33
21 BAB I PENDAHULUAN Permasalahan yang terkait kesehatan mata di Indonesia cukup banyak dimulai dari kelainan kongenital pada mata, infeksi / peradangan pada mata, hingga tingginya angka kebutaan di Indonesia. Keratitis atau peradangan pada kornea adalah permasalahan mata yang cukup sering dijumpai mengingat lapisan kornea merupakan lapisan yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar sehingga rentan terjadinya trauma atau infeksi. Hampir seluruh kasus keratitis akan mengganggu penglihatan seseorang yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas hidup seseorang. Karena itu penting sebagai dokter umum untuk dapat mengenali dan menanggulangi kasus keratitis sejauh kompetensi sebagai dokter umum yang terjadi dimasyarakat. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis membuat pembahasan referat mengenai keratitis khususnya yang disebabkan oleh virus Herpes – Zoster, disertai anatomi kornea dan persarafan nervus trigeminus beserta percabangannya yang berhubungan dengan herpes zoster oftalmikus. 1 Herpes zoster adalah suatu penyakit infeksi virus yang ditandai dengan adanya nyeri radicular unilateral dan erupsi vesicular dengan dasar yang eritematous pada

Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

BAB I

PENDAHULUAN

Permasalahan yang terkait kesehatan mata di Indonesia cukup banyak

dimulai dari kelainan kongenital pada mata, infeksi / peradangan pada mata,

hingga tingginya angka kebutaan di Indonesia. Keratitis atau peradangan pada

kornea adalah permasalahan mata yang cukup sering dijumpai mengingat lapisan

kornea merupakan lapisan yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar

sehingga rentan terjadinya trauma atau infeksi. Hampir seluruh kasus keratitis

akan mengganggu penglihatan seseorang yang pada akhirnya akan menurunkan

kualitas hidup seseorang. Karena itu penting sebagai dokter umum untuk dapat

mengenali dan menanggulangi kasus keratitis sejauh kompetensi sebagai dokter

umum yang terjadi dimasyarakat. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

membuat pembahasan referat mengenai keratitis khususnya yang disebabkan oleh

virus Herpes – Zoster, disertai anatomi kornea dan persarafan nervus trigeminus

beserta percabangannya yang berhubungan dengan herpes zoster oftalmikus.1

Herpes zoster adalah suatu penyakit infeksi virus yang ditandai dengan

adanya nyeri radicular unilateral dan erupsi vesicular dengan dasar yang

eritematous pada dermatom yang diinervasi oleh ganglion sensori cranial maupun

spinal.2

Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion Gaseri saraf

trigeminus. Bila yang terkena cabang pertama dari nervus trigeminus yaitu

ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala – gejala herpes zoster pada

mata. Gejala ini tidak akan melampaui garis median kepala. Biasanya herpes

zoster akan mengenai orang dengan usia lanjut. 3

Pada varicella jarang terjadi manifestasi di mata, pada herpes zoster sering

terjadi manifestasi pada mata. Berbeda dari lesi kornea varicella yang jarang dan

jinak, zoster oftalmik yang relative banyak dijumpai kerap kali disertai dengan

keratouveitis yang bervariasi beratnya tergantung status kekebalan pasien.

Meskipun keratouveitis zoster pada anak umumnya tergolong penyakit jinak,

penyakit ini tergolong berat pada dewasa bahkan dapat menimbulkan kebutaan.4

Page 2: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kornea

Kornea merupakan jaringan yang avascular, bersifat transparan, berukuran

11–12 mm horizontal dan 10 – 11 mm vertical, serta memiliki indeks refraksi 1,

37. Kornea memberikan konstribusi 74 % atau setara dengan 43, 25 dioptri (D)

dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga merupakan sumber

astigmatisme pada sistem optik. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi

glukosa dari aqueos humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata.

Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea

adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung – ujung saraf

terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan

konjungtiva. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari

saraf siliar longus, saraf nasosiliaris, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan

suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrane Bowman

melepas selubung Schwannya. Kornea terdiri sari 5 lapis, yaitu :

