Upload
tastiimoey
View
123
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dak tau lah
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kematian mendadak yang tidak diharapkan dan tidak dapat dijelaskan
ditemukan pada sebagian besar kasus pada praktek kedokteran forensik.1
Pengertian kematian mendadak menurut WHO yaitu apabila seseorang meninggal
dalam 24 jam dari munculnya gejala. Namun rentang waktu tersebut oleh banyak
ahli patologis dianggap terlalu lama dan interval waktu yang lebih pendek dalam
beberapa jam tampaknya lebih baik.1,2
Kematian mendadak yang tidak dijelaskan sering tercatat sebagai
kematian karena sebab yang alami. Para ahli percaya bahwa kebanyakan dari
kematian ini dikarenakan Sudden Death Syndrome (sindrom kematian mendadak)
atau Sudden Cardiac Death (kematian jantung mendadak).1 Penyebab kematian
mendadak akibat penyakit dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh,
diantaranya sistem susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler, dan sistem
pernafasan.3
Pada tahun-tahun terakhir ini, penyebab kematian tersering pada kasus
kematian mendadak adalah penyakit kardiovaskular. Penyebab penyakit jantung
itu sendiri bermacam-macam, mulai dari penyakit jantung koroner, kardiomiopati,
penyakit katup jantung hingga akibat kelainan genetik.1 Sebuah studi post mortem
pada Rumah Sakit Connoly Hospital Januari 1987 hingga Desember 2001
menyebutkan bahwa penyebab terbanyak kematian mendadak adalah penyakit
jantung (79%).4
Di Indonesia sendiri sukar didapat insiden kematian mendadak yang
sebenarnya. Angka yang ada hanyalah jumlah kematian mendadak yang diperiksa
di bagian kedokteran forensik FKUI. Dalam tahun 1990, dari seluruh 2461 kasus,
ditemukan 227 laki-laki (9,2%) dan 50 perempuan (2%) kasus kematian
mendadak.3
Oleh karena penyebabnya yang wajar, maka apabila kematian tersebut
didahului oleh keluhan, gejala dan terdapat saksi (apalagi bila saksinya adalah
1
dokter, misalnya di puskesmas, atau rumah sakit) biasanya tidak akan menjadi
masalah kedokteran forensik. Namun apabila kematian tersebut terjadi tanpa
riwayat penyakit dan tanpa saksi, maka dapat menimbulkan kecurigaan bagi
penyidik, apakah terkait unsur pidana di dalamnya. Disinilah peran pemeriksaan
forensik berupa autopsi dan pemeriksaan histologi akan sangat penting guna
menjawab permasalahan tersebut.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pengertian kematian mendadak sebenarnya berasal dari kata sudden
unexpected natural death yang di dalamnya terkandung kriteria penyebab yaitu
natural (alamiah, wajar). Camps menyebutkan batasan kurang dari 48 jam sejak
timbul gejala pertama.3
Definisi kematian mendadak menurut WHO yaitu kematian dalam waktu 24
jam sejak gejala timbul, tapi beberapa dokter dan ahli patologi berpendapat bahwa
1 jam terlalu lama, sehingga mereka hanya menyetujui jika kematian terjadi dalam
waktu 1 jam sejak timbulnya penyakit.2
Terminologi kematian mendadak disini dibatasi pada suatu kematian
alamiah yang terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak, mensinonimkan
kematian mendadak dengan terminologi sudden natural unexpected death.
Kematian alamiah di sini berarti kematian hanya disebabkan oleh penyakit dan
trauma atau racun tidak memainkan dalam menyebabkan kematian.5
Deskripsi sudden atau unexpected tidak selalu akurat, unexplained biasanya
menjadi alasan dilakukan investigasi medikolegal. Autopsi dapat dilakukan untuk
mengetahui penyebab kematian, meskipun setelah autopsi dilakukan, penyebab
kematian tetap tidak diketahui.2
Pada kematian mendadak, penyebab kematian hampir selalu ditemukan
pada sistem kardiovaskuler, meskipun lesi tidak terdapat di jantung atau
pembuluh darah utama. Cerebral hemmorragic yang masif, perdarahan
subaraknoid, ruptur kehamilan ektopik, hemoptisis, hematemesis dan emboli
pulmonal bersama dengan penyakit jantung dan aneurisma aorta mempunyai
kontribusi pada sebagian besar penyebab kematian mendadak dan unexpected
akibat sistem vaskular.2
Tanpa autopsi, para dokter salah dalam menentukan sebab kematian dari 25-
50% kasus. Di banyak negara dengan banyak proporsi autopsi medikolegal dan di
3
Inggris dan Wales terdapat sekitar 80% autopsi koroner, sisanya karena bunuh
diri, kecelakaan, dan pembunuhan.2
2.2. Prevalensi
Kematian mendadak terjadi empat kali lebih sering pada laki-laki
dibandingkan pada perempuan. Penyakit pada jantung dan pembuluh darah
menduduki urutan pertama dalam penyebab kematian mendadak dan juga
memiliki kecenderungan yang serupa yaitu lebih sering menyerang laki-laki
dibandingkan perempuan dengan perbandingan 7:1 sebelum menopause dan
menjadi 1:1 setelah perempuan menopause.5
Tahun 1997 -2003 di Jepang dilakukan penelitian pada 1446 kematian
pada kecelakaan lalu lintas dan dari autopsi pada korban kecelakaan lalu lintas di
Dokkyo University dikonfirmasikan bahwa 130 kasus dari 1446 kasus tadi
penyebab kematiannya digolongkan dalam kematian mendadak, bukan karena
trauma akibat kecelakaan lalu lintas. Di Indonesia seperti yang dilaporkan badan
Litbang Departemen Kesehatan RI, persentase kematian akibat penyakit ini
meningkat dari 5.9% (1975) menjadi 9.1% (1981), 16.0% (1986), dan 19.0%
(1995).5
2.3. Etiologi
Penyebab kematian mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh,
yaitu sistem susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler, sistem pernafasan, sistem
gastro intestinal dan sistem urogenital. Dari sistem-sistem tersebut, yang
terbanyak menjadi penyebab kematian adalah sistem kardiovaskuler, dalam hal ini
penyakit jantung.1
Selain itu, penyebab kematian mendadak dibedakan menjadi mati mendadak
karena penyakit dan mati mendadak bukan karena penyakit.
A. Natural Sudden Death (kematian akibat penyakit)
Natural Sudden Death adalah kematian mendadak dalam waktu yang sangat
singkat setelah gejala atau keluhan pertama yang disebabkan olah penyakit.
4
Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit, seringkali
mendatangkan kecurigaan baik bagi penyidik maupun masyarakat umum;
khususnya bila kematian tersebut menimpa orang yang cukup dikenal di
masyarakat, kematian di rumah tahanan dan di tempat-tempat umum, seperti di
hotel, cottage, atau motel.
Kecurigaan akan adanya unsur kriminal pada kasus kematian mendadak,
terutama disebabkan masalah TKPnya, yaitu bukan di rumah korban atau di
rumah sakit, melainkan di tempat umum. Dengan denmikian kematian mendadak
merupakan kasus forensik, walupun hasil autopsi menunjukkan bahwa kematian
korban karena penyakit jantung, perdarahan otak, atau pecahnya aneurisma
serebri.2
1) Sistem Kardiovaskuler
Lebih dari 50% penyakit kardiovaskuler adalah penyakit jantung iskemik
akibat penyakit arteri koroner. Untuk dapat menyebabkan kematian tidak perlu
harus ada penyumbatan, adanya penyempitan atau penebalan khususnya pada
ramus descenden a. coronaria sinistra, yaitu arteri yang menyuplai darah bagi
sistem konduksi (pacemaker) dapat menyebabkan kematian. Dengan
berkurangnya suplai darah ke tempat tersebut, yang terjadi pada waktu melakukan
kerja fisik (oleh karena ada penebalan atau penyempitan sehingga tidak bisa
berdilatasi sewaktu dibutuhkan), terjadi hipoksia yang diikuti fibrilasi atrium dan
berakhir dengan kematian. Hal lain yang mungkin timbul, yaitu bila terdapat
sumbatan atau penebalan yang hebat dapat menimbulkan infark miokard. Untuk
konfirmasi bila dibutuhkan, dibuat sediaan histopatologik untuk melihat adanya
tanda-tanda infark.1,2
Tempat dimana a. coronaria sering mengalami penyempitan adalah:
a. Ramus descenden a. coronaria sinistra (45-64%)
b. A. coronaria dextra (24-46%)
c. A. circumflexa coronaria sinistra (0-10%)
d. Pangkal a. coronaria sinistra (0-10%)
5
Penyakit kardiovaskular yang dapat menyebabkan kematian mendadak yaitu
penyakit jantung koroner, penyakit jantung hipertensi, stenosis aorta, dan
karrdiomiopati. Terjadinya serangan jantung atau kematian seseorang kerena
penyakit jantung biasanya sudah dapat diduga, yaitu kematian setelah orang
tersebut melakukan kerja fisik yang berlebihan, misalnya setelah olahraga.1,2
Penyakit Jantung Koroner (Coronary atherosclerosis)
Sekitar 62% dari semua kematian mendadak karena penyakit jantung,
disebabkan oleh arteriosklerosis pada arteri koroner. Terbentuknya obstruksi atau
sumbatan pada lumen cabang pembuluh darah yang partial atau total yang luas
ataupun hanya setempat dapat menyebabkan arteri tidak dapat mengirimkan darah
yang adekuat ke miokardium, sebagai akibatnya akan terjadi coronary artery
insufficiency dan jantung secara tiba-tiba berhenti.5
Obstruksi yang signifikan pada lumen arteri koronaria adalah jika membatasi
75% lumen atau setidaknya 80% dari lumen yang normal sebelum timbul infark
miokard.2
Terjadinya sklerosis koroner dipengaruhi oleh faktor-faktor makanan (lemak),
kebiasaan merokok, genetik, usia, jenis kelamin, ras, diabetes mellitus, hipertensi,
stres psikis dan lain-lain. Kematian lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
wanita. Sklerosis ini sering terjadi pada ramus desendens arteria coronaria sinistra,
pada lengkungan a. coronaria dextra dan pada ramus cirkumflexa a. coronaria
sinistra.
