Upload
dicky-taruna
View
67
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
REFERAT
KELAINAN PIGMENTASI
Pembimbing:
dr. Chadijah Rifai, Sp.KK
Disusun oleh:
Riana Angelina 112013276
Nur Ain Syafiqah 112013173
Dicky Taruna 112013279
Ricky Johnatan 112013275
William Alexander 112013247
Elbert Neijenhoff 112013253
KEPANITERAAN KULIT KELAMIN
RSUD KOJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
PERIODE 21 SEPTEMBER – 24 OKTOBER 2015
0
PENDAHULUAN
Warna kulit kita adalah penting. Warna kulit merupakan salah satu hal yang kita ingat
dalam tahap awal pengenalan seseorang. Selain itu, warna kulit juga telah dipakai untuk
menjustifikasi berbagai macam ketidakadilan. Pelanggaran apapun atas norma yang berlaku
dapat memberikan dampak psikologis yang serius dan implikasi-implikasi dalam praktek.1
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi warna kulit, antara lain hemoglobin,
pigmenn eksogen di dalam atau pada permukaan kulit, pigmen endogen (dibuat oleh tubuh
sendiri, misalnya bilirubin), melanin dan feomelanin. Dua factor yang terakhir merupakan
factor paling penting dalam menentukan warna dasar kulit manusia.1
ANATOMI KULIT
Kulit merupakan organ tubuh paling luar dan membatasi bagian dalam tubuh dari
lingkungan luar. Luas kulit pada orang dewasa sekitar 1.5 m2 dan beratnya sekitar 15% dari
berat badan secara keseluruhan.1
Kulit terdiri atas tiga bagian utama, yaitu epidermis, dermis, dan hipodermis.
Epidermis terdiri dari stratum korneum yang kaya akan keratin, stratum lucidum, stratum
granulosum yang kaya akan keratohialin, stratum spinosum dan stratum basal yang mitotik.
Dermis terdiri dari serabut-serabut penunjang antara lain kolagen dan elastin. Sedangkan
hipodermis terdiri dari sel-sel lemak, ujung saraf tepi, pembuluh darah dan pembuluh getah
bening.1
Gambar 1. Anatomi kulit
1
Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu jaringan ikat longgar yang disebut jaringan
subkutan dan mengandung sel lemak yang bervariasi. Jaringan ini disebut juga fasia
superficial, atau panikulus adiposus. Jaringan ini mengandung jalinan yang kaya akan
pembuluh darah dan pembuluh limfe. Arteri yang terdapat membentuk dua plexus, satu di
antara stratum papilare dan retikulare, satu lagi di antara dermis dan jaringan subkutis.
Cabang-cabang plexus tersebut mendarahi papila dermis. Sedangkan vena membentuk tiga
plexus, dua berlokasi seperti arteri, satu lagi di pertengahan dermis. Adapun pembuluh limfe
memiliki lokasi sama dengan pembuluh arteri.1
KELAINAN KULIT KONGENITAL
LENTIGO
Lentigo (lentigines) adalah suatu makula berwarna coklat sampai coklat gelap atau
hitam, sirkumskripta, dengan diameter kurang dari 0,5 cm. Lesi ini mempunyai warna yang
sama (uniform) ataupun berseling-seling (variegated), dan bisa didapatkan di mana saja
dipermukaan kulit, termasuk telapak tangan, telapak kaki, dan membran mukosa. Lentigo
bisa berbentuk oval atau regular. Kelainan ini dapat timbul sejak permulaan kehidupan.
Lentigo perlu dibedakan dengan lentigo maligna yang merupakan lesi premaligna yang akan
menjadi lentigo melanoma.2
Warna lentigo maligna, pada permulaan stadium, bisa seragam tetapi kemudian akan
terlihat berwarna tipikal, yaitu pigmentasi yang tidak teratur. Selain itu bentuknya lebih besar
dari lentigo dan timbul pada usia pertengahan. Untuk membedakan kedua jenis lentigo
tersebut, perlu diadakan pemeriksaan patologi anatomi (biopsi).3
Etiopatogenesis
Patogenesis dan penyebab lentigo adalah berbeda-beda, menifestasi klinisnya bisa
berupa lesi yang soliter atau lesi multiple yang dapat timbul dibagian tubuh manapun.
Beberapa lentigines dapat timbul akibat dari manifestasi gejala sistemik, seperti yang
ditemukan pada sindrom LEOPARD.3
Pada penelitian microarray analysis di Jepang, lentigo senilis atau solar lentigo
menunjukkan peningkatan regulasi gen yang berhubungan dengan inflamasi, metabolisme
asam lemak, dan melanosit dan penurunan regulasi gen cornified envelope-related.
Rangsangan yang berulang dengan sinar ultra violet pada lentigo senilis atau solar lentigo
akan dapat menyebabkan peningkatan signifikan pada produksi melanin. Klasifikasi dan
mekanisme:2
2
1. Lentiginosis generalisata
Lesi lentigo umumnya multiple, timbul satu demi satu atau dalam kelompok kecil
sejak masa anak-anak. Patogenesisnya tidak diketahui dan tidak dibuktikan adanya
faktor genetik. Dibagi menjadi:2
a) Lentiginosis eruptif
Lentigo timbul sangat banyak dan dalam waktu singkat. Lesi mula-mula
berupa telangiektasis yang dengan cepat mengalami pigmentasi dan lambat
laun berubah jadi melanostik seluler.
b) Sindrom lentiginosis multipel
Merupakan sindrom lentiginosa yang dihubungkan dengan berbagai kelainan
perkembangan. Diturunkan secara dominan autosomal. Lentigo timbul pada
waktu lahir dan bertambah sampai pada masa pubertas. Ditemukan pada
daerah leher dan badan bagian atas, tetapi dapat ditemukan juga diseluruh
tubuh. Sering disertai kelainan jantung, stenosis pembuluh nadi paru atau
subaorta. Pertumbuhan badan akan terhambat. Adanya kelainan mata berupa
hipertelorisme ocular dan kelainan tulang prognatisme mandibular. Kelainan
yang menetap adalah tuli dan kelainan genital, yakni hipoplasia gonad dan
hipospadia.Sindrom tersebut dikenal sebagai SINDROM LEOPARD, yaitu:2
L entigenes
E CG abnormalities
O cular hypertelorism
P ulmonary stenosi
A bnormality of the genitalia
R etardation of growth
D eafness
2. Lentiginosis sentrofasial
Diturunkan secara dominan autosomal. Lesi berupa makula kecil berwarna coklat atau
hitam, timbul pada waktu tahun pertama kehidupan dan bertambah jumlahnya pada
umur 8 – 10 tahun. Distribusi terbatas pada garis horizontal melalui sentral muka
tanpa mengenai membrane mukosa. Tanda-tanda defek lain adalah retardasi mental
dan epilepsi. Sindrom ini juga ditandai oleh arkus palatum yang tinggi, bersatunya
alis, gigi seri atas tidak ada, hipertrikosis sacral, spina bifida, dan skoliosis.
3
Gambaran Klinis
Lentigines berwarna coklat, hitam atau biru yang biasanya muncul pada anak usia
dini. Ukuran lentigines dari 1-12 mm. Makula hiperpigmentasi terjadi pada lebih dari 95%
dari pasien, dan lesi memiliki distribusi karakteristik pada daerah sekitar mulut, di bibir, dan
pada membran mukosa bukal,lesi juga dapat tersebar di sekitar hidung dan wajah. Selain itu,
lesi boleh muncul pada jari tangan dan kaki pada kedua telapak dan permukaan volar. Lesi
yang khas muncul pada fleksor dan ekstensor permukaan dari seluruh tubuh. Makula pada
mukosa bukal adalah tanda penting karena lesi lentigines ini persisten, sedangkan makula lain
mungkin memudar dengan usia.2
Diagnosis
Lesi berupa makula hiperpigmentasi yang timbul sejak lahir dan berkembang pada
masa anak-anak. Makula tersebut selalu mengenai selaput lendir mulut berbentuk bulat, oval,
atau tidak teratur; berwarna coklat kehitaman berukuran 1-5 mm. Letaknya pada mukosa
bukal, gusi, palatum durum, dan bibir. Bercak di muka tampak lebih kecil dan lebih gelap
terutama di sekitar hidung dan mulut, pada tangan dan kaki bercak tampak lebih besar.2
Selain itu sindrom lentiginosis ditandai dengan manifestasi beberapa lentigines
(LEOPARD [beberapa lentigines, elektrokardiografi kelainan konduksi, ocular
hypertelorism, pulmonary stenosis, abnormalitas genitalia, retardasi mental, tuli
sensorineural) syndrome, Moynahan syndrome, centrofacial lentiginosis, Carney complex,
Laugier-Hunziker disease, Peutz-Jeghers syndrome, dan Bannayan-Ruvalcaba-Riley
syndrome.2
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan histopatologik ditemukan makula hiperpigmentasi dimana jumlah
melanosit bertambah di lapisan sel basal dan makrofag berisi pigmen di dermis bagian atas.