Gambar 1. Anatomi Kornea

Page 3: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

1. Epitel

Tebalnya 550 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang

saling tumpang tindih.Satu lapis sel basal, sel polygonal, dan sel gepeng. Pada

sel batang sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan

menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel

basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel polygonal

didepannya melalui desmosome dan macula okludens .Ikatan ini menghambat

pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.Sel basal

menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi

gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm

permukaan.5

2. Membrane Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan

kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian

depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. 5

3. Stroma

Menyusun 90 % ketebalan kornea.Terdiri atas lamel yang merupakan

susunan kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya, pada permukaan

terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini

bercabang.Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang

kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang

merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma.Diduga keratosit

membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau

sesudah trauma. 5

4. Membrane descement

Merupakan membrane aselular dan merupakan batas belakang stroma

kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.Bersifat

sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 μm. 5

5. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20 –

40 μm.Endotel melekat pada membrane descement melalui hemidesmosos dan

zonula okluden. 5

Page 4: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf

siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,

masuk kedalam stroma kornea, menembus membrane bowman melepaskan

selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis

terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan

didaerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi

dalam waktu 3 bulan.5

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem

pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema

kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian

mata tembus cahaya dan menutup bola mata dibagian depan. Pembiasan sinar

terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar,

masuk kornea.5

2.2 Fisiologi Kornea

Kornea sebagai membrane pelindung dan jendela yang dilalui berkas

cahaya menuju retina. Kornea merupakan komponen utama sistem optik mata

dimana 70% pembiasan sinar dilakukannya. Untuk fungsinya ini, kornea harus

mempunyai permukaan yang licin. Permukaan ini akan lebih licin bila terdapat

film air mata didepan kornea. Sinar yang masuk dibiaskan oleh kornea untuk

difokuskan pada macula lutea. 1

Sifat tembus cahaya karena struktur yang uniform, avaskuler, dan

deturgenses. Deturgenses atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,

dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar

dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting dari pada epitel

dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi dan fisik pada endotel jauh lebih

berat daripada cedera epitel. Kerusakan sel – sel endotel menyebabkan edema

kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya

menyebabkan edema local sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel –

sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea

berakibat film air mata menjadi hipertonik. Proses itu dan penguapan langsung

Page 5: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

adalah factor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk

mempertahankan keadaan dehidrasi.1

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak

dapat melalui epitel utuh dan substansi larut air dapat melalui stroma yang

utuh.Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air

sekaligus.1

2.3 Fisiologi Nervus Trigeminus

Nervus trigeminus merupakan nervus cranial terbesar, sensorik pada leher

dan kepala serta merupakan nervus motorik pada otot-otot pengunyahan. Nervus

trigeminus muncul dari pons, dekat dengan batas sebelah atas dengan radiks

motorik kecil yang terletak di depan dan radiks sensorik besar yang terletak di

medial. Nervus trigeminus terdiri atas tiga cabang (rami) utama yang menyatu

pada ganglion Gasseri. Ketiga cabang tersebut adalah:8

1. Nervus opthalmicus

2. Nervus maxillaris

3. Nervus Mandibularis

Gambar 2. Cabang – cabang nervus trigeminus

Page 6: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

a). Nervus Opthalmicus

Nervus opthalmicus merupakan divisi pertama dari trigeminus dan

merupakan saraf sensorik. Nervus opthalmicus adalah nervus terkecil dari ketiga

divisi trigeminus. Nervus opthalmicus muncul dari bagian atas ganglion semilunar

sebagai berkas yang pendek dan rata kira-kira sepanjang 2.5 cm yang melewati

dinding lateral sinus cavernous, di bawah nervus occulomotor (N III) dan nervus

trochlear (N IV). Saraf ini memasuki cavum orbita melalui fissura orbitalis

superior kemudian bercabang menjadi tiga cabang:8

1. N. Lacrimalis

2. N. Frontalis dan

3. N. Nasociliaris

Cabang-cabang n. opthalmicus menginervasi kornea, corpus ciliaris, iris,

glandula lacrimalis, konjunctiva, bagian membran mukosa cavum nasal, kulit

palpebral, alis, dahi, hidung, selaput otak, dan sinus paranasalis. 8

Gambar 3.cabang – cabang nervus oftalmikus

Page 7: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

1. Nervus Lacrimalis

Merupakan nervus terkecil dari cabang-cabang opthalmicus. Nervus

lacrimalis menginervasi glandula lacrimalis dan konjunctiva. Akhirnya, nervus ini

menembus septum orbital dan berakhir pada palpebra superior bergabung dengan

cabang-cabang nervus facialis.8

2. Nervus Frontalis

Merupakan cabang terbesar dari opthalmicus. Nervus ini memasuki cavum

orbita melewati fissura orbitalis superior dan masuk diantara palpebra levator

superioris dan periosteum. Di pertengahan perjalanan diantara apeks dan basis

orbita bercabang menjadi dua cabang yaitu nervus supratrochlear dan

supraorbital.8

3. Nervus Nasociliaris

Nervus ini juga menginervasi kornea, korpus siliaris, iris, dan konjungtiva.