Oklusi pada ramus desendens a. coronaria sinistra dapat mengakibatkan
infark di daerah septum bilik bagian anterior, apex dan bagian anterior dinding
bilik kiri. Sedangkan infark pada dinding posterior bilik kiri disebabkan oleh
oklusi bagian a. coronaria dextra. Gangguan pada ramus cirkumflexa a. coronaria
sinistra hanya mengakibatkan infark di bagian lateral dan posterior dinding bilik
kiri.
Stenosis dari koroner oleh ateroma sangat sering terjadi, konsekuensinya terjadi
pengurangan aliran darah ke otot jantung yang dapat menyebabkan kematian
dengan berbagai cara.2
6
a. Insufisiensi koroner akibat penyempitan lumen utama akan
mengakibatkan iskemia kronik dan hipoksia dari otot-otot jantung di
bawah stenosis. Otot jantung yang mengalami hipoksia megalami
instabilitas elektris sehingga mudah menyebabkan aritmia dan fibrilasi
ventrikel, terutama bila ada beban stres seperti olahraga atau emosi.
b. Komplikasi dari ateroma dapat memperburuk stenosis koroner dan
kematian otot jantung yang mengikutinya. Plak ateroma ulseratif dapat
pecah atau hancur, mengisi sebagian atau seluruh pembuluh darah
dengan kolesterol, lemak dan debris fibrosa. Pecahan ini akan terbawa ke
arah distal pembuluh darah dan pada percabangan pembuluh darah
menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan infark multipel. Bagian
endotel dari plak yang hancur dapat bertindak seperti katup dan menutup
total pembuluh darah.
c. Trombosis koroner
d. Lesi pada sistem konduksi jantung. Efek dari infark yang besar adalah
mengurangi fungsi jantung karena kegagalan pompa dan otot yang mati
tidak dapat berkontraksi atau menyebabkan aritmia dan fibrilasi
ventrikel.
e. Infark miokard yang ruptur dapat menyebabkan kematian mendadak
karena hemoperkardium dan tamponade jantung. Ruptur terkadang
terjadi pada septum interventrikuler, menyebabkan ”leftright shunt” pada
jantung.
f. Fibrosis miokard, terjadi ketika infark miokard menyembuh karena
miokardium tidak dapat berprofilerasi. Sebuah daerah fibrosis yang besar
di ventrikel kiri dapat kemudian membengkak karena tekanan yang tinggi
selama sistol membentuk aneurisma jantung yang mengurangi fungsi
jantung.
g. Ruptur otot papilaris, dapat terjadi karena infark dan nekrosis. Keadaan
ini memungkinkan katup mitral mengalami prolaps dengan gejala
insufisiensi mitral dan bahkan kematian.
7
Ateroma pada arteri koroner bisa fokal dengan plak yang ireguler dengan
berbagai ukuran atau dalam jumlah sedikit dan terlokalisir dengan sisa lumen lain
pada sistem kardiovaskuler hampir normal. Hal ini berarti setiap bagian pembuluh
darah utama harus diperiksa saat otopsi, pemotongan transversal dilakukan
dengan jarak tidak lebih dari 3 mm.6
Beberapa bentuk infark miokard yang dapat dikenali saat otopsi yaitu:2
a. Infark laminar, lebih banyak ditemukan pada daerah subendokardial
atau pada ventrikel kiri, kadang infark luas sampai setengah atau lebih
dari tebalnya dinding.
b. Infark lokal atau regional, lebih sering pada penyakit arteri koroner
murni, dan disebabkan oklusi lokal atau sumbatan yang berat pada arteri
koronaria. Besar dan posisi infark tergantung dimana oklusi terjadi.
Hampir semua infark jenis ini ditemukan pada ventrikel kiri.
Gambaran makroskopis infark miokard awal digambarkan dengan berbeda
pada banyak buku patologi, sebagian karena berbagai macam umur infark yang
digambarkan oleh penulis. Beberapa gambaran yang khas dari tingkatan infark
miokard, adalah:7
a. 12-18 atau bahkan 24 jam pertama, tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang. Tanda pertama yang dapat ditemukan adalah edema pada otot
yang terlihat pucat karena tekanan serabut otot pada pembuluh darah.
b. Sekitar akhir hari pertama sampai hari kedua dan ketiga, daerah tersebut
menjadi berwarna kuning disertai pecahnya miosit yang menyebabkan
lapisan tampak merah. Hal ini akan memberikan gambaran trigoid seperti
belang pada macan.
c. Setelah beberapa hari, infark menjadi lebih lembut dan rapuh, disebut
myomalacia cordis. Pada fase ini, 2 atau 3 hari kedepan akan terjadi
ruptur dan masuk ke perikardial.
d. Tiga minggu dan setelahnya, bagian tengah infark menjadi seperti
gelatin, warnanya memudar menjadi abu-abu transparan.
8
e. Satu atau dua bulan selanjutnya, fibrosis akan mengganti otot yang mati
dan menjadi jaringan parut.
Gambaran infark miokard yang berbeda pada tiap fase dapat terlihat secara
mikroskopis. Gambaran infark tersebut antara lain:6
a. Perubahan awal gambaran mikroskopis infark miokard tidak spesifik.
Perubahan tersebut diantaranya edema intersisial, kongesti, dan
perdarahan kecil.
b. Periode 18-24 jam, terjadi degenerasi yang progresif pada serabut otot
dan jumlah eosinofilia bertambah. Edema seluler mereda dan digantikan
oleh edema interfibre, memisahkan serabut otot.6
c. Hari kedua sampai keempat, nukleus menjadi cekung dan membayang.
Terjadi infiltasi netrofil pada sebagian infark, kemudian digantikan oleh
mononuklear makrofag akan membersihkan debris dan fibroblas akan
menjadi kolagen selama perbaikan.
d. Pada akhir minggu pertama, terjadi disitegrasi serabut otot, dan kapiler
baru dan fibroblas mulai terlihat.
e. Pada minggu keempat, terjadi fibrosis awal yang lambat dan tidak
merata.
9
Potongan melintang proximal anterior descending arteri koroner sinistra yang menggambarkan atherosklerosis
Perdarahan intraplaque akibat rupture plaque dan pembentukan thrombus
Penyakit Jantung Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur
paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Secara umum, seseorang
dikatakan mengalami hipertensi, bila tekanan darahnya tinggi dari 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolik (140/90 mmHg).8
Hipertensi dapat menyebabkan kematian mendadak, yang diawali dengan
hipertropi ventrikel kiri. Pada keadaan hipertensi, otot jantung harus bekerja lebih
kuat untuk melawan tekanan eksterna dan membesar untuk dapat menghasilkan
dorongan yang lebih kuat.
Berat jantung normal adalah sekitar 250-400 gram dan berat jantung dapat
meningkat sampai 600 gram atau lebih. Dengan demikian, perkembangan otot
yang terjadi akan melebihi kemampuan suplai darah arteri koroner, walaupun
pada keadaan dimana arteri koronernya sehat.6
Ateroma sering diasosiasikan dengan hipertensi karena otot jantung yang
telah membesar akan mengalami iskemik akibat terjadinya penurunan aliran darah
arteri koroner oleh adanya sumbatan ateroma. Pada pemeriksaan histokimia,
tampak daerah dalam dari ventrikel kiri yang hipertrofi mengalami defisiensi
enzim-enzim dehidrogenase, suatu indikator adanya keadaan hipoksik. Otot-otot
jantung menjadi tidak stabil dan dengan meudah menimbulkan rangkaian aritmia
dan fibrilasi.6
Stenosis Aorta
10
Infark miokardium yang terjadi 2-4 hari : septum interventrikular yang memberikan warna kuning, nekrosis koagulasi sel-sel miokardium yang banyak mengandung contraction band dan banyak infiltrasi netrofil
Stenosis aorta menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, bahkan lebih nyata
dibandingkan pada hipertensi. Jantung dapat mencapai berat 800-1000 gram.
Penyebabnya biasanya adalah kalsifikasi pada katup jantung menyebabkan katup
menjadi tebal dan kaku. Pada tingkat lanjut, seluruh katup mungkin hampir tidak
dapat dikenali, massa seperti kapur, dengan lumen yang sempit.4
Katup aorta yang sempit, menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri dan
menyebabkan hipertrofi otot dalam rangka memompa stroke volume yang sama
melewati lubang yang lebih sempit. Efek yang lain adalah penurunan tekanan
perfusi koroner, dan akan lebih buruk jika terjadi regurgitasi. Kematian mendadak
umumnya terjadi pada usia di atas 60 tahun, namun terjadi pula pada orang yang
lebih muda dengan kelainan kongenital.4
Miokarditis1
Miokarditis adalah peradangan jantung yang terjadi akibat berbagai penyakit
infeksi, seperti difteri dan infeksi virus. Sarcoidosis disseminata juga dapat
mempengaruhi otot jantung dan dapat menyebabkan kematian.6
Miokarditis dapat menyebabkan melemahnya otot jantung dan menurunkan
kontraktilitas jantung sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan terjadinya
aritmia dan dapat menyebabkan kematian mendadak. Pada kematian mendadak,
miokarditis karena etiologi yang tidak diketahui kadang ditemukan pada sediaan
histologi dari autopsi, miokarditis ini sering disebut sebagai isolated Fiedler’s
11
Nodul yang menonjol dari kalsium pada cusp sebagai akibat kalsifikasi distrofik pada katup jantung dan selanjutnya menjadi stenosis aorta
atau Saphir myocarditis. Keadaan ini sering menyebabkan kematian pada umur
dewasa muda.6,8
Suatu kondisi intrinsik jantung yang lain adalah suatu penyakit yang disebut
cardiomyopathies dimana jantung membesar dan menunjukkan abnormalitas
histologis. Keadaan ini beberapa disebabkan karena defek metabolik, penyakit
autoimun, sebagian lagi sebabnya tidak diketahui. Jantung yang sangat besar
bahkan sampai lebih dari 1000 gram dapat ditemukan pada keadaan ini, dimana
terjadi penebalan masif dari dinding ventrikel, kadang-kadang asimetris.6
Pemeriksaan miokarditis harus dilihat dari histopatologik bedah mayat,
karena pemeriksaan lain tidak memperlihatkan hasil yang begitu bermakna. Pada
pemeriksaan histopatologik tampak peradangan interstisial dan atau parenkim,
edema, perlemakan, nekrosis, degenerasi otot hingga miolisis. Infiltrasi leukosit
berinti jamak dan tunggal, plasmosit dan histiosit tampak jelas. Pemeriksaan lain
tidak menunjukkan perubahan bermakna.5
2) Sistem Saraf Pusat
Penyakit pada sistem organ ini 17,9% dapat menyebabkan kematian
mendadak. Diantara kematian dari penyakit otak dan meningen, perdarahan
serebral spontan, terutama ke dalam ganglia basal dari arteri-arteri lentikulostriate
pada individu dengan hipertensi dan arteriosklerosis, lebih banyak, yaitu 5,4 %.
