27
LEMBAR PENGESAHAN Nama mahasiswa : Meilinda Vitta Sari (030.10.173) Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilm Kesehatan Mata !K "ni#ersitas $risak %eri&de : %eri&de ' Mei '7 *ni '01 *dl :+i,ema %em-im-ing : dr. ia Mekarwangi/ Sp.M $elah diperiksa dan disahkan pada tanggal : Se-agai salah sat s arat dalam mengikti dan men elesaikan Kepaniteraan Klinik Kesehatan Mata di mah Sakit "mm aerah Bekasi. Bekasi/ *ni '01 dr. ia Mekarwangi/ Sp.M 1

Referat Hifema Mei

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hifema

Citation preview

LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa: Meilinda Vitta Sari (030.10.173)Bagian: Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Mata FK Universitas TrisaktiPeriode: Periode 25 Mei 27 Juni 2015Judul: HifemaPembimbing: dr. Ria Mekarwangi, Sp.M

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Mata di Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi.

Bekasi, Juni 2015

dr. Ria Mekarwangi, Sp.M

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Hifema dengan baik dan tepat waktu.Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Periode 25 Mei 2015 27 Juni 2015. Di samping itu, referat ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang hifema.Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada dr. Ria Mekarwangi, Sp.M selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini, serta kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Bekasi, Juni 2015 Penulis Meilinda Vitta Sari

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan .........................................................................................................1Kata Pengantar ................................................................................................................2Daftar Isi ..........................................................................................................................3BAB IPendahuluan ............................................................................................4BAB IIPembahasan .............................................................................................52.1 Anatomi mata ...................................................................................52.2 Definisi ..............................................................................................112.3 Epidemiologi .....................................................................................112.4 Etiologi .............................................................................................112.5 Patofisiologi .....................................................................................122.6 Klasifikasi .........................................................................................142.7 Manifestasi Klinis .............................................................................152.8 Diagnosis ..........................................................................................162.9 Penatalaksanaan ................................................................................172.10 Komplikasi ........................................................................................222.11 Prognosis .........................................................................................23 BAB IIIKesimpulan ..............................................................................................25Daftar Pustaka ..................................................................................................................26

BAB IPENDAHULUAN

Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola mata terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh tulang yang kuat. Kelopak mata bisa segera menutup untuk membentuk penghalang bagi benda asing dan mata bisa mengatasi benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan. Meskipun demikian, mata dan struktur di sekitarnya bisa mengalami kerusakan akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan atau mata harus diangkat. Trauma pada mata harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan menilai fungsi penglihatan.1Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada dewasa muda. Kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa muda, terutama pada pria yang merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami cedera tembus mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera akibat olahraga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata. 1Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai adalah trauma tumpul pada mata. Walaupun trauma yang mengenai mata tidak selalu merupakan penyebab utama dari kebutaan, namun merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan hilangnya penglihatan unilateral. Maka dari itu, masalah trauma pada mata masih menjadi satu masalah yang perlu mendapat perhatian dan menganggapnya sebagai salah satu kasus penyakit mata emergensi. 1Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang sehingga kemungkinan merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, dan lensa) dan struktur mata bagian belakang (retina dan persarafan). Perdarahan di dalam Camera Oculi Anterior (COA) yang disebut dengan hifema merupakan masalah yang serius dan harus segera ditangani oleh dokter spesialis mata. Hifema dapat terjadi akibat trauma tembus ataupun trauma tumpul, dapat juga perdarahan spontan. Biasanya darah ini berasal dari pembuluh darah iris ataupun badan siliar yang pecah. Kadang-kadang pembuluh darah baru yang terbentuk pada kornea pasca bedah katarak dapat pecah sehingga timbul hifema. 1

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 ANATOMI MATAMata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Mata sendiri tertanam di dalam korpus adiposum orbita, tetapi dipisahkan dari korpus adiposum ini oleh selubung fasial bola mata. Lapisan bola mata dari luar ke dalam tesebut adalah tunika fibrosa, tunia vaskulosa, tunica nervosa.2