Di seluruh epidermis terdapat banyak granula melanin. Pada kasus adenomatosa dapat
ditemukan polip di seluruh traktus intestinal, termasuk lambung, tetapi terutama pada usus
kecil yang merupakan hamartoma adenomatosa yang jinak.2
Penatalaksanaan
1. Tretinoin krim dan krim hidrokuinon dapat meringankan lentigines. Retinoid dapat
mengurangi hiperproliferatif keratinosit abnormal dan dapat mengurangi potensi
degenerasi maligna. Bahan ini dpat memodulasi diferensiasi keratinosit. Golongan
4
obat ini telah terbukti mengurangi risiko kanker kulit pada pasien yang telah
mengalami transplantasi ginjal. (Tretinoin 0,025-0,1% (Retin-A).4
2. Bleaching creams mencerahkan kulit yang hiperpigmentasi dengan oksidasi enzimatik
menghambat tirosin dan menekan proses metabolism lain dari melanosit terutama
oksidasi enzimatik 3,4-dihydroxyphenylamine, sehingga semakin menghambat
produksi melanin.4
3. Cryoterapi dan TCA 33%. Cryoterapi efektif dan aman digunakan sebagai pengobatan
sederhana untuk lentigines terisolasi. Banyak yang menganggap terapi lini pertama
untuk Lentigo senilis menjadi terapi ablatif dengan cryotherapy. TCA 33% mungkin
lebih baik pemakaiannya untuk daerah punggung tangan.4
4. Bleaching solution dengan mequinol 2% (4-hidroksianisol, 4HA) dan tretinoin 0,01%
digunakan dua kali sehari selama 3 bulan. Pada Lentigo senilis yang muncul pada
bagian belakang tangan menunjukkan efek perbaikan yang signifikan setelah 2 bulan
pengobatan dan dipertahankan setidaknya 2 bulan setelah menghentikan pengobatan.
Pemutih kulit yang tersedia secara komersial dapat memicu produksi melanin secara
alami, dari penelitian terapi ini dapat memberikan perbaikan yg signifikan. Kombinasi
Cream, Imiquimod 5% dan Cream tazarotene 0,1% untuk terapi lentigo maligna dan
lentigo senili.4
5. Laser Q-Switched Ruby untuk Pengobatan lentigines pada jenis kulit yang tidak
terlalu putih atau hitam dan efektif dalam perbagai lentigines dan beberapa penelitian
membuktikan perbaikan klinis yang signifikan.4
6. Laser Q-switched neodymium: yttriumaluminum-garnet (Nd:YAG) laser efektif
dalam pengobatan berbagai lentigines. Perkembangan terbaru dari bedah laser ini
menyebabkan perbaikan klinis yang signifikan, risiko efek samping yang rendah, dan
penerimaan pasien yang baik.4
VITILIGO
Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik didapat ditandai dengan adanya makula putih
yang dapat meluas. Vitiligo dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel
melanosit. Vitiligo dikenal juga dengan shwetakustha, suitra, behak, dan beras.2
Insidensi vitiligo di dunia didapatkan hampir 1-2% trotal populasi manusia. Vitiligo
dapat mengenai semua ras dan kelamin. Angka kejadian rata-rata pada usia 10-30 tahun, dan
muncul terbanyak sebelum umur 20 tahun. Pada penderita vitiligo, 5% akan mempunyai anak
dengan vitiligo. Riwayat keluarga vitiligo bervariasi antara 20-40%.2,5
5
Etiopatogenesis
Penyebab vitiligo diketahui sangat kompleks. Dilaporkan predisposisi genetik dan
faktor pencetus sering menjadi penyebab dari vitiligo. Faktor pencetus yang didapat biasanya
seperti krisis emosi dan trauma fisis.2,5
Ada 4 mekanisme yang mungkin bisa menjelaskan mengenai terjadinya vitiligo, yaitu
autimun, neurohumoral, autositotoksik, dan pajanan bahan kimiawi.2,5
1. Hipotesis Autoimun
Menyatakan bahwa melanosit yang terpilih dihancurkan oleh limfosit tertentu
yang telah diaktifkan. Namun mekanisme pengaktifan limfosit tersebut belum
diketahui secara pasti. Teori ini juga berdasarkan adanya tenuan klinis antara vitiligo
dengan orang yang menderita penyakit autoimun. Auto antibodi organ spesifik untuk
tiroid, sel parietal lambung dan jaringan adrenal lebih sering ditemukan pada pasien
dengan vitiligo daripada populasi umum.
Beberapa laporan ditemukan adanya hubungan antara vitiligo dengan beberapa
kondisi autoimun seperti penyakit tiriditis hashimoto, anemia pemisiosa, dan
hipoparatiroid melanosit dijumpai pada serum 80% penderita vitiligo.
2. Hipotesis Neurohumoral
Karena melanosit terbentuk dari neuralcrest maka diduga faktor neural
berpengaruh terhadap kejadian vitiligo. Tirosin adalah substrat untuk pembentukan
melanin dan katekol. Kemungkinan adanya produk intermediate yang terbentuk
selama sintesis katekol yang mempunyai efek merusak melanosit. Pada beberapa lesi
ada gangguan keringat dan pembuluh darah terhadap respons transmiter saraf,
misalnya asetilkolin.
Beberapa penelitian juga mengungkapkan bahwa adanya pelepasan mediator
kimiawi tertentu yang berasal dari akhiran saraf yang akan menyebabkan penurunan
produksi melanin. Secara klinis dapat terlihat pada vitiligo segmental atau dua
dermatom seringkali muncul pada daerah dengan gangguan saraf seperti pada daerah
paraplegia penderita neuritis berat.
3. Hipotesis Autotoksik
Sel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke DOPA dan
DOPA ke dopakinon. Dopakinon akan dioksidasi menjadi berbagai indol dan radikal
bebas. Melanosit pada lesi vitiligo dirusak oleh penumpukan prekursor melanin.
Secara in vitro dibuktikan tirosin, dopa dan dopakrom merupakan sitotoksik terhadap
melanosit.
6
4. Hipotesis Pajanan bahan kimiawi.
Depigmentasi kulit dapat terjadi terhadap pajanan Mono Benzil Eter
Hidrokinon dalam sarung tangan atau deterjen yang mengandung phenol.
Klasifikasi
Menurut vitiligo global issues consensus confrence, klasifikasi vitiligo dibagi atas dua
yaitu vitiligo segmental dan non segmental. Vitiligo non segmental terdiri atas, akrofasial,
mukosal, generalisata, dan universal sedangkan segmental terdiri atas uni-segmental, bi-
segmental, atau pluri-segmental. Terdapat juga vitiligo campuran dan vitiligo okupasional.6
1. Akrofasial
Pada vitiligo akrofasial depigmentasi hanya terjadi di bagian distal ekstremitas dan
muka.
2. Mukosal
Mukosal vitiligo terdapat di daerah mukosa, yaitu oral maupun mukosa genital.
Vitiligo mukosa dapat dibedakan dengan lichen sclerosus dengan biopsi. Vitiligo
mukosa juga dapat digolongkan pada vitiligo tak terklasifikasi jika terdapat isolasi
pada satu tempat.
3. Generalisata
Vitiligo generalisata merupakan tipe vitiligo yang paling sering ditemukan. Vitiligo
generalisata memiliki karakteristik lesi yang banyak dan meluas. Makula pada vitiligo
generalisata biasanya simetris dan melibatkan permukaan ekstensor, yaitu sendi
interfalangeal, sendi metatarsal/metakarpal, siku, dan lutut.
4. Vitiligo Segmental
Vitiligo segmental terdapat di daerah dermatom. Vitiligo segmental memiliki onset
yang cepat dan lebih stabil. Vitiligo segmental bukan disebabkan oleh familial. 5%
dewasa sampai 20% anak anak dengan vitiligo diklasifikasikan sebagai vitiligo
segmental.Area yang sering terserang adalah daerah tideminal (>50%), leher dan
tengkuk (23% dan 17%). Hampir dari setengah pasien vitiligo segmental terdapat
poliosis.
5. Vitiligo Campuran
Vitiligo jenis ini pertama kali ditemukan pada pasien anak anak yang sedang
diberikan terapi UVB. Vitiligo campuran dapat dilihat sebagai contoh dari manifestasi
segmental dari gangguan poligenik umum, di mana keterlibatan segmental
mendahului penyakit generalisasi dan lebih resisten terhadap terapi. Halo nevi dan
7
Lukotrisia mungkin merupakan faktor risiko terjadinya vitiligo campuran pada pasien
vitiligo segmental.
6. Vitiligo Okupasional
Vitiligo jenis ini terjadi oleh karena pajanan kimia, dan daerah yang mengalami
depigmentasi hanya yang ter-ekspos oleh pajanan dan mungkin dapat meluas.
Gejala Klinik
Makula berwarna putih dengan diameter beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter, bulat atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan epidermis yang lain.
