39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutaan masih merupakan masalah kesehatan di dunia dan di Indonesia. Kebutaan dapat menurunkan peran individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling banyak dijumpai pada anak dan membuat 250.000500.000 anak meninggal dunia dalam jangka satu tahun tertentu. Sekitar 150 juta anak lainnya mengalami kematian dalam usia anak-anak akibat penyakit infeksi yang disebabkan oleh status vitamin A yang tidak memadai. Salah satu dampak kekurangan vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia enam bulan sampai empat tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang (Ahmad dan Darnton, 2008). World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa defisiensi vitamin A diderita oleh sekitar 40% populasi dunia (Zeba dkk, 2006). World Health Organization (WHO) memastikan terdapat 45 juta kasus kebutaan di dunia dimana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Dipastikan sebanyak 12 juta kasus menjadi buta setiap menitnya di dunia dan empat kasus di antaranya berasal dari Asia Tenggara sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menitnya didapatkan satu orang menjadi buta. Sebagian

Referat ISI New

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kkk

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutaan masih merupakan masalah kesehatan di dunia dan di Indonesia.

Kebutaan dapat menurunkan peran individu untuk melakukan aktivitas sehari-

hari. Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling banyak

dijumpai pada anak dan membuat 250.000500.000 anak meninggal dunia dalam

jangka satu tahun tertentu. Sekitar 150 juta anak lainnya mengalami kematian

dalam usia anak-anak akibat penyakit infeksi yang disebabkan oleh status vitamin

A yang tidak memadai. Salah satu dampak kekurangan vitamin A adalah kelainan

pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia enam bulan sampai empat tahun

yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang (Ahmad dan

Darnton, 2008).

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa defisiensi vitamin A

diderita oleh sekitar 40% populasi dunia (Zeba dkk, 2006). World Health

Organization (WHO) memastikan terdapat 45 juta kasus kebutaan di dunia

dimana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Dipastikan sebanyak 12 juta kasus

menjadi buta setiap menitnya di dunia dan empat kasus di antaranya berasal dari

Asia Tenggara sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menitnya didapatkan

satu orang menjadi buta. Sebagian besar kasus di Indonesia berada di daerah

miskin dengan keadaan sosial ekonomi masih lemah. World Health Organization

(WHO) mengutip penelitian Sommer dimana prelevensi xeroftalmia di Indonesia

adalah 20% dari populasi penduduk (Untoro, 2003).

1

2

1.2. Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Agar pembaca mengetahui tentang kebutaan.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui definisi dari kebutaan

2. Mengetahui klasifikasi penyakit yang dapat menyebabkan kebutaan

3. Mengetahui etiologi dari jenis penyakit kebutaan

4. Mengetahui gejala klinis jenis penyakit kebutaan

5. Mengetahui patofisiologi dari jenis penyakit kebutaan

6. Mengetahui morbiditas dan mortalitas dari jenis penyakit kebutaan

7. Mengetahui penatalaksanaan dari jenis penyakit kebutaan

1.3. Manfaat

1.3.1 Manfaat praktis :

Untuk penulis, menambah wawasan tentang kebutaan

1.3.2 Manfaat teoritis :

1. Membantu pembaca agar lebih mengetahui tentang kebutaan

2. Sebagai referensi bagi pembaca tentang kebutaan

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kebutaan

World Health Organization (WHO) mendefenisikan kebutaan adalah tajam

penglihatan kurang dari 3/60 dengan ke tidak sanggupan menghitung jari pada

jarak tiga meter. Kebutaan menyebabkan berkurangnya penglihatan sehingga

seseorang tidak mampu mandiri dalam pekerjaan dan menyebabkan seseorang

bergantung pada orang lain dan alat bantu agar dapat hidup.

Buta menurut kategori WHO adalah sebagai berikut (WHO, 2010):

1. Kategori 1: Rabun atau penglihatan kurang dari 6/18

2. Kategori 2: Rabun, tajam penglihatan kurang dari 6/60

3. Kategori 3: Buta

Tajam penglihatan kurang dari 3/60

Lapang pandangan kurang dari 10 derajat

4. Kategori 4: Buta

Tajam penglihatan kurang dari 1/60

Lapang pandangan kurang dari lima derajat

5. Kategori 5: Buta dan tidak ada persepsi sinar.

Kebutaan adalah buta yang tidak reversibel yang tidak dapat diperbaiki

secara medis. Keadaan ini terjadi bilamana terdapat kerusakan pada selaput jala

mata atau saraf penglihatan.

3

4

Tabel 1. Tingkat Tajam Penglihatan :Sistem Desimal Snellen Snellen Efisiensi Penglihatan

Jarak 6 meter Jarak 20 kakiPenglihatan Normal

2.0 6/3 20/106/5 20/15 100%

1.0 6/6 20/20 100%0.8 6/7.5 20/25 95%

Pada keadaan ini penglihatan mata adalah normal dan sehat

Penglihatan hampir normal0.7 6/9 20/30 90%0.6 5/9 15/250.5 6/12 20/40 85%0.4 6/15 20/50 75%0.33 6/18 20/600.285 6/21 20/70

Tidak menimbulkan masalah yang gawat, akan tetapi perlu diketahui penyebab mungkin suatu penyakit yang masih dapat diperbaiki

Penglihatan lemah (low vision) sedang6/24 20/80 60%

0.2 6/30 20/100 50%6/38 20/125 40%

Dengan kaca mata kuat atau kaca pembesar masih dapat membaca dengan cepat

Penglihatan lemah (low vision) berat0.1 6/60 20/200 20%

0.066 6/90 20/300 15%0.05 6/120 20/400 10%

Maih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat kesukaran pada lalu lintas dan melihat nomor mobil. Untuk membaca diperlukan lensa pembesaran kuat. Membaca menjadi lambat.

