensi yang

lebih besar dibanding yang dengan hepatitis B saja. Angka kematian jenis ini

tinggi. Pasien yang bertahan hidup mengalami regenerasi hati normal dan

tidak menderita penyakit hati kronik (Chandrasoma, 2006).

Data epidemiologi secara internasional didapatkan hepatitis fulminan

yang terjadi pada kasus hepatitis A antara 0,1%-0,4%, hepatitis B 25%-75%,

hepatitis D 50%-70%, hepatitis C dan E jarang sekali terjadi (Suchy, 2000;

Whitington, 2001). Diagnosis hepatitis fulminan dapat ditegakkan

berdasarkan catatan riwayat penderita hepatitis virus, gejala klinis dan

pemeriksaan klinis (Suchy, 2000). Angka kematian hepatitis fulminan masih

sangat tinggi yaitu 60-90%. Pengidap terbanyak yaitu neonatus yaitu 95%,

sedangkan pada anak dan dewasa masing-masing 10% (Markum, 1991).

Dengan data seperti ini, dapat disimpulkan bahwa hepatitis fulminan

merupakan perjalanan fulminan yang ditandai oleh kegagalan hati akut yang

terkait dengan nekrosis masif dan submasif sel hati. Kondisi ini jika tidak

ditindaklanjuti dapat memperburuk kualitas hidup seseorang. Tindakan yang

tepat dapat dilakukan jika para praktisi medis mengenal dengan baik faktor-

faktor risiko, etiologi, patogenesis, serta tanda dan gejala klinis dari hepatitis

fulminan. Oleh karena itu, penulis mengangkat hepatitis fulminan sebagai

tema prensentasi agar mampu mengenal lebih dalam mengenai penyakit ini

Page 2: Referat Hepatitis Fulminan Tina

2

sehingga mampu menerapkan penatalaksanaan dan terapi yang rasional

terhadap pasien.

B. TUJUAN

Referat ini bertujuan memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai :

1. Definisi Hepatitis Fulminan

2. Anatomi Hepar

3. Fisiologi Hepar

4. Etiologi Hepatitis Fulminan

5. Manifestasi Klinis Hepatitis Fulminan

6. Patologi Hepatitis Fulminan

7. Patogenesis Hepatitis Fulminan

8. Patofisiologi Hepatitis Fulminan

9. Diagnosis Hepatitis Fulminan

10. Penatalaksanaan Hepatitis Fulminan

11. Komplikasi Hepatitis Fulminan

12. Prognosis Hepatitis Fulminan

Page 3: Referat Hepatitis Fulminan Tina

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI HEPATITIS FULMINAN

Hepatitis fulminan yaitu perjalanan fulminan yang ditandai oleh

kegagalan hati akut yang terkait dengan nekrosis masif dan submasif sel hati

(Chandrasoma, 2006). Hepatitis fulminan didefinisikan secara ketat sebagai

sindrom klinik akibat nekrosis hepatosit masif atau gangguan fungsional

hepatosit berat pada penderita yang sebelumnya tidak menderita penyakit

hati. Gangguan ini biasanya berkembang setelah masa kurang dari 8 minggu.

Fungsi sintesis, ekskretori, dan detoksikasi hati seluruhnya terganggu berat,

dengan ensefalopati hepatik suatu kriteria diagnostik yang sangat penting

(Suchy, 2000).

B. ANATOMI HEPAR

Hepar terbagi dalam dua belahan utama, yaitu sinistra dan dextra.

Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma;

permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura transfersus.

Permukaannya dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk-keluar

hepar. Fisura longitudinal memisahkan sinistra dan dextra di permukaan

bawah, sedangkan ligamen falciformis melakukan hal yang sama di

permukaan atas hepar. Selanjutnya hepar dibagi kembali menjadi 4 belahan

(dextra, sinistra, kaudata, kwadrata) dan setiap belahan atau lobus terdiri dari

lobulus. Lobulus ini berbentuk polihedral dan terdiri dari sel hepatosit

berbentuk kubus, dan cabang-cabang pembuluh darah diikat bersama oleh

jaringan hepar. Hepar mempunyai 2 jenis persediaan darah yaitu yang datang

melalui arteri hepatica dan yang melalui vena porta (Pearce, 2006).

Page 4: Referat Hepatitis Fulminan Tina

4

Gambar 1. Hepar dilihat dari atas

Gambar 2. Permukaan belakang hepar

Page 5: Referat Hepatitis Fulminan Tina

5

Gambar 3. Diagram pembuluh darah yang masuk dan keluar hepar

Arteri hepatica yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima

darahnya kepada hepar; darah ini mempunyai kejenuhan oksigen 95-100%.

Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterica superior,

mengantarkan empat perlima darahnya ke hepar; darah ini mempunyai

kejenuhan oksigen hanya 70% sebab beberapa oksigen telah diambil oleh

limpa dan usus. Darah vena porta membawa zat makanan ke hepar yang telah

diabsorbsi oleh mukosa usus halus. Vena hepatica mengembalikan darah dari

hati ke vena cava inferior. Di dalam vena hepatica tidak terdapat katup.