Kadang- kadang terlihat makula hipomelatonik selain makula apigmentasi. Didalam makula
vitiligo dapat ditemukan makula dengan pigmentasi normal atau hiperpigmentasi disebut
repigmentasi perifolikular. Kadang-kadang ditemukan tepi lesi yang meninggi, eritema dan
gatal, disebut inflamatoar. Daerah yang sering terkena adalah bagian ekstensor tulang
terutama diatas jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior, dan
pergelangan tangan bagian fleksor. Lesi bilateral dapat simetris atau asimetris. Pada area
yang terkena trauma dapat timbul vitiligo. Mukosa jarang terkena, kadang- kadang mengenai
genital eksterna, puting susu, bibir dan ginggiva.2
Diagnosis
Diagnosis vitiligo didasarkan atas, anamnesa riwayat penyakit, adanya riwayat
penyakit lain riwayat, genetik vitiligo, faktor pencetus munculnya, pemeriksaan laboratorium
darah dan histopatologi dan gambaran klinis pada penderita.2
Penatalaksanaan
1. Pengobatan secara topikal2,5
a) Sunscreen
Sunscreen dengan faktor sun protection lebih dari 30 merupakan pilihan untuk
mencegah sunburn untuk sebagian besar pasien dan membatasi reaksi
pewarnaan kulit.
b) Kosmetik
Pemakaian kosmetik digunakan sebagai kamuflase untuk menutupi makula
hipopigmentasi pada pasien.
8
c) Repigmentasi
Untuk repigmentasi, dapat digunakan glukokortikoid topikal atau psoralen
topikal dengan UVA (long wave ultra violet light) untuk makula lokal. Untuk
makula yang luas dapat digunakan psoralen oral dan UVA (PUVA).
d) Glukokortikoid topical
Terapi inisiasi dengan 4 minggu terapi, dan 2 minggu lepas obat. Pemberian
salep glukokortikoid topical golongan 1 praktis dan aman untuk satu makula
atau beberapa. Jika tidak ada respon selama 2 bulan pemakaian, terapi
dinyatakan tidak efektif. Pemberian ini juga harus disertai dengan monitor
atrofi pada pemberian steroid.
e) Kalsineurin inhibitor topical
Tacrolimus dan pimecrolimus efektif untuk repigmentasi pada vitiligo tetapi
hanya pada daerah yang terpapar matahari. Dilaporkan, terapi ini merupakan
terapi paling efektif jika dikombinasi dengan UVB atau laser eksimer.
f) Metoksipsoralen topikal 8 (8-MOP) dan UVA diberikan pada terapi
fotokemoterapi topikal. Prosedur ini harus diberikan pada makula kecil.
Seperti pada psoralen oral, terapi ini diberikan >15 kali untuk inisiasi respon
dan >100 untuk menyelesaikannya.
g) MBEH (monobenzylether of hydroquinon) 20 % dapat dipakai untuk
pengobatan vitiligo yang luas lebih dari 50% permukaan kulit dan tidak
berhasil dengan pengobatan psoralen. Bila tidak ada dermatitis kontak
pengobatan dilanjutkan sampai 4 minggu untuk daerah yang normal.
Depigmentasi dapat terjadi setelah 2-3 bulan dan sempurna setelah 1 tahun.
Kemungkinan timbul kembali pigmentasi yang normal pada daerah yang
terpajan sinar matahari dan pada penderita berkulit gelap sehingga harus
dicegah dengan tabir surya.
h) UVB
UVB 311nm sama efektifnya dengan PUVA dan tidak memerlukan psoralen.
UVB jenis ini merupakan terapi pilihan untuk anak di bawah 6 tahun.
i) Laser eksimer (308nm)
Terapi ini efektif, tetapi sama seperti PUVA yang memerlukan waktu yang
lama untuk repigmentasi. Terapi ini menunjukan hasil yang baik pada lesi di
wajah.
9
j) Depigmentasi
Terapi ini merupakan pilihan pada pasien yang gagal terapi PUVA atau pada
vitiligo yang luas dimana melibatkan lebih dari 50% area permukaan tubuh
atau mendekati tipe vitiligo universal. Pengobatan ini menggunakan bahan
pemutih seperti 20% monobenzyl ether dari hydroquinone (benzoquin 20%),
yang dioleskan pada daerah normal (dijumpai adanya melanosit). Bahan ini
bersifat sitotoksik terhadap melanosit dan menghancurkan melanosit.
Depigmentasi bersifat permanen dan irreversible sehingga kulit penderita akan
menjadi albinoid.
k) Pembedahan
Autologus skin graft, suction blister, autologus minipunch grafts, transplantasi
culture autologus maelanosit mungkin dapat berguna sebagai terapi pada
vitiligo segmental yang sulit disembuhkan dan stabil. Terapi PUVA dapat
diberikan setelah pembedahan untuk menyatukan warna kulit disekitar bekas
pembedahan. Koebneresasi dapat terjadi pada daerah donor vitiligo umum.5
2. Pengobatan secara sistemik2,5
a) PUVA
Terapi PUVA ini diberikan untuk lesi yang luas. PUVA oral 5-
Metoksipsoralen (5 MOP) atau dengan UVA artifisial dan 5 MOP atau 8
MOP. Respon dari PUVA biasanya terlihat sebagai makula pigmentasi
folikular. Prognosis terhadap kesuksesan terapi baik jika hal tersebut muncul.
Oral PUVA baik 5 MOP dan 8 MOP 85% efektif pada >70% pada pasien
vitiligo yang berada di kepala, leher, lengan atas, tungkai dan tengkuk. Tetapi,
dibutuhkan waktu 1 tahun terapi untuk mencapai keberhasilan. Terapi ini
sangat tidak responsif pada vitiligo lengan bawah, kaki, dan vitiligo mukosa.
b) Metoksalen (10 mg). Obat tersebut dimakan 2 kapsul (20 mg) 2 jam sebelum
dijemur, seminggu 3 kali. Bila lesi lokalisata hanya diberikan pegobatan
topikal. Kalau setelah 6 bulan tidak ada perbaikan pengobatan dihentikan dan
dianggap gagal.2 Pada usia di atas 18 tahun, jika kelainan kulitnya generalisata,
pengobatannya digabung dengan kapsul.
c) Betametasone valerat 0,1% atau klobetasol propionate 0,05% efektif
menimbulkan pigmen.
10
Prognosis
Pada lebih dari 30% pasien dilaporkan terjadi repigmentasi spontan di beberapa area,
terutama pada area yang terkena matahari. Vitiligo berjalan progresif cepat atau meningkat,
hal ini dapat memicu depigmentasi cepat sehingga terjadi hilangnya pigmen pada kulit,
rambut tetapi tidak pada mata. Terapi pada penyakit yang bersamaan dengan vitiligo (tiroid)
tidak memberikan respon yang baik pada penyakit vitiligo.2
ALBINISME OKULOKUTANEA
Albinisme Oculocutaneous di dekripsikan sebagai suatu grup kelainan perubahan dari
sistem pigmen melanin (hipopigmentasi) yang mengenai kulit, folikel rambut dan mata yang
dikarakterisasikan dengan berkurangnya atau sedikitnya pigmen melanin. Kondisi ini
disebabkan oleh karena adanya mutasi pada gen spesifik.2 Berkurangnya melanin dapat
mengganggu perkembangan pada mata sehingga terjadi penglihatan abnormal dan
kemampuan proteksi kulit dari cahaya matahari yang dapat menyebabkan kanker kulit.7
Etiopatogenesis
Defisiensi sintesis melanin dikarenakan berkurangnya aktivitas dari enzim tyrosinase.
Tirosinase merupakan enzim yang mengandung tembaga yang mengkatalisasi dari oksidasi
tirosin menjadi dopa dan konversi sekuen kecil dari dopa menjadi dopa quinone. Mutasi pada
gen tirosinase bertanggung jawab terhadap berkurangnya aktivitas tirosinase pada albinisme.5
11
Manifestasi Klinis
Terjadi pada saat lahir, pasien dengan albinisme menghindari matahari karena dengan
terkena sinar matahari berulang dan cahaya terang dapat menjadi masalah untuk
penglihatannya, selain itu mereka dapat hidup layaknya orang normal biasa. Pada kulit
bervariasi tergantung pada tipenya dapat bewarna putih seperti salju, putih krim. Pada rambut
dapat bewarna putih, kuning, krim, merah, coklat muda atau bewarna platinum. Pada mata
dapat ditemukan nistagmus yang dikarenakan adanya penurunan visus karena adanya
berkurangnya fovea dan pengurangan pigmen retina.2,5
Gangguan penglihatan dapat terjadi pada beberapa kondisi termasuk pada pergerakan
bola mata yang involunter (nistagmus), pengurangan pigmen iris, pengurangan pigmen retina,
kekurangan pertumbuhan macula (hipoplasia makula) yang berakibat pada perkembangan
fovea yang abnormal (area mata yang bertanggung jawab terhadap ketajaman penglihatan),
tajam penglihatan yang buruk, dan koneksi saraf mata yang abnormal pada retina menuju ke
otak yang dapat menyebabkan strabismus dan pengurangan persepsi visual. Ketajaman visus
pada pasien bervariasi dari 20/60 hingga 20/400.7
Pada OCA tipe 2 mempunyai berbagai masalah pigmentasi. Warna rambut umumnya
tidak seluruhnya bwarna putih dan pada kulit memiliki pigmen tetapi warna kulit lebih cerah
dari pada seharusnya. Orang dengan paparan sinar matahari yang berlebih dapat
menyebabkan nevi pigmentosa dan lentigines. Selain itu dapat dikenal juga Brown OCA
yang merupakan OCA tipe 2 dimana rambut dan kulit bewarna lebih gelap. Pada tipe ini
hanya dilaporkan pada individu yang tinggal di afrika.7
Pada OCA tipe 3 umumnya terjadi pada populasi afrika. Individu mempunyai warna
kulit kemerahan hingga coklat kemerahan, rambut bewarna merah dan mata bewarna coklat.