Penglihatan lemah (low vision) nyata0.025 6/240 20/800 5%

Bertambahnya masalah orientasi dan mobilisasi

Hampir butaPenglihatan kurang dari empat kaki untuk menghitung jariPenglihatan tidak bermanfaat, kecuali pada keadaan tertentuHarus menggunakan alat nonvisual

Buta totalTidak mengenal rangsangan sinar sama sekaliSeluruhnya tergantung pada alat indera lainnya atau tidak mata

Dikutip dari: James, 2006

5

2.2 Klasifikasi Penyakit Yang Dapat Menyebabkan Kebutaan

Hasil survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran menunjukkan

penyebab utama kebutaan di Indonesia adalah katarak, glaukoma, trakoma,

onkoserkiasis dan xeroftalmia (Fadilah, 2005).

KatarakGlaukomaTrakomaOnchocersiasisXeropthalmia

70%

35%

20%

10%

6%

Gabar 1. Diagram Pie tentang Klasifikasi Penyakit Penyebab Kebutaan.

Dikutip: Kemenkes, 2005.

2.3 Etiologi Kebutaan

2.3.1 Katarak

Katarak merupakan penyebab ±50% kasus kebutaan di seluruh dunia.

Seiring dengan usia harapan hidup, jumlah kasus yang terkena semakin

bertambah. Di berbagai bagian dunia yang sedang berkembang, fasilitas yang

tersedia untuk mengobati katarak jauh dari mecukupi, sulit untuk mengatasi

kasus-kasus baru yang muncul dan benar-benar tidak mampu menangani kasus-

kasus baru yang muncul dan benar-benar tidak mampu menangani kasus-kasus

lama yang semakin menumpuk yang dalam hitungan konservatif diperkirakan

berjumlah 10 juta diseluruh dunia.

Tidak jelas dipahami mengapa frekuensi katarak di daerah geografik yang

berbeda sangat berlainan walupun faktor pajanan sinar ultraviolet dan episode

6

dehidrasi rekuren, seperti yang terjadi pada penyakit diare berat, di duga

merupakan faktor yang penting. Tindakan medis dapat menurunkan prevalensi

kebutaan sebanyak 45%. Tidak ada cara untuk mencegah atau menekan laju

pertumbuhan katarak dan walaupun pemberian antioksidan oral dianggap

menjanjikan, studi-studi klinis saat ini menyimpulkan bahwa zat-zat tersebut

belum memberikan perbaikan klinis terhadap katarak secara bermakna (Ilyas,

2008)

2.3.2 Glaukoma

Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik

(neuropati optik) yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular pada

papil saraf optik. Iskemia tersendiri pada papil saraf optik juga penting.

Hilangnya akson menyebabkan defek lapang pandang dan hilangnya tajam

penglihatan jika lapang pandang sentral terkena. (Ilyas, 2008)

2.3.3 Trakoma

Trakoma merupakan konjungtivitis folikular kronis yang disebabkan oleh

Chamydia trachomatis. Penyakit ini terutama mengenai anak-anak walaupun

dapat mengenai semua umur. Penularan trakoma adalah melalui kontak langsung

dengan sekret penderita atau handuk, saputangan, dan kebutuhan alat sehari-hari.

Masa inkubasi trakoma yaitu 514 hari.

Trakoma menyebabkan keratokonjungtivitis bilateral, biasanya pada masa

kanak-kanak dan menyebabkan pembentukan jaringan parut kornea pada masa

dewasa yang apabila parah menyebabkan kebutaan. Sekitar 400 juta kasus

pengidap trakoma, sebagian besar berada di Afrika, Timur Tengah dan Asia.

(Ilyas, 2008)

2.3.4 Onkoserkiasis

Onkoserkiasis adalah negleted tropical disease (NTD) yang disebabkan oleh

cacing parasit Onchocerca volvulus. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan

berulang oleh lalat blackflies (lalat hitam) dari genus Simulium. Onkoserkiasis

disebut river blindness karena lalat hitam yang mentransmisikan hidup, infeksi,

7

dan keturunan di aliran sungai yang deras sehingga air dan habitat sungai yang

terinfeksi dapat mengakibatkan kebutaan penderita. (James, 2006)

2.3.5 Xeroftalmia

Kasus anak tunanetra ± 1,5 juta di dunia, di antaranya sekitar 1 juta hidup di

Asia dan sekitar 300 000 di Afrika.

Xeroftalmia disebabkan oleh hipovitaminosis A. Secara klinis, terjadi

xerosis konjungtiva dengan bercak bitot yang khas dan perlunakan kornea

(keratomalasia) yang dapat menyebabkan perforasi kornea. (Untoro, 2003)

2.4 Gejala Klinis Kebutaan

2.4.1 Katarak

Kekeruhan lensa menyebabkan penglihatan menjadi kabur. Katarak matur

hanya dapat mengenal adanya sinar yang datang. Bilamana tidak diobati maka

mata akan buta sama sekali.