Perdarahan subarachnoid, pada banyak kasus dari ruptur aneurisma serebral, 4.6%
termasuk kelompok ini juga beberapa kasus dari perdarahan intraserebral pada
lokasi lain dari ganglia basal, lokasi perdarahan subarachnoid menutupi insula dan
perdarahan subdural mengakibatkan ruptur aneurisma arteri serebral. Perdarahan
serebellum dan perdarahan pontile masing-masing 0.6%, emboli dan trombosis
serebral l.3%, meningitis supuratif 1.9%, dan tumor otak 1.4%.3 Literatur lain
menyatakan bahwa 60% pasien mati mendadak sebelum atau ketika tiba di rumah
sakit disebabkan oleh ruptur aneurisma. Rata-rata usia adalah 46 tahun, dan dari
autopsi diperoleh 96% kasus dengan perdarahan subarachhonoid, 22% perdarahan
subdural, 43% perdarahan intraserebral.
12
Pernah ditemukan kasus dengan aneurisma pembuluh darah otak yang
meninggal melalui perdarahan intraserebral setelah mengalami trauma kepala
yang relatif ringan. Dalam hal ini kematian bukanlah semata-mata kematian wajar
(natural). Karena adanya trauma; meskipun trauma yang sama pada orang lain
yang normal (tidak mempunyai aneurisma) tidak akan mengakibatkan kematian.
Jadi trauma tersebut merupakan pencetus pecahnya aneurisma yang sudah ada.1
Pecahnya arteri lentikulostriata pada penderita hipertensi merupakan
penyebab kematian yang tersering, biasanya didahului oleh rasa sakit kepala,
pusing, mual, dan kemudian jatuh. Penyempitan pembuluh darah otak, pada
penderita usia lanjut atau mereka yang kadar kolesterolnya tinggi, merupakan
penyebab lain kematian. Pada dewasa muda kematian mendadak oleh karena ada
kelainan pada sistem susunan syaraf pusat, adalah pecahnya aneurisma serebral,
yang dapat diketahui lokasi aneurisma tersebut, bila pemeriksaan atas pembuluh
darah otak (Circulus Willisi) dikerjakan dengan teliti; dimana pemeriksaaan akan
ditandai dengan adanya perdarahan subarachnoid. Perdarahan karena tumor ganas
di otak serta peradangan (meningitis atau menigoenephalitis) juga merupakan
penyebab kematian dimana yang terakhir tadi, yaitu peradangan yang biasa
menyerang anak-anak.2
Kejadian mati mendadak yang berhubungan dengan penyakit sistem saraf
pusat biasanya akibat perdarahan yang dapat terjadi pada subarachnoid atau
intraserebral.
Perdarahan Subarachnoid Spontan (Non Trauma)9
Perdarahan subarachnoid spontan merupakan keadaan yang sangat berpotensi
mengancam jiwa. Menurut Milenkovic, Babic, dan Raadenkovic, penyebab
terbanyak dari perdarahan subarachnoid spontan adalah aneurisma (75%),
kemudian malformasi arteri-vena (5%), dan perdarahan sub arakhnoid yang tidak
diketahui sebabnya (4-27%).2
Aneurisma serebral merupakan dilatasi fokal patologis dari pembuluh darah
otak yang berpotensi untuk ruptur. Aneurisma sakular, atau aneurisma Berry, atau
13
aneurisma kongenital merupakan 90% dari seluruh kasus serebral aneurisma dan
terletak pada cabang utama dari arteri besar.10
Aneurisma Berry merupakan kombinasi antara hipertensi dan lemahnya
dinding pembuluh darah. Aneurisma Berry terbentuk pada daerah yang lemah
pada dinding pembuluh darah, biasanya pada percabangan dan terbentuk pada saat
seseorang bertambah dewasa.6 Bagian yang lemah atau tipis pada pembuluh darah
otak sangat rapuh terhadap peningkatan tekanan hidrostatik yang disebabkan
hipertensi. Beberapa bagian pembuluh darah otak yang lemah terutama daerah
sirkulus Willis.10
Ukuran dari Aneurisma ini adalah sekitar beberapa milimeter sampai
beberapa sentimeter, dapat tunggal atau multipel. Peningkatan darah yang tiba-
tiba atau perubahan emosi atau kombinasi keduanya, seperti berhubungan seks,
dapat menyebabkan pecahnya aneurisma, sehingga membuat darah dapat mengalir
ke seluruh dasar otak dan terkadang dapat mencapai ke dalam ventrikel, bahkan
ke dalam jaringan otak itu sendiri. Bocornya aneurisma dapat menimbulkan
manifestasi beragam, dari sakit kepala atau kekauan tengkuk sampai dapat
menyebabkan kematian. Prosesnya dapat terjadi sangat cepat dan mekanismenya
kadang tidak dapat ditentukan. Diasumsikan bahwa perdarahan dalam rongga
intrakranial yang tiba-tiba membentuk tekanan dalam rongga intrakranial dan
mempengaruhi pusat pernapasan.6
Pada autopsi tempat perdarahan biasanya terletak di Circle of Willis, dimana
terdapat perdarahan yang akan melewati dasar otak, terutama sisterna basalis.
Darah biasanya akan menyebar secara lateral dan dapat menutupi seluruh
permukaan hemisfer serebral, otak bagian belakang, dan ke bawah menuju
canalis spinalis. Perdarahan akan berwarna merah terang pada perdarahan segar;
apabila bertahan beberapa minggu akan berwarna kecoklatan karena
hemoglobin mengalami perubahan.7
14
Perdarahan Intraserebral9
Perdarahan intraserebral nontraumatik umumnya disebabkan oleh kerusakan
pembuluh darah akibat hipertensi juga akibat disfungsi autoregulasi dengan aliran
darah otak yang berlebihan (transformasi hemoragik), pecahnya aneurisma,
perubahan hemostasis (trombolisis, antikoagulasi), nekrosis hemoragik (tumor,
infeksi) atau obstruksi aliran vena (trombosis vena serebral). Perdarahan
intraserebral secara klinis ditandai dengan onset yang mendadak dan berkembang
dengan cepat.10
Perdarahan serebral lebih sering ditemui pada laki-laki dibanding perempuan
dan tidak umum terjadi pada umur muda. Perdarahan biasanya terjadi pada orang
ketika aktif dibanding ketika beristirahat. Hipertensi sebenarnya sering menyertai
keadaan ini dan biasanya hanya ada satu episode perdarahan yaitu ketika
serangan. Perdarahan berulang tidak umum ditemukan. Pada perdarahan
intraserebral, otak akan membengkak serta asimetris dengan hemisfer
membengkak mengandung darah. Irisan mikroskopik menunjukkan sklerotik yang
terhialinisasi pada arteri dan arteriol. Terkadang dapat ditemukan aneurisma
arteriol dan arteri yang dilatasi. Kematian umumnya disebabkan kompresi dan
distorsi otak tengah atau perdarahan ke dalam sistem ventrikel.2,7
Perdarahan serebral paling sering terjadi dalam kapsula interna dari salah satu
hemisfer, disebabkan oleh rupturnya arteri letikulo-striata, atau yang paling sering
disebut Charot’s vessels dan biasanya gejala yang ditimbulkan didahului oleh rasa
sakit kepala, pusing, mual, dan kemudian jatuh. Ekspansi mendadak dari
15
Aneurisma Berry Perdarahan subarachnoid massif akibat rupturnya aneurisma pada arteri cerebral media kanan
hematoma akan menekan kapsula interna dan menyebabkan kerusakan sebagian
dari jaringan otak serta kematian sel-sel neuron sehingga menimbulkan
hemiparesis. Bila perdarahan menjadi lebih luas, maka lebih luas jaringan otak
yang rusak, hingga dapat pyla merusak serebelum dan mid-brain.6
Walaupun kematian pada pecahnya aneurisma atau perdarahan intraserebral
dianggap wajar, namun pada beberapa keadaan tertentu dapat termasuk dalam
pembunuhan misalnya apabila orang tersebut mengalami ruptur aneurisma ketika
terjadi kekerasan secara fisik, namun yang menentukan apakah ada aksi kriminal
di dalamnya adalah pengadilan, bukan tenaga medis yang memeriksa.7
3) Sistem pernafasan1,2
Kematian biasanya melalui mekanisme perdarahan, asfiksia dan atau
pneumothoraks. Perdarahan dapat terjadi pada tuberkulosis paru, kanker paru,
atau kanker saluran nafas, bronkiektasis, abses, dan sebagainya. Perdarahan akibat
tuberkulosis yang menyumbat saluran pernafasan merupakan penyebab kematian
yang paling sering di negara yang belum berkembang. Sedangkan asfiksia terjadi
pada pneumonia (infeksi), spasme saluran nafas, asma bronkial, dan penyakit paru
obstruktif menahun, aspirasi darah atau pada tersedak.