OCA 3 juga terdapat pada popupasi pada orang cina dan jepang. Pada populasi eropa OCA
tipe 3 berpenampilan rambut bewarna kuning dan alis mata bewarna coklat muda dan warna
kulit yang lebih terang daripada kulit orang tua mereka.7
Pada OCA tipe 4 dikarakterisasi dengan penemuan fisik yang hampir sama pada OCA
tipe 2. Warna rambut berkisar antara warna kuning hingga coklat. Ketajaman penglihatan
berkisar antara 20/30 sampai 20/400 bergantung pada pigmen yang ada. OCA tipe 4 di
hubungkan dengan adanya mutasi pada gen SLC45A2 yang merupakan protein transport
membran.7
Pada OCA tipe 5 ditemukan pada keluarga di pakistan. Individu yang terkena
memiliki warna rambut keemasan, kulit puti dan masalah penglihatan sama pada dengan
OCA 1. Biasanya ketajaman penglihatan 6/60. Gen yang bertanggung jawab berlokasi pada
12
cromosom 4 (4q24), tetapi sampai saat ini penyebab yang spesifik pada OCA 5 masih belum
diketahui.7
Pada OCA tipe 6 dikarakterisasikan dengan rambut bewarna emas terang hingga
coklat tua. Warna kulit putih dan warna iris kecoklatan, dan juga dikenal sebagai autosomal
resesif ocular albinisme (AROA), yang mana individu yang terkena kelainan hipopigmentasi
yang sama dengan orang tuanya. Gangguan penglihatan sama umumnya pada OCA tipe 1.
OCA 6 dihubungkan dengan mutasi pada SLC24A gen, yang bertanggung jawab untuk
memproduksi protein transport membran, yang mana dapat mempengaruhi maturasi dari
melanosom.7
Pada OCA tipe 7 dikarakterisasi dengan rambut bewarna cokat tua dan kulit lebih
hipopigmentasi daripada orangtuanya. Individu memiliki nistagmus dan transluminasi iris.
Ketajaman visus berkisar antara 6/18 hingga 3/60. OCA 7 di hubungkan dengan mutasi pada
gen C10orf11, yang diduga menyebabkan adanya kelainan pada pembentukan melanosit.7
Gambar 2. Oculocutaneous Albinism, ditandai dengan kulit, bulu mata dan rambut yang
berwarna putih5
13
Gambar 3. Translusensi Iris pada albinism5
Epidemiologi
Angka kejadian OCA di seluruh dunia diperkirakan sebanyak 1/17000. Angka
kejadian OCA tipe 1 diperkirakan 1/40.000 pada populasi dunia. Angka kejadian OCA 2
lebih sering terjadi pada populasi afrika sekitar 1/1500 – 1/8000, dan pada ras afrika-amerika
diperhitungkan bisa lebih banyak daripada 1/10000. Angka kejadian OCA 3 tidak diketahuin,
tetapi kebanyakan pada populasi asia, turkis dan eropa utara. Prevalensi OCA 4 diperkirakan
sebanyak 1/ 100000 dan banyak terdapat dipopulasi jepang, india dan moroco. Prevalensi
OCA 5 tidak diketahui dan hanya diketahui pada satu keluarga. Angka kejadian OCA 6 tidak
diketahui, dilaporkan pada 2 orang individu di cina dan di india. OCA 7 tidak diketahui.5,7
Pemeriksaan Laboratorium5
1. Dermatopatologi
Mikroskop cahaya dapat digunakan untuk melihat kandungan melanosit pada kulit,
rambut. Reaksi dopa berkurang pada melanin dan berganung pada tipe albino
tersebut.
2. Mikroskop electron
Bergantung pada tipe albinisme, pada penglihatan mikorskop elektron kita dapat
melihat pengurangan melanisasi dari melanosom.
3. Tes molekuler
Tes molekuler telah tersedia dan dapat mengklasifikasikan gen spesifik yang terkait
pada kebanyakan tipe albinisme. Hal ini tidak umum digunakan, hanya untuk
mendiagnosis.
14
Penatalaksanaan
Setiap albino harus diperhatikan dengan baik oleh dokter ahli mata untuk masalah
penglihatan dan ahli kulit untuk mendeteksi keratosis matahari, kanker kulit ataupun
dermatoheliosis. Pemakaian tiaphari topikal anti matahari dengan SPF >30, termasuk
penggunaan sunblok untuk bibir. Menghidari pajanan matahari yang terlalu lama.5,7
Penggunaan topikal tretinoin untuk dermatoheliosis dan untuk kemungkinan efek
profilaktik untuk matahari yang dapat menginduksi kanker kulit. Penatalaksanaan keratosis
matahari pada umumnya untuk mencegah perkembangan dari karsinoma sel skuamosa.
Pemberian sistemik Beta karoten (30-60 mg perhari) dapat memberikan warna lebih baik
pada kulit dan sebagai perlindungan untuk berkembangnya sel kanker pada kulit.5,7
EFELID
Efelid dikenal juga dengan sebutan freckles.2 Efelid merupakan suatu kelainan yang
ditandai dengan hiperpigmentasi makula bewarna coklat terang yang timbul pada kulit yang
sering terkena sinar matahari.8
Etipatogenesis
Paparan sinar matahari dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya efelid, dan
apabila paparan sinar matahari efelid dapat berkurang hingga menghilang. Genetik
berpengaruh pada efelid karena dapat diturunkan apabila keluarga memiliki riwayat efelid .
Kelainan hormon estrogen yang berlebihan didalam tubuh dapat menyebabkan stimulasi yang
berlebih dalam produksi pigmen melanin. Ketika kulit yang terpapar sinar matahari akan
terjadi akumulasi melanin dan berdifusi di keratinosit.8
Manifestasi klinik
Efelid merupakan suatu tanda berbentuk makula hiperpigmentasi, cirkular, bewarna
kecoklatan, berukuran kecil yang datar yang terdapat pada wajah dan bagian tubuh lain yang
terpapar cahaya matahari. Warna efelid dapat bervariasi dari bewarna kecoklatan, kemerahan,
kekuningan, maupun coklat muda. Kebanyakan efelid ditemukan pada orang berkulit putih.
Efelid banyak ditemukan pada anak usia 5-15 tahun dan banyak ditemukan pada musim
panas.8
15
Gambar 4. Gambaran Efelid yang terdapat pada wajah akibat paparan sinar matahari
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan histopatologik: didapatkan tidak adanya penambahan jumlah melanosit
tetapi melanosom panjang dan berbentuk bintang seperti yang didapatkan pada orang berkulit
hitam. Pembentukan melanin lebih cepat setelah penyinaran matahari sehingga jumlah
melanin di epidermis bertambah.2
Pengobatan
Beberapa terapi yang dapat digunakan untuk mengobati efelid antara lain:2
1. Fenol 40%: dipercaya dapat mengelupaskan efelid yang kemudian dinetralkan dengan
menggunakan alcohol.
2. Pemberian tabir surya dapat mencegah terjadinya efelid.
SINDROM CHEDIAK-HIGASHI
Sindrom Chediak Higashi (SCH) adalah penyakit autosomal resesif yang sangat
jarang. Ditandai dengan adanya defek imunologis yang berat, hipopigmentasi, cenderung
terjadi perdarahan, disfungsi neurologis yang progresif dan adanya sel giant peroxidase
positive lysosomal granules di darah perifer. Mutasi gen LYST dikaitkan dengan SCH.
Walaupun peran LYST pada SCH belum pasti, pada penelitian lebih lanjut mengenai LYST,
menunjukkan bahwa LYST memegang peranan penting untuk fusi membrane saat terjadinya
transport vesikuler dari jaringan trans-golgi ke struktur endosome dan multivesikuler.5
Kebanyakan pasien dengan SCH menderita bentuk yang berat dari sindroma ini, SCH
dengan onset dari dini ditandai dengan demam, anemia dan neutropenia, termasuk
limfoproliferatif sindrom dengan hemofagositosis dan infiltrasi jaringan oleh limfosit T aktif.