Saluran empedu terbentuk dari penyatuan kapiler-kapiler empedu yang

mengumpulkan empedu yang mengumpulkan empedu dari sel hepatosit.

Maka terdapat 4 pembuluh darah utama yang menjelajahi seluruh hepar, 2

Page 6: Referat Hepatitis Fulminan Tina

6

yang masuk ke hepar yaitu arteri hepatica dan vena porta, dan 2 yang keluar

dari hepar yaitu vena hepatica dan saluran empedu (Pearce, 2006).

C. FISIOLOGI HEPAR

Fungsi hepar bersangkutan dengan metabolisme tubuh khususnya

mengenai pengaruhnya atas makanan dan darah. Hepar merupakan pabrik

kimia terbesar dalam tubuh karena menjadi perantara metabolisme artinya

mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan yang disimpan di suatu

tempat di dalam tubuh, guna dibuat sesuai untuk pemakaiannya di dalam

jaringan. Hepar juga mengubah zat buangan dan bahan racun untuk dibuat

mudah untuk ekskresi ke saluran empedu dan urin. Hepar juga mempunyai

fungsi glikogenik karena dirangsang oleh kerja suatu enzim maka sel hepatosit

menghasilkan glikogen dari konsentrasi glukosa yang diambil dari makanan

hidrat karbon. Zat ini disimpan sementara oleh sel hepatosit dan diubah

kembali menjadi glukosa oleh kerja enzim bila diperlukan oleh jaringan tubuh.

Karena fungsi ini maka hepar membantu supaya kadar gula yang normal

dalam darah yaitu 80-100 mg glukosa setiap 100 cc darah dapat

dipertahankan. Akan tetapi fungsi ini dikendalikan oleh sekresi dari pankreas,

yaitu insulin. Hepar juga dapat mengubah asa amino menjadi glukosa (Pearce,

2006).

Beberapa dari unsur susunan empedu, misalnya garam empedu, dibuat

dalam hepar; unsur lain misalnya pigmen empedu dibentuk di dalam sistem

retikulo-endotelium dan dialirkan ke dalam empedu oleh hati. Hepar

menerima asam amino yang diabsorbsi oleh darah. Di dalam hati terjadi

deaminasi oleh sel, artinya nitrogen dipisahkan dari bagian asam amino, dan

amonia diubah menjadi ureum. Ureum dapat dikeluarkan dari daerah oleh

ginjal dan diekskresikan ke dalam urin (Pearce, 2006).

Hepar menyiapkan lemak untuk pemecahannya terakhir menjadi hasil

akhir asam karbonat dan air. Garam empedu yang dihasilkan oleh hati adalah

penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak. Kekurangan garam empedu

mengurangi absorbsi lemak dan karena itu dapat berjalan tanpa perubahan

Page 7: Referat Hepatitis Fulminan Tina

7

masuk feses seperti yang terjadi pada beberapa gangguan pencernaan pada

anak, pada penyakit coeliac, seriawa tropik dan gangguan tertentu pada

pankreas (Pearce, 2006).

Hepar juga bersangkutan dengan isi normal darah :

a) Hepar membentuk sel darah merah pada masa hidup janin

b) Hepar berperan dalam penghancuran sel darah merah

c) Menyimpan hematin yang diperlukan untuk penyempurnaan sel darah

merah baru

d) Membuat sebagian besar dari protein plasma

e) Membersihkan bilirubin dari darah

f) Berkenaan dengan penghasilan protrombin dan fibrinogen yang perlu

untuk penggumpalan darah

Penyimpanan dan penyebaran berbagai bahan, termasuk glikogen,

lemak, vitamin dan besi. Vitamin A dan D yang dapat larut lemak disimpan di

dalam hepar, maka itulah mengapa minyak hati merupakan sumber vitamin ini

yang begitu baik. Hepar membantu mempertahankan suhu tubuh sebab

luasnya organ dan banyaknya kegiatan metabolik yang berlangsung

mengakibatkan darah yang mengalir melalui organ itu naik suhunya. Hepar

juga memiliki fungsi detoksikasi. Beberapa obat tidur dan dan alkohol dapat

dimusnahkan sama sekali oleh hepar; tetapi dalam dosis besar obat bius dapat

merusak sel hepar (Pearce, 2006).

D. ETIOLOGI HEPATITIS FULMINAN

Hepatitis fulminan paling sering merupakan komplikasi hepatitis virus

(A, B, D, E , mungkin C, dan lain-lain). Risiko tinggi hepatitis fulminan yang

tidak biasa terjadi pada orang muda yang menderita infeksi campuran dengan

hepatitis virus B (HBV) dan hepatitis D. Mutasi pada daerah piranti (precore)

DNA hepatitis virus B (HBV) dihubungkan dengan hepatitis berat dan

fulminan. Hepatitis B juga menyebabkan beberapa kasus hepatitis fulminan

yang tanpa petanda serologis infeksi HBV tetapi dengan DNA HBV yang

ditemukan dalam hati. Hepatitis virus C dan E jarang menyebabkan hepatitis

Page 8: Referat Hepatitis Fulminan Tina

8

fulminan di Amerika Serikat. Suatu tambahan, virus yang tidak dikenali

menyebabkan sebagian besar dari apa yang di masa lalu dikenal sebagai

hepatitis fulminan non-A, non-B. Bentuk ini mungkin merupakan penyebab

yang paling sering dari hepatitis fulminan pada anak. Penyakit ini terjadi

secara sporadis dan biasanya tanpa faktor risiko parenteral hepatitis B atau C.

