28
HEPATOMA (HEPATOCELULLER CARSINOMA) REFERAT Perceptor: dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD Oleh: Kurnia Fitri Aprilliana Anwar Nuari KEPANITERAAN KLINIK SMF PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT DR.H. ABDUL MOELOEK LAMPUNG

Referat Hepatoma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

d

Citation preview

Page 1: Referat Hepatoma

HEPATOMA (HEPATOCELULLER CARSINOMA)

REFERAT

Perceptor:

dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD

Oleh:

Kurnia Fitri Aprilliana

Anwar Nuari

KEPANITERAAN KLINIK SMF PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT DR.H. ABDUL MOELOEK LAMPUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2016

Page 2: Referat Hepatoma

BAB I

PENDAHULUAN

Hepatoma atau karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carcinoma, HCC)

merupakan kanker hati primer yang berasal dari hepatosit. HCC meliputi 5,6% dari

seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati peringkat kelima pada laki-laki

dan kesembilan pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia, dan urutan ketiga

dari kanker system saluran cerna setelah kanker kolorectal dan kanker lambung.

Tingkat kematian (rasio antara mortalitas dan insidensi) HCC juga sangat tinggi, di

urutan kedua setelah kanker pancreas. Secara geofrafis, tingkat kekerapan tertinggi

terletak di Asia Timur dan Tenggara setelah Afrika Tengah, Sekitar 80% dari kasus

HCC di dunia berada di Negara berkembang seperti Asia Timur dan Asia tenggara

serta Afrika Tengah (Sub-Sahara), yang dikenal sebagai wilayah dengan prevalensi

Hepatitis virus yang tinggi, endemik hepatitis B dan hepatitis C yang merupakan

predisposisi kuat untuk perkembangan penyakit hati kronis yang kemudian

berkembang menjadi HCC. Sedangkan yang terendah di Eropa Utara, Amerika

Tengah, Australia dan Selandia Baru. Faktor risiko lain dari HCC adalah NASH,

penggunaan alkohol yang berlebihan, obesitas, alfatoxins, diabetes mellitus tipe dua,

kontrasepsi oral, dan senyawa-senyawa kimia mutagenik (thorotrast, nitrosamine,

vinil klorida, arsen, insektisida organoklorin, dan asam tanik) (Budihusodo, 2007).

HCC rata-rata sering didiagnosis pada umur 65 tahun, dan 74% kasus dialami

oleh laki-laki.Lebih dari 80% pasien hepatoma menderita sirosis hati, hepatoma biasa

dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi

hepatitis virus kronik.Bayi dan anak kecil yang terinfeksi hepatitis lebih mempunyai

kecenderungan menderita hepatitis virus kronik daripada dewasa yang terinfeksi virus

ini untuk pertama kalinya (Price, 2009). Hepatoma seringkali tidak terdiagnosis

karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau

hepatitis kronik. Jika gejala tampak, biasanya sudah stadium lanjut dan harapan hidup

sekitar beberapa minggu sampai bulan. Keluhan yang paling sering adalah

berkurangnya selera makan, penurunan berat badan, nyeri di perut kanan atas dan

mata tampak kuning. Sebenarnya, hal ini dapat ditekan apabila diagnosa dini dapat

ditegakkan (Nurdjanah, 2006).

Page 3: Referat Hepatoma

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Hepar

Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh yang memiliki berat berkisar

1200-1600 gr. Berat pada laki-laki 1400-1600 gr dan pada perempuan 1200-1400

gr. Berat hepar tergantung pada berat masing-masing tubuh, yaitu 1,8 %-3,1 % dari

total berat tubuh, pada infant memiliki berat yang agak lebih yaitu kira-kira 5%

sampai 6 % dari total berat tubuh. Hepar berbentuk pyramid, puncaknya dibentuk

oleh bagian pada lobus sinistra, sedangkan basisnya pada sisi lateral kanan yang

lokasi pada dinding thorax kanan. Hepar dibungkus peritoneum viseralis kecuali

gallbladder bed, porta hepatis dan di posterior pada daerah yang disebut bare area

dari hepar di kanan dari vena cava inferior (Snell, 2006).