Gambar 1. Anatomi Mata

Lapisan bola mata 2:1. Tunika FibrosaTunika fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaq atau sklera dan bagian anterior yang transparan atau kornea. Sklera terdiri atas jaringan fibrosa padat dan berwarna putih. Di posterior, sklera ditembus oleh n.opticus dan menyatu dengan selubung dura saraf ini. Lamina kribrosa adalah daerah sklera yang ditembus oleh serabut-serabut n.opticus, merupakan daerah yang relatif lemah dan dapat menonjol ke dalam bola mata oleh peningkatan tekanan liquor cerebrospinalis di dalam tonjolan tubular spatium subarachnoidea, yang terdapat di sekeliling n.opticus. Jika tekanan intraokular meningkat, lamina kribrosa akan menonjol ke luar yang menyebabkan diskus menjadi cekung bila dilihat melalui oftalmoskop. Sklera juga ditembus oleh a.n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu vv.vortikosa. ke arah depan sklera bersambungan dengan kornea yang disebut limbus. 2Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:a. Epitel Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.b. Membran bowman Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.c. Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang. Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. d. Membran Descement Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.e. Endotel Berasal dari mesotelium berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden.Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus dan saraf nasosiliar. Saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman kemudian melepaskan selubung schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. 22. Tunika Vaskulosa PigmentosaDari belakang ke depan disusun oleh:a. KoroidTerdiri atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vascular.b. Korpus siliar (badan siliar)Korpus siliar ke arah posterior bersambung dengan koroid dan ke anterior terletak di belakang batas perifer iris terdiri atas korona siliaris, prosesus siliaris dan muskulus siliaris. Korona siliaris adalah bagian posterior korpus siliaris dan permukaannya mempunyai alur-alur dangkal disebut striae siliaris. Prosesus siliaris adalah lipatan-lipatan yang tersusun secara radial, dan pada permukaan posteriornya melekat ligamentum suspensorium iridis M. siliaris terdiri atas serabut-serabut otot polos meridianal dan sirkular. Serabut meridianal berjalan ke belakang dari area taut korneosklera menuju ke prosesus siliaris. Serabut-serabut sirkular berjumlah sedikit dan terletak di sebelah dalam serabut meridianal.c. Iris dan pupilIris adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di tengahnya yaitu pupil. Iris membagi ruang di antara lensa dan kornea menjadi kamera okuli anterior dan kamera okuli posterior. Serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier.

COA terletak antara persambungan kornea perifer dengan iris. Pada bagian ini, terdapat jalinan trabekula yang dasarnya mengarah ke badan siliar. Bagian dalam jalinan ini yang menghadap ke bilik mata depan dikenal sebagai jalinan uvea. Bagian luar jalinan ini yang terletak dekat kanalis schlemm dikenal sebagai jalinan korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2 U sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor, 20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sclera dan episkelera dan vena siliaris anterior di badan siliar. 2

Gambar 2. Anatomi bilik mata depan dan jaringan sekitarnya

3. Tunika Nervosa (retina)Retina terdiri atas pars pigmentosa di sebelah luar dan pars nervosa di dalamnya. Permukaan luarnya melekat pada koroid dan permukaan dalamnya berkontak dengan korpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan organ reseptornya. Pinggir anteriornya membentuk cincin berombak disebut ora serata, yang merupakan ujung akhir pars nervosa. Bagian anterior retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi prosesus siliaris dan bagian belakang iris. 2Pada pertengahan bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan disebut makula lutea, yang merupakan area retina dengan daya lihat yang paling jelas. Di tengahnya terdapat lekukan disebut fovea sentralis. N.opticus meninggalkan retina kira-kira 3 mm medial dari makula lutea melalui diskus optikus. Diskus optikus agak cekung pada bagian tengahnya, yaitu merupakan tempat n.opticus ditembus oleh a.sentralis retina. Pada diskus optikus tidak terdapat sel-sel batang dan kerucut sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut sebagai bintik buta. 2

Vaskularisasi Bola MataPemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri oftalmika, yaitu cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra troklearis. 2Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervus optikus. Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar, beranastomosis satu dengan yang lain, dan bersama arteri siliaris anterior membentuk sirkulus arteriosus mayor iris. Arteri siliaris anterior berasal dari cabang-cabang muskularis dan menuju ke muskuli rekti. Arteri ini memvaskularisasi sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta ikut membentuk sirkulus arteriosus mayor iris. 2Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan inferior, yang juga menampung darah dari vena vertikoasae, vena siliaris anterior, dan vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fisura orbitalis inferior. 2