Infeksi virus Eipstein-Bar, virus herpes simpleks, adenovirus, enterovirus

sitomegalovirus, dan varisela zooster bisa menyebabkan hepatitis fulminan

pada anak (Suchy, 2000)

Berbagai obat dan bahan kimia hepatotoksik bisa juga menyebabkan

hepatitis fulminan, jejas hati yang bisa diramal adalah setelah pemaparan pada

karbon tetraklorid dan jamur Amanita phalloides atau setelah dosis

asetaminofen berlebihan. Kerusakan idiosinkrasi bisa pasca pemakaian obat-

obatan seperti halotan atau natrium valproat. Iskemia dan hipoksia akibat

oklusi vaskuler hepatik, gagal jantung kongestif, penyakit jantung sianotik

kongenital, atau syok sirkulasi bisa menyebabkan gagal hati. Gangguan

metabolik yang terkait dengan gagal hati adalah penyakit Wilson, triosinemia

herediter, intoleransi fruktosa herediter, penyakit penyimpanan besi neonatus,

defek pada β-oksidasi asam lemak, dan defisiensi pengangkutan elektron

mitokondria (Suchy, 2000).

Pada penelitian Nazia Latif di Karachi (2010), penyebab terbesar yaitu

akibat dari hepatitis A (51%) dan selain itu karena penyebab non-viral,

metabolik, drug induced. Terdapat 8% pasien terkena hepatitis fulminan

karena Wilson’s disease, 2% karena hepatitis autoimun (Latif, 2010).

E. MANIFESTASI KLINIS HEPATITIS FULMINAN

Pada hampir 95% pengidap tidak disertai riwayat penyakit hepatitis

dan baru terdeteksi saat pemeriksaan donor darah (Markum, 1991). Anak

dengan hepatitis fulminan biasanya sebelumnya sehat dan paling tidak

mempunyai faktor risiko terhadap penyakit hati seperti hepatitis atau pajanan

produk darah. Ikterus progresif, bau (fetor) hepatikus, demam, nafsu makan

Page 9: Referat Hepatitis Fulminan Tina

9

menurun, muntah, dan nyeri abdomen sering terjadi. Penurunan cepat ukuran

hati tanpa perbaikan klinis merupakan tanda yang kurang baik. Diatesis

hemoragis dan asites bisa timbul. Penderita harus diawasi dengan ketat

terhadap ensefalopati hepatik, yang pada awalnya ditandai dengan gangguan

minor kesadaran atau fungsi motorik. Iritabilitas, makan sulit, dan perubahan

pada irama tidur mungkin merupakan satu-satunya temuan pada bayi;

asteriksis mungkin bisa ditunjukkan pada anak yang lebih besar. Penderita

sering somnolen atau bingung atau bangun mendadak dan akhirnya bisa

menjadi berespon hanya pada rangsangan nyeri. Penderita dapat dengan cepat

dalam kondisi buruk pada stadium koma yang lebih dalam dimana respon

ekstensor dan postur deserebrasi serta dekortikasi muncul. Respirasi biasanya

meningkat pada awalnya, tetapi gagal respirasi bisa terjadi pada koma

stadium IV. Selain ensefalopati yang biasa terjadi pada hepatitis fulminan

yaitu hipoglikemi dan koagulopati (Suchy, 2000).

Tabel 1. Stadium Ensefalopati Hati

StadiumI II III IV

Gejala Periode letargi, euforia; tidur terbalik antara siang dan malam; mungkin sadar

Ngantuk, perilaku tidak sesuai, gelisah, irama, perasaan lebar, disorientasi

Struppor tapi bisa dibangunkan, bingung, bicara kacau

KomaIVa respons terhadap rangsangan beracunIVb tidak berespons

Tanda Sulit menggambar gambar, melakukan tugas mental

Asteriksis, bau hepatikus, inkontinensia

Asteriksis, hiperefleksis, refleks ekstensor, kaku

Arefleksia, tanpa asteriksis, lunglai

Elektroens Normal Lambat Tak Tak

Page 10: Referat Hepatitis Fulminan Tina

10

efalogram seluruhnya, gelombang θ

normal mencolok, gelombang trifasik

normal bilateral lambat, gelombang δ, elektrik korteks tenang

F. PATOLOGI HEPATITIS FULMINAN

Pada hepatitis fulminan terjadi nekrosis hati masif. Pada awalnya hati

tampak agak besar, tegang dan merah akibat bendungan dan edema.