Hepar dibagi menjadi 2 lobus utama yaitu lobus kanan yang besar dan lobus

kiri yang lebih kecil.Walaupun ligamentum falciform sering digunakan untuk

membagi hepar menjadi lobus kanan dan kiri, ‘true / surgical Couinaud’s

segmental anatomy’ dari hepar yang paling banyak digunakan oleh ahli bedah

sebagai deskripsi secara anatomi fungsional atau anatomi modern (Putz, 2007).

B. Definisi Hepatoma

Hepatoma (Karsinoma Hepatocelullar/HCC) adalah tumor ganas hati primer

yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar dan

hepatoblastoma. Tumor ganas hati lainya, kolangiokarsinoma dan

sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel billier, sedangkan angiosarkoma dan

leiomiosarkoma berasal dari sel masenkim. HCC merupakan salah satu tumor

ganas hati primer yang sering ditemukan yang berasal dari sel hepatosit

(Nurdjanah, 2006).

C. Epidemiologi

Hepatoma meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta

menempati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan

sebagai kanker yang paling sering terjadi di dunia, dan urutan ketiga dari kanker

system saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. Di Amerika

Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah hepatoma. Angka

Page 4: Referat Hepatoma

kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari seluruh karsinoma

yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah karsinoma yang paling

sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000 populasi. Sekitar 80% dari

kasus hepatoma di dunia berada di negara berkembang seperti Asia Timur dan

Asia Tenggara serta Afrika Tengah yang diketahui sebagai wilayah dengan

prevalensi tinggi hepatitis virus.

Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang

endemic infeksi hepatitis B virus (HBV) serta banyak terjadi transmisi HBV

perinatal. Umumnya di wilayah dengan kekerapan hepatoma tinggi, umur pasian

hepatoma 10-20 tahun lebih muda daripada umur pasien hepatoma di wilayah

dengan angka kekerapan hepatoma rendah. Di wilayah dengan angka kekerapan

hepatoma tinggi, rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai 8:1.

D. Faktor Risiko

Faktor risiko utama untuk karsinoma hepatoseluler termasuk infeksi

Hepatitis B Virus (HBV) atau Hepatitis C Virus (HCV) somatosis keturunan,

alpha 1-antitrypsin, hepatitis autoimun, beberapa porfiria, dan penyakit Wilson.

Distribusi faktor-faktor risiko antara pasien dengan karsinoma hepatoseluler

sangat bervariasi, tergantung pada daerah geografis dan rasa atau kelompok etnis

(El-Serag, 2011).

1. Virus Hepatitis

Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan HCC terbukti kuat, baik secara

epidemiologi, klinis maupun eksperimental. Sebagian besar wilayah yang

hiperendemik HBV menunjukkan angka kekerapan HCC yang tinggi. Juga di

tenggarai bahwa kekerapan HCC yang berikatan dengan HBV pada anak jelas

menurun setelah diterapkan vaksinasi HBV universal bagi anak. Umur saat

terjadinya infeksi sangat penting, karena infeksi HBV pada usia dini akan

menyebabkan terjadinya presistensi (kronisitas). Karsinogenesitas HBV

mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi

hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktivitas

protein spesifik –HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan

sel hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi

menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara

Page 5: Referat Hepatoma

tidak langsung melalui kompensasi proliperatif merespons nekroinflamasi sel

hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang

berubah akibat HBV. Koinsidensi HBV dengan pajanan agen onkogenik lain

seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya HCC tanpa melalui sirosis

hati (HCC pada hati non sirotik). Transaktivasi beberapa promoter selular atau

viral tertentu oleh agen-X HBV (HBx) dapat mengakibatkan terjadinya HCC,

mungkin karena akumulasi protein yang disandi HBx mampu menyebabkan

akselerasi proliferasi Hepatosit. Dalam hal ini proliferasi berlebihan hepatosit

oleh HBx melampaui mekanisme protektif dari apoptosis sel. Genotipe HBV

ditengarai memiliki kemampuan yang ebrbeda dalam mempengaruhi proses

perjalanan penyakit. Relevansi genotype HBV semakin jelas diketahui.