Penyakit bentuk ini adalah fatal, kecuali pada pasien dilakukan transplantasi sumsum tulang
belakang. Walau demikian, keadaan ini tidak dapat mencegah kelainan neurologis di waktu
yang akan datang. Sepuluh persen sampai limabelas persen dari pasien mengidap gejala klinis
16
yang lebih ringan. Pasien dapat bertahan hingga dewasa, namun mengalami kelainan
neurologis di usia senja.5
PIEBALDISM
Piebaldisme adalah penyakit autosomal dominan yang langka. Penyakit ini ditandai
dengan tidak adanyamelanosit di daerah kulit dan rambut yang terkena karena mutasi gen c-
kit yang terletak di kromosom 4q12. Gen c-kit ini mempengaruhi diferensiasi dan migrasi sel
melanoblas dari puncak saraf selama hidup embrio. Gen c-kit mengkodekan reseptor
transmembrane tirosin kinase di permukaan sel untuk steel factor, faktor pertumbuhan
embrionik. Dalam literature terdapat 14 poin mutase, sembilan delesi, dua mutasi sambungan
nukleotida, dan tiga insersi gen c-kit. Semua menyebabkan piebaldisme dengan berbagai
fenotipe. Dalam sebuah studi dari 26 pasien yang tidak berhubungan dengan piebaldism-like
depigmentation, 17 pasien memiliki lesi klasik, 5 memiliki klinis yang atipikal atau riwayat
pada keluarga, dan 4 memiliki kelainan-kelainan lainnya. Berbagai mutasi atau delesi
patologis dari gen c-kit ditemukan pada 10 pasien yang tipikal (59%) dan pada 2 pasien
atipikal (40%). Tidak ada pasien tanpa mutasi gen c-kit yang menunjukkan abnormalitas gen
steel factor.9
Manifestasi klinik dan keparahan fenotipik piebaldisme sangat berkorelasi dengan
lokasi mutasi dalam gen c-kit. Mutasi missense negatif dominan dari domain tirosin kinase
intraseluler muncul untuk menghasilkan fenotipe yang paling parah, sementara mutasi dalam
amino terminal extracellular ligand-binding domain menghasilkan insufisiensi haplo dan
berkaitan dengan bentuk paling ringan dari piebaldisme. Pada fenotipe intermediate dapat
terlihat mutasi yang dekat dengan daerah transmembran. Tipe klasik dari piebaldisme statis
karena mutasi gen c-kit di sekitar kodon 620.9
17
Gambar 5. Macula hipopigmentasi berbatas tegas dengan daerah hiperpigmentasi
pada tubuh, ekstremitas atas, dahi dan kelopak mata dengan leukotrichia.9
Insiden piebaldisme diperkirakan kurang dari 1:20000. Antara laki-laki dan
perempuan tidak ada perbedaan angka insidensi, dan tidak ada ras yang terhindar. Individu
yang terkena lahir dengan depigmentasi relative stabil dan persisten dari rambut dan kulit,
meskipun pada beberapa pasien, repigmentasi parsial atau komplit dapat terjadi secara
spontan, terutama setelah cedera. Bagian putih pada rambut timbul dalam bentuk segitiga
memanjang atau berbentuk berlian, garis tengah, macula depigmentasi di dahi mungkin satu-
satunya manifestasi pada 80-90% kasus. Alis dan bulu mata juga bisa terkena. Karakteristik
distribusi macula depigmentasi termasuk macula sentral pada dahi dengan jambul putih,
anterior abdomen melebar hingga ke dada, lateral punggung hingga ke dorsal spine,
pertengahan lengan dan kaki hingga ke tangan dan jari kaki. Makula depigmentasi berbentuk
persegi panjang, belah ketupat atau bentuk ireguler dan biasanya memiliki distribusi yang
simetris. Biasanya, pulau hiperpigmentasi timbul di dalam dan di perbatasan area
depigmentasi.9
18
Gambar 6. Grafik pedigree yang menggambarkan pola pewarisan (warna hitam
menunjukkan anggota keluarga yang memiliki piebaldisme)9
Melanosit tidak ada atau sangat berkurang di bercak histologis dan ultrastructural.
Mereka dalam jumlah yang normal pada area yang mengalami hiperpigmentasi. Pada kondisi
tertentu, karakteristik depigmentasi pada rambut dan kulit perlu dipertimbangkan
kemungkinan albinisme dan vitiligo, yang merupakan kelainan kongenital. Albinisme adalah
kelainan kongenital yang diwariskan secara genetic, dengan karakteristik tidak adanya
sebagian atau seluruh produksi melanin di kulit, rambut dan mata. Vitiligo mungkin jarang
terjadi pada saat lahir, tetapi biasanya diperoleh di kemudian hari, sifatnya tidak stabil dan
tidak diwariskan secara genetic, meskipun mungkin terjadi pada beberapa keluarga.
Munculnya macula depigmentasi sejak lahir ditandai dengan jambul putih pada region
frontal, distribusi khas macula depigmentasi, relative stabil sejak saat penampilan dan
kehadiran pola yang sama dari macula depigmentasi pada anggota keluarga lainnya, membuat
diagnosis piebaldisme lebih mudah.9
Anomaly depigmentasi pada piebaldism biasanya terbatas pada rambut dan kulit.
Namun, asosiasi yang langka telah dilaporkan dengan piebaldisme, khususnya Hirschprung’s
disease atau aganglionic megacolon, mendukung bukti adanya hubungan dan interaksi antara
gen dan protein dalam regulasi melanosit dan pleksus saraf enteric selama perkembangan
mereka saat embryogenesis. Pada beberapa kesempatan, neurofibramotosis tipe 1 dikaitkan
dengan piebaldisme. Pasien piebaldisme dengan congenital dyserythropoietic anemia tipe II
(HEMPAS) dan seorang pasien dengan Diamond-Blackfan anemia juga telah dilaporkan.
Grover’s diseaseatau dermatitis akantolitik transient terbatas pada macula depigmentasi pada
pasien piebaldisme yang telah dijelaskan.9
19
Tabel 1. Perbandingan Piebaldisme, Vitiligo, Albinisme dan Waardenburg’s
syndrome9
Sejumlah sindrom mengaitkan piebald-like hypopigmentation di rambut dan kulit
dengan kelainan lainnya, tapi tidak berhubungan dengan kelainan gen c-kit. Sindrom
waardenburg, sebuah gangguan autosomal dominan ditandai dengan rambut putih kongenital,
perpindahan medial canthi ke lateral, hipertrofi nasal root, heterokromia parsial atau total iris
dan tuli sensorineural. Semua kelainan Waardenburg’s syndrome melibatkan puncak saraf
tidak hanya dari melanosit, tetapi juga pleksus enteric sel ganglion dan jaringan saraf lainnya
serta jaringan ikat kepala dan lehernya. Ziprkowski dan Margolis pada tahun 1962
menjelaskan sebuah gangguan resesif X-linked ditandai dengan hipomelanosis, tuli dan bisu
dalam keluarga Israel Yahudi asal Sephardic. Kini telah dimasukan dalam albinism-deafness
syndrome (ADFN) dan gennya telah diterjemahkan ke Xq24-q26 namun tidak diidentifikasi.