Kemudian setelah berhari-hari, daerah nekrotik menjadi kuning sampai merah

atau hijau, bergantung pada jumlah lemak, perdarahan dan empedu bocor yang

tampak. Bila banyak sel hepatosit yang hilang, maka hati menjadi mengecil

dan lunak akibat kolaps kerangka retikulin. Sel hepatosit kebanyakan hilang

dengan susunan parenkim yang masih utuh, yaitu vena centralis yang masih di

tengah lobulus letaknya dan sinusoid yang tersusun radier. Retikulin masih

utuh. Sel Kupffer dan histiosit dapat mengandung lipofucsin yang dilepaskan

dari sel hati yang rusak. Daerah portal mengandung sebukan sel radang. Sisa

sel hati yang tidak rusak biasanya hanya tampak pada tepi lobulus dan kadang

menunjukkan kolestasis intrasel. Setelah terjadi kerusakan, maka lazimnya

segera terjadi regenerasi beberapa sel yang masih utuh, namun pada hepatitis

fulminan tidak tampak regenerasi sel hati karena sel utuh yang dapat

membelah diri tidak ada. Proses terjadi nekrosis terjadi secara cepat dan dapat

terjadi tidak diketahui dengan pasti karena terjadi infeksi yang keras sekali

sehingga mematahkan pertahanan tubuh dengan cepat atau resistensi hati

rendah sekali. Perjalanan mikroskopis menunjukkan serangan yang ditujukan

kepada sel hati terjadi serentak dan menyebabkan disintegrasi. Tidak tampak

sel hati yang rusak dan menghilang secara perlahan. Bagian nekrotik yang

tertinggal (sisa) dibawa oleh sirkulasi darah atau dilarutkan atau

diabsorbsikan. Reaksi radang sedikit sekali karena proses yang pendek dan

Page 11: Referat Hepatitis Fulminan Tina

11

cepat atau sel Kupffer telah rusak. Sebukan radang yang tampak di dalam dan

di sekitar vena centralis diduga terisi dengan sisa sel. Beberapa sel di

antaranya mengandung lipofucsin yang berasal dari sel hati nektrotik

(Darmawan, 1973).

G. PATOGENESIS HEPATITIS FULMINAN

Mekanisme yang menyebabkan hepatitis fulminan masih kurang

dimengerti. Belum diketahui mengapa hanya sekitar 1-2% penderita hepatitis

virus mengalami gagal hati. Destruksi masif hepatosit bisa menggambarkan

efek sitotoksik virus langsung dan respon imun terhadap antigen virus.

Sepertiga sampai setengah penderita dengan gagal hati akibat HBV menjadi

negatif untuk HbsAg serum dalam beberapa hari penyajian dan sering tidak

dapat mendeteksi HbeAg atau DNA HBV dalam serum. Penemuan ini

mengesankan suatu respon hiperimun terhadap virus yang mendasari nekrosis

hati yang masif. Pembentukan metabolit hepatotoksik yang melekat secara

kovalen pada unsur pokok sel makromolekul dilibatkan dalam jejas hati yang

disebabkan oleh obat-obatan seperti asetaminofen dan isoniazid; hepatitis

fulminan bisa pasca pengosongan substrat intraseluler yang terlibat pada

detoksifikasi, terutama glutation. Apapun penyebab awal jejas hepatosit,

berbagai faktor bisa turut berperan pada patogenesis gagal hati, termasuk

gangguan regenerasi hepatosit, perubahan perfusi parenkim, endotoksemia,

dan penurunan fungsi retikuloendotelial hati (Suchy, 2000).

Patogenesis ensefalopati hati bisa berhubungan dengan kenaikan kadar

amonia serum, neurotransmitter palsu, amin, kenaikan aktivitas reseptor asam

γ-aminobutirat, atau kenaikan kadar senyawa seperti benzodiazepin endogen

dalam sirkulasi. Penurunan klirens (bersihan) hati dari bahan ini bisa

menyebabkan disfungsi sistem saraf sentral yang nyata (Suchy, 2000).

H. PATOFISIOLOGI HEPATITIS FULMINAN

Page 12: Referat Hepatitis Fulminan Tina

12

Hepatitis fulminan memiliki berbagai akibat yang berbahaya.

Hipoalbuminemia akibat penurunan sintesis protein di hati sehingga dapat

menimbulkan asites dan dan edema. Asites dan edema menyebabkan volume

plasma yang berkurang sehingga menyebabkan hiperaldosteronisme sekunder

dan hipokalemia yang selanjutnya menimbulkan alkalosis (pembentukan NH4+

di ginjal meningkat). Selain itu, berkurangnya kemampuan hati untuk

mnsintesis menyebabkan penurunan konsentrasi faktor pembekuan di dalam

plasma. Kolestasis yaitu penyumbatan aliran empedu dapat terjadi dan

memicu kencenderungan perdarahan karena kekurangan garam empedu akan

menurunkan pembentukan misel dan juga absorbsi vitamin K di usus sehingga

karboksilasi-γ dari faktor pembekuan II (protrombin), VII, IX, dan X yang

tergantung vitamin K berkurang (Sibernagl, 2007).

