36
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadrat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul ‘Penyakit Membran Hialin’ ini. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam menjalankan kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Mardi Waluyo periode 20 Januari – 29 Maret 2014. Hyaline membrane disease penyebab tersering dari gagal nafas pada bayi prematur yang merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru lahir. Karena itu, penulis menyadari betapa pentingnya mempelajari penyakit ini sehingga nantinya kita dapat mendiagnosa serta mengetahui penatalaksanaan dari penyakit ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Christie Imelda Moningkey, Sp.A yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan referat ini, serta teman-teman yang telah memberikan dorongan semangat baik moral dan spiritual dalam pembuatan referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga referat ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Lampung, 10 Maret 2014 1

Referat Hyaline Membrane Disease

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hmd

Citation preview

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadrat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Penyakit Membran Hialin ini. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam menjalankan kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Mardi Waluyo periode 20 Januari 29 Maret 2014.

Hyaline membrane disease penyebab tersering dari gagal nafas pada bayi prematur yang merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru lahir. Karena itu, penulis menyadari betapa pentingnya mempelajari penyakit ini sehingga nantinya kita dapat mendiagnosa serta mengetahui penatalaksanaan dari penyakit ini.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Christie Imelda Moningkey, Sp.A yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan referat ini, serta teman-teman yang telah memberikan dorongan semangat baik moral dan spiritual dalam pembuatan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga referat ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.Lampung, 10 Maret 2014

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar...1Daftar Isi2Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang...31.2Tujuan Penulisan...31.3Manfaat Penulisan.3Bab II Pembahasan

2.1Definisi..42.2Epidemiologi.42.3Etiologi..42.4Patofisiologi..52.5Diagnosis..72.6Diagnosis Banding..142.7Penatalaksanaan...172.8 Komplikasi..232.10Prognosis23Bab III Penutup

3.1Kesimpulan..25Daftar Pustaka.26BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit membran hialin (HMD) dikenal juga sebagai respiratory distress syndrome (RDS) yang terjadi hampir sebagian besar pada bayi kurang bulan khususnya yang lahir pada usia kehamilan 32 minggu. Ia mempunyai kaitan yang sangat erat dengan faktor perkembangan paru. Angka kejadian penyakit tersebut akan meningkat terutama apabila bayi tersebut lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan.1Penyakit membran hialin merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru lahir. Kurang lebih 30% dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh HMD atau komplikasinya. Pengenalan riwayat kehamilan, riwayat persalinan, serta intervensi dini dalam pencegahan, diagnostik, dan penatalaksaan penderita dapat membantu menurunkan angka kematian penyakit.1HMD ditandai dengan adanya kesukaran bernafas (pernafasan cuping hidung, tipe pernapasan dyspnea/takipnea, retraksi dada, dan sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam pertama kehidupan dan pada pemeriksaan radiologis ditemukan pola retikulogranuler yang uniform dan air bronchogram. Pengenalan surfaktan eksogen sebagai pencegahan dan terapi telah merubah keadaan klinik dari penyakit dan menurunkan morbiditas dan mortalitas dari penyakit. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang.1.2Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah menambah pengetahuan tentang definisi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, dan penatalaksanaan HMD.

1.3Manfaat Penulisan

Referat ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam mendiagnosis dan pengelolaan HMD.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1Definisi