Asma bronchial
16
Perdarahan intraserebral yang luas yang terjadi pada kapsula interna dan meluas ke ventrikel
Asma merupakan bentuk serangan sesak nafas karena rangsangan terkecil
material alergi tertentu pada saluran nafas. Diantaranya serbuk sari, debu, uap
kimia, kotoran hewan, aspirin dan agen infeksius berupa virus dan aspergillus sp.4
Mekanisme sudden death pada serangan asma akut kurang begitu dimengerti.
Diantaranya termasuk aritmia jantung, hipokalemia, dan asfiksia. Sulit
memperoleh data yang adekuat karena cepatnya episode terminal dan kejadian
diluar RS. Proses serangan asma dari gejala sampai gagal nafas hanya berselang
1-2 jam saja (sudden asphixic asthma). Bronkodilator menjadi impliikasi
penyebab dari sudden death. Kemungkinan vasovagal karena hipotensi dengan
bradikardi atau aritmia jantung. Kemungkinan lain bronkodilator hanya
meringankan gejala sementara yang membuat pasien menunda ke RS sehingga
terlambat dalam pengobatan.4
Tiga komponen penting yang berperan penting dalam serangan asma adalah
bronkospasme, penyumbatan saluran nafas oleh mukus, dan edema mukosa,
semua itu memberi kontribusi dalam memperburuk hipoksia yang mengakibatkan
berhentinya pernafasan.4
Pada autopsi sering ditemukan over distensi paru, paru berukuran besar dan
sulit dipindahkan, pucat, menutupi bagian anterior pericardium, teraba seperti
karet dan dengan mudah membentuk lubang bila ditekan. Bila paru diiris bronchi
tampak menyolok akibat dindingnya yang menebal dan kongestif, berisi mukus
yang lengket hampir seperti krim, berwarna abu-abu, opaque, dan sulit dilepaskan
dari bronkus.
Pada mikroskopik dinding bronkus menunjukkan lapisan-lapisan otot halus yang
hipertrofi dan diinfiltrasi oleh banyak sekali eosinofil dan lumen mengandung
massa berupa debris mukoid eosinofilik.6
Pada kematian mendadak yang disebabkan oleh asma bronkial saat dillakukan
autopsi ada sesuatu yang tidak ditemukan. Pada pembukaan kavitas thoraks, paru-
paru terlihat memenuhi thorax dan tidak kolaps seperti biasanya, memiliki
struktur spongiosa yang pucat, membentuk lubang yang stabil ketika ditekan
dengan jari.
17
Pemeriksaan patologi anatomi pada asma, paru mengembang berlebihan dan
menunjukkan berbecak dengan oklusi saluran udara oleh sumbatan lendir.
Secara mikroskopik, paru menunjukkan sembab, serbukan sel radang pada
dinding bronkus dengan banyak eosinofil, debris kristaloid dalam saluran udara.
Emboli Pulmonal
Sepersepuluh persen autopsi pada sudden death karena penyakit pada organ
ini. Kematian tak terduga bisa karena asfiksia hasil dari emboli paru yang masif
yang disebabkan oleh trombus yang besar dari iliaka atau vena femoralis akibat
trauma atau operasi yang kemudian menuju ke paru karena stasis aliran darah.4
Pada saat terjadi trauma, terutama yang memerlukan imobilisasi, tapi sebagian
lagi emboli ini terlepas dan menutup pembuluh darah pulmonal.6
Sekitar 80% dari kematian akibat emboli pulmoner memiliki predisposisi
penyebab seperti patah tulang, trauma jaringan, operasi, imobilisasi, dan lain-lain.
Ini membuat hubungan antara kematian dan kejadian yang terkait dengan trauma
menjadi lebih sulit. Dalam penerapan hukum sukar untuk dibuktikan hingga
meyakinkan hakim bahwa trauma yang dibuat tersangka yang menyebabkan
kematian.6
Secara forensik, merupakan hal yang amat penting bagi dokter untuk dapat
membuktikan adanya trombosis setelah tejadinya kekerasan. Jika korban
mengalami embolisme yang fatal seminggu setelah kekerasan, namun secara
histologi trombosis tampak berumur beberapa minggu, maka jelas kekerasan
bukan merupakan penyebabnya.4
4) Sistem Gastrointestinal1,2
Penyakit pada sistem pencernaan yang menyebabkan kematian mendadak
adalah perdarahan pada sirosis hepatis, pankreatitis akut hemoragik dan enteritis
atau gastroenteritis disertai dengan dehidrasi, rupturnya gaster atau duodenum
pada ulkus peptikum serta ruptur usus pada penyakit tifoid atau appendicitis.
Pecahnya varises esophagus pada penderita sirosis hepatis, merupakan penyebab
kematian yang tersering. Perforasi usus ventrikuli, khususnya terjadi setelah
18
seseorang meminum alkohol atau menelan obat yang mengiritasi lambung,
misalnya aspirin dapat menyebabkan kematian mendadak.
Penyakit-penyakit lainnya adalah penyakit penyulit kehamilan, sepsis,
gangren, reaksi alergi terhadap endotoksin penyekit autoimun, reaksi anafilaktik
terhadap obat-obatan dan sebagainya.
Salah satu kematian mendadak yang terjadi pada sirosis hepatis yang sering
disebabkan oleh pecahnya varises esophagus pada pemeriksaan luarnya biasanya
didapatkan adanya edema pada bagian perut, dan terkadang dapat pula ditemukan
pada tungkai untuk sirosis yang lanjut. Selain edema ditemukan juga adanya
perdarahan yang keluar dari mulut penderita yang pada penderita hidup
didapatkan muntah darah.
Pada pemeriksaan dalam ditemukan adanya perdarahan pada esophagus
karena pembuluh darahnya pecah atau robek yang terjadi dapat disebabkan karena
gesekan dari makanan yang masuk. Selain di esophagus perdarahan juga dapat
ditemukan pada lambung, ditemukan juga radang pada bagian peritoneum yang
diakibatkan proses infeksi yang terjadi secara spontan karena adanya cairan yang
keluar dari sel-sel hati. Pada hati ditemukan juga kerusakan ditandai dengan
warnanya yang pucat karena adanya perlemakan hati, tepi hati tampak tumpul dan
konsistensinya kenyal, dan pada potongan melintang lobus didapatkan keluarnya
cairan.
Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan adanya arsitektur hati yang
tidak teratur. Tampak vakuola-vakuola lemak besar dan kecil di dalam sitoplasma
sel hati, inti sel hati terdesak ke tepi. Tampak pula stroma jaringan ikat yang
menebal atau fibrosis pada saluran portal yang menyerbuk ke dalam lobulus hati
membentuk pseudolobul.
5) Sistem Urogenitalis
Sangatlah tidak umum bagi penyakit-penyakit traktus urinarius atau genitalia
yang dapat menyebabkan mati mendadak, waluapun kondisi-kondisi patologis
19
yang secara kebetulan berhubungan dengan kematian sering ditemukan saat
autopsi. Peradangan ginjal dan payah ginjal mendadak (acute renal failure)
merupkan penyebab kematian mendadak pada sistem ini. Gagal ginjal akut dapat
disebabkan karena adanya pembentukan batu, infeksi, tumor. Penyakit lainnya
adalah rupture pada bagian saluran kemih yang mengalami obstruksi akibat batu,
tumor, striktura uretra. Hasil autopsi seringkali menyimpulkan bahwa kematian
diakibatkan toksemia dari pielonefritis akut, dan kadang-kadang hasil
pemeriksaan pada ginjal menunjukkan nekrosis papil ginjal akut, biasanya
berhubungan dengan diabetes, kadang-kadang disertai obstruksi traktus urinarius
oleh tumor atau batu. Uremia, dan penyebab yang mendasarinya, biasanya
didiagnosis sewaktu kehidupan, tetapi kadang-kadang dapat tidak teduga dan pada
keadaan seperti ini akan menunjukkan perikarditis fibrinosa, yang bereaksi
minimal baik secara pemeriksaan mata telanjang atau histologis, dan sering pula
edema paru yang disertai pneumonitis uremik, dengan sedikit reaksi sel bulat
tetapi banyak ditemukan membrane hialin dan perdarahan yang rata. Tubuh
jenazah cenderung mengeluarkan bau seperti semir sepatu. Dapat pula karena
keracunan kehamilan (eklampsia), ruptur kehamilan ektopik, perdarahan uterus
yang hebat disebabkan oleh berbagai macam hal.2,3
Sangat sedikit informasi yang didapat dari sistem urinarius yang dapat
menegakkan suatu kejadian sudden death atau kematian mendadak, tetapi
genitalia pada wanita dapat menegakkan kasus ini. Komplikasi pada kehamilan
atau kehamilan ektopik, biasanya pada tuba, dapat terjadi ruptur dan perdarahan
intraperitoneal. Induced abortion tanpa pengawasan dari tim medis merupakan
sumber lain dari penyebab kematian karena perdarahan, emboli udara, perforasi
vagina atau uterus, infeksi, dan penggunaan zat-zat toksik.
6) Vagal Refleks
Sinkop vasovagal merupakan efek dari refleks yang abnormal. Refleks
abnormal ini menghasilkan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan
20
penurunan aliran darah ke otak sehingga terjadi pusing ataupun pingsan.
Mekanisme sinkop vasovagal masih dalam penelitian. Secara singkat dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Ketika kita duduk atau berdiri, darah menetap di daerah tungkai dan
abdomen.
b. Darah yang kembali ke jantung menjadi lebih sedikit.
c. Pembuluh darah yang meninggalkan jantung mempunyai detektor
(baroreseptor) yang dapat mendeteksi penurunan tekanan darah.
d. Baroreseptor mengirimkan sinyal ke otak, yang akan mengirimkan sinyal
ke jantung untuk meningkatkan denyut jantung, dan mempersempit
pembuluh darah.
e. Proses ini terjadi secara konstan ketika kita beradaptasi dengan
perubahan postur.
f. Pada sinkop vasovagal, refleks abnormal terjadi sebagai hasil dari
gagalnya sinyal untuk meningkatkan denyut jantung dan mempersempit
pembuluh darah.