Nervus nasosiliaris terdiri dari 3 cabang, yaitu : 8

Ganglion ciliaris radiks longi

Nervus ciliaris longi

Nervus ethmoidalis

b). Nervus maxillaries

Nervus maxillaris merupakan divisi dua dan merupakan nervus sensorik.

Ukuran dan posisinya berada di tengah-tengah nervus opthalmicus dan

mandibularis. Mempersarafi rahang atas serta gigi-gigi rahang atas, bibir atas,

pipi, palatum durum, sinus maxillaries dan selaput lendir hidung. Saraf ini

memasuki rongga tengkorak melalui foramen rotundum. 8

c). Nervus mandibularis

Nervus mandibularis disebut juga nervus maxillaris inferior. Merupakan

nervus terbesar dari ketiga divisi dan terdiri atas dua radiks : 1. radiks sensorik

mayor, keluar dari sudut inferior ganglion semilunar dan 2. radiks motorik minor.

Mempersarafi rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi, lidah, sebagian dari

meatus accusticus externus, meatus accusticus internus dan selaput otak. Saraf ini

memasuki rongga tengkorak melalui foramen ovale. 8

Page 8: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

2.4 Definisi Keratitis Herpes

Keratitis Herpes Zoster adalah peradangan pada kornea yang disebabkan

karena infeksi virus varisela zoster. (2)

2.5 Epidemiologi

Herpes zoster memiliki insiden paling tinggi dari seluruh penyakit

neurologi. Sekitar 95% orang dewasa di Amerika Serikat memiliki antibodi

terhadap virus varicella-zoster dan rentan terhadap munculnya reaktivasi.

Seseorang dengan usia berapapun dapat menderita zoster, namun insidensnya

meningkat seiring dengan usia akibat menurunnya kekebalan. Sekitar 4% pasien

dengan zoster akan mengalami episode berulang atau kekambuhan di kemudian

hari.6

Penelitian terhadap pasien di sebuah health maintenance organization

(HMO) di Amerika menunjukkan 1075 kasus sejak tahun 1990-1992. Berikut

karakteristik yang tercatat:

- Indisen saat itu 215 per 100.000 orang per tahun

- Pasien lanjut usia memiliki risiko lebih besar (1424 kasus per 100.000 orang

per tahun uuntuk usia >75 tahun)

- 3 dari 4 pasien dengan zoster yang rekuren atau kambuh menderita HIV

positif

Diantara kasus penyakit okular eksternal, insiden herpes zoster oftalmikus

adalah 2,4% sedangkan insiden kelainan mata pada herpes zoster, yaitu kelainan

pada daerah yang diinervasi oleh cabang pertama nervus trigeminus berkisar

antara 8,2 % - 56 %. Meskipun herpes zoster adalah suatu penyakit yang lebih

jarang dijumpai dibandingkan dengan varisela, tapi lebih sering mengenai mata.6

2.6 Etiologi

Virus Varisela-Zoster termasuk famili herpesvirus dan merupakan salah

satu dari delapan virus yang diketahui virus herpes yang menginfeksi manusia.

Diameter virus ini kurang lebih adalah 150-200 nm dan memiliki berat molekul

sekitar 80 juta. Ciri khas pada strukturnya adalah memiliki nukleokapsid

isosahedral dengan dikelilingi lipid envelop. DNA double stranded  terletak

Page 9: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

ditengah-tengah struktur virus tersebut. Genome VZV mengkode kurang lebih 70

gen yang unik, kebanyakan memiliki susunan DNA dan fungsi yang homolog

dengan virus herpes lainnya. Earlygene products meregulasi replikasi DNA,

misalnya polymerase DNA virus dan virus-specific tymidine kinase. Late genes

mengkode protein structural yang menjadi target oleh antibody dan respon imun

selular.2

Gambar4. Struktur Virus Varicella - Zoster

2.7 Patofisiologi

Varicella Zoster Virus (VZV) terdapat dimana-mana dan sangat menular,

dengan paparan pertama secara khas terjadi pada masa anak-anak. Pada paparan

pertama (infeksi varisella), virus masuk ke host melalui system respiratori bagian