Penyakit membran hialin atau hyaline membrane disease (HMD) juga dikenali sebagai respiratory distress syndrome (RDS) adalah gangguan respirasi yang ditemukan terutama pada bayi prematur akibat kurangnya surfaktan sehingga mengakibatkan kolapsnya alveoli.22.2EpidemiologiHMD merupakan penyebab kematian utama pada bayi prematur, di Amerika Serikat sekitar 12% bayi lahir prematur, sekitar 10% bayi prematur menderita HMD setiap tahunnya. Insiden meningkat pada negara berkembang.Insiden HMD tertinggi terjadi pada bayi prematur, ras caucasian, laki-laki, riwayat saudara sebelumnya yang menderita HMD, lahir melalui sectio sesaria, asfiksia dan ibu diabetes melitus. Pada tahun 2003, di Amerika Serikat terdapat 4 juta kelahiran setiap tahunnya, dan 6% kelahiran berkembang menjadi HMD. Pada tahun 2005 terjadi peningkatan kasus HMD dari 11,6% menjadi 12,7%, mayoritas disebabkan karena kelahiran kurang bulan.3,4 Berdasarkan penelitian di Rumah sakit Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2001, dari 41 bayi yang lahir preterm, 14 bayi mengalami sindrom gawat nafas, dan 7 bayi didiagnosa HMD. Semuanya lahir dari kehamilan kurang dari 32 minggu. Hal itu menunjukan prevalensi HMD pada bayi preterm sebesar 17%.52.3EtiologiDefisiensi surfaktan (penurunan produksi dan sekresi) adalah penyebab utama dari HMD. Konstituen utama surfaktan adalah dipalmitoyl fosfatidilkolin (lesitin), fosfatidilgliserol, apoprotein (protein surfaktan SP-A, -B, -C, -D), dan kolesterol. Dengan pertambahan usia kehamilan, jumlah fosfolipid yang disintesis meningkat dan disimpan dalam sel alveolar tipe II. Bahan aktif permukaan ini akan dilepaskan ke dalam alveoli, di mana mereka akan mengurangi tegangan permukaan dan membantu mempertahankan stabilitas alveolus dengan mencegah runtuhnya ruang udara kecil pada akhir ekspirasi. Jumlah yang dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pasca kelahiran karena immaturitas. Surfaktan yang hadir dalam konsentrasi tinggi pada paru janin mengalami homogenasi pada usia kehamilan 20 minggu, tetapi tidak mencapai permukaan paru-paru sampai nanti. Ia muncul dalam cairan amnion pada waktu di antara 28 dan 32 minggu. Tingkat maturitas dari surfaktan paru biasanya terjadi setelah 35 minggu.6Meskipun jarang, kelainan genetik dapat berkontribusi dalam terjadinya gangguan pernapasan. Kelainan pada gen protein surfaktan B dan C serta sebuah gen bertanggungjawab untuk mengangkut surfaktan melintasi membran (ABC transporter 3 [ABCA3]) berhubungan dengan penyakit pernapasan berat dan sering mematikan yang diturunkan.Sebagian sintesis surfaktan bergantung pada pH normal, suhu, dan perfusi. Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia paru, khususnya terkait dengan hipovolemia, hipotensi, dan stres dingin, dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru-paru juga dapat terluka oleh konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek dari manajemen respirator, sehingga mengakibatkan pengurangan surfaktan yang lebih lanjut.6,72.4PatofisiologiPeranan surfaktan ialah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir ekspirasi. Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada penyakit membrane hialin menyebabkan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya terganggu. Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.

Hipoksia akan menimbulkan: (1) oksigenasi jaringan menurun sehingga akan terjadi metabolisme anaerob dengan penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi, (2) kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan substansi surfaktan.8

Penyebab utama HMD adalah defisiensi surfaktan di paru yang belum matang. Paru-paru yang secara struktural belum matang dan defisiensi surfaktan memiliki compliance yang rendah dan kecenderungan untuk atelektasis; faktor lain pada bayi prematur yang meningkatkan risiko atelektasis adalah penurunan radius alveolar dan dinding dada yang lemah. Dengan atelektasis, bagian paru dengan perfusi baik tetapi ventilasi yang buruk mengarah ke ketidaksesuaian V/Q (dengan shunting intrapulmonal) dan hipoventilasi alveolar dengan akibat hipoksemia dan hiperkarbia. Hipoksemia berat dan hipoperfusi sistemik menyebabkan penurunan transportasi O2, metabolisme anaerob dan menyusulnya asidosis laktat. Hipoksemia dan asidosis lebih lanjut dapat memperburuk oksigenasi melalui vasokonstriksi paru sehingga menyebabkan right-to-left shunt pada foramen ovale dan duktus arteriosus. Faktor lain seperti barotrauma atau volutrauma dan FiO2 tinggi mungkin mengawali pelepasan sitokin dan kemokin inflamasi yang menyebabkan lebih banyak kecederaan sel endotel dan epitel. Kecederaan ini mengurangkan sintesis dan fungsi surfaktan serta peningkatan permeabilitas endotel yang mengarah ke edema pulmonal. Kebocoran protein ke dalam ruang alveolar memperburuk lebih lanjut defisiensi surfaktan dengan mengakibatkan inaktivasi surfaktan. Secara makroskopis, paru terlihat padat dan atelektasis. Secara mikroskopis, dapat dilihat atelektasis alveolar difus dan edema pulmonal.9