Woolf pertama kali dilaporkan piebaldisme, berkaitan dengan tuli kongenital, pada tahun
1965, pada 2 bersaudara di Hopi Indian di Arizona. Sindrom Tietz pertama kali dijelaskan
sebagai depigmentasi generalisata kongenital dan tuli sensorineural mendalam kongenital,
ditransmisikan sebagai autosomal dominan dengan penetrasi penuh, dan dikaitkan dengan
mutasi pada gen micropthalmia-associated transcription factor (MITF) dari keturunan
keluarga yang sama.9
20
Pengobatan merupakan sebuah tantangan. Kombinasi dari dermabrasi dan cangkok
kulit berpigmen pada area depigmentasi, dengan atau tanpa fototerapi, yang mungkin
bermanfaat pada pasien tertentu. Area depigmentasi dapat diobati dengan thin split-thickness
grafts dan minigrafting atau dengan kultur epidermis in vitro dan cangkok hisap epidermal
dengan tambahan minigrafting. Semua pasien dengan piebaldisme menghasilkan
repigmentasi yang baik dengan transplantasi. Cangkok lembar epidermal secara teknis lebih
mudah dan membuahkan hasil terbaik, kecuali pada siku dan lengan. Fototerapi sendiri
berpengaruh kecil, namun sangat membantu post transplantasi. Baru-baru ini transplantasi
melanosit autologous diperoleh dari kultur melanosit atau dari melanosit dan keratinosit
seperti telah dijelaskan keamanan dan keefektifannya sebagai terapi pada pasien dengan
piebaldisme. Hal ini menyebabkan repigmentasi tanpa luka dengan menggunakan donor yang
sedikit. Setelah prosedur ini, fototerapi dapat digunakan.9
HEMOKROMATOSIS
Hemokromatis disebut juga bronze diabetes ditandai dengan aadanya pigmentasi,
diabetes melitus, dan hepatomegali, sering disertai kelainan jantung, sirosis, dan hipogonad.2
Gejala klinisnya berupa pigmentasi menyeluruh dan terutama pada muka dan bagian
ekstensor lengan dan punggung serta daerah genital. Pigmentasi karena deposit melanin atau
besi, atau keduanya. Bila disebabkan oleh melanin, terbentuk warna perunggu, dan bila
disebabkan oleh besi tampak warna abu-abu logam. Adanya pigmentasi pada mukosa
dijumpai pada 10% penderita. Adanya peningkatan kadar besi dalam plasma dan peningkatan
iron binding protein.2
Pengobatan dilakukan dengan flebotomi, setiap minggu 500 ml darah dikeluarkan
sampai kadar besi yang dikehendaki tercapai.2
KELAINAN KULIT PATOLOGIS
MELASMA
Melasma dalam bahasa Yunani dikenal dengan “black spot” yang artinya titik hitam,
kloasma merupakan peningkatan melanogenesis yang distimulasi oleh hormon; estrogen dan
progesteron yang terutama di wajah dan sering pada wanita hamil dan penggunaan
kontrasepsi.10
Melasma juga dikenal dengan nama kloasma, kloasma gravidarum atau mask of
pregnancy. Melasma adalah hipermelanosis yang didapat (acquired) biasanya tidak merata
terutama pada wajah, memiliki lesi berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda
21
sampai coklat tua, berkembang lambat, dan umumnya simetrik, terutama bila mengenai pipi,
sedangkan penyebarannya menyerupai topeng.10
Gambar 7. Melasma11
Etiologi
Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Faktor kausatif yang
dianggap berperan pada patogenesis melasma adalah:10,12
1. Genetik, dilaporkan adanya kasus keluarga sekitar 20-70%.
2. Sinar ultra violet, dapat memacu proses pembentukan pigmen melanin. Spektrum
sinar matahari ini merusak gugus sulfhidril di epidermis yang merupakan penghambat
enzim tirosinase dengan cara mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar ultra violet
menyebabkan enzim tirosinase tidak dihambat lagi sehingga memacu proses
melanogenesis.
3. Hormon, seperti esterogen, progesteron, dan MSH (Melanin Stimulating Hormone)
berperan pada terjadinya melasma. Pada kehamilan, melasma biasanya meluas pada
trimester ke-3. Perubahan pigmen yang mengganggu secara kosmetik terjadi sampai
75% pada wanita hamil. Pada pemakai pil kontrasepsi, melasma tamapak dalam 1
bulan sampai 2 tahun setelah dimulai pemakaian pil tersebut.
4. Obat, seperti difenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin, sitostatik, dan minosiklin
dapat menyebabkan timbulnya melasma. Obat ini dtimbun di lapisan dermis bagian
atas dan secara kumulatif dpat merangsang melanogenesis.
5. Ras, melasma banyak dijumpai pada golongan kulit berwarna gelap.
22
6. Kosmetika, pemakaiannya yang mengandung parfum, zat pewarna, atau bahan-bahan
tertentu dapat menyebabkan fotosensitivitas yang mengakibatkan timbulnya
hiperpigmentasi pada wajah, jika terpajan sinar matahari.
7. Idiopatik.
Epidemiologi
Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal didaerah tropis.
Melasma lebih sering tampak pada orang dengan kulit berwarna coklat atau hitam seperti
orang Asia, Timur Tengah, India, Amerika Selatan. Melasma dijumpai terutama pada wanita,
meskipun didapat pula pada pria. Di Indonesia perbandingan kasus wanita dan pria adalah
24:1. Terutama tampak pada wanita usia subur dengan riwayat langsung terkena pajanan
sinar matahari. Insidens terbanyak pada usia 30-44 tahun.10
Kasus melasma terbanyak diderita oleh wanita karena paparan sinar matahari diwajah,
walaupun 10% dari kasus terjadi pada pria. Flek dapat terjadi pada berbagai kelompok
masyarakat, dan suku, serta jenis kulit manusia. Insidensi kasus sebesar 80% ditemukan pada
wanita ras Hispanik. Kelainan ini ditemukan pada 50-70% kehamilan serta pada wanita yang
mendapat kontrasepsi oral dan pemakai kosmetik.12
Patogenesis
Pada umumnya mengenai wanita usia dewasa atau masa subur dan pertengahan.
Melasma lebih banyak dijumpai pada orang dengan kulit berwarna, yaitu kulit tipe IV-VI,
yaitu:2,11
1. Tipe IV, golongan orang sulit terbakar sinar matahari dan mengalami perubahan
warna coklat tua, warna dasar kulit coklat muda.
2. Tipe V, golongan orang yang jarang terbakar sinar matahari dan mudah berubah
warna coklat tua, warna dasar kulit coklat.
3. Tipe VI, golongan yang tidak pernah terbakar sinar matahari, selalu berubah warna
coklat tua, warna dasar kulit coklat tua sampai hitam.
Pemilik kulit tipe I-II biasanya orang Kaukasia, tipe III-IV biasanya orang Mongoloid,
tipe IV-V orang Polinesia, dan tipe VI adalah orang Negro. Orang Asia memiliki kulit
berwarna kuning sampai sawo matang dan termasuk jenis kulit Asia. Patogenesis melasma
masih banyak yang belum diketahui. Tetapi banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya
melasma, yaitu:2,11
23
1. Peningkatan produksi melanosom karena hormon maupun karena sinar ultra violet.
Melasma dianggap merangsang melanosit atau pigmen memproduksi sel hormon seks
wanita esterogen dan progesteron untuk menghasilkan lebih banyak pigmen melanin
saat kulit terkena sinar matahari. Perempuan dengan jenis kulit coklat muda yang
tinggal di daerah dengan paparan sinar matahari yang intens, sangat rentan untuk
mengembangkan kondisi ini. Kenaikan melanosom ini juga disebabkan karena bahan
farmakologik seperti perak dan psoralen.
2. Penghambatan dalam Malpighian cell turn over, keadaan ini dapat terjadi karena obat
sitostatik.
Manifestasi Klinis dan Klasifikasi
Lesi melasma berupa makula berwarna coklat muda atau coklat tua berbatas tegas
dengan tepi tidak teratur seperti peta dan biasnya simetris. Biasanya terjadi setelah kehamilan
yang berulang-ulang dan dapat mengadakan resolulsi setelah melahirkan atau penghentian
oral kontrasepsi.31 Melasma sering pada pipi, dan hidung yang disebut pola malar. Pola
mandibular terdapat pada dagu, sedangkan pola sentrofasial di pelipis, dahi, alis, dan bibir
atas. Warna keabu-abuan atau kebiru-biruan terutama pada tipe dermal.12
Terdapat beberapa jenis melasma di tinjau dari gambaran klinis, pemeriksaan
hispatologik, dan pemeriksaan dengan sinar wood. Melasma dapat di bedakan berdasarkan
gambaran klinis, pemeriksaan hispatologik, dan pemeriksaan dengan sinar wood.2
1. Berdasarkan gambaran klinis2
a) Bentuk sentro-fasial meliputi daerah dahi, hidung, pipi bagian medial, bawah
hidung, serta dagu. (63%)
b) Bentuk malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral (21%)
c) Bentuk mandibular meliputi daerah mandibula (16%)
2. Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar wood2
a) Tipe epidermal, melasma tampak lebih jelas dengan sinar wood di bandingkan
dengan sinar biasa.
b) Tipe dermal, dengan sinar wood tak tampak warna kontras di banding dengan
sinar biasa.
c) Tipe campuran, tampak beberapa lokasi lebih jelas sedang lainnya tidak jelas.
d) Tipe sukar, dinilai karena warna kulit yang gelap, dengan sinar wood lesi
menjadi tidak jelas, sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat jelas.
24
Perbedaan tipe-tipe in sangat berarti pada pemberian terapi, tipe dermal lebih
sulit di obati dibanding tipe epidermal.
3. Berdasarkan pemeriksaan histopatologis2
a) Melasma, tipe epidermal, umumnya berwarna coklat, melanin terutama
terdapat pada lapisan basal dan suprabasal, kadang-kadang di seluruh stratum
korneum dan stratum spinosum.
b) Melasma tipe dermal, berwarna coklat kebiruan, terdapat makrofag
bermelanin di sekitar pembuluh darah di dermis bagian atas dan bawah, pada
dermis bagian atsa terdapat fokus-fokus infiltrat
Diagnosis
Diagnosis melasma ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinis. Untuk menentukan
tipe melasma dilakukan pemeriksaan sinar Wood, sedangkan pemeriksaan histopatologik
hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu.12
Pemeriksaan Pununjang
1. Pemeriksaan histopatologis2
a) Melasma tipe epidermal, melanin terutama terdapat pada lapisan basal dan
suprabasal. Kadang-kadang di seluruh stratum korneum dan stratum spinosum.