Hipertensi portal dapat terjadi pada hepatitis fulminan yang akan

menyebabkan asites dan akan lebih buruk karena terjadi penghambatan aliran

limfe yang selanjutnya menyebabkan trombositopenia akibat splenomegali

dan pembentukan varises esofagus. Defisiensi faktor pembekuan aktif,

trombositopenia, dan varises esofagus dapat menyebabkan perdarahan hebat.

Hipertensi portal dalam keadaan seperti ini dapat menyebabkan enteropati

eksudatif dan meningkatkan asites karena hilangnya albumin dari plasma,

selain memberi kesempatan pada bakteri di usus besar untuk diberi makan

dengan protein yang telah melewati lumen usus sehingga meningkatkan

pelepasan amonium yang bersifat toksik terhadap otak. Pada hipertensi portal,

zat yang bersifat toksik (seperti amin, fenol, asam lemak rantai pendek)

terhadap otak akan melewati hati dan tidak akan dibuang oleh hati seperti

yang seharusnya sehingga terjadi ensefalopati. Otak menghasilkan transmitter

palsu (misalnya serotonin) dari asam amino aromatik karena jumlahnya yang

meningkat di dalam plasma juga berperan dalam ensefalopati (Sibernagl,

2007).

Hiperamonemia yang berperan terhadap terjadinya ensefalopati (apatis,

memory gaps, tremor, akhirnya koma hepatikum) meningkat karena

Page 13: Referat Hepatitis Fulminan Tina

13

perdarahan saluran cerna yang juga berperan dalam peningkatan suplai protein

ke kolon, hati tidak lagi mampu mengubah amonium (NH3, NH4+) menjadi

urea, hipokalemia yang menyebabkan asidosis intrasel yang mengaktifkan

pembentukan amonium di sel tubulus proksimal dan pada saat yang sama

menyebabkan alkalosis sistemik (Sibernagl, 2007).

I. DIAGNOSIS HEPATITIS FULMINAN

Pada anamnesis ditemukan keluhan perut membesar (asites), demam,

sakit perut, kulit gatal, mual, badan lemas, mengeluhkan air kemih berwarna

gelap. Jika pada bayi, alloanamnesis mengeluhkan bayi menjadi rewel, sulit

makanan, dan gangguan siklus tidur bayi. Bila hepatitis fulminan semakin

lanjut, akan ditemukan gangguan kesadaran kurang lebih dari 2 minggu

setelah terjadinya kuning. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan ikterus,

asites, bisa terdapat hepatomegali atau justru hati menjadi kecil, mungkin

juga ditemukan perdarahan gastrointestinal. Perhatikan juga gejala-gejala

adanya edema serebral yaitu adanya peningkatan dari tonus otot, hipertensi,

kejang, dan agitasi. Penting untuk mengetahui apakah hepatitis fulminan

terjadi karena infeksi, pengaruh obat-obatan dan penyingkiran penyakit hati

metabolik. Diagnosis secara klinis dicurigai pada pasien kuning yang

perkembangan ensefalopati dalam waktu 8 minggu sejak onset penyakit

kuning. Pemeriksaan biokimiawi didapatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi

(serum total bilirubin > 1,5 mg/dl), peningkatan aminotransferase (>10.000

IU/L), peningkatan amonia plasma (> 100 IU/L), koagulopati (protrombin >

40 detik), peningkatan fungsi hati (SGPT > 40 IU/L) (Kelly, 1993; Suchy,

2000; Arief, 2005; Latif, 2010).

J. PENATALAKSANAAN HEPATITIS FULMINAN

Manajemen hepatitis fulminan hanya suportif, tidak ada terapi yang

diketahui mengembalikan jejas hepatosit atau meningkatkan regenerasi hepar.

Bayi atau anak dengan koma hepatikum yang lanjut harus ditangani dalam

unit perawatan intensif yang memungkinkan monitor terus-menerus fungsi

Page 14: Referat Hepatitis Fulminan Tina

14

vital. Intubasi endotrakeal mungkin dibutuhkan untuk mencegah aspirasi,

mengurangi edema serebri dengan hiperventilasi, dan mempermudah

perawatan paru. Mekanisme ventilasi dan pemberian oksigen sering

dibutuhkan pada koma yang lanjut. Larutan glukosa dan elektrolit harus

diberikan secara intravena untuk mempertahankan keluaran urin, untuk

mengoreksi atau mencegah hipoglikemia, dan untuk mempertahankan kadar

kalium serum normal. Hiponatremia sering ada tetapi biasanya karena dilusi

dan bukan akibat pengosongan natrium. Penambahan kalsium, fosfor, dan

magnesium parenteral mungkin dibutuhkan. Koagulopati harus diobati

dengan pemberian vitamin K parenteral dan mungkin memerlukan plasma

beku segar; koagulasi intravaskuler tersebar (DIC) bisa juga terjadi.