Gambar 1. Patofisiologi penyakit membran hialin

2.5Diagnosis

2.5.1Gejala Klinis

Penyakit membran hialin sering terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernafasan mulai tampak 6-8 jam pertama setelah kelahiran dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.3,8Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnea atau hiperpnea, sianosis karena saturasi O2 yang menurun, retraksi suprasternal, retraksi interkostal dan expiratory grunting. Selain tanda gangguan pernafasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada penderita HMD berat), hipotensi, kardiomegali, pitting edema terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi. Scoring system yang sering digunakan pada bayi preterm dengan HMD adalah Silverman-Anderson score atau skor Downes.

Gambar 2. Silverman-Anderson scoring systemSkor 10= Severe respiratory distress

Skor 7= Impending respiratory failure

Skor 0

= No respiratory distressTabel 1. Skor Downes.Score012

Frekuensi nafas (x/menit)80

SianosisNoneIn room airIn 40% oxigen

RetraksiNoneMildModerate-severe

MerintihNoneAudible with stethoscopeAudible without stethoscope

Air entryClearDelayed / decreaseBarely audible

Skor : 6 = Inpending respiratory failure

2.5.2 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan gas darah

Hasil analisis gas darah menunjukkan asidosis respiratorik dan asidosis metabolik dengan hipoksia. Asidosis respiratorik terjadi karena atelektasis dari alveoli dan atau overdistensi dari bronkiolus (terminal airways). Asidosis metabolik yang terjadi pada HMD dawali dengan asidosis laktat sebagai akibat dari menurunnya perfusi ke jaringan sehingga tubuh menggunakan jalur anaerob untuk metabolisme. Hipoksia pada HMD ini terjadi dari right-to-left shunting melalui pembuluh dari pulmonal, patent ductus artreriosus (PDA), dan atau foramen ovale tidak menutup.7Pulse Oximetry

Pulse oximetry adalah tindakan non-invansif yang digunakan untuk memantau saturasi oksigen dalam darah, dimana saturasi dipertahankan pada nilai 90-95%. Akan tetapi alat ini tidak dapat mendeteksi terjadinya hiperoksia. Pada metode konvensional digunakan metode monitoring in-line arterial PaO2 dan monitoring transkutaneus. Monitoring transkutaneus CO2 seharusnya dgunakan pada infant dengan HMD untuk memonitor ventilasi yang berhubungan dengan PaCO2.7Gambaran radiologis

Diagnosis yang tepat dengan pemeriksaan foto rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika, dan lain-lain.

a. Foto toraks posisi AP dan lateral (bila diperlukan serial)Gambaran radiologis memberi gambaran penyakit membran hialin. Gambaran yang khas berupa pola retikulogranular, yang disebut dengan ground glass appearance, disertai dengan gambaran bronkus di bagian perifer paru (air bronchogram).10Terdapat 4 stadium:

Stadium 1: pola retikulogranular (ground glass appearance) Stadium 2: stadium 1 + air bronchogram

Stadium 3: stadium 2 + batas jantung - paru kabur

Stadium 4: stadium 3 + white lung appearanceGambar 3. HMD dengan granular appearance pada kedua paru

Gambar 4. HMD dengan granular appearance dan air broncogram

Gambar 5. HMD dengan gambaran batas jantung-paru kabur (kiri)

Gambar 6. white lung appearance (kanan)

Gambar 7. HMD pada bayi prematur

Gambar 8. HMD pada bayi yang sudah mendapat terapi surfaktan. Tampak gambaran gelembung udara pada lobus atas11Selama perawatan, diperlukan foto toraks serial dengan interval sesuai indikasi. Pada pasien dapat ditemukan pneumotoraks sekunder karena pemakaian ventilator, atau terjadi bronchopulmonary dysplasia (BPD) setelah pemakaian ventilator jangka lama.