Sebagai contoh, dibandingkan dengan genotype C, Genotipe B dihubungkan

dengan serokonversi HBeAG yang lebih awal, progresi ke sirosis hepar lebih

lambat serta lebih jarang berkembang menjadi HCC (Budihusodo, 2007).

2. Sirosis

Sirosis hati merupakan faktor risiko utama kanker hati di dunia dan

melatarbelakangi lebih dari 80% kasus kanker hati. Setiap tahun 3-5% dari

pasien sirosis hati akan menderita kanker hati, dan kanker hati merupakan

salah satu penyebab kematian pada sirosis hati.21 Pada tahun 2002, PMR

sirosis hati di dunia yaitu 1,7%.11 Waktu yang dibutuhkan dari sirosis hati

untuk berkembang menjadi kanker hati sekitar 3 tahun.

Konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor risiko terjadinya sirosis

hati. Penggunaan alkohol sebagai minuman, saat ini sangat meningkat di

masyarakat. Peminum berat alkohol (>50-70 gr/ hari dan berlangsung lama)

berisiko untuk menderita kanker hati melalui sirosis hati alkoholik.

Mekanisme penyakit hati akibat konsumsi alkohol masih belum pasti,

diperkirakan mekanismenya yaitu sel hati mengalami fibrosis dan destruksi

protein yang berkepanjangan akibat metabolisme alkohol yang menghasilkan

acetaldehyde. Fibrosis yang terjadi merangsang pembentukan kolagen.

Regenenerasi sel tetap terjadi tetapi tidak dapat mengimbangi kerusakan sel.

Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol

dan mengeras sehingga terjadi sirosis hati (Davila, 2010).

Page 6: Referat Hepatoma

Menurut penelitian Coon dkk. (2008) di Nottingham dengan desain

cohort, RR pada peminum alkohol 2,34 untuk terkena kanker hati, RR HBV

yaitu 6,41 dan RR HCV yaitu 1,39. Sedangkan di Indonesia terutama

diakibatkan infeksi virus hepatitis B dan C. Virus hepatitis B menyebabkan

sirosis hati sebesar 40-50%, virus hepatitis C sebesar 30-40% dan 10-20%

penyebabnya tidak diketahui.

Menurut penelitian Rasyid (2006) di Medan dengan menggunakan

desain case series, pada 483 penderita kanker hati ditemukan 232 orang (63%)

menderita sirosis hati, 91 orang hepatitis B (25%) dan 44 orang (12%)

hepatitis C, dengan jumlah seluruhnya 367 orang (76%). Sedangkan 116 orang

lagi (24%) tidak berhubungan sama sekali dengan sirosis hati, hepatitis B

ataupun hepatitis C.30 Dari hasil penelitian Nurhasni (2007) di RS Haji

Medan dengan desain case series pada 164 penderita sirosis hati, 35 orang

(21,3%) sudah mengalami komplikasi kanker hati.

3. Aflatoksin

Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur

aspergillus. Dari percobaan binatang diketahui AFB1 bersifat karsinogen.

Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari

kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun

RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsino-genesisnya adalah kemampuan

AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.

4. Hemokromatosis

Hemokromatosis adalah kelainan genetik yang diturunkan yaitu

kecenderungan untuk menyerap jumlah besi yang berlebihan dari makanan di

mana unsur-unsur beracun tersebut akan terakumulasi dalam hati sehingga

menyebabkan kerusakan hati termasuk kanker hati.38 Kanker hati akan

berkembang sampai dengan 30% dari pasien-pasien dengan hemokromatis

keturunan. Pasien yang mempunyai risiko yang paling besar adalah

hemokromatosis yang disertai dengan sirosis hati. Pengangkatan efektif

kelebihan besi (perawatan hemokromatosis) tidak akan mengurangi risiko

menderita kanker hati jika sudah disertai sirosis hati.

Page 7: Referat Hepatoma

5. Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver

disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang

dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut menjadi

Hepatocelluler Carcinoma (HCC) (Starley, 2010).

6. Diabetes mellitus

Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-

alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan

kadar insulin dan insulin-like growth hormone faktors (IGFs) yang merupakan

faktor promotif potensial untuk kanker

7. Alkohol

Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum

berat alkohol berisiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis hati

alkoholik.