Pupil akan terlihat gambaran kekeruhan lensa yang biasanya berwarna

putih. Warna pupil dapat berwarna kuning atau coklat. Benda yang dilihat dapat

berwarna sedikit kekuning-kuningan. Penglihatan malam atau pada penerangan

kurang sangat menurun. Penerangan yang kuat dapat kesan silau. Penglihatan

pada kasus katarak matur dapat menyerupai adanya “halo” atau “pelangi”.

Gejala klinis pada lensa mata (katarak):

1. Menyebabkan hilangnya penglihatan tanpa rasa nyeri

2. Menyebabkan rasa silau

3. Dapat mengubah kelainan refraksi

Katarak pada bayi dapat menyebabkan amblipobia (kegagalan penglihatan

mata normal) karena pembentukan bayangan pada retina buruk. Bayi dengan

katarak atau dengan riwayat keluarga katarak kongenital dapat dianggap sebagai

masalah kesahatan yang penting (James, 2003).

8

Gambar 1. Katarak

Dikutip dari: Ilyas, 2001

2.4.2 Glaukoma

Gejala dan tanda pada glaukoma sudut terbuka kronis biasanya tidak

bergejala dan terjadi peningkatan tekanan intraokular pada penderita. Defek

lapang pandang dan lempeng optik mengalami cupping juga akan terjadi bila

katarak tidak mendapatkan penanganan yang baik dengan segera (James, 2003).

9

Gambar 2. Glaukoma

Dikutip dari: Ilyas, 2001

2.4.3 Trakoma

Pada kasus trakoma gejala pada individunya yaitu perasaan gatal pada

mata, mata berair, dan fotopobia. Terdapat tanda lain seperti adanya papil,

folikel, sikatriks pada tarsus atas, dan adanya pannus.

Gambar 3.

Trakoma

Dikutip dari: Ilyas, 2001

2.4.4 Onkoserkiasis

Kasus onkoserkiasis biasanya tidak mengalami gejala, karena larva dapat

bermigrasi melalui tubuh manusia tanpa memprovokasi respon dari sistem

kekebalan tubuh. Kasus dengan gejala onkoserkiasis berupa ruam kulit gatal,

nodul bawah kulit, dan perubahan penglihatan. Gejala klinisnya dapat timbul

pembengkakan kelenjar getah bening yang tidak terasa sakit, tetapi ini tidak

umum terjadi. Gejala pada kebanyakan onkoserkiasis disebabkan oleh respons

tubuh terhadap larva yang mati atau sekarat. Peradangan yang disebabkan di

10

kulit, selain menyebabkan gatal-gatal, dapat mengakibatkan kerusakan jangka

panjang pada kulit. Hal tersebut dapat menyebabkan perubahan warna kulit yang

menghasilkan penampilan kulit totol seperti "kulit leopard" dan dapat

menyebabkan penipisan pada kulit dengan hilangnya jaringan elastis kulit.

Peradangan yang disebabkan oleh larva yang mati di mata penderita hasil

awalnya akan menyebabkan lesi reversibel pada kornea. Tidak mendapatkan

penanganan yang baik, lesi reversibel kornea akan menimbulkan pengaburan

permanen pada kornea sehingga mengakibatkan kebutaan. Lesi tersebut juga

dapat menimbulkan peradangan pada saraf optik yang mengakibatkan

kehilangan penglihatan terutama penglihatan perifer dan akhirnya kebutaan.

Gambar 4.

Onchocersiasis.

Keterangan: Tanda panah menunjukan Onchocerca Volvulus pada Mata.

Dikutip dari: Mand S, Batsa L, Specht S, Desrah AY, Buthren M, Hoerauf A, et al, 2009.

2.4.5 Xerophtalmia

Gejala klinis diferensiasi vitamin A (DVA) pada mata akan timbul bila

tubuh mengalami DVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih

cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, infeksi saluran nafas

akut (ISPA) dan penyakit infeksi lainnya.

Tanda-tanda dan gejala klinis DVA pada mata sebagai berikut :

1. XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia)

2. XIA : xerosis konjungtiva

3. XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot

11

4. X2 : xerosis kornea

5. X3A: keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea.

6. X3B : keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea

7. XS : jaringan parut kornea (sikatriks/scar)

8. XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti ÒcendolÓ.

Stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati

karena dalam beberapa hari bias berubah menjadi X3. Stadium X3A dan X3B bila

diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat

menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup luas sehingga

menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).

12

Gambar 5. Xeroftalmia

Dikutip dari: James, 2006

2.5 Patofisiologi Kebutaan

2.5.1 Katarak

Penderita dengan keluhan katarak dini akan menimbulkan keluhan

penglihatan seperti melihat di belakang tabir kabut atau asap, akibat terganggu

oleh lensa yang keruh. Keluhan penderita akan bertambah bila pasien melihat

benda dengan melawan arah sumber cahaya atau menghadap ke arah pintu yang

terang. Hal ini diakibatkan pupil menjadi kecil yang akan menambah gangguan

penglihatan. Penderita dapat mengeluh rasa silau, hal ini di akibatkan karena

terjadinya pembiasan tidak teratur oleh lensa yang keruh. Pasien katarak akan

merasa kurang silau bilamana memakai kaca mata berwarna sedikit gelap.

Penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat:

1. Primer; berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolisme dasar

lensa

2. Sekunder; akibat tindakan pembedahan lensa

3. Komplikasi penyakit lokal maupun umum

Penglihatan pasien perlahan akan berkurang. Mata tidak merah atau tenang

tanpa tanda-tanda radang. Reaksi pupil normal karena fungsi retina masih baik.

Pada pupil terdapat bercak putih atau apa yang disebut sebagai leukokoria. Bila

proses berjalan progresif, maka makin nyata terlihat kekeruhan pupil ini. Untuk

13

melihat kelainan lensa yang keruh sebaiknya pupil dilebarkan sehingga dapat di

diferensiasi lokalisasi lensa yang terkena karena bentuknya dapat berupa:

1. Katarak Kortikal Anterior

2. Katarak Kortikal Posterior

3. Katarak Nuklear

4. Katarak Subskapular

5. Katarak Total

Kekeruhan lensa menyebabkan fundus sukar terlihat. Bilamana pada

katarak kongenital fundus sukar dilihat, maka perkembangan penglihatan akan

terganggu atau akan terjadi ambliopia (Sidarta Ilyas, 2008).

Gambar 6. Patofisiologi Katarak

Dikutip dari: Sidarta Ilyas, 2008

2.5.2 Glaukoma

2.5.2.1 Glaukoma Sudut Terbuka Primer

Lensa kontak khusus (lensa gonioskopi) yang diletakkan pada kornea yang

mengalami glaukoma dapat membantu melihat sudut iridokornea dengan

bantuan slit lamp. Glaukoma sudut terbuka, struktur jalinan trabekula terlihat

14

normal namun terjadi peningkatan tekanan okular. Penyebab obstruksi aliran

keluar antara lain:

1. Penebalan lamela trabekula yang mengurangi ukuran pori

2. Berkurangnya jumlah sel trabekula pembatas

3. Peningkatan bahan ekstraseluler pada lipatan jaringan trabekula

Suatu bentuk glaukoma juga terjadi dimana terjadi kehilangan lapang

pandang glaukomatosa dan cupping lempeng optik meski tekanan intraokular

tidak meningkat (glaukoma tekanan normal atau rendah). Diduga papil saraf

optik pada pasien inisecara tidak biasa rentan terhadap tekanan intraokular dan

atau memiliki aliran darah intrinsik yang berkurang.

Tekanan intraokular dapat meningkat tanpa adanya kerusakan visual atau

cupping lempeng optik patologis (hipertensi okular). Pasien-pasien ini

mempresentasikan ujung ekstrim kisaran normal tekanan introkular namun

sebagian kecil pasien ini kemudian akan mengalami glaukoma (James, 2006).

2.5.2.2 Glaukoma Sudut Tertutup

Mata yang kecil (sering pada hipermetropia) dengan bilik mata anterior

yang dangkal. Mata normal, titik kontak antara batas pupil dan lensa memiliki

resistensi terhadap masuknya akueous ke dalam bilik mata anterior (blok pupil

relatif). Pada glaukoma sudut tertutup, kadang sebagai respons terhadap

dilatasi pupil, resistensi ini meningkat dan gradien tekanan menyebabkan iris

melengkung ke depan sehingga menutup sudut drainase. Adhesi iris perifer ini

disebut sebagai sinekia anterior perifer peripheral anterior synechia (PAS).

Akueous tidak dapat lagi mengalir melalui jalinan trabekula dan tekanan okular

meningkat dan kasus ini dapat timbul mendadak. (James, 2006).

2.5.2.3 Glaukoma Sudut Sekunder

Glaukoma sekunder tekanan intraokular biasanya meningkat karena

tersumbatnya jalinan trabekula. Jalinan trabekula dapat tersumbat oleh:

1. Darah (hifema) setelah trauma tumpul

2. Sel-sel radang (uveitis)

15

3. Pigmen dari iris (sindrom dispersi pigmen)

4. Deposisi bahan yang dihasilkan oleh epitel lensa, iris, dan badan siliar,

pada jalinan trabekula (glaukoma pseudoeksfollatif)

5. Obat-obatan yang meningkatkan resistensi jaringan (glaukoma terinduksi

steroid)

Glaukoma sekunder juga dapat disebabkan oleh trauma tumpul mata yang

merusak sudut (resesi sudut). Penutupan sudut juga dapat menjadi penyebab

pada beberapa kasus glaukoma sekunder (James, 2006):

1. Pembuluh darah iris abnormal dapat mengobstruksi sudut dan

menyebabkan iris melekat pada kornea perifer, sehingga menutup sudut

(rubeosis iriditis). Ini dapat terjadi bersama dengan retinopati diabetik

proliferatif atau oklusi vena retina sentral akibat difusi ke depan faktor

vasoproliferatif dari retina yang megalami iskemia.

2. Melanoma koroid yang besar dapat mendorong iris ke depan

mendekati kornea perifer sehingga menyebabkan serangan akut

glaukoma tertutup.

3. Katarak dapat membengkak dan mendorong iris ke depan sehingga

menutup sudut drainase.