Uji Kematangan Paru

Tes yang dipercaya saat ini untuk menilai kematangan paru janin adalah tes kematangan paru yang biasanya dilakukan pada bayi prematur yang mengancam jiwa untuk mencegah terjadinya Neonatal Respiratory Distress Syndrome (RDS).

Tes biokimia (Rasio lecithin-sphingomyelin)Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin dari cairan amnion.

Tes ini merupakan salah satu tes yang sering digunakan dan sebagai standarisasi tes dibandingkan dengan tes yang lain. Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang secara relatif merupakan komponen non spesifik dari cairan amnion. Gluck menemukan bahwa L/S untuk kehamilan normal adalah 2.12 Dengan rasio 1.5-1.9, ada kemungkinan bahwa 50% bayi dapat berlanjut ke HMD. Pada rasio 60x/menit) dan terjadinya hiperinflasi, tetapi jarang disertai dengan grunting. TTN merupakan diagnosis eksklusi, dimana diagnosis sindrom gawat nafas, sepsis dan gagal jantung sudah disingkirkan.13

Gambar 11. Transient tachypnoea of the newborn dengan gambaran cairan pada fisura transversalis dan hiperekspansi paru.

2. Meconium aspiration syndrome

Aspirasi mekonium jarang terjadi pada bayi kurang bulan. Sindrom aspirasi mekonium terjadi apabila janin mengeluarkan mekonium ke dalam cairan amnion ketika masih berada dalam kandungan, dan cairan amnion yang terkontaminasi mekonium teraspirasi oleh bayi. Aspirasi mekonium menyebakan obstruksi mekanis pada paru sehingga menyebabkan terperangkapnya udara dan mengakibatkan atelektasis dan ketidakseimbangan perfusi-ventilasi. Secara klinis, bayi tampak berwarna kuning kehijauan atau lebih dikenali sebagai meconium-stained skin. Penegakkan diagnosis aspirasi mekoneum dapat dilakukan dengan kombinasi foto rontgen dengan gambaran bercak-bercak konsolidasi atau atelektasis, infiltrat kasar di kedua lapangan paru, dan hiperinflasi karena terperangkapnya udara.

Gambar 12. Foto thoraks sindrom aspirasi mekonium

3. Pneumotoraks

Kekurangan surfaktan yang relatif pada bayi yang lahir dengan usia gestasi 32-34 minggu menghasilkan paru-paru yang kurang compliance sehingga meningkatkan risiko terjadinya pneumotoraks dan pneumomediastinum. Pneumotoraks kecil umumnya dapat sembuh secara spontan. Selama ini, oksigen 100% digunakan sebagai penanganan pneumotoraks kecil, akan tetapi efektivitasnya belum terbukti dan dengan risiko terjadinya toksisitas oksigen, maka penanganan ini sudah tidak lagi dilakukan. Penanganan yang sedang berkembang ialah penggunaan kateterisasi pigtail yang dimasukan dengan teknik Seldinger. Keuntungan tindakan ini ialah tindakannya yang cepat dan mudah, serta sedikitnya skar yang ditimbulkan dibandingkan dengan traditional chest tubes.