Page 8: Referat Hepatoma

E. Patofisiologi

Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui,

apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui

peningkatan perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury)

dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal

ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi

oksigen sellular atau inaktivasi gen suppressor tumor, yang mungkin bersama

dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta

induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik,

alkohol dan penyakit hati metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi

antitrypsin-alfa1, mungkin menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini

(cedera kronik, regenerasi, dan sirosis). Aflatoksin dapat menginduksi mutasi

pada gen suppressor tumor p53 dan ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan

juga berperan pada tingkat molekular untuk berlangsungnya proses

hepatogenesis.

Page 9: Referat Hepatoma

F. Manifestasi klinis

1. Fase dini umumnya asimtomatis.

2. Fase lanjut: Tidak dikenal tanda yang patognomonis/ khas. Keluhan dapat

berupa penurunan berat badan, nyeri abdomen, fatigue, anoreksia, mual,

sebah, nafsu makan menurun. Pada metastatis ke tulang, penderita akan

mengeluh nyeri tulang (Setiawan dkk., 2007).

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Alphafetoprotein (AFP)

Sensitivitas AFP untuk mendiagnosa HCC 60-70%, artinya hanya pada 60-

70% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai AFP,

sedangkan pada 30-40% penderita nilai AFP normal. Spesifitas AFP hanya

berkisar 60%, artinya bila ada pasien yang diperiksa darahnya dijumpai AFP

yang tinggi, belum tentu dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini sebab

AFP juga dapat meninggi pada keadaan bukan kanker hati seperti pada

sirrhosis hati dan hepatitiskronik, kanker testis, dan teratoma (Soresi et al.,

2003).

2. Aspirasi Jarum Halus

Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fineneedle aspiration biopsy) terutama

ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan

radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma.

Tindakan biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi anatomiini

hendaknya dipandu oleh seorang ahli radiologi dengan

menggunakan peralatan Ultrasonography (USG) atau CT scan fluoro scopy

sehingga hasil yang diperoleh akurat. Cara melakukan biopsi dengan dituntun

oleh USG ataupun CT scan mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan

tumor yang akan dibiopsi dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut

dengan jarum biopsi yang berjalan persis menuju tumor, sehingga jelaslah

hasil yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang tinggi

karena benar jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan

bukanlah jaringan sehat disekitar tumor (Rasyid, 2006).

Page 10: Referat Hepatoma

3. Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati

yang normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen).Bilaada

kanker langsung dapat terlihat jelas berupa benjolan (nodule) berwarna

kehitaman, atau berwarna kehitaman campur keputihan dan

jumlahnya bervariasi pada tiap pasien bisa satu, dua atau lebih atau banyak

sekali dan merata pada seluruh hati, ataukah satu nodule yang besar dan

berkapsul atau tidak berkapsul. Sayangnya USG conventional hanya dapat

memperlihatkan benjolan kanker hati diameter 2 cm ± 3 cm saja. Tapi bila

USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak harmonik system

bisa mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm ± 2 cm, namun nilai akurasi

ketepatan diagnosanya hanya 60%. Rendahnya nilai akurasi ini disebabkan

walaupun USG conventional ini dapat mendeteksi adanya benjolan kanker

namun tak dapat melihat adanya pembuluh darah baru (neo-vascular)

(Rasyid, 2006).

4. CT Scan

Di samping USG diperlukan CT scan sebagai pelengkap yang dapat menilai

seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USGgambar

hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scan yang saatini

teknologinya berkembang pesat telah pula menunjukkan akurasi yangtinggi

apalagi dengan menggunakan teknik hellical CT scan, multislice yangsanggup

membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga kanker yang palingkecil

pun tidak terlewatkan. Lebih canggih lagi sekarang CT scan sudahdapat

membuat gambar kanker dalam tiga dimensi dan empat dimensi dengan

sangat jelas dan dapat pula memperlihatkan hubungan kanker ini

dengan jaringan tubuh sekitarnya (Rasyid, 2006).