atas, kemudian bereplikasi diperkirakan pada nasofaring. Paparan pertama ini

dapat juga menyebabkan keratitis zoster, walaupun sangat jarang terjadi. Virus

menginfiltrasi sistem retikuloendotelial, dan akhirnya menuju ke

sistemik (viremia). Selama serangkaian terjadinya varisela, VZV melewati lesi

pada permukaan kulit dan mukosa menuju saraf ending sensoris yang berdekatan

dan pindah secara sentripetal ke atas serabut sensoris pada ganglion sensoris

(ganglion dorsalis). Pada ganglia, virus menjadi infeksi laten yang tetap ada

selama kehidupan.2

Virus ini dapat reaktivasi menjadi infeksius oleh karena adanya gangguan

pada host-parasit dalam waktu beberapa tahun sampai puluhan tahun setelah

Page 10: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

infeksi primer dan biasanya terjadi pada orang tua atau dewasa. Infeksi primer

merupakan penyakit yang self-limiting.7

Pada reaktivasi herpes zoster laten, sering timbul ganglionitis nekrotik dan

virus infeksius akan bergerak kembali menuju akson dan menimbulkan dermatitis

vesikularis yang infeksius pada dermatom yang terkena. Infeksi virus varisela

zoster pada mata dapat terjadi melalui satu atau dua mekanisme dibawah ini :7

1. Reaktivasi virus laten pada ganglion sensoris trigeminal

2. Masuknya virus eksogen melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan

penderita herpes zoster atau varisella, walaupun infektivitasnya rendah.

Dermatom yang paling sering terkena adalah yang diinervasi oleh

n.trigeminus, dimana cabang pertama (oftalmik) terkena 20 kali lebih sering dari

pada cabang kedua atau ketiga. Herpes zoster yang timbul pada daerah yang

diinervasi oleh cabang oftalmik n.trigeminus disebut sebagai herpes zoster

oftalmikus tanpa mempertimbangkan apakah mata tersebut mengalami inflamasi

atau tidak.7

Infeksi virus varisela zoster dapat menyebabkan kerusakan okular, invasi

virus secara langsung dapat menyebabkan keratitis dan konjungtivitis. Komplikasi

yang paling umum dari herpes zoster ke okula adalah inflamasi kornea, beberapa

vesikel kecil yang tumbuh di epitel kornea dan hal tersebut diikuti dengan

bengkaknya stroma kornea. Selain itu, suplai saraf yang terganggu di kornea

sebagaimana yang sering muncul pada herpes zoster dapat menyebabkan kornea

berkembang menjadi keratitis dengan erosi epitelial yang berbentuk pungtat

(Neuroparalitik keratitis).2

Gambar 5. Distribusi sensorik dari n.oftalmika cabang dari n.trigeminal

Page 11: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

Pada cabang oftalmik yang juga paling sering terkena adalah n.frontalis

yang menginervasi palpebral superior, dahi, dan konjungtiva superior melalui

cabang supratroklear dan supraorbital. Cabang nasosiliaris dan lakrimal dari

n.oftalmikus juga bisa terserang bersama-sama maupun sesudahnya, dan bisa

disertai dengan kelainan cabang maksilaris n.trigeminus. Bila cabang nasosiliaris

terkena, disebut Hutchinson sign, ini menunjukkan bahwa mata terinfeksi virus

varisela zoster melalui cabang dari nasosiliaris. Hutchinson sign merupakan

indikasi untuk risiko lebih tinggi terkena gangguan penglihatan. Dalam suatu

studi, 76% pasien dengan tanda ini mempunyai gangguan penglihatan.7

2.8 Manifestasi Klinis

Infeksi virus varicella – zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk :4

1. Primer (varicella)

2. Rekurens (herpes zoster)

Pada varicella jarang terjadi manifestasi di mata, pada herpes zoster

oftalmik sering terjadi manifestasi pada mata. Pada varicella (cacar air), lesi mata

umumnya berupa lesi cacar di palpebral dan tepian palpebral. Jarang timbul

keratitis (khasnya, lesi stroma perifer dengan vaskularisasi) dan lebih jarang lagi