4. Uveitis dapat menyebabkan iris menempel ke jalinan trabekula.

Peningkatan tekanan vena episklera bukan merupakan penyebab umum

glaukoma namun bisa didapatkan pada fistula karotiko-sinus kavernosus

dimana terdapat hubungan antara arteri karotis atau cabang meningealnya dan

sinus kavernosus yang menyebabkan peningkatan bermakna tekanan vena

orbita. Selain itu, mekanisme ini juga diduga merupakan penyebab peningkatan

tekanan intraokular pada pasien dengan sindrom Struge-Weber. Penyebab

glaukoma kongenital masih belum jelas. Sudut iridokornea dapat berkembang

secara abnormal dan tertutup membran (James, 2006).

16

2.5.2.4 Glaukoma Sudut Terbuka Kronis

Glaukoma sudut terbuka kronis mengenai 1 dari 200 orang pada populasi

±40 tahun, mengenai laki-laki dan perempuan sama banyak. Prevalensi

meningkat sesuai usia ±10% pada populasi berusia ±80 tahun. Mungkin

terdapat riwayat keluarga meski cara penurunannya belum jelas.

Keluarga derajat pertama (terdekat) pasien dengan glaukoma dengan sudut

terbuk kronis memiliki kemungkinan hingga 16% mengalami penyakit ini.

Pewarisan keadaan ini kompleks. Terdapat perkembangan pengetahuan

mengenai satu bentuk penyaikit ini yang timbul pada pasien muda, yaitu

glaukoma sudut terbuka juvenil (timbul antara usia 3 35 tahun). Tidak ada

kelainan yang tampak pada segmen anterior yang membedakannya dari

glaukoma kongenital gennya telah diketahui terletak pada lengan panjang

kromosom satu (James, 2006).

Tabel 2. Klasifikasi Glaukoma Berdasarkan Pada Berkurangnya Absorbsi

Klasifikasi Glaukoma Berdasarkan Pada Berkurangnya Absorbsi

Glaukoma Primer Sudut terbuka (tidak menutup jalinan trabekula) kronis

Sudut tertutup (menutupi jalinan trabekula) akut dan kronis

Glaukoma Kongenital Primer

Rubela

Sekunder akibat kelainan mata turunan lain (misal; aniridia—

tidak adanya iris)

Glaukoma Sekunder

(Penyebab)

Trauma

Pembedahan Mata

Terkait dengan penyakit mata lainnya (misal; uveitis)

Peningkatan tekanan vena episklera

Terinduksi steroid

Dikutip dari: (James, 2006)

17

2.5.3 Trakoma

Trakoma mempunyai empat stadium pada trakoma berdasarkan klasifikasi

Mc Callan yaitu:

1. Stadium satu: insipien, dimana terlihat folikel kecil (prefolikel) pada

konjungtiva tarsal atas.

2. Stadium dua: nyata (established) terbagi menjadi dua yaitu dengan folikel

nyata dan dengan papil yang nyata. Pada stadium ini terlihat infiltrate

disertai dengan neovaskularisasi di bagian atas kornea yang disebut

sebagai pannus, infiltrat ini dapat superficial ataupun subepitelial.

3. Stadium tiga: terdapatnya jaringan parut pada konjungtiva tarsal atau

cekungan Herbert pada limbus atas akibat terbentuknya jaringan parut

pada folikel limus atas, pada stadium ini pannus masih aktif.

4. Stadium empat: terjadinya jaringan parut sempurna pada konjungtiva tarsal

atas dengan hilangnya tanda radang pada kornea atau pannus.

2.5.4 Onkoserkiasis

Para blackflies (lalat hitam) yang mengirimkan gigitan parasit biasanya

pada saat siang hari. Jika blackflies menggigit individu yang terinfeksi, larva

onkoserkiasis dapat dicerna oleh blackflies setelah mereka bermigrasi ke otot-

otot sayapnya. Larva berkembang di dalam lalat dan menjadi infektif bagi

manusia di sekitar 10 sampai 12 hari. Larva bermigrasi ke bagian penggigit dari

lalat di mana mereka dapat ditularkan kembali kepada manusia ketika menggigit

lagi ke manusia yang berikutnya.

Onkoserkiasis adalah keadaan saat dimana blackflies telah terdeposit larva

infektif dari Onchocerca kedalam kulitnya saat akan menggigit manusia untuk

mengekstrak darah. Sekali di dalam tubuh manusia, larva bisa menjadi dewasa

sekitar 3 bulan sampai 1 tahun. Cacing betina dewasa yang paling dewasa

biasanya hidup di nodul fibrosa bawah kulit dan kadang dekat otot dan sendi.

Cacing jantan dewasa biasanya ditemukan berada di dekat cacing betina. Nodul

akan terbentuk di sekitar tempat cacing sebagai bagian dari interaksi antara

parasit dan manusia sebgai inangnya. Cacing relatif aman dari respons kekebalan

tubuh manusia didalam nodul. Cacing betina akan menghasilkan ribuan larva

18

setiap hari pada manusia yang terinfeksi. Larva dapat terdeteksi di kulit antara

10 sampai 20 bulan setelah infeksi awal. Cacing dewasa dapat hidup sampai 15

tahun di dalam tubuh manusia, dan larvanya memiliki umur hingga dua tahun

(Mand S, Batsa L, Specht S, Desrah AY, Buthren M, Hoerauf A, et al, 2009).