5. Angiography

Dicadangkan hanya untuk penderita kanker hati-nya yang dari

hasil pemeriksaan USG dan CT scan diperkirakan masih ada tindakan terapi

bedah atau non-bedah masih yang mungkin dilakukan untuk

menyelamatkan penderita. Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi

reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan angiografi. Dengan angiografi ini

dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang kita lihat

Page 11: Referat Hepatoma

dengan USG yangdiperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa

saja ukuransebenarnya dua atau tiga kali lebih besar.Angiografi bisa

memperlihatkanukuran kanker yang sebenarnya.Lebih lengkap lagi bila

dilakukan CT angiography yang dapat memperjelas batas antara kanker

dan jaringan sehat disekitarnya sehingga ahli bedah sewaktu melakukan

operasi membuang kanker hati itu tahu menentukan dimana harus dibuat

batas sayatannya (Rasyid, 2006).

H. Diagnosis

Untuk tumor dengan diameter lebih 2 cm, adanya penyakit hati kronik,

hipervaskularisasi arterial dari nodul (dengan CT atau MRI) serta kadar AFP

serum ≥ 400 ng/ml adalah diagnostic (Budihusodo, 2007). Selain itu menurut

Parves et al (2004) kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih

awal terutamanyadengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 ± 95% dan

pendekatan laboratorium alphafetoproteinyang akurasinya 60 ± 70%.

Kriteria Diagnostik HCC menurut Barcelona EASL conference

Kriteria sito-histologis

Kriteria non-invasif (khusus pasien sirosis hati):

Kriteria radiologis : koinsidensi 2 cara imaging

(USG/CT-spiral/MRI/angiografi)

Lesi fokal >2 cm dengan hipervaskularisasi arterial

Kriteria kombinasi : satu cara imaging dengan kadar AFP serum:

Lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial

Kadar AFP serum ≥ 400 ng/ml

Page 12: Referat Hepatoma

Diagnosis histologis diperlukan bila tidak ada kontraindikasi (untuk lesi

berdiameter >2 cm) dan diagnosis pasti diperlukan untuk menetapkan pilihan

terapi (Budihusodo, 2007).

Untuk tumor berdiameter < 2 cm, sulit menegakkan diagnosis secara non

invasive karena beresiko tinggi terjadinya diagnosis palsu akibat belum

matangnya vaskularisasi arterial pada nodul. Bila dengan cara imaging dan

biopsy tidak diperoleh diagnosis definitif, sebaiknya ditindaklanjuti dengan

pemeriksaan imaging serial setiap 3 bulan sampai diagnosis dapat ditegakkan

(Budihusodo, 2007).

Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI

(Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu:

1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.

2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 400 mg per ml.

3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann

(CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun

Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.

4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.

5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.

Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau

hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.

I. Penatalaksanaan berdasarkan stadium

Banyak sistem stadium KHS yang dipakai. Dengan memperhatikan

modalitas terapi, prognosis dan segi praktis maka sistem stadium dari ”Barcelona

clinic liver cancer”:

Stadium Ukuran tumor Fungsi hati Pilihan tatalaksana Harapan hidup

Stadium A

(awal)

A1Tunggal < 5 cm

Tunggal < 5 cm

HP (-), bil.

Normal

Tatalaksana kuratif

A1: reseksi

50-70% pada 5

tahun

Page 13: Referat Hepatoma

A2

A3

A4

Tunggal < 5 cm

3 tumor, < 3 cm

HP (+), bil.

Normal

HP (+), bil.

Abnormal

Child pugh

A-B

A2-A4:

transplantasi / ablasi

lokal

Stadium B

(intermedie

t)

Besar, > 5 cm,

multinodular

Child pugh

A-B

TACE (Transarterial

chemoembolization)

atau TAE

(Transarterial

embolization)

50% pada 3

tahun

Stadium C

(lanjut)

Invasi

vaskuler /

penyebaran

ekstrahepatik

Child pugh

A-B

TACE atau TAE bila

tidak ada metastatis

ekstrahepatik

< 10% pada 3

tahun

Stadium D

“end stage”Berapapun

Child pugh

C

Transplantasi (bila

tidak ada

kontraindikasi)

Simptomatis

Mati dalam

waktu < 1 tahun

Keterangan:

HP: Hipertensi Porta

(Setiawan dkk, 2007).