Plasmaferesis bisa memungkinkan koreksi sementara diatesis perdarahan

tanpa mengakibatkan beban volume berlebihan. Pemakaian antasid atau

penyekat reseptor H2 profilaksis atau keduanya harus dipertimbangkan karena

risiko tinggi terjadi perdarahan saluran cerna. Hipovolemia harus dihindari

dan diobati dengan infus cairan dan produk darah yang memadai. Disfungsi

ginjal bisa terjadi akibat dehidrasi, akibat nekrosis tubuler akut, atau akibat

gagal ginjal fungsional (sindrom hepatorenal). Penderita harus diawasi

dengan ketat terhadap infeksi, meliputi sepsis, pneumonia, peritonitis, dan

infeksi saluran kemih. Sedikitnya 50% penderita mengalami infeksi serius.

Organisme gram positif (Staphylococcus aureus, Staphylococcus

epidermidis) adalah patogen yang paling sering tetapi infeksi gram negatif

dan jamur juga diamati. Edema serebral adalah komplikasi yang sangat serius

yang berespon jelek terhadap pemberian kortikosteroid dan diuresis osmotik.

Pemantauan tekanan intrakranial mungkin berguna dalam mencegah edema

serebral berat, dalam mempertahankan tekanan perfusi serebral, dan dalam

menentukan kenyamanan penderita untuk transplantasi hati (Arief, 2005;

Suchy, 2000).

Perdarahan saluran cerna, infeksi, konstipasi, sedasi, keseimbangan

elektrolit, dan hipovolemia bisa mempercepat ensefalopati dan harus dikenali

Page 15: Referat Hepatitis Fulminan Tina

15

dan dikoreksi. Masukan protein harus dibatasi atau dihentikan. Usus harus

dibersihkan dengan enema. Laktulosa harus diberikan setiap 2-4 jam oral atau

dengan pipa nasogastrik dengan dosis 10-5-mL cukup untuk menyebabkan

diare. Dosis ini kemudian disesuaikan terhadap hasil beberapa gerakan usus

asam, longgar, tiap hari. Sirup laktulosa yang diencerkan dengan voume 1-3

volume air bisa juga diberikan sebagai enema retensi setiap 6 jam. Laktulosa

adalah disakarida yang tidak bisa diabsorbsi, dimetabolisasi menjadi asam

organik oleh bakteri kolon; bahan ini mungkin menurunkan kadar amonia

darah dengan menurunkan produksi amonia mikroba dan melalui penjeratan

amonia dalam kandungan asam usus. Pemberian antibiotik yang tidak bisa

diabsorbsi per oral atau rektal seperti neomisin bisa mengurangi produksi

amonia yang dihasilkan bakteri usus. Flumazenil, suatu antagonis

benzodiazepin bisa menyembuhkan ensefalopati hepatik awal (Arief, 2005;

Suchy, 2000).

Penelitian terkendali telah menunjukkan hasil yang paling jelek

daripada hepatitis fulminan pada penderita yang diobati dengan

kortikosteroid. Berbagai pendekatan telah digunakan untuk membantu hati

dalam mengeluarkan toksin neuroaktif seperti plasmaferesis atau perfusi

plasma penderita melalui kolom arang atau resin pengikat lain. Walaupun

penderita bisa mengalami perbaikan pada ensefalopati, ada sedikit bukti

bahwa pengobatan ini memperbaiki ketahanan hidup. Beberapa alat bantu

hati yang mengandung biakan hepatosit juga digunakan secara eksperimental

dalam upaya memungkinkan regenerasi hati penderita atau untuk sementara

sampai donor organ yang cocok tersedia. Transplantasi hati orthotopik

mungkin menyelamatkan hidup para penderita yang mencapai stadium koma

hepatikum lanjut. Pengurangan ukuran alograf dan transplantasi donor hidup

adalah kemajuan yang penting dalam pengobatan bayi dengan gagal hati

(Suchy, 2000; Arief, 2005).

Page 16: Referat Hepatitis Fulminan Tina

16

Transplantasi hati harus dilakukan pada semua anak dengan stadium

III atau IV ensefalopati. Kondisi penderita yang harus segera dilakukan

transplantasi hati adalah (Suchy, 2000; Arief, 2005) :

a. Waktu protrombin > 60 detik

b. Penurunan kadar transaminase

c. Peningkatan bilirubin >17,5 mg/dl

d. Penurunan ukuran hati

e. pH < 7,3

f. Hipoglikemia < 70 mg/dl

g. Ensefalopati stadium II-III

Terdapat 2 macam transplantasi hati, orthotopic liver transplantatiom

(OLT) dari donor meninggal, kekurangannya adalah kurangnya persediaan

organ sehingga memerlukan waktu tunggu yang lama. Living related liver

transplantion organ berasal dari donor hidup, diambil lobus kiri donor dewasa

sehingga dapat memperpendek waktu tunggu. Kontraindikasi transplantasi

adalah sepsis, metabolik asidosis yang tak terkoreksi, hipotensi yang

memerlukan dosis presor tinggi, dan perfusi otak dibawah 40 mmHg walau

sudah pengobatan (Suchy, 2000; Arief, 2005).