keratitis epithelial dengan atau tanpa pseudodendrit.4

Adapun gejala pada herpes zoster oftalmika antara lain adalah :9

a. Stadium prodromal : nyeri lateral sampai mengenai mata, demam, malaise,

dan sakit kepala

b. Dermatitis

c. Nyeri pada mata

d. Lakrimasi

e. Penurunan visus

f. Mata merah unilateral

Bagian - bagian pada mata yang terkena dan dapat menimbulkan gejala

pada infeksi VZV adalah :9

1. Kelopak mata : blefaritis

2. Konjungtiva : konjungtivitis yang ditandai dengan injeksi konjungtiva dan

edema

Page 12: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

3. Sklera: Skelritis atau episkleritis mungkin berupa nodul yang biasa menetap

selama beberapa bulan

4. Kornea : keratitis

5. Traktus uvea : uveitis

6. Retina : retinitis

Komplikasi pada kornea terjadi 65 % dari kasus herpes zoster

oftalmik.Keratitis Herpes Zoster menimbulkan gejala yang umum terjadi pada

keratitis seperti nyeri, mata merah, dan dapat menyebabkan penurunan visus.Pada

kelopak akan terlihat vesikel dan infiltrate pada kornea. Vesikel tersebar sesuai

dengan dermatom yang dipersarafi saraf trigeminus yang dapat progresif dengan

terbentuknya jaringan parut. Daerah yang terkena tidak melewati garis media.3,9

Gambar 6. Keratitis Herpes Zoster

Herpes Zoster keratitis bermanifestasi dalam bentuk klinis yaitu :2

Keratitis epithelial akut

Gejala awal mulai muncul dua hari setelah onset kemerahan di kulit dan

sembuh secara spontan beberapa hari kemudian.Ditandai dengan adanya lesi

dendritik kecil dan halus (pseudodendrit) yang positif jika di tes fluoresen.2

Gambar 7. A. Lesi Dendritik pada Keratitis Herpes Zoster, B. dengan tes Fluoresen

Page 13: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

Keratitis nummular

Keratitis nummular mungkin mengikuti keratitis epitelial akut,biasanya

sepuluh hari setelah onset kemerahan di kulit. Ditandai dengan adanya multiple

granular infiltrat pada stroma anterior dikelilingi oleh “halo of stromal haze” pada

daerah yang sebelumnya terkena punctate epitel dan pseudodendrit. Biasanya lesi

ini hanya bersifat sementara, tetapi dapat pula meninggalkan jaringan parut yang

samar-samar. Lesi memberi respon pada pemberian steroid tapi dapat

“recurrence” jika pemberian dihentikan terlalucepat.2

Gambar 8. Keratitis Nummularis

Keratitis Disciform

Keratitis Disciform adalah infiltrasi stroma yang mendalam biasanya

berkembang 3-4 bulan setelah fase akut awal, dan biasanya didahului oleh

keratitis stroma akut epitel atau anterior keratitis stroma. Pada pemeriksaanakan

tampak disk shaped, well defined, disertai edema stromal difus tanpa disertai

vaskularisasi. Pada tahap ini akan tampak jelas edema pada kornea dan inflamasi

pada bilik mata depan. Edema disciformik ini dapat mengakibatkan jaringan

parut, neovaskularisai atau kadang ditemukan adanya deposisi lemak.2

Gambar 9. Keratitis Disciform

Keratitis Neurotropik 

Neurotropik keratitis ditandai dengan kehilangan sensasi kornea bisa

disertai dengan adanya perforasi pada kornea, dimana jika sudah terjadi perforasi,

Page 14: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

maka proses epitelisasi akan sulit. Hal ini akan menyebabkan mudahnya terjadi

infeksi sekunder pada mata.2

Gambar 10. Tipe– tipe Keratitis Herpes – Zoster :

A. Punctate Ephitelial Keratitis, B. Microdendritic Epithelialulcer,

C.Nummular Keratitis, D. Disciform Keratitis

2.9 Pemeriksaan Penunjang 2

Diagnosa laboratorium terdiri dari beberapa pemeriksaan :

1. Pemeriksaan langsung secara mikroskopik

Percobaan Tzanck : Kerokan pada palpebral diwarnai dengan Giemsa dan

akan didapati sel dantia berinti banyak. Namun tes ini tidak dapat

membedakan antara lesi akibat herpes zoster dengan herpes simpleks.