Gambar 3. Vaskularisasi pada bola mata

Gambar 4. Vaskularisasi pada segmen anterior2.2 DEFINISIHifema adalah suatu keadaan dimana adanya darah dalam bilik mata depan yang berasal dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah yang dapat terjadi akibat trauma ataupun secara spontan, sehingga darah terkumpul di dalam bilik mata, yang hanya mengisi sebagian ataupun seluruh isi bilik mata depan. 3.4

2.3 EPIDEMIOLOGIPenelitian menemukan 33% dari seluruh trauma mata yang serius menimbulkan hifema, 80% hifema terjadi pada pria. Perkiraan rata-rata kejadian di Amerika Utara adalah 17-20/100.000 populasi/tahun. Sering pada pasien yang berumur kurang dari 20 tahun dan pertengahan 30 tahun. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 3:1. Penyebab tersering akibat benda tumpul. Olah raga penyebab dari 60% pada populasi anak muda. Penggunaan pelindung mata (lensa polikarbonat dengan bingkai keras) dapat secara signifikan menurunkan angka kejadian hifema. Sekitar 57% pasien trauma mata dengan hifema berlanjut pada kerusakan segmen posterior dari mata tersebut. Dalam hal ini maka perlu tindakan evaluasi dalam menilai seberapa besar akibat trauma pada segmen posterior mata. 5

2.4 ETIOLOGIBerdasarkan penyebabnya, hifema terbagi menjadi tiga yakni:1. Hifema traumatikHifema traumatik merupakan jenis yang tersering, yang merupakan hifema akibat terjadinya trauma pada bola mata. Trauma yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh benda tumpul, misalnya bola, batu, projektil, mainan anak-anak, pelor mainan, paint ball, maupun tinju. Trauma tumpul yang menghantam bagian depan mata misalnya, mengakibatkan terjadinya perubahan bola mata berupa kompresi diameter anteroposterior serta ekspansi bidang ekuatorial. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intraokular secara transien yang mengakibatkan terjadinya penekanan pada struktur pembuluh darah di uvea (iris dan badan silier). Pembuluh darah yang mengalami gaya regang dan tekan ini akan mengalami ruptur dan melepaskan isinya ke bilik mata depan (kamera okuli anterior). 42. Hifema iatrogenikHifema iatrogenik adalah hifema yang timbul dan merupakan komplikasi dari proses medis, seperti proses pembedahan. Hifema jenis ini dapat terjadi intraoperatif maupun postoperatif. Pada umumnya manipulasi yang melibatkan struktur kaya pembuluh darah dapat mengakibatkan hifema iatrogenik. 43. Hifema spontanHifema spontan sering dikacaukan dengan hifema trauma. Perlunya anamnesis tentang adanya riwayat trauma pada mata dapat membedakan kedua jenis hifema. Hifema spontan adalah perdarahan bilik mata depan akibat adanya proses neovaskularisasi, neoplasma, maupun adanya gangguan hematologi. 4 Neovaskularisasi, seperti pada diabetes melitus, iskemi, maupun sikatriks. Pada kondisi ini, adanya kelainan pada segmen posterior mata (seperti retina yang mengalami iskemi, maupun diabetik retinopati) akan mengeluarkan faktor tumbuh vaskular (misal: VEGF) yang oleh lapisan kaya pembuluh darah (seperti iris dan badan silier) dapat mengakibatkan pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi). Pembuluh darah yang baru pada umumnya bersifat rapuh dan tidak kokoh, mudah mengalami ruptur maupun kebocoran. Kondisi ini meningkatkan kerentanan terjadinya perdarahan bilik mata depan. Neoplasma, seperti retinoblastoma dan melanoma maligna pada umumnya juga melibatkan neovaskularisasi seperti yang telah dijelaskan pada poin pertama. Hematologi, seperti leukemia, hemofilia, penyakit Von Willebrand yang mana terjadinya ketidakseimbangan antara faktor pembekuan dan faktor anti-pembekuan.Dengan demikian terjadi proses kecenderungan berdarah. Penggunaan obat-obatan yang mengganggu sistem hematologi, seperti aspirin dan warfarin.

2.5 PATOFISIOLOGITrauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar. 4,5

Gambar 5. Patofisiologi hifema Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang COA, mengotori permukaan dalam kornea. 4,5Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral. 4,5Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi dari bekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali. 4,5Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. 4,5Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis yang berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada 85% pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan sel-sel radang pada bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada 10% kasus. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinn. Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat terjadi akibat peninggian tekanan intraokular. 4,5

2.6 KLASIFIKASIKlasifikasi dari hifema diantaranya adalah 4,5:a. Menurut Edward Layden membaginya menjadi: Hifema tingkat I: bila perdarahan < 1/3 COA Hifema tingkat II: bila perdarahan antara 1/3 COA Hifema tingkat III: bila perdarahan > COAb. Menurut Rakusin membaginya menjadi: Hifema tingkat I: apabila perdarahan mengisi bagian COA Hifema tingkat II : apabila perdarahan mengisi bagian COA Hifema tingkat III: apabila perdarahan mengisi bagian COA Hifema tingkat IV : apabila perdarahan mengisi penuh COAc. Menurut Sheppard berdasarkan tampilan klinisnya menjadi: Grade I: darah mengisi kurang dari sepertiga COA Grade II: darah mengisi sepertiga hingga setengah COA Grade III: darah mengisi lebih dari setengah dan hampir total COA Grade IV: darah memenuhi seluruh COA

Gambar 6. Grading pada hifema

d. Berdasarkan waktu terjadinya dibagi menjadi: Hifema primer: timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2 Hifema sekunder: timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma2.7 MANIFESTASI KLINISAdanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA (dapat diperiksa dengan flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari konjungtiva dan perikorneal, penderita mengeluh nyeri pada mata, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), sering disertai blefarospasme, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargi, disorientasi atau somnolen. 5,6Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang COA. Selain itu, dapat terjadi peningkatan tekanan intra ocular, sebuah keadaan yang harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya glaukoma. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada kornea, anisokor pupil. 5,6

2.8 DIAGNOSISUntuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan perlu diadakan pemeriksaan yang cermat, terdiri atas anamnesis, pemeriksaan fisik mata, dan pemeriksaan penunjang.6AnamnesisPada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu kejadian, proses terjadi trauma dan benda yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata dan bahan tersebut, apakah terbuat dari kayu, besi, atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam maka perlu ditanyakan ketajaman penglihatan atau nyeri pada mata karena berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler akibat perdarahan sekunder. Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah, dan apakah pernah mendapatkan pertolongan sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan mata sebelum terjadi trauma, apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan apakah pengurangan penglihatan ituterjadi sebelum atau sesudah kecelakaan tersebut, ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembukaan darah atau penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin. 6Pemeriksaan mata Pemeriksaan mata harus dilakukan secara lengkap. Semua hal yang berhubungan dengan cedera bola mata ditanyakan. Dilakukan pemeriksaa hifema dan menilai perdarahan ulang. Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar, hal ini penting karena mungkin saja pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan kelainan berupa trauma tembus seperti: Ekmosis Laserasi kelopak mata Proptosis Enoftalmus Fraktur yang disertai dengan gangguan pada gerakan mata Kadang-kadang menemukan kelainan berupa defek epitel, edem kornea dan imbibisi kornea bila hifema sudah terjadi lebih dari 5 hari. Ditemukan darah di dalam bilik mata bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata depan, perdarahan yang mengisi setengah bilik mata depan dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraokuler, sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifema mengisi seluruh bilik mata depan, rasa sakit bertambah dan penglihatan lebih menurun lagi. Pada iris dapat ditemukan robekan atau iridodialisis dan iridoplegia. Pada hifema karena trauma, jika ditemukan penurunan tajam penglihatan segera maka harus dipikirkan kerusakan seperti luksasi lensa, ablasi retina.Pemeriksaan penunjang Tonometri, untuk memeriksa tekanan intra okuler Funduskopi, untuk mengetahui akibat trauma pada segmen belakang bola mata, kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media refraksi disegmen belakang bola mata, yaitu pada badan kaca. USG untuk menyingkirkan adanya perdarahan vitreus atau ablasio retina Skrining sickle cell X-ray CT-scan orbita

2.9 PENATALAKSANAANBiasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah 4,5,6:1) Menghentikan perdarahan.2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi.4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatik hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu: perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi1. Tirah baring (bed rest total)Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30-45o (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan kakinya ke tempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar. 4,5,62. Bebat mataMengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. 4,5,63. Pemakaian obat-obatanPemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti 4,6: KoagulansiaGolongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, misalnya: Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik (di pasaran obat ini dikenal sebagai transamine/transamic acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4x250 mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan intra okular. Midriatika MiotikaMasih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi iridiocyclitis. Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak 2x/hari akan mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja. 4,6 Ocular Hypotensive DrugSemua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler. Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian intravena urea, manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler, walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama 24 jam. Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal, lakukan parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea Bila tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga parasentesa. 4,6 Kortikosteroid dan AntibiotikaPemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.