Gambar 13. Pneumotoraks pada paru sisi kanan

Gambar 14. Penggunaan kateter pigtail132.7 Penatalaksanaan2.7.1 Perawatan Antenatal

Intervensi untuk mencegah terjadinya HMD harus dimulai sebelum kelahiran dan melibatkan bagian anak dan kebidanan. Secara umum sekresi surfaktan meningkat selama proses persalinan, oleh karena itu operasi sectio caesaria elektif tidak dianjurkan. Bayi preterm yang berisiko untuk terjadinya HMD seharusnya dilahirkan di tempat yang memiliki tenaga ahli dan fasilitas yang dilengkapi dengan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) dan ventilator mekanik. Untuk bayi yang usia gestasi kurang dari 27 minggu, kemungkinan untuk meninggal pada tahun pertama kehidupan berkurang bila dilahirkan di rumah sakit yang memiliki Neonatal Intensif Care Unit (NICU). Pemanfaan obat tokolitik dapat digunakan untuk menunda persalinan sementara agar ibu dapat dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas NICU.14,152.7.2Pemberian Kortikosteroid pada Ibu

Steroid antenatal diberikan pada ibu untuk menurunkan risiko kematian pada neonatal. Keberhasilan pemberian steroid hanya terlihat pada bayi preterm yang ibunya menerima dosis pertama steroid 1-7 hari sebelum persalinan. Betamethason dan dexamethason digunakan untuk meningkatkan pematangan paru janin. Pemberian steroid antenatal direkomendasikan pada semua kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan preterm. Dosis tunggal pemberian betamethason adalah 12 mg. Interval optimal untuk memulai terapi berdasarkan taksiran persalinan adalah >24 jam dan 85% setelah usia 10 menit.

Pemberian rutin ventilasi tekanan positif (bagging) tidak sesuai bagi preterm yang belum nafas spontan. Jika ventilasi tekanan positif diperlukan untuk menstabilkan bayi, hindari volume tidal yang berlebihan dengan menggunakan alat resusitasi yang bisa mengukur atau melimitasi peak inspiratory pressure (PIP) dan waktu yang sama dapat mempertahankan positive end-expiratory pressure (PEEP) semasa ekspirasi. Contoh alatnya adalah Neopuff.Hanya sebagian kecil bayi memerlukan intubasi di kamar bersalin. Bayi-bayi ini adalah yang menerima surfaktan dan yang tidak menunjukkan respon pada pemberian CPAP. Jika intubasi diperlukan, posisi benar tuba endotraakeal diketahui dengan menggunakan alat yang mendeteksi CO2 kolorimetrik, sebelum pemberian surfaktan dan penggunaan ventilator.152.7.4 Penatalaksanaan Umum

Dasar tindakan ialah mempertahankan bayi dalam suasana fisiologis agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain sehingga dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya.8 Tindakan yang perlu dikerjakan ialah:

1. Memberikan lingkungan yang optimal

Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5-37C) dengan meletakkan bayi di dalam inkubator. Humiditas ruangan juga harus adekuat (70-80%). Semua usaha meresusitasi bayi haruslah dengan langkah mencegah terjadinya hipotermia untuk meningkatkan angka kehiudpan. Selain radiant warmer, menyelubungi bayi dengan plastik polietilen dapat menurunkan insiden hipotermia, terutama pada bayi preterm.

2. Pemberian cairan dan nutrisiPada fase akut, harus diberikan melalui intravena. Cairan yang diberikan harus cukup untuk menghindarkan dehidrasi dan mempertahankan homeostasis tubuh yang adekuat. Pada hari-hari pertama diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan (60-125 ml/kgbb/hari). Asidosis metabolik pada penderita, harus segera diperbaiki dengan pemberian NaHCO3 secara intravena. Pemeriksaan keseimbangan asam-basa tubuh harus diperiksa secara teratur agar pemberian NaHCO3 dapat disesuaikan dengan mempergunakan rumus: kebutuhan NaHCO3 (mEq) = deficit basa x 0,3 x berat badan bayi. Pada pemberian NaHCO3 ini bertujuan untuk mempertahankan pH darah antara 7,35-7,45. Pada asidosis yang berat, penilaian klinis yang teliti harus dikerjakan untuk menilai apakah basa yang diberikan sudah cukup adekuat.4,8Bila bayi sudah tidak lagi sesak, minimal enteral feeding dengan air susu dapat diinisiasikan sesegera mungkin, dengan jumlah