2. Immunofloresensi direk dapat membedakan infeksi akibat varicella zoster atau

herpes simpleks

3. Isolasi dan identifikasi virus dengan teknik PRC (Polymerase Chain Reaction)

2.10 Diagnosis banding

1. Keratitis Herpes Simpleks

Page 15: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

Keratitis herpes simpleks merupakan radang kornea yang disebabkan oleh

infeksi virus herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Penyakit ini dapat merupakan

infeksi primer dan bentuk kambuhan. Kelainan akibat infeksi primer biasanya

bersifat epithelial dan ringan. Berbeda dengan keratitis Herpes Simplex Virus

(HSV) rekurens yang umumnya hanya mengenai epitel, keratitis VZV mengenai

stroma dan uvea anterior sejak awal terjadinya. Lesi epitelnya amorf dan

berbercak, sesekali terdapat pseudodendrit linear yang agak mirip dendrit-sejati

pada keratitis HSV.2

Dari ketidakseimbangan imunitas penderita dapat menyebabkan terjadinya

aktivasi virus herpes dan selanjutnya dapat menimbulkan keratitis.Kondisi

imunosupresi dapat terjadi akibat penggunaan kortikosteroid sistemik yang

menimbulkan aktivasi keratitis herpes simpleks. Mula-mula kadar IgM

meningkat, kemudian kadar IgG juga meningkat dan akhirnya tampak antibodi

IgA dalam sekresi mukosa. Selanjutnya dikatakan bahwa antibodi menghancurkan

virus ekstraseluler. Virus yang bergabung dengan antibodi terutama dengan IgA

akan dicegah perlekatannya dengan sel membran dan menginfeksi jaringan.2

Reaksi hipersensitivitas tipe II (sitotoksik) yang ditingkatkan oleh IgG

antibody memudahkan fagositosis dan netralisasi virus. Virus herpes simpleks

yang stromal disertai reaksi tipe IV dapat terjadi pada penderita yang mengalami

depresi imun akibat penggunaan kortikosteroid, karena usia lanjut, atau karena

penyakit sistemik. Keratitis desciformis dapat merupakan hasil reaksi tipe

terhadap antigen virus herpes.2

lnfeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3 minggu pasca infeksi

primer. Dengan mekanisme yang tidak jelas, virus menjadi inaktif dalam neuron

sensorik atau ganglion otonom. Dalam hal ini ganglion servikalis superior,

ganglion n.trigeminus,dan ganglion siliaris berperan sebagai penyimpan virus.(2)

Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi : lakrimasi, fotofobia,

injeksi perikornea, dan penglihatan kabur (tergantung lokasi dan luasnya lesi).

Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel

karena adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Perlu dibedakan dengan

keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya pada: herpes zoster

oftalmikus, keratitis akibat pemaparan dan mata kering, penggunaan lensa kontak,

Page 16: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

keratopati bulosa, dan keratitis kronik. Gejala spesifik pada keratitis herpes

simpleks ringan adalah tidak adanya fototobia.2

Keratitis herpes simpleks kambuhan dibedakan atas bentuk

superfisiaI,profunda, dan bersamaan dengan uveitis atau keratouveitis. Keratitis

superfisial dapat berupa punctata, dendritik, dan geografik. Keratitis dendritika

merupakan proses kelanjutan dari keratitis punctata yang diakibatkan oleh

perbanyakan virus dan menyebar sambil menimbulkan kematian sel serta

membentuk defek dengan gambaran bercabang. Keratitis dendritika dapat

berkembang menjadi keratitis geografika, akibat bentukan ulkus bercabang yang

melebar dan bentuknya menjadi ovoid. Dengan demikian gambaran ulkus menjadi

seperti peta geografi dengan kaki cabang mengelilingi ulkus.2

Gambar 12. Keratitis Dendritika

2.

3.

4.

5.

Gambar 13. Keratitis Geografik

Keratitis herpes simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan keratitis

herpes zoster, pada herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel

yang dikelilingi mucus plaques.Selain itu, bentuk dendriform lebih

kecil.Tirosinemia juga sering menimbulkan lesi dendriform, tetapi biasanya

Page 17: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

bilateral dan terjadi pada anak-anak. Lesi semacam ini pernah pula dilaporkan

sebagai akibat infeksi Acanthamoeba, trauma kimia, dan akibat toksisitas

thiornerosal.2

Tabel 1. Perbedaan Keratitis herpes simplex dan Keratitis herpes zoster 2

Keratitis Herpes Simplex Keratitis Herpes Zoster

Usia Primary : 5 tahun

Kekambuhan : usia

pertengahan

Usia tua

Immunosupresi

Manifestasi pada mata

Nyeri Ringan Lebih berat

Dendritic

keratitis

Sentral Disekitar lokasi

Besar Kecil

Well-defined dendrite Berbentuk bintang

Ulkus sentral Plak yang meninggi

Spectrum 1. Blefarokonjungtivitis

- Folikular

- Siktrik

Herpes Zoster Akut :