Sel-sel yang padat mengandung melanin adalah melanosit, sel-sel lapisan
basal, dan suprabasal, juga terdapat pada keratinosit dan sel-sel stratum
korneum.
b) Melasma tipe dermal, terdapat makrofag bermelanin di sekitar pembuluh
darah di dermis bagian atas dan bawah, pada dermis bagian atas terdapat
fokus-fokus infiltrat.
2. Pemeriksaan mikroskop elektron2
Gambaran ultrastruktur melanosit dalam lapisan basal memberi kesan aktivitas
melanosit meningkat.
3. Pemeriksaan dengan sinar Wood2
a) Tipe epidermal, warna lesi tampak lebih kontras.
b) Tipe dermal, warna lesi tidak bertambah kontras.
c) Tipe campuran, lesi ada yang bertambah kontras ada yang tidak.
25
Pencegahan2
1. Pencegahan terhadap timbulnya atau bertambah berat serta kambuhnya melasma
adalah perlindungan terhadap sinar matahari. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara
konvensional, misalnya dengan memakai topi lebar atau payung, atau dengan
menggunakan tabir surya (sunscreen).
2. Menghilangkan faktor yang merupakan penyebab melasma misalnya, penghentian
pemakaian pil kontrasepsi, menghentikan kosmetika yang berwana atau mengandung
parfum.
Penatalaksanaan
Objektif dalam pengobatan melasma adalah proteksi dari sinar matahari dan
depigmentasi. Pigmen direduksi dengan bahan kimia yang berperan pada melanogenesis
dengan jalan:11
1. Mencegah melasma proliferasi melanosit dihambat.
2. Menghambat produksi melanosom dan melanin.
3. Meningkatkan degradasi melanosom.
Terapi lini pertama adalah pengobatan topikal; obat-obat bleaching (pemutih) dan tabir
surya.2
1. Bleaching
Hydroquinone 2-5% dalam bentuk krim (dosis makin besar iritasi makin besar). Krim
tersebut dipakai pada malam hari disertai pemakaian tabir surya pada siang hari.
Umumnya tampak perbaikan dalam 6-8 minggu dan dilanjutkan sampai 6 bulan. Efek
samping adalah dermatitis kontak iritan atau alergik. Setelah penghentian penggunaan
hidroquinon sering terjadi kekambuhan. Formula Kligman: Krim yang mengandung
Hydroquinone 5% + Tretinoin 0,1% + dexamethason 0,1%.2
2. Tabir surya
Sebaiknya berbentuk opaque (bahan fisik mengandung titanium dioxyde dan zinc
oxyde) atau dipaki tabir surya dengan SPF > 30. Tanpa penggunaan tabir surya yang
opaque terapi akan gagal.11
3. Asam Retinoat (retinoid acid/tretinoin)
Asam retinoat 0,1% terutam digunakan sebagai terapi tambahan atau terapi
kombinasi. Krim tersebut juga dipakai pada malam hari. Efek samping berupa
eritema, deskuamasi, dan fotosintesis.2
26
Pengobatan Sistemik:2
1. Asam askrobat / Vitamin C
Vitamin C mempunyai efek merubah melanin bentuk oksidasi mejadi melanin bentuk
reduksi yang berwarna lebih cerah dan mencegah pembentukan melanin.
2. Glutation
Glutation bentuk reduksi adalah senyawa sulfhidril yang berpotensi menghambat
pembentukan melanin.
Tindakan Khusus:2
1. Pengelupasan kimiawi
Pengelupasan kimiawi dapat membantu pengobatab kelainan hiperpigmentasi.
Pengelupasan kimiawi dengan mengoleskan asam glikolat 50-70% selama 4 hingga 6
menit dilakukan setiap 3 minggu selama 6 kali. Sebelum dilakukan pengelupasan
kimiawi diberikan krim asam glikolat 10% selama 14 hari.
LENTIGO SENILIS
Lentigo senilis et actinica, lebih dikenal sebagai senile atau actinic lentigo atau Solar
lentigo, adalah istilah untuk lentigines yang disebabkan oleh radiasi sinar UV. Prevalensi
lentigines actinic berkorelasi dengan phototype kelas rendah dan bertambahnya usia.13
Lentigo senilis pada umumnya terjadi pada 90 persen dari golongan Kaukasia tua
berumur lebih dari 60 tahun yang sering terpapar sinar matahari, terutama pada daerah wajah
dan tangan. Lesi berdiameter sekitar kurang dari 1 mm sampai beberapa sentimeter. lesi
biasanya berwarna coklat muda, kadang-kadang hitam. Lesi bisa menetap dan sedikit
memudar biarpun pada kondisi ketiadaan paparan sinar matahari.13
Epidemiologi
Di Amerika, lentigino senilis yang diamati sebanyak 90 persen dari kulit putih yang
lebih tua dari 60 tahun dan 20 persen dari kulit putih yang lebih muda dari 35 tahun. Psoralen
plus uva (PUVA) lentigo dicatat dalam hampir satu setengah dari individu dengan psorias
yang menerima terapi puva untuk setidaknya 5 tahun. 13
Lentigo simpleks merupakan bentuk paling umum dari lentigo, tapi frekuensinya
masih harus ditentukan. Alper dan Holmes mencatat beberapa lentigo dalam 91 (18.5 %) dari
492 bayi kulit hitam yang baru lahir dan 1 (0,04 %) dari 2682 bayi kulit putih. Namun
konfirmasi histologi dari lesi-lesi bayi yang baru lahir ini adalah kurang. 13
27
Lentigo dapat muncul pada anak-anak dan orang dewasa. Namun, anak-anak lebih
mungkin untuk memiliki pengaruh genetik terkait lesi seperti yang terjadi pada sindrom Peutz
Jeghers. Orang dewasa lebih mungkin untuk memperoleh lesi akibat pajanan kronis, seperti
yang terjadi pada lentigo senilis. 13
Etiopatofisiologi
Lentigo disebabkan karena bertambahnya jumlah melanosit pada taut dermo
epidermal tanpa adanya proliferasi lokal. Tergantung pada jenis lentigo ada, lesi soliter atau
lesi multipel yang dapat terjadi di seluruh tubuh. Beberapa lentigo memiliki manifestasi
klinik sistemik yang bisa menyebabkan lesi di kulit. 13
Pada lentigo senilis dijumpai adanya rete ridges epidermis yang memanjang dengan
clup shapes atau budlike, sering bercabang dan disertai rete ridges yang bergabung. Diantara
rete ridges dijumpai epidermis yang mengalami atropi dan jumlah melanosit pada epidermis
meningkat dan tidak menyebar. Gambaran mikroskopik. Terlihat proliferasi keratinosit dan
melanosit secara bersamaan. Terdapat infiltrate perivaskuler sel mononuklear pada dermis
dan biasanya berhubungan dengan penyebaran melanin dan juga di jumpai makrofag. 13
Analisis microarray Jepang mengevaluasi lentigo yang disebabkan sinar matahari
dalam 16 orang dewasa menunjukkan peningkatan gen terkait dengan proses peradangan,
metabolism asam lemak, dan melanosit dan penurunan dari cornified envelope-related gen.
Para peneliti memperkirakan lentigo mungkin disebabkan oleh efek mutagenik yang
disebabkan pajanan sinar UV yang berulang pada masa lalu, yang mengarah ke peningkatan
produksi melanin. 13
Hanya sedikit yang diketahui tentang dasar genetik manusia mengenai lentigo,
dimana yang telah dianalisis ialah potensi mutasi dari fgfr3 dan pik3ca. Mutasi fgfr3 tersebut
yang dideteksi pada 5 (17 %) 30 lentigo, dan pik3ca mutasi tersebut yang dideteksi pada 2 (7
%) 28 lentigo, diperkirakan bahwa mutasi fgfr3 dan pik3ca terlibat dalam patogenesisnya dan
spekulasi selanjutnya yang lebih menguatkan bahwa paparan sinar ultraviolet dapat menjadi
sebuah faktor penyebab mutasi untuk pik3ca fgfr3 pada kulit manusia. Lentigo, yang telah
berkembang sebelumnya dan lebih menonjol berada di Jepang dari pada di wanita Jerman,
Telah ditemukan dan dikorelasikan dalam bentuk varian dari gen slc45a2.13
Manifestasi Klinis
28
Lentigo Senilis adalah makula hiperpigmentasi pada kulit daerah yang terbuka,
biasanya pada orang tua, sering bersama dengan makula berpigmentasi, ekimosis senilis, dan
degenerasi aklinik yang kronik. Acap kali terlihat pada punggung tangan.13
Lesi yang muncul pertama kali berwarna kuning cokelat, bulat atau oval, diameternya kurang
lebih 2-4 mm tempat paling sering pada dorsa/ punggung tangan dan wajah seorang individu
dalam dekade keempat atau kelima hidup mereka. Lesi meningkat dalam jumlah dan ukuran
secara bertahap dan menyatu untuk membentuk plak yang lebih besar. Lesi yang lebih besar
akan berbentuk tidak teratur dan dapat berdiameter dari satu sampai beberapa sentimeter.13
Gambar 5. Lentigo Senilis
Lesi yang lebih tua yang sering berwarna cokelat gelap atau coklat kehitaman. Lentigo
senilis pada umunya di jumpai pada kulit yang mudah terbakar sinar matahari dan tidak
pernah menjadi coklat dan jarang di jumpai pada individu yang mempunyai pigmen kulit
yang gelap.13
Pemeriksaan Penunjang
Lentigo senilis khas dan bisa dibedakan dari lentigo simpleks dan ephelid.