Hal ini berakibat pada penurunan aliran darah ke otak yang akan berakibat
pusing dan dapat berkembang menjadi pingsan atau hilang kesadaran jika semakin
memberat.4
B. Mati mendadak bukan karena penyakit (Unnatural Sudden Death)
Unnatural Sudden Death adalah kematian mendadak dalam waktu yang
sangat singkat pada seorang yang sehat ataupun sakit bukan karena penyakit yang
diderita.
1) Pembunuhan (toksin)
Toksin (racun) adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan
fisiologik yang dalam dosis toksis akan menyebabkan gangguan kesehatan atau
menyebabkan kematian. Berdasarkan sumber dapat dibagi menjadi racun yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral dan sintetik. Sedangkan
berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi racun di alam
bebas dan racun yang berada di rumah tangga. Berdasarkan mekanisme kerja,
21
dikenal racun yang mengiktar gugus sulfidril (-SH), sedangkan berdasarkan
efeknya, racun dibagi menjadi lokal dan sistemik.
Jenis-jenis keracunan
a. Keracunan Sianida
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Efek dari sianida ini
sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa
menit.11
Gejala Klinis12
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang
timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung
dari:
o Dosis sianida
o Banyaknya paparan
o Jenis paparan
o Tipe komponen dari sianida
Penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan
bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Hanya dalam jangka
waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu
sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami
apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot
jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian. Dalam
konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit kemudian,
sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum.
Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap sistem saraf pusat, yaitu
koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, gagal nafas sampai henti
jantung. Efek racun dari sianida ini adalah memblok pengambilan dan
penggunaan dari oksigen, maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen dalam
jaringan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat warna merah terang pada
arteri dan vena retina karena rendahnya penghantaran oksigen untuk jaringan.
22
Peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah vena akan mengakibatkan
timbulnya warna kulit seperti cherry-red, tetapi tanda ini tidak selalu ada.
Penemuan autopsi pada keracunan sianida
Lebam mayat12
o merah bata, sesuai dengan kelebihan oksi-hemoglobin (karena jaringan
dicegah dari penggunaan oksigen) dan ditemukannya sianmethemoglobin.
o sianotik gelap, disebabkan kurangnya oksigen dalam sel darah merah oleh
karena terjadi kelumpuhan otot-otot pernafasan.
o Garis perut dapat mengalami kerusakan hebat dan terlihat menutupi
permukaan, dan dapat terdapat resapan darah pada lekukan mukosa. Ini
terutama disebabkan kekuatan alkali yang kuat dari hidrolisa garam-garam
natrium dan kalium sianida.
o Perut dapat berisi darah maupun rembesan darah akibat erosi maupun
pendarahan di dinding perut. Jika sianida berada dalam larutan encer,
mungkin ada sedikit kerusakan pada perut, terpisah dari warna merah muda
pada mukosa dan mungkin beberapa pendarahan berupa petechiae.
o Seperti kematian yang biasanya berlangsung cepat, sedikit bagian dari sianida
dapat sudah melewati masuk ke dalam sel cerna. esophagus dapat mengalami
kerusakan, terutama pada bagian mukosa esophagus yang bisa mengalami
perubahan post mortem dari regurgitasi isi perut melalui relaksasi sphincter
jantung setelah mati.
b. Keracunan Arsen
Arsenik merupakan logam berat yang berwarna abu-abu dengan penampakan
seperti logam (steel-gray). Selain abu-abu, dapat juga berwarna kuning, cokelat,
dan hitam. Arsenik tidak berbau dan tidak berasa. Bentuknya seperti bubuk giling
dan tidak larut dalam air. Senyawa arsen yang biasa kita temukan di alam ada 3
bentuk, yakni Trichlorida (AsCl3) berupa cairan berminyak, Arsen trioksida
(AsO3, arsen putih) berupa kristal putih dan berupa gas Arsine (AsH3).
23
Secara garis besar, arsen terdiri dari 2 bentuk, yakni organik dan anorganik.
Bentuk organik merupakan kombinasi dengan elemen karbon dan hidrogen.
Sedangkan bentuk anorganik merupakan kombinasi dengan elemen seperti
oksigen, chlorine, dan sulfur. Bentuk anorganik memiliki sifat lebih toksik
dibandingkan dengan bentuk organik.1,3
Sumber-sumber Arsen
1) Organik
Arsen terutama terdapat di dalam tanah dalam konsentrasi yang bervariasi.
Tanah yang “normal” mempunyai kandungan arsen tidak lebih dari 20 ppm (part
per million). Arsen dalam tanah akan diserap oleh akar tumbuhan dan masuk ke
dalam bagian-bagian tumbuhan sehingga tumbuhan mengandung arsen. Adanya
arsen dalam tanah akan menyebabkan sebagian arsen larut di dalam air. Arsen ini
kemudian akan menjadi makanan plankton yang kemudian akan dimakan ikan.
Jadi, secara tidak langsung manusia yang mengkonsumsi ikan akan
mengkonsumsi arsen.
Senyawa arsen paling sering dijumpai pada makanan adalah arsenobetaine
dan arsenocholine yang merupakan varian arsen organik yang relatif non toksik.
Senyawa arsen juga banyak dijumpai pada daerah pertambangan karena senyawa
Arsen merupakan produk sampingan dari ekstraksi logam Pb, Cu, maupun Au.
Dalam pertambangan tersebut, senyawa arsen tersebut merupakan kontaminator
pada air sumur dalam keadaan normal, setiap hari tidak kurang dari 0,5-1,0 mg
arsen akan masuk ke dalam tubuh kita melalui makanan dan minuman yang kita
konsumsi. Dengan demikian, di dalam darah orang normal pun kita dapat
menjumpai arsen.7,11
2) Anorganik
a. Bahan-bahan industri
Arsen telah banyak digunakan untuk berbagai kepentingan diantaranya
untuk bahn pestisida, herbisida, insektisida, bahan cat, keramik, bahan untuk
preservasi kayu, dan penjernih kaca pada industri elektronik. Dalam
masyarakat, arsen masih digunakan sebagai antihama, terutama tikus. Dalam
24
bentuk putih, yang dikenal sebagai warangan (As2O3), arsen merupakan obat
pembasmi tikus yang ampuh. Racun ini tidak berasa, tidak berbau, tidak
berwarna dan sangat beracun sehingga dapat mengecoh tikus hingga
memakan umpan yang telah diberi racun tikus tersebut. Tikus yang memakan
arsen akan mengalami gejala muntaber, kekurangan cairan (dehidrasi) dan
mati dalam keadaan “kering”. Karena bahayanya racun ini, maka saat ini
arsen tidak banyak digunakan lagi sebagai pembasmi hama dan perannya
diganti oleh bahan lain yang lebuih aman. Meskipun demikian, sampai saat
ini arsen masih banyak digunakan sebagai preservasi kayu dan komponen
dalam industri elektronika karena belum ada penggantinya.7,11
b. Bahan obat-obatan
Arsenik anorganik telah digunakan untuk pengobatan lebih dari 2500
tahun yang lalu. Bentuk yang paling sering digunakan adalah Fowler solution
yang mengandung 1 % potasium arsenit, digunakan untuk terapi psoriasis.
Selain itu, Arsphenamine selma beberapa tahun merupakan terapi standar
untuk penyakit sifilis. Arsen juga pernah digunakan sebagai obat untuk
berbagai infeksi parasit, seperti protozoa, cacing, amoeba, spirocheta, dan
tripanosoma, tetapi kemudian tidak lagi digunakan karena ditemukannya
karena ditemukannya obat lain yang lebih aman. 10,11,12
Gejala Klinis
1) Acute paralytic
Timbul mendadak setelah korban keracunan dengan dosis besar serta
absorbsinya berjalan sangat cepat. Gejala yang sangat menonjol adalah akibat
depresi susunan saraf pusat, antara lain:
o Circullatory collapse
o Denyut nadi cepat dan lemah
o Pernafasan sukar dan dalam
o Stupor atau semicomatosa
o Kejang
25
o Kematian terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam
2) Gastrointestinal type
o Rasa sakit dan cramp pada perut
o Rasa haus yang hebat, sakit tenggorokan
o Mulut terasa kering
o Muntah berkepanjangan, kadang-kadang bercampur darah
o Profuse diarrhea dengan feses bercampur darah.
o Kematian terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari dan apabila
penderita dapat melewati serangan pertama, masih ada kemungkinan
untuk bertahan hidup.
3) Subacute type
o Degenerasi toksik pada hepar yang kemudian berkembang menjadi
acute/subacute yellow athrophy disertai toxic jaundice hebat.
o Perdarahan multiple pada lapisan sub serosa jaringan
o GI tract mengalami inflamasi dan kronis serta diare berkepanjangan.
o Cramp dan dehidrasi
o Ginjal mengalami nefrosis dengan albuminuria dan hematuria.
o Skin eruption, bengkak seluruh tubuh, beberapa kasus mengalami
keratosis kulit, berat badan menurun serta keadaan umum korban makin
buruk. Kematian dapat terjadi setelah beberapa hari kemudian.
4) Chronic type
o Paralise dan atrofi otot-otot tangan dan kaki.
o Anestesia
o Rambut dan kuku rontok
o Kadang tampak gastroenteritis kronis disertai anoreksia, nausea dan diare
o Kulit mengalami hiperkeratosis, kelopak mata bengkak
o Garis melintang pada kuku berwarna putih
o Hiperkeratosis terutama tampak jelas pada telapak tangan dan telapak
kaki.