1. Skleritis

2. Konjungtivitis

3. Keratitis

- Pungtat epiteliat

keratitis

- Mikrodendrit

- Keratitis

nummular

- Keratitis disciform

4. Uveitis anterior

5. Akut retinal necrosis

2. Kelainan epitel

- Ulkus dendrit

Herpes Zoster Kronik :

1. Konjungtivitis

2. Keratitis

- Keratitis

3. Keratitis stroma

- Keratitis nekrosis

Page 18: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

- Keratitis non

nekrosis

- Keratitis disiform

- Keratitis intersisial

nummular

- Keratitis

disciform

- Keratitis

neurotropic

- Mukosa plak

keratitis

4. Komplikasi pada

kornea

- Stromal

vaskularisasi

konjungtivitis, skar

- Keratitis trophic

- Keratopaty lipid

5. Uveitis akut

6. Skleritis

7. Acute retinal necrosis

Terapi - Debridement

- Terapi obat dengan

antiviral

- Terapi bedah

- Pengendalian

mekanisme pemicu

yang mereaktifasi

infeksi HSV

- Obat antivirus oral

- Analgetik

- Steroid sistemik dan

topical

- Antibiotic topical

- Terapi bedah

2.11 Penatalaksanaan

Pengobatan biasanya tidak spesifik dan hanya simtomatis. Pengobatan

dengan memberikan asiklovir dan pada usia lanjut dapat diberi steroid. 3

Terapi sistemik:

Page 19: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

1. Obat antivirus oral

Obat ini secara signifikan dapat mengurangi rasa sakit, mengurangi

timbulnya vesikel, menghentikan perkembangan virus, dan mengurangi kejadian

serta komplikasi lebih lanjut. Agar efektif, pengobatan harus dimulai segera

setelah timbulnya ruam, namun hal ini tidak berpengaruh pada post herpetik

neuralgia. Pengobatan dapat diberikan acyclovir dengan dosis 800 mg, 5 kali

sehari selama10 hari atau Valasiklovir dengan dosis 1 g tiga kali sehari selama 10

hari,famciclovir, 500 mg/ 8 jam selama 7-10 hari. Terapi dimulainya 72 jam

sejak timbulnya kemerahan.2

2. Analgetik

Rasa nyeri terasa sangat parah pada 2 minggu pertama dari serangan.

Sehinggaharus diberikan pengobatan dengan analgesik seperti kombinasi dari

mefenamicacid dengan paracetamol atau pentazocin atau petidin (ketika sangat

berat).2

3. Steroid sistemik

Digunakan dengan dosis tinggi untuk menghambat perkembangan

penyakitpada post herpetic neuralgia. Namun resiko steroid dosis tinggi pada

lansia harusdipertimbangkan. Steroid pada umumnya digunakan untuk menangani

komplikasi dari kasus neurologis seperti kelumpuhan nervus okulomotorius dan

neuritis optik. Pemakaian steroid sistemik masih kontroversial.2

Terapi lokal untuk mata:2

1. Untuk keratitis zoster :.

a. Tetes mata steroid 4 kali sehari.

b. Obat tetes mata yang mengandung Cyclopegics seperti Cyclopentolate

atau salep mata atropin.

c. Salep mata acyclovir 3% diberikan 5 kali sehari selama 2 minggu.

2. Untuk mencegah adanya infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik topikal.

3. Apabila terdapat glaukoma sekunder

a. Obat tetes mata Timolol 0,5 % atau Betaxolol 0,5%

b. Acetazolamide oral 250 mg diberikan 4 kali sehari.

4. Untuk ulkus kornea neuroparalisis yang disebabkan oleh herpes zoster,

dilakukan Tarsorrhaphy lateral.

Page 20: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

5. Kerusakan epitel yang menetap digunakan :

a. Tetes air mata buatan

b. Soft contact lens bandage

6. Keratoplasti

Tindakan ini diperlukan untuk rehabilitasi pengelihatan pasien herpes zoster

dengan jaringan parut yang tebal.Namun hal ini beresiko tinggi.

2.12 Komplikasi

Penyulit yang terjadi adalah uveitis, parase otot penggerak mata,

glaucoma, dan neuritis optic.2,3

2.13 Prognosis

Prognosis penyakit pada umumnya baik tergantung pada tindakan

perawatan.Tingkat kesembuhan penyakit ini umumnya tinggi pada dewasa dan

anak – anak dengan perawatan secara dini.Prognosa penyakit menjadi baik kerena

pemberian asiklovir yang dapat mencegah komplikasi ke mata sampai ke arah

penurunan visus dan pencegahan terjadinya paralisis motoric.Selain itu, bengkak

dan merah pada mata dapat hilang.Namun pada kulit dapat menimbulkan macula

hiperpigmentasi atau sikatrik.2

Pengobatan antiviral iv seharusnya di administrasi seperti yang telah

disebutkan dalam pengobatan di atas. Prognosa juga ditentukan dari waktu

pemberian antiviral yang sebaiknya diberikan 72 jam pertama setelah onset.