Gambar 7. Patofisiologi Onchocersiasis

Dikutip dari: Mand S, Batsa L, Specht S, Desrah AY, Buthren M, Hoerauf A, et al, 2009

2.5.5 Xeroftalmia

Fungsi vitamin A bagi mata terutama pada proses penglihatan dimana

vitamin A berperan dalam membantu proses adaptasi dari tempat yang terang ke

tempat yang gelap. Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan kelainan pada

sel-sel epitel termasuk sel-sel epitel pada selaput lendir mata. Kelainan tersebut

karena terjadinya proses metaplasi sel-sel epitel, sehingga kelenjar- tidak

memproduksi cairan yang dapat menyebabkan terjadinya kekeringan pada mata,

disebut xerosis konjungtiva. Bila kondisi ini berlanjut akan terjadi yang disebut

bercak Bitot (Ilyas, 2008).

19

2.6 Epidemilologi Kebutaan

2.6.1 Katarak

Epidemilologi katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan di

Indonesia maupun di dunia. Menurut (World Health Organisation) WHO di

negara berkembang satu sampai tiga persen penduduk mengalami kebutaan dan

50% penyebabnya adalah katarak. Di negara maju perbandingannya adalah 1,2%

penyebab kebutaan katarak (Kemenkes, 2010).

2.6.2 Glaukoma

Glaukoma adalah penyebab kebutaan utama kedua di Indonesia, insiden

glaukoma terjadi berkisar dari 0,64%1,6%. Insiden glaukoma terjadi 1,8%

diantara orang-orang berusia 84 tahun atau lebih tua. Glaukoma primer sudut

tertutup paling sering ditemukan dan sebagian besar dengan gejala-gejala dan

keluhan akut. Operasi filtrasi telah dilakukan 88% penderita dari 84 penderita

glaukoma primer akut, tetapi suatu penelitian dilaporkan menunjukkan bahwa

jumlah operasi filtrasi dat dikurangi bila iredektomi laser dilakukan (Affandi,

2006).

2.6.3 Trakoma

Penyakit trakoma merupakan penyakit infeksi pada mata yang banyak

menyerang beberapa negara di seluruh belahan dunia. Trakoma menyerang

sebanyak 56 negara miskin dan terpencil di Afrika, Asia, Amerika Tengah,

Amerika Selatan, Australia dan Timur Tengah. Negara-negara di kawasan

Afrika dan Asia melaporkan keberhasilan dalam menurunkan kasus trakoma.

Trakoma berasal dari infeksi pada mata menular dari individu ke individu

khususnya pada lingkungan dengan kondisi kekurangan air, banyak lalat, dan

penuh sesak. Trakoma menular juga melalui mata manusia yang terinfeksi,

menular melalui tangan, pakaian, dan lalat yang hinggap pada wajah individu.

Pada puncaknya, infeksi ini berakibat pada kebutaan (Ilyas, 2001).

Dipastikan jumlah kasus trakoma menurun dari 360 juta pada tahun 1985

menjadi hampir 80 juta pada tahun 2005 sehingga sebanyak 280 juta kasus dapat

20

diselamatkan selama dua dekade. Penurunan trakoma ini merupakan hasil dari

upaya yang dilakukan oleh aliansi World Health Organisation (WHO) untuk

eliminasi global trakoma (GET 2020) dengan strategi yang di rekomendasikan

yaitu SAFE (Surgery Antibiotic, Facial Cleanliness, Environtmental Changes)

(Kemenkes, 2010).

2.6.4 Onkoserkiasis

Sebanyak 99% kasus onkoserkiasis terjadi di Afrika. Sekitar 100.000

dibutakan secara permanen. Onkoserkiasis saat ini endemik di 30 negara bagian

di Afrika, Amerika Latin, Yaman, dan daerah terisolasi di Amerika Selatan.

Pendatang atau wisatawan yang tidak tinggal lama di daerah tersebut memiliki

sedikit risiko terkena penyakit karena onkoserkiasis membutuhkan kontak yang

terlalu lama terhadap gigitan terbang dan pengenalan parasit.

Onkoserkiasis adalah endemik juga di negara bagian Afrika, Amerika

Latin dan Yaman. Sebanyak 85 juta individu tinggal di daerah endemik tersebut

dan setengahnya lagi berada di Nigeria. Sebanyak 120 juta orang berisiko

tertular penyakit karena kebiasaan perkembangbiakan vektor, penyakit yang

lebih parah di sepanjang sungai utama di daerah utara dan tengah benua itu, dan

penurunan tingkat keparahan di desa-desa yang jauh dari sungai.

Menurut laporan WHO 2002 onkoserkiasis tidak menyebabkan kematian

yang tunggal, tetapi beban global adalah 987.000 cacat tahun hidup disesuaian.

Para pruritus berat sendiri menyumbang 60% dari data cacat tahun hidup

disesuaikan. Infeksi mengurangi kekebalan host dan ketahanan terhadap

penyakit lainnya. Hal ini menghasilkan pengurangan diperkirakan harapan hidup

13 tahun (Kemenkes, 2008).

2.7 Penatalaksanaan Kebutaan

2.7.1 Katarak

Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan

pengangkatan lensa dengan implan plastik. Pembedahan dilakukan dengan

21

anastesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata atau diberikan secara topikal.

Operasi ini dapat dilakukan dengan:

1. Insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior, diikuti oleh

ekstraksi kataral ekstrakapsular (extra-capcular catarac extraction,

ECCE).

2. Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang di masukan

melalui insisi yang lebih kecil di kornea atau sklera anterior dan tidak

di butuhkan penjahitan.