Mekanisme
26
Masuknya Arsen dalam tubuh manusia umumnya melalui oral dari makanan
atau minuman. Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap lambung dan usus
halus, kemudian masuk ke dalam peredaran darah.
Arsen juga memisahkan oksigen dan fosforilasi pada fase kedua dari
glikolisis dengan jalan berkompetisi dengan fosfat dalam reaksi gliseraldehid
dehidrogenase. Dengan adanya pengikatan arsen, reaksi gliseraldehid-3-fosfat,
akibatnya tidak terjadi proses enzimatik hidrolisis menjadi 3-fosfatgliserat dan
tidak memproduksi ATP.
Pemeriksaan Kedokteran Forensik Arsen
Korban mati keracunan akut. Pada pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda
dehidrasi. Pada pembedahan jenazah ditemukan tanda-tanda iritasi lambung,
mukosa berwarna merah, kadang-kadang dengan perdarahan (flea bitten
appearance). Iritasi lambung dapat menyebabkan produksi musin yang menutupi
mukosa dengan akibat partikel-partikel As berwarna kuning sedangkan As2O3
tampak sebagai partikel berwarna putih. Pada jantung ditemukan perdarahan sub-
endokard pada septum. Histologik jantung menunjukkan infiltrasi sel-sel radang
bulat pada miokard. Sedangkan organ lain parenkimnya berwarna putih. Korban
mati akibat keracunan arsin. Bila korban cepat meninggal setelah menghirup
arsin, akan terlihat tanda-tanda kegagalan kardiorespirasi akut. Bila meninggalnya
lambat, dapat ditemukan ikterus dengan anemia hemolitik, tanda-tanda kerusakan
ginjal berupa degenerasi lemak dengan nekrosis fokal serta nekrosis tubuli.
Korban mati akibat keracunan kronik. Pada pemeriksaan luar tampak keadaan gizi
buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi coklat (melanosis arsenik).
c. Keracunan karbon monoksida (CO)
Dosis Toksik
ASA (The American Standards Association) memberi batas konsentrasi
minimum gas CO untuk menimbulkan gejala pada seseorang yaitu 100 ppm
dengan waktu pajanan sehari-hari tidak lebih dari 8 jam. Ini akan menghasilkan
pengikatan/saturasi hemoglobin sekitar 10-20%. Konsentrasi maksimum yang
27
masih diijinkan yaitu 1:10000 (di udara). Dosis letal adalah sekitar 1% di udara
atau sekitar 0,8 gram pada orang dengan berat 70 kg. efek toksis CO ini
ditentukan oleh konsentrasi dan waktu pajanan.12
Mekanisme Kerja12
Keracunan CO adalah perinhalasi. Mekanismenya adalah didasarkan atas
afinitas CO yang 200-250 kali lebih besar dari afinitas oksigen terhadap Hb dan
carboxyhemoglobine yang terbentuk lebih stabil dibandingkan dengan
oksihemoglobin. Akibatnya CO akan mengikat Hb secara cepat dan lengkap dan
menghambat oksigen berikatan dengan Hb. Sehingga akibat terbentuknya CO-Hb
dalam jumlah yang tinggi dalam darah, supply oksigen ke organ vital tidak dapat
dipenuhi sebagaimana mestinya. Maka akan menimbulkan anoxemia. Secara tidak
langsung pula akibat mekanisme diatas akan menyebabkan penurunan
kemampuan Hb melepaskan oksigen ke jaringan. Dua faktor yang menyebabkan
asfiksia dalam keracunan CO:
o Penurunan Hb (kadar) yang dapat membawa oksgen dalam sirkulasi
o Penurunan kemampuan Hb untuk melepas oksigen ke dalam jaringan
Absorpsi dan Eliminasi11
o Absorpsi terjadi di paru-paru di mana CO kontak dengan sel darah merah
dikapiler dan mengadakan ikatan dengan Hb membentuk CO-Hb. Ikatan
reaksi ini adalah reversible. Eliminasi terjadi selama ekspirasi sehingga
oxy Hb terbentuk kembali dengan catatan intake CO sudah tidak ada lagi
dan bernapas kembali di udara bersih.
o Jika Hb dalam darah terus menerus terikat CO menjadi CO-Hb maka
absorpsi dan eliminasi CO juga semakin lambat
o Kecepatan absorpsi CO dalam darah tergantung pada konsentrasi CO di
udara dan konsentrasi CO-Hb dalam darah.
Gejala Klinis12
28
Gejala klinis keracunan dapat terjadi mendadak, namun biasanya didahului
oleh sakit kepala, pelipis berdenyut, tinnitus, pusing (dizziness), mual, muntah,
pandangan kabur dan pingsan. Wajah kemerahan, daya ingat menurun, vertigo,
anestesia, hilangnya daya untuk bergerak secara spontan. Selanjutnya denyut nadi
melemah dan pelan sampai dapat terjadi cardiac arrest. Terjadi penurunan suhu
tubuh dan dapat terjadi glukosuria dalam waktu 3-4 hari kemudian.
Pemeriksaan Kedokteran Forensik Keracunan CO12
----Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis
adanya kontak dan di temukannya gejala keracunan CO. Pada korban yang mati
tidak lama setelah keracunan CO, ditemukan lebam mayat berwarna merah terang
(cherry pink colour) yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30% atau
lebih. Warna lebam mayat seperti itu juga dapat ditemukan pada mayat yang di
dinginkan, pada korban keracunan sianida dan pada orang yang mati akibat
infeksi oleh jasad renik yang mampu membentuk nitrit, sehingga dalam darahnya
terbentuk nitroksi hemoglobin. Meskipun demikian masih dapat di bedakan
dengan pemeriksaan sederhana. Pada mayat yang didinginkan dan pada keracunan
CN, penampang ototnya berwarna biasa, tidak merah terang. Juga pada mayat
yang di dinginkan warna merah terang lebam mayatnya tidak merata selalu masih
ditemukan daerah yang keunguan (livid). Sedangkan pada keracunan CO, jaringan
otot, visera dan darah juga berwarna merah terang. Selanjutnya tidak ditemukan
tanda khas lain. Kadang-kadang dapat ditemukan tanda asfiksia dan hyperemia
visera. Pada otak besar dapat ditemukan petekiae di substansia alba bila korban
dapat bertahan hidup lebih dari ½ jam.
----Pada analisa toksikologik darah akan di temukan adanya COHb pada korban
keracunan CO yang tertunda kematiannya sampai 72 jam maka seluruh CO telak
di eksresi dan darah tidak mengandung COHb lagi, sehingga ditemukan lebam
mayat berwarna livid seperti biasa demikian juga jaringan otot, visera dan darah.
Kelainan yang dapat di temukan adalah kelainan akibat hipoksemia dan
komplikasi yang timbul selama penderita di rawat. Otak, pada substansia alba dan
korteks kedua belah otak, globus palidus dapat di temukan petekiae. Kelainan ini
29
tidak patognomonik untuk keracunan CO, karena setiap keadaan hipoksia otak
yang cukup lama dapat menimbulkan petekiae. Pemeriksaan mikroskopik pada
otak memberi gambaran :
o Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombihialin
o Nikrosis halus dengan di tengahnya terdapat pembuluh darah yang
mengandung trombihialin dengan pendarahan di sekitarnya, lazimnya di
sebut ring hemorrhage
o Nikrosis halus yang di kelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang
mengandung trombi
o Ball hemorrgae yang terjadi karena dinding arterior menjadi nekrotik
akibat hipoksia dan memecah.
Pada miokardium di temukan perdarahan dan nekrosis, paling sering di
muskulus papilaris ventrikal kiri. Pada penampang memanjangnya, tampak bagian
ujung muskulus papilaris berbercak-bercak perdarahan atau bergaris-garis seperti
kipas berjalan dari tempat insersio tendinosa ke dalam otak. Ditemukan eritema
dan vesikal/bula pada kulit dada, perut, luka, atau anggota gerak badan, baik di
tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan. Kelainan tersebut di sebabkan
oleh hipoksia pada kapiler-kapiler bawah kulit. Pneunomonia hipostatik paru
mudah terjadi karena gangguan peredaran darah. Dapat terjadi trombosis arteri
pulmonalis.
d. Keracunan Organofosfat
Lebih dari 50.000 komponen organofosfate telah disintesis dan diuji untuk
aktivitas insektisidanya. Tetapi yang telah digunakan tidak lebih dari 500 jenis
saja dewasa ini. lain. Organofosfat ini merupakan insektisida yang paing toksik
dibandingkan dengan yang lain. Semua produk organofosfat tersebut berefek
toksik bila tertelan, dimana hal ini sama dengan tujuan penggunaannya untuk
membunuh serangga.11
Mekanisme Toksisitas11
30
Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida
lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam
jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari
beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa.
Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan
kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara
normal menghidrolisis asetilkolin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim
dihambat, mengakibatkan jumlah asetilkolin meningkat dan berikatan dengan
reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal
tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh
bagian tubuh.
Efek Asetilkolin dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Efek Muskarinik, menimbulkan:
D : Defecation
U : Urination
M : Miosis
B : Bradycardia/Broncospasme DUMBELS
E : Emesis
L : Lacrimasi
S : Salivasi
2) Efek Nikotinik, menimbulkan:
M : Muscle weakness
A : Adrenal medula activity
T : Tachycardia MATCH
C : Cramping
H : Hyprtension
3) Sistem saraf pusat, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-
kejang sampai koma.