Perawatan OperasiPerawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3-5 hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata maksimal >50 mmHg selama 5 hari atau tekanan bola mata maksimal >35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata >25 mmHg selama 6 hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea. 3,4Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior perifer bila hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari. Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut :1. Empat hari setelah onset hifema total2. Mikroskopik kornea bloodstaining (setiap waktu)3. Total dengan dengan tekanan intra okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari (untuk mencegah atrofi optik)4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari COA selama 6 hari dengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah kornea bloodstaining)5. Hifema mengisi lebih dari COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk mencegah peripheral anterior sinekia)6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya dengan tekanan intra okular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika tekanan intra okular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optik pada 50 persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Kornea bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell hemoglobinopati diperlukan operasi jika tekanan intra okular tidak terkontrol dalam 24 jam.Tindakan operasi yang dikerjakan adalah:1. ParasentesisParasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut: dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan akan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahut. Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika darah masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik. 3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka korneoskleranya sebesar 1200Tujuan terapi sesuai dengan komplikasi yang mungkin terjadi. Untuk mengatasi peningkatan tekanan intraokular, dapat dilakukan pemberian antiglaukoma topikal, seperti timolol (antagonis reseptor beta), latanoprost (analog prostaglandin), serta brimonidin (agonis reseptor 2 tipe perifer). Ke semua agen ini bertujuan untuk mengurangi produksi akueous humor dan dapat membantu menurunkan tekanan intraokular. Apabila masih tinggi, dapat dicobakan pemberian inhibitor enzim karbonat-anhidrase (CAI) topika.. Tekanan yang belum terkontrol mengindikasikan pemberian agen lain, yakni CAI sistemik (melalui oral), yakni asetazolamid dengan dosis 20 mg/kg/hari terbagi dalam empat dosis. Hal ini terutama digunakan apabila tekanan masih di atas 22 mmHg. Pilihan terakhir apabila tekanan masih tinggi adalah pemberian agen osmotik (seperti manitol IV 1,5 g/kg dalam larutan 10% 2 kali sehari atau 3 kali sehari apabila tekanan sangat tinggi), atau pemberian gliserol per oral. Hal ini penting apabila tekanan intraokular tetap di atas 35 mmHg meskipun hal-hal di atas telah dicobakan pada pasien. 3,4Untuk mencegah perdarahan seknder, dapat diberikan asam aminokaproat/ACA yang merupakan agen anti-plasmin. Plasmin merupakan enzim yang melisiskan bekauan darah sehingga dapat mengakibatkan perdarahan ulang. Asam aminokaproat yang pertama kali diteliti menggunakan dosis 100 mg/kg dan diberikan setiap 4 jam (dengan maksimal 30 g setiap hari) melalui oral. Agen ini diberikan selama 5 hari dan terbukti secara klinis sangat menurunkan kejadian perdarahan sekunder, dibandingkan dengan pemberian plasebo. Penelitian lanjutan menunjukkan bahwa asam aminokaproat 50 mg/kg juga sama efektifnya dengan pemberian 100 mg/kg. Pemberian asam aminokaproat terutama diindikasi pada hifema dengan kurang dari 75% COA sebab pada kondisi yang lebih dari ini mencegah lisis dari bekuan darah dianggap tidak efektif dalam mencegah terjadinya perdarahan sekunder. 3,4Penelitian lanjutan juga menunjukkan pemberian asam aminokaproat secara topikal juga sama efektifnya, sehingga apabila tersedia agen topikal, agen ini lebih dianjurkan diberikan secara topikal. Steroid juga terbukti dapat menunjukkan risiko perdarahan sekunder. Pasien diindikasikan rawat inap jikab6:1. Pasien mengalami hifema derajat Ii atau lebih, sebab berpotensi terjadinya perdarahan sekunder2. Merupakan sickle cell trait3. Terjadi trauma tembus okuli4. Pasien yang tidak patuh terhadap pengobatan5. Pasien yang memiliki riwayat glaukomaDalam pasien rawat, perlu dilakukan pemantauan secara intensif seperti tajam penglihatan, tekanan intraokular, serta resolusi hifema. Selain itu perlu pula diamati apakah terdapat indikasi bedah pada pasien.