Kekuatan implan lensa intraokular yang akan di gunakan dalam operasi

dihitung sebelumnya dengan mengukur panjang mata secara ultrasonik dan

kelengkungan kornea (kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa umumnya

dihitung sehingga penderita tidak akan membutuhkan kaca mata untuk

penglihatan jauh. Pilihan lensa di pengaruhi oleh refraksi mata kontralateral dan

apakah terdapat katarak pada mata tersebut yang membutuhkan operasi. Jangan

biarkan penderita mengalami perbedaan refraktif pada kedua mata.

Pascaoperasi penderita diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka

pendek. Kaca mata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas

insisi telah sembuh rehabilitasi visual dan peresepan kaca mata baru dapat

dilakukan lebih cepat (James, 2006).

2.7.2 Glaukoma

Pembedahan drainase (trabekulektomi) dilakukan dengan membuat

membuat vistula diantara bilik anterior dan ruang subkonjungtiva. Operasi ini

efektif dalam menurunkan intraokular. Terapi ini banyak dilakukan secara dini

sebagai terapi glaukoma. Komplikasi pembedahan antara lain (James, 2006):

1. Penyempitan bilik anterior dalam masa pascaoperasi dini berisiko

merusak lensa dan kornea

2. Infeksi intraokular

3. Percepatan perkembangan katarak

4. Kegagalan mengurangi tekanan intraokular yang adekuat

22

Bukti menunjukan bahwa beberapa pengobatan topikal terutama obat

simpatomimetik, dapat meningkatkan pembentukan parut konjungtiva dan

menurunkan kemungkinan keberhasilan pembedahan bila saluran drainase yang

baru mengalami parut dan menjadi nonfungsional. Pada penderita yang sangat

rentan terhadap pembentukan parut, obat anti metabolit (5-fluorourasil dan

mitomisin) dapat digunakan pada saat pembedahan untuk mencegah fibrosis.

Tabel 3. Terapi obat-obatan

Obat Topikal Kerja Efek Samping

Penyekat Beta

(Timolol, Karteolol, Levobunolol,

Metipranolol, selektif-betaksolol)

Menurunkan Sekresi Eksaserbasi asma dan

penyakit saluran napas

kronis.

Hipotensi dan

bradikardia.

Parasimpatomimetik

(Pilokarpin)

Meningkatkan Aliran

Keluar

Penglihatan kabur pada

penderita muda dan

penderita katarak.

Awalnya sakit kepala

karena spasme siliar.

Simpatomimetik

(adrenalin, dipiverfin)

Meningkatkan aliran

keluar.

Menurunkan sekresi.

Mata merah dan sakit

kepala.

Agonis alfa-2

(Apraklonidin, Brimonidin)

Meningkatkan aliran

keluar melalui jalur

uveosklera.

Menurunkan sekresi.

Mata merah, rasa lelah

dan kantuk.

Penghambat anhidrase karbonat

(dorzolamid, brinzolamid)

Menurunkan sekresi Rasa sakit, rasa tidak

enak, dan rasa sakit

kepala.

Analog prostagladin

(latanopros, travapros, bimatopros,

unoproston)

Meningkatkan aliran

keluar melalui jalur

uveosklera.

Meningkatkan

pigmentasi iris dan kulit

periokular.

Obat Sistemik

Penghambat anhidrase karbonat

(asetazolamid)

Menurunkan sekresi Rasa kesemutan pada

ekstremitas.

Depresi, rasa kantuk.

Batu ginjal.

Sindrom Stevens-

23

Johson.

Dikutip dari: James, 2006

2.7.3 Trakoma

Pengobatan trakoma dengan memberikan salep tetrasiklin dua kali sehari

selama tiga bulan. Sulfonamida diberikan bila terdapat penyulit trakoma seperti

tukak kornea. Penderita dianjurkan untuk memperbaiki higena untuk mencegah

penularan dan mempercepat penyembuhan. Bila terjadi penyulit entropion dan

trikiasis maka dilakukan tarsotomi.

Bedah tarsotomi yaitu merupakan suatu operasi yang dilakukan pada

entropion yang disertai dengan trikiasis. Pembedahan ini diharapkan di dekat

margo palpebra akan menggulir keluar setelah tindakan. Dibuat insisi tarsus

sampai subkutis 3 mm dari margo palpebra. Sayatan ini sejajar dengan margo

palpebra sepanjang 20 mm kemudian tepi atas tarsus yang dilakukan di selipkan

antara kulit dan tarsus di dekat margo palpebra. Arah letak silia pada kasus

trakoma akan berubah menjadi ke arah luar sehingga trikiasis lagi (James, 2006).

2.7.4 Onkoserkiasis

Kasus onkoserkiasis harus dirawat untuk mencegah kerusakan jangka

panjang pada kulit dan kebutaan. Pengobatan yang dianjurkan adalah ivermectin

yang perlu diberikan setiap enam bulan untuk masa hidup cacing dewasa atau

selama individu terinfeksi. Ivermectin dapat membunuh larva dan mencegah

larva dari kerusakan terhadap penderita. Pengobatan onkoserkiasis baru yang

menggunakan doksisiklin dapat mengeliminasi cacing dewasa Wolbachia.