2.4. Aspek Medikolegal Natural Sudden Death
31
Pada tindak pidana pembunuhan, pelaku biasanya akan melakukan suatu
tindakan atau usaha agar tindak kejahatan yang dilakukanya tidak diketahui baik
oleh keluarga, masyarakat dan yang pasti adalah pihak penyidik (polisi), salah
satu modus operandus yang bisa dilakukan adalah dengan cara membawa jenazah
tersebut ke rumah sakit dengan alasan kecelakaan atau meninggal di perjalanan
ketika menuju kerumah sakit (Death On Arrival) dimana sebelumnya almarhum
mengalami serangan suatu penyakit (natural sudden death).2
Pada kondisi diatas, dokter sebagai seorang profesional yang mempunyai
kewenangan untuk memberikan surat keterangan kematian harus bersikap sangat
hati-hati dalam mengeluarkan dan menandatangani surat kematian pada kasus
kematian mendadak (sudden death) karena dikhawatirkan kematian tersebut
setelah diselidiki oleh pihak penyidik merupakan kematian yang terjadi akibat
suatu tindak pidana. Kesalahan prosedur atau kecerobohan yang dokter lakukan
dapat mengakibatkan dokter yang membuat dan menandatangani surat kematian
tersebut dapat terkena sangsi hukuman pidana.12
Ada beberapa prinsip secara garis besar harus diketahui oleh dokter
berhubungan dengan kematian mendadak akibat penyakit yaitu:7
a. Apakah pada pemeriksaan luar jenazah terdapat adanya tanda-tanda
kekerasan yang signifikan dan dapat diprediksi dapat menyebabkan
kematian?
b. Apakah pada pemeriksaan luar terdapat adanya tanda-tanda yang
mengarah pada keracunan?
c. Apakah almarhum merupakan pasien yang rutin datang berobat ke tempat
praktek atau poliklinik di rumah sakit?
d. Apakah almarhum mempunyai penyakit kronis tetapi bukan merupakan
penyakit tersering penyebab natural sudden death ?
Adanya kecurigaan atau kecenderungan pada kematian yang tidak wajar
berdasarkan kriteria tersebut, maka dokter yang bersangkutan harus melaporkan
kematian tersebut kepada penyidik (polisi) dan tidak mengeluarkan surat
kematian.
2.5. Pengelolaan Pada Sudden Death
32
Natural Sudden Death Unnatural Sudden Death
Autopsi VerbalAutopsi Klinik
PemeriksaanPatologi Anatomi
JantungOtakGinjalPankreas Formalin 10%HeparUsusSesuai dengan kasus
Autopsi Forensikatas permintaan penyidik melalui Visum Et Repertum
Tes Toksikologi
Dibawa ke Pusat Laboratorium Forensik
Darah UrineIsi muntahanFesesHepar dan organ lainPotongan rambut dan kuku
2.6. Pemeriksaan Penunjang Pada Sudden Death
Berhadapan dengan kasus kematian mendadak, autopsi harus dilakukan
dengan amat teliti, pemeriksaan histopatologik merupakan suatu keharusan.
Sampel diambil dari semua organ yang dianggap terlibat dengan perjalanan
penyakit hingga menyebabkan kematian, juga kelainan pada organ yang tampak
secara makroskopik, walau mungkin kelainan tersebut tidak berhubungan
langsung dengan penyebab kematian. Sebaiknya setiap jenis organ dimasukkan
pada wadahnya sendiri, menghindari bias pembacaan mikroskopik. Eksisi sampel
organ haruslah mencakup daerah yang normal dan daerah yang kita curigai secara
mikroskopik terjadi proses patologik. Informasi mengenai temuan-temuan pada
autopsi perlu disertakan dalam permintaan pemeriksaan histopatologi, sehingga
dokter ahli patologi dapat melakukan tugasnya dengan maksimal.
Pada autopsi kasus yang diduga kematian mendadak, hampir selalu
pemeriksaan toksikologi harus dilakukan. Tanpa pemeriksaan toksikologi,
penegakan sebab mati menjadi kurang tajam. Pengambilan sampel untuk
33
pemeriksaan toksikologi beragam sesuai dengan kecurigaan jenis racun pada
kasus secara individual, namun secara umum sampel untuk analisa toksikologi
yang dianggap rutin antara lain:
A. Darah
Tempat terbaik untuk memperoleh sampel darah adalah dari vena femoral
atau iliaca, atau dari vena axilaris. Untuk analisa secara umum, sekitar 15 ml
darah dimasukkan ke dalam tabung kosong agar pembekuan darah dapat terjadi,
bersama itu diambil pula 5-10 ml darah dimasukkan ke dalam tabung berisi
antikoagulan seperti EDTA atau potassium oksalat atau heparin. Untuk
pemeriksaan alkohol dari darah diperlukan 5 ml darah yang dimasukkan dalam
tabung berisi sodium fluorida untuk mengambat destruksi alkohol oleh mikro
organisme.
B. Urine
20-30 ml urine dimasukkan ke dalam kontainer kosong, kecuali bila ada
penundaan pemeriksaan, dapat dimasukkan sodium azide.
C. Muntahan atau isi lambung
Muntahan dapat dimasukkan ke dalam kantung plastik yang dapat ditutup
rapat, pada autopsi isi lambung dapat dimasukkan ke dalam wadah yang sama
dengan membuka kurvatura minor dengan gunting. Laboratorium tertentu juga
akan meminta sampel dinding lambung karena bubuk atau debris tablet dapat
melekat pada lipatan lambung dengan konsentrasi yang tinggi.
D. Feses
Isi rektum umumnya tidak diperlukan untuk analisa kecuali ada kecurigaan
keracunan logam berat, sampel sebanyak 20-30 gram dapat dimasukkan ke dalam
wadah yang dapat tertutup rapat.
E. Hepar dan organ lain
Hati dapat diperiksa secara utuh untuk analisa toksikologi, bila hanya
sebagian hati yang diambil sebagai sampel (100 gram) maka berat total hati harus
dicantumkan dalam lembar permintaan pemeriksaan.
Pada penyalahgunaan bahan pelarut seperti pada penghirup lem, bahan kimia
peracun umumnya dapat ditemukan dalam darah, namun bagi laboratorium dapat
34
membantu bila kita dapat memberikan sampel paru secara utuh agar gas yang
terperangkap dalam paru dapat dianalisa. Pada keadaan ini paru dimasukkan ke
wadah kedap udara seperti kantung nilon atau kantung polyvinyl klorida.
F. Potongan rambut dan kuku
Pada keracunan logam berat sebagian rambut dapat dipotong atau dicabut
beserta akarnya, bersama dengan potongan kuku karena logam berat ini
mengendap pada kuku dan dapat dianalisa dengan analisa aktivasi neutron untuk
melihat hubungan pertumbuhan rambut dan paparan racun. Paparan racun yang
paling baru akan terlihat paling dengan dengan akar atau pangkal kuku.
Pemeriksaan Pada Unnatural Sudden Death12
Gejala yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktivitas kelenjar
ludah, keringat, saluran pencernaan dan kesulitan bernapas. Pemeriksaaan
laboratorium tidak banyak membantu, namun pengukuran Kolinesterase dalam sel
darah merah dan plasma dapat menetukan keracunan akut dan kronik.
o Keracunan akut:
- Ringan kolinesterase 40-70% N
- Sedang kolinesterase 20-40% N
- Berat kolinesterase < 20% N
o Keracunan kronis bila kadar kolinesterase turun sampai 25-50%, dan pasien
tidak diizinkan untuk bekerja yang berhubungan dengan organofosfat sampai
kadar kolinesterase mencapai 75%
Diagnosis keracunan11
Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan, dibagi dalam dua kelompok yaitu:
a. Pemeriksaan yang bertujuan mencari penyebab kematian
b. Pemeriksaan yang bertujuan untuk membuat suatu rekaan rekonstruksi atas
peristiwa yang terjadi
Kriteria diagnostik pada keracunan:
a. Anamnesis kontak antara korban dan racun
35
b. Adanya tanda-tanda serta gejala yang sesuai dengan tanda dan gejala dari
keracunan racun yang diduga
c. Dari sisa benda bukti, harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut
memang racun yang dimaksud
d. Dari bedah mayat dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan yang
sesuai dengan keracunan dari racun yang diduga, serta dari bedah mayat tidak
dapat ditemukan adanya penyebab kematian lain
e. Analisis kimia atau pemeriksaan toksikologi harus dapat dibuktikan adanya
racun serta metabolitnya di dalam tubuh atau cairan tubuh korban dan secara
sistemik.
Dari lima kriteria tersebut, kriteria ke 4 dan 5 merupakan kriteria terpenting
dan harus dikerjakan. Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan peerlu
dilakukan beberapa pemeriksaan penting yaitu, pemeriksaan di tempat kejadian
(TKP), autopsi, dan analisis toksikologik.
Pemeriksaan di tempat kejadian
Pemeriksaan di tempat kejadian penting untuk membantu penyebab
kematian dan menentukan cara kematian. Pemeriksaan harus ditujukan untuk
menjelaskan apakah mungkin orang itu mati karena keracunan, misalnya dengan
memeriksa tempat obat, apakah ada sisa obat atau pembungkusnya. Jika diduga
korban adalah seorang morfinis, cari bubuk heroin, pembungkusnya atau alat
penyuntik. Bila terdapat muntahan, apakah berbau fospor (bau bawang putih);
bagaimana sifat muntahan. Mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang
saat kematian, kapan terakhir kali ditemukan dalam keadaan sehat, berapa lama
gejala timbul setelah makan atau minum terakhir dan apa gejala-gejalanya.
Apabila sebelumnya sudah sakit, apakah penyakitnya dan obat-obat apa yang
diberikan, dosis obat serta siapa yang memberikan. Selain memgumpulkan
keterangan, tahap selanjutnya mengumpulkan barang bukti, kumpulkan obat-
obatan dan pembungkusnya; muntahan harus diambil dengan kertas saring dan di
simpan dalam toples; periksa adanya etiket dari apotik dan jangan lupa memeriksa
tempat sampah.
36
Pemeriksaan luar
Pakaian, catat warna bercak, bau serta distribusinya.
a. Pada pembunuhan: bercak tidak beraturan (disiram),
b. Pada bunuh diri: bercak beraturan, pada bagian tangan dari atas ke bawah,
c. Pada kecelakaan: tidak khas.