Page 14: Referat Hepatoma

Barcelona-Clinic Liver Cancer (BCLC)

Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan, banyak kasus didasari oleh

sirosis hati. Pasien sirosis hati mempunyai toleransi yang buruk pada operasi

segmentektomi pada hepatoma. Selain operasi masih ada banyak cara

misalnyatransplantasi hati, kemoterapi, emboli intra arteri, injeksi tumor dengan

etanol agar terjadi nekrosis tumor, tetapi hasil tindakan tersebut masih belum

memuaskan danangka harapan hidup 5 tahun masih sangat rendah(Singgih dan Datau,

2006).

Karena sirosis hati yang paling sering melatar belakanginya serta banyaknya

kasus dengan multi-nodularitas, resektabilitas kanker hati sangat rendah. Di samping

itu kanker hati juga sering kambuh meskipun sudah menjalani reseksi bedah kuratif.

Pilihan terapiditetapkan berdasarkan atas ada-tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran

tumor, sertaderajat pemburukan hepatik.

Page 15: Referat Hepatoma

a. Transplantasi hati

Bagi pasien kanker hati dan sirosis hati, transplantasi hati

memberikankemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan

parenkim hati yangmengalami disfungsi.Kematian pasca transplantasi

tersering disebabkan olehrekurensi tumor di dalam maupun di luar

transplan.Rekurensi tumor bahkanmungkin diperkuat oleh obat antirejeksi

yang harus diberikan.Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cm lebih

jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diameternya lebih dari 5

cm(Ryder, 2006).  

b. Reseksi hepatik 

Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya

mempunyai fungsihati normal pilihan utama terapi adalah reseksi

hepatik.Namun untuk pasiensirosis diperlukan kriteria seleksi karena

operasi dapat memicu timbulnya gagalhati yang harapan hidupnya

menurun. Parameter yang dapat digunakan adalahskor child plug dan

derajat hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan derajathipertensi

portal saja. Subjek yang bilirubin normal tanpa hipertensi portal

yang bermakna, harapan hidup 5 tahunnya dapat mencapai

70%.Kontraindikasitindakan ini adalah adanya metastatis

ekstrahepatik,kanker hati difus ataumultifokal, sirosis stadium lanjut dan

penyakit penyerta yang dapat mempengaruhiketahanan pasien menjalani

operasi(Ryder, 2006). 

c. Ablasi tumor perkutan

Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia

(alkohol, asamasetat) atau dengan memodifikasi

suhunya(radiofrequency,microwave, laser, cryoablation).Injeksi etanol

perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk tumor kecil karena

efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah.Dasar

kerjanya adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular Dan

fibrosis.Untuk tumor kecil (diameter < 5cm) pada pasien sirosis Chiild-

Pugh A, angka harapan hidup 5 tahun dapat mencapai 50%.PEI

bermanfaat untuk pasien dengan tumorkecil yang resektabilitasnya

terbatas karena adanya sirosis hati non-Child A (Ryder, 2006). 

Page 16: Referat Hepatoma

 Radio frequency Ablation (RFA) menunjukkan angka

keberhasilan yang lebihtinggi dari pada PEI dan efikasinya tertinggi untuk

tumor yang lebih besar dari 3cm, namun tetap tidak berpengaruh terhadap

harapan hidup pasien.Selain itu,RFA lebih mahal dan efek sampingnya

lebih banyak dibandingkan dengan PEI.Guna mencegah terjadinya

rekurensi tumor, pemberian asam poliprenoik (polyprenoic acid) selama

12 bulan dilaporkan dapat menurunkan angka rekurensi pada bulan ke 38

secara bermakna dibandingkan dengan kelompok plasebo (kelompok

plasebo 49%, kelompok terapi PEI atau reseksi kuratif 22%) (Ryder,

2006).

d. Terapi paliatif 

Sebagian besar pasien kanker hati didiagnosis pada stadium

menengah-lanjut (intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi

standarnya.Berdasarkan metaanalisis, pada stadium ini hanya TAE/TACE

(transarterial embolization / chemoembolization) saja yang menunjukkan

penurunan pertumbuhan tumor serta dapatmeningkatkan harapan hidup

pasien dengan kanker hati yang tidak resektabel. TACE dengan frekuensi

3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yangfungsi hatinya cukup

baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi

vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak bisa diberi terapiradikal.