K. KOMPLIKASI

a. Ensefalopati Hepatis

Ensefalopati hepatis adalah gangguan fungsi otak akibat gangguan

fungsi hati akut, dapat timbul dengan adanya faktor pencetus seperti

sepsis, perdarahan saluran cerna, gangguan elektrolit, pemberian sedasi

terutama benzodiazepin (Arief, 2005).

b. Edema Otak

Penyebab utama kematian pada gagal hati akut ditujukan untuk

mencegah terjadinya komplikasi ini. Edema otak dapat timbul pada

Page 17: Referat Hepatitis Fulminan Tina

17

ensefalopati stadium III dan IV, timbul dalam hitungan jam setelah koma

yang ditandai dengan perubahan neurologis seperti pupil anisokor,

rigiditas otot, klonus dan kejang lokal serta hilangnya refleks batang otak.

Juga dapat terjadi gangguan pola pernapasan, bradikardia, peningkatan

tekanan darah. Edema otak terjadi bila terdapat kenaikan tekanan

intrakranial > 30 mmHg. Penyebab dari edema otak tidak diketahui, tetapi

faktor iatrogenik seperti kelebihan cairan, gangguan kadar glukosa darah

menyebabkan metabolisme otak anaerob sehingga terjadi perubahan aliran

cairan otak, kegagalan sirkulasi sistemik menyebabkan iskemia otak dan

edema (Arief, 2005).

c. Perdarahan

Gangguan hemostasis disebabkan kegagalan sintesis faktor pembeku

dan faktor fibrinolitik oleh hati, penurunan jumlah dan fungsi trombosit

dan terjadinya koagulasi intravaskular. Faktor koagulasi yang diproduksi

hati adalah faktor I (fibrinogen), II (protrombin), V, VII, IX, X. Penurunan

sintesis menyebabkan pemanjangan waktu protrombin dan partial

thromboplastin time. Waktu protrombin sangat bermanfaat untuk

mengukur kemampuan sintesis faktor pembekuan oleh hati (Arief, 2005).

d. Komplikasi kardiovaskular

Terjadi peningkatan cardiac output karena terjadi penurunan tahanan

vaskular karena endotoksin atau zat berasal dari jaringan hati yang rusak

dan A-V shunting. Terjadi hipotensi tetapi didapatkan akral yang hangat.

Hipotensi disebabkan perdarahan, bakteremia, peningkatan permeabilitas

kapiler. Terjadi sinus takikardi pada 75% penderita, sedang bradikardi

merupakan gejala lanjut dan dihubungkan dengan peningkatan tekanan

intrakranial mencerminkan kegagalan mekanisme regulasi sentral.

Kombinasi hipotensi, vasodilatasi perifer, dan asidosis metabolik

merupakan gejala terminal (Arief, 2005).

e. Komplikasi sistem pernafasan

Sering terjadi gangguan ventilasi dan respon minimal terhadap

pemberian obat-obatan. Pada stadium II-III ensefalopati terjadi

Page 18: Referat Hepatitis Fulminan Tina

18

hiperventilasi menyebabkan alkalosis respiratorik. Pada stadium IV terjadi

hipoventilasi, hipoksia, dan hiperkapnea. Kadang terjadi edema paru

karena vasodilatasi dan penurunan integritas vaskuler. Komplikasi lain

adalah aspirasi pneumoni, efusi pleural. Perdarahan paru terjadi pada

stadium akhir (Arief, 2005).

L. PROGNOSIS HEPATITIS FULMINAN

Anak-anak dengan hepatitis fulminan bisa menjadi lebih baik daripada

orang dewasa, tetapi angka kematian keseluruhan di atas 70%. Prognosis

sangat bervariasi tergantung pada penyebab dan derajat ensefalopati

hepatikanya. Dengan dukungan medis yang intensif angka ketahanan hidup

50-60% terjadi pada gagal hati yang mengkomplikasi kelebihan dosis

asetaminofen dan pada infeksi virus hepatitis A dan B fulminan. Sebaliknya,

penyembuhan dapat diharapkan hanya pada 10-20% penderita dengan gagal

hati yang disebabkan oleh hepatitis non-A, non-B, non-C atau penyakit

Wilson yang mulai akut. Pada penderita yang keadaannya lebih buruk menjadi

koma stadium IV prognosisnya sangat jelek. Komplikasi utama seperti sepsis,

perdarahan berat, atau gagal ginjal meningkatkan mortalitas. Penelitian

menunjukkan bahwa ikterus lebih dari 7 hari sebelum mulai ensefalopati,

waktu protrombin lebih dari 50 detik, dan bilirubin serum lebih dari 17,5

mg/dL (300 µmol/L) menunjukkan prognosis jelek tidak tergantung dari

stadium awal koma hepatikum. Ketahanan hidup 50-70% bisa dicapai pada

penderita dengan prognosis yang paling jelek pasca transplantasi hati

orthotopik. Penderita yang membaik pada hepatitis fulminan dengan hanya

perawatan pendukung (suportif) biasanya tidak mengalami sirosis atau

penyakit hati kronis. Anemia aplastik adalah komplikasi yang lazim dan

biasanya mematikan pada hepatitis fulminan akibat dari hepatitis non-A, non-

B, non-C sporadis (Suchy, 2000).