Lebam mayat, perhatikan warna dari lebam mayat.
a. Merah terang: keracunan sianida atau terkena benda yang bersuhu rendah
(es),
b. Cheery-red: keracunan karbon-monoksida,
c. Coklat kebiruan (slaty): keracunan aniline, nitrobenzene, kina, potassium-
chlorate dan acetanilide.
Bercak dan warna disektar mulut serta distribusi,
a. Yodium: warna kulit menjadi hitam, Nitrat: warna kulit menjadi kuning,
b. Zat-zat korosif: luka bakar berwarna merah coklat,
c. Distribusi memberi informasi perihal cara kematian.
Kelainan lain,
a. Bekas suntikan (needle mark), didaerah lipat siku, punggung tangan,
lengan atas, penis, dan sekitar putting susu : keracunan narkotika,
b. Skin blisters: keracunan narkotika, barbiturate dan karbon-monoksida,
c. Kulit menjadi kuning: keracunan fospor, tembaga dan keracunan
chlorinated hydrocarbon insecticide.
Pemeriksaan dalam
Pembukaan rongga tengkorak
Perhatikan bau yang keluar, warna jaringan otak (cherry red pada keracunan
CO; menjadi lebih cokelat pada keracunan zat yang menyebabkan terjadinya met-
Hb)
Pembukaan rongga dada
37
Perhatikan warna dan bau yang keluar, pada keracunan zat yang
mengakibatkan terjadinya hemolisis seperti : bisa ular, pyrogallol, hydroquinone
atau anine, darah dan organ menjadi coklat kemerahan dan gelap, pada keracunan
zat mengganggu trombosit akan tampak adanya perdarahan pada otot-otot.
Pembukaan rongga perut
Bila racunnya ditelan, maka kelainan terutama terdapta pada lambung; selain
tentunya juga harus diperhatikan bau yang keluar serta perubahan warna dari
jaringan tubuh, adapun kelainan pada lambung tersebut adalah :
a. Hiperemi, pada keracunan zat korosif hal ini sering dijumpai pada daerah
curvature-mayor; pada keracunan tembaga, selain hiperemi juga didapatkan
pewarnaan biru atau kehijauan, sedangkan pada keracunan asam sulfat akan
berwarna kehitaman,
b. Perlunakan, sering didapatkan pada keracunan zat korosif alkalis; kelaianan
ini terdapat pada curvature-mayor dan perlu dibedakan dengan perlunakan
yang terjadi sebagai akibat proses pembusukan,
c. Ulserasi, terutamaa keracunan zat korosif, tetapi ulkus tampak rapuh, tipis
dan dikelilingi tanda peradangan
d. Perforasi, biasanya hanya terjadi pada keracunan asam sulfat pekat; perlu
dibedakan dengan proses pembusukan
Kelainan pada lambung yang disebabkan oleh zat korosif anorganik, dapat
dibedakan dengan korosif organik, seperti: golongan fenol dan formaldehyde,
a. Korosif anorganik yang bersifat asam, seperti asam sulfat, asam chloride,
asam nitrat: mukosa lambung mengkerut, berwarna coklat atau hitam, mukosa
memberi kesan kering dan hangus terbakar
b. Korosif anorganik yang bersifat basa, seperti natrium hidroksida, kalium
hidroksida, dan garam-garam karbonatnya serta ammonia: mukosa lambung
lunak, sembab dan basah, mukosa berwarna merah atau cokelat, pada
perabaan memberi kesan seakan-akan meraba sabun oleh karena terjadi
proses penyabunan
38
c. Korosif golongan fenol, seperti asam karbol, kresol: tampak
“pseudomembran” yang berwarna abu-abu kebiruan atau abu-abu
kekuningan, sebagai akaibat terjadinya penetrasi dan koagulasi protein sel
dan penetrasi ke lapisan yang lebih dalam sehingga terjadinya nekrosis,
“pseudomembran” terbentuk dari jaringan-jaringan yang nekrotik
d. Korosif formaldehida, mengakibatkan mukosa membran menjadi mengkerut,
mengeras dan berwarna kelabu. Pada keracunan racun yang berbentuk gas,
akan ditemukan perubahan pada saluran pernafasan, yaitu sembab, hiperemi,
tanda-tanda iritasi serta kongesti. Pada keracunan racun yang bekerja pada
susunan saraf pusat, akan didapatkan tanda-tanda asfiksia.
2.7. Contoh Kasus
Tn.K, seorang laki-laki, 50 tahun, WNA, ditemukan dalam keadaan
meninggal dikamarnya oleh pembantunya. Berdasarkan keterangan terdapat bekas
muntahan di sekitar mulut korban dan adanya tinja yang keluar dari dubur. Dalam
kamar korban juga ditemukan obat-obatan yaitu obat diabetes mellitus, obat maag,
dan diperkirakan ada obat penyakit jantung. Setelah itu, korban langsung dibawa
ke RSMH untuk dilakukan otopsi.
Dari Pemeriksaan Luar ditemukan :
Pemeriksaan Luar Analisis
Kulit : warna kulit sawo matang, tidak
ada tatoage dan jaringan parut dan
tidak terdapat tanda lahir, ujung-ujung
jari terdapat sianosis.
Sianosis pada ujung-ujung jari tangan
dan kaki : akibat oksigen yang
berikatan dengan hemoglobin tidak
cukup
Pada kasus ini terjadi asfiksia secara
mekanik : gangguan dalam saluran
pernapasan (paru-paru), tertutupnya
saluran napas pada hidung dan mulut
yaitu karena lidah yang tergigit
menutupi jalan nafas
39
Mulut : tidak terbuka , lidah tergigit,
terdapat bekas muntahan (makanan) di
sekitar mulut.
Pada infark miokard dapat terjadi
nyeri hebat pada dada kiri menyebar
ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas
kiri, kebanyakan lamanya 30 menit
sampai beberapa jam, sifatnya seperti
ditusuk-tusuk, ditekan, tertindik.
Kadang mual bahkan muntah
diakibatkan karena nyeri hebat dan
reflek vasosegal yang disalurkan dari
area kerusakan miokard ke trakus
gastro intestinal
Pada kasus ini lidah tergigit dapat
disebabkan rasa tercekik akibat nyeri
dada hebat dan muntah diakibatkan
karena nyeri hebat dan reflek
vasosegal yang disalurkan dari area
kerusakan miokard ke trakus gastro
intestinal
Dubur : keluar tinja. Pada saat meninggal tubuh tekadang
feces dapat keluarhilangan
kemampuan untuk mengontrol otot-
otot. Oleh karena itu, terkadang feces
dapat keluar tanpa disadari.
Dari Pemeriksaan Dalam jenazah ditemukan :
Pemeriksaan Luar Analisis
Paru kanan dan kiri : mengembang,
bewarna merah gelap, pengirisan tidak
dilakukan.
Paru-paru mengembang (distended),
warna merah agak gelap: karena
adanya perbendungan sirkulasi yang
mengakibatkan organ dalam tubuh
menjadi lebih berat, berwarna lebih
40
gelap
Jantung : ukuran sebesar kepalan
tangan jenazah, berdinding tebal,
berwarna kemerahan. Saat dilakukan
pengirisan, darah berwarna merah
gelap dan terdapat thrombus.
Terbentuknya obstruksi atau sumbatan
pada lumen cabang pembuluh darah
yang partial atau total yang luas
ataupun hanya setempat dapat
menyebabkan arteri tidak dapat
mengirimkan darah yang adekuat ke
miokardium, sebagai akibatnya akan
terjadi coronary artery insufficiency
dan jantung secara tiba-tiba berhenti.
Terjadinya sumbatan ini dipengaruhi
oleh faktor-faktor makanan (lemak),
kebiasaan merokok, genetik, usia,
jenis kelamin, ras, diabetes mellitus,
hipertensi, stres psikis dan lain-lain.
Insufisiensi koroner akibat
penyempitan lumen utama akan
mengakibatkan iskemia kronik dan
hipoksia dari otot-otot jantung di
bawah stenosis. Otot jantung yang
mengalami hipoksia megalami
instabilitas elektris sehingga mudah
menyebabkan aritmia dan fibrilasi
ventrikel, terutama bila ada beban
stres seperti olahraga atau emosi.
Pada kasus ini adanya thrombus
mengakibatkan arteri tidak dapat
mengirimkan darah yang adekuat ke
miokardium sehingga terjadinya
hipoksia pada otot-otot jantung yang
41
dapat menyebabkan kematian.
Ginjal kiri : berwarna kemerahan,
tidak terlihat bintik perdarahan, pada
pengirisan darah berwarna merah dan
kental.
Ginjal kanan : berwarna kemerahan,
agak sedikit membesar, tidak terlihat
bintik perdarahan, pada pengirisan
darah berwarna merah dan kental.
Ginjal agak sedikit membesar, warna
kemerahan, pada pengirisan darah
berwarna merah dan kental : karena
adanya perbendungan sirkulasi yang
mengakibatkan organ dalam tubuh
menjadi lebih berat, berwarna lebih
gelap.
Kesimpulan:
Tn.K, seorang laki-laki, 50 tahun, WNA meninggal disebabkan oleh natural
sudden death, yaitu infark miokard
BAB III
42
KESIMPULAN
Kematian mendadak yang tidak diharapkan dan tidak dapat dijelaskan
ditemukan pada sebagian besar kasus pada praktek kedokteran forensik.1
Pengertian kematian mendadak menurut WHO yaitu apabila seseorang meninggal
dalam 24 jam dari munculnya gejala.1,2
Penyebab kematian mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh,
yaitu sistem susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler, sistem pernafasan, sistem
gastro intestinal dan sistem urogenital. Dari sistem-sistem tersebut, yang
terbanyak menjadi penyebab kematian adalah sistem kardiovaskuler, dalam hal ini
penyakit jantung.1
Kematian mendadak dalam aspek forensik selalu dianggap tidak wajar
sampai dibuktikan merupakan kematian wajar. Untuk menentukan sebab kematian
perlu dilakukan autopsi yang dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang.6,9
43