Epidermisnya sedikit acanthotic dan lapisannya sedikit hiperkeratosis. Yang paling
berkarakteristik adalah menemukan proliferasi dari basaloid sel membentuk buds dan helai
yang berhubungan dengan permukaan bawah epidermis.13
Lentigo senilis telah mamanjangkan rete ridges dan proliferasi dari basaloid sel yang
telah berpigmen sehingga membentuk buds dan helai. Ink-spot lentigo juga mirip dengan
lentigo senilis, kecuali rete ridges di ink-spot lentigo muncul kurang blunted dan lebih
berliku-liku. Tidak ada atypia dari melanosit. Lentigo senilis memiliki peningkatkan jumlah
dari melanophages dibandingkan dengan kulit yang tidak terpajan pada subjek yg sama.13
29
Gambar 6. Histopatologi Lentigo
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang. Pada Lentigo dapat dibedakan dari bintik-bintik mereka yang
berwarna gelap, dan juga perbandingan dari distribusi penyebaranya. Faktanya bahwa lentigo
tidak semakin gelap dan meningkatkan jumlahnya jika terkena paparan matahari. Berbeda
pada orang tua dimana lentigo senilis terjadi.13
Penatalaksanaan13
1. Tabir Surya
Untuk mengurangi rekurensi dan mencegah terbentuknya lesi yang baru, dianjurkan
pasien lentigo senilis sedapat mungkin menghindari paparan terhadap sinar matahari
dan menggunakan tabir surya. Tabir surya merupakan preparat topical yang substansi
formulanya mengandung senyawa kimia dengan kemampuan menyerap,
menghamburkan ataupun memantulkan energy sinar matahari yang mencapai kulit.
Berdasarkan cara kerjanya dibagi atas tabir surya fisik dan kimiawi. Tabir surya fisik
bersifat tidak selektif, bekerja dengan cara menghamburkan atau memantulkan energi
sinar matahari, sinar kasat mata dan infra merah. Kemudian dikembangkan tabir surya
fisik yang bersifat translucent atau berupa suspensi koloidal yang berbentuk
micronized yaitu microfine zinc oxide dan titanium oxide. Tabir surya ini bersifat
memantulkan spectrum dengan panjang gelombang yang lebih pendek dari sinar kasat
mata, tidak larut sehingga tetap berada diatas kulit, iritasi minimal dan tidak di
absorbsi secara sistematik sehingga lebih aman digunakan.
2. Hidrokuinon
Hidrokuinon termasuk phenolic compound, merupakan suatu inhibitor tyrosinase
yang menghambat konversi tyrosinase menjadi melanin, menghambat pembentukan
melanosom dan meningkatakan degradasi melanosom. Hidrokuinon dapat
mengurangi aktifitas tyrosinase hingga 90%. Konsentrasi hidrokuinon 4% lebih
30
efektif tetapi lebih bersifat iritasi dan dapat menimbulkan efek samping yang lebih
besar jika dibandingkan dengan hidrokuinon 2%. Efek samping:yaitu dermatitis
kontak iritan, dermatitis kontak alergi, perubahan warna kuku, hipopigmentasi yang
sementara “halo effect” pada pinggir lesi dan akan menghilang bila penggunaan
hidrokuinon dihentikan.
3. Tretinoin (derivate vitamin A)
Tretinoin topical 0,05% - 0,1% telah dilaporkan efektifitasnya sebagai monoterapi
pada hiperpigmentasi pasca inflamasi dan juga efektif mengatasi kerusakan kulit
akibat terpapar sinar matahari. Mekanisme kerja tretinoin dapat merubah transfer
pigmen, dan meningkatakan turnover epidermis sehingga mempercepat hilangnya
pigmentasi. Efek samping: eritema, pengelupasan kulit dan hiperpigmentasi.
Penggunaan tretinoin memerlukan waktu yang lebih lama yaitu 6-10 bulan.
4. Laser
Pada saat ini penggunaan laser merupakan pilihan utama untuk penanganan lentigo
senilis dan memberikan hasil yang efektif. Laser yang menghasilkan pulse duration
lebih singkat dibandingkan thermal relaxion time melanosome, digunakan untuk
merusak melanin yang secara selektif menjadi target disebut selektif photothermolys.
Melanosom yang menjadi target, mengabsorsi sinar laser sehingga terjadi peningkatan
temperature dan menginduksi kerusakan melanosome tanpa menimbulkan kerusakan
jaringan di sekitarnya. Hal lain yang perlu diperhatikan sinar laser yang digunakan
harus mempunyai panjang gelombang yang tepat untuk mengabsorbsi spectrum
melanin yaitu panjang gelombang antara sinar UV hingga mendekati infra red.
Absorbs melanin akan lebih besar jika panjang gelombang yang digunakan semakin
pendek sehingga penetrasi pada kulit tidak begitu dalam.
KESIMPULAN
Kelainan pigmentasi adalah perubahan warna kulit yang menjadi lebih putih, lebih
hitam, atau coklat dibandingkan dengan warna kulit normal serta bersifat macular serta
sedikit banyak dipengaruhi oleh perubahan warna bersumber pada melanin. Disamping itu,
hal tersebut juga dapat dipengaruhi oleh berbagai macam gaktor mulai dari genetik, pajanan
bahan kimia, idopatik dan lain sebagainnya. Macam-macam kelainan pigmentasi pada kulit
ada beberapa diantaranya adalah vitiligo, albino, hipopigmentasi pasca inflamasi serta
melanosis.
31
Vitiligo yang merupakan hipomelanosis idiopatik di dapat ditandai dengan adanya
macula putih yang dapat meluas. Sedangkan Albino atau Albinisme merupakan salah satu
bentuk dari hypopigmentary congenital disorder. Kemudian hipopigmentasi pasca inflamasi
merupakan hilangnya warna kulit (pigmentasi) setelah kulit mengalami cedera. Sementara itu
melanosis merupakan kelainan pada proses pembentukan pigmen melanin kulit yg berupa
hipermelanosis bila produksi pigmen melanin bertambah, hipomelanosis bila reproduksi
pigmen melanin berkurang. Penatalaksanaan asuhan keperawatannya pun berbeda tergntung
pada etiologi tiap kelainan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wasitaatmaja SM. Anatomi kulit. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. In: Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2010. p. 3-5.
2. Soepardiman L. Kelainan pigmen. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. In: Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2010.p. 289-300.
3. Rook, Disorders of Skin Colour In Textbook Of Dermatology Volume I, 7th Edition.
Blackwell Publishing, 2008: P. 1942-44
4. Schwartz RA. Lentigo. June 18, 2015. Medscape:
http://emedicine.medscape.com/article/1068503-overview
5. Wolf K, Johnson RA. Pigmen disorders. In: Fitzpatrick color atlas and synopsis of
clinical dermatology. NewYork: Mc Graw Hill. 2009. P. 334-52.
6. Ezzedine K, Lim HW, Suzuki T, Katayama I, Hamzavi I, Lan CCE, cs. Resived
classification/nomenclature of vitiligo and related issues: the vitiligo global issues
consensus conference. New York. National institute of health, 2012.
7. Oetting WS. Oculocutaneous albinism. Minnesota: University of Minnesota. 2015
8. Dermnet. Brown Spots and freckles. New zealand: Dermatological Society
incorporated. 2008
9. Agarwal S, Ojha A. Piebaldism: a brief report and review of the literature. Indian
Dermatology Online Journal. Vol. 3. Issue 2. P. 144-7.
10. Mackie R. Clinical dermatology. 5th Edition. Oxford University Press: USA; 2003.
32
11. Laperee H, Boone B, Schepper SD et al. Hypomelanoses and hypermelanoses.
In:Armando A, James ST, Apra S, editors. Fitzpatrick’s dermatology in
general Medicine. 7th ed. New York: McGraw – Hill; 2008. p.634
12. Shankar K, Godse K, Aurangabadkar S, Lahiri S et al. Evidence-based treatment for
melasma: Expert opinion and a review dermatology and therapy, 2014(4): 2, p.165
13. Amir H. Lentigo Senilis and its Evolutions. The Journal of Investigative
Dermatology, 65:429-433, 1975
33