Sebelum akan menggunakan ivermectin dan berbagai penanganan yang lainnya

perlu dipastikan bahwa penderita tidak juga terinfeksi dengan Loa loa, atau

filariasis yang kadang-kadang ditemukan di daerah yang sama di mana

Onchocerca volvulus ditemukan karena obat-obatan yang digunakan untuk

mengobati penyakit Loa loa dapat memiliki efek samping berupa mual, muntah,

dan anoreksia (Mand S, dkk. 2009).

2.7.5 Xeropthalmia

24

Pemberian obat tetes atau salep mata antibiotik tanpa kortikosteroid

(tetrasiklin 1%, kloramfenikol 0.25-1% dan gentamisin 0.3%) diberikan pada

penderita X2, X3A, X3B dengan dosis empat kali satu tetes/hari dan berikan

juga tetes mata atropin 1 % 3 x 1 tetes/hari. Pengobatan dilakukan minimal

tujuh hari sampai semua gejala klinis menghilang. Mata yang terganggu dapat

ditutup dengan kasa selama 3 5 hari hari hingga peradangan dan iritasi mereda.

Kasa dapat dicelupkan ke dalam larutan NaCl 0,26 dan kasa diganti setiap kali

dilakukan pengobatan. Dilakukan tindakan pemeriksaan dan pengobatan dengan

sangat berhati-hati. Selalu mencuci tangan pada saat mengobati mata untuk

menghindari infeksi sekunder.

Pencegahan xeroftalmia dapat dilakukan dengan (Direktorat Gizi

Masyarakat Indonesia, 2002) :

1. Mengenal wilayah yang berisiko mengalami xerotlamia ( faktor social

budaya dan pelayanan kesehatan, faktor keluarga dan faktor idividu).

2. Mengenal tanda kelainan xeroftalmia secara dini.

3. Memberikan vitamin A dengan dosis tinggi kepada bayi dan anak

secara periodik, yaitu untuk bayi diberikan setahun sekali pada bulan

Febuari atau Agustus, untuk anak balita secara enam bulan sekali

secara serentak pada bulan Febuari dan Agustus.

4. Mengobati penyakit penyebab atau penyerta.

5. Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk

6. Penyuluhan keluarga untuk meningkatkan konsumsi vitamin A atau

provitamin A secara teratur.

7. Memberikan ASI (Air Susu Ibu) eksklusif

8. Pemeberian vitamin A pada ibu nifas (<30 hari)

9. Melakukan imunisasi dasar pada setia bayi.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

25

World Health Organization (WHO) menyatakan kebutaan adalah

tajamnya penglihatan kurang dari 3/60 dengan ketidaksanggupan menghitung

jari pada jarak tiga meter. Kebutaan menyebabkan berkurangnya penglihatan

sehingga seseorang tidak mampu mandiri dalam pekerjaan, menyebabkan

seseorang bergantung pada orang lain, badan, dan alat bantu agar dapat hidup.

Hasil survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran

menunjukkan penyebab utama kebutaan di Indonesia adalah katarak,

glaukoma, trakoma, onkoserkiasis dan xerophtalmia.

Katarak merupakan penyebab ±50% kasus kebutaan di seluruh dunia.

Di berbagai bagian dunia yang sedang berkembang, fasilitas yang tersedia

untuk mengobati katarak jauh dari mecukupi, sehingga sulit untuk mengatasi

kasus-kasus baru yang muncul. Sekitar 400 juta kasus terkena trakoma,

sebagian besar berada di Afrika, Timur Tengah dan Asia.

Onkisersiasis ditularkan melalui gigitan berulang oleh lalat blackflies

(lalat hitam) dari genus Simulium. Onkoserkiasis disebut juga river blindness

karena lalat hitam yang mentransmisikan hidup, infeksi, dan keturunan di

aliran sungai yang deras sehingga air dan habitat sungai yang terinfeksi dapat

mengakibatkan kebutaan pada individu. Kasus onkoserkiasis di Indonesia

jarang terjadi karena di Indonesia tidak banyak didapatkan sungai dengan

aliran air yang deras seperti di daerah Afrika.

Indonesia berada di daerah miskin dengan sosial ekonomi lemah

defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling banyak

dijumpai pada anak-anak dan membuat 250.00 500.000 orang anak

meninggal dunia dalam tahun tersebut.

3.2 Saran

Referat ini hanya sebagai pengantar mengenai beberapa kasus

penyebab kebutaan. Pembaca dapat menggunakan referat ini sebagai acuan

24

26

dan mencari lebih banyak referensi pada buku-buku yang tersedia di

perpustakaan dan berbagai jurnal yang terpercaya.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Gizi Masyarakat Indonesia, 2002. Deteksi Dini Xeroftalmia. Jakarta

27

Fadilah, Siti. 2005. Kepmenkes RI Nomor 1473/Menkes/SK/X/2005. KEMENKES.

Jakarta.

Ilyas, Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. FKUI. Jakarta.

Ilyas, Sidarta. 2001. Atlas Ilmu Penyakit Mata. CV Sagung Seto. Jakarta.

James, Bruce. 2006. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Erlangga. Jakarta.

Mand S, Batsa L, Specht S, Desrah AY, Buthren M, Hoerauf A, et al, 2009.

Parasitol Res.(104). 437 – 47. Diakses 9 Januari 2013.

Witcher, John P. dan Paul Riordan Eva. 2009. Oftalmologi Umum Edisi 17. EGC.

Jakarta.

Untoro, Rachmi. 2003. Deteksi dan Tatalaksana Kasus Xeroftalmia. Depkes RI.

Jakarta.