Namun bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan

iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping berat.Adapun

beberapa jenis terapi lain untuk kanker hati yang tidak resektabe;

sepertiimunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen,

oktreotid, radiasiinternal, kemoterapi arterial atau sistemik masih

memerlukan penelitian lebihlanjut untuk mendapatkan penilaian yang

meyakinkan(Ryder, 2006). 

Page 17: Referat Hepatoma

DAFTAR PUSTAKA

Bardiman, 2005. Kumpulan Kuliah Hepatologi, Penyakit Pankreas, dan Kandung

Empedu.Bab 55 Tumor Hati. Hal 469-476. SubBagian Gastroentero-

Hepatologi Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya.

Budihusodo U..2007. Karsinoma Hati dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi

Keempat.Jakarta: Balai Pernerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Pp 455-59.

Davila JA, et.al. use of surveilence for hepatocellular carcinoma among patients with

cirrhosis in the United States. Hepatology. 2010; 52 (1). 132-141.

El-Serag H.B. 2011. Hepatocellular Carcinoma.N Engl J Med 2011; 365:1118-1127.

El-serag HB, Marero JA, Rudolph J, Reddy KR. Diagnosis and treatment of

hepatocellular carcinoma. Gastroenterology. 2008; 134: 1752-1763.

Hamid NA. Update to risk factors for hepatocellular carcinoma. Int J. Med. Med. Sci.

2009; 1 (3): 038-043Blum HE. Hepatocellular carcinoma. Theraphy and

prevention. World J. gastroenterol. 2005; 11 (47): 7391-7400

Hoffbrand AV. 2007. Kapita Selekta Hematologi Edisi Keempat. Jakarta: Peenerbit

Buku Kedokteran EGC. Pp 18-28.

Nurdjanah S. Sirosis Hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadiasubrata

M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi V. Jakarta: Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2006.

Parvez T., Parvez B., Khurram P. Screening for Hepatocellular Carcinoma. Jounal.

JCPSP . September 2004. Volume : 14 No. 09

Pranawan, Yogiantoro M., Irwanadi C., Santoso D., Mardiana N., Thaha M., Widodo,

Soewanto. 2007. Infeksi Saluran Kemih dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan

Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: Airlangga University Press. h:230-3.

Price SA, Lorraine MW. Hepatocellular carcinoma. Patofisiologi : Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit.Vol. 1. Edisi VI. Jakarta: EGC; 2009 : 493-501.

Page 18: Referat Hepatoma

Putz R., Pabst R. Sobotta: Atlas Anatomi . 22nd ed. Suvono J.Sugiharto L. Novrianti

A. Liena, Penerjemah. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Edisi 22. Jakarta:

EGC, 2007.

Rasyid, A. 2006.Pentingnya Peranan Radiologi Dalam Deteksi Dini dan Pengobatan

Kanker Hati primer. Sumatra: USU press.

Rasyid A. 2006.Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepatoseluler

Hepatoma.Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 39. No 2.

Ryder  S D. 2006. Guidelines For The Diagnosis And Treatment Of Hepatocellular

Carcinoma(HCC) In Adults. Gut 2003; 52 – 56.

Setiawan P B., Kusumobroto H.O., Oesman N., Pangestu A.,Nusi I.A., Heri P. 2007.

Karsinoma Hepatoselular dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Surabaya:

Airlangga University Press. pp 137-38.

Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 60th ed. Sugiharto L,Hartanto H,

Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah. Anatomi

Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jajarta: EGC. 2006

Soresi M., Maglirisi C., Campgna P. 2003. Alphafetoprotein In The Diagnosis

Of Hepatocellular Carcinoma. Anticancer Research. 2003;23;1747-53.

Starley BQ, Calcagno CJ, Harrison SA. Nonalcoholic fatty liver disease and

hepatocellular carcinoma: a weight connection. Hepatology. 2010.

Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006.

Supartondo, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta. 2003.