Pasien yang dirawat jalan seharusnya mempunyai tindak lanjut yang adekuat

untuk penanganan pada keratitis herpes zoster.Pemeriksaan ulang setelah

maksimum 1 minggu haruslah dijadwalkan pada stadium awal.Begitu juga dengan

pengobatan menggunakan antiviral haruslah dipraktikkan dan diteruskan seperti di

atas.2

BAB III

KESIMPULAN

Page 21: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

Keratitis Herpes Zoster adalah peradangan pada kornea yang disebabkan

karena infeksi virus varisela zoster yang ditandai oleh gejala pada mata yaitu rasa

sakit pada daerah yang terkena dan badan terasa hangat, penglihatan berkurang

dan merah, pada palpebraakan terlihat vesikel dan infiltrate pada kornea. Vesikel

tersebar sesuai dengan dermatom yang dipersarafi saraf trigeminus yang dapat

progresif dengan terbentuknya jaringan parut.Daerah yang terkena tidak melewati

garis media.

Cara masuknya virus varicella zoster biasanya melalui droplet

pernapasan.Lalu kemudian masuk ke aliran darah dan menempati ganglion, dapat

juga masuk ke ujung-ujung saraf pada kulit dan membrane mukosa setelah kontak

dengan permukaan kulit yang terinfeksi.

Infeksi virus varisela zoster dapat menyebabkan kerusakan okular, invasi

virus secara langsung dapat menyebabkan keratitis dan konjungtivitis.Komplikasi

yang paling umum dari herpes zoster ke okula adalah inflamasi kornea, beberapa

vesikel kecil yang tumbuh di epitel kornea dan hal tersebut diikuti dengan

bengkaknya stroma kornea.Selain itu, suplai saraf yang terganggu di kornea

sebagaimana yang sering muncul pada herpes zoster dapat menyebabkan kornea

berkembang menjadi keratitis dengan erosi epithelial.

Keratitis herpes zoster bisa bermanifestasi dalam bentukkeratitis epithelial,

keratitis nummularis, keratitis disciform, dan keratitis neurotropic.Keratitis herpes

zoster harus dibedakan dengan keratitis yang disebabkan oleh herpes simpleks.

Prognosis penyakit pada umumnya baik tergantung pada tindakan

perawatan. Tingkat kesembuhan penyakit ini umumnya tinggi pada dewasa dan

anak – anak dengan perawatan secara dini. Prognosa penyakit menjadi baik

kerena pemberian asiklovir yang dapat mencegah komplikasi ke mata sampai ke

arah penurunan visus dan pencegahan terjadinya paralisis motorik.

DAFTAR PUSTAKA

Page 22: Referat Keratitis HERPES ZOSTER.doc

21

1. Ilyas, SH. Infeksi Herpes Zoster. Ilmu Penyakit Mata. Ed keempat cetakan

kedua. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

2012. Hal.151-2

2. Biswell, MD .Kornea. In : Vaughan DG, Asbury T. Oftalmologi Umum.

17th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 2012. Hal : 134-5

3. Ilyas, SH. Anatomi dan Fisiologis Mata. Ilmu Penyakit Mata. Ed keempat

cetakan kedua. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 2012. Hal.5-6

4. S. Anny. Pengelolaan Komplikasi Herpes Zoster Oftalmikus. Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro. Rumah Sakit Dokter Kariyadi.

Semarang, 1998

5. Anonim. Herpes Zoster. Available at

http://www.medispot.blogspot.com/2008/10/herpes-zoster.html

6. Anonim. Trigeminal Nerve. Available at

http://www.gudangmateri.com/2010/03/ trigeminal-nerve.html

7. Wahyuningtias, W. Herpes Zoster Oftalmikus. Available at

http://www.scribd.com/doc /76265944/Herpes-Zoster-Oftalmikus

8. Hendrawan, E. Herpes Zoster. Available at

http://www.scribd.com/doc/98742169/herpes -zoster

9. Hendrawan,E. Keratitis. Available at

http://www. scribd .com/doc/59034562/ KERATITIS