Page 19: Referat Hepatitis Fulminan Tina

19

III. KESIMPULAN

1. Hepatitis fulminan yaitu perjalanan fulminan yang ditandai oleh kegagalan

hati akut yang terkait dengan nekrosis masif dan submasif sel hati .

2. Hepatitis fulminan paling sering merupakan komplikasi hepatitis virus (A,

B, D, E , mungkin C, dan lain-lain). Terjadi pada kira-kira 1% kasus

hepatitis B dan hepatitis C, dan lebih terjadi jarang pada hepatitis A.

Penderita koinfeksi hepatitis B dan virus delta mempunyai insidensi yang

lebih besar dibanding yang dengan hepatitis B saja.

Page 20: Referat Hepatitis Fulminan Tina

20

3. Gejala hepatitis fulminan yaitu ikterus progresif, bau (fetor) hepatikus,

demam, nafsu makan menurun, muntah, nyeri abdomen, penurunan cepat

ukuran hati, diatesis hemoragis, asites bisa timbul. Iritabilitas, makan sulit,

dan perubahan pada irama tidur mungkin merupakan satu-satunya temuan

pada bayi; asteriksis mungkin bisa ditunjukkan pada anak yang lebih

besar. Penderita sering somnolen atau bingung atau bangun mendadak dan

akhirnya bisa menjadi berespon hanya pada rangsangan nyeri. Penderita

dapat dengan cepat dalam kondisi buruk pada stadium koma yang lebih

dalam dimana respon ekstensor dan postur deserebrasi serta dekortikasi

muncul. Respirasi biasanya meningkat pada awalnya, tetapi gagal respirasi

bisa terjadi pada koma stadium IV.

4. Mekanisme yang menyebabkan hepatitis fulminan masih kurang

dimengerti. Belum diketahui mengapa hanya sekitar 1-2% penderita

hepatitis virus mengalami gagal hati. Destruksi masif hepatosit bisa

menggambarkan efek sitotoksik virus langsung dan respon imun terhadap

antigen virus.

5. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang jika diperlukan.

6. Manajemen hepatitis fulminan hanya suportif, tidak ada terapi yang

diketahui mengembalikan jejas hepatosit atau meningkatkan regenerasi

hepar.

7. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu ensefalopati hepatis, edema otak,

perdarahan, komplikasi kardiovaskular, komplikasi sistem pernafasan.

8. Prognosis sangat bervariasi tergantung pada penyebab gagal hati dan

derajat ensefalopati hepatikanya. Dengan dukungan medis yang intensif

angka ketahanan hidup 50-60% terjadi pada gagal hati yang

mengkomplikasi kelebihan dosis asetaminofen dan pada infeksi virus

hepatitis A dan B fulminan. Sebaliknya, penyembuhan dapat diharapkan

hanya pada 10-20% penderita dengan gagal hati yang disebabkan oleh

hepatitis non-A, non-B, non-C atau penyakit Wilson yang mulai akut.

Page 21: Referat Hepatitis Fulminan Tina

21

Pada penderita yang keadaannya lebih buruk menjadi koma stadium IV

prognosisnya sangat jelek.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Sjamsul. 2005. Tatalaksana Gagal Hati Akut. Surabaya.

Chandrasoma, Parakrama, Taylor, Clive R. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi

Edisi 2. Jakarta. EGC.

Kelly, DA. 1993. Fulminant hepatitis and acute liver failure. Management of

Digestive and Liver Disorders in Infants and Children. Eds, JP Buts and

EM Sokal. Elsevier Science. pp 577-593

Page 22: Referat Hepatitis Fulminan Tina

22

Latif, N., Mehmood, K. 2010. Risk Factor for Fulminant Hepatic Failure And Their Relation With Outcome In Children. Original Article. J Pak Med Assoc. pp 175-178.

Liu, M., et all. 2001. Fulminant Viral Hepatitis : Molecular And Cellular Basis, and Clinical Implication. Expert Reviews. Cambridge University Press. pp 1-19.

Markum, A. H, dkk. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit FK UI : Jakarta.

Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. PT

Gramedia Pustaka Utama.

Sadikin, Darmawan. 1973. Patologi. Jakarta. Penerbit Bagian Patologi Anatomik

FK UI.

Sass, David A., Shakil, A. O. 2005. Fulminant Hepatic Failure. Article. CAQ

Corner. Volume 11. pp 594-605.

Sibernagl, S., Lang, F. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Suchy, Frederick J. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta. EGC.

Whitington, P. F.; Alonso, E. M. 2001. Fulminant Hepatitis in Children: Evidence

for an Unidentified Hepatitis Virus. Invited Review. Journal of Pediatric

Gastroenterology & Nutrition. Volume 33, pp 529-536.