2.10 KOMPLIKASIKomplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping komplikasi dari traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan iridodialysis: Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada tingginya hifema. 1,51. Perdarahan sekunderKomplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan insidensinya sangat bervariasi, antara 10%-40%.Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan primernya.Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat daripada yang primer.2. Glaukoma sekunderTimbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh tersumbatnya trabekular meshwork oleh butir-butir atau gumpalan darah. Insidensinya 20%, sedangkan di RS Dr,Soetomo sebesar 17,5%. Adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya glaukoma. Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.3. Hemosiderosis korneaPada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun). Insidensinya 10%. Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.4. Sinekia PosteriorSinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema. Komplikasi ini akibat dari iritis atau iridosiklitis. Komplikasi ini jarang pada pasien yang mendapat terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan evakuasi bedah pada hifema. Peripheral sinekia anterior terjadi pada pasien dengan hifema pada COA dalam waktu yang lama, biasanya 9 hari atau lebih. Patogenesis dari sinekia anterior perifer berhubungan dengan iritis yang lama akibat trauma atau dari darah pada COA. Bekuan darah pada sudut COA kemudian bisa menyebabkan trabekular meshwork fibrosis yang menyebabkan sudut bilik mata tertutup.5. UveitisPenyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea, uveitis. Selain dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar yang mungkin juga masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga pada funduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman penglihatan menurunnya lebih banyak. Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular masih normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intra okular sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah karena tekanan intra okular lebih meninggi dan penglihatan lebih menurun lagi.

2.11 PROGNOSISPrognosis pada kasus hifema ditentukan berdasarkan pulihnya tajam penglihatan pasien. Fungsi penglihatan harus merupakan goal dalam penatalaksanaan pasien dengan hifema. Dalam menentukan kasus hifema perlu dipertimbangkan:1. Kerusakan struktur mata lain2. Perdarahan sekunder3. Komplikasi lain: glaukoma, corneal blood staining, serta atrofi optikBiasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan. 1,5

BAB IIIKESIMPULAN

Hifema suatu keadaan dimana adanya darah dalam bilik mata depan yang berasal dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah yang dapat terjadi akibat trauma ataupun secara spontan, sehingga darah terkumpul di dalam bilik mata, yang hanya mengisi sebagian ataupun seluruh isi bilik mata depan. Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata dan kelainan pembuluh darah Penegakan diagnosis hifema berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik mata, dan pemeriksaan penunjang Pada anamnesis terutama ialah riwayat trauma pada matanya dapat memastikan adanya hifema. Pada pemeriksaan fisik mata adanya gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA, kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari konjungtiva dan perikorneal, fotofobia, penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargi, disorientasi atau somnolen.Penatalaksanaan hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi. Tindakan ini bertujuan untuk menghentikan perdarahan, menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder, mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi, mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain, dan berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.

DAFTAR PUSTAKA1. Ilyas, Sidarta. Hifema. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. 2nd ed. Jakarta: FKUI.2003.p.264-2652. Snell R. Kepala dan Leher. Dalam: Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.6th ed.Jakarta: EGC.2006.p.684-700.3. Witcher J.P, Riordan P, Eva. Hyphema. In: Vaughan & Asburys General Ophtalmology LANGE. 17th ed. McGraw Hills.2007.p.730-714. Bruce James,dkk. Lecture Notes Oftalmologi. 9th ed. Surabaya: Erlangga Medical Series.2005.5. A.Gharaibeh, HI Savage, RW Scherer, dkk. Medical intervention for traumatic hyphema (Review).USA: The Cochrane Library.2013.6. Lenihan P, Hitchmoth D. Traumatic Hyphema: A Teaching Case Report. Maine: Optomrtic Education.2014;39:3.p